You are on page 1of 10

Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No.

1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

Involusi Pertanian Di Jawa 1830-1900 dan Dampaknya Terhadap Kehidupan


Masyarakat Desa

Syahbuddin
STKIP Taman Siswa Bima
oribedo70@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menalaah kebijakan pemerintah kolonial Belanda sejak 1830-1900,
dimana dalam rentang waktu di atas terapkan dua sistem yaitu tanam paksa dan liberal. Penelitian ini
merupakan penelitian sejarah yang terdiri dari heuristik, kritik, Interprerasi dan historiografi. Peneliti
menggunakan pendekatan ekonomi sedangkan model penjelasan yang digunakan adalah kausalitas atau
sebab akibat (cause and effect). Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa involusi pertanian di Jawa
dilatarbelakangi kebijakan kolonial Hindia Belanda (1619-1942) yang membawa produk pertanian
Indonesia ke pasar dunia. Namun Belanda tidak pernah berhasil mengembangkan ekonomi ekspor
secara luas di pasar dunia. Untuk itu kolonial Belanda terus mendorong petani untuk berproduksi
untuk memenuhi kebutuhan pasar dunia. Untuk itu Belanda menerapkan sistem tanam paksa 1830-
1870 dan sistem liberal 1870-1900. Penerapan dua sistem ini menyebabkan banyaknya lahan pertanian
yang digunakan untuk menanam tanaman ekspor dan menyerap tenaga kerja. Artinya, lahan pertanian
makin sempit sedangkan jumlah penduduk makin bertambah. Hal inilah yang disebut dengan proses
involusi yang kemudian akan menyebabkan petani akan berfikir keras dalam mengelola sawahnya,
karena lapangan kerja di luar pertanian tidak tersedia. Kondisi ini membawa dampak bagi desa atau
masyarakat Jawa: terjadinya involusi pertanian dan kemiskinan bersama; semakin kuatnya pemilikan
tanah komunal, pengembangan produksi palawija, semakin sulitnya pembagian kerja serta untuk
memperoleh pendapatan.

Kata kunci: Involusi, Pertanian, Jawa.

PENDAHULUAN dengan berbagai cara dan sistem yang


Sejarah pertanian di Indonesia adalah sejarah diterapkan.
penyimpangan yang telah mewariskan pokok- Pada awalnya istilah involusi dipakai oleh
pokok persoalan structural di sector pertanian para antropolog dalam meneliti suatu bentuk
yang masih bertahan hingga saat ini. Ketika kesenian. Konsep involusi ini diperoleh dari
Negara-negara Barat, pertanian dimulai dengan Alexander Goldenweiser, seorang ahli
membagi-bagikan lahan pertanian kepada rakyat antropologi dari Maerika Serikat, yang telah
(land reform), di Indonesia terjadi sebaliknya, menciptakannya untuk melukiskan pola-pola
tanah rakyat ”dirampas” untuk dibagi-bagikan kebudayaan yang sudah mencapai bentuk yang
kepada pengusaha swasta. Pembangunan di nampaknya telah pasti tidak berhasil
sektor pertanian yang dilakukan oleh kaum menstabilisasinya atau mengubahnya menjadi
penjajah seperti Belanda, Inggris, Spanyol, dan suatu pola baru, tetapi terus berkembang ke
Portugis di negera-negara Asia Tenggara adalah dalam sehingga menjadi semakin rumit (Geertz,
upaya ekploitasi guna mendukung pertumbuhan 1976:88). Istilah involusi kemudian dipakai oleh
ekonomi di negara masing-masing. Menurut Geertz dalam masalah pertanian. Menurut
Koentjaraningrat (1979:343), kolonialisasi pada Geertz (1976:xxiii) involusi pertanian adalah
suatu bangsa pada hakekatnya ialah suatu usaha kemandekan atau kemacetan pola pertanian
eksploitasi kekayaan dan penindasan terhadap yang ditunjukan oleh tidak adanya kemajuan
bangsa lain. Tidak terkecuali praktek yang hakiki. Jika pun ada gerak misalnya orang
kolonialisasi yang dilakukan oleh Belanda yang berjalan, berlari atau menunjukan gerakan yang
dilakukan terhadap penduduk Hindia Belanda lain di dalam lingkungan air, tak ada gerakan

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 11


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

yang menimbulkan kemajuan. Sedangkan dalam penanaman tebu. Berdasarkan uraian di atas,
pertanian, involusi digambarkan oleh taraf permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor
produktivitas yang tak naik, dimana apakah yang melatarbelakangi terjadinya involusi
produktivitas perorangan (tenaga kerja) yang pertanaian di Jawa, bagaimakah proses terjadinya
dipakai sebagai ukuran. Kenaikan hasil involusi pertanian dan terhadap desa di Jawa.
perhektar memang dicapai tapi hasil yang lebih
tinggi itu hanya cukup untuk mempertahankan METODE PENELITIAN
penyediaan pangan perorang, pemakan nasi. Helius Sjamsuddin menjelaskan bahwa
Menurut Geertz involusi ialah perubahan metode berarti cara, jalan, petunjuk pelaksana
yang hampir tidak terjadi perkembangan karena atau petunjuk teknis yang sistematis dalam suatu
terbagi, maksudnya kenaikan jumlah produksi pendidikan ilmu tertentu untuk mendapatkan
bersamaan dengan melonjaknya jumlah obyek (Sjamsuddin, 2007:24). Sedangkan J.
penduduk (produksi mengikuti deret ukur, Garragham menjelaskan metode penelitian
jumlah penduduk mengikuti deret hitung). sejarah adalah seperangkat aturan atau prisip
Pengertian dari Involusi yang lain ialah sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber
meningkatnya jumlah penduduk tanpa dibarengi sejarah secara efektif, menilainya secara kristis,
penambahan lahan garapan sehingga mereka dan mengajukan sintesis dari hasil-hasil yang
kemudian terpaksa membagi lahan pertanian dicapai dalam bentuk tertulis (Abdurrahman,
sama-rata, sama-rasa. Arti involusi oleh Geertz 2007:53).
disebabkan juga pada satuan usaha lain bukan Berdasarkan pengertian di atas para ahli ilmu
hanya pertanian bahkan juga pada satuan-satuan sejarah sepakat untuk menetapkan empat
sektor, misalnya perdagangan dan industri kegiatan pokok di dalam cara meneliti sejarah.
rumah tangga; karena amat banyaknya orang Gottschalk (1983) mensistematisasikan langkah-
melakukan fungsi itu, keuntungan masing- langkah dalam metodologi sejarah itu sebagai
masing hanya tipis (Geertz, 1976:xxvii). Menurut berikut; (a) mengumpulkan obyek yan berasal
pengamatannya, Geertz tidak lepas dari dari suatu zaman dan mengumpulkan bahan-
periodisasinya terhadap penjajahan di Jawa yakni bahan tertulis dan lisan yang relevan; (b)
periode masa VOC, masa tanam paksa, dan menyingkirkan bahan-bahan yang tidak autentik;
masa sistem perkebunan swasta. Geertz (c). menyimpulkan kesaksian yang dapat
menyipulkan periode kedua-lah yang berperan dipercaya berdasarkan bahan-bahan yang
penting dalam dalam timbulnya autentik; (4) menyusun kesaksian yang dapat
involusi.Involusi ini ditandai dengan terjadinya dipercaya itu menjadi kisah atau penyajian yang
dualisme ekonomi: (a) Kehidupan ekonomi berarti (Abdurrahman (2007:54)
kolonial yang bersifat kapitalis bejalan diatas Langkah pertama adalah Heuristik, GJ.
sistem atau lembaga tradisional. Karena sistem Renier menjalaskan teknik mengumpulkan
ekonomi kolonial berjalan sendiri. Tidak akan sumber disebut heuristik yang berarti
mungkin akan bisa hidup; (b) Adanya hubungan memperoleh (Abdurrahman, 2008:64).
sekaligus pertarungan antara sistem kapitalis Selanjutnya dijelaskan bahwa heuristik adalah
dengan tradisional. Ekonomi barat yang bersifat suatu teknik, suatu seni bukan suatu ilmu oleh
kapilastik menjalankan kegiatanya dengan karena itu heuristik tidak mempunyai peraturan-
menggunakan alat dalam bentuk kontrak, uang, peraturan umum. Dalam mengumpulkan
jual beli dan lain-lain. (http://historycomunity. sumber peneliti melakukan studi pustaka.
blogspot.com/favicon.ico, di akses, 10 Juni Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan
2018). Geertz menggambarkan ciri involusi merupakan cara pengumpulan data bermacam-
adalah ”tumbuh ke dalam”, bukan mekar atau macam material yang terdapat di ruang
merubah diri. Dalam hal ini, penduduk yang kepustakaan, seperti koran, buku-buku, majalah,
luar biasa besarnya diserap oleh sawah yang naskah, dokumen dan sebagainya yang relevan
terlampau sempit terutama di daerah dimana dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1983:420).

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 12


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

Setelah peneliti mengumpulkan sumber-sumber


sejarah tahap berikutnya adalah kritik sumber HASIL DAN PEMBAHASAN
(verifikasi) untuk memperoleh keabsahan Sebab-sebab terjadinya Involusi Pertanian di
(Abdurahman, 2008:68). Tahap ini dapat Jawa
dilakukan baik kritik eksternal maupun kritik Memahami bagaimana latarbelakang terjadi
internal. involusi pertanian di Jawa Wasino (2008:11)
Setelah sumber tersebut terkumpul maka menjelaskan; Involusi ini sesungguhnya telah
langkah selanjutnya adalah melakukan kritik memiliki akar jauh sebelum kolonialisme, tetapi
terhadap sumber, baik itu kritik intern maupun dipercepat dengan hadirnya perkebunan tebu
ekstern. Kritik ekstern berupa menguji keaslian pada masa tanam paksa dan semakin dipercepat
dari sumber berupa segi-segi luarnya misalnya lagi pada masa kolonial liberal”. Hal ini bisa kita
mengujian dengan pertanyaan berupa kapan lihat, pertama, kebijakan kolonial Hindia
sumber itu dibuat, siapa pembuat sumber Belanda (1619-1942) adalah membawa produk
sejarah tersebut, dari bahan apa sumber itu pertanian Indonesia yang subur ke pasar dunia,
dibuat, apakah sumber itu masih dalam bentuk dimana pada saat itu produk dari Indonesia ini
asli? Setelah itu kita melakukan kritik intern sangat dibutuhkan dan laku keras dalam
yang menguji isi kandungan sumber tersebut pasaran, tanpa mengubah struktur ekonomi
dengan pertanyaan apa dan bagaimana isi masyrakat. Hal ini dimungkinkan karena pada
kandungan sumber tersebut. Hal ini dapat Maret 1602, perseroan-perseroan yang saling
dilakukan dengan kritik internal negatif dan bersaing bergabung membentuk Perserikatan
kritik internl positif. Tahap selanjutnya adalah Maskapai Hindia Timur, VOC (Vereenigde Oost
interpretasi atau analisis. Interpretasi berarti Compagnie) yang bertujuan meningkatkan daya
menafsirkan atau memberi makna kepada fakta- saing dengan pedangan-pedagang erapa lainnya
fakta adau bukti-bukti sejarah (Daliman, seperti Inggris, Spanyol dan Portugis. Tahun
2012:81). Tugas peneliti memberikan penafsiran 1619 setelah Inggris dihalau oleh tentara
dalam kerangka memugar suatu rekonstruksi Banten, pasukan VOC di bawah Piter Coen
masa lampau. Analisis sendiri bertujuan merebut Jayakarta dan membangun markas
melakukan sintesis (menggabungkan) atas VOC dan mengganti namanya menjadi Batavia.
sejumlah fakta yang diperoleh dari sumber- Menurut Wasiono (2008:23) ”sejak tahun 1680,
sumber sejarah dan bersama teori disusunlah VOC berhasil menguasai semua jalur perniagaan
fakta itu dalam suatu interprestasi yang rempah-rempah di Nusantara. Para pedagang
menyeluruh (Abdurrahman, 2007:73). Tahap sing di luar Belanda yang semula berdagang
terakhir adalah histiriografi yaitu proses dengan penduduk Indonesia dihalau melalui
penyusunan fakta sejarah dan berbagai sumber ”administrative trade”. VOC menjadi pemain
yang telah diseleksi dalam bentuk tulisan sejarah utama (monopoli) perdagangan rempah-rempah
(Sulasman, 2014:147). Model penjelasan yang di Indonesia.
digunakan adalah kausalitas untuk meneropong Namun, pemerintah kolonial tidak pernah
faktor-faktor penyebab sebuah peristiwa terjadi. berhasil mengembangkan ekonomi ekspor secara
Menurut Carr (1971), Dalam sejarah dapat luas di pasar dunia, seperti halnya Inggris pada
dibedakan sebab umum (general cause, findamental masa yang sama, sehingga kepentingan utama
sause), dan sebab khusus (direct cause, immadiate Pemerintah Belanda tetaplah bertumpu pada
cause) atau yang menjadi pemicu (trigger). koloninya, Hindia Belanda. Kedua, upaya
Kausalitas merupakan model penjelasan sejarah pemerintah kolonial untuk meraih pasar
dengan merangkai fakta dalam hubungan sebab internasional adalah mempertahankan pribumi
akibat (cause and effect). Hukum sebab akibat tetap pribumi, dan terus mendorong mereka
mengingatkan bahwa setiap fenomena untuk berproduksi bagi memenuhi kebutuhan
merupakan akibat dari sebab sebelumnya pasar dunia. Pada tahun 1830-1870 pemerintah
(Pranoto, 2010:45). kolonial Belanda menjalankan Cultuurstelsel di

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 13


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

Indonesia, khususnya di Jawa. Cultuurstelsel terlebih dahulu para bupati dan kepala desa
adalah istilah resmi pengganti cara produksi yang (Sartono,1976:75).
tradisional dengan cara produksi yang rasional, Tanam paksa lebih mengutamakan
disebut juga dengan istilah ”tanam paksa” oleh peningkatan hasil produksi tanaman eksport
kaum liberal yang anti cara itu karena dianggap yang sangat laku di pasaran Eropa. Untuk itu
sebagai usaha pemerintah yang dalam pemerintah kolonial memperkenalkan tanaman
pelaksanaannya menggunakan cara-cara paksaan eksport kepada petani di Jawa. Maka dalam
(Mudjanto,1987:17). pelaksanaan tanam paksa itu dipergunakan desa
Pemerintah kolonial Belanda menjalankan sebagai organisme: yaitu tanah, pekerja dan
tanam paksa tersebut karena kas negara kosong, pimpinan, yang merupakan satu kesatuan yang
akibat terjadinya revolusi Belgia tahun 1830 dan tidak dapat dipisahkan. Ke tiga faktor itu apabila
beberapa peperangan di Hindia Belanda. di organisasi dengan baik dapat memberikan
Sehingga timbullah gagasan untuk memeras hasil produksi eksport yang tinggi. Menurut
tanah jajahan yang mempunyai latar belakang ketentuan Lembaran Negara (Staatsblad) tahun
pertanian untuk mengisi kekosongan kas negara 1834 No. 22 ketentuan pelaksanaan sistem
tersebut. Pencetus gagasan tanam paksa adalah tanam paksa adalah sebagai berikut: 1)
Johannes van den Bosch, seorang penasehat raja Persetujuan akan diadakan dengan penduduk di
Willem I yang kemudian diangkat menjadi mana penduduk akan menyediakan sebagian
Gubernur Jendral di Indonesia. Dia sangat yakin dari tanahnya untuk penanaman tanaman
akan keberhasilan gagasannya melihat keadaan perdagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa;
tanah di Jawa yang subur dan banyak tenaga 2) Bagian dari tanah pertanian yang disediakan
kerja yang diambil dari masyarakat desa yang penduduk untuk tujuan ini tidak diperbolehkan
cukup padat. Pada dasarnya tanam paksa itu melebihi seperlima dari tanah pertanian yang
berarti pemulihan sistem eksploitasi berupa dimiliki oleh penduduk desa; 3) Pekerjaan yang
penyerahan wajib yang pernah dipraktekkan diperlukan untuk menanam tanaman
VOC sewaktu berkuasa dahulu. perdagangan tidak boleh melebihi pekerjaan
Jenis tanaman yang terkena sistem tanam yang diperlukan untuk menanam padi; 4) Bagian
paksa terutama adalah kopi, tebu, dan nila tanah yang disediakan untuk menanam tanaman
(indigo). Sedangkan tanaman lain yaitu perdagangan dibebaskan dari pembayaran pajak
tembakau, lada, teh, dan kayu manis ditanam tanah; 5) Tanaman perdagangan yang dihasilkan
dalam skala kecil. Komoditi tersebut ditanam di tanah yang disediakan wajib diserahkan
pada 1/5 bagian tanah penduduk, kecuali kopi kepada pemerintah Hindia Belanda; jika nilai
yang ditanam di tanah-tanah yang belum hasil tanaman perdagangan yang ditaksir itu
digarap. Wilayah tanam paksa terutama di Jawa, melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat,
khususnya di daerah gubernemen, dengan maka selisih positifnya harus diserahkan kepada
pengecualian daerah Batavia, Bogor, daerah rakyat; 6) Panen tanaman perdagangan yang
tanah partikelir dan daerah Vorstenlanden. Di gagal harus dibebankan kepada pemerintah,
daerah Vorstenlanden ada aturan khusus yaitu sedikitnya jika kegagalan itu tidak disebabkan
dengan sistem sewa (Kartodirdjo, dkk., 1991:57). oleh kelalaian rakyat; 7) Penduduk desa akan
Kalau kita cermati, antara sistem eksploitasi mengerjakan tanah di bawah pengwasan kepala-
VOC dengan pemerintah kolonial terdapat kepala, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya
persamaan yaitu dalam hal penyerahan wajib akan membatasi diri pada pengawasan
hasil-hasil pertanian penduduk desa, meskipun pembajakan tanah, panen, dan pengangkutan
cara pelaksanaannya agak berbeda, pemerintah tanaman agar bisa berjalan dengan baik dan
kolonial Belanda secara langsung mengadakan tepat pada waktunya (Fauzi, 1999:320).
hubungan dengan para petani yang secara efektif Pelaksanaan tanam paksa dalam
menjamin arus tanaman eksport dalam jumlah kenyataannya tidak sesuai dengan peraturan
yang dikehendaki tanpa harus menghubungi yang berlaku pada masa itu. Menurut ketentuan,

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 14


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

pemerintah kolonial seharusnya mengadakan selama 75 tahun), dan lain-lain; 2) Tanah tidak
perjanjian dengan rakyat terlebih dahulu, tetapi bebas: milik anak negeri, tanah swasta, yaitu
dalam prakteknya, dilakukan tanpa perjanjian tanah yang dijual kepada bangsa asing oleh
dengan penduduk desa sebelumnya dan dengan pemerintah. Tanah tidak bebas tidak boleh
cara paksaan. Sehingga, banyak terjadi pindah dari tangan anak negeri.
penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan Dengan diterpakannya sistem ekonomi liberal
yang dilakukan oleh pegawai kolonial, bupati ini, berarti tercipta kesempatan bagi kaum liberal
dan kepala desa itu sendiri mengakibatkan Belanda untuk menginvertasikan modalnya di
timbul penderitaan pada penduduk desa yang perkebunan-perkebunan besar di Hindi Belanda
bersangkutan. Bupati dan kepala desa bekerja secara bebabas. Produktivitas perkebunan dan
bukannya mengabdi kepada kepentingan rakyat volume perdagangan kemudian berkembang
desa melainkan kepada pemerintah kolonial atau secara pesat, sehingga terjadi, penanaman modal
demi kepentingan pribadi, membuat merosotnya secara besar-besaran (Kartodirdjo, 1972:15).
martabat dan kewibawaan pejabat-pejabat yang Beberapa jenis tanaman perkebunan yang
bersangkutan dan juga dianggap sebagai kaki dibuka seperti tebu, kopi, tembakau, teh, kina
tangan pemerintah kolonial (Elisabet,1988:4). dan lain-lain. Ada tiga faktor yang menyebabkan
Pada tahun 1840, Cultuur Stelsel sudah perkembangan swasta Barat dalam perkebunan
menghadapi berbagai masalah (Ricklefs, di Jawa; tersedianya tanah dan tenaga kerja,
2008:268). Tanda-tanda tentang penderitaan di investasi modal dan jaringan pemasaran hasil
kalangan orang Jawa dan Sunda mulai nampak, produksi (Wasino, 2008:31).
khususnya di daerah pertanian tebu. Pada tahun Tujuan awal dikeluarkannya UU Agraria ini
1848, untuk pertama kali sebuah undang- untuk melindungi tanah-tanah pribumi dari
undang yang liberal memberikan kepada perkebunan besar milik swasta Barat, namun
parlemen Belanda peranan yang berpengaruh pada kenyataannya hanya melindungi para
kepada daerah jajahan dan hasil perdebatan pemilik modal eropa yang menanmkan
politik di Belanda adalah dihapuskannya tanam modalnya di perkebunan dan tetap membuka
paksa. Oleh karena itu sejak tahun 1870 tanam kondisi-kondisi yang menguntungkan mereka,
paksa dihentingakan , sebagai gantinya antara misalnya tenaga kerja yang sangat murah
tahun 1970-1900 pemerintah kolonial Belanda (Kartodirdjo, 1972:28-29). Oleh sebab itu
menerapkan system liberalisme sebagai sistem kondisi Hindia Belanda mendapat kritikan dari
ekonominya di Hindia Belanda (Kartodirdjo, kaum liberal, agar pemerintah Belanda tidak
dkk., 1977:97). semata-mata memikirkan ekonomi saja tetapi
Pada tahun 1870 keluarlah Undang-undang juga memperhatikan nasib penduduk pribumi.
Agraria (Agrarische Wet) yang disusun oleh Pada tahun 1899, muncul ide mengenai politik
menteri de Waal. Undang-undang ini etis yang diprakarsai Conrad Theodore van
menerangkan bahwa: 1) Pemerintah berhak Deventer seorang ahli hukum. Ia menulis dalam
menyewakan tanah yang tidak dipergunakan majalah Belanda De Gids, dengan judul ”Een
penduduk asli selama 75 tahun, kepada bangsa Ereschuld” yang artinya utang budi. Di dalam
asing. Peraturan ini disebut erfpacht artinya tanah majalah itu mengkritik pemerintah belanda yang
yang dapat diwariskan; 2) Penduduk asli tidak telah mendapat berjuta-juta gulden dari hasil
boleh menjual tanahnya kepada orang asing, penjajahan di Hindia Belanda. Kritikan juga
tetapi boleh menyewakannya (misalnya untuk datang dari partai Protestan yang memperoleh
tanaman tebu); 3) Tanah-tanah yang tidak kemenangan dalam pemilihan umum di
dimiliki oleh siapapun juga, menjadi hak milik Belanda, pada tahun 1891 mengkritik kebijakan
pemerintah. kolonial yang mengakibatkan penderitaan
Ada dua macam tanah, yaitu: 1) Tanah bebas: penduduk Hindia Belanda (Wasino, 2008:33).
(egendom /milik sendiri), recht van opstal (untuk Pelaksanaan politik liberal membawa dampak
mendirikan bangunan, erfpacht (tanah sewa sebagaimana hasil penelitian komisi Mindere

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 15


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

Welvaart Commisie yang dilakukan pada tahun telah memberikan bentuk terakhir pada
1900. Hasilnya; kondisi perekonomian daerah perbedaan yang ekstrim antara Jawa dan luar
jajahan khususnya daerah pedesaan Jawa pada Jawa dan semenjak itu perbedaan semakin besar.
penghujung abad 19 menunjukan ketimpangan. Sistem Tanam Paksa telah memantapkan pola
Salah satu indokator yang jelas adalah ekonomi rangkap dengan sektor barat yang
menurunnya konsumsi beras dari 120 padat modal dan sektor timur yang padat karya.
kg/pertahun perkapita pada tahun 1800, Sistem Tanam Paksa telah menyebabkan makin
menurun menjadi 1033 kg/ tahun pada tahun pesatnya perkembangan sektor barat dan
1900. Hasil penyelidikan diumumkan oleh ratu membekukan sektor timur. Selain itu sistem ini
Wilhelmina pada tahun 1901, sehingga sejak telah mencegah pengaruh akibat makin
saat itu secara resmi politik Etis mulai mendalamnya penetrasi barat ke dalam
dilaksanakan (Wasino, 2008:35). kehidupan petani dan priyayi Jawa, sehingga
Proses Terjadinya Involusi Pertanian di Jawa modernisasi pertanian di kalangan pribumi pada
Pemerintah kolonial dalam usaha saat yang sangat menguntungkan.
meningkatkan produksi eksportnya menentukan Pada masa tanam paksa itu, jenis tanaman
tanaman yang memberikan keuntungan besar dipisahkan dalam dua kategori yaitu: tanaman
seperti tebu dan kopi. Tanaman tebu merupakan tahunan: tebu, nila, tembakau dan tanaman keras:
tanaman tahunan yang membutuhkan irigasi, kopi, teh, lada, kina, kayu manis (Greerts;
dan dapat ditanam di sawah, sehingga 1983:56). Dua kategori tanaman ini
memungkinkan dapat menanam tebu dan padi menimbulkan berkembangnya dua gaya saling
bergantian. Tanaman tebu juga tidak cukup mempengaruhi: tanaman tahunan cenderung
kalau hanya mengandalkan pada tanah yang untuk membentuk hubungan mutualis (timbal
luas, tanpa diimbangi oleh irigasi jalan raya dan balik) dengan komunitas, bersama-sama
sebagainya. Penduduk desa pada dasarnya mempergunakan habitat tanpa menimbulkan
mempunyai jiwa sosial yang tinggi, sehingga ketegangan. Tanaman keras cenderung kearah
mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan itu hubungan insuler, menempati habitat yang
dengan semangat gotong royong dan belum dipergunakan dan menutup diri dari
kekeluargaan, hal inilah yang disalahgunakan sistem-sistem pribumi sebagai kantong-kantong
oleh penguasa dan pemerintah kolonial untuk yang memang wajar.
mempekerjakan mereka dan memberi upah yang Tanaman yang dapat mewakili dua jenis
minim (Boeke, 1983:25). Pendirian pabrik- tanaman dari sistem tanam paksa adalah;
pabrik gula berarti banyak tanah desa yang tanaman tebu (termasuk tanaman tahunan) dan
dipergunakan untuk menanam tebu. Hasil tanaman kopi (termasuk tanaman keras)
produksi tebu yang meningkat mengakibatkan keduanya adalah tanaman yang mempergunakan
harus memerlukan banyak tenaga penduduk lahan yang luas, menyerap tenaga keraja yang
desa. cukup besar, menghasilkan keuntungan yang
Berdasarkan pengalaman dalam kerja paksa tinggi atau mempunyai pengaruh yang relatif
ini membuat para penguasa swasta mendapat lama terhadap struktur umum ekonomi rakyat
keuntungan besar dari hasil kontrak gula dengan petani.
pemerintah kolonial. Para penguasa swasta mulai Tebu merupakan tanaman yang butuh irigasi
berani menggunakan ”kerja bebas” yaitu upah sehingga harus ditanam di sawah. Tebu memakai
yang tidak berdasarkan paksaan melainkan pajak berdasarkan 1/5 tanah petani. Sedangkan
berdasarkan persetujuan sukarela. Jalan-jalan kopi merupakan tanaman yang cocok ditanam di
dan alat-alat pengangkutan diperbanyak karena daerah pegunungan dan tidak membutuhkan
itu penguasa Eropa di Jawa berusaha untuk irigasi sehingga ditanam di daerah selain daerah
mengadakan ekspansi (Burger, 1977:204). tanaman padi. Pajak dari kopi berdasarkan padat
Sistem tanam paksa sangat menentukan karya, taksiran diambil dari segi jumlah pohon
dalam pemusatan pertanian di Jawa. Sistem itu kopi yang harus dipelihara oleh orang yang

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 16


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

ditunjuk untuk menanamnya. Ironisnya yang Memasuki tahun 1870 terjadi perubahan
terjadi ialah sebaliknya. Dalam 3 dasawarsa iklim politik di Belanda yang sekaligus
terakhir dari zaman penjajahan, kurang lebih mempengaruhi kebijakan di Hindia Belanda.
hanya 6% produksi kopi Indonesia berasal dari Pada tahun 1870 Belanda mengeluarkan
pemilik lahan kecil, sedangkan lebih dari 95% Undang-Undang Agriria. Ditambah dengan
produksi gula berasal dari perkebunan- berbagai peraturan tambahan undang-undang itu
perkebunan milik Belanda yang ada di Jawa. memungkinkan pemindahan tanggungjawab
Produksi kopi dengan cepat meningkat dalam secara langsung agar pulau Jawa tetap
waktu 10 tahun. Pada tahun 1813 di Jawa, menguntungkan bagi usaha-usaha swasta serta
terdapat lebih dari 100.000 batang pohon kopi, untuk mencegah agar usaha-usaha serupa tidak
dua tahun kemudian 1835 berlipat menjadi 2 menghancurkan ekonomi desa yang menjadi
kali lipat, dan pada tahun 1840-1850 lebih dari 3 landasan tempat mendapatkan keuntungan
kali lipat jumlah tersebut. Selama periode sistem (Geertz, 1976:91).
tanam paksa, kopi untuk Jawa sama dengan Beberapa perusahaan perkebunan didirikan
tekstil untuk Inggris. Berbeda dengan kopi, gula seperti Nederlanshe Handel Maatschappij (NHM)
tidak meningkat dengan pesat saat pertama kali yang didirikan pada tahun 1824 yang kemudian
diadakan sistem tanam paksa. Justru ketika kopi menjadi firma penanaman modal swasta yang
mengalami stagnanisasi produksi dari gula setengah bank dan setengah perkebunan. Pada
semakin meningkat. tahun 1915 Maskapai ini telah memiliki enam
Peningkatan produksi ini ternyata hanya belas buah pabrik gula dan secara efektif
menguntungkan pihak Belanda. Sedangkan bagi mengontrol dua puluh buah lainnya, empat
pihak pribumi kurang diuntungkan karena buah perkebunan tembakau, dua belas
pihak Belanda tidak melibatkannya dalam perkebunan teh dan empat belas buah
keuntungan yang diperoleh dari kedua tanaman perkebunan karet. Pada tahun 1878 didirikan
ekspor tersebut. Hal ini kemudian diperparah Handels Veerenaingen Amsterdam (HVA).
dengan lahan yang dipakai sebagai lahan Perusahaan ini telah mengontrol empat belas
tanaman pangan tidak mengalami peningkatan pabrik gula dan mengelola satu pabrik tapioka,
sehingga produsipun tidak mengalami satu gabungan perkebunan kopi-karet dan dua
peningkatan yang berarti bila dibandingkan puluh perusahaan perkebunan yang sudah
dengan pertumbuhan jumlah penduduk. berdiri sejak zaman tanam paksa. Sedangkan
Reinsma menjelaskan, pada tahun 1830 terdapat pabrik gula didirikan pada tahun 1913 yang
7.000.000 jiwa penduduk di Jawa, tahun 1840 bernama Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden.
kemudian bertambah menjadi 8.700.000 jiwa, Perusahaan ini telah memiliki dua puluh pabrik
tahun 1850 menjadi 9.600.000 jiwa, 1860 gula, tiga perkebunan kopi, satu tembakau dan
menjadi kurang lebih 12.700.000 jiwa, 1870 satu teh (Geertz, 1976:93).
menjadi 16.200.000 jiwa, 1880 berubah menjadi Perusahaan-perusahaan perkebunan ini secara
19.500.000 jiwa, pada tahun 1890 mengalami financial didukung oleh bank-bank seperti
penurunan akibat banyaknya wabah menjadi Handelsbank, Charteredbank yang telah
13.600.000 jiwa, akan tetapi pada tahun 1900 mendisferifikasi produksi perkebunan jauh dari
jumlah ini telah menjadi 28.400.000 jiwa. produk utama dari abad sembilan belas, gula dan
Kenaikan jumlah penduduk jawa saat itu kurang kopi serta meluaskannya ke bagian-bagian
lebih 2% selama 10 tahun (Geertz, 1976:76). tertentu ke Indonesia luar dan luar Jawa.
Ketika peningkatan ini terjadi orang-orang Jawa Perusahaan-perusahaan besar ini juga
khususnya petani memiliki dua posisi keadaan membangun jalan raya, irigasi modern, balai
yang paling jelek yaitu ekonomi yang mandek percobaan pertanian atau secara umum
atau stagnan dan jumlah penduduk yang terus menciptakan sebuah argoindustri yang
meningkat. Keadaan inilah yang kemudian menyeluruh, yang dalam hal kerumitam,
sering disebut dengan involusi pertanian.

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 17


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

efisiensi dan besarnya tiada bandingnya di Dampak Involusi Pertanian bagi desa di Jawa
seluruh dunia. Clifford Geertz, terjadinya involusi pertanian
Pada masa perkebunan besar ini, gula tetap dan kemiskinan bersama yang telah melahirnkan
merupakan hasil bumi ekspor Indonesia yang gejala tersendiri dalam masyarakat Jawa; sifat
paling penting sampai tahun tigapuluhan, terus pasca tradisional dari struktur masyarakat
menjalin hubungan yang timbal balik dengan pedesaan, semakin kuatnya pemilikan tanah
padi, dengan samaran yang berbeda sedikit saja. komunal, pengembangan produksi palawija,
Karena Jawa sudah sangat padat penduduknya semakin parahnya kemiskinan bersama dalam
maka dikembangkanlah suatu kompleks sewa pembagian kesempatan kerja serta untuk
menyewa tanah untuk memperoleh hak memperoleh pendapatan (Wasino, 2008:11). 1)
menggunakan tanah. Suatu onderneming Sifat Post-Tradisional dari struktur masyarakat
mengadakan perjanjian penyewa tanah untuk pedesaan. Pola dasar kehidupan desa
jangka waktu 21,5 tahun yang kadang-kadang dipertahankan dalam beberapa hal bahkan
dilakukan dengan senang hati dan kadang- diperkuat dan penyesuaian pada kapitalisme
kadang dipaksa oleh orang terkemuka dan dilakukan dengan cara lebih merumitkan
pejabat pamong praja setempat (Geertz, berbagai pranata dan praktek yang sudah mapan.
1976:95). Dalam menghadapi persoalan-persoalan;
Penanaman tebu di Jawa, distribusi sawah meningkatnya jumlah penduduk meluasnya
dan penduduknya yang tidak merata penggunaan uang, makin tergantungnya pada
menyebabkan petani tidak memiliki pilihan lain pasaran dan lain-lain, petani Jawa bukan
untuk menanggulangi kenaikan jumlah petani melebur pola tradisional ke dalam anarki
kecuali dengan mengusahakan sawah mereka ”proletar pedesaan” yang individualistis dan
dengan lebih giat dan bahkan seluruh sumber bukan pula dengan cara merubah bentuk pola
daya pertanian mereka dengan cara yang itu menjadi komunitas pertanian-perdagangan
seksama, karena tidak akan ada industri yang yang modern (Geertz, 1976:99). Desa yang
menampung mereka sedang lahan pertanian terkepung dari berbagai penjuru
kosong sudah penuh oleh tanaman tebu. mempergunakan cara-cara sejenis keterampilan
Demikianlah secara lambat laun, petani khusus dengan demikian dapat
terpaksa memasuki pula sawah yang makin lama mempertahankan pola itu secara keseluruhan
makin sesak dengan pegawai, seperti yang sambil mendorong unsur-unsurnya mencapai
terlihat dari tahun 1920. Penduduk luar biasa tingkat tertinggi; 2) Semakin kuatnya pemilikan
besarnya diserap ke sawah yang terlalu sempit, tanah komunal. Dimana desa sebagai suatu
terutama di daerah tebu yang telah badan hukum masih memiliki sisa-sisa hak
mempertinggi mutu irigasi. Kenaikan kekuasan atas sawah, nampaknya malahan
produktivitas perhektar sebagi akibat perbaikan diperkuat, sekurang-kurangnya secara relatif di
irigasi tersebut dan dengan bantuan palawija desa-desa di daerah gula; 3) Pengembangan
merupakan standar hidup yang stabil atau produksi Palawija. Krisis perdagangan tahun
stagnan. Mekanisme adaptasi petani Jawa yang 1885 mengakibatkan terjadinya reorganisasi
digambarkan oleh Geertz adalah dengan dalam kehidupan ekonomi Hindia-belanda.
melakukan intensifikasi dengan melibatkan Perkebunan-perkebunan besar tidak lagi milik
sebanyak mungkin tenaga dalam setiap kegiatan perseorangan tetapi direorganisasi sebagai
produksi tanaman dalam kerangka membagi- perseroan terbatas. Pejabat kolonial Belanda
bagikan rejeki yang ada hingga makin lama dengan giat menganjurkan pemanfaatan ubi
makin sedikit yang diterima. Namun kayu yang diimpor dari Suriname tahun 1852.
bagaimanapun, akhirnya akan menimbulkan Kondisi ini diperburuk dengan makin
suatu kemerosotan (proses involusi pertanian). meningkatnya penduduk Jawa setelah tahun
1900 dimana produksi beras tidak dapat
mengimbanginya oleh karena itu petani mulai

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 18


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

menanam apa yang secara kolektif di sebut lapangan kerja di luar pertanian tidak tersedia.
Palawija; 4) Semakin parahnya kemiskinan Kondisi ini membawa dampak bagi desa atau
bersama dalam pembagian kesempatan kerja masyarakat Jawa; sifat pasca tradisional dari
serta untuk memperoleh pendapatan, beberapa struktur masyarakat pedesaan, semakin kuatnya
faktor yang menyebabkan kemiskinan rakyat pemilikan tanah komunal, pengembangan
Indonesia khususnya Jawa yaitu: (a) produksi palawija, semakin parahnya kemiskinan
Kemakmuran rakyat ditentukan oleh bersama dalam pembagian kesempatan kerja
perbandingan antara jumlah penduduk dan serta untuk memperoleh pendapatan.
faktor-faktor produksi lainnya seperti tanah dan
modal. Rakyat Jawa bermodal sangat sedikit DAFTAR PUSTAKA
sedangkan jumlah penduduk sangat besar; (b) Abdurrahman, Dudung, 2007, Metodologi
Tingkat kemajuan rakyat belum begitu tinggi, Penelitian Sejarah, Logos Wacana Ilmu:Jakarta.
sehingga hanya dijadikan umpan bagi kaum Basri, MS., 2006, Metodologi Penelitian Sejarah,
kapitalis; (c) Penghasilan rakyat yang diperkecil Restu Agung: Jakarta.
dengan sistem verscoot (uang muka); (d) Sistem Boeke, JH., 1983, Prakapitalisme di Asia, Jakarta;
tanam paksa dihapus, namun diberlakukan Penerbit Suara Harapan.
sistem batiq saldo; (e) Krisis tahun 1885 Burger, DH., 1977, Perubahan-perubahan Struktur
mengakibatkan terjadinya penciutan dalam dalam masyarakat Jawa, Jakarta; Bhratara.
kegiatan pengusaha-pengusaha perkebunan gula Daliman, 2012, Metode Penelitian Sejarah,
yang berarti menurunnya upah kerja dan sewa Ombak: Yogyakarta.
tanah bagi penduduk. Elisabet Endang Sri Sulastri; 1988; Pelaksanaan
. Cultuurstelsel di Jawa (Skripsi Sarjana pada
KESIMPULAN Jurusan Pendidikan Sejarah; Fakultas
Involusi pertanian di Jawa dilatarbelakangi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial IKIP
kebijakan kolonial Hindia Belanda (1619-1942) Sanata Dharma: Yogyakarta.
yang membawa produk pertanian Indonesia ke Fauzi, Noer, 1999. Petani dan Penguasa. Bandung
pasar dunia, dimana pada saat itu produk dari : Insist.
Indonesia ini sangat dibutuhkan dan laku keras Gottschalk, Louis, terj. Nugroho Notosusanto,
dalam pasar dunia. Namun Belanda tidak 1975, Mengerti Sejarah, Yayasan Penerbit
pernah berhasil mengembangkan ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
ekspor secara luas di pasar dunia. Untuk itu Greets, C, 1976, Involusi Pertanian, Bhratara:
Belanda terus mendorong petani untuk Jakarta.
berproduksi bagi memenuhi kebutuhan pasar Kartodidrjo, Sartono & Djoko Suryo. 1991.
dunia. Untuk itu Belanda menerapkan sistem
Sejarah Perkebunan Di Indonesia : Kajian Sosial
tanam paksa 1830-1870 dan sistem liberal 1870-
Ekonomi. Aditya Media: Yogyakarta.
1900.
____, 1977, Pengantar Sejarah Indonesia Baru:
Penerapan tanam paksa maupun sistem
1500-1900 dari Emporium sampai Imperium;
setelah itu menyebabkan banyaknya lahan
Gramedia Jakarta.
pertanian yang digunakan untuk menanam
Kartodidrjo, Sartono, 1972, Kolonialisme dan
tanaman ekspor dan menyerap tenaga kerja,
Nasionalisme di Indonesia pada abad 19 dan 20,
artinya lahan pertanian makin sempit. Tidak
Lembaran Sejarah UGM: Yogyakarta.
bertambahnya lahan tanam padi ini diperparah
Kartodirdjo, Sartono, dkk., 1976, Sejarah
dengan laju pertumbuhan penduduk yang pesat
sehingga petani harus memasukan tenaga kerja Nasional Indonesia IV; Debdikbud, Grafitas:
yang berlebih ke dalam sawah yang menyempit. Jakarta.
Hal inilah yang disebut dengan proses involusi Koentjaraningrat, 1979, Manusia dan Kebudayaan
yang kemudian akan menyebabkan petani akan di Indonesia, Jakarta; Djambatan.
berfikir keras dalam mengelola sawahnya, karena

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 19


Jurnal Pendidikan IPS, Vol. 8. No. 1, Januari–Juni 2018 ISSN: 2088-0308

_____,1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat,


Gramedia: Jakarta.
Moedjanto,G., 1987, Indonesia Abad ke-20, Jilid I;
Kanisius; Yogyakarta
Pranoto, Suhartono. W, 2010, Teori dan
Metodologi Sejarah, cet.1, Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Ricklefs, M.C., 1999, Sejarah Indonesi Modern,
Yogyakarta, Gajam Mada University Press.
Sardiman, AM, 2004, Memahami Sejarah, Bilgraf
Publishing: Bandung.
Sjamsuddin, Helius, 2007, Metodologi Sejarah,
Ombak: Yogyakarta.
Sulasman, 2004, Metodologi Penelitian Sejarah;
teori, medode, contoh aplikasi, Pustaka Setia:
Bandung.
Wasino, 2008, Berjuang Menjadi Wirausahawan:
Sejarah kehidupan kapitalis bumiputra Indonesia,
Semarang, Universitas Negeri Semarang
Press.

Jurnal Pendidikan IPS, LPPM STKIP Taman Siswa Bima 20

You might also like