You are on page 1of 108

PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM AKAD PEMBIAYAAN PADA BANK

WAKAF MIKRO (BWM) BUNTET PESANTREN CIREBON, JAWA BARAT

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S.H)

Oleh :

SITI HOPIPAH

11150490000031

HUKUM EKONOMI SYARIAH (MUAMALAT)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H / 2022
PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM AKAD PEMBIAYAAN PADA BANK
WAKAF MIKRO (BWM) BUNTET PESANTREN CIREBON, JAWA BARAT

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Ekonomi Syariah
(S.H)

oleh :

Siti Hopipah

11150490000031

Pembimbing

Dr. Abdurrouf, Lc., M.A.

NIP : 197312152005011002

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1443 H / 2022 M

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Siti Hopipah

NIM : 11150490000031

Prodi : Hukum Ekonomi Syariah

Fakultas : Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 12 Januari 2022

Siti Hopipah

11150490000031

iv
ABSTRAK

Siti Hopipah. NIM 11150490000031. PENERAPAN PRINSIP SYRIAH DALAM AKAD


PEMBIAYAAN PADA BANK WAKAF MIKRO (BWM) BUNTET PESANTREN
CIREBON, JAWA BARAT. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H / 2022 M.

Studi ini bertujuan untuk menunjukan kesesuaian prinsip syariah pada akad
pembiayaan yang digunakan Bank Wakaf Mikro (BWM) ditinjau dari Fatwa No.19/DSN-
MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh, Fatwa No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah, dan perundang-undangan yang mengaturnya. BWM ini merupakan lembaga keuangan
mikro syariah yang didirikan oleh pemerintah untuk membantu perekonomian masyarakat
disekitar pesantren dengan memberikan pembiayaan mikro kepada masyarakat kurang
mampu yang membutuhkan modal usaha. Namun dalam perkembangannya muncul beberapa
perdebatan mengenai akad yang digunakan apakah sudah sesuai dengan ketentuan syariah
atau tidak karena BWM merupakan LKMS, maka semua kegiatan usahanya harus sesuai
dengan prinsip syariah yang merujuk pada Fatwa DSN MUI. Penelitian ini menggunakan
penelitian kualitatif dengan merujuk kepada data yang bersifat normatif empiris, melakukan
wawancara dengan pihak BWM sebagai informan serta menyesuaikan dengan data-data
sekunder berupa teori dari buku-buku, jurnal-jurnal, dan perundang-undangan.

Pada hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada praktek pembiayaan yang dilakukan
BWM Buntet Pesantren Cirebon ditinjau dari fatwa No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-
Qardh, Fatwa No.09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah telah sesuai dengan apa
yang telah diatur dalam Fatwa DSN MUI. Kesesuian ini dikarenakan pengunaan akad qardh
sebagai akad pembiayaan yang mengembalikan dana sesuai dengan jumlah pokok pinjaman.
Sedangkan ujrah yang dibebankan merupakan kewajiban yang harus diberikan anggota
pembiayaan karena adanya akad Ijarah yang digunakan untuk jasa pendampingan usaha yang
diberikan pihak BWM selama proses pembiayaan berlangsung.

Kata Kunci : Akad, Bank Wakaf Mikro, Qardh, Ijarah, Fatwa DSN

Pembembing : Dr. Abdurrouf, Lc., M.A.

Daftar Pustaka : 1992 - 2021

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puja dan puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya
berupa kemudahan dan kemampuan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DALAM AKAD
PEMBIAYAAN PADA BANK WAKAF MIKRO (BWM) BUNTET PESANTREN
CIREBON, JAWA BARAT. Sholawat serta salam tak lupa selalu terlimpahkan kepada
Nabi Besar kita, Nabi Akhir Zaman yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita
dari zaman kebodohan menuju zaman yang penuh dengan pengetahuan serta damai dan
sejahtera dengan cahaya Islam.

Skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat guna meraih gelar S.H di Fakultas
Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari
sepenuhnya selama proses penulisan skripsi ini banyak pihak yang membantu baik dalam
bentuk dukungan, motivasi serta do‟a yang diberikan. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Prodi Studi Hukum Ekonomi Syariah.
3. Bapak Dr. Abdurrouf, Lc., M.A., selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah dan Dosen Pembimbing Skripsi yang sangat berperan dalam membimbing,
memberikan arahan, masukan, saran, dan selalu meluangkan waktu kepada penulis
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah senantiasa
memberikan kesehatan dan keberkahan kepada bapak. Amin.
4. Ibu Dr. Hj. Isnawati Rais, M.A., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu
memberikan waktu untuk memotivasi dan kelancaran akademik selama masa
perkuliahan. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan keberkahan kepada Ibu.
Amin.
5. Segenap bapak dan ibu dosen dilingkungan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah
memberikan ilmu, saran, nasehat dan motivasi selama masa perkuliahan. Semoga
Allah SWT senantiasa membalas kebaikan bapak dan ibu semua. Amin.

vi
6. Kepada Orang Tua Terkasih penulis,Bapak Kusen dan Ibu Udsiyah yang talah tulus
membimbing, mendidik, memberikan kasih sayang yang tak ternilai dengan apapun,
motivasi yang selalu diberikan agar penulis semangat menyelesaikan skripsi dan do‟a-
do‟a terbaiknya yang dipanjatkan pada setiap waktunya agar penulis mempu melewati
setiap keadaan. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kesehatan, umur yang
berkah dan lindungan. Amin.
7. Kepada kakak-kakak kandung penulis, aa sep, aa sepri, yayu sop, aa diding, aa yayip,
aa epul dan aa dede yang telah memberikan dukungan dan motivasi agar penulis tetap
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan
kesehatan dan kemudahan untuk segala urusannya. Amin.
8. Bapak KH. Agus Nasrullah, S.H., selaku Ketua BWM Buntet Pesantren Cirebon yang
telah memberikan izin penelitian kepada penulis sehingga memudahkan penulis untuk
menyelesaikan proses penulisan skripsi ini.
9. Bapak Najih Mubarok, S.Ei., selaku Manager BWM Buntet Pesantren Cirebon yang
telah meluangkan waktunya untuk memberikan infomasi dan data-data yang
dibutuhkan penulis guna menyelesaikan skripsi
10. Bapak Aan Munsyi Aliyati Azis, S.Pd., Selaku Supervisor 1 BWM Buntet Pesantren
Cirebon yang juga membantu memberikan informasi yang diperlukan oleh penulis.
11. Kepada kakak-kakak ipar penulis, yayu mab, yayu yayah, aa rasmin, yayu erni, yayu
sus, yayu keni, yayu nopi yang telah memberikan dukungan serta motivasi agar
penulis tetap semangat menyelesaikan skripsi.
12. Keponakan-keponakan tercinta, khususnya ika dan nayla yang telah memberikan
motivasi dan semangat kepada penulis.
13. Teman-teman tercinta, puji, uus, uum, ria dan iin yang telah memberikan semangat,
motivasi dan tawa kepada penulis.
14. Teman-teman terkasih, ayu, eca, dan fiqoh yang telah memberikan motivasi, saran,
dukungan agar penulis segera menyelesaikan skripsi dan membersamai selama ikut
organisasi daerah diperkuiahan.
15. Teman-teman tersayang, diyan, salmi, yuni dan indah yang telah membersamai
selama masa perkuliahan dan selalu menyemangati penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi.

vii
16. Teman-teman Prodi Hukum Ekonomi Syariah Angkatan 2015 yang telah
membersamai selama masa perkuliahan dan memberikan warna tersendiri bagi
penulis.
17. Teman-teman Persatuan Mahasiswa Indramayu (PERMAI-AYU DKI Jakarta), yang
telah membersamai selama masa perkuliahan, memberikan saran dan motivasi kepada
penulis.
18. Teman-teman Keluarga Mahasiswa Sunan Gunung Djati (KMSGD Jabodetabek),
khususnya penghuni asrama putri yang telah memberikan ilmu organisasi,
kemandirian, dan persaudaraan.
19. Kepada semua pihak-pihak lainnya yang telah membantu dan memberikan do‟a untuk
penulis, yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun tidak mengurangi rasa
terimaksih penulis kepada semuanya. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan
kembali kepadanya. Amin.

Indramayu, 13 Januari 2022

Siti Hopipah

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………………… i

LEMBARAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………………….. ii

LEMBAR PERNYATAAN……………………………………………………………… iii

ABSTRAK……………………………………………………………………………….. iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………... vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………………. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah………………………………………………………….. 5
2. Pembatasan Masalah………………………………………………………….. 5
3. Perumusan Masalah…………………………………………………………… 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………………………. 6
1. Tujuan Penelitian……………………………………………………………… 6
2. Manfaat Penelitian…………………………………………………………….. 6
a. Secara Teoritis…………………………………………………………….. 6
b. Secara Praktis……………………………………………………………… 7
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian………………………………………………………………... 7
2. Pendekatan Penelitian………………………………………………………… 7
3. Data Penelitian………………………………………………………………… 8
a. Data Primer……………………………………………………………...... 8
b. Data Sekunder…………………………………………………………….. 8
4. Teknik Pengumpulan Data……………………………………………………. 8
a. Studi Pustaka……………………………………………………………… 8
b. Studi Lapangan…………………………………………………………… 9

ix
c. Studi Dokumentasi……………………………………………………...... 9
5. Teknik Analisis Data………………………………………………………….. 9
6. Teknik Penulisan……………………………………………………………… 9
E. Tinjauan Kajian Terdahulu……………………………………………………….. 10
F. Sistematika Penulisan…………………………………………………………….. 15
G. Kerangka Pemikiran……………………………………………………………… 16
BAB II LANDASAN TEORI
A. Lembaga Keuangan Mikro
1. Lembaga Keuangan Mikro………………………………………………….... 17
2. Badan Hukum Lembaga Keuangan Mikro………………………………....... 19
3. Asas dan Tujuan Lembaga Keuangan Mikro Syariah……………………….. 19
4. Sumber Modal Lembaga Keuangan Mikro…………………………………... 20
a. Berbadan Hukum Koperasi……………………………………………….. 20
1) Modal Sendiri…………………………………………………………… 20
2) Modal Pinjaman…………………………………………………………. 20
b. Berbadan Hukum Perseroan Terbatas…………………………………….. 20
5. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Mikro……………………………………….. 21
a. Lembaga Keuangan Mikro Berbentuk Formal…………………………… 21
b. Lembaga Keuangan Mikro Berbentuk Informal…………………………. 21
6. Prinsip Lembaga keuangan Mikro…………………………………………… 22
a. Lembaga Keuangan Mikro Syariah……………………………………… 22
b. Lembaga Keuangan Mikro Konvensional………………………………. 22
B. Keberadaan Wakaf di Indonesia
1. Pengertian Wakaf……………………………………………………………. 22
2. Rukun dan Syarat Wakaf……………………………………………………. 23
a. Ada yang berwakaf……………………………………………………… 23
b. Ada barang yang diwakafkan…………………………………………… 23
c. Orang yang menerima wakaf…………………………………………… 23
d. Lafaz atau ikrar wakaf………………………………………………….. 23
3. Harta Benda Wakaf…………………………………………………………. 24
a. Benda tidak bergerak…………………………………………………… 24
b. Benda bergerak…………………………………………………………. 24
x
4. Potensi Wakaf Uang………………………………………………………… 26
a. Pengertian wakaf uang………………………………………………….. 26
b. Tata cara pemberian harta benda wakaf………………………………… 28
c. Pengelolaan wakaf uang………………………………………………… 29
d. Pemanfaatan wakaf uang……………………………………………….. 32
e. Bank wakaf mikro………………………………………………………. 33

BAB III GAMBARAN UMUM BANK WAKAF MIKRO BUNTET PESANTREN


CIREBON
A. Profil Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon
1. Latar Belakang Pendirian BWM Buntet Pesantren Cirebon………………… 36
2. Organisasi BWM Buntet Pesantren Cirebon………………………………… 37
a. Susunan Pengurus dan Pengelola BWM Buntet Pesantren Cirebon…. .. 37
1) Susunan pengurus BWM Buntet Pesantren Cirebon………………….. 37
2) Susunan Pengelola BWM Buntet Pesantren Cirebon.………………… 37
b. Fungsi dan wewenang dari jabatan organisasi BWM …………………… 37
1) Rapat anggota tahunan………………………………………………… 37
2) Pengawas……………………………………………………………… 38
3) Manager……………………………………………………………….. 39
4) Administrasi…………………………………………………………… 40
5) Supervisor……………………………………………………………... 40
3. Visi dan Misi…………………………………………………………………. 40
a. Visi……………………………………………………………………….. 40
b. Misi………………………………………………………………………. 41
B. Metode Bisnis Bank Wakaf Mikro Integrasi dengan Buntet Pesantren Cirebon
1. Produk-Produk Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon……………. 41
2. Target Nasabah……………………………………………………………… 41
3. Proses Pengajuan Pembiayaan……………………………………………… 42
4. Kegiatan Pendampingan pada Nasabah Selama Pembiayaan……………… 44
5. Karakteristik Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon……………… 44

xi
BAB IV ANALISIS AKAD PEMBIAYAAN BANK WAKAF MIKRO DITINJAU
DARI PENERAPAN PRINSIP SYARIAH

A. Sumber Modal Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon…………………. 45


B. Penerapan Akad Pada Pembiayaan Bank Wakaf Mikro ………………………… 54
C. Kredit macet (Non Performing Loan)………………………………………….... 60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….. 63
B. Saran……………………………………………………………………………… 65

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 67

LAMPIRAN

xii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran lembaga keuangan syariah dalam berbagai ragamnya, yang marak dalam
beberapa tahun terakhir ini menggambarkan suatu realitas yang hadir untuk melakukan
dekonstruksi ekonomi baik pada tataran teoritik maupun praktis. Dengan berbagai
keunggulan ini Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) memiliki peluang dalam
mewujudkan pembangunan ekonomi mikro yang berkesinambungan serta mampu mengubah
mental pelaku ekonomi untuk berkreasi secara lebih bebas selama tidak bertentangan dengan
nilai-nilai syariah, diantaranya amanah dan kejujuran.1

Dalam prakteknya, LKMS mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai lembaga
intermediasi keuangan dan intermediasi sosial. Fungsi sebagai intermediasi keuangan, LKMS
melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat dengan tujuan
mendapatkan profit (keuntungan). Sedangkan fungsi sebagai intermediasi sosial, LKMS
melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana sosial, seperti zakat, infaq, sedekah
dan wakaf untuk tujuan sosial. Sebagai pengelola dana sosial Islam, LKMS dapat
memanfaatkan dana-dana sosial tersebut berdasarkan ketentuan syariah. Inovasi dalam
pemanfaatan dana sosial memungkinkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kemaslahatan masyarakat yang menerima dana tersebut. Diantara inovasi pemanfaatan dana
sosial pada LKMS adalah integritas fungsi sosial dan fungsi keuangan dalam pengelolaan
dana wakaf.2

1
Siskawati Sholihat, Analisis Efektivitas Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah terhadap
Pembangunan Usaha Nasabah di Sektor Riil (Usaha Mikro, Kecil dan menengah), Al-Infaq : Jurnal Ekonomi
Islam, Vol. 6, No. 1, Maret 2015, h. 8.
2
Gustani dan Dwi Aditya Ernawan, Wakaf Tunai Sebagai Sumber Alternatif Permodalan Lembaga
Keuangan Mikro Syariah di Indonesia, Ernawan, Journal of Islamic Economics Lariba, Vol. 2, No. 2 : 39-48,
2016, h. 39.
1
2

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperluas penyediaan akses keuangan


masyarakat, khususnya bagi masyarakat kecil antara lain melalui pendirian Bank Wakaf
Mikro di berbagai daerah. Bank Wakaf Mikro (BWM) merupakan Lembaga Keuangan mikro
syariah yang didirikan atas izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bertujuan menyediakan
akses permodalan atau pembiayaan bagi masyarakat kecil yang belum memiliki akses pada
lembaga keuangan formal. Pembentukan Bank Wakaf Mikro di berbagai daerah dilakukan
dengan mengikutsertakan tokoh pengasuh pesantren, dan dibantu para donatur dalam bentuk
bantuan dana khusus melalui Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS).3

Pada Bulan November 2018, telah dikeluarkan izin untuk 38 Bank Wakaf Mikro yang
telah menyalurkan pembiayaan kepada 8.373 orang nasabah dengan total Rp 9,72 Milyar.
Hingga 18 Desember 2018, proses pegesahan izin usaha dilakukan untuk 3 Bank Wakaf
Mikro di Bogor, Banyuwangi dan Jayapura, sehingga totalnya sudah terdapat 41 Bank Wakaf
Mikro yang telah resmi berdiri.4

Munculnya produk-produk baru pada lembaga keuangan syariah menimbulkan


kesulitan dalam menerapkan prinsip syariah terutama dalam aspek kesesuaiannya dalam
akad. Melihat hal ini, ijtihad para ulama sangat diperlukan dalam menjawab persoalan
tersebut. Dewan Syariah Nasional telah berupaya memberikan jawaban terhadap kebutuhan
produk tersebut yang terkandung didalam fatwa-fatwa DSN. Sebagian fatwa merupakan
transformasi akad-akad dari hukum Islam ke dalam kegiatan transaksi keuangan modern.5

Salah satu parameter untuk menilai terpenuhinya prinsip syariah atau tidak dalam
suatu produk adalah dengan memperhatikan akad-akad yang terkandung didalamnya dan
berbagai ketentuan yang terkandung dalam produk tersebut. Pada produk-produk lembaga
keuangan syariah, beberapa atau sebagian besarnya ternyata mengandung beberapa akad.

3
Pendirian dan Perizinan Bank Wakaf Mikro Oleh OJK, https://www.ojk.go.id/berita-dan-
kegiatan/info-terkini/Pages/Infografis-Bank-Wakaf-Mikro-Mendorong-Ekonomi-Umat.aspx diakeses pada
tanggal 4 Mei 2019.
4
Wimboh Santoso, Ketua Dewan Komisioner OJK dalam pernayataan tertulisnya,
https://ekonomi.kompas.com/read/2018/12/18/190548926/hingga-desember-2018-ojk-terbitkan-izin-41-bank-
wakaf-mikro diakeses pada tanggal 4 Mei 2019.
5
Yosi Aryanti, Multi Akad (Al-Uqud Al-Murakkabah) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh
Mu’amalah, Jurnal Ilmiah Syariah, Vol. 15, No. 2, Juli-Desember 2016, h. 177.
3

Sebagai contoh, dalam transakasi kartu kredit syariah terdapat akad ijarah, qardh, dan
kafalah; pada obligasi syariah terdapat akad mudharabah (ijarah) dan wakalah; serta
terkadang disertai kafâlah atau wa‟d; Islamic swap mengandung beberapa kali akad tawarruq,
bay„, wakâlah, sharf, dan terkadang atau selalu disertai wa‟d.6

Mengenai Prinsip Syariah dijelaskan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008


Tentang Perbankan Syariah yang mengartikan sebagai prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan lembaga yang memiliki kewenangan dalam
penetapan fatwa dibidang syariah. Dapat dipahami bahwa prinsip syariah merupakan prinsip
yang harus dijalankan oleh lembaga keuangan syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya
agar tidak menyeleweng dari fatwa yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia.7

Prinsip syariah yang dianut oleh lembaga keuangan syariah dalam melaksanakan
kegiatan penghimpunan dana, penyaluran dana dan pelayanan jasa harus dilandasi nilai-nilai
keadilan tercermin dalam kegiatan usaha yang dilakukannya menerapkan imbalan atas dasar
bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama antara
lembaga keuangan syariah dan nasabah. Kemanfaatan tercermin dari kontribusi maksimum
lembaga keuangan syariah yang dilakukan untuk mendorong perkembangan ekonomi dan
melakukan kegiatan sosial. Keseimbangan tercermin dari penempatan posisi nasabah sebagai
mitra usaha yang berbagi bersama dalam keuntungan maupun kerugian secara adil.
Keuniversalan tercermin dari kegiatan usaha lembaga keuangan syariah yang tidak
membedakan nasabah berdasarkan ras, agama dan suku yang sesuai dengan prinsip syariah
rahmatan lil ‘alamin serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, dzalim, riswah dan obejek
haram.8

6
Hasanudin Maulana, Multiakad dalam Transaksi Syariah Kontemporer pada Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia, Jurnal Iqtishad, Vol. III, No. 1, Januari 2011, h. 156.
7
BAB I Pasal 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
8
.BAB I Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa
Bank Syariah.
4

Akad Qardh sebagai akad yang dipakai dalam pembiayaan Bank Wakaf Mikro Buntet
Pesantren Cirebon, yang diartikan sebagai kegiatan pembiayaan untuk modal usaha mikro
tanpa adanya imbalan apapun. Dibandingkan dengan sistem LKM konvensional, dimana
dalam setiap transaksinya dikenakan bunga atau imbalan yang besarnya telah ditetapkan di
muka. Hal tersebut berbeda dengan sistem pembiayaan qardh yang diterapkan oleh BWM
tidak dikenakan bunga, bahkan nasabah tidak diwajibkan untuk memberikan jaminan, hanya
mengembalikan pinjaman pokok. Namun selain akad Qardh ada juga akad Ijarah yang
digunakan untuk jasa yang diberikan pihak BWM Buntet Pesantren Cirebon dalam
pendampingan dan pembekalan kepada nasabah selama berlangsungnya proses pembiayaan
di Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon dengan ujrah yang telah ditetapkan sebesar
3%.9

Penggunaan akad qardh pada produk pembiayaan Bank Wakaf Mikro yang
merupakan akad tabarru‟ (bersifat tolong menolong) dan tanpa imbalan apapun. Namun pada
prakteknya terdapat banyak perdebatan mengenai adanya biaya yang harus ditanggung oleh
nasabah, dalam cicilan pembiayaan yang diberikan harus ditambah dengan biaya untuk akad
ijarah. Hal ini harus dipastikan kebenarannya agar penggunaan akad tabarru‟ tidak menjadi
fatal, yang diguanakan untuk menjembatani atau memperlancar akad tijarah agar
mendapatkan keuntungan semata dan dapat melanggar prinsip syariah sesuai dengan fatwa
yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.10

Berdasarkan keterangan diatas, peneliti bermaksud untuk melakukan penelitian yang


menjadi perbincangan menarik untuk dibahas mengenai keberadaan salah satu lembaga dari
Lembaga Keuangan Mikro Syariah yaitu Bank Wakaf Mikro dengan mengkaji akad
pembiayaan beserta akad pendukung lainnya yang diterapkan dalam praktek pembiayaan
yang dilakukan oleh Bank Wakaf Mikro dengan ketentuan-ketentuan Hukum Syariah dalam
mengatur akad pada Lembaga Keuangan Syariah. Oleh karena itu, peneliti mencoba untuk

9
Wawancara Eksklusif dengan Manager BWM Buntent Pesantren Cirebon, Najih Mubarok, Cirebon
22 April 2019.
10
Farid Budiman, Karakteristik Akad Pembiayaan Al-Qardh sebagai Akad Tabarru‟, Jurnal Yuridika,
Vol. 28, No. 3, September-Desember 2013, h. 408.
5

meneliti dengan judul “Penerapan Prinsip Syariah dalam Akad Pembiayaan pada Bank
Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat.”

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Bank Wakaf Mikro hadir untuk memfasilitasi pembiayaan pada masyarakat


disekitar pesantren yang membutuhkan modal untuk mendirikan usaha atau untuk
usaha yang sedang dijalankan namun masih membutuhkan modal dalam skala mikro.
Berprinsip pada ketentuan syariah yang menghindari adanya riba dan bersifat tolong
menolong untuk kepentingan masyarakat.

Dalam proses pembiayaan yang diberikan Bank Wakaf Mikro akad yang
diterapkan harus sesuai dengan ketentuan syariah atau tidak ada unsur riba
didalamnya. Berdasarkan latar belakang diatas perlu adanya identifikasi masalah
terkait dengan penelitian ini, permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a. Penerapan sistem pembiayaan yang diterapkan oleh Bank Wakaf Mikro


b. Kedudukan akad ijarah dalam pembiayaan Bank Wakaf Mikro Syariah
c. Kesesuaian sitem pembiayaan Bank Wakaf Miro dengan ketentuan peraturan
syariah
d. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian syariah dalam akad
pembiayaan Bank Wakaf Mikro

2. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan yang dibuat oleh peneliti lebih terarah dan terfokus pada objek
penelitiannya, sehingga mudah dibaca dan dipahami oleh pembaca dalam pembahasan
mengenai sistem pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Wakaf Mikro dalam menerapkan
akad pembiayaan dikaji dengan ketentuan-ketentuan syariah dalam lembaga keuangan
mikro syariah.
6

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan ruang lingkup yang telah dijelaskan diatas, maka masalah penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. Bagaimana ketentuan sistem pembiayaan yang diterapkan BWM Buntet Pesantren


Cirebon
b. Bagaimana proses pelaksanaan akad pembiayaan pada pembiayaan BWM Buntet
Pesantren Cirebon
c. Bagaimana kesesuaian syariah dalam akad pembiayaan BWM Buntet Pesantren
Cirebon

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan yang telah dijelaskan diatas, adanya penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan keterangan, informasi dan data untuk:

a. Menganalisis ketentuan sistem pembiayaan yang diterapkan BWM Buntet


Pesantren Cirebon
b. Menganalisis faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketidaksesuaian syariah
dalam pembiayaan BWM Buntet Pesantren Cirebon
c. Menganalisis ketentuan-ketentuan syariah dalam mengatur akad-akad pembiayaan
BWM Buntet Pesantren Cirebon
2. Manfaat penelitian
Sesuai dengan yang dijelaskan diatas, peneliti berharap dengan adanya penelitian ini
dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu pemikiran
ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan dibidang Hukum Islam pada
7

umumnya dan Lembaga Keuangan Syariah pada khususnya, serta memberikan


pemikiran ilmiah terkait sistem pembiayaan BWM.
b. Secara Praktis
Secara praktis penelitin ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
berikut :
1) Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi referensi untuk peneliti
selanjutnya
2) Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi referensi bagi lembaga-lembaga
Keuangan Mikro Syariah, seperti Bank Wakaf Mikro
3) Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi referensi pemerintah dalam
mengeluarkan kebijakan terkait penelitian ini

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah normatif empiris yaitu metode
penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambahan
beberapa unsur empiris. Pada metode normatif empiris ini juga menjelaskan
implementasi ketentun hukum yang tertulis dalam mengatur setiap peristiwa hukum
tertentu yang terjadi dalam suatu masyarakat.11

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian dengan metode kualitatif.


Dengan penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif bertujuan menggali atau
membangun satu porsi atau mejelaskan makna dibalik realita. Penelitian yang
dilakukan penulis berdasarkan realita atau peristiwa yang benar terjadi dilapangan.
Penelitian metode kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data-

11
Mukti Fajar Nur Dewata ND, Yulianto Achmad, MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan
Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015), Cet. 3, h. 155.
8

data deskriptif, yang bersumber dari kata-kata lisan maupun tulisan, dan tingkah laku
yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti.12

Melalui penelitian kualitatif ini analisis yang digunakan yaitu deskriptif. Data
deskriptif mengandalkan bahwa data tersebut berupa teks. Bahwa deskriptif-kualitatif
adalah gambaran secara kualitatif fakta, data atau objek materil yang bukan berupa
rangkaian angka, melainkan ungkapan berupa bahasan atau wacana (apapun itu
bentuknya) melalui interpretasi yang tepat dan sistematis.13

3. Data Penelitian

a. Data Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang
berarti mempunyai otoritas atau wewenang, yaitu merupakan hasil dari tindakan atau
kegiatan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk itu yang memiliki kaitan
dengan permasalahan penelitian.14

1) Wawancara data BWM Buntet Pesantren Cirebon.


2) Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 19/DSN-MUI/2001 tentang Al-Qardh.
3) Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 09/DSN-MUI/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah.
b. Data Sekunder

Data sekunder berupa data-data yang sudah tersedia dan dapat diperoleh oleh
peneliti dengan cara membaca, melihat atau mendengarkannya yang hasilnya dapat
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini dapat
diperoleh data dari buku-buku, literature, jurnal-jurnal, dan informasi dari internet yang
akurat berkaitan dengan permasalahan penelitian.

12
Bagong Suryanto, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005), h. 166.
13
Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, (Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara,
2011), h.43.
14
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2005), Cet. 3, h. 141.
9

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan bahan-bahan hukum dilakukan dengan :

a. Studi Pustaka, yaitu dengan mengkaji data-data yang diperoleh dari buku-buku,
jurnal-jurnal, artikel dan bahan bacaan lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.
b. Studi Lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara secara langsung antara
peneliti dengan responden atau narasumber atau informan untuk mendapatkan
informasi yang akurat. Wawancara yang dilakukan berupa bebas terpimpin yang
mana peneliti sudah mempersiapkan segala pertanyaan yang dibutuhkan dan
responden menjawabnya secara bebas terbuka. Responden yang memberikan
informasi merupakan pihak-pihak yang bersangkutan langsung dengan BWM.15
c. Studi Dokumentasi, yaitu melakukan pengumpulan data-data yang diperoleh dari
laporan keterangan BWM dan hasil dari keterangan wawancara yang berkaitan
dengan penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan yang dilakukan dalam penelitian yang berupa
melakukan kajian atau telaah terhadap hasil dari kegiatan pengolahan data yang dibantu
dengan teori-teori yang digunakan sebelumnya. Secara sederhana analisis data ini disebut
sebagai kegiatan memberikan telaah, yang berarti menentang, mengkritik, mendukung,
menambah atau memberi komentar dan kemudian membuat suatu kesimpulan terhadap
hasil penelitian dengan pikiran sendiri dari peneliti dan bantuan teori-teori yang
digunakan untuk mendukung penelitian.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan analisis data yang bersifat deskriptif yang
bermaksud bahwa peneliti dalam menganalisis bertujuan untuk memberikan gambaran
atau pemaparan atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil penelitian yang
dilakukannya. Peneliti tidak melakukan justifikasi terhadap hasil penelitiannya tersebut.16

15
Mukti Fajar Nur Dewata ND, Yulianto Achmad, MH, Dualisme Penelitian Hukum Normatif Dan
Empiris, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015), Cet. 3, h. 161.
16
Ibid., h.183.
10

6. Teknik Penulisan
Pedoman dalam teknik penulisan penelitian ini menggunakan buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”.17
Dan untuk penulisan ayat Al-Qur‟an penulis menggunakan Qur‟an Kemenag.18

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Jurnal Conference on Islamic Management, Accouting and Economics (CIMAE)


Proceeding berjudul “Analisis Akad Pembaiayaan Qardh dan Upaya Pengembalian Pinjaman
di Lembaga keuangan Mikro Syariah” oleh Muhammad As-Shiddiqy Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang
menjelaskan akad pembiayaan qardh yang digunakan oleh Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS) Almuna Berkah Mandiri, dalam produk pembiayaannya LKMS Almuna
Berkah mandiri menggunakan akad-akad yang berbeda, seperti : murabahah, mudharabah dan
qardh.

Dana LKMS Almuna Berkah Mandiri bersumber dari Lembaga Amil Zakat Nasional
Bina Sejahtera Mandiri (LAZNAS BSM Umat). Status dananya merupakan dana dari
program hibah yang bertujuan khusus (Muqayyadah) yang dikhususkan untuk persiapan
biaya kelembagaan dan operasional LKMS dalam memberikan modal ke masyarakat miskin
melalui Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia (KUMPI). Penggunaan
akad qardh pada produk pembiayaan LKMS Almuna Berkah Mandiri disalurkan untuk
membiayai nasabah yang mengajukan modal pembiayaan untuk usaha kecilnya yang
terkendala pada kurangan modal usaha dan kurang memiliki pengetahuan tentang bisnis,
namun mempunyai keinginan untuk mengembangkan usaha.

Berdasarkan yang telah dijelaskan diatas,penelitian ini berbeda dengan penelitian


yang akan diteliti. Dari segi modal yang digunakan dalam akad qardh, lembaga yang akan

17
Fakultas Syariah dan Hukum, “Pedoman Penulisan Skripsi”, 2017.
18
Pedoman Penulisan Al-Qur‟an “Al-Qur’anKemenag In Word dan terjemah” ,2019.
11

diteliti dan hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa akad qardh pada lembaga tersebut
sesuai dengan prinsip syariah.19

Jurnal 2nd Annual Conference For Muslim Scholars berjudul “Bank Wakaf Mikro dan
Pengaruhnya Terhadap Inklusi Keuangan Pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM)” oleh Ani
Faujiah merupakan mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah Indonesia Mandiri
Sidoarjo 2018. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menjelaskan potensi
wakaf yang terus meningkat di Indonesia ditinjau dengan Undang-Undang No. 41 Tahun
2004 tentang Wakaf. Bentuk benda wakaf tidak hanya pada tanah saja melainkan sudah
berkembang pada wakaf uang sehingga mempermudah bagi masyarakat yang ingin
memberikan wakaf tanpa menunggu dulu harus mempunyai tanah.

Pada saat ini wakaf bukan hanya digunakan pada aktifitas sosial dan keagamaan,
namun berkembang kepada kegiatan ekonnomi seperti membangun jalan, jembatan,
menggarap lahan pertanian, perkebunan hingga perdagangan. Pada tahun 2017 lembaga baru
dibentuk Oleh OJK yaitu Bank Wakaf Mikro. Adanya lembaga baru ini diharapkan mampu
membantu masyarakat disekitar lingkungan pesantren yang membutuhkan modal untuk
kegiatan usahanya dan dapat meningkatkan kemampuan pengurus-pengurus pesantren dalam
mengelola wakaf secara efektif. Berbeda dengan penelitian yang akan diteliti dimana
membahas secara khusus salah satu Bank Wakaf Mikro dengan membahas permasalahan
yang terjadi pada akad pembiayaan yang diterapkannya.20

Skripsi berjudul “Optimalisasi Pinjaman Kebajikan (Al-Qardh) Pada BMT (Studi


Pada BMT UMJ, Ciputat)”. Oleh Amala Shabrina Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013. Penelitain ini merupakan penelitian deskriptif
kualitatif yang membahas tentang salah satu lembaga keuangan mikro syariah yaitu BMT

19
Muhammad Ash-shiddiqy, Analisis Akad Pembiayaan Qardh dan Upaya Pengembalian Pinjaman di
Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Jurnal Conference on Islamic Management, Accouting and Economics
(CIMAE) Proceeding, UIN Sunan Kalijaga, Vol. 1, 2018.
20
Ani Faujiah, Bank Wakaf Mikro dan Pengaruhnya terhadap Inklusi Keuangan Pelaku Usaha Kecil
dan Mikro (UKM), 2nd Annual Conference From Musim Scolars Sekolah Tinggi Agama Islam An-Najah
Indonesia Mandiri Sidoarjo, 2018.
12

yang memiliki fungsi sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dananya kepada
anggota yang memiliki usaha mikro.

Dalam penelitian ini meneliti tingkat peningkatan dalam pembiayaan yang


menggunakan akad kebajikan (Al-Qardh) bersifat sosial diberikan oleh BMT UMJ pada
anggota-anggotanya disetiap tahunnya yang berpacu pada modal kecil yang dimilikinya
daripada bank. Hal ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukakan baik dari segi
metode penelitian menggunakan penelitian normatif empiris dan lembaga yang diteliti adalah
BWM.21

Junal Forum Riset Perbankan Syariah V Makasar yang berjudul “Bank Wakaf
Sebagai Lembaga Intermediasi Sosial (Suatu Inovasi Pemberdayaan Wakaf Uang Tunai
Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat)” oleh Gustani dan Suhada merupakan mahasiswa
Program Studi Akuntansi Syariah Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI Depok 2012.
Penelitian ini membahas tentang wakaf merupakan salah satu instrumen ekonomi Islam yang
potensial dalam mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Namun, potensi wakaf uang
yang cukup besar di Indonesia belum berkembang dengan baik dikarenakan salah satu
faktornya yaitu nazhir yang belum professional yang masih menggunakan sistem tradisional
dan dengan adanya bank wakaf seperti saat ini diharapkan wakaf uang mejadi lebih sistematis
dan dapat menjangkau kebutuhan masyarakat bawah.

Pada penelitian ini memberikan konsep baru terhadap pengelolahan dana wakaf uang
dengan skema 2 akad pembiayaan, yaitu pertama, akad qardh (bersifat sosial) menyalurkan
dana wakaf pada masyarakat yang butuh modal usaha tanpa membebankan bagi hasil
(keuntungan) hanya diwajibkan mengembalikan pokok modal saja. Kedua, akad tijarah
(musyarakah, mudharabah, ijarah dan lainnya) disalurkan untuk investasi saham atau
membeli aset produktif yang hasil keuntungannya untuk menutupi biaya operasional dan
untuk menutupi dana wakaf yang tidak dikembalikan akibat gagal bayar. Hal ini berbeda

21
Amala Shabrina, Optimalisasi Pinjaman Kebajikan (Al-Qardh) Pada BMT (Studi Pada BMT UMJ,
Ciputat), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
13

dengan permasalahan dilembaga yang akan diteliti baik dari segi pengumpulan dana,
penyaluran dana dan proses pengembalian dana pembiayaan.22

Skripsi berjudul “Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah


(LKMS) di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait‟. Oleh Fitri Yunindya Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2014. Penelitian ini
membahas bank yang merupakan lembaga keuangan yang mempunyai cakupan luas dalam
masyarakat, sehingga terdapat celah dimana masyarakat miskin belum bisa terjangkau. Celah
inilah yang diharapkan pemerintah mampu dijangkau oleh lembaga keuangan non-bank.
Salah satunya dengan adanya lembaga keuangan mikro yang dapat melayani masyarakat
miskin dan UMKM yang membutuhkan modal untuk usahanya.

Pada penelitian ini menjelaskan BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro
syariah dengan banyak Undang-Undang yang mengatur : Undang-Undang No. 17 Tahun
2012 tentang perkoprasian, Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan dan Undang-Undang No.01 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro yanag
menimbulkan adanya timpang tindih hukum dan metode peneliatian yang digunakan adalah
hukum normatif atau dikaji dari segi kepustakaan saja. Berbeda dengan penelitian yang akan
diteliti bukan hanya membahas dari segi hukum Islam tetapi melihat langsung keadaan yang
benar-benar terjadi dilapangan. 23

Skripsi berjudul “ kesesuaian Akad Qardh Pada Pembiayaan di Bank Wakaf Mikro
An-Nawawi Tanara Serang Banten ditinjau Dari Fatwa DSN No.19/DSN-MUI/IV/2001
Tentang Al-Qardh (Studi Kasus Bank Wakaf Mikro An-Nawawi Tanara Serang Banten)”.
Oleh Muhammad Fariz Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta 2021.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan merujuk data yang bersifat normative
empiris membahas lembaga yang dibentuk oleh Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS)
bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membangun lembaga keuangan

22
Gustani dan Suhada, Bank Wakaf Sebagai Lembaga Intermediasi Sosial (Suatu Inovasi
Pemberdayaan Wakaf Uang Tunai Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat), Forum Riset Perbankan Syariah
V Makasar, STEI SEBI Depok, 2012.
23
Fitri Yunindya, Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) di
Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
14

syariah yang berskala mikro untuk membangun ekonomi masyarakat sekitar pesantren yang
membutuhkan modal untuk usaha yang sudah ada atau masyarakat yang membutuhkan modal
untuk membangun usaha.

Penelitian ini membahas tentang akad yang digunakan oleh Bank Wakaf Mikro An-
Nawawi Tanara Serang Banten yang hanya menggunakan satu akad pembiayaan yaitu akad
Qardh kemudian dikaji dengan kesusuaiannya dengan fatwa DSN No.19/DSN-MUI/IV/2001
tentang Qardh dan beberapa peraturan hukum konvensional. Data penelitian ini diperoleh
dengan melakukan penelitian langsung ke lembaga yang menjadi subjek penelitian, dengan
melakukan wawancara langsung dengan manager dan tellernya. Hal ini sama dengan yang
akan peneliti bahas, namun terdapat perbedaan mengenai jumlah akad pembiayan yang
digunakan pada Bank Wakaf Mikro yang peneliti terdahulu bahas dan mengenai sumber
modal yang didapat oleh Bank Wakaf Mikro peneliti terdahulu menyatakan bahwa modal
operasionalnya diperoleh dari dana hibah bersyarat bukan berupa dana wakaf yang akan
peneliti bahas.24

Skripsi berjudul “Sistem Pengoperasian Bank Wakaf Mikro (BWM) Menurut UU No.
1 Tahun 2013 Tentang Lembaga Keuangan Mikro Dan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf (Studi Kasus BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang)”. Oleh Winarti Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2019. Penelitian ini
merupakan penelitian normatif empiris yang membahas tentang salah satu lembaga keuangan
mikro syariah yang baru diresmikan pada tahun 2017. Lembaga ini sendiri bertujuan untuk
menjangkau masyarakat bawah yang membutuhkan modal untuk usaha mikronya dengan
prinsip syariah yang mengharamkan adanya riba dan bersifat tolong menolong.

Penelitian ini meneliti penerapan sistem baik dari sisi kelembagaan, permodalan,
penghimpunan dana, penyaluran pembiayaan, proses pengembalian dana pembiayaan dan
sebagainya. Penelitian ini juga membahas keberlakuan Undang-undang yang terkait baik dari
segi lembaga keuangan mikro maupun dari segi wakaf. subjek yang diteliti sama dengan
24
Muhammad Faris, kesesuaian Akad Qardh Pada Pembiayaan di Bank Wakaf Mikro An-Nawawi Tanara
Serang Banten ditinjau Dari Fatwa DSN No.19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Al-Qardh (Studi Kasus Bank Wakaf
Mikro An-Nawawi Tanara Serang Banten), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2021.
15

penelitian yang akan dilakukan yaitu BWM. Akan tetapi, terdapat perbedaan pada
permasalahan yang dibahas, penelitian yang akan dilakukan membahas dari sisi kesesuaian
syariah terhadap penerapan akad-akad yang digunakan pada BWM.25

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (Lima) bab, secara keseluruhan dari
kelima bab tersebut merupakan satu rangkaian pembahasan yang saling berkaitan. Dengan
demikian sistematika penulisan yang dibuat oleh peneliti adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini memuat latar belakang penelitian, identifikasi masalah, ruang lingkup
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian,
sistematika penulisan dan kerangka pemikiran.

BAB II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini memuat lembaga keuangan mikro syariah beserta tujuan pendiriannya,
potensi wakaf uang/tunai di Indonesia dan bank wakaf mikro beserta model pembiayaannya.

BAB III GAMBARAN UMUM BANK WAKAF BUNTET (BWM) PESANTREN


CIREBON

Dalam bab ini menjelaskan tentang sejarah berdirinya BWM Buntetn Pesantren
Cirebon, perkembannya, visi dan misi, struktur organisasi, produk pembiayaan, cara
pengenalan pembiayaan pada masyarakat yang membutuhkan modal untuk usaha mikronya,
dan kegiatan rutin dalam pendampingan terhadap anggota pembiayaan.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini memuat tentang pembiayaan yang dilakukan oleh BWM Buntet
Pesantren Cirebon dengan masyarakat yang mengajukan pembiayaan, proses pengembalian

25
Winarti, Sistem Pengoperasian Bank Wakaf Mikro (BWM) Menurut UU No. 1 Tahun 2013 Tentang
Lembaga Keuangan Mikro Dan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Kasus BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera Jombang), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
16

dana, dan ketentuan Hukum Islam dalam mengatur pembiayaan yang diterapkan oleh BWM
Buntet Pesantren Cirebon.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

G. Kerangka Pemikiran

Kesesuaian Syariah Pada Akad Pembiayaan BWM


Buntet Pesantren Cirebon

Pengumpulan Data
Wawancara dan
Kepustakaan

Analisis dan Pembahasan


1. Kontrak pembiayaan yang
digunakan Analisis Data
2. Proses pengembalian dana
Primer dan Data
pembiayaan Sekunder
3. Ketentuan Hukum Islam
dalam mengatur akad
pembiayaan yang diguanakan
BWM Buntet Pesantren
Cirebon Kesimpulan dan
Saran
Implementasi Dari Proses
Pembiayaan Pada BWM Buntet
Pesantren Cirebon :
- Sesuai Hukum Islam
- Tidak Sesuai dengan
Hukum Islam
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Lembaga Keuangan Mikro


1. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro Syariah
Lembaga Keuangan Mikro atau Micro Finance Institution (MFI) merupakan lembaga
yang menjalankan kegiatan usahanya dalam penyediaan jasa keuangan kepada
pengusaha kecil dan mikro yang membutuhkan modal usaha serta masyarakat yang
berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh bank yang berorientasi pasar untuk
tujuan bisnis.26

Menurut Yuke Rahmawati dalam bukunya yang mengutip pendapat Asian


Development Bank, LKM merupakan lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan
(deposits), kredit (loan), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta
money transfer yang ditunjukan bagi masyarakat dan pengusaha kecil.27

Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro,


Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga keuangan khusus yang didirikan untuk
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui
pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan maupun pemberian jasa konsultan pengembangan usaha yang
tidak semata-mata hanya mencari keuntungan.28

Menurut Krisnamurti, walaupun terdapat banyak difinisi yang menjelaskan lembaga


keuangan mikro, namun secara umum terdapat tiga inti dari definisi-definisi tersebut,
sebagai berikut :

26
Atut Farida Agustin, Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap Kinerja Ekonomi Kabupaten
Jombang, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. IX, Desember 2011, h. 227.
27
Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press,
2013), Cet. 1, h. 07.
28
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
17
18

a) Menyediakan berbagai jenis pelayanan keuangan. Keuangan mikro dalam


pengalaman masyarakat tradisional Indonesia seperti lumbung desa, lumbung
putih nagari dan sebagainya menyediakan layanan keuangan yang beragam,
seperti tabungan, pinjaman, pembayaran, deposito maupun asuransi.
b) Melayani masyarakat miskin. Keuangan mikro pada awalnya hidup dan
berkembang memang untuk rakyat yang terpinggirkan oleh sistem keuangan
konvensional yang ada sehingga memiliki karakteristik konstituen yang khas.
c) Menggunakan prosedur dan mekanisme yang kontekstual dan fleksibel. Hal ini
merupakan konsekuensi dari kelompok masyarakat yang dilayani, sehingga
prosedur dan mekanisme yang dikembangkan untuk keuangan mikro akan
senantiasa kontekstual dan fleksibel.29

Sedangkan yang dimaksud Lembaga Keuangan Mikro Syariah adalah kegiatan


usaha LKM berupa penyaluran pinjaman atau pembiayaan dan pengelolaan simpanan
berdasarkan berdasarkan prinsip syariah dan wajib dilaksanakan sesuai dengan fatwa
syariah yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.30

Lembaga Keuangan Mikro Syariah merupakan bagian dari lembaga keuangan mikro
pada umumnya, yang merupakan salah satu lembaga keuangan yang dapat dimanfaatkan
dan dikembangkan untuk membiayai kegiatan perkonomian. Namun dalam menjalankan
kegiatan usaha LKMS harus sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia. Untuk dapat menjalankan kegiatan usaha, LKMS
harus mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).31

Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa LKM memiliki ruang lingkup yang
luas, seperti : simpanan, pinjaman, pembiayaan dan pemberian jasa konsultan
pengembangan usaha, yang biasanya dikelola secara sederhana. Sebagai lembaga
simpanan, LKM dapat menghimpun dana masyarakat pada banyak LKM, kegiatan

29
Susila Ihwan, Analisis Efesiensi Lembaga Keuangan Mikro, Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Jurnal Ekonomi Pembangunan , Vol. 8, No. 2, Desember 2007, h. 228.
30
BAB IV Pasal 12 Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
31
Ninik Sri Rahayu, Kontribusi Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Pemberdayaan Perempuan,
Jurnal Inovasi Kewirausahaan, Vol. 2, September 2015, h. 165.
19

penghimpunan dana (saving) dijadikan prasyarat bagi adanya kredit. Sebagai lembaga
pinjaman, LKM berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa pinjaman,
baik untuk kegiatan produktif maupun untuk kegiatan konsumtif. Selain itu, LKM juga
sebagai lembaga intermediasi dalam aktivitas perekonomian.32

2. Badan Hukum Lembaga Keuangan Mikro


Badan Hukum LKM dapat berbentuk Koperasi dan/atau Perseroan Terbatas (PT).
Bagi LKM yang berbadan hukum Koperasi harus tunduk pada Undang-Undang No. 25
Tahun 1992 tentang Koperasi. Anggaran Dasar LKM yang berbentuk koperasi disahkan
oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Dan Menengah. Sedangkan anggaran dasar
LKM yang berbentuk PT disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.33

3. Asas dan Tujuan Lembaga Keuangan Mikro Syariah


Lembaga Keuangan Mikro Syariah, pada dasarnya mengikuti aturan perundang-
undangan yang sudah ada, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro. Dengan mengikuti undang-undang ini tentunya segala sesuatu yang
berkenaan tentang LKMS harus sesuai/sama dengan apa yang dituangkan dalam undang-
undang tersebut. Termasuk pada asas dan tujuan LKMS pada umumnya . seperti yang
termuat dalam Pasal 2 BAB II UU No. 1 Tahun 2013 tentang asas dan tujuan LKM,
dimana LKM berasaskan : a) keadilan; b) kebersamaan; c) kemandirian; d) kemudahan;
e) keterbukaan; f) pemerataan; g) keberlanjutan; h) kedayagunaan dan keberhasilan. 34
Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan akses pendanaan skala mikro bagi
masyarakat, membantu peningkatan pemberdayaan ekonomi dan produktivitas
masyarakat dan membantu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat,
terutama masyarakat miskin dan/atau berpenghasilan rendah.35

32
Supriadi Muslimin, Peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah Terhadap Pemberdayaan Usaha
Mikro Kecil Menengah (Studi Kasus Pada BMT Al Amin Makassar), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas
Islam Negeri Alauddin Makassar, 2015, h. 25.
33
Shochrul Rohmatul Ajija, dkk, Koperasi BMT : Teori, Aplikasi dan Inovasi, (Karanganyar : CV Inti
Media Komunika, 2018 ), Cet. 1, h. 2.
34
Pasal 2 BAB II UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
35
Pasal 3 BAB II UU No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro.
20

4. Sumber Modal Lembaga Keuangan Mikro


a. Untuk LKM yang berbadan hukum Koperasi modal yang dimilikinya bersumber
dari :
1) Modal sendiri, yang terbagi menjadi :
a) Simpanan pokok, yaitu sejumlah uang dengan besaran sama yang wajib
disetorkan oleh setiap anggota kepada koperasi pada saat menjadi anggota
b) Simpanan wajib, yaitu sejumlah simpanan tertentu yang tidak harus sama
besarannya yang wajib dibayar anggota kepada koperasi dalam waktu dan
kesempatan tertentu
c) Cadangan, yaitu bagian dari sisa hasil usaha yang disisihkan sesuai
dengan anggaran dasar atau ketetapan rapat anggota
d) Hibah, yaitu dana yang bisa berupa zakat, infaq, dan sedekah yang
penggunaannya diperuntukan untuk kepentingan sosial. Dalam lembaga
keuangan mikro yang berprinsip syariah modal ini dinamakan sebagai
modal sumbangan dengan maksud sejumlah uang atau barang modal yang
dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat
hibah dan tidak mengikat. Modal berupa sumbangan ini tidak dapat
dibagikan kepada anggota selama koperasi belum dibubarkan. Donasi ini
tidak dapat diakui sebagai modal atau ekuitas apabila disertai dengan
persyaratan tertentu yang mengikat dengan substansinya.36
2) Modal pinjaman, modal pinjaman ini dapat berasal dari : anggota, koperasi
lainnya dan/atau anggotanya, bank dan lembaga keuangan lainnya,
penerbiatan obligasi dan surat hutang lainnya dan sumber lain yang sah.37
b. Untuk Lembaga Keuangan Mikro yang berbadan hukum Perseroan Terbatas
modal yang dimilikinya bersumber dari :
Kepemilikan saham pada PT paling sedikit 60 % dimiliki oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota atau badan usaha milik desa/kelurahan. Dan sisa

36
Ahmad Subagyo, Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Mitra Wacana Media,
2015), h. 30-31.
37
Bab VI Pasal 41 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
21

kepemilikan sahamnya dapat dimiliki oleh warga Negara Indonesia; dan/atau


koperasi. Sementara kepemilikan setiap warga atas saham Perseroan Terbatas
paling banyak sebesar 20%.38

5. Janis-jenis Lembaga Keuangan Mikro


Jenis LKM sangat bervariasi, baik ditinjau dari sisi kelembagaan tujuan pendirian,
budaya masyarakat, kebijakan pemerintah maupun sasaran lainnya. Secara umum, LKM
di Indonesia dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu yang bersifat formal dan
informal.
a. LKM formal terdiri dari bank, yaitu Badan Kredit Desa (BKD), Bank Prekreditan
Rakyat (BPR), dan BRI Unit. Sementara LKM formal non bank mencakup Lembaga
Dana dan Kredit Pedesaan (LDKP), Koperasi (Koperasi Simpan Pinjam dan Koperasi
Unit Desa) dan Pegadaian.
b. LKM informal terdiri dari berbagai kelompok dan Lembaga Swadaya Masyarakat
(KSM dan LSM), Baitul Maal wa Tamwil (BMT), Lembaga Ekonomi Produktif
Masyarakat Mandiri (LEPM), Unit Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UEDSP) dan
berbagai bentuk kelompok lainnya.39

6. Prinsip Lembaga Keuangan Mikro


Suatu lembaga memiliki sebuah prinsip dan karakteristik untuk bisa menjalankan
kegiatan usaha, LKM memiliki dua prinsip yaitu :
a. Lembaga Keuangan Mikro Syariah, yaitu lembaga keuangan mikro yang berprinsip
pada aturan syariah dan merujuk pada aturan POJK tentang lembaga keuangan mikro
syariah dan sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan DSN MUI dalam menjalankan
kegiatan usahanya

38
Yuke Rahmawati, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Tangerang Selatan : UIN Jakarta Press,
2013), Cet. 1, h. 9.
39
I Gede Kanjeng Baskara, Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, Jurnal Buletin Studi Ekonomi,
Universitas Udayana, Vol. 18, N0. 2, Agustus 2013, h. 118.
22

b. Lembaga Keuangan Mikro Konvensional, yaitu lembaga keuangan mikro yang tidak
menerapkan prinsip syariah dalam melaksanakan operasional dan hanya berpedoman
pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro
Sehingga terdapat perbedaan antara LKM Syariah dan LKM Konvensional,
diantaranya :
1) LKM Syariah menerapkan sistem bagi hasil dengan nasabahnya tidak
menggunakan sistem bunga
2) LKM Syariah melakukan kegiatan usahanya dibawah pengawasan DPS Syariah
3) LKM Syariah berguna sebagai lembaga keuangan multiguna sebagai LKM
komerial, LKM investasi dan pembangunan
4) LKM Syariah membedakan kedua jenis pendanaan supaya dapat dibedakan antara
dana yang diperoleh dari dana sendiri dan dana hasil pembiayaan40

B. Keberadaan Wakaf di Indonesia


1. Pengertian Wakaf
wakaf secara umum dapat diartikan sebagai harta yang ditahan dalam jangka waktu yang
lama, yang manfaatnya dapat digunakan tanpa merusak atau menghabiskan harta itu
(‘ayn), dan yang digunakan untuk sesuatu yang halal atau tidak melanggar aturan Islam.
Namun, wakaf juga dapat diartikan sebagai tindakan yang menahan harta kepemilikan
seseorang atau kelompok tertentu selamanya dan menggunakan hasilnya sebagai
sedekah.41
Wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-„ain) untuk tujuan
menyedekahkan manfaatnya (al-manfa‟ah). Menurut Andri Soemitra dalam bukunya yang
mengutip pendapat para ulama menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam
mengartikan wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat hukum yang ditimbulkan
berbeda. Definisi wakaf menurut ahli fiqih, sebagai berikut :

40
Ahmad Sapudin, dkk, Strategi Pembangunan Lembaga keuangan Mikro Syariah (Studi Kasus Pada
BMT Tawfin Jakarta), Institut Pertanian Bogor, Jurnal Al-Muzara‟ah, Vol. 5, No. 1, 2017, h. 7.
41
Andy Agung Prihatna, dkk, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang wakaf dalam
Prespektif Keadilan Sosial Di Indonesia, (Jakarta : Center for the Study of Religion and Culture (CSRC)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2006), h. 38.
23

Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-„ain) milik
wakif dan menyedekahkan atau memberikan manfaatnya kepada siapa saja yang
diinginkan untuk tujuan kebajikan (sosial). Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah
menjadikan manfaat dari suatu harta yang dimiliki (walaupun memilikinya dengan cara
sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam
jangka waktu yang telah ditentukan sesuai keinginan dari wakif. Ketiga, Syafi‟iyah
mengartikan wakaf dengan menahan harta yang dapat memberikan manfaat serta kekal
materi bendanya (al-„ain) dengan cara wakif tidak mempunyai hak mengelolanya lagi
dan hak tersebut diberikan kepada nazhir yang sesuai dengan ketentuan syariah.
Keempat, Hanabilah mengartikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan
asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan.42

2. Rukun dan Syarat Wakaf

Rukun Wakaf, sebagai berikut :

a. Ada yang berwakaf. Syaratnya :


1) Berhak berbuat kebaikan, sekalipun dia bukan Muslim.
2) Kehendak sendiri; tidak sah karena dipaksa.
b. Ada barang yang diwakafkan. Syaratnya :
1) Kekal zatnya. Berarti bila manfaatnya diambil, zat barang itu tidak rusak atau
tidak berkurang.
2) Kepunyaan yang mewakafkan, walaupun musya’ (bercampur dan tidak dapat
dipisahkan dari yang lain).43
c. Orang yang menerima wakaf. Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf
ini ada dua macam, yaitu : Pertama, tertentu. Maksudnya sudah jelas orang yang
memberi wakaf memberikan atau menitipkan pada nazir wakaf itu untuk seorang,
dua orang atau satu kumpulan. Kedua, tidak tertentu. Maksudnya, tidak ditentukan
atau dijelaskan pada nazir oleh pemberi wakaf pada siapa harta wakaf ini diberikan.

42
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group,
2014), Cet. 4, h.433-434.
43
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2014), Cet. 67, h. 431.
24

d. Lafaz atau ikrar wakaf (shighah). Syaratnya :


1) Ucapannya harus mengandung arti atau menunjukan kekal atau tidak sah
uacapan yang mengandung batas waktu tertentu.
2) Ucapan itu dapat direalisasikan segera tanpa dikaitkan pada syarat tertentu.
3) Ucapan itu bersifat pasti.
4) Ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.44

3. Harta Benda wakaf


Menurut Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
menjelaskan bahwa harta benda wakaf terdiri dari harta benda wakaf tidak bergerak dan
harta benda wakaf bergerak, sebagai berikut :
a. Benda tidak bergerak sebagai dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
1) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
2) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah;
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
4) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
5) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda
yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :
1) Uang;
2) Logam mulia;
3) Surat berharga;
4) Kendaraan;
5) Hak atas kekayaan intelektual;
6) Hak sewa; dan

44
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group,
2014), Cet. 4, h.439.
25

7) Benda bergerak lain yang sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.45
Yang dimaksud dengan benda bergerak lain, yaitu benda yang sifatnya bisa
diwakafkan meliputi :46
1) Kapal
2) Pesawat terbang
3) Kendaraan bermotor
4) Mesin atau alat industry yang tertancap pada bangunan
5) Logam dan batu mulia
6) Benda lainnya yang sifatnya memiliki jangka panjang
Benda bergerak selain uang karena peraturan perundang-undangan yang dapat
diwakafkan sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah, sebagai berikut :47
1) Surat berharga, yang meliputi :
a) Saham
b) Surat utang Negara
c) Obligasi pada umumnya
d) Surat berhaga lainnya yang dapat dinilai dengan uang
2) Hak atas kekayaan intelektual, yang berupa :
a) Hak cipta
b) Hak merek
c) Hak paten
d) Hak desain industry
e) Hak rahasia dagang
f) Hak sirkuit terpadu
g) Hak perlindungan verietas tanaman
h) Hak lainnya

45
Pasal 16 BAB II Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
46
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 10 No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
47
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 11 No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
26

3) Hak benda bergerak lainnya, berupa :


a) Hak sewa, hak pakai, dan hak pakai hasil atas benda bergerak
b) Perikatan, tuntutan atas jumlah uang yang dapat ditagih atas benda bergerak

4. Potensi Wakaf Uang


a. Pengertian wakaf uang

Wakaf uang/tunai adalah penyerahan hak milik berupa uang tunai kepada
seseorang, kelompok orang atau lembaga nadzir untuk dikelola secara produktif
dengan tidak mengurangi atau menghilangkan ‘ain aset sehingga dapat diambil hasil
atau manfaatnya oleh maukuf alaih sesuai dengan permintaan wakif yang sejalan
dengan syariat Islam.48

Menurut Uswatun Hasanah dalam bukunya yang mengutip pendapat Muhammad


Ibn Isma‟il Ash-Shan‟any mengatakan bahwa wakaf adalah suatu tindakan untuk
menahan harta dengan mengambil manfaatnya tanpa menghabiskan atau merusak
bendanya (‘ainnya) dan digunakan untuk kebaikan.49

Menurut sahroni dan karim dalam bukunya yang mengutip pendapat ulama
menjelaskan bahwa ulama saling berbeda pendapat mengenai wakaf uang/tunai,
diantaranya adalah pertama, sebagian ulama berpendapat wakaf uang/tunai hukumnya
tidak boleh; kedua, sebagian ulama berpendapat wakaf uang/tunai hukumnya boleh
jika dimaksudkan pada perhiasan; ketiga, sebagian ulama berpendapat wakaf
uang/tunai boleh jika digunakan untuk piutang kepada orang lain; keempat, sebagian
ulama termasuk Malikiyah, Muhammad Abdullah Al-Anshar dan Ibnu Taimiyah,
berpendapat wakaf uang/tunai hukumnya boleh secara mutlak.50

48
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoretis dan Praktis,
(Jakarta : Prenada Media Group, 2013) , Cet. 2, h. 325-326.
49
Uswatun Hasanah, et.al, ed. Mustofa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah; Wakaf Tunai – Inovasi
Finansial Islam Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan Umat, (Jakarta : Program Studi
Timur Tengan dan Islam Universitas Indonesia, 2006), Cet. 2, h. 57.
50
Sahroni dan karim, A, A, Maqashid bisnis dan Keuangan Islam : Sintesis fikih dan ekonomi,
(Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015)
27

Ulama yang membolehkan wakaf uang/tunai beranggapan bahwa uang tidak


habis manfaatnya jika digunakan untuk diinvestasikan. Sedangkan sebagian ulama
beranggapan kalau wakaf uang/tunai habis manfaatnya jika digunakan untuk
diinvestasikan.

Di Indonesia, Majelis ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa No. 29 Tahun


2002 tentang Wakaf Uang, yang menyatakan bahwa :

1) Wakaf uang (Cash Wakaf / Waqf Al- Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
3) Wakaf uang hukumnya boleh.
4) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar‟i.
5) Nilai pokok wakaf uang harus dijaga kelestariannya, tidak boleh dihibahkan,
diwariskan, dan dijual.51

Dalam rangka memajukan dan mengembangkan perwakafan nasional, dibentuk


Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI merupakan lembaga independen dalam
melaksanakan tugasnya. BWI berkedudukan di ibukota Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan dapat membentuk perwakilan diprovinsi dan/atau Kabupaten/Kota
sesuai dengan kebutuhan.

BWI mempunyai tugas dan wewenang :

1) Melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam mengelola dan mengembangkan


harta benda wakaf.
2) Melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional
dan internasional.

51
Gustani, Dwi Aditya Ernawan, Wakaf Tunai Sebagai Sumber Alternatif Permodalan Lembaga
Keuangan Syariah di Indonesia, Ernawan, Journal of Islamic Economics Lariba, 2016, Vol. 2, No. 2 : 39-48, h.
40.
28

3) Memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta
benda wakaf.
4) Memberhentikan dan mengganti nazhir.
5) Memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf.
6) Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam penyusunan
kebijakan di bidang perwakafan.52

Wakaf uang memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia bila kita melihat
keberadaan muslim yang mencapai 87,2 % atau sekitar 207.176.162 orang. BWI
menyatakan potensi wakaf tanah saja diatas Rp 370 triliun, sedangkan wakaf
uang/tunai mencapai Rp 180 triliun dan hal ini belum termasuk menghitung potensi
wakaf tanah yang masih belum muncul mencapai Rp 2000 triliun.53

b. Tata cara pemberian harta benda wakaf

Ketentuan cara pemberian harta benda wakaf diatur pada Pasal 23 Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf menjelaskan bahwa Wakif dapat
mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui LKS yang ditunjuk oleh Menteri
Agama sebagai LKS Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).54
Sedangkan tugas yang harus dijalankan adalah sebagai berikut :55
1) Mengumukan kepada publik atas keberadaannya sebagai LKS PWU
2) Menyediakan blanko SWU (Sertifikat Wakaf Uang)
3) Menerima secara tunai wakaf uang atas nama Nadzir
4) Menempatkan wakaf uang ke rekening wadhiah atas nama nadzir yang ditunjuk
wakif
52
Abd. Shomad, Hukum Islam Penerapan Prinsip Syariah dalam Hukum Islam, (Jakarta : Kencana
Prenada Media Group, 2012), Edisi Revisi, Cet. 2, h. 390-391.
53
Winarti, Sistem Pengoperasian Bank Wakaf Mikro (BWM) Menurut UU No. 1 Tahun 2013 Tentang
Lembaga Keuangan Mikro Dan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Kasus BWM Tebuireng Mitra
Sejahtera Jombang), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
54
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 23 No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
55
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 25 No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
29

5) Menerima pernyataan kehendak wakif


6) Menerbitkan Sertifikat Wakaf Uang
7) Mendaftarkan wakaf tersebut ke Menteri atas nama nadzir
Adapun persyaratan sertifikat wakaf uang sekurang-kurangnya memuat, sebagai
berikut :56

1) Nama LKS PWU


2) Nama dan alamat wakif
3) Jumlah wakaf uang
4) Peruntukan wakaf
5) Jangka waktu wakaf
6) Nama dan alamat nadzir yang dipilih
7) Tempat dan tanggal penerbitan

c. Pengelolaan Wakaf Uang


1) Wakaf uang dikelola Bank Syariah
Beberapa peran yang bisa diunggulkan bila wakaf uang dikelola oleh bank :57
a) Jaringan kantor
b) Kemampuan sebagai pengelola dana wakaf (Fund Manager)
c) Pengalaman, jaringan informasi dan peta distribusi
d) Citra positif

56
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Pasal 26 No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
57
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta : Ekonisia Universitas Islam
Indonesia, 2015), Cet. 3, h. 299.
30

Skema alternatif bila bank syariah sebagai nadzir penerima dan penyalur
wakaf.

wakif Bank Syariah Mawquf ‘alaih

Badan Wakaf
Nasional

Lembaga
Penjamin Pengelolaan Dana

Rugi Laba

Bank syariah hanya menjadi nadzir penerima dan penyalur. Sedangkan fungsi
pengelola dana akan dilakukan oleh lembaga lain, Bank Wakaf Nasional, yang dengan
sendirinya tanggung jawab pengelolaan dan termasuk hubungan kerjasama dengan
lembaga penjamin berada pada BWN.
2) Wakaf uang dikelola Lembaga Swasta
Keuntungan yang didapat bila wakaf uang dikelola oleh swasta :58
a) Sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat.
b) Ada Kontrol langsung oleh masyarakat.
c) Menumbuhkan solidaritas masyarakat.

58
Ibid., h. 300.
31

Lembaga swasta ini misalnya bergerak di bidang pendidikan, dapat dibuat


skema sebagai berikut :

Wakif Lembaga Pendidikan Al-Mawquf ‘alaih

Badan Usaha
Lembaga Pendidikan

Lembaga Penjamin

Rugi Laba

Lembaga pendidikan swasta mengelola sendiri dana yang diterima muwakif


dengan sistem musyarakah atau mudharabah tanpa mengurangi nilai asset wakaf.
Selanjutnya, keuntungan yang diterima didasarkan atas sistem bagi hasil di atas,
diterima oleh lembaga pendidikan sebagai keuntungan usaha dan diterima wakaf tunai
sebagai tambahan aset. Dari tambahan aset wakaf tunai tersebut bisa digunakan untuk
membantu masyarakat dalam bentuk wakaf pula.
Dalam hal ini nadzir sebagai manajemen investasi. Para wakif tersebut
mensyaratkan kemana dialokasikan keuntungan investasi wakaf nantinya. Kemudian
dana wakaf tersebut dikelola dan diinvestasikan sebagian pada instrumen keuangan
syariah, sebagian lagi diinvestasikan langsung ke badan usaha yang bergerak sesuai
syariah, dapat juga diinvestasikanuntuk mendanai pendirian usaha baru.59 Peraturan
Badan Wakaf Indonesia No. 01 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Wakaf Bergerak Berupa Uang.

59
Rochman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013), Edisi 1, Cet. 2,
h. 117.
32

Pada pedoman tersebut menyebutkan dapat melakukan investasi wakaf uang


secara tidak langsung dapat dilakukan melalui lembaga, diantaranya :60

1) Bank Syariah
2) Baitul Mal Wa Tamwil (BMT)
3) Koperasi yang menjalankan usaha sesuai dengan prinsip syariah
4) Lembaga keuangan syariah lainnya
Dalam penyaluran manfaat hasil investasi wakaf uang secara tidak langsung
dapat dilakukan melalui lembaga, diantaranya :61
1) Badan Amil Zakat Nasional
2) Lembaga kemanusiaan nasional
3) Lembaga pemberdayaan masyarakat nasional
4) Yayasan/organisasi kemasyarakatan
5) Perwakilan BWI
6) LKS khususnya LKS PWU, melalui program CSR (Corporate Social
Responsibility)
7) Lembaga lain baik berskala nasional maupun internasional yang melakukan
program pembinaan da pemberdayaan masyarakat sesuai dengan syariah
d. Pemanfaatan Hasil Pengelolaan Wakaf Uang/Tunai
Dana hasil dari pengelolaan wakaf Uang/Tunai dapat dimanfaatkan secara luas
untuk kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya dana hasil dari pengelolaan wakaf
uang/tunai dapat membantu kewajiban pemerintah dalam mensejahterakan
masyarkatnya, dapat meringankan tugas-tugas Negara, minimal untuk membantu
kebutuhan dari kalangan umat Islam sendiri. Dana tersebut tidak hanya digunakan
untuk kepentingan terkait ibadah saja seperti masjid, musholah, makam, pondok
pesantren dan yang lainnya, tetapi bisa juga dimanfaatkan untuk keperluan yang lebih

60
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Pasal 12 ayat (1) No. 1 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang
61
Peraturan Badan Wakaf Indonesia Pasal 15 ayat (1) No. 1 Tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang .
33

luas dan menyeluruh. karena aspek kesejahteraan masyarakat itu sendiri memiliki
variabel yang sangat luas, variabel-variabel tersebut meliputi :62

e. Bank Wakaf Mikro

Kehadiran Bank Wakaf Mikro diyakini dapat meningkatkan inklusi keuangan.


Masyarakat, khususnya pelaku Usaha Kecil dan Mikro (UKM) akan mudah mendapat
permodalan. Presiden Joko Widodo mengatakan, Bank Wakaf Mikro bisa
menyelesaikan masalah-masalah yang tidak bisa diselesaikan perbankan, karena
ketika pelaku usaha kecil ingin pinjam ke bank harus punya agunan dan administrasi
bertumpuk-tumpuk baru bisa ke bank. Perbankan mengenakan bunga yang cukup
besar kepada debitur. Sedangkan, Bank Wakaf Mikro hanya mengenakan biaya
operasional dan biaya adiministrasi sebesar tiga persen per tahun. Sehingga, pinjaman
modal dengan jumlah kecil bisa didapat masyarakat melalui bank wakaf mikro ini.
Pendirian Bank Wakaf Mikro di pesantren bertujuan agar para santri bisa
belajar mengelola perbankan. Sehingga, apabila Bank Wakaf Mikro tumbuh besar,
ekonomi umat dapat berjalan dengan baik. Bank Wakaf Mikro juga menjadi bukti
bahwa pemerintah tidak hanya mengurus para pemodal besar yang ada di perbankan
konvensional. OJK telah mengeluarkan izin kepada 20 lembaga Bank Wakaf Mikro di
lingkungan pondok pesantren. Hingga awal Maret 2018, dari 20 Bank Wakaf Mikro
yang merupakan proyek percontohan telah disalurkan pembiayaan kepada 2.784
nasabah dengan total nilai pembiayaan sebesar Rp 2,45 miliar.63

Dalam penyaluran dana yang terkumpul bank wakaf mengunakan dua basis
akad yaitu, qord dan akad tijarah ( mudharabah, musyarakah, ijarah dan lainnya).
Konsekuensi dari akad qord ini, nasabah mendapat pinjaman murni dengan
pengembalian sebesar pokoknya tanpa ada kelebihan.

62
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Strategi
Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, ( Jakarta : 2006), h.71.
63
Ani Faujiah, Bank Wakaf Mikro dan Pengaruhnya terhadap Inklusi Keuanga Pelaku Usaha Kecil
dan Mikro (UKM), STAI An Najah Indonesia Mandiri Sidoarjo, 2 nd Proceedings Annual Converenc for Muslim
Scholarsh, April 2018, h. 375.
34

Pola Penyaluran Dana Wakaf melalui Modal Kerja (Akad Qardh)

keuangan

Dana Wakaf

Dana Wakaf

Wirausaha

Hasil Usaha

Dana wakaf yang ada akan disalurkan langsung kepada masyarakat miskin dalam
bentuk modal kerja dengan mengunakan akad qardh. Selanjutnya masyarakat akan
mengunakan dana tersebut untuk modal usaha. Setelah usaha berjalan dan mendapatkan
keuntungan keuntungan ini digunakan sepenuhnya untuk keperluan rumah tangganya.
Setelah tiba masa pengembalian dana wakaf maka, nasabah wajib mengembalikan modal
kerja yang digunakanya. Dengan mekanisme pengelolaan dana wakaf seperti ini, bukan
nadzir yang berusaha memproduktifkan wakaf tetapi masyarakatlah yang
memproduktifkan wakaf tersebut dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan hidupnya.

Dalam mekanisme pemberdayaan dana wakaf yang kedua, bank wakaf berinvestasi
dengan membeli aset produktif atau pembelian saham perusahaan sama seperti
pengelolan wakaf tunai yang ada sekarang ini. Berarti dalam hal ini nadzir (pengelola
35

bank wakaf) memproduktifkan sendiri dana wakaf yang terkumpul, baru kemudian
menyalurkan hasil kepada masyarakat yang membutuhkan.64

64
Gustani dan Suhada, Bank Wakaf Sebagai Lembaga Intermediasi Sosial (Suatu Inovasi
Pemberdayaan Wakaf Uang Tunai Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat), STEI SEBI Depok, 2016, h. 17-
18.
BAB III

GAMBARAN UMUM BANK WAKAF MIKRO (BWM) BUNTET PESANTREN

A. Profil Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon

1. Latar Belakang Pendirian


Pemerintah melihat peluang pada pesantren untuk membantu meningkatkan
ekonomi masyarakat sekitar pesantren, yang membutuhkan modal usaha mikro
yang belum terhubung dengan lembaga keuangan formal. Dengan demikian, Bank
Wakaf Mikro hadir untuk mewujudkan tujuan tersebut. Bank Wakaf Mikro
(BWM) merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) terdaftar dan
diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang bekerja sama dengan Lembaga
Amil Zakat Nasional (Laznas) sebagai lembaga penyedia modal, sumber modal
berasal dari dana wakaf yang diperoleh dari para donator.65
Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren berbadan hukum koperasi yang disahkan
oleh Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Kegiatan usahanya merujuk
pada Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi. berdiri pada hari
selasa tanggal 3 Oktober 2017, berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor : Kep-55/KO.0201/2017, beralamatkan
Jalan Raya Buntet Pesantren RT 11 RW 004, Desa Mertapada Kulon, Kecamatan
Astanajapura, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat.66
Kegiatan usaha Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon dikelola oleh
pengurus pesantren, mempunyai nasabah sebanyak 285 orang yang rata-rata
bekerja sebagai pedagang, penjahit, binatu (tukang cuci pakaian) yang terkumpul
Dalam Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren Indonesia (KUMPI)

65
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
66
Dokumen Pfofil Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon.
36
37

sebanyak 62 KUMPI dengan kegiatan yang diadakan setiap minggu disebut


halaqoh mingguan (halmi) sebanyak 19 kali.

2. Organisasi Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon


a. Dalam kegiatan usahanya Bank Wakaf Mikro dikelola oleh para Pengurus dan
Pengelola, yaitu :67
1) Susunan Pengurusnya yaitu :

 Ketua : H. Agus Nasrullah, S.H


 Sekrertaris : Najih Mubarok, S.Ei
 Bendahara : Muhammad Luthfi Yusuf, M.A
 Dewan Pengawas Internal : KH. Drs. Adib Rofiudin Izza
 Dewan Pengawas Syariah : H. Nuruddin, S.Pdi,

2) Susunan Pengelolanya yaitu :

Dalam menjalankan kegiatan usaha pembiayaan Bank Wakaf Mikro


Buntet Pesantren Cirebon mempunyai beberapa pengelola harian, yaitu :

 Manager : Najih Mubarok, S.Ei


 Admin : Elok Fawziah, S.Ei
 Supervisor 1 : Aan Munsyi Aliyati Azis, S.Pd
 Supervisor 2 : M. Jauhar Kamal Abdul Karim, S.Pdi

b. Fungsi dan Wewenang dari Jabatan organisasi


1) Rapat Anggota Tahunan
Kegiatan yang harus diikuti oleh setiap anggota pengurus dan
pengelola BWM Buntet Pesantren Cirebon setiap tahun yaitu Rapat Anggota
Tahunan (RAT) yang fungsinya untuk menetapkan aturan-aturan strategis

67
Dokumen Pfofil Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon.
38

berupa penetapan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, rencana kerja dan
kebiajakan lainnya, seperti : memilih, mengangkat dan memberhentikan
pengurus, pengawas, pengelola, dan dewan pengawas.
Selain mempunyai fungsi yang telah dijelaskan diatas RAT juga
mempunyai wewenang dalam kegiatannya, yaitu :
 Menetapkan kebijakan umum dibidang organisasi, manajemen dan
organisasi usaha serta keuangan koperasi
 Menetapkan dan mengubah anggaran dasar
 Memilih dan mengangkat dan juga memberhentikan pengurus, pengelola
dan pengawas internal
 Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja
koperasi, serta pengesahan laporan keuangan
2) Pengawas
BWM Buntet Pesantren Cirebon mempunyai pengawas, yang terdiri
dari pengawas internal dan pengawas Syariah atau yang disebut dengan
Dewan Pengawas Syariah (DPS).
a) Pengawas internal memiliki fungsi utama yaitu memeriksa buku-buku
catatan lembaga dan semua kegiatan lembaga secara efektif,
pemantauan/pemeriksaan, merencanakan, dan mengorganisir kegiatan
usaha yang dilakukan.
Pengawas internal bertanggung jawab penuh terhadap pemeriksaan
semua kegiatan pembukuan tahunan, buku anggota, dan penilaian
terhadap jalannya roda usaha .
Pengawas internal memiliki wewenang, yaitu :
 Mencari dan mengusulkan audit eksternal
 Mengkaji dan merekomendasikan laporan keuangan akhir tahun
 Menyampaikan rekomendasi kepada pengurus terkait kebijakan yang
ada
 Melaporkan kepada pengurus dan pengelola setiap perubahan yang
terjadi dalam prinsip dan praktek akutansi yang digunakan
39

b) Pengawas syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang ditunjuk langsung oleh Dewan
Syariah Nasional Mejelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), hal ini
diperlukan untuk memberikan nasehat dan saran untuk pengurus dan
pengelola, dalam mengawasi, menilai dan memastikan kegiatan
pembiayaan yang dijalankan oleh BWM Buntet Pesanten Cirebon agar
sesuai dengan ketentuan syariah, tentuanya sesuai dengan fatwa syariah
yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis ulama Indonesia
(DSN MUI).
3) Manager
Manager BWM Buntet Pesantren Cirebon mempunyai fungsi utama
untuk melakukan perencanaan, pengkoordinasian dan pengendalian
seluruh kegiatan usaha untuk melindungi aset lembaga. Manager juga
mempunyai tanggung jawab, yaitu :
 Bertanggung jawab atas selesainya tugas dan kewajiban harian seluruh
bagian anggota
 Bertanggung jawab atas seluruh aspek kegiatan usaha, terutama terkait
keuangan dan pengembangan aset
 Menyusun dan menghasilkan rancangan anggaran dana jangka pendek
dan jangka panjang serta proyeksi kepada pengurus
Manager juga mempunyai wewenang, yaitu :
 Memimpin, mengelola dan mengendalikan seluruh aspek operasional
terkait keorganisasian dan kegiatan usaha
 Menyetujui dan menolak pengajuan pencairan pembiayaan dengan
alasan yang jelas
 Menyetujui pengeluaran untuk kas dan biaya operasional sesuai
dengan kewenangan
 Memberikan teguran dan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan
bawahan
40

4) Administrasi
Fungsi utama yang dimilki oleh administrasi BWM Buntet Pesantren
Cirebon adalah melakukan Pengelolaan administrasi keuangan hingga
pelaporan keuangan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan.
Administrasi mempunyai tanggung jawab, yaitu :
 Bertanggung jawab penuh secara langsung kepada manager
 Bertanggung jawab atas pengelolaan atas administrasi dan pembukuan
 Bertanggung jawab atas keuangan lembaga
 Bertanggung jawab atas dokumen-dokumen akutansi
 Bertanggung jawab atas pengarsipan laporan keuangan dan berkas-
berkas lembaga
5) Supervisor
Supervisor BWM Buntet Pesantren Cirebon mempunyai fungsi yaitu :
sebagai pengarah, perencana, serta pengevaluasi dalam pembentukan
anggota KUMPI, melakukan pencairan pembiayaan, pendampingan usaha,
dan melayani kegiatan pengajuan pembiayaan.
Suervesor mempunyai tanggung jawab, yaitu :
 Tercapainya fungsi utama sebagai supervisor
 Memastikan terlaksananya proses pengajuan pembiayaan serta
pelatihan yang diberikan kepada para anggota KUMPI
 Melaksanakan mentoring atas ketepatan alokasi dana pembiayaan
serta angsuran sistem jemput bola
 Pengarsipan bukti debet dan non kredit

3. Visi dan Misi Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon


a. Visi
Menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang professional, amanah
dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
41

b. Misi
Mewujudkan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang mandiri dan
kreatif, melalui jasa keuangan mikro yang diberikan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional.

B. Model Bisnis Bank wakaf Mikro Integrasi dengan Buntet Pesantren Cirebon

1. Produk Usaha Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon


Produk usaha yang dimiliki Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon
hanya pembiayaan modal usaha mikro untuk kelompok-kelompok usaha yang
telah lulus pada tahap Pelatihan Wajib Kelompok (PWK) dengan akad yang
digunakan adalah akad qard. Pembiayaan yang diberikan untuk kelompok-
kelompok usahanya sebesar 1 juta sampai 3 juta perorang dengan pembayaran
dilakukan secara angsuran setiap minggu, dalam pertemuan kelompok regular
yang disebut Halmi (Halaqoh Mingguan). Selain akad qard yang digunakan
untuk pembiayaan, Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon juga
menggunakan akad ijarah yang digunakannya untuk kegiatan jasa pendampingan
selama pembiayaan berlangsung dengan ketentuan ujrah yang harus diberikan
sebesar 3%.68

2. Target Nasabah:
 Masyarakat miskin yang memiliki kemauan dan semangat untuk bekerja.
 Masyarakat miskin yang amanah dan dapat didik.
 Masyarakat sekitar pesantren yang punya usaha atau berkeinginan usaha untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar pesantren (untuk santri dan umum).
 Pedagang pasar dan usaha mikro kecil sekitar pesantren dengan radius s/d 5
KM.69

68
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
69
Dokumen Pfofil Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon.
42

3. Proses Pengajuan Pembiayaan


Terdapat beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh setiap nasabah yang
ingin mengajukan pembiayaan pada Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren
Cirebon, yaitu :
 Sosialisi, yaitu melakukan sosialisasi pembiayaan pada masyarakat yang
dianggap memiliki peluang untuk mengajukan pembiayaan bagi mereka yang
sudah memiliki usaha maupun yang baru mau memiliki usaha. Nasabah harus
memenuhi kelengkapan dokumen pengajuan pembiayaan, yaitu :
1. Fotocopy KTP (Kartu Tanda Penduduk).
2. Fotocopy KK (Kartu Keluarga).
3. Pas Foto.
4. Mengisi formulir pengajuan pembiayaan.
 Uji Kelayakan, masyarakat yang sudah mengajukan pembiayaan untuk
usahanya akan segera ditinjau langsung, baik dari segi usaha yang dijalankan,
kemampuan dalam mengelola dana pembiayaan, dan kejujuran dalam proses
pengembalian dana pembiayaan yang akan diberikan.
 Pra PWK (Pelatihan Wajib Kelompok), sebelum PWK masyarakat yang
mengajukan pembiayaan akan dibagi menjadi kelompok-kelompok usaha
yang terdiri dari 5 anggota disebut Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar
Pesantren Indonesia (KUMPI). Hal tersebut untuk memudahkan selama
pemberian dana pembiayaan yang diberikan, baik dari segi kemudahan dalam
pelatihan-pelatihan yang akan diberikan maupun untuk peninjauan proses
usaha selama berlangsungnya pembiayaan.
 PWK (Pelatihan Wajib Kelompok), pelatihan usaha wajib diikuti oleh semua
KUMPI selama 5 hari. Dalam pelatihan tersebut semua kelompok dibekali
ilmu tentang manageman usaha yang baik dan kewajiban-kewajiban yang
harus ditaati oleh semua kelompok usaha selama proses pemberian dana
pembiayaan. Pada hari terakhir PWK calon nasabah mengikuti Ujian
Pengesahan KUMPI (UPK) yang dimaksudkan untuk menguji pemahaman
yang tentang asas, syarat dan prinsip-prinsip program ini.
43

 Calon nasabah akan dinyatakan lulus apabila berhasil menjawab pertanyaan-


pertanyaan yang diajukan oleh manager atau pengurus.
 Realisasi, bagi KUMPI yang dinyatakan lulus pengajuan pembiayaan akan
segera diproses dana untuk pembiayaannya.70

Dibawah ini merupakan alur pembiayaan qardh pada Bank Wakaf Mikro Buntet
Pesantren Cirebon :

BWM Buntet
Nasabah
Pesantren Cirebon

Penyerahan Dokumen
Uji Kelayakan
Pembiayaan

Pra PWK Lulus

PWK Disetujui

Realisasi Pembiayaan

4. Kegiatan Pendampingan Pada Nasabah Selama Pembiayaan


Selama pembiayaan berlangsung Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon
tidak melepas begitu saja kelompok-kelompok usaha tersebut, namun ada

70
Wawancara Eksklusif bersama Aan Munsyi Aliyati, selaku Supervesor 1 Bank Wakaf Mikro (BWM)
Buntet Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
44

pendampingan yang diberikan, melalui kegiatan Halaqoh Mingguan (Halmi) yang


terdiri dari 3-5 KUMPI untuk setiap pertemuannya, kegiatannya berupa :
 Pemberian pendidikan agama (mengadakan istighosah dan tausiyah)
 Diskusi usaha yang dimiliki setiap anggota dalam kelompok usaha
 Pelatihan manajemen ekonomi rumah tangga untuk mempertajam
keterampilan kewirausahaan dan meningkatkan produktivitas mereka
 Pembayaran angsuran oleh setiap kelompok usaha.71

5. Karakteristik Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon


 Melakukan uji kelayakan terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan
 Pembiayaan yang diberikan hanya untuk masyarakat produktif disekitar
pesantren
 Pembiayaan dan pendampingan yang diberikan berdasarkan prinsip syariah
 Modal yang diperoleh bersumber dari dana wakaf
 Diwajibkan bagi nasabah yang mengajukan pembiayaan untuk mengikuti
pelatihan dasar usaha
 Jika terjadi telat bayar pada nasabah maka akan ditanggung bersama oleh
kelompoknya atau disebut sistem tanggung renteng
 Nasabah setiap minggunya diberikan pendampingan mengenai pendidikan
agama, pengembangan usaha dan manajemen rumah tangga
 Pada pembiayaan yang diberikan tidak ada jaminan
 Ujrah yang diberikan untuk jasa pendampingan sebesar 3%72

71
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
72
Hasil Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager dan Aan Munsyi Aliyati,
selaku Supervesor 1 Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
BAB IV

PELAKSAAN AKAD PEMBIAYAAN BANK WAKAF MIKRO DITINJAU DARI


PENERAPAN PRINSIP SYARIAH

Pada analisis dan pembahasan mengenai kesesuaian syariah terhadap akad yang
digunakan pada BWM Buntet Pesantren Cirebon ditinjau dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No : 19/DSN-MUI/2001 tentang Al-Qardh dan Fatwa Dewan Syariah Nasional No :
09/DSN-MUI/2000 tentang Pembiayaan Ijarah dengan mengkaji modal dan akad yang
digunakan.

A. Sumber Modal Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon

Lembaga Amil Zakat Nasional Bank Syariah Mandiri (LAZNAS-BSM) meyediakan


dana terhadap pesantren yang mempunyai peluang untuk mendirikan Bank Wakaf Mikro
(BWM) guna keperluan masyarakat sekitar pesantren yang memerlukan lembaga non
formal untuk dapat menyediakan pembiayaan mikro. BWM Buntet Pesantren Cirebon
Jawa Barat memiliki modal berasal dari dana wakaf yang disediakan oleh LAZNAS-BSM,
kemudian dana wakaf ini diselurkan pada produk pembiayaan berupa pembiayaan mikro
yang sesuai dengan prinsip syariah.

Skema permodalan BWM adalah setiap lembaga yang ditunjuk akan menerima dana
sekitar Rp 3.000.000.000 sampai Rp. 4.000.000.000, berasal dari para donatur yang
diberikan kepada LAZNAS-BSM kemudian diguanakan sebagai modal awal. Dana yang
didapat kemudian disimpan sebagian dalam bentuk deposito di Bank Umum Syariah dan
sebagian disalurkan untuk proses kegiatan usaha dalam bentuk pembiayaan kepada
anggota Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren (KUMPI) dengan biaya yang
diberikan sebanyak Rp 1.000.000 sampai Rp 2.000.000 per orang sesuai dengan kondisi
yang dimiliki.

BWM Buntet Pesantren Cirebon merupakan lembaga keuangan mikro syariah, yang
dalam kegiatan usahanya harus patuh terhadap ketentuan-ketentuan syariah, tentunya harus
sesuai dengan apa yang termuat dalam Al-Qur‟an. Dibawah ini terdapat ayat-ayat Al-

45
46

Qur‟an yang menjelaskan ketentuan Qardh (pinjaman) dan infak yang dianjurkan oleh
Allah kepada kita sebagai muslim dan juga dibahas menurut para mufassir, sebagai berikut
:

‫هَ َ ْ ً َ َ ً َ ٰ َ ٗ َٗ َ ْ َ ً َ ًَْ َ ه‬ ْ ْ َّ َ ْ َ
‫من ذا ال ِذي يق ِرض اّٰلل قرضا حسنا فيض ِعفه ل ٓٗه اضعافا ك ِثيرةۗواّٰلل‬

َ ْ َ ْ َْ َ ْ َ َ َْ
٢٤٥ ‫يق ِبض ويبصطُۖ واِ لي ِه ترجعون‬
ُۣ

Artinya : “Siapakah yang mau memberi pinjaman yang baik kepada Allah? Dia
akan melipat gandakan (pembayaran atas pinjaman itu) baginya berkali-kali lipat. Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezeki). Kepada-Nyalah kamu dikembalikan”. (Q.S Al-
Baqarah : 245).

Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan minhaj
menjelaskan, sebab turunnya surat al-Baqarah ayat 245 dalam sebuah hadist dijelaskan,
dari Ibnu Hibban (dalam Shahihnya), Ibnu Hatim, dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari
Ibnu Umar, katanya : ketika turun ayat “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya
di jalan Allah seperti sebutir biji….” (al-Baqarah ayat 261), Rasulullah saw berdo‟a : “Ya
Allah, berilah tambahan kepada umatku.” Maka turunlah ayat : “siapakah yang mau
memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan
Allah), maka Allah melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang
banyak.”73

Karena kebinasaan berbagai umat disebabkan oleh dua faktor : sikap pengecut dan

ِ ‫) َم ْن َذا الَّ ِذيْ يُ ْق‬. Allah swt


bakhil, Allah swt dalam ayat ini menyeru untuk berinfak : ( ُ‫رض‬

73
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), Jilid 1, Cet.
1., 609.
47

mengungkapkan infak dengan istilah qardh (pemberian hutang) guna mengimbau hamba-
hamba-Nya untuk berinfak di jalan Allah. 74

Ayat ini mengandung beberapa hukum, sebagai berikut :

1. Berinfak di jalan Allah. Ketika Allah swt memerintahkan jihad dan perang
untuk menegakan kebenaran, Dia pun mengimbau agar berinfak untuk hal itu.
2. Melunasi utang. Orang yang berutang harus mengembalikan barang/uang yang
dipinjamnya, karena Allah swt menerangkan bahwa infak di jalan Allah tidak
akan sia-sia disisi Allah swt. Dia pasti memberi balasannya, tapi Dia
menyamarkan ganjarannya.
3. Pahala pemberian utang. Pahala pemberian utang sangat besar karena
meminjamkan uang kepada seorang muslim akan meringankan kesulitannya.
4. Beberapa hukum pemberian utang. Peminjam uang harus mengembalikan dalam
jumlah yang sama dengan yang dia pinjam. Kaum muslimin berijmak bahwa
persyaratan tambahan dalam utang piutang adalah riba, meskipun tambahan itu
hanya satu biji beras, misalnya. Boleh membayar utang dengan barang yang
lebih baik daripada yang dipinjam, apabila hal itu tidak disyaratkan secara
eksplisit, hal ini tergolong perbuatan makruf (baik) 75

Menurut dari M. Quraish Shihab dalam kitab Tasir Al-Mishbah : pesan, kesan dan
keserasian Al-Qur’an menjelaskan, kata meminjamkan dan pinjaman pada ayat ini adalah
terjemahan dari kata ( ‫ )قرض‬qardh yang kemudian masuk dalam aneka bahasa dengan
makna yang sama dengan kredit. Pakar tafsir Al-Qurthubi misalnya, mendefinisikan qardh
sebagai “segala sesuatu yang dilakukan dengan mengharapkan imbalan.” Karena yang
diberi pinjaman itu adalah Allah, maka tentu saja jika kalian percaya kepada-Nya, pasti

74
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), Jilid 1, Cet.
1., h. 611.
75
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), Jilid 1, Cet.
1., h. 613-614.
48

kalian percaya pula bahwa pinjaman itu tidak akan hilang, bahkan akan mendapat imbalan
yang wajar.76

Hanya satu syarat yang ditekankan dalam pemberian pinjaman itu disini, yakni
pinjaman yang baik dalam arti dengan niat bersih, hati yang tulus, serta harta yang halal.
Apa makna meminjamkan kepada Allah ? Allah mengumpamakan, pemberian seseorang
dengan tulus untuk kemaslahatan hamba-Nya bahwa pinjaman itu kelak akan
dikembalikan.

Selanjutnya, karena Allah meminjam, maka Dia menjanjikan bahwa Dia akan
melipatgandakan pembayaran pinjaman itu kepadanya di dunia dan atau di akhirat,
dengan lipat ganda yang banyak seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, dan
setiap butir seratus biji (QS. Al-Baqarah : 261), bahkan lebih banyak. Jika anak kecil
berkata banyak, maka itu belum tentu banyak dalam ukuran orang dewasa, tetapi
sebaliknya, jika orang dewasa berkata banyak, maka pasti jumlahnya melebihi dugaan
anak kecil. Yang menyatakan banyak dalam ayat ini adalah Allah swt, karena itu sulit
dibayangkan, betapa banyak pelipatgandaan yang dijanjikan-Nya itu.77

َ ‫َ َّ ه‬ َ ْ ْ ْ َ َ َ ْ ُّ َّ ْ ْ ‫ه‬ َ َّ ْ َ َ َْ
‫تحبونۗوما تن ِفقوا ِمن ش ْي ٍء ف ِان اّٰلل ِب ٖه‬ ِ ‫لن تنالوا ال ِبر حتى تن ِفقوا ِِما‬

َ
٩٢ ‫ع ِل ْي ٌم‬

Artinya : “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna)


sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu
infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya”. (Q.S Al-Imran : 92)

76
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera
Hati, 2005), Cet. V, Vol. 1, hal. 528.
77
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera
Hati, 2005), Cet. V, Vol. 1, hal. 529.
49

Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan

َ َ َْ
manhaj menjelaskan (‫ )لن تنالوا‬sekali-kali kalian tidak akan menemukan atau

َّ ْ
mendapatkan, (‫ )ال ِبر‬kata yang mengandung arti segala bentuk kebaikan, yang dimaksud

disini adalah bahwa sekali-kali kalian tidak akan menemukan atau mendapaykan pahala

ْ ْ َ ْ ُّ َّ َّ َ
kebaikan, yaitu surga. (‫ )تن ِفقوا‬kalian menyedekahkan, (‫تحبون‬
ِ ‫ ِ)ِما‬dari harta kalian, ( ‫ف ِان‬

َ َ‫ه‬
‫)اّٰلل ِب ٖه ع ِل ْي ٌم‬ maka sesungguhnya Allah swt mengetahuinya, lalu Dia akan memberi balasan

atas itu.78

Sekali-kali kalian tidak akan mencapai pahala kebaikan, yaitu surga dan sekli-kali
kalian tidak akan dikategorikan sebagai orang-orang baik yang berhak mendapatkan ridha,
karunia dan rahmat Allah swt serta dijauhkan dari siksa-Nya, sebelum kalian
menyedekahkan dari sebagian harta yang paling kalian cintai, yaitu harta-harta yang
berharga bagi kalian. Apa saja yang kalian sedekahkan, baik itu berupa harta yang baik
dan berharga atau harta yang bernilai rendah, maka sesungguhnya Allah swt
mengetahuinya dan akan membalasnya. Keikhlasan atau sikap riya di dalam beramal tidak
sedikit pun samar bagi-Nya.79

Adapun tentang makna kata Al-Birru, maka ada tiga pendapat ulama seputar hal
ini. Ada yang mengatakan maksudnya adalah surga, berdasarkan pendapat pertama ini,
maka arti ayat ini adalah kalian sekali-kali tidak akan meraih pahala kebaikan sebelum
kalian menginfakkan sebagian dari harta kalian yang kalian cintai. Maksudnya, kalian

78
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), jilid 3-4,
Cet. 1., h. 335.
79
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), jilid 3-4,
Cet. 1., h. 335.
50

tidak akan meraih surga sebelum kalian menginfakkan dari harta kalian yang kalian cintai.
Ada yang mengatakan, makna Al-Birru adalah amal sholeh. Jadi, berdasarkan pendapat
yang kedua ini, maka arti ayat ini adalah kalian tidak akan sampai kepada amal sholeh,
sedangkan pendapat ketiga mengatakan bahwa makna kata Al-Birru adalah ketaatan dan
ini adalah makna yang bersifat umum. Jadi, berdasarkan pendapat yang ketiga ini, maka
arti ayat ini adalah kalian tidak akan sampai kepada kebaikan berupa sedekah atau bentuk-
bentuk ketaatan dan kebaikan lainnya sebelum menginfakkan harta yang kalian cintai.80

Menurut M. Quraish Shihab dalam kitab Tasir Al-Mishbah : pesan, kesan dan
keserasian Al-Qur’an menjelaskan, dalam ayat diatas mengemukakan kapan dan
bagaimana sehingga nafkah seseorang akan dapat bermanfaat. Yakni bahwa yang
dinafkahkan hendaklah harta yang disukai, karena kamu sekali-kali tidak memperoleh
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan dengan cara yang baik dan
tujuan serta motivasi yang benar sebagian dari apa, yakni harta benda yang kamu sukai.
Jangan khawatir akan merugi atau menyesal dengan pemberianmu yang tulus, karena apa
saja yang kamu nafkahkan, baik itu dari yang kamu sukai maupun yang tidak kamu sukai,
maka sesungguhnya tentang segala sesuatu menyangkut hal itu Allah Maha Mengetahui,
dan Dia yang akan memberikan ganjaran untuk kamu baik di dunia maupun di akhirat
kelak. 81
Kata ( ‫ ) الب ّر‬al-birr pada mulanya berarti keluasan dalam kebajikan. Dari akar kata
yang sama, daratan dinamai al-barr karena luasnya. Kebajikan mencakup segala bidang
termasuk keyakinan yang benar, niat yang tulus, kegiatan badaniah serta tentu saja
termasuk menginfakkan harta dijalan Allah. Allah swt dalam QS. AL-ma‟idah ayat 2
mensejajarkan ( ‫ )الب ّر‬al-birr dan ( ‫ )التقوى‬at-taqwa dan menghadapkannya dengan dosa
dan agresi. Rasul saw pun ketika ditanya tentang al-birr menjawab bahwa, al-birr adalah
sesuatu yang tenang hati dan tentram jiwa menghadapinya; sedangkan dosa adalah

80
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), jilid 3-4,
Cet. 1., h. 337.
81
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Tangerang : Lentera
Hati, 2008), Vol. 2, Cet. XI, h. 151.
51

sesuatu yang hati ragu menghadapinya dan bimbang dada menampungnya, hati pun malu
jika orang mengetahui bahwa kita melakukannya, walau sudah ada yang memfatwakan
kebenarannya. Demikian rasul menghadapkan al-birr dengan dosa, sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al-Darimi melalui sahabat Rasul saw., Wabishahih
Ibn Ma‟bad. 82

Dari ayat-ayat diatas terdapat kalimat “memberikan pinjaman yang baik kepada
Allah” dan kalimat “tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna sebelum kamu
menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai)” dari kutipan kalimat-kalimat tersebut
dapat diartikan juga dengan memberikan sebagian harta kita berupa infak, wakaf uang,
pinjaman dan lainnya kepada sesama manusia yang membutuhkan akan bantuan kita. Hal
ini, sama dengan tujuan dari BWM Buntet Pesantren Cirebon sebagai lembaga
intermediasi dari pihak yang kelebihan dana (surplus) kepada pihak yang
membutuhkan/kekurangan dana (defisit). Menyalurkan dana wakaf yang menjadi modal
awal kegiatan usaha, kemudian disalurkan lewat pembiayaan kepada masyarakat produktif
sekitar pesantren yang memiliki usaha mikro atau masyarakat yang berkeinginan memulai
usaha dalam skala mikro dan membutuhkan modal untuk usahanya.

Jika melihat ketentuan dari Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 19/DSN-MUI/2001


tentang Al-Qardh pada bagian ketiga mengenai sumber dana menjelaskan bahwa dana al-
Qardh dapat bersumber dari :

a. Bagian modal LKS;


b. Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
c. Lembaga lain atau individu yang mempercayakan infaqnya kepada LKS.

Mengenai sumber dana permodalan yang dimiliki oleh BWM Buntet Pesantren
Cirebon untuk menjalankan kegiatan pembiayaan dan segala kebutuhan operasional,
menurut Najih Mubarok selaku manager BWM Buntet Pesantren Cirebon, menjelaskan
bahwa :

82
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Tangerang : Lentera
Hati, 2008), Vol. 2, Cet. XI, h. 152.
52

“modal yang dimiliki BWM Buntet Pesantren Cirebon bersumber dari Lembaga Amil
Zakat Nasional (LAZNAS) yang dibentuk oleh Bank Syariah Mandiri dengan dana yang
disalurkan merupakan dana wakaf yang terkumpul dari para donatur kemudian digunakan
untuk mendanai BWM untuk menjalankan kegiatan pembiayaan agar membantu
masyarakat sekitar pesantren yang membutuhkan modal untuk usaha mikro yang sudah
dimiliki atau yang baru akan menjalankan usaha.” 83

Modal yang dimiliki oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon berasal dari dana wakaf
yang harus dijaga nilainya agar tidak berkurang, hal ini berbeda dengan ketentuan yang
tertera pada Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 19/DSN-MUI/2001 tentang Al-Qardh
pada bagian ketiga, karena tidak ada point yang menyatakan bahwa dana wakaf dapat
menjadi modal yang digunakan lembaga keuangan syariah untuk melaksanakan kegiatan
usahanya berupa pembiayaan syariah yang menggunakan akad qardh.

Pada Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf pada Pasal 28 berbunyi
“wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri”.

Melihat ketentuan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf, hal ini berbeda
dengan pembentukan BWM Buntet Pesantren Cirebon, karena BWM Buntet Pesantren
Cirebon bukan lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh menteri.

Pada Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang pada Bagian
ketiga tentang Penyaluran Manfaat Hasil Investasi Wakaf Uang Secara Tidak Langsung
Pasal 15 berbunyi sebagai berikut :

(1) Penyaluran manfaat hasil investasi Wakaf Uang secara tidak langsung dapat
dilakukan melalui lembaga :
a. Badan Amil Zakat Nasional
b. Lemabaga kemanuasiaan nasional

83
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
53

c. Lembaga pemberdayaan masyarakat nasional


d. Yayasan/organisasi kemasyarakatan
e. Perwakilan BWI
f. LKS Khususnya LKS-PWU, melalui program CSR (Corporate Social
Responsibility)
g. Lembaga lain baik berskala nasional maupun internasional yang melaksanakan
program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan syariah.
Melihat ketentuan yang ada pada Peraturan Bank Wakaf Indonesia No. 1 tahun 2009
tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa
Uang, merujuk pada point g diatas BWM Buntet Pesantren Cirebon telah sesuai dalam
permodalan lembaganya. Karena BWM Buntet Pesantren Cirebon merupakan salah satu
lembaga keuangan mikro syariah dalam kegiatan usahanya berusaha melakukan program
pembiaan dan pemberdayaan masyarakat sekitar pesantren agar dapat mengembangkan
usaha dan menguatkan perekonomian dengan dilandasi prinsip syariah.

Pada Peraturan Bank Wakaf Indonesia No.4 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak BAB IV tentang Penyaluran Manfaat
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf pada Bagian Ketiga tentang
Penyaluran Manfaat Hasil Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Secara
Tidak Langsung Pasal 10 berbunyi sebagai berikut :

(1) Penyaluran manfaat hasil pengelolaan dan pengembangan Harta benda Wakaf Secara
tidak langsung dapat dilakukan melalui lembaga :
a. Lembaga pengelola zakat
b. Baitul mal wa tamwil
c. Lembaga kemanusiaan nasional
d. Lembaga pemberdayaan masyarakat nasional
e. Yayasan/perkumpulan/organisasi kemasyarakatan
f. Lembaga lain baik berskala nasional maupun internasional yang melaksanakan
program pembinaan dan pemberdayaan masyarakat sesuai dengan syariah dan
peraturan perundang-undangan
54

Melihat peraturan diatas, dapat dipahami bahwa modal yang dimiliki BWM Buntet
Pesantren Cirebon sesuai dengan peraturan tersebut. jika memang BWM Buntet Pesantren
Cirebon mendapatkan modal awal untuk kegiatan usahanya berupa dana dari Penyaluran
Manfaat Hasil Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Secara Tidak
Langsung yang didapat dari LAZNAS-BSM dan memiliki Dewan Pengawas Syariah
untuk mengawasi program yang dijalankan agar sesuai dengan ketentuan syariah tentunya.

B. Penerapan Akad Pada Bank Wakaf Mikro Pesantren Cirebon


“…akad yang digunakan untuk kegiatan pembiayaan yang diberikan oleh Bank
Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon kepada nasabah adalah akad qardh yaitu akad
yang bersifat kebaikan tanpa mendapatkan keuntungan dan juga akad ijarah yang
digunakan untuk kegiatan pendampingan yang diberikan selama proses pembiayaan
berlangsung agar nasabah tetap terarahkan untuk menjalankan usahanya. ”84

Dari keterangan diatas dapat dipahami bahwa akad yang digunakan pada produk
pembiayaan yang dimiliki Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon adalah akad
Qardh dan akad Ijarah sebagai kegiatan pendampingan yang diberikan selama masa
pembiayaan berlangsung. Pembiayaan yang diberikan BWM Buntet Pesantren Cirebon
kepada anggota Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren (KUMPI) sebanyak Rp
1.000.000 sampai Rp 2.000.000 per orang dengan ujrah sebesar 3%, setiap KUMPI
beranggotakan 5 orang, pencairan dananya diberikan dengan sistem 2-2-1, yaitu pada
minggu pertama diberikan pembiayaan kepada 2 anggota kemudian minggu kedua kepada
2 orang juga dan minggu ketiga kepada 1 orang, jangka pembayaran yang diberikan
BWM Buntet Pesantren Cirebon yaitu selama 1 tahun, jumlah angsuran sebanyak 40-50
yang diadakan setiap minggu.
Penggunaan akad ijarah untuk proses pendampingan selama pembiayaan berlangsung
oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon merupakan salah satu akad syariah, maka dalam
kegiatan usahanya harus patuh dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariah, tentunya

84
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
55

sesuai dengan apa yang diatur di dalam Al-Qur‟an. Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah
ayat 233 menjelaskan tentang upah dan dibahas juga oleh parah mufassir, yang berbunyi :

َّ ْ َّ َ َ ْ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ ََْ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ُّ ْ َ َ ْ َ
ْ
ٗٓ‫ واِ ن اردتم ان تستر ِضعوٓٗا اولادكم فلا جناح عليكم ِاذا سلمتم ما‬........

ٌ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ‫ه َ َ ْ َ ْ ََّ ه‬ َّ َ ْ ْ َ ْ ْ ْ َٰ
٢٣ ‫اتيتم ِبالمعرو ِفۗ واتقوا اّٰلل واعلموٓٗا ان اّٰلل ِبما تعملون ب ِصير‬

Artinya : “…..Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada
dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”. (Q.S Al-Baqarah : 233)
Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan

ْ ْ َ َْ ْ َ
Manhaj menjelaskan, mufradaat lughawiyyah dari ayat diatas yaitu (‫)ان تستر ِضعوٓٗا‬

ْ ْ َ ٰ َّ
menyusukan anak kepada wanita lain selain ibu. (‫ )مآٗ اتيتم‬kalian serahkan upah yang

ْ ْ ْ
ingin kalian berikan kepada mereka. (‫ ِ)بال َمعرو ِف‬dengan cara yang baik dan dengan

kelapangan hati. 85
Allah memberi wasiat kepada para ibu mengenai diri anaknya : Dia menetapkan
masa penyusuan selama dua tahun penuh apabila kedua orang tua ingin menyempurnakan
masa penyusuannya. Dia pun mengharuskan si ayah agar memberi pakaian dan nafkah
kepada si ibu selama masa penyusuan sesuai batas kemampuan si ayah, serta Dia
melarang suami istri saling memberi kesengsaraan kepada pasangannya gara-gara anak
mereka (misalnya : si ibu menolak untuk menyusui anaknya agar ayah anak itu sengsara
85
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Depok : Gema Insani, 2013), Cet. 1., h.
566.
56

dalam membesarkannya, atau ia meminta nafkah dan pakaian secara berlebihan; atau si
ayah merampas anaknya dari si ibu, padahal ibu ini ingin menyusuinya, karena ingin
membuat ibu ini menderita, atau ia memaksa si ibu agar menyusui bayinya, atau tidak
memberikan haknya berupa nafkah dan pakaian). Disamping itu Allah swt juga melarang
kedua orang tua membuat anaknya menderita, dengan cara mengabaikan hak yang
semestinya diperoleh anak.86
Sang ayah harus mencukupi sandang pangan wanita yang menyusui anaknya supaya
dapat menunaikan hak anak, serta memberinya upah atas penyusuan itu. Pengupahan ibu
(untuk menyusui anaknya sendiri) tidak boleh, selama ia masih dalam ikatan pernikahan
atau dalam masa iddah. Sedangkan menurut imam syafi‟I r.a., hal itu boleh. Besarnya
upah disesuaikan dengan kaya-miskinnya sang ayah.87
Menurut M. Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah : pesan, kesan dan
keserasian Al-Qura’an menjelaskan, yang dipesankan oleh lanjutan ayat diatas dengan
pesannya, jika kamu wahai parah ayah, ingin anak kamu disusukan oleh wanita lain, dan
ibunya tidak bersedia menyusuinya (kecuali dengan alasan yang dibenarkan, misalnya
karena sakit), maka tidak ada dosa bagi kamu apabila kamu memberikan pembayaran
kepada wanita lain itu berupa upah atau hadiah menurut yang patut. Tidak ada dosa bagi
kamu yakni bagi ayah, memberi kesan bahwa boleh jadi ibu yang enggan menyusukan
memikul dosa, karena ketika itu air susu yang dimilikinya akan mubadzir, dan kasih
sayang kepada anak yang tidak dimiliki sepenuhnya kecuali oleh ibu, tidak difungsikan.88
Dari surat Al-Baqarah ayat 233 dapat dipahami bahwa, ujrah yang ditetapkan BWM
Buntet Pesantren Cirebon telah sesuai dengan ayat tersebut, memerintahkan pemberian
upah yang pantas terhadap jasa yang telah digunakan. Ujrah yang dibebankan BWM pada
akad Ijarah merupakan akad yang digunakan untuk proses pendampingan dan

86
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), Cet. 1., h.
566-567.
87
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul Hayyie Al-
Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta : Gema Insani, 2013), Cet. 1., h.
568.
88
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Jakarta : Lentera
Hati, 2005), Cet. V, Vol. 1, hal. 506.
57

pengembangan kepada anggota kelompok usaha masyarakat sekitar pesantren selama


proses pembiayaan berlangsung.
Melihat ketentuan dari Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Ijarah pada Bagian Kedua Mengenai Ketentuan Objek Ijarah
menjelaskan “Objek Ijarah adalah manfaat dari barang dan/atau jasa” dan “sewa atau
upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai
pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula
dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah”.
Penetapan ujarah sebayak 3% yang dibebankan kepada nasabah adalah upah jasa dari
kegiatan pendampingan yang diberikan BWM Buntet Pesantren Cirebon selama proses
pembiayaan berlangsung sehingga anggota pembiayaan dapat terus mengembangkan
usaha yang dijalankannya dan proses pengembalian dana dapat berjalan lancar, maka hal
ini sesuai dengan ketentuan yang telah tetapkan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 09/DSN-MUI/IV/2000.
Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro pada
Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 menjelaskan “Lembaga Keuangan Mikro yang
selanjutnya disingkat LKM adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk
memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui
pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang
tidak semata-mata mencari keuntungan”.
Dari bunyi Undang-Undang diatas, dapat dipahami bahwa pemberian jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat sejalan dengan maksud didirikannya
BWM Buntet Pesantren Cirebon yaitu untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat
disekitar pesantren melalui pembiayaan yang diberikan dan jasa pendampingan yang
dilakukan setiap minggu dengan kegiatan yang disebut Halaqoh Mingguan (HALMI).
BWM Buntet Pesantren Cirebon mempunyai nasabah pembiayaan sebanyak 285
orang dengan rata-rata pekerjaan yang dimiliki adalah sebagai pedagang, penjahit, binatu
(tukang cuci pakaian) yang terkumpul dalam Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar
58

Pesantren Indonesia (KUMPI), jumlahnya sebanyak 62 KUMPI dengan kegiatan yang


diadakan setiap minggu disebut halaqoh mingguan (halmi) sebanyak 19 kali.89

“….nilai pembiayaan yang diberikan BWM Buntet Pesantren Cirebon sebanyak Rp


1.000.000 sampai Rp 2.000.000 umumnya pada pembiayaan awal diberikan sebanyak Rp
1.000.000, namun jika anggota membutuhkan pembiayaan kembali, maka BWM Buntet
Pesantren Cirebon dapat memberikan pembiayaan sebanyak Rp 2.000.000 dengan
melihat performa yang ditunjukan ketika pembiayaan awal. Sedangkan untuk jangka
waktu pembiayaan yang diberikan BWM Buntet Pesantren Cirebon kepada para anggota
adalah 1 tahun dengan pembayaran yang dilakukan secara angsuran setiap minggunya
beserta dengan ujrah sebanyak 3%” , 90

Angsuran per minggu


Pinjaman Ujroh 3% 40 50
Angsuran Ujrah Angsuran Ujroh
1.000.000 30.000 25.000 750 20.000 600
2.000.000 60.000 50.000 1.500 40.000 1.200

Sumber : BWM Buntet Pesantren Cirebon Tahun 2019.

Dilihat dari tabel diatas, dapat dipahami bahwa banyaknya nilai ujroh tidak berubah
atau tetap 3% , meski nilai pinjaman berbeda antara Rp 1.000.000 dan Rp 2.000.000 dengan
banyaknya angsuran yang berbeda juga antara 40-50 kali yang disetorkan setiap minggu
dalam jangka waktu kurang lebih selama 1 tahun, maka apabila nasabah mengambil pinjaman
sebesar Rp 1.000.000 dia harus membayar nilai pokok pinjaman yang diangsur beserta ujrah
sebanyak Rp 30.000.

89
Data Nasabah Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
90
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
59

Ditinjau dari pembiayaan yang diberikan BWM Buntet Pesantren Cirebon berupa
akad qardh dan akad ijarah beserta ujroh yang dibebankan sebesar 3% dan Jumlah nasabah
pembiayaan yang dimiliki, maka dapat dideskripsikan sebagai berikut :

Jumlah nasabah = 285

Nilai pembiayaan = Rp 1.000.000

Biaya jasa = Rp 30.000

Maka

Modal pembiayaan = jumlah nasabah x nilai pembiayaan

= 285 x Rp 1.000.000

= Rp 285.000.000

Profit atau keuntungan = biaya jasa pendampingan x jumlah nasabah

= Rp 30.000 x 285

= Rp 8.550.000

Jika pembiayaan yang diberikan kepada nasabah sebesar Rp 2.000.000 maka BWM
Buntet Pesantren Cirebon akan mendapatkan profit sebesar Rp 17.100.000.

“…..ujrah 3% ini digunakan untuk biaya administrasi BWM Buntet Pesantren


Cirebon untuk kegiatan pembiayaan seperti keperluan untuk kertas-kertas dan juga untuk
biaya sarana sistem jemput bola yang dilakukan BWM Buntet Pesantren terhadap
anggota-anggota pembiayaannya, dengan ujrah 3% ini tentunya tidak seberapa karena
jangka waktunya juga lama yaitu 1 tahun”.91

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh


pada bagian pertama tentang Ketentuan Umum Al-Qardh pada poit ke-2 “Nasabah al-

91
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
60

qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah
disepakati bersama” dan pada poit ke-3”Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah”.

Dari ketentuan fatwa diatas, dapat dipahami bahwa apabila BWM Buntet Pesantren
menggunakan akad qardh sebagai akad pembiayaannya, maka nasabah hanya perlu
mengembalikan nilai pokok yang diterima tanpa ada nilai tambah yang disyaratkan
kepadanya. jika ujrah yang dibebankan kepada nasabah adalah biaya administrasi maka
hal ini harus tercantum pada kontrak akad yang disepakati dan nasabah wajib
membayarnya, namun nyatanya hal ini tidak ada didalam kontrak akad.

C. Kredit Macet (Non Performing Loan)

Dalam proses pembiayaan mikro yang diberikan BWM Buntet Pesantren kepada
Kelompok Usaha Sekitar Pesantren dapat terjadi penyimpangan seperti nasabah yang
tidak mampu membayar (Non Performing loan) atau biasa disebut dengan kredit macet.
Mengenai hal tersebut Manager BWM Buntet Pesantren Cirebon menjelaskan sebagai
berikut :

“jika terjadi kredit macet terhadap salah satu anggota KUMPI dan dia dalam keadaan
yang tidak sanggup untuk membayar, maka anggota lain harus menanggung untuk
membayarnya, hal ini disebut dengan sistem tanggung renteng. Karena dengan
dibentuknya KUMPI yang beranggotakan 5 orang ini, dimaksudkan agar antar anggota
saling membantu baik dalam kegiatan usaha maupun dalam pembayaran pembiayaan ”.92

Menurut Keputusan Majelis ulama Indonesia tentang Wakaf Uang pada tahun 2002,
yang menyatakan bahwa :

6) Wakaf uang (Cash Wakaf / Waqf Al- Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
7) Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.

92
Wawancara Eksklusif bersama Najih Mubarok, selaku Manager Bank Wakaf Mikro (BWM) Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.
61

8) Wakaf uang hukumnya boleh.


9) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan
secara syar‟i.
10) Nilai pokok wakaf uang harus dijaga kelestariannya, tidak boleh dihibahkan,
diwariskan, dan dijual.
Dari keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf Uang diatas pada
point ke-5 terdapat kalimat “Nilai pokok wakaf uang harus dijaga kelestariannya”.
Hal ini dapat dipahami bahwa nilai pokok wakaf uang harus dijaga agar tetap kekal
dan tidak berkurang, namun bagaimana jika terjadi kredit macet oleh anggota
pembiayaan BWM Buntet Pesantren Cirebon yang tidak bisa melunasi pinjamannya,
kemudian kewajiban pelunasan ini ditanggung kepada anggota kelompoknya, akan
tetapi mereka tidak mampu atau tidak mau membayar. Bukankah hal tersebut dapat
merusak kelestarian atau berkurangnya nilai pokok wakaf uang.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 19 DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-


Qardh pada Bagian keempat point 1 menjelaskan “jika salah satu pihak tidak dapat
menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tercapai kesepakatan
melalui musyawarah”.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang


Pembiayaan Ijarah pada Bagian Keempat menjelaskan “jika salah satu pihak tidak dapat
menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tercapai kesepakatan
melalui musyawarah”.

Melihat kedua Fatwa Dewan Syariah Nasional diatas menjelaskan ketentuan yang
sama, jika terjadi ketidak terpenuhinya kewajiban dari salah satu pihak, maka
penyelesainnya dapat dilakukan melaui Badan Arbitrasi Syariah, hal ini berbeda dengan
yang dilakukan oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon, membebakan kewajiban bayar
anggota pada pembaiyaan yang yang tidak mampu membayar dilakukn dengan sistem
62

tanggung renteng yang mana kewajiban bayar akan dipindahkan kepada kelompoknya
diselesaikan dengan musyawarah dan dalam musyawarah ini tidak ada kepastian
terjadinya kesepakatan bersama.

Menurut Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf pada Bab VII tentang
Penyelesaian Sengketa Pasal 62 menjelaskan :

(1) Penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai


mufakat
(2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berhasil,
sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, asrbitrase, atau pengadilan.

Melihat ketentuan Undang-Undang No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dalam


menyelesaikan sengketa perwakafan, hal tersebut berbeda dengan yang dilakukan
BWM Buntet Pesantren Cirebon kepada anggotanya yang tidak mampu membayar,
hanya dilakukan peralihan kewajiban kepada anggota-anggota lain dalam
kelompoknya dan diselesaikan dengan musyawarah dan jika hal tersebut tidak
mencapai kesepakatan bersama, kasus tersebut tidak akan ditindak lanjuti untuk
ditangani arbitrase ataupun pengadilan.
Pada Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 tahun 2009 tentang Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang dan
Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 4 tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan
dan Pengembangan Harta Benda Wakaf. Pada kedua peraturan Badan Wakaf
Indonesia ini tidak ada yang memuat ketentuan mengenai penyelesaian kasus
sengketa perwakafan.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya,
terdapat hal-hal pokok yang dapat dijadikan kesimpulan, diantaranya sebagai berikut :
Adapun analisis kesesuaian penerapan prinsip syariah pada akad pembiayaan di Bank
Wakaf Mikro (BWM) Buntet Pesantren Cirebon, Jawa Barat ditinjau dengan Ayat-Ayat
Al-Qur‟an oleh sebagian mufassir, Fatwa DSN-MUI, perundang-undangan dan peraturan-
peraturan bank wakaf Indonesia terkait, yaitu :
1. Sumber modal yang dimiliki BWM Buntet Pesantren Cirebon telah sesuai
dengan Q.S Al-Baqarah ayat 245 dan Q.S Al- Imran ayat 92 yang menjelaskan
bahwa perbuatan baik dengan memberikan pinjaman kepada Allah baik berupa
infaq, sedekah, wakaf dan kegiatan kebaikan lainnya merupakan tindakan yang
akan dibalas langsung oleh Allah dan dilipat gandakan kebaikan itu, hal ini
dapat sesuai dengan yang dijalankan oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon
dengan kegiatan usahanya yang bertujuan membantu kelompok usaha
masyarakat sekitar pesantren melalui pembiayaan mikronya.
Begitu juga dari sisi kesesuiannya dengan Peraturan Badan Wakaf Indonesia
No. 1 tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta
Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang, Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 4
tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda
Wakaf Bergerak karena BWM Buntet Pesantren Cirebon mendapatkan modal
awal untuk kegiatan usahanya berupa dana dari Penyaluran Manfaat Hasil
Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Secara Tidak Langsung
yang didapat dari LAZNAS-BSM dan dalam kegiatan usahanya melakukan
pemberdayaan dan pendampingan terhadap masyarakat yang memiliki usaha
mikro sekitar pesantren.

63
64

Ketentuan-ketentuan diatas bertolak belakang dengan Undang-Undang No. 41


tahun 2004 tentang Wakaf, karena dalam ketentuannya menjelaskan bahwa
hanya lembaga keuangan yang telah ditunjuk oleh menteri yang dapat
mengelola harta benda wakaf berupa uang sedangkan BWM Buntet Pesantren
Cirebon bukan lembaga yang sesuai dengan ketentuan tersebut dan fatwa
No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh karena tidak ada ketentuan yang
menjelaskan bahwa dana wakaf sebagai salah satu sumber dana pada bagian
ketiga mengenai sumber dana Al-Qardh.
2. Akad yang digunakan BWM Buntet Pesantren Cirebon sesuai dengan Q.S Al-
Baqarah ayat 233 yang menjelaskan pemberian upah atau hadiah yang patut
dan pantas atas jasa yang telah diberikan. fatwa No.09/DSN-MUI/IV/2000
tentang Pembiayaan Ijarah karena Objek Ijarah adalah manfaat dari barang
dan/atau jasa” dan “sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar
nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat, sesuatu yang dapat
dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam
Ijarah. maka sudah sepantasnya memberikan ujrah yang telah ditentukan
diawal perjanjian agar terjaminnya pemenuhan ujrah sebagai upah terhadap
jasa pendampingan yang diberikan oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon
kepada Kelompok Usaha Masyarakat Sekitar Pesantren.
Dari sisi kesesuaian Undang-Undang No. 1 tahun 2013 tentang Lembaga
Keuangan Mikro yang menjelaskan bahwa pemberian jasa pendampingan yang
diberikan oleh BWM Buntet pesantren Cirebon merupakan sesuai dengan
tujuan dari adanya LKM itu sendiri sebagai lembaga yang memberikan jasa
pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat baik melalui pinjaman
atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat,
pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan
usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan.
Begitu juga kesesuiannya dengan ketentuan fatwa No.19/DSN-MUI/IV/2001
tentang Al-Qardh karena sifat dari akad qardh adalah permberian pinjaman
untuk waktu yang telah ditentukan dan pengembalian dananya senilai dengan
65

nilai yang dipinjam, tidak diperbolehkannya memberikan nilai lebih terhadap


pengembalian dana pinjaman, kecuali hal tersebut tidak ditentukan diawal
perjanjian.
3. Ketentuan penanganan terhadap anggota Kelompok Usaha Masyarat Pesantren
Indonesia (KUMPI) yang mengalami kredit macet/Non Performing Loan tidak
sesuai dengan Keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang Wakaf tahun 2002,
fatwa No.19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Al-Qardh, fatwa No.09/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah, Undang-Undang No. 41 tahun 2004
tentang wakaf karena berbeda dengan apa yang telah ditentukan oleh peraturan-
peraturan tersebut yang menjelaskan tentang proses penyelesaiannya dimana
dilakukan proses musyawarah kemudian ketika tidak tercapai mufakat, maka
hal tersebut diselesaikan melalui mediasi, asrbitrase, atau pengadilan. Namun
hal tersebut bertolak belakang karena BWM Buntet Pesantren Cirebon
memiliki proses penyelesaian sendiri yang dilakukan secara tanggung renteng
oleh kelompok usaha yang menaungi anggota yang gagal bayar tersebut.
Sedangkan pada Peraturan Bank Wakaf Indonesia No. 1 tahun 2009 tentang
Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak
Berupa Uang dan Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 4 tahun 2010 tentang
Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak, tidak
memuat ketentuan ini.

B. Saran
Berdasarkan dari pembahasan yang telah dipaparkan, peneliti memiliki saran yang
perlu dipertimbangkan dan ditindaklanjuti mengenai kegiatan usaha yang dilakukan
oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon agar kedepannya lebih baik lagi, sebagai berikut
:
1. Perlunya transparansi terhadap modal yang diperoleh BWM Buntet Pesantren
Cirebon dalam menjalankan kegiatan pembiayaan ini, agar masyarakat
mengetahui pasti dari mana sumber dana tersebut berasal.
66

2. Perlu adanya sosialiasi lagi kepada masyarakat mengenai bentuk kelembagaan


dari BWM Buntet Pesantren Cirebon sebagai LKS-PWU atau sebagai lembaga
penyalur manfaat hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
secara tidak langsung. Harus dikaji lagi mengenai bentuk lembaga, sumber
modal, badan hukum, akad, dan proses penyelesaian sengketa. Agar tidak ada
lagi kerancuan yang ditimbulkan dan ketentuan peraturan-peraturan yang
tumpang tindih dan saling bertolak belakang.
3. Perlu peluasan jangkauan sosialisasi lagi kepada masyarakat sekitar pesantren
terkait program kegiatan usaha yang dimiliki BWM Buntet Pesantren Cirebon
agar masyarkat yang membutuhkan bantuan pinjaman terhadap usahanya lebih
banyak lagi yang terbantu.
Daftar Pustaka

Al-Qur’an

Q.S Al-Baqarah ayat 245

Q.S Al-Baqarah ayat 233

Q.S Al-Imran Ayat 92

Buku-Buku

Ajija, Shochrul Romatul, dkk, Koperasi BMT : Teori, Aplikasi dan Inovasi, Karanganyar :
CV Inti Media Komunika, 2018.

Az-Zuhaili, Wahbah, Tafsir Al-Munir : akidah, syariah dan manhaj, penerjemah : Abdul
Hayyie Al-Kattani, dkk, penyunting : Ahmad Yazid Ichsan, Muhammad Badri, (Jakarta :
Gema Insani, 2013), jilid 3-4, Cet. 1.

Darsono, dkk, Masa Depan Keuangan Syariah Indonesia, Cet. 1, Jakarta : Tazkia Publishing
Kerjasama Bank Indonesia, 2014.

Darsono, dkk, Peta Keuangan Mikro Syariah Indonesia, Cet. 1, Jakarta : Tazkia Publishing
Kerjasama Bank Indonesia, 2018.

Dewata, Mukti Fajar Nur ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris, Cet. 3, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2015.

Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Strategi


Pengembangan Wakaf Tunai di Indonesia, Jakarta, 2006.

Hasanah, Uswatun, et.al, ed. Mustofa Edwin Nasution dan Uswatun Hasanah; Wakaf Tunai –
Inovasi Finansial Islam Peluang dan Tantangan dalam Mewujudkan Kesejahteraan
Umat, Jakarta : Program Studi Timur Tengan dan Islam Universitas Indonesia, Cet. 2,
2006.

67
Huda, Nurul dan Mohamad Haykal, Lembaga Keuangan Islam: Lembaga Keuangan Islam :
Tinjauan Teoritis dan Praktis, Cet. 2, Jakarta : Prenada Media Group, 2013.

Kashmir, Manajemen Perbankan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Karim, Adiwarman A, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2001.

Nainggolan, Basari, Perbankan Syariah di Indonesia, Depok : Rajawali Pers, 2016.

Peter, Marzuki Mahmud, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cet. 3, Jakarta : Kencana Prenada
Media Group, 2005.

Prihatna, Andy Agung, dkk, Wakaf, Tuhan, dan Agenda Kemanusiaan : Studi tentang wakaf
dalam Prespektif Keadilan Sosial Di Indonesia, Jakarta : Center for the Study of Religion
and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, 2006.

Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam, Cet. 67, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2014.

Rahmawati, Yuke, Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Tangerang Selatan : UIN Jakarta
Press, 2013.

Sari, kontrak (Akad)dan Implementasinya Pada Perbankan Syariah di Indonesia, Banda


Aceh : PeNa Banda Aceh, 2015.

Sri Imaniyati, Neni, Perbankan Syariah dalam Prespektif Hukum Ekonomi, CV Mandar Maju
: Bandung, 2013.

Subagyo, Ahmad, Manajemen Operasi Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta : Mitra Wacana
Media, 2015.

Sudarsono, Heri, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, Cet. 3, Yogyakarta : Ekonisia
Universitas Islam Indonesia, 2015.

Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an, (Tangerang :
Lentera Hati, 2008), Vol. 2, Cet. XI.

68
Sahroni dan karim, A, A, Maqashid bisnis dan Keuangan Islam : Sintesis fikih dan ekonomi,
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2015.

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Cet. 4, Jakarta : Kencana
Prenadamedia Group, 2014.

Shomad, Abd, Hukum Islam Penerapan Prinsip Syariah dalam Hukum Islam, Edisi Revisi,
Cet. 2. Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2012.

Suryanto, Bagong, Metode Penelitian Sosial, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2005.

Usman, Rochman, Hukum Perwakafan di Indonesia, Edisi 1, Cet. 2, Jakarta : Sinar Grafika,
2013.

Wibowo, Wahyu, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, Jakarta : PT. Kompas Media
Nusantara, 2011.

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Skripsi

Faris, Muhammad, kesesuaian Akad Qardh Pada Pembiayaan di Bank Wakaf Mikro An-
Nawawi Tanara Serang Banten ditinjau Dari Fatwa DSN No.19/DSN-MUI/IV/2001
Tentang Al-Qardh (Studi Kasus Bank Wakaf Mikro An-Nawawi Tanara Serang
Banten), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
2021.
Shabrina, Amala, Optimalisasi Pinjaman Kebajikan (Al-Qardh) Pada BMT (Studi Pada BMT
UMJ, Ciputat), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013.
Yunindya, Fitri, Analisis Landasan Operasional Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS)
di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Terkait, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014.
Winarti, Sistem Pengoperasian Bank Wakaf Mikro (BWM) Menurut UU No. 1 Tahun 2013
Tentang Lembaga Keuangan Mikro Dan UU No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi

69
Kasus BWM Tebuireng Mitra Sejahtera Jombang), Jurnal Penelitian Skripsi, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Jurnal

Ash-Shiddiqy, Muhammad, Analisis Akad Pembiayaan Qard dalam Lembaga Keuangan


Mikro Syariah Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Istiqro : Jurnal Hukum Islam,
Ekonomi dan Bisnis, Vol. 5, No. 1 : 10-18, Januari 2019.

Aryanti, Yosi, Multi Akad (Al-Uqud Al-Murakkabah) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh
Mu’amalah, Jurnal Ilmiah Syariah, Vol. 15, No. 2, Juli-Desember 2016.

Agustin, Atut Farida, Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap Kinerja Ekonomi
Kabupaten Jombang, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. IX, Desember 2011.

Ash-shiddiqy, Muhammad, Analisis Akad Pembiayaan Qardh dan Upaya Pengembalian


Pinjaman di Lembaga Keuangan Mikro Syariah, Jurnal Conference on Islamic
Management, Accouting and Economics (CIMAE) Proceeding, UIN Sunan Kalijaga, Vol.
1, 2018.

Agustin, Atut Farida, Peran Lembaga Keuangan Mikro (LKM) terhadap Kinerja Ekonomi
Kabupaten Jombang, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. IX, Desember 2011.

Baskara, I Gede Kanjeng, Lembaga Keuangan Mikro di Indonesia, Jurnal Buletin Studi
Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Vol. 18, No. 2, Agustus
2013.

Budiman, Farid, Karakteristik Akad Pembiayaan Al-Qardh sebagai Akad Tabarru’, Jurnal
Yuridika, Vol. 28, No. 3, September-Desember 2013.

Faujiah, Ani, Bank Wakaf Mikro dan Pengaruhnya terhadap Inklusi Keuangan Pelaku Usaha
Kecil dan Mikro (UKM), 2nd Annual Conference From Musim Scolars Kopertais
Wilayah IV Surabaya, 2018.

70
Gustani dan Suhada, Bank Wakaf Sebagai Lembaga Intermediasi Sosial (Suatu Inovasi
Pemberdayaan Wakaf Uang Tunai Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Umat), Forum
Riset Perbankan Syariah V Makasar, STEI SEBI Depok, 2012.

Gustani, Dwi Aditya Ernawan, Wakaf Tunai Sebagai Sumber Alternatif Permodalan
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, Ernawan, Journal of Islamic Economics
Lariba, Vol. 2, No. 2, 2016.

Ihwan, Susila, Analisis Efesiensi Lembaga Keuangan Mikro, Jurnal Ekonomi Pembangunan,
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Vol. 8, No. 2, Desember 2007.

Maulana, Hasanudin, Multiakad dalam Transaksi Syariah Kontemporer pada Lembaga


Keuangan Syariah di Indonesia, Jurnal Iqtishad, Vol. III, No. 1, Januari 2011.

Rahayu, Ninik Sri, Kontribusi Lembaga Keuangan Mikro Syariah Dalam Pemberdayaan
Perempuan, Jurnal Inovasi Kewirausahaan, Vol. 2, September 2015.

Saepudin, Ahmad, dkk, Strategi Pembangunan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (Studi
Kasus BMT Tawfin Jakarta), Institut Pertanian Bogor, Jurnal Al-Muzara‟ah, Vol. 5, No.
1, 2017.

Sholihat, Siskawati, Analisis Efektivitas Pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah


terhadap Pembangunan Usaha Nasabah di Sektor Riil (Usaha Mikro, Kecil dan
menengah), Al-Infaq : Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 6, No. 1, Maret 2015.

Interview

Interview Pribadi dengan Najih Mubarok selaku Manajemen Bank Wakaf Mikro Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.

Interview Pribadi dengan Aan Munsyi Aliyati selaku Supervesor 1 Bank Wakaf Mikro Buntet
Pesantren Cirebon Pada Tanggal 22 April 2019.

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Fatwa No.09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Ijarah

71
Fatwa No.19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang Al-Qardh

Perundang-Undangan

Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Undang-Undang N0. 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak Berupa Uang.

Peraturan Bank Wakaf Indonesia No. 4 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Harta Benda Wakaf Bergerak.
Peraturan Bank Indonesia No. 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam
Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.

72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Wawancara Dan Data

74
Lampiran 2 : Hasil Wawancara

Hasil Wawancara dengan Pihak BWM Buntet Pesantren Cirebon

Narasumber :

 Najih Mubarok, S.Ei selaku manager BWM Buntet Pesantren Cirebon


 Aan Musyi Aliyafi Aziz, S.Pdi selaku supervisor 1 BWM Buntet Pesantren Cirebon

1. Adakah Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang mengawasi BWM Buntet Pesantren
Cirebon?
Jawaban : “ada, yang menjadi DPS adalah Bpk. Nurudin, S.Pdi.”
2. Dari mana modal awal yang diperoleh BWM Buntet Pesantren Cirebon ? apa bentuk
dana tersebut ?
Jawaban : “Dana yang dimiliki oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon merupakan dana
wakaf yang berasal dari LAZNAS.”
3. Bagaimana perkembangan BWM Buntet Pesantren Cirebon sejak pertama berdiri
hingga sekarang ?
Jawaban : “Perkembangan proses pembiayaan yang dilakukan oleh BWM lumayan
berkembang pesat, respon dari masyarakat baik, dan dana yang diberikan untuk
dijadikan sebagai modal kegiatan usaha pembiayaan sebenarnya masih kurang.”
4. Bagaimana proses penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh BWM Buntet Pesantren
Cirebon ?
Jawaban : “Tindakan yang dilakukan oleh pihak BWM adalah sistem jemput bola, yaitu
langsung mendatangi calon anggota yang memiliki usaha atau ingin mebangun usaha,
mempunyai semangat untuk mengembangkan usahanya dan membutuhkan modal.”
5. Apa saja persyaratan pembiayaan yang diberikan oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon
kepada Nasabah ?
Jawaban : “Nasabah harus memenuhi kelengkapan dokumen pengajuan pembiayaan,
yaitu :
 Fotocopy KTP (Kartu Tanda Penduduk).

75
 Fotocopy KK (Kartu Keluarga).
 Pas Foto.
 Mengisi formulir pengajuan pembiayaan.
6. Adakah kegiatan pendampingan yang diberikan oleh pihak BWM Buntet Pesantren
Cirebon kepada nasabahnya ?
Jawaban : “Selama pembiayaan berlangsung Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren
Cirebon tidak melepas begitu saja kelompok-kelompok usaha tersebut, namun ada
pendampingan yang diberikan, melalui kegiatan Halaqoh Mingguan (Halmi) yang
terdiri dari 3-5 KUMPI untuk setiap pertemuannya, kegiatannya berupa :
 Pemberian pendidikan agama (mengadakan istighosah dan tausiyah)
 Diskusi usaha yang dimiliki setiap anggota dalam kelompok usaha
 Pelatihan manajemen ekonomi rumah tangga untuk mempertajam
keterampilan kewirausahaan dan meningkatkan produktivitas mereka
 Pembayaran angsuran oleh setiap kelompok usaha.

7. Apa saja akad yang digunakan oleh BWM Buntet Pesantren Cirebon ?
Jawaban : “Akad yang digunakan adalah akad qardh (untuk pembiayaan) dan akad
ijarah (untuk pendampingan) dengan ujr.”
8. Bagaimana tindakan BWM Buntet Pesantren Cirebon jika terjadi kredit macet oleh
anggotanya ?
Jawaban : “Apabila anggota pembiayaan mengalami tidak sanggup bayar kembali dana
pembiayaan atau biasa disebut kredit macet, pihak BWM akan melakukan musyawarah
bersama dan apabila anggota tersebut tetap tidak sanggup membayar, maka kewajiban
itu akan ditanggung oleh anggota-anggota kelompoknya.”
9. Bagaimana proses pelaporan pengelolaan dan operasional BWM Buntet Pesantren
Cirebon dalam menjalankan usahanya ?
Jawaban : “Proses pelaporan hasil usaha yang dilakukan nasabah adalah pelaporan rutin
setiap 2 minggu, akhir bulan dan 4 bulan.”
10. Siapa saja yang mengajukan pembiayaan di BWM Buntet Pesantren Cirebon?

76
Jawaban : “Rata-rata anggota yang mendapatkan modal memiliki usaha, yaitu
pedagang, penjahit dan tukang cuci pakaian (binatu).”
11. Bagaimana skema akad pembiayaan yang ada di BWM Buntet Pesantren Cirebon ?
Jawaban : “Tahapan proses pembiayaan yaitu : sosialisasi, uji kelayakan, pra PWK,
PWK (pelatihan selama 5 hari) dan persetujuan dana pembiayaan. Pencairan dana
dilakukan secara dicicil, orang yang diberikan dana perminggu sebanyak 2 orang
dengan nilai uang sebesar 1-2 juta, ujrah yang harus diberikan sebesar 3 % dan jangka
waktu bayar angsuran pembiayaan adalag 40-50 minggu.”

77
Lampiran 3 : Surat Penelitian

78
Lampiran 4 : Formulir Data Anggota dan informasi Anggota

79
Lampiran 5 : Kartu Pembiayaan

80
Lampiran 6 : Formulir Pengajuan dan Pengesahan Pembiayaan

81
Lampiran 7 : Daftar Hadir PWK

82
Lampiran 8 : Pendaftaran Kelompok

83
Lembaran 9 : Keputusan Menteri Koperasi Republik Indonesia

84
85
Lampiran 10 : Pemberian Izin Usaha Oleh OJK

86
Lampiran 11 : Kontrak Kerjasama Modal Koperasi Bank Wakaf Mikro dengan Nasabah

87
Lampiran 12 : Profil Bank Wakaf Mikro Buntet Pesantren Cirebon

88
89
90
91
92
93
94
95
96

You might also like