You are on page 1of 84

2019

2020

Panduan Praktikum
FISIKA DASAR II
SEMESTER GENAP 2019/2020
2018/2019

TIM PRAKTIKUM FISIKA DASAR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
Panduan Praktikum
Fisika Dasar II
Semester Genap 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta’ala, kepada-Nya kita


memuji, memohon pertolongan dan ampunan-Nya. Shalawat dan
salam semoga tetap dilimpahkan kepada Rasulullah Muhammad
shalallahu’alaihi wa sallam, beserta keluarga, para sahabat, dan
pengikutnya yang teguh menjalankan sunnah-sunnahnya. Amma
ba’du
Praktikum fisika dasar merupakan salah satu praktikum yang
diselenggarakan di Laboratorium Terpadu UIN Yogyakarta.
Praktikum ini sebagai pendukung dari mata kuliah fisika dasar yang
dilaksanakan oleh beberapa prodi di Fakultas Sains dan Teknologi.
Oleh karenanya, mahasiswa yang akan mengikuti praktikum ini
diwajibkan telah atau sedang mengambil mata kuliah fisika dasar.
Materi praktikum fisika dasar adalah konsep-konsep dasar fisika
yang diperoleh pada mata kuliah fisika dasar tersebut.
Praktikum fisika dasar bertujuan melatih praktikan untuk
melakukan pengamatan terhadap gejala fisis, melakukan
pengukuran terhadap besaran-besaran fisis tersebut, melakukan
analisis terhadap data pengukuran, dan melakukan evaluasi terhadap
hasil analisis. Praktikan diharapkan mampu mengembangkan
ketrampilan-ketrampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Buku yang ada di hadapan pembaca ini adalah panduan
praktikum fisika dasar yang diharapkan bisa membantu kegiatan
praktikum secara optimal. Terimakasih kami sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah membantu terselesaikannya buku panduan
2
praktikum ini, semoga menjadi amal sholih dan mendapat balasan
dari Allah Subhanahu wa ta’ala.
Buku panduan ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan.
Semoga buku panduan ini bermanfaat.
Penyusun

3
DAFTAR ISI

Cover 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 4
Tata Tertib Praktikum Fisika Dasar 5
Cara Pembuatan Laporan 9
Pendahuluan 12
Percobaan 1. Hukum Ohm 29
Percobaan 2. Hukum Lensa 38
Percobaan 3. Indeks Bias Prisma dan Planparalel 45
Percobaan 4. Gelombang Stasioner (Hukum Melde) 54
Percobaan 5. Tegangan Permukaan 60
Percobaan 6. Resonansi Bunyi 65
Percobaan 7. Konsep Transformator 72
Percobaan 8. Gaya Lorentz 79

4
Tata Tertib Praktikum Fisika Dasar

A. Tata Tertib Sebelum Praktikum


1. Praktikan harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai.
Praktikan yang datang terlambat tidak diperkenankan
mengikuti praktikum pada hari itu.
2. Laboratorium adalah tempat bekerja / praktikum oleh
karenanya di dalam laboratorium praktikan harus tenang,
tertib, berpakaian rapi dan sopan, memakai kemeja atau kaos
berkerah, celana/rok panjang bukan Jeans ketat, tidak
memakai sandal, disarankan bersepatu beralas karet sebagai
isolator. Tas, jaket dan barang bawaan lainnya diletakkan di
tempat yang telah disediakan (keamanan menjadi tanggung
jawab praktikan sendiri).
3. Praktikan harus sudah memahami apa yang akan dikerjakan
dengan membaca buku petunjuk praktikum dan acuan lain.
4. Praktikan tidak diperkenankan mengikuti praktikum apabila
tidak memenuhi syarat-syarat :
a. Membawa kartu tanda praktikum.
b. Membawa Laporan Akhir sesuai tata cara pembuatan
laporan praktikum fisika dasar yang telah ditetapkan.
c. Lulus tes pendahuluan (pre test).
Apabila perlengkapan butir a. hilang, maka praktikan harus
melaporkannya kepada penanggung jawab harian 15 menit

5
sebelum praktikum dimulai. Kurang dari waktu tersebut
praktikan dianggap gagal melakukan praktikum.

B. Tata Tertib Selama Praktikum


1. Praktikan dapat memulai eksperimen setelah lulus tes
pendahuluan (pre test) dan mendapat petunjuk serta ijin dari
asisten yang bersangkutan untuk memasang alat.
2. Praktikan harus dapat memperoleh data dengan melakukan
eksperimen. Data hasil pengamatan harus ditulis dengan
cermat dan apa adanya pada lembar data yang telah diberikan
oleh asisten. Apabila praktikan gagal memperoleh data (misal
karena kerusakan alat atau hal lain), praktikan harus segera
melapor ke asisten dan penanggung jawab harian untuk dapat
melakukan praktikum pada hari yang lain.
3. Praktikan harus menjaga keselamatan dirinya, ketertiban,
peralatan dan kebersihan laboratorium.
4. Selama di dalam laboratorium, praktikan dilarang keras
merokok, SMS/Telfon, membawa makanan dan minuman
dan mengganggu kelompok lain. Praktikan dilarang keras
meninggalkan laboratorium tanpa seijin asisten dan
penanggung jawab harian.

C. Tata Tertib Selesai Praktikum


1. Setelah seluruh eksperimen selesai dan disetujui asisten,
praktikan harus merapikan kembali meja, kursi dan peralatan
percobaan.
6
2. Setelah praktikum selesai, sebelum meninggalkan
laboratorium praktikan harus meminta tanda tangan asisten
pada lembar data serta menyerahkan satu lembar data kepada
asisten untuk setiap kelompok.

D. Ketentuan
1. Pada dasarnya tidak ada praktikum susulan kecuali bagi yang
berhalangan hadir dikarenakan sakit atau menjadi delegasi
resmi dari kampus. Hal tersebut harus dilengkapi dengan surat
keterangan tidak hadir (dari dokter, dekan, rektor, atau pihak
yang berwenang).
2. Bagi praktikan yang terpaksanya berhalangan hadir seperti
yang tertera dibutir 1, diperbolehkan mengikuti INHALL.
3. Jika praktikan merusakkan atau menghilangkan alat ataupun
fasilitas laboratorium lainnya, maka praktikan harus
mengganti dengan alat yang sama pada praktikum minggu
berikutnya.
4. Pelanggaran terhadap tata tertib ini, praktikan dapat
dikenakan sanksi : peringatan/dinyatakan gagal/dikeluarkan.
5. Komponen penilaian praktikum meliputi :
a. Pretest : 10 %
b. Praktikum : 30 %
c. Laporan : 30 %
d. Ujian Responsi : 20 %

7
6. Apabila praktikan tidak hadir dalam praktikum, nilai pretest,
praktikum dan laporan pada judul praktikum yang
ditinggalkan akan memperoleh nilai NOL.
1. Instrumen Penilaian Lulus Pretest adalah mampu
menjawab dengan baik dan benar 3 dari 5 pertanyaan yang
diajukan asisten.
2. Instrumen Penilaian Praktikum
a. Keaktifan dalam kelompok praktikum.
b. Mampu menggunakan alat praktikum sesuai dengan
prosedur kerja praktikum.
c. Memahami konten konsep bahasan praktikum.
3. Instrumen Penilaian Laporan Praktikum
a. Kelengkapan format laporan praktikum (tertera di
halaman selanjutnya).
b. Orisinalitas karya laporan.
c. Kerapian tulisan dan grafik.
d. Pembahasan laporan minimal 2 paragraf karena
mempunyai komponen nilai tertinggi.

8
Cara Pembuatan Laporan
Praktikum Fisika Dasar

1. Tujuan Pembuatan Laporan Praktikum


Pembuatan laporan Praktikum Fisika Dasar bertujuan agar
mahasiswa dapat belajar untuk mengemukakan pendapatnya /
berkomunikasi secara tertulis melalui Laporan Praktikum Fisika
Dasar, melatih mahasiswa agar dapat mempersiapkan diri untuk
praktikum, menganalisis hasil praktikum, dan membuat
perhitungan untuk menentukan besaran fisika, mengetahui
beberapa besaran dari percobaan, mementukan hubungan antar
besaran fisika, menganalisis kesalahan dan akhirnya membuat
kesimpulan secara keseluruhan.

2. Format Laporan Praktikum


Laporan Praktikum Fisika Dasar terdiri dari :
1) Pendahuluan
2) Tujuan Percobaan
3) Teori Umum
4) Alat dan Bahan (termasuk skema alat)
5) Prosedur Kerja
6) Data Hasil Analisa
7) Pembahasan
8) Kesimpulan
9) Referensi

9
10) Lampiran yang memuat :
- Data Hasil Percobaan
- Proses Perhitungan Data
- Penyelesaian Soal Evaluasi

Tujuan dan alat-alat dapat dibaca pada panduan


praktikum. Teori umum dapat dibaca dibuku panduan dan
buku-buku acuan lain yang sesuai dengan materi percobaan.
Cara kerja harus benar-benar menunjukkan hal-hal yang akan
dikerjakan dalam praktikum, kalimat-kalimat perintah dalam
buku panduan praktikum harus diganti dengan kalimat yang
tidak menunjukkan perintah.
Hasil perhitungan harus ditampilkan dalam bentuk tabel
dengan satu contoh perhitungan untuk setiap tabel. Ralat serta
kesaksamaan dalam percobaan harus disertakan. Cara
penulisan ralat dan pembuatan grafik harus mengikuti
ketentuan yang telah ditetapkan dalam buku panduan
praktikum.
Laporan tersebut dibuat dengan menggunakan kertas HVS
ukuran A4 ditulis tangan dengan rapi. Untuk membuat grafik
harus dibuat pada kertas grafik (millimeter blok). Grafik yang
mememerlukan skala logaritmik harus dibuat pada kertas
semilog atau kertas logaritmik.
Laporan akhir harus diserahkan satu pekan setelah
praktikum, pada saat praktikum pekan berikutnya.

10
Cover depan/halaman pertama Laporan Praktikum

LABORATORIUM FISIKA DASAR


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SUNAN KALIJAGA
Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta

Laporan Praktikum Fisika Dasar


Nama Mahasiswa : ……………………....
NIM : ……………………….
Nomor Kelompok : ………….......…….....
Fakultas : …………………….....
Program Studi : ……………………….
Semester / Kelas : ………………….........

Nama Percobaan

Tanggal Percobaan : ……………………...

Minggu Ke : ……………………...

Nama Dosen : ………………….......

Nama Asisten : ………………………

Kawan Kerja : ………………………

11
PENDAHULUAN

1. Umum
Tujuan percobaan-percobaan fisika di Laboratorium Fisika
Dasar adalah untuk melihat secara visual beberapa peristiwa
fisika dalam kejadian sebenarnya, menguji kebenaran hukum
fisika misalnya : hukum lensa, hukum Ohm, dsb., dan mencari
tetapan-tetapan fisika secara kuantitatif. Untuk itu diperlukan
ketelitian dan metode pengamatan.
Mata kuliah praktikum Fisika Dasar ini diberikan agar
mahasiswa :
 Memperoleh kecakapan dan ketrampilan dalam memakai dan
memahami kegunaan peralatan laboratorium.
 Lebih menghayati materi yang diberikan di kuliah dan
memahami hubungan antara teori dan pengamatan.
 Mampu menganalisis, membuat hipotesis, ataupun
kesimpulan dari data yang diperoleh dari hasil percobaan.
 Mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulisan (melalui
diskusi dan pembuatan laporan), mengenal metodologi
penelitian.
Penelitian dalam arti sebenarnya (mencari solusi baru, inovasi,
dsb.) memang belum dilakukan pada taraf percobaan praktikum
fisika dasar ini, tetapi kegiatan praktikum ini sudah mengarah
kepada cara-cara untuk melakukan suatu penelitian.

12
2. Teori Ralat
Fisika mempelajari gejala alam secara kuantitatif, oleh
karenanya pengukuran besaran fisis merupakan hal yang sangat
penting. Mengukur adalah membandingkan suatu besaran fisis
dengan besaran fisis sejenis sebagai standar yang telah
diperjanjikan terlebih dahulu. Tujuan mengukur adalah untuk
mengetahui nilai ukur besaran fisis dengan hasil yang akurat.
Suatu benda yang diukur berulang, maka setiap pengukuran
boleh jadi memberikan angka ukur yang berbeda, demikian juga
jika besaran fisis yang sama diukur oleh orang lain. Jadi usaha
untuk memperoleh hasil ukur yang tepat betul tidak pernah
tercapai, dan yang bisa dicapai hanyalah memperoleh hasil
terboleh jadi betul, dan nilai kisaran hasil ukur.
Jika besaran fisis yang diukur (x) maka hasil ukur terboleh
jadi betul adalah nilai rerata pengukuran (x ) , dan kisaran hasil

ukur dinamakan ralat pengukuran dinyatakan (x) . Nilai kisaran

hasil ukurnya ( x  x) , mempunyai arti nilai itu berada dalam

rentang antara x minimum yakni ( x  x) sampai dengan x

maksimum yakni ( x  x) . Suatu alat ukur dikatakan presisi

apabila memberikan nilai x yang kecil. Setiap alat ukur


mempunyai tingkat kepresisian sendiri-sendiri, misalnya alat
ukur panjang mikrometer sekrup 0,001 cm, janga sorong 0,01 cm
dan mistar 0,1 cm. Hasil ukur dikatakan baik apabila diperoleh
ralat relatif (x / x ) yang bernilai kecil.

13
2.1 Sumber-Sumber Ralat
Setiap hasil pengukuran tidak pernah lepas dari suatu ralat.
Sumber-sumber ralat dapat dikelompokkan menjadi tiga macam,
yaitu : ralat sistematik (systematic error), ralat rambang (random
error), dan ralat kekeliruan tindakan.
1. Ralat Sistematik
Ralat kelompok ini memberikan efek yang tetap nilainya
terhadap hasil ukur, dan dapat dihilangkan apabila diketahui
sumber-sumbernya, antara lain faktor-faktor berikut :
a. Alat
Misalnya : kesalahan kalibrasi, meter arus tidak
menunjukkan nol sebelum digunakan (zero error),
ketidakelastisan benda/fatigue.
b. Pengamat
Misalnya karena ketidakcermatan pengamat dalam
membaca skala. Hal ini bisa disebabkan selama
pembacaan mata pengamat terlalu ke bawah atau ke atas
terhadap objek yang diamati sehingga nilai yang terbaca
tergeser dari nilai sebenarnya (paralaks).
c. Kondisi Fisis Pengamatan
Misalnya karena kondisi fisis saat pengamatan tidak sama
dengan kondisi fisis saat peneraan alat, sehingga
mempengaruhi penunjukan alat.
d. Metode Pengamatan

14
Ketidaktepatan dalam pemilihan metode akan
mempengaruhi hasil pengamatan, misalnya sering terjadi
kebocoran besaran fisis seperti panas, cahaya, dsb.

2. Ralat Rambang
Setiap pengukuran yang dilakukan berulang atau pengamatan
berulang untuk besaran fisis yang tetap, ternyata nilai setiap
pengukuran itu berbeda. Ralat yang terjadi pada pengukuran
berulang ini disebut ralat rambang, atau ralat kebetulan atau
ralat random.
Faktor-faktor penyebab ralat rambang antara lain sebagai
berikut :
a. Ketepatan penaksiran
Misalnya penaksiran terhadap penunjukkan skala oleh
pengamat yang berbeda dari waktu ke waktu.
b. Kondisi fisis yang berubah (berfluktuasi)
Misalnya karena suhu atau tegangan listrik yang
digunakan tidak stabil (berfluktuasi).
c. Gangguan
Misalnya adanya medan magnet yang kuat disekitar alat-
alat ukur listrik sehingga dapat mempengaruhi
penunjukkan meter-meter listrik.
d. Definisi
Misalnya karena penampang pipa tidak berbentuk
lingkaran sempurna maka penentuan diameternyapun
akan menimbulkan ralat.
15
3. Ralat Kekeliruan Tindakan
Kekeliruan tindakan oleh pengamat atau pengukur dapat
terjadi dalam bentuk sebagai berikut :
a. Salah berbuat
Misalnya salah membaca, salah pengaturan
situasi/kondisi, salah membilang (misalnya jumlah ayunan
11 kali terbilang 10 kali).
b. Salah hitung
Terutama terjadi pada hitungan dengan pembulatan.

2.2 Perhitungan Ralat


Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa ralat selalu
muncul pada setiap pengukuran, dan ini disebabkan oleh
keterbatasan alat ukur, usaha yang dapat dilakukan hanyalah
bagaimana memperkecil ralat tersebut sekecil-kecilnya. Khusus
dalam hal pengamatan pada praktikum Fisika Dasar, peralatan,
situasi dan kondisi yang ada harus diterima apa adanya dalam arti
praktikan tidak dapat meniadakan ralat sistematik secara baik.
Yang dapat dilakukan praktikan adalah berusaha bekerja sebaik-
baiknya untuk menghindari atau mengurangi ralat kekeliruan
tindakan, ralat sistematik, dan ralat kebetulan.
Setiap pengukuran selalu muncul ralat kebetulan, oleh sebab
itu untuk memperkecil ralat ini harus dilakukan pengukuran
berulang, semakin banyak dilakukan pengukuran berulang
semakin baik. Namun demikian tidak semua pengamatan dapat
diulangi sehingga praktikan hanya dapat melakukan pengamatan
16
sekali saja, untuk ini ralat terjadi pada penaksiran skala. Ralat ini
penaksirannya dilakukan atas dasar akal sehat terkadang sampai
0,1 skala terkecilnya. Ralat kebetulan dapat dibedakan menjadi
dua macam, yalitu ralat dari pengamatan langsung dan ralat dari
hasil perhitungan.
Pengukuran besaran secara langsung berarti benda tersebut
diukur dan langsung dapat diperoleh hasil ukurnya. Misalnya
mengukur diameter pensil dengan menggunakan jangka sorong.
Pengukuran tak langsung berarti hasil ukur yang dikehendaki
diperoleh melalui perhitungan. Sebagai contoh ingin mengetahui
volume sebatang pensil berbentuk silinder, maka yang dilakukan
adalah mengukur diameter pensil dengan jangka sorong misalnya
dan mengukur panjang pensil dengan mistar.
Ralat pengukuran langsung terjadi karena pengamatan dan ini
termasuk ralat rambang. Ralat pengukuran tak langsung
disumbang oleh ralat rambang dari setiap pengukuran besaran
secara langsung, dan ini menyebabkan ralat yang merambat.
Semakin banyak parameter yang diukur langsung maka ralat
hasil ukur semakin besar. Ini disebabkan adanya perambatan
masing-masing ralat oleh setiap pengukuran langsung yang
menyumbang ralat hasil pada pengukuran tak langsung. Berikut
ini diperkenalkan penyebab ralat pada setiap pengukuran.

1. Ralat Pengamatan
Telah diuraikan di atas, bila pengukuran atau pengamatan
dilakukan beberapa kali pada besaran yang diukur secara
17
langsung, hasilnya berbeda-beda. Misalnya dilakukan
pengukuran sebanyak n kali dengan hasil pengukuran yang

ke i adalah x i ( i  1,2,3,...n) . Nilai terbaik terboleh jadi

betul adalah nilai rerata dari hasil ukur itu, dilambangkan x


,dapat ditentukan dengan persamaan:

x
n
x1  x2  x3  ...  xn
x 
i i
(1)
n n
Selisih atau penyimpangan antara nilai ukur ke i dengan nilai
ukur rerata dinamakan deviasi (misal berlambang  ), maka :

xi  xi  x (2)

Deviasi pada persamaan (2) merupakan penyimpangan


terhadap nilai terbaik dari nilai terukur yang bersangkutan
( xi ) .
Dikenal istilah deviasi standar, yang didefinisikan sebagai
akar rerata kuadrat deviasinya (x) atau :
n n

 x  i
2
 x i  x
2

x  i
 i (3)
n(n  1) n(n  1)

sedangkan deviasi standar relatifnya ditulis :

x x
x r  atau xr  100% (4)
x x

18
Selanjutnya harga atau nilai dari pengukuran (x) dapat
ditulis:

x  x  x (5)
Nilai pengukuran, seringkali dinyatakan dengan kesaksamaan

atau ketelitian, atau disebut pula kecermatan, yaitu: 1  xr

atau 100%  xr % . Kesaksamaan dapat dianggap sebagai


jaminan akan kebenaran hasil pengukuran. Perhatikan contoh
berikut ini.
Misal kita melakukan 10 kali pengukuran panjang sebuah
batang, dimana nilai terukur pada setiap kali pengukuran
seperti terdapat pada tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Data pengukuran panjang sebuah batang


Deviasi Kuadrat
Nilai terukur
Pengukuran
( xi ) cm xi  xi  x deviasi
ke
(cm) (xi ) 2
1 35,62 +0,03 0.0009
2 35,59 0,00 0,0000
3 35,60 +0,01 0,0001
4 35,61 +0,02 0,0004
5 35,56 -0,03 0,0009
6 35,58 -0,01 0,0001
7 35,57 -0,02 0,0004
8 35,58 -0,01 0,0001
9 35,59 0,00 0,0000
10 35,60 +0,01 0,0001

19
Dari tabel diperoleh informasi bahwa:
n n
n  10  xi  355,90  (x )  0,0030
2
i (6)
i i

Jadi nilai terbaiknya:


n
xi
x i
 35,590 (7)
n
sedangkan deviasi standarnya
n

 x 
2
i
0,0030
x  i
  0.00577 (8)
n(n  1) 90

diperoleh simpulan, nilai ukur besaran x tersaji :


x  x  x  (35,590  0,00577 ) cm (9)
dengan kesaksamaan :
0,00577
100 %   100 %  99,98% (10)
35,590
Sejumlah kalkulator ilmiah (scientific calculator) biasanya
terdapat fasilitas untuk menghitung deviasi standar, petunjuk
penggunaannya sangat spesifik, bergantung pada merk dan
tipe kalkulator tersebut.

2. Ralat Perambatan
Seringkali besaran fisis tidak diukur secara langsung,
tetapi dihitung dari pengukuran unsur-unsurnya. Misal
volume sebuah balok dihitung dari perkalian antara panjang,
lebar dan tebal balok yang diukur, kelajuan dihitung dari jarak

20
tempuh dengan waktu tempuhnya, dsb. Pada pengukuran
panjang, lebar dan tebal balok masing-masing pengukurannya
memberikan ralat, maka dalam perhitungan volume balokpun
akan menimbulkan ralat sebagai hasil perpaduan ralat dari
setiap sisi yang diukur langsung. Ralat yang timbul sebagai
hasil perhitungan ini dinamakan ralat perhitungan atau ralat
rambatan. Nilai terbaik sangat bergantung pada nilai terbaik
variabel unsurnya.
Secara matematis bila besaran V gayut variabelnya adalah
( x, y, z ) , sehingga V  V ( x, y, z ) , maka nilai terbaiknya

adalah V  V ( x , y , z ) , sedangkan deviasi standar reratanya


dirumuskan :
2 2 2
 V  2  V   V  2
V    x    y 2    z (11)
 x   y   z 
Penyajian hasil pengukuran langsung terhadap peubah
x, y, z dinyatakan:

x  x  x y  y  y z  z  z
Dimana:

 V 
  merupakan turunan parsial peubah V terhadap
 x 
 V 
peubah x ,   merupakan turunan parsial peubah V
 y 

21
 V 
terhadap peubah y ,   merupakan turunan parsial
 z 
peubah V terhadap peubah z .
Perhatikan dua contoh berikut.

Contoh 1 :

Sebuah balok sisi-sisinya diukur langsung hasil pengukuran


sbb. :

Panjang : p  (6,21  0,02)cm


Lebar : l  (4,26  0,01)cm
Tinggi : t  (3,43  0,01)cm
Nilai terbaik volume balok:

V  V ( p, l , t )  ( p)(l )(t )  6,21  4,26  3,43  90,74 cm3


Standar deviasi dapat dihitung melalui turunan parsial V

terhadap p , l , t berikut ini :

V
 l t  (4,26)(3,43)  14,6118
p
V
 pt  (6,21)(3,43)  21,3003
l
V
 pl  (6,21)(4,26)  26,4546
t
Berikutnya, deviasi standar reratanya adalah :

22
2 2 2
 V   V  2  V  2
V    p 2    l    t
 p   l   t 
V  (14,6118) 2
(0,02) 2  (21,3003) 2 (0,01) 2  (26,4546 ) 2 (0,01) 2 
= 0,4480

Diperoleh simpulan volume balok : V = (90,7  0,4) cm3

Contoh 2 :
Dalam menentukan jarak titik api (f) lensa cembung, besaran
yang diukur secara langsung ialah jarak dari benda ke lensa
atau jarak benda (s) dan jarak dari lensa ke layar atau jarak
bayangan(s’). Misal dari hasil pengukuran langsung diperoleh
: s  (32,4  0,1) cm dan s'  (13,7  0,1) cm. Telah
diketahui pada lensa tipis berlaku hubungan antara f , s, dan
s’ yakni :
1 1 1
  atau :
f s s'
s.s ' (32,4)(13,7) 443,88
f     9,63 cm.
s  s" 32,4  13,7 46,1

Standar deviasi dapat dihitung melalui turunan parsial f


terhadap s dan s ' berikut ini :

f s '2 (13,7) 2 187,69


    0,0883
s ( s  s ' ) 2
(32,4  13,7) 2
2125,21

23
f s2 (32,4) 2 1049 ,76
    0,4940
s ' ( s  s ' ) 2
(32,4  13,7) 2
2125,21
Deviasi standar rerata dari f adalah :
2 2
 f   f 
f    s 2    s' 2
 s   s ' 

f  0,0883 2 (0,1) 2  0,4940 2 (0,1) 2  0,05


Diperoleh simpulan jarak fokus lensa : f = (9,63  0,05) cm

3. Metode Grafik
Hasil percobaan apabila hanya disajikan dalam bentuk
angka-angka saja mestinya kurang menarik selain
menjemukan. Hasil percobaan akan menarik apabila angka-
angka tersebut dapat di visualisasikan dalam bentuk grafik
atau kurva dari variabel yang dikehendaki.
Analisis data dengan metode grafik lebih praktis dan
memudahkan pandangan. Meskipun demikian tidak semua
percobaan hasilnya dapat dianalisis dengan metode grafik.

Kegunaan grafik
a. Grafik sangat menolong melalui pandangan (visual aid),
maksudnya dengan mengamati bentuk grafik saja,
pembaca bisa memperoleh banyak informasi. Misal dapat
diketahui di tempat mana atau saat kapan mulai ada
perbedaan antara hasil hitungan dan hasil pengamatan,
24
dapat diketahui dengan mudah letak benar dan salahnya
dalam menganalisis data, dan sebagainya.
b. Grafik dapat digunakan untuk membandingkan
eksperimen dengan teori.
c. Grafik dapat digunakan untuk menunjukkan hubungan
empiris antara dua besaran, meskipun pelaku percobaan
belum pernah menyelidiki hubungan teoritis antara dua
besaran tersebut.
d. Grafik dapat digunakan untuk menentukan konstanta atau
koefisien dari suatu rumus, membuktikan rumus.

Membuat grafik
Untuk mendapatkan grafik yang baik, maka perlu
diperhatikan dasar-dasar pembuatan grafik sebagai berikut.
a. Pilihlah sumbu mendatar atau sumbu x atau absis sebagai
besaran sebab atau variabel bebas, dan sumbu tegak atau
sumbu y atau ordinat sebagai besaran efek atau akibat atau
variabel bergantung. Pemilihan besaran pada absis dan
ordinat harus bersesuaian dengan keadaan yang paling
menguntungkan, misalnya bisa menghapus ralat
sistematis.
b. Persamaan yang digunakan harus persamaan linier. Misal
1
hukum Boyle pV  k atau p  k , dengan k =
V
konstan, agar persamaannya linier maka sumbu x adalah :

25
1
sedangkan sumbu y adalah : p . Contoh lagi :
V
1 2 gr 2  B   F 
 , dimana t : waktu dan r : jari-jari,
t 9 s
sebaiknya sumbu x diambil besaran : r 2 dan sumbu y :
1 d
besaran : . Contoh lagi misal I  I 0 e sebaiknya
t
diubah menjadi ln I  ln I 0  d dengan sumbu x :

adalah d dan sumbu y : adalah ln I .


c. Nilai skala baik pada sumbu x mapun sumbu y harus
dipilih bulat dan dapat memberikan kemiringan grafik
(slope) pada kisaran antara 300 sampai 600.
d. Gunakan minimal 10 buah titik data, setiap titik data
ditulis dengan jelas, serta nilai ralat di setiap titik data
(biasanya berarah sumbu y), digambar sebagai garis ke
atas dan ke bawah dari titik data itu.
e. Ambillah skala yang sederhana, misal 1 cm di kertas grafik
mewakili 1 satuan (atau 10, 100, 0,1 dst). Kalau pilihan ini
mengakibatkan lukisan grafik menjadi terlalu besar atau
terlalu kecil ambillah 1 cm mewakili 2 atau 5 unit (atau 10
pangkatnya).
f. Jangan memasang titik-titik pengamatan terlalu dekat satu
sama lain, dan juga jangan terlalu jauh.

26
g. Penulisan angka pada sumbu-sumbunya hendaknya yang
sederhana, misal jangan dituliskan angka 0,000005 tetapi
5x10-6.
h. Berilah tanda yang jelas pada titik-titik pengamatan,
gunakan tanda berbeda bila melukiskan beberapa kurva di
satu grafik.
i. Tarik garis grafik secara halus dan merata (atau garis
lurus) yang menerusi daerah titik-titik pengamatan, jangan
melukis garis patah-patah yang menghubungkan tiap dua
titik pengamatan yang berurutan.
j. Grafik garis lurus jangan dipaksa ditarik melalui titik nol,
tetapi hendaknya ditarik garis lurus yang paling cocok
melalui daerah titik-titik pengamatan. Dengan cara ini
mungkin satu atau lebih ralat sistematis akan terungkap.
k. Garis ditarik melalui titik-titik data terboleh jadi, artinya
tidak setiap titik data harus dilalui. Slope ketidakpastian
ditarik dari titik data paling menyimpang di kedua ujung
data dan dihubungkan dengan titik tengah (pusat) data.
Kedua garis itu memberi makna, bahwa siapapun yang
menarik garis selalu antara garis terboleh jadi dan garis
ketakpastian.
l. Garis yang melalui titik-titik data terbolehjadi
memberikan slope terbolehjadi, sedangkan garis yang
melalui ujung titik data grafik yang paling menyimpang
memberikan slope ketidakpastian. Slope terbolehjadi dan

27
slope ketidakpastian digunakan untuk menentukan nilai
ukur (yang dituju) terboleh jadi dan ketidakpastiannya.

28
Percobaan 1

HUKUM OHM

I. Tujuan
1. Memahami prinsip Hukum Ohm
2. Mempelajari pengaruh hambatan yang dirangkai secara seri
dan paralel terhadap besarnya tegangan dan arus listrik
3. Menentukan besarnya hambatan listrik dengan menggunakan
hubungan antara tegangan dan arus listrik

II. Dasar Teori


2.1 Arus Listrik
Gejala kelistrikan ditimbulkan oleh aliran muatan listrik
antara dua titik. Semua alat listrik yang setiap hari kita gunakan
merupakan susunan komponen-komponen listrik yang
membentuk jalur tertutup yang disebut rangkaian. Bila kita
berbicara tentang listrik, maka tidak akan lepas dari hambatan,
kuat arus dan tegangan. Karena ketiga komponen tersebut yang
paling erat hubungannya dengan listrik. Arus listrik hanya
mengalir pada suatu rangkaian tertutup, yaitu rangkaian yang
tidak berpangkal dan tidak berujung. Besaran yang menyatakan
arus listrik disebut kuat arus listrik I, yang didefinisikan sebagai
banyak muatan positif ∆Q yang mengalir melalui penampang
kawat penghantar per satuan waktu Δt.

29
Q dQ
I  lim  (1)
t  0 t dt
Satuan untuk arus listrik adalah Ampere atau Coulomb per detik
(C/s).

Gambar 1.1 Peristiwa terjadinya arus listrik

2.2 Hukum Ohm


Pada tahun 1827, George Simon Ohm (German, 1787-1854)
melakukan percobaan untuk menentukan hubungan antara kuat
arus I dan tegangan V.

5
tegangan V (volt)

2
α
1

0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
kuat arus I (ampere)

Gambar 1. 2 Grafik hubungan V dengan I

30
Jika kemiringan grafik disebut hambatan R, maka hubungan
antara tegangan V dan kuat arus I dapat dinyatakan dengan
persamaan :
R = tan α (2)
di mana α adalah sudut antara sumbu kuat arus dan garis grafik.
atau
V=IR (3)
Persamaan (3) dinyatakan oleh Simon Ohm, sehingga
dinamakan hukum ohm, yang berbunyi : tegangan V pada
komponen yang memenuhi hukum ohm adalah sebanding
dengan kuat arus I yang melalui komponen tersebut, jika suhu
dijaga konstan.
V
Persamaan (3) dapat pula ditulis R  ; sehingga satuan SI
I
untuk hambatan adalah volt per ampere (V/A) atau ohm (Ω).

2.3 Resistor dalam Sambungan Seri dan Paralel


Dalam suatu rangkaian listrik umumnya akan digunakan
beberapa hambatan. Hambatan tersebut kadang-kadang disusun
secara seri, paralel atau campuran seri dan paralel.

a x y b R2
a
R1 R2 R3 R3
I I

seri paralel
Gambar 1.3 Rangkaian hambatan seri dan paralel

31
Hambatan ekivalen: hambatan tunggal dari gabungan beberapa
resistor.

Vab  I .Rek atau Rek  Vab (4)


I

2.3.1 Sambungan Seri


Untuk sambungan seri, besarnya tegangan masing-masing titik
adalah sebagai berikut :
Vax  IR1 ; Vxy  IR2 ; Vyb  IR3

Besarnya arus listrik (I) yang mengalir adalah sama dalam


semua resistor maka selisih potensial Vab adalah jumlah selisih-
selisih potensial individu.
Vab  Vax  Vxy  Vyb  I R1  R2  R3 
Vab
 R1  R2  R3 (5)
I
Rek  R1  R2  R3
Hambatan ekivalen (Rek) dari sebarang banyaknya resistor seri
sama dengan jumlah hambatan-hambatan individualnya.

2.3.2 Sambungan Paralel


Arus yang melalui tiap resistor tidak sama, tapi beda
potensial setiap resistor harus sama dengan Vab.
Vab
I1  ; I2 
Vab ;
I3 
Vab
R1 R2 R3

32
1 1 1 
I  I1  I 2  I 3  Vab    
 R1 R2 R3 
I 1 1 1 (6)
  
Vab R1 R2 R3
1 1 1 1
  
Rek R1 R2 R3

Khusus untuk 2 hambatan yang disusun secara paralel,


besarnya hambatan pengganti dapat ditentukan melalui
persamaan:
1 1 1 R1  R2
  
Rek R1 R2 R1R2
(7)
RR
Rek  1 2
R1  R2

Karena Vab  I1R1  I 2 R2 maka:

I1 R2
 (8)
I 2 R1

III. Alat dan Bahan


No. Bahan Jumlah
1. Penghubung (konektor) 2
2. Resistor 100 Ohm 2
3. Kabel penghubung, 25 cm, merah 1
4. Kabel penghubung, 25 cm, biru 1
5. Kabel penghubung, 50 cm, merah 2
6. Kabel penghubung, 50 cm, biru 2
7. Lampu filamen 12 V / 0,1 A, E10 1
8. Multimeter analog 2

33
9. Power Supply, 0-12 V DC, 6 V AC, 12 V AC 1

IV. Prosedur Kerja


A. Percobaan Skema A
1. Siapkan alat dan bahan!
2. Rangkailah alat dan bahan seperti pada skema A!
3. Periksa rangkaian, tanyakan pada asisten apakah
rangkaian sudah benar!
4. Nyalakan power supply!
5. Variasikan tegangan pada power supply, lihat nilai
tegangan yang terukur pada multimeter!
6. Lihat nilai arus yang terukur pada multimeter!
7. Catat nilai tegangan dan arus pada setiap perubahan
tegangan power supply pada tabel data percobaan!
8. Buat grafik hubungan antara tegangan (V) dan kuat arus
(I) untuk menentukan besarnya hambatan lampu!

B. Percobaan Skema B dan Skema C


1. Siapkan alat dan bahan!
2. Rangkailah alat dan bahan seperti pada skema B!
3. Periksa rangkaian, tanyakan pada asisten apakah
rangkaian sudah benar!
4. Nyalakan power supply!
5. Variasikan tegangan pada power supply, lihat nilai
tegangan pada masing-masing resistor yang terukur
multimeter!

34
6. Lihat nilai arus pada masing-masing resistor yang terukur
multimeter!
7. Catat nilai tegangan dan arus pada setiap perubahan
tegangan power supply pada tabel data percobaan.
8. Ulangi percobaan untuk skema C!

Skema Percobaan

Skema A Skema B
v 100 Ω 100 Ω

L
A A

ε ε

Rangkaian untuk lampu/resistor Rangkaian untuk resistor seri

Skema C

100 Ω

100 Ω
A

Rangkaian untuk resistor paralel

35
V. Metode Analisa Data
1. Buatlah tabel antara tegangan (V) dan kuat arus (I) dan
tentukan nilai hambatan (R) dengan menggunakan hukum
Ohm!

Vps (volt) Vterukur (volt) Iterukur (ampere)


2
4
6
8
10

2. Untuk skema A, buatlah grafik antara tegangan (V) dan kuat


arus (I) dan tentukan nilai hambatan (R) dengan
menggunakan gradien grafik!
3. Bandingkan kedua hasil analisa 1 dan 2!
4. Untuk skema B dan C, analisa besarnya tegangan dan kuat
arus yang mengalir pada masing-masing resistor!

VI. Evaluasi
1. Apakah nilai hambatan (R) dipengaruhi oleh arus dan
tegangan sumber? Jelakan pendapat anda!
2. Setelah didapatkan nilai tegangan dan arus pada rangkaian
seri dan paralel, apa yang dapat disimpulkan dari data anda
dan jelaskan!

36
3. Jelaskan kembali konsep hukum Ohm setelah anda
bereksperimen!

VII. Referensi
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sutrisno, 1979, Seri Fisika, Fisika Dasar: Listrik Magnet dan
Termofisika, Penerbit ITB, Bandung.

37
Percobaan 2

HUKUM LENSA

I. Tujuan
1. Memahami sifat-sifat dasar lensa
2. Memahami proses pembentukan bayangan pada lensa
3. Memahami sifat-sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa
negatif dan positif
4. Menentukan panjang fokus dan daya lensa positif dan
negatif

II. Dasar Teori


Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua bidang
bias dengan minimal satu permukaan tersebut merupakan
bidang lengkung. Beberapa bentuk standar dari lensa
ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Bentuk standar lensa: (a) lensa positif dan (b) lensa
negatif.

38
Perihal pembiasan oleh lensa diuraikan dengan memakai
metode seperti permukaan lengkung secara berturutan.
Bayangan yang dibentuk oleh permukaan pertama menjadi
benda untuk permukaan kedua. Gambar (4.2) memperlihatkan
sinar-sinar yang memancar dari titik Q (dari benda PQ).
Permukaan pertama lensa L membentuk bayangan semu di titik
Q’. Bayangan ini seolah-olah menjadi benda bagi permukaan
kedua yang membentuk bayangan dari Q’ di Q”.
Jarak s1 adalah jarak benda untuk permukaan pertama, s1’
adalah jarak bayangannya. Jarak benda untuk permukaan kedua
dalah s2, sama dengan s1’ditambah tebal lensa t, dan s2’ adalah
jarak bayangan dari permukaan kedua.
Jika lensa tipis tebal t kecil jika dibanding dengan s1, s1’, s2
dan s2’ sehingga dapat diabaikan. Dengan demikian s1’ dapat
dianggap sama dengan s2, serta pengukuran jarak benda dan
bayangan dapat dilakukan dari vertex lensa, misalkan kedua sisi
lensa dilingkupi udara (indeks bias 1,0).
Untuk pembiasan oleh permukaan pertama, persamaan
pembentukan bayangan adalah :
1 n n  1
  (1)
s1 s  R1
1

Sedangkan untuk permukaan kedua adalah :


1

n

1  n  (2)
s2 s  R2
2

39
Jika kedua persamaan di atas dijumlahkan, maka s2 = t-s1 dan
mengingat bahwa lensa sedemikian tipisnya sehingga s2 = -s1’,
sehingga diperoleh :

 1 
 n  1 
1 1 1
  (3)
s1 s   R1 R2 
2

Q’

L
Q
P’ y P’’
P y
Q’

S1 t
S1 S2
’ S2 ’

Gambar 2.2 Bayangan yang dibentuk oleh permukaan


pertama sebuah lensa menjadi benda untuk
permukaan kedua

Karena s1 adalah jarak benda dan s2’ adalah jarak bayangan


untuk lensa tipis, maka tanda persamaan di atas dapat
disederhanakan menjadi:

 1 1 
  n  1 
1 1
 (4)
s s  1
R R 2 

Panjang fokus lensa dirumuskan :

 1 
 n  1 
1 1
 (5)
f  R1 R2 
40
Persamaan ini dikenal dengan persamaan pembuat lensa.
Substitusi persamaan (4) ke dalam persamaan (5) menghasilkan:
1 1 1
  (6)
s s f
Persamaan ini dikenal sebagai persamaan lensa tipis
rumusan Gauss, dinamakan demikian sebagai penghargaan
kepada ahli matematika Karl F. Gauss.
Perbesaran yang dihasilkan oleh sebuah lensa adalah hasil
perbesaran dari tiap-tiap permukaannya, untuk lensa tipis
berlaku :
s
M   atau
s

y
M   (7)
y
Bila panjang fokus lensa dinyatakan dalam cm, maka daya
lensa didefinisikan sebagai:
1
D (8)
f

III. Alat dan Bahan


1. Lintasan optik dengan skala 1
2. Sumber cahaya 1
3. Power supply 1
4. Lensa positif 1
5. Lensa negatif 1

41
6. Layar 1
7. Objek 1

IV. Prosedur Kerja


1. Mulailah dengan berdo’a terlebih dahulu.
2. Susunlah peralatan percobaan seperti gambar (2.3).

lensa Benda + sumber cahaya


layar

Gambar 2.3. Skema peralatan

3. Pasang lensa +100 di depan benda.


4. Tentukan jarak benda tertentu s, kemudian atur layar
sedemikian rupa sehingga diperoleh bayangan yang paling
tajam. Amati dan catatlah jarak bayangan s’.
5. Lakukan langkah (4) untuk jarak benda yang berbeda-beda.
6. Ulangi percobaan dengan menggunakan kombinasi dua lensa
(+100 dan +50).
7. Pasanglah lensa positif didepan lensa negatif untuk
menentukan bayangan yang dibentuk oleh lensa negatif (-
50).

V. Metode Analisa Data


1. Buatlah tabel seperti di bawah ini :

42
No 1 1 1 D
s s' f

1
2. Dari persamaan (6) buatlah grafik hubungan antara dan
s
1
dalam kertas millimeter. Garis linear tersebut
s'
diperpanjang sehingga memotong absis dan ordinat grafik.
Tentukan panjang fokus f dari lensa dengan menggunakan
titik potong grafik terhadap sumbu-sumbunya. Tentukan
pula daya lensa menggunakan persamaan (8) dan
ketidakpastiannya.
3. Jelaskan karakteristik bayangan yang terbentuk oleh lensa
positif dan lensa negative hasil percobaan!

VI. Evaluasi
1. Jelaskan sifat-sifat bayangan nyata dan maya yang dibentuk
oleh lensa!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan titik api!
3. Untuk melukiskan bayangan, biasanya digunakan 3 sinar
istimewa. Gambarkan dan beri penjelasannnya!
43
4. Mengapa lensa positif disebut lensa konvergen ?

5. Apa maksudnya : lensa berdaya  3 12 D ?

VII. Referensi
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tim praktikum fisika dasar. 2009. Buku Panduan Praktikum
Fisika Dasar, Jurusan Fisika FMIPA UNNES Semarang.

44
Percobaan 3

INDEKS BIAS PRISMA DAN


PLANPARALEL

I. Tujuan
1. Menentukan indeks bias lensa planparalel
2. Menentukan indeks bias prisma
3. Menentukan deviasi minimum prisma

II. Dasar Teori


 Pembiasan oleh Permukaan Datar Sejajar (Plan Paralel)
Pada gambar 3.1 sinar datang pada permukaan atas sebuah plat
tembus cahaya dengan sudut datang 1. Permukaan-permukaan
plat itu datar dan sejajar satu sama lain. Sudut bias pada
permukaan atas adalah 1’ serta sudut datang dan sudut bias
pada permukaan bawah masing-masing adalah 2 dan 2’.
Misalkan indeks bias medium di luar plat itu adalah n,
sedangkan indeks bias plat itu adalah n’ dengan n’> n.
Berdasarkan hukum Snell
sin 1 n sin  2 n
 dan  (1)
 n  n
sin 1 sin  2
dari gambar terlihat bahwa

1   2
Jika hubungan-hubungan di atas dikombinasikan, diperoleh :
45
1   2 
Hubungan terakhir ini berarti bahwa sinar yang keluar sejajar
dengan sinar datang.

n 1

n’ 1’
2 Q

n P
2’

Gambar 3.1. Pembiasan oleh plat sejajar

 Pembiasan oleh Prisma


Tinjau sinar cahaya yang mengenai salah satu permukaan
prisma dengan sudut datang , seperti diperlihatkan oleh gambar
3.2a. Misalkan indeks bias prisma adalah n, dan A adalah sudut
puncaknya, sedangkan medium di luar prisma itu adalah udara.
Bagian yang hendak ditentukan adalah sudut deviasi δ. Hal ini
menyangkut ketelitian melihat. Untuk meninjau pembiasan pada
permukaan pertama dan kedua juga digunakan hukum Snell.
Setelah keluar dari permukaan kedua, dapat ditentukan sudut
deviasinya.

46
Meskipun metodenya cukup mudah, persamaan untuk
menentukan δ pada umumnya agak sulit. Tetapi yang sudah
jelas adalah jika sudut datang berkurang maka sudut deviasinya
mulanya berkurang kemudian bertambah besar lagi. Sudut
deviasi akan berharga minimum jika sinar melalui prisma secara
simetris, seperti ditunjukkan oleh gambar 3.2b. Sudut δm
disebut deviasi minimum. Dalam keadaan khusus seperti itu,
hubungan antara δm dengan sudut prisma dan indeks biasnya
dinyatakan dalam persamaan :
 m 
sin  A  
n  2  (2)
A
sin
2

A A A
 2 2
 δm
δ1
n
1’

(a) (b)
Gambar 3.2. (a) Deviasi oleh prisma, (b) Deviasi minimum terjadi jika sinar
melalui prisma secara simetri

Indeks bias suatu bahan yang tembus cahaya dapat diukur


dengan menggunakan persamaan di atas. Sampel bahan padat
yang hendak diketahui indeks biasnya itu dipotong dan diasah
sampai berbentuk prisma. Sudut prisma A dan sudut deviasi
47
minimum diukur. Sudut-sudut ini dapat diukur dengan ketelitian
yang tinggi, sehingga metode ini merupakan cara yang
memberikan hasil yang sangat seksama.
Bila sudut prisma kecil, maka sudut deviasi minimum juga
kecil sehingga dapat mengganti sinus sudut dengan besar sudut
itu sendiri. Dalam keadaan demikian diperoleh :

n
 A  m
atau
A
m  n  1A (3)

III. Alat dan Bahan


Alat & bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah :
1. Kaca plan paralel 1
2. Prisma 1
3. Jarum 10
4. Mistar 1
5. Busur pengukur sudut 1
6. Gabus karet 4
7. Beberapa lembar kertas HVS

IV. Prosedur Kerja


Untuk mengukur indeks bias kaca plan paralel, lakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Siapkan selembar kertas HVS yang masih kosong dan bersih,
letakkan di atas meja. Letakkan kaca plan paralel di atas meja

48
tersebut, gambar segi empat dengan cara menggaris tepi kaca
plan paralel.
2. Tancapkan jarum / paku kira-kira di tengah garis panjang
dari segi empat yang telah dibuat, sejajar dan menempel
salah satu sisi kaca. Kemudian tancapakan satu jarum lagi di
sembarang titik di sisi kaca tidak menempel dan membentuk
sudut terhadap garis normal sisi kaca.

Jarum/paku
n 1

1’ 2 O Pergeseran sinar


n’
Plan paralel
n
2’

(a) (b)
mata

Gambar 3.3 Skema susunan percobaan penentuan indeks bias kaca plan paralel.
(a) Jarum atau paku sebagai representasi benda dan bayangan, (b)
Analisis jalannya sinar dan besarnya sudut datang dan sudut bias.

3. Dari sisi yang berseberangan lihatlah dua jarum tadi,


gerakkan kepala Anda sehingga melihat jarum tadi berimpit.
Tancapkan dua jarum lagi, salah satu menempel kaca dan
yang lain berada pada jarak tertentu dari kaca. Keempat
jarum yang telah tertancap harus terlihat berimpit antara satu
dengan yang lainnya.

49
4. Singkirkan kaca plan paralel dari atas kertas, kemudian cabut
pula jarum-jarumnya. Perhatikan titik-titik lubang berkas
menancapnya jarum.
5. Hubungkan titik-titik lubang berkas jarum sehingga
membentuk garis. Buatlah juga garis normal sisi kaca yang
melewati titik lubang jarum.
6. Ukur sudut datang dan sudut bias dengan menggunakan
busur pengukur sudut. Ukur pula jarak pergeseran antara
sinar yang masuk dan sinar yang keluar kaca. Catat hasil
pengukuran Anda pada tabel.
7. Lakukan kegiatan 1 s/d 6 sebanyak 5 kali, untuk beberapa
sudut datang yang berbeda.

Untuk menentukan indeks bias prisma, dan menentukan


deviasi minimumnya, lakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Siapkan selembar kertas HVS yang masih kosong dan bersih,
letakkan di atas meja. Letakkan prisma di atas kertas
tersebut. Gambar segitiga dengan cara menggaris tepi
prisma.
2. Tancapkan jarum / paku kira-kira di tengah sisi garis segitiga
yang telah dibuat sejajar dan menempel salah satu sisi
prisma. Tancapkan salah satu jarum lagi di suatu titik pada
sisi prisma dan tidak menempel pada prisma, sehingga sudut
datang  sebesar 300 (lihat gambar skema).

50

prisma
mat
a
Gambar 3.4 Skema susunan alat percobaan penentuan indeks bias
prisma

3. Dari sisi prisma yang lain lihatlah dua jarum tadi lewat dalam
prisma. Gerakkan kepala Anda sehingga melihat kedua
jarum tadi berhimpit. Tancapkan dua jarum lagi, salah satu
jarum menempel pada prisma sedangkan jarum yang lain
tidak menempel. Keempat jarum tersebut harus terlihat
berhimpit satu dengan yang lainnya.
4. Singkirkan prisma dari atas kertas, kemudian cabut pula
jarum-jarumnya. Perhatikan titik lubang berkas
menancapnya jarum.
5. Hubungkan titik-titik lubang berkas jarum sehingga
membentuk garis. Buat juga garis normal sisi prisma yang
melewati titik lubang jarum.
6. Ukur sudut sinar datang dan sudut sinar bias (deviasi
pertama) terhadap garis normal sisi pertama prisma. Catat
hasil-hasil pengukuran saudara pada tabel.

51
7. Lakukan kegiatan 1 s/d 7 untuk beberapa sudut datang yang
berbeda yaitu untuk sudut datang 300, 350, 400, 450, 500, 550,
600, 650, 700 dan 750.

A
Gambar 3.5 Analisis jalannya
δ sinar dan sudut deviasi
prisma, δ1 adalah sudut
 δ1 deviasi oleh permukaan
pertama, δ adalah sudut
deviasi prisma
n

V. Metode Analisa Data


1. Penentuan indeks bias plan paralel dan prisma
- Buatlah tabel antara sudut datang, sudut bias dan tentukan
indeks bias kaca plan paralel dengan menggunakan hukum
snellius.
- Buatlah grafik antara sudut datang dan sudut bias untuk
menentukan indeks biasnya.
No sudut datang (1) Sudut bias (2)

2. Penentuan deviasi minimum prisma.


3. Tentukan besarnya deviasi minimum prisma dengan
menggunakan persamaan 3.

52
VI. Evaluasi
1. Jelaskan hubungan antara sudut datang dengan sudut bias
terhadap garis normal berdasarkan percobaan pada lensa
planparallel !
2. Bagaimana hubungan antara besar pergeseran dengan besar
sudut datang? Nyatakan juga pernyataan Saudara dengan
perumusan matematis?
3. Bandingkan hasil yang diperoleh dalam penentuan indeks
bias prisma jika menggunakan hukum snellius dan deviasi
minimum!

VII. Referensi
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Sutrisno, 1979, Seri Fisika, Fisika Dasar: Listrik Magnet dan
Termofisika, Penerbit ITB, Bandung.
Tim praktikum fisika dasar. 2009. Buku Panduan Praktikum
Fisika Dasar, Jurusan Fisika FMIPA UNNES
Semarang.

53
Percobaan 4

GELOMBANG STASIONER
(HUKUM MELDE)

I. Tujuan
1. Memahami konsep gelombang stasioner
2. Mempelajari pola gelombang stasioner dalam dawai
3. Menentukan cepat rambat gelombang dalam dawai
4. Menentukan frekuensi sumber getar

II. Dasar Teori


Pernahkan Anda mengamati getaran dawai gitar saat dipetik?
Memetik salah satu dawai gitar dengan memvariasikan tegangan
dawai gitar akan menghasilkan bunyi yang berbeda pula.
Dapatkah Anda menjelaskan hal tersebut mengapa terjadi?
 Definisi Gelombang
Gelombang didefinisikan sebagai getaran yang merambat
melalui medium (zat padat, zat cair, dan zat gas) atau tanpa
melalui medium. Jenis gelombang dapat dikelompokkan
berdasarkan karakter gelombang itu sendiri, bisa berdasarkan
arah rambatnya, bisa berdasarkan amplitudonya, atau cara
rambat dan medium yang dilalui. Bentuk ideal dari suatu
gelombang akan mengikuti gerak sinusoide.
 Gelombang Stasioner

54
Berdasarkan amplitudonya (simpangannya), gelombang
dapat dikategorikan dalam 2 jenis, yakni gelombang berjalan
dan gelombang diam (stasioner). gelombang yang amplitudonya
tetap pada titik yang dilewatinya disebut dengan gelombang
berjalan. Sedangkan gelombang yang amplitudonya tidak tetap
pada titik yang dilewatinya dinamakan gelombang stasioner.
Gelombang stasioner terbentuk dari interferensi dua buah
gelombang datang dan pantul yang masing-masing memiliki
frekuensi dan amplitudo sama tetapi fasenya berlawanan.
Besaran yang khas pada materi gelombang dan yang
membedakan dari materi bahasan getaran, adalah besaran
panjang gelombang. Panjang gelombang pada gelombang
stasioner dapat diamati dari tampilan simpul dan perutnya.
Simpul adalah amplitudo minimum atau tidak ada simpangan,
sedangkan perut adalah amplitudo maksimum.
Gelombang berdiri atau gelombang stasioner pada dawai
gitar dihasilkan dari interferensi gelombang datang dan
gelombang pantul. Panjang gelombang pada gelombang berdiri
dapat diamati dari tampilan simpul dan perutnya. Gelombang
berdiri mempunyai amplitudo yang berbeda di setiap titiknya.
Amplitudo maksimum disebut perut, sedangkan amplitudo nol
atau tidak ada simpangan disebut dengan simpul.
 Hukum Melde
Percobaan Melde digunakan untuk menyelidiki cepat rambat
gelombang transversal dalam dawai.

55
Perhatikan gambar di bawah ini.

Gambar 4.1 Percobaan Melde


Pada salah satu ujung tangkai garpu tala diikatkan erat-erat
sehelai kawat halus lagi kuat. kawat halus tersebut ditumpu pada
sebuah katrol dan ujung kawat diberi beban, misalnya sebesar g
gram. Garpu tala digetarkan dengan elektromagnet secara terus
menerus, hingga amplitudo yang ditimbulkan oleh garpu tala
konstan. Untuk menggetarkan ujung kawat A dapat pula dipakai
alat vibrator. Getaran tersebut akan membentuk pola gelombang
stasioner dalam kawat dan jika diamati akan terlihat adanya
simpul dan perut sepanjang kawat tersebut.
Secara umum untuk menentukan cepat rambat gelombang
dalam dawai dapat dituliskan sebagai berikut :
(1)

Percobaan Melde juga menunjukkan bahwa massa beban


menghasilkan gaya berat atau tegangan dawai. Tegangan dawai
secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
(2)

56
dengan
F = Gaya berat (N)
m = massa beban (kg)
g = percepatan gravitasi bumi (m/s2)
Frekuensi gelombang sama dengan frekuensi sumbernya,
sedangkan laju gelombang pada dawai ditentukan oleh tegangan
dan kerapatan massa linear dawai. Secara matematik laju
gelombang pada dawai dinyatakan dalam bentuk persamaan
sebagai berikut:

(3)

(4)

dengan
v = cepat rambat gelombang dalam dawai (m/s)
F = Tegangan dalam dawai (N)
μ = rapat massa dawai (kg/m)

III. Alat dan Bahan


Alat & bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah :
1) Sumber frekuensi/getaran
2) Power supply
3) Papan berskala
4) Kabel
5) Beban
6) Benang/senar
57
IV. Prosedur Kerja
1) Rangkai alat seperti gambar 4.1. Hubungkan kabel vibrator
dengan power supply pada tegangan AC 6V. Lilitkan tali
pada vibrator.
2) Pasang beban pada pengait. Beban ini menjadi faktor
besarnya tegangan pada tali.
3) Hidupkan sumber getar (vibrator), lalu amati pola simpul dan
perut yang terjadi.
4) Ganti beban dengan massa yang bervariasi.
5) Amati pola gelombang yang terjadi.
6) Catat hasil pengamatan anda dalam tabel pengamatan.

V. Metode Analisa
a. Buatlah tabel hasil pengamatan sebagaimana berikut :
Panjang benang = m
Massa benang = kg

No m (kg) λ (m)

b. Hitung nilai cepat rambat dalam dawai (v) dengan


menggunkan persamaan 3
c. Buatlah grafik antara cepat rambat (v) dan panjang
gelombang (λ) untuk menentukan frekuensi sumber getar

58
d. Dalam setiap hasil analisa data harus ditentukan ketelitian
dan ketepatan pengukuran

VI. Evaluasi
1. Dari hasil eksperimen anda jelaskan apa yang dimaksud
gelombang stasioner?
2. Jelaskan pengaruh penambahan atau pengurangan beban
pada pola gelombang stasioner?
3. Apakah cepat rambat gelombang dipengaruhi oleh massa dan
panjang tali?

VII. Referensi
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Tim praktikum fisika dasar. 2009. Buku Panduan Praktikum
Fisika Dasar, Jurusan Fisika FMIPA UNNES Semarang.
Sutrisno, 1979, Seri Fisika, Fisika Dasar: Listrik Magnet dan
Termofisika, Penerbit ITB, Bandung.

59
Percobaan 5

TEGANGAN PERMUKAAN

I. Tujuan
1. Memahami konsep fisis tegangan permukaan pada zat cair.
2. Menentukan tegangan permukaan zat cair sebagai fungsi
temperatur.

II. Dasar Teori


Molekul pada zat cair yang berada pada tekanan yang
isotropik akan mendapatkan gaya dari molekul-molekul di
sekelilingnya. Resultan gaya yang bekerja pada molekul pada
lapisan batas tidaklah nol, dimana arah gaya tersebut menuju
pusat molekul pada zat cair. Jika zat cair tersebut mempunyai
luas penampang ΔA dan usaha yang dikerjakan sebesar ΔE,
maka besarnya energi permukaan spesifiknya dapat dituliskan
sebagai berikut :

 E
A (1)

Sehingga tegangan permukaannya

 F
 (2)

Dimana F adalah gaya yang bekerja pada permukaan sepanjang


 yang arahnya tangensial terhadap zat cair. Karena dalam
percobaan digunakan cincin sebagai media ukur maka
  2.2r (3)

60
Tegangan permukaan pada zat cair akan naik seiring dengan
kenaikan temperatur, secara matematis hubungannya dituliskan
sebagai berikut :

   ' Tk ' T  (4)

Dimana Tk adalah temperatur kritis, sementara tegangan


permukaan jenisnya dapat dituliskan dengan :

 m   Vm2/ 3 (5)

Dengan mensubstitusi persamaan 5 ke persamaan 4, maka :

 m   'Vm2/ 3 Tk ' T  (6)

Ketika dua cairan dicampur maka tegangan permukaannya akan


menurun. Penurunan tegangan permukaan dikaren akan daerah
permukaan zat cair menjadi penuh oleh karena penambahan
konsentrasi cairan. Persamaan tegangan permukaan sebagai
fungsi konsentrasi cairan dirumuskan oleh Szyskowski sebagai
berikut :

 0   c   'log 1  b ' c  (7)

III. Alat Dan Bahan


Alat & bahan yang diperlukan dalam percobaan ini adalah :
1. Torsion dynamometer 1
2. Hotplate 1
3. Termometer 1
4. Statif 1
5. Tripod base 1
61
6. Cincin,d= 19,65 mm 1
7. Pipet 1
8. Beaker glass 2
9. Clamp 1
10. Aquades
11. Deterjen

IV. Prosedur Percobaan


1. Awali dengan membaca Basmallah.
2. Rangkai alat eksperimen tegangan permukaan seperti pada
gambar 5.1

Gambar 5.1 setting percobaan tegangan permukaan

3. Kaitkan cincin dengan menggunakan benang pada statif


4. Siapkan air dalam gelas beaker dan letakkan di atas hotplate
5. Aturlah sedemikian sehingga cincin tepat di permukaan air
6. Panaskan hot plate
7. Ukur temperaturnya dan variasiakan temperatur dari 400C-
600C dengan interval 5 ºC
62
8. Tariklah cincin dengan torsion, kemudian catat nilai gaya
yang diperlukan sampai cincin terangkat dari permukaan air
9. Gantilah air dengan minyak, dan lakukan seperti langkah di
atas

V. Metode Analisa Data


1. Dari hasil percobaan masukkan data ke dalam tabel berikut.
Volume air = ml
No T ºC F (N)

2. Hitung nilai tegangan permukaannya dengan menggunakan


persamaan 2 pada masing-masing eksperimen
3. Buat grafik antara tegangan permukaan sebagai fungsi
temperatur
4. Analisalah hubungan pada grafik
5. Dalam setiap hasil analisa data harus ditentukan ketelitian
dan ketepatan pengukuran

VI. Evaluasi
1. Dari hasil eksperimen anda jelaskan apa yang dimaksud
tegangan permukaan?
2. Jelaskan pengaruh penambahan atau pengurangan minyak
goreng pada tegangan permukaan cairan?
3. Apakah tegangan permukaan dipengaruhi oleh temperatur?
63
VII. Referensi
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.

64
Percobaan 6

RESONANSI BUNYI

I. Tujuan
1. Memahami gejala resonansi
2. Memahami gelombang bunyi dalam tabung
3. Menentukan cepat rambat bunyi di udara

II. Dasar Teori


Bila garpu penala/sumber bunyi digetarkan di atas tabung
resonansi, maka getarannya akan menggetarkan kolom udara di
dalam tabung resonansi. Dengan mengatur panjangnya kolom
udara di dalam tabung resonansi, maka akan terdengar dengung
menjadi lebih keras, ini berarti terjadi resonansi.
Di dalam tabung resonansi terjadi gelombang longitudinal
diam (stasioner), dengan sasarannya yaitu permukan air sebagai
simpul gelombang, dan mulut tabung sebagai perut gelombang.
Sebenarnya letak perut berada sedikit di atas tabung. Jaraknya
dari mulut sebutlah k, kira-kira 0,3 x diameter tabung.
Resonansi terjadi jika frekuensi nada dasar atau nada atas dari
kolom udara sama dengan frekuensi sumber bunyi.
Bila resonansi terjadi pada nada dasar, maka terdapat satu
simpul dan satu perut pada saat itu yang berarti berlaku :
1
l1  k  λ (1)
4

65
s
p Kolom udara

dengan l1 : panjang kolom udara di dalam tabung minimum


ketika terjadi resonansi untuk yang pertama kali, dan  :
panjang gelombang bunyi di udara. Bila yang beresonansi
adalah nada atas pertama maka terdapat dua simpul dan dua
perut, akan berlaku :
3
l2  k  λ (2)
4

s Kolom udara
p

dengan l 2 : panjang kolom udara yang kedua setelah panjang


minimum saat terjadi resonansi, atau panjang kolom udara
ketika terjadi resonansi untuk yang kedua kalinya.
Selanjutnya untuk nada atas yang ke- n , terdapat n simpul

dan juga n perut, akan memberikan panjang kolom udara l n

dengan ( n  1,2,3,...) akan memenuhi persamaan :

ln  k 
2n 1 λ
atau
4

ln 
2n 1 λ  k
(3)
4

66
Dengan demikian  rata-rata dapat dihitung, jika setiap terjadi
resonansi panjang kolom udara diukur.
Jika cepat rambat bunyi di udara adalah v sedangkan frekuensi
garpu penala/ frekuensi sumber bunyi ( f ) dan panjang
gelombang (  ) akan berlaku hubungan :
v  f (4)
Kombinasi persamaan (1) dan (4) akan memberikan hubungan :
v1
l1  k (5)
4f
sedangkan kombinasi antara persamaan (3) dan (4) akan
memberikan hubungan :
2v v 
ln  n  k atau
4f  4f 
2v
ln  n C (6)
4f
v 
dimana n = 1,2,3,… adalah orde resonansi, dan C   k
 4f 
adalah tetapan.
Cepat rambat bunyi dalam percobaan ini adalah cepat rambat
bunyi ketika suhunya t 0 C atau T kelvin yaitu suhu pada saat
percobaan. Karena cepat rambat bunyi di udara berbanding lurus
dengan akar suhu mutlaknya, maka cepat rambat bunyi pada

suhu 0 0 C atau 273 K yakni v0 dapat dicari dari hubungan :

67
vt T T
  (7)
v0 T0 273

Cepat rambat bunyi pada suhu kamar atau 270 C mestinya dapat
dihitung dengan mengacu ke v0 .

III. Alat dan Bahan


1. Audio generator
2. Speaker
3. Tabung kaca
4. Meteran
5. Tripod base
6. Statif
7. Clamp
8. Botol penampung
9. Gelas ukur
10. Jangka sorong
11. Air

IV. Prosedur Kerja


1. susunlah alat seperti gambar di bawah ini :
f(Hz
)
l
Gambar 6.1. Peralatan percobaan
resonansi bunyi

Selang berisi air


68
2. Ukur suhu kamar, turunkan selang berisi air serendah
mungkin.
3. Letakkan sumber bunyi di atas mulut tabung resonansi,
nyalakan sumber bunyi sambil selang ditarik keatas atau ke
bawah secara perlahan sampai terdengar dengungan keras
untuk yang pertama kali. Saat ini dikatakan terjadi resonansi
pertama. Ukurlah jarak antara permukaan air ke mulut
tabung (panjang kolom udara atau l1 ) .
4. Ulangi lagi kegiatan ini namun dengan menggerakkan selang
dari atas ke bawah pada daerah ketika terjadi resonansi
pertama tersebut.
5. Ulangi kegiatan 1 dan 2 sampai minimal lima kali.
6. Lakukan kegiatan 1 dan 2 dengan mengubah frekuensi
sumber bunyi dari 1 kHz - 5 kHz.
7. Catat hasil pengamatan pada tabel.

V. Metode Analisa Data


a. Buatlah tabel hasil pengamatan sebagaimana berikut :
 Tabel 1 untuk frekuensi sumber bunyi tetap
f = ... Hz, k = ... m
No n l (m) λ (m)

69
 Tabel 2 untuk variasi frekuensi sumber bunyi
n = ...
No l (m) λ (m) f (Hz)

b. Hitung nilai cepat rambat (v) dengan menggunakan


persamaan 6
c. Tentukan pula ketelitian dan ketepatan pengukurannya

VI. Evaluasi
1. Apakah yang dimaksud dengan resonansi dan apa syarat
terjadinya resonansi ?
2. Mengapa jarak antara permukaan tabung harus
diperhitungkan dalam percobaan ini ? Apakah jarak ini perlu
diukur dalam percobaan ?
3. Bunyi dengan frekuensi f merambat di udara pada suhu
tertentu dengan kecepatan v , bila frekuensinya dinaikkan
menjadi 2 f dengan suhu yang sama apakah cepat
rambatnya juga menjadi 2 v ? Jelaskan
4. Apa yang dimaksud dengan gelombang diam? Beri
penjelasan !
5. Selain gelombang longitudinal diam, adakah gelombang
transversal diam ? Jika ada berikan contohnya, jika tidak ada
mengapa?

70
VIII. Referensi
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga,
Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Tim praktikum fisika dasar. 2009. Buku Panduan Praktikum
Fisika Dasar, Jurusan Fisika FMIPA UNNES Semarang.

71
Percobaan 7

PRINSIP TRANSFORMATOR

I. Tujuan
1. Mempelajari prinsip kerja transformator step up.
2. Mempelajari prinsip kerja transformator step down.

II. Dasar Teori


Transformator (trafo) adalah alat yang digunakan untuk
menaikkan atau menurunkan tegangan bolak-balik (AC).
Transformator disusun menggunakan kumparan-kumparan.
Tiap kumparan dililit menggunakan tembaga. Transformator
terdiri dari 3 komponen pokok yaitu: kumparan pertama
(primer) yang bertindak sebagai input, kumparan kedua
(skunder) yang bertindak sebagai output, dan inti besi yang
berfungsi untuk memperkuat medan magnet yang dihasilkan.

72
Jenis-jenis transformator
a. Transformator Step Up
Transformator Step Up adalah transformator yang digunakan
untuk menaikkan tegangan bolak-balik (AC). Pada
transformator ini, jumlah lilitan kumparan sekunder lebih
banyak daripada lilitan kumparan primer.
b. Transformator Step Down
Transformator Step Down adalah transformator yang
digunakan untuk menurunkan tegangan bolak-balik (AC).
Pada transformator ini, jumlah lilitan kumparan primer lebih
banyak daripada jumlah lilitan kumparan sekunder.

Prinsip Kerja Transformator


Prinsip kerja dari sebuah transformator adalah sebagai
berikut. Ketika Kumparan primer dihubungkan dengan sumber
tegangan bolak-balik, perubahan arus listrik pada kumparan
primer menimbulkan medan magnet yang berubah. Medan
magnet yang berubah diperkuat oleh adanya inti besi dan
dihantarkan inti besi ke kumparan sekunder, sehingga pada
ujung-ujung kumparan sekunder akan timbul ggl induksi. Efek
ini dinamakan induktansi timbal-balik (mutual inductance).
Pada skema transformator di bawah, ketika arus listrik dari
sumber tegangan yang mengalir pada kumparan primer berbalik
arah (berubah polaritasnya) medan magnet yang dihasilkan akan

73
berubah arah sehingga arus listrik yang dihasilkan pada
kumparan sekunder akan berubah polaritasnya.

Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer,


tegangan sekunder, dan jumlah lilitan sekunder, dapat
dinyatakan dalam persamaan:

(1)
Vp = tegangan primer (volt)
Vs = tegangan sekunder (volt)
Np = jumlah lilitan primer
Ns = jumlah lilitan sekunder
Pada transformator (trafo) besarnya tegangan yang dikeluarkan
oleh kumparan sekunder adalah:
1. Sebanding dengan banyaknya lilitan sekunder (Vs ~ Ns).
2. Sebanding dengan besarnya tegangan primer ( VS ~ VP).
3. Berbanding terbalik dengan banyaknya lilitan primer ,

74
Sehingga dapat dituliskan:

III. Alat dan Bahan


1. Coil 140 lilitan, 6 tap 2
2. Clamping device 1
3. inti besi pendek (iron core short) 1
4. Inti besi U (iron core U-shaped) 1
5. multimeter analog 2
6. multap transforamator 1
7. Kabel 6

IV. Cara Kerja


Prinsip step down
1. Pasanglah coil 140 lilitan pada clamping device.
2. Pada coil yang akan dijadikan kumparan primer, pilihlah 2
tap sehingga menghasilkan 140 lilitan.
3. Hubungkan kumparan primer ke power supply AC 12 V.
4. Hubungkan secara paralel Kumparan primer dengan
multimeter. Kemudian letakkan selector pada voltmeter AC
30 V.
5. Pada koil yang ditentukan sebagai kumparan sekunder,
pilih tap 140 lilitan.
6. Hubungkan kumparan sekunder dengan multimeter.
Letakkan selector pada voltmeter AC 30 V.

75
7. Colokkan kabel power supply ke sumber listrik PLN, lalu
tekan saklar on pada power supply.
8. Amati nilai yang ditunjukkan oleh dua multimeter. Catat
nilai ini ke dalam table.
9. Tekan off power supply.
10. Gantilah jumlah lilitan kumparan sekunder dengan
mengganti tap, sehingga dihasilkan 112 lilitan.
11. Catat nilai tegangan yang dihasilkan setelah di on kan.
12. Lakukan hal di atas untuk jumlah lilitan yang lebih kecil.

Prinsip step up
1. Pada coil yang akan dijadikan kumparan primer, pilihlah 2
tap sehingga menghasilkan 42 lilitan.
2. Hubungkan kumparan primer ke power supply AC 6 V.
3. Hubungkan secara paralel, Kumparan primer dengan
multimeter. Kemudian letakkan selector pada voltmeter AC
10 V.
4. Pada koil yang ditentukan sebagai kumparan sekunder, pilih
tap 42 lilitan.
5. Hubungkan kumparan sekunder dengan multimeter.
Letakkan selector pada voltmeter AC 30 V.
6. Colokkan kabel power supply ke sumber listrik PLN, lalu
tekan saklar on pada power supply.
7. Amati nilai yang ditunjukkan oleh dua multimeter. Catat
nilai ini ke dalam tabel.
8. Tekan off power supply.
76
9. Gantilah jumlah lilitan kumparan sekunder dengan
mengganti tap sehingga jumlah lilitannya lebih besar dari
kumparan primer.
10. Catat nilai tegangan yang dihasilkan setelah di on kan.
11. Lakukan hal di atas untuk jumlah lilitan yang lebih besar.

V. Metode Analisa Data


1. Masukkan data ke dalam tabel berikut ini
Prinsip step down
No Np Ns Vs Vp

Prinsip step Up
No Np Ns Vs Vp

2. Berdasarkan data percobaan, bagaimana kesimpulan yang


bisa diambil?

77
VI. Daftar Pustaka
PHYWE series of publications • Laboratory Experiments •
Physics • PHYWE SYSTEME GMBH • Göttingen,
Germany.
Tipler, 2001, Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sears dan Zemansky, 2003, Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman, Penerbit Erlangga, Jakarta.
David Halliday& Robert Resnick, 1993, Fisika Jilid 2, Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Giancolli, 2001, Fisika Jilid 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sutrisno, 1979, Seri Fisika, Fisika Dasar: Listrik Magnet dan
Termofisika, Penerbit ITB, Bandung.

78
Percobaan 8

GAYA LORENTZ

I. Tujuan
1. Mempelajari konsep gaya Lorentz
2. Menentukan arah gaya Lorentz
3. Mempelajari induksi magnetik
4. Menentukan besarnya medan magnet

II. Dasar Teori


Bila penghantar berarus diletakkan di dalam medan magnet,
maka pada penghantar akan timbul gaya. Gaya ini disebut
dengan gaya Lorentz. Jadi gaya Lorentz adalah gaya yang
dialami kawat berarus listrik di dalam medan magnet, sehingga
dapat disimpulkan bahwa gaya Lorentz dapat timbul dengan
syarat sebagai berikut :
a. Ada kawat penghantar yang dialiri arus
b. Penghantar berada di dalam medan magnet
Dalam medan magnet yang homogen B, muatan q yang bergerak
dengan kecepatan v akan mengalami gaya Lorentz sebesar :
F=q.v.B (1)
Sedangkan elektron yang bergerak dalam konduktor yang
panjangnya L mempunyai hubungan :
q.v = LL.I (2)

79
Sehingga besarnya gaya Lorentz yang dialami oleh konduktor
dapat dituliskan menjadi :
FL = B.I.L (3)
Arah gaya Lorentz terhadap B dan I pada konduktor dapat
diilustrasikan seperti pada Gambar 8.1 dibawah ini

Gambar 8.1 Ilustrasi Gaya Lorentz

Untuk menunjukkan arah gaya Lorentz digunakan aturan tangan


kanan seperti Gambar 8.1 di atas. Jari-jari tangan kanan diatur
sedemikian rupa, sehingga Ibu jari tegak lurus terhadap telunjuk
dan tegak lurus juga terhadap jari tengah. Bila arah medan
magnet (B) diwakili oleh telunjuk dan arah arus listrik (I)
diwakili oleh Ibu jari, maka arah gaya Lorentz (F) diwakili oleh
jari tengah.

III. Alat dan Bahan


No. Nama Jumlah
1. Power Supply 1
2. Ampermeter 1-5 A DC 2
3. Jembatan Penghubung 1
4. Neraca Massa 1
5. Kabel 2
6. Saklar on/off 1
80
7. Neraca Arus 1
8. Magnet 2
9. Massa 1
10. Pengait 1
11. Set alat gaya Lorentz 1

IV. Prosedur Kerja


1. Awalilah dengan bacaan Basmalah.
2. Rangkailah alat seperti pada Gambar 8.2.
3. Nyalakan DC counter dengan posisi Volt pada 10 V atau
sesuai petunjuk asisten.
4. Lakukan percobaan dengan prosedur sebagai berikut :
4.a Untuk panjang koil konstan
- Variasikan skala arus dari DC counter dari 0-5 A
dengan tidak mengubah panjang koil.
- Catatlah arus yang keluar dari DC counter dengan
membaca skala pada amperemeter.
- Seimbangkan posisi timbangan dengan memutar
skala pada timbangan.
- Catat gaya yang terukur pada tabel.
- Ulangi langkah di atas, dengan mengubah arah arus
yang mengalir pada koil.
4.b Untuk arus konstan
- Ganti koil pada rangkaian alat percobaan gaya
Lorentz dengan l=12,5 mm, 25 mm dan 50 mm.

81
- Seimbangkan posisi timbangan dengan memutar
skala pada timbangan.
- Catat gaya yang terukur pada tabel.

Gambar 8.2 Setting alat eksperimen Gaya Lorentz

V. Metode Analisa
1. Catatlah hasil pengamatan anda dalam tabel
a.1 Untuk l konstan, l = ... m
No I (A) m (kg) F (N)

a.2 Untuk I konstan, I = ... A


No l (m) m (kg) F (N)

2. Tentukan besarnya medan magnet (B) dengan menggunakan


persamaan 3.

82
3. Buatlah grafik antara F dan I, kemudian tentukan nilai B dari
gradien grafik untuk percobaan dengan l konstan.
4. Hitunglah nilai B dengan menggunakan persamaan 3.
5. Tentukanlah ketelitian dan ketepatan pengukuran.

VI. Evaluasi
1. Jelaskan secara singkat dan jelas, tentang Gaya Lorentz!
2. Bagaimana hubungan antara arus dan besarnya gaya pada
suatu kumparan yang dialiri arus?
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan induksi magnetik!
4. Gambarkan grafik hubungan antara besarnya gaya Lorentz
sebagai fungsi arus yang mengalir dalam kumparan!

VII. Referensi
Tipler. 2001. Fisika untuk Sains dan Teknik Edisi Ketiga, Jilid
2. Jakarta : Erlangga.
Sears dan Zemansky. 2003. Fisika Universitas Jilid 2, Hugh D.
Young & Roger A. Freedman. Jakarta : Erlangga.
David Halliday & Robert Resnick. 1993. Fisika Jilid 2. Jakarta
: Erlangga.
Giancolli. 2001. Fisika Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Sutrisno. 1979. Seri Fisika, Fisika Dasar : Listrik Magnet dan
Termofisika. ITB Bandung.

83

You might also like