You are on page 1of 9

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL


GINJAL KRONIS DENGAN KOMORBID
HIPERTENSI DI RUANG
HEMODIALISA RSUD
INDRAMAYU

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Skripsi pada Program Studi Sarjana Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Indramayu

Oleh :
SULASTRI
NIM R.18.01.076

YAYASAN INDRA HUSADA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) INDRAMAYU
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
INDRAMAYU
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir merupakan

penyakit kronik yang progresif merusak ginjal sehingga mengganggu

keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh yang berdampak pada semua sistem

tubuh. Gagal ginjal kronis saat ini menjadi salah satu penyakit yang banyak terjadi

dan menjadi perhatian di dunia termasuk di Indonesia. Jumlah penderita penyakit

ini sangat banyak dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Riskesdas,

2013).

Menurut data dari Center Disease Control (2019) 37 juta atau 15% populasi

orang dewasa di Amerika Serikat menderita gagal ginjal kronis bahkan 726,000 (2

dari 1,000 orang) hidup dengan transplantasi ginjal atau dialisis, 9 dari 10

penderita gagal ginjal kronis tidak mengetahui mereka menderita penyakit ini dan

240 orang di antaranya meninggal setiap harinya. Persentase penyakit gagal ginjal

kronis di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun 2 persen

pada tahun 2013 menjadi 3,8 persen pada tahun 2018 dengan kenaikan sebesar 1,8

persen dalam rentang waktu 5 tahun (Rossa & Nodia, 2018). Angka kejadian

gagal ginjal kronis di Indonesia tahun 2018 yaitu sebesar 0,38 % dari jumlah

penduduk Indonesia sebesar 252.124.458 jiwa jadi terdapat 713.783 jiwa yang

menderita penyakit gagal ginjal kronis di Indonesia (Riskesdas, 2018). Prevalensi


gagal ginjal kronis di Jawa Barat tertinggi ke-3 di Indonesia mencapai 0,3 % atau

lebih dari 15 ribu orang, sesuai dengan data dari Indonesian Renal Registry (IRR)

pada tahun 2013 tercatat jumlah pasien gagal ginjal kronis di Jawa Barat sebanyak

15.128 orang dan pada tahun 2017 provinsi Jawa Barat menduduki posisi pertama

sebagai provinsi terbanyak dengan jumlah penderita gagal ginjal kronis yang baru

menjalani terapi hemodialisa yakni sebanyak 7.444 pasien (10th Report of

Indonesian Renal Registry, 2017).

Pada tahap awal, gagal ginjal kronis ditandai dengan adanya penurunan

cadangan ginjal, kemudian terjadinya indufiensi ginjal, tahap ketiga yaitu gagal

ginjal dan tahap terakhir yaitu penyakit ginjal stadium akhir (End State Renal

Disease / ESRD). Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah

hancur. Nilai GFR 10% dibawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10

ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut ( As’adi Muhammad, 2012).

Gangguan fungsi ginjal yang menyebabkan ginjal hanya berfungsi 5% atau

kurang harus segera ditangani baik dengan Terapi Hemodialisa (HD) atau

transplantasi ginjal. Hemodialisis merupakan suatu terapi pengganti fungsi ginjal

dengan tehnik dialisis atau filtrasi untuk mengeliminasi sisa-sisa produk

metabolisme (protein), koreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

antara kompartemen darah dan dialisat melalui selaput membran semipermiabel

yang berperan sebagai ginjal buatan (dialiser) (Wong, 2017). Hemodialisis (HD)

merupakan terapi pengganti dari fungsi ginjal yang dilakukan 2-3 kali seminggu,

dengan rentang waktu tiap tindakan hemodialisa adalah 4-5 jam, yang bertujuan

untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein dan untuk mengoreksi gangguan


keseimbangan cairan dan elektrolit ( Wahyuningsih, S. A, 2020).

Pasien yang menjalankan hemodialisa mempunyai prevalensi komorbid yang

tinggi, salah satunya komorbid hipertensi dimana komorbid tersebut bisa menjadi

salah satu faktor resiko terjadinya kematian (Kan, C-W., et al.,2013). Faktor

komorbiditas adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hidup

pasien hemodialisa (Anees dkk., 2014; Mousa dkk., 2018). Komorbiditas adalah

suatu keadaan mengenai dua penyakit atau kelainan yang berlangsung secara

bersamaan dengan penyakit lainnya (Koesoemawati dkk., 2002; Niluh dkk.,2016).

Banyak faktor yang mengakibatkan meningkatnya prevalensi gagal ginjal kronik

tetapi di antaranya yang sangat mempengaruhi yaitu penyakit hipertensi (CDC,

2019).

Penyakit hipertensi ditandai dengan nilai tekanan darah pada sistol diatas 140

mmHg dan Diastol diatas 90 mmHg. (Sinnott et al., 2017). Hipertensi merupakan

penyakit konis dimana penyakit ini sangat lama berada didalam tubuh penderita

sehingga menyebabkan kerusakan pada ginjal, jantung, dan

otak. Hipertensi dapat menimbulkan berbagai komplikasi salah satunya penyakit

gagal ginjal kronik (Zaenurrohmah, 2017). Prevalensi untuk penderita hipertensi

disertai gagal ginjal kronik secara nasional dengan penduduk Indonesia s ebesar

22.672 jiwa menunjukkan 51% penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi

disertai gagal ginjal kronik (IRR, 2018). Menurut Indonesian Renal Registry

(IRR) tahun 2017 penyebab penyakit ginjal kronik adalah hipertensi menempati

urutan pertama sebanyak 36%. Hipertensi dapat mengakibatkan gagal ginjal kro

nis. Sepertiga laki-laki dengan hipertensi kehilangan fungsi renal selama 7 tahun.
Telah di perkirakan bahwa 5% klien hipertensi dengan elevasi kadar serum

kreatinin akan memerlukan terapi dialisis (Joyce M. black & jane hokanson

hawks, 2014).

Tingginya tekanan darah yang lama tentu saja akan merusak pembuluh darah

di seluruh tubuh yang paling jelas salah satunya pada ginjal. Maka kosekuensi

yang biasanya pada hipertensi yang lama tidak terkontrol adalah gagal ginjal

( Brunner & suddarth, 2015 ). Hipertensi atau kenaikan tekanan darah sistemik

yang terus menerus, dapat disebabkan atau menyebabkan penyakit ginjal.

Hipertensi jangka Panjang merusak dinding arteriol dan mempercepat proses

aterosklerosis. Kerusakan ini terutama salah satunya menyerang ginjal. Pada

ginjal, lesi arteriosklerosis berkembang di arteriol aferen ( menuju ) dan eferen

( keluar dari ) serta kapiler glomerulus. Laju filtrasi glomerulus menurun dan

fungsi tubulus terganggu, menyebabkan proteinuria dan hematuria mikroskopik.

Hipertensi yang tidak terkontrol atau terkontrol buruk adalah penyebab penyakit

ginjal kronis ( priscilla, karen & gerene, 2016). Oleh karena itu penyakit

kadiovaskular ( hipertensi) sering menjadi penyakit penyerta ( komorbid )

penderita gagal ginjal kronis ( Suzanne C. smeltzer & Brenda G. bare, 2015).

Faktor komorbid sangat berkaitan dengan kualitas hidup dari penderita gagal

ginjal kronik (Ignativicius & Workman, 2016).

Menurut World Health Organization (WHO), kualitas hidup adalah persepsi

individu tentang hidupnya dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka

hidup dan dalam kaitannya dengan tujuan, harapan, standar, dan masalah. Kualitas

hidup merupakan perbandingan antara harapan dan kenyataan. Pada pasien gagal
ginjal kronis, kualitas hidup juga mencerminkan kualitas pengobatan karena

melibatkan proses fisik, psikologis, dan sosial yang ingin dicapai. Pengumpulan

data kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis akan membantu pasien memahami

penyakit mereka dan merupakan implikasi dari pengobatan (Tannor, et al, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Alfians R Belian Ali dkk ( 2017) di ruangan

hemodialisa RSUP. Prof. Dr. R. D. kandou manado, yang meneliti perbandingan

kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik dengan comorbid factor diabetes melitus

dan hipertensi. Mengatakan bahwa kualitas hidup dari pasien gagal ginjal kronik

dengan comorbid hipertensi lebih baik dibandingkan dengan pasien gagal ginjal

kronik dengan comorbid diabetes melitus dikarenakan proses terjadinya kerusakan

pada ginjal yang berjalan lebih lambat ataupun penanganan pada pasien hipertensi

dengan gagal ginjal kronik yang berfokus pada pemberian terapi obat anti

hipertensi untuk mengontrol tekanan darah pasien tersebut dan juga kepatuahan

dalam menjalani dialisis yang mungkin dapat meningkatkan harapan hidup atau

kualitas hidup pasien.

Penelitian yang dilakukan Andreas Rantepadang ( 2021) mengatakan bahwa

tidak ada perbedaan tetapi secara klinikal penting karena kedua faktor komorbid

ini sama-sama dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita gagal ginjal kronis,

maka dari itu keduanya harus dikontrol. Rata-rata kualitas hidup pasien gagal

ginjal Kronik dengan komorbid hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan

komorbid diabetes melitus, Peneliti menganalisa hal ini terjadi karena jumlah

sampel yang terlibat dalam penelitian sedikit dan sampel pada kedua kelompok

tidak sama.
Kurnia (2020) menjelaskan etiologi penyakit ginjal kronik pada pasien rawat

inap di RSUD Dokter Soedarso adalah hipertensi, nefropati diabetik, obstruksi

saluran kemih, infeksi saluran kemih dan penyakit polikistik ginjal, dengan

prevalensi etiologi terbanyak yaitu hipertensi dan nefropati diabetic. Berdasarkan

latar belakang diatas, ditemukan banyaknya komorbid atau penyakit pencetus

terjadinya PGK sehingga peneliti tertarik meelakukan penelitian tentang

gambaran komorbid pada pasien hemodialiasis di Rumah Sakit Angkatan Udara

(RSAU) dr. Esnawan Antariksa.

Dari hasil penelitian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “ Hubungan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis dengan

komorbid hipertensi di ruang hemodialisa RSUD indramayu tahun 2022”.

B. Rumusan masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah ada hubungan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronis dengan komorbid hipertensi di ruang hemodialisa

RSUD indramayu tahun 2022?’

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kualitas

hidup pasien gagal ginjal kronis di ruang hemodialisa RSUD Indramayu Tahun

2022.

2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis di

ruang hemodialisa RSUD Indramayu Tahun 2022.

b. Untuk mengetahui gambaran komorbid hipertensi di ruang hemodialisa

RSUD Indramayu Tahun 2022.

c. Untuk menganalisa kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis dengan

komorbid hipertensi di ruang hemodialisa RSUD Indramayu Tahun 2022.

D. Manfaat penelitian

1. Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan untuk pelayanan

kesehatan untuk mengetahui kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisa

dengan komorbid hipertensi agar dapat mengontrol penyakit penyerta yang di

derita sehingga meningkatkan kualitas hidup penderita GGK.

2. Bagi institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi Pendidikan

keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup

pasien.

3. Bagi perawat

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai kontribusi dalam melaksanakan

peningkatan pemberian asuhan keperawatan yang optimal dan dapat mengontrol

penyakit penyerta pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien

hemodialisa.
4. Bagi peneliti

Hasil peneliti ini diharapkan dapat menjadi dasar penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan faktor komorbid dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa.

E. Ruang lingkup penelitian

Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dengan pendekatan

kuantitatif, dengan jumlah responden minimal 30, penelitian ini di lakukan di

ruang hemodialisa RSUD Indramayu, di laksanakan dari tanggal ……

Lingkup penelitian ini membahas tentang adakah hubungan kualitas Hidup

Pasien Gagal Ginjal Kronis dengan komorbid hipertensi di ruang Hemodialisa

RSUD Indramayu. Karakteristik meliputi semua pasien gagal ginjal kronis dengan

komorbid hipertensi. Tempat penelitian di lakukan di Ruang Hemodialisa RSUD

Indramayu tahun 2022.

You might also like