You are on page 1of 42

PENGARUH STUNTING, RISIKO DAN PENCEGAHANNYA

Keterangan: sedang menunggu ISBN keluar

1. Nova Yohana, S.sos., M.I.Kom.


2. Faisha Aprilia
3. Mutiara Ristyana Putri
4. Rhei Fatah Ismail ATH
5. Elsa Alamanda Husna
6. Asep Kurnia
7. Mefi Septiandini
8. Alyapratiwi
9. Silvia Rahma Meilita
10. Efraim Arapenta Tarigan
11. Riski Fauzi
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................3

I. PENDAHULUAN ..........................................................................4

1.1 Latar Belakang........................................................................... 4

1.2 Tujuan dan Manfaat.................................................................. 5

II. STUNTING PADA ANAK ...............................................................7

2.1 Definisi Stunting ........................................................................ 7

2.2 Karakteristik Stunting ............................................................... 8

2.3 Penyebab Stunting .................................................................. 11

2.4 Dampak Stunting .................................................................... 12

2.5 Pencegahan Stunting .............................................................. 13

III. PENANGANAN STUNTING ......................................................... 28

3.2 Melakukan Sosialisasi ................................................................... 32

3.3Mewaspadai Stunting Sejak Masa Kehamilan ............................... 33

IV. PENUTUP .................................................................................. 38

V. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 40


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT berkat rahmat dan
karunia-Nya, Tim KUKERTA Balik Kampung Universitas Riau Desa Tuah Karya telah
berhasil menyelesaikan buku “Pengaruh Stunting, Risiko, dan Pencegahannya”.

Terima kasih kami ucapkan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa Tuah
Karya, Kecamatan Tuah Madani Kota Pekanbaru yang telah menerima dan membantu
tim dalam pelaksanaan KUKERTA. Disusunnya buku ini dimaksudkan untuk
membantu masyarakat agar dapat menyadari akan bahaya dari stunting dan bagaimana
cara pencegahannya.

Penulis menyadari didalam penyusunan buku ini terdapat banyak


kekurangan, namun penulis berharap buku ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca. Kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak juga penulis harapkan
demi kesempurnaan buku ini kedepannya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Pekanbaru, September 2021

Penulis
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan di


negara berkembang, termasuk Indonesia. Menurut Badan Kesehatan
Dunia(WHO) menyebutkan secara pada tahun 2016, sebanyak 22,9% atau
154,8 juta anak-anak balita stunting. Oleh sebab itu, negara hadir untuk
masyarakat dalam menurunkan stunting melalui suplementasi gizi makro dan
mikro.
“Stunting atau pendek merupakan kondisi gagal tumbuh pada bayi (0-11
bulan) dan anak balita (12-59 bulan), akibat dari kekurangan gizi kronis
terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan sehingga anak terlalu
pendek untuk usianya” (Ramayulis, 2018:9).
Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa
awal setelah bayi lahir, tetapi kondisi stunting baru nampak setelah anak
berusia 2 tahun.Balita dikatakan pendek jika nilai z-score-nya panjang badan
menurut umur (PB/U) atau (TB/U) kurang dari -2SD/ standart deviasi dan
kurang dari –3SD (severely stunted). Balita stunted akan memiliki tingkat
kecerdasan tidak maksimal, menjadi lebih rentan terhadap penyakit, dan di
masa depan dapat beresiko menurunnya tingkat produktivitas.
Pada akhirnya, secara luas stunting akan dapat menghambat
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kemiskinan. Stunting disebabkan
oleh faktor multidimensi, diantaranya praktik pengasuhan gizi yang kurang
baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi
sebelum dan pada masa kehamilan serta setelah ibu melahirkan. Intervensi
yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting perlu
dilakukan pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK) dari anak balita. Peluang
intervensi kunci yang terhenti efektif diantaranya adalah intervensi yang
terkait praktik-praktik pemberian makanan anak dan pemenang gizi ibu.
“Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa hanya
22,8% dari anak usia 0-6 bulan yang menyusu ekslusif dan hanya 36,6% anak
usia 7-23 bulan yang menerima makanan pendamping ASI (MPASI) yang
sesuai dengan praktik-praktik yang direkomendasikan tentang pengaturan
waktu, frekuensi dan kualitas” (Ramayulis, 2018:10).
MPASI diberikan atau mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6
bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi,
MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan berkembang
sistem imunologis anak terhadap makanan dan minuman. Oleh karena itu,
masyarakat dan petugas kesehatan perlu memahami pentingnya ASI ekslusif
dan praktik-praktik pemberian makanan bayi dan anak yang tepat, serta
memberikan dukungan kepada para ibu.
Dokter spesialis gizi klinik dr Diana F. Suganda Mkes., SpGK.,
mengatakan “Saat masa pertumbuhan, anak membutuhkan berbagai jenis zat
gizi mulai dari makronutrien dan mikronutrien” (Tribun Kesehatan, 2017).
Makronutrien mencakup karbohidrat, protein dan lemak, sedangkan
mikronutrien mencakup berbagai vitamin dan mineral di berbagai jenis pangan.
Berbagai jenis zat gizi ini perlu dicerna dan diserap dengan sempurna
oleh saluran pencernaan anak agar semua manfaat dari gizi tersebut dapat
tersebar ke organ-organ tubuh yang diperlukan. Makanan dan minuman yang
dipilih untuk anak sebaiknya mengandung gizi dalam keadaan alami, yang
artinya kandungan gizi terjaga dan tidak rusak, untuk itu orang tua perlu
melakukan proses penyiapannya dengan baik dan benar.

1.2 Tujuan dan Manfaat

Tujuan
1. Untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terutama pada ibu dan
calon ibu mengenai stunting
2. Untuk memberikan informasi tentang cara pencegahan stunting
3. Untuk memberikan informasi tentang khasiat kacang hijau sebagai salah
satu makanan yang dapat membantu mencegah stunting pada anak
4. Untuk memberikan informasi tentang bahan pembuatan bubur kacang
hijau dan cara pengolahan bubur kacang hijau

Manfaat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat, terutama
untuk calon ibu agar lebih paham tentang apa yang dimaksud dengan
stunting, karakteristik stunting, penyebab stunting, dan cara pencegahan
stunting.
II. STUNTING PADA ANAK

2.1 Definisi Stunting

Stunting atau sering disebut juga dengan “Kerdil” ialah kondisi


dimana balita dibawah usia dua tahun memiliki tinggi atau berat badan yang
sangat kurang jika dibandingkan dengan tinggi dan berat badan pada usia
normal balita itu sendiri.
Pertumbuhan yang baik adalah pertumbuhan ukuran fisik sesuai
standarnya, baik itu berat panjang atau tinggi dan lingkar kepala. Lingkar kepala
kecil mempengaruhi kecerdasan karena otak kecil. Pada saat pergi ke pelayanan
kesehatan baik itu rumah sakit, puskesmas maupun posyandu, mintalah untuk
mengukur lingkar lengan atas bagi 6 – 9 bulan. Hal ini akan menentukan
apakah balita gizi buruk, gizi ringan, normal.
Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan meliputi
kemampuan motorik kasar, motorik halus dan bahasa bicara atau cara
berkomunikasi dengan orang (hubungan sosial). Pemeriksaan rutin ke fasilitas
pelayanan kesehatan penting walau tidak dalam kondisi sakit untuk mengecek
pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia balita 3 bulan balita sebaiknya
sudah miring, 4 bulan sudah tengkurep, 8 bulan sudah duduk dan 9 bulan sudah
berdiri dan usia 1 tahun sudah dapat berjalan. Pada usia 2 tahun balita
setidaknya sudah menguasasi 6 kata.Jika mengalami keterlambat berbicara
sebaiknya diperiksakan ke dokter.
Stunting merupakan permasalahan yang serius dan bisa dikatakan kondisi
yang kronis. Penyebab utama dari Stunting yaitu asupan makanan yang tidak
memadai sehingga timbul lah masalah gizi yang buruk dan menyebabkan
tumbuh kembang anak dan perkembangan otak anak menjadi terhambat. Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan bahwa
stunting disebabkan oleh kekurangan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan
yang berlangsung lama. Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam
kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun.
Awal kehamilan sampai anak berusia dua tahun (periode 1000 Hari Pertama
Kehidupan) merupakan periode kritis terjadinya gangguan pertumbuhan,
termasuk perawakan pendek.
Tatalaksana penanganan kasus stunting menitikberatkan pada
pencegahannya bukan lagi proses pengobatan. Orang tua berperan untuk
mengontrol tumbuh kembang anaknya masing-masing dengan memperhatikan
status gizinya. Pertumbuhan dan perkembangan sesudah lahir harus naik atau
baik dan apabila ada masalah harus segera dikonsultasikan ke dokter atau ahli
gizi.

2.2 Karakteristik Stunting

Dikutip dari klikdokter.com, anak yang terkena stunting memiliki ciri ciri
sebagai berikut:
1. Bertubuh Pendek
Anak stunting sudah pasti akan memiliki perawakan pendek. Hal
ini dapat dengan mudah dilihat dan dibandingkan dengan teman-teman
sebayanya. Namun perlu dipahami bahwa tidak semua anak dengan tubuh
pendek pasti mengalami stunting.
Menurut Kemenkes RI, balita diketahui mengalami stunting bila
sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar, dan hasil pengukuran ini berada pada kisaran dibawah normal.
Seorang anak mengalami stunting atau tidaknya tergantung dari
hasil pengukuran tersebut, tidak bisa hanya dengan mengira-ngira atau
langsung mendiaknosis tanpa adanya pengukuran.
Jika merasa sudah memberikan asupan terbaik pada anak namun ia
tetap bertubuh pendek, bisa jadi kondisi tersebut dipengaruhi oleh hal lain
yang bukan stunting.
2. Rentan terhadap penyakit
Anak yang mengalami stunting biasanya ditunjukkan dengan
sistem kekebalan tubuh yang lemah sehingga lebih mudah sakit akibat
kurangnya nutrisi dalam waktu berkepanjangan terutama akibat penyakit
infeksi. Contohnya, demam, muntah, diare, dan penyakit lainnya.
Selain itu, anak yang terkena stunting beresiko tinggi mendapatkan
penyakit kardiovaskular (penyakit jantung) saat dewasa seperti hal nya
penyakit jantunug coroner dan stroke.
Berbagai risiko kesehatan lainnya yang juga bisa terjadi pada pengidap
stunting antara lain diabetes mellitus, hipertensi, dan anemia. Oleh karena
itu, orangtua perlu menerapkan pentingnya keseimbangan gizi saat sedang
hamil dan memantau tumbuh kembang anak setelah lahir.
3. Menurunnya Kemampuan Kognitif
Stunting dapat menyebabkan kemampuan kognitif anak menurun,
ditandai dengan IQ rendah bahkan hingga dikategorikan retardasi mental.
Memiliki ukuran tubuh yang lebih kerdil dari anak seusianya
merupakan akibat dari kurangnya gizi pada masa balita, hal ini akan
mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel saraf pusat otak
pada masa balita akan terhambat dan tidak berkembang secara optimal
sehingga kecerdasan intelektual anak menjadi lebih rendah dibandingkan
anak seusianya.
Tingkat kecerdasan intelektual sangat dipengaruhi oleh perkembangan
otak anak terutama saat balita, perkembangan otak ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti faktor genetika, faktor lingkunga, dan faktor gizi.
Faktor genetic hanya berpengaruh sekitar 30% terhadap kecerdasan
intelektual anak dan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan gizi.
Kemampuan kognitif yang menurun dapat dilihat dari adanya
hambatan dalam perkembangan pada anak. Seperti anak tersebut belum
mampu mengucap kata di usia 2 tahun, atau belum bisa makan sendiri di
usia 1 tahun.
Maka dari itu untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami
masalah gizi yang kronis atau tidak, kita harus mengukur tinggi badannya.
Karena jika berat badan diukur akan mudah diketahui relatif naik atau turun,
misalnya memberi makan banyak selama seminggu, berat badan anak akan
bertambah. Terkena diare sehari, berat badan akan turun. Akan tetapi,
dengan tinggi badan, anak yang pendek tidak bisa langsung jadi tinggi
dengan diberi makanan bergizi dalam seminggu atau sebulan. Perubahan
tinggi badan terjadi dalam waktu lama. Jika anak mengalami masalah gizi
yang lama, tubuhnya menjadi pendek dan mengatasinya perlu waktu lama
(BKKBN, 2021).
4. Dampak Kesuksesan di Kemudian Hari
Tidak sampai disitu, sebuah studi yang menghubungkan antara
anak bertubuh pendek dengan pendapatan yang lebih rendah saat ia dewasa.
Disebutkan bahwa kondisi stunting berisiko menyebabkan sang anak
mengalami kemiskinan di kemudian hari.
Bahkan, ketika sudah dewasa nanti, anak dengan tubuh pendek
akan memiliki tingkat produktivitas yang rendah dan sulit bersaing di dalam
dunia kerja.

Bagi anak perempuan yang mengalami stunting, ia berisiko untuk


mengalami masalah kesehatan dan perkembangan pada keturunannya saat sudah
dewasa. Bayi yang lahir dari ibu dengan tinggi badan di bawah rata-rata berisiko
mengalami komplikasi medis yang serius, bahkan pertumbuhan yang terhambat.
Perkembangan saraf dan kemampuan intelektual bayi tersebut bisa terhambat
disertai dengan tinggi badan anak tidak sesuai usia.
Selayaknya stunting yang berlangsung sejak kecil, bayi dengan kondisi
tersebut juga akan terus mengalami hal yang sama sampai ia beranjak dewasa.
Begitu berat dampak stunting yang bisa dialami anak. Wajar bila kondisi ini
harus mendapatkan perhatian yang sangat besar dari orangtua. Sebisa mungkin
anak harus dijauhkan dan dicegah dari kondisi stunting. Maka itu, orangtua
terutama calon-calon ibu perlu mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan
anak bisa terkena stunting.
5. Sumber Daya Manusia Berkualitas Rendah
Kurang gizi dan stunting saat ini, menyebabkan rendahnya kualitas sumber
daya manusia usia produktif. Masalah ini selanjutnya juga berperan dalam
meningkatkan penyakit kronis degeneratif saat dewasa. Karena itu, Januari
merupakan momen yang tepat bagi semua pihak (para orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah dan parlemen) untuk ikut berperan dalam
menyelesaikan permasalahan gizi anak dan stunting tersebut. Perhatian terhadap
Hari Gizi Nasional bukan semata seremonial, tapi merupakan sebuah bentuk
kewaspadaan terhadap kondisi yang terjadi saat ini, dan kepedulian masa depan
bangsa.
Akademisi, peneliti, dan pemerhati kesehatan masyarakat di lapangan dapat
melakukan riset, mengedukasi masyarakat, dan mengadvokasi untuk melahirkan
kebijakan sesuai dengan rekomendasi riset. Anggota parlemen dan pemerintah
punya peran penting untuk mempercepat mengurangi jumlah penderita gizi
buruk dengan kebijakan dan anggaran yang memadai. Pada masa kampanye,
para calon anggota parlemen semestinya melihat ini sebagai sebuah
permasalahan yang penting yang harus diselesaikan. Kepedulian para caleg
terhadap masalah stunting di daerah-daerah mereka menjadi indikator bahwa
mereka memahami persoalan daerahnya dan peduli membangun generasi masa
depan.

2.3 Penyebab Stunting

Ada banyak ha-hal yang dapat memicu terjadinya stunting. Berikut adalah
penyebab gizi buruk pada Ibu hamil dan bayi yang masih sering ditemui:
1) Pengetahuan Ibu yang Kurang Memadai
Ketika dalam kandungan, bayi sangat membutuhkan nutrisi
yang cukup untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk itu, Ibu
harus dalam keadaan sehat dan memenuhi syarat-syarat gizi baik.
Setelah lahir pun, 1000 hari pertama kehidupan (0-2 tahun)
adalah waktu yang sangat krusial dalam pertumbuhan bayi. Bayi
membutuhkan ASI ekslusif selama 6 bulan dan tambahan makanan
pendamping ASI (MPASI).
2) Infeksi Berulang atau Kronis
Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan yang
sehat. Penyakit infeksi berulang yang dirasakan sejak bayi menyebabkan
tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit.
Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi dengan asupan yang cukup, maka anak
dapat mengalami kekurangan gizi yang akhirnya berujung stunting. Hal
ini terjadi berkaitan dengan kurangnya pengetahuan seorang Ibu dalam
menyiapkan asupan makanan untuk anak dan sanitasi di rumah.
3) Sanitasi yang Buruk
Sulitnya mendapatkan air yang bersih dan sanitasi yang
buruk bisa menyebabkan stunting pada anak. Menggunakan air sumur
yang tidak bersih untuk masak atau minum dan kurangnya kakus
merupakan penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Hal ini bisa
melonjakkan risiko anak menderita diare dan infeksi cacing usus
(cacingan).
4) Terbatasnya Layanan Kesehatan
Tentunya masih banyak daerah tertinggal di Indonesia yang kekurangan
layanan kesehatan. Padahal, selain untuk memberikan perawatan pada
anak atau Ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan juga dibutuhkan untuk
memberi pengetahuan mengenai gizi untuk Ibu hamil dan anak di masa
awal lahir.

2.4 Dampak Stunting

Seperti yang kita ketahui bersama, tidak ada orang tua terutama
calon-calon ibu yang menginginkan anaknya mengalami Stunting atau bertubuh
pendek. Tak hanya memengaruhi perawakan tubuh anak, dampak Stunting bisa
meluas hingga banyak aspek. Bahkan, kondisi stunting dapat menghambat
kesuksesan anak di kemudian hari.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi
Stunting di Indonesia mencapai 37,2 persen. Artinya, pertumbuhan yang tidak
maksimal dialami oleh 8,9 juta anak. Secara jumlah, 1 dari 3 anak Indonesia
mengalami stunting. Angka yang mengkhawatirkan ini harus segera
ditindaklanjuti demi mencegah dampak stunting terhadap anak-anak di
Indonesia.
Dampak buruk yang ditimbulkan oleh stunting yakni :
a. Dampak jangka pendek Stunting bisa berupa :
- gangguan pertumbuhan tubuh
- gangguan metabolisme
- gangguan perkembangan otak hingga mempengaruhi kecerdasan anak

- Sering merasa kesakitan bahkan kematian


- Menghambat pertumbuhan syaraf anak sehingga kognitif menurun
- Perkembangan motorik jadi lamban
- Kesulitan dalam mengungkapkan bahasa ekspresif
- Menurunnya kesehatan reproduksi
- Kapasitas belajar dan performa kurang optimal saat sekolah

b. Dampak jangka panjang stunting antara lain : kekurangan gizi yang


menyebabkan menurunnya kapasitas inlogistelektual. Gangguan struktur dan
fungsi saraf serta sel otak yang terjadi pada balita pengidap stunting bersifat
permanen dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap pelajaran di
usia sekolah yang akan berpengaruh pada produktifitasnya saat dewasa.

2.5 Pencegahan Stunting

Dengan mengacu pada mentalitas UNICEF/Lancet, masalah


stunting terutama dipengaruhi oleh kualitas pengasuhan, cakupan dan layanan
kesehatan, lingkungan dan ketahanan pangan, maka berikut ini upaya untuk
membahas dari perspektif pengasuhan dan ketahanan pangan Tingkat keluarga.
Kedua kondisi ini terkait dengan strategi implementasi yang harus
dilaksanakan. Pengasuhan, termasuk inisiasi menyusu dini (IMD), pemberian
ASI eksklusif hingga 6 bulan, dan pemberian makanan tambahan setelah
menyusui hingga 2 tahun (MPASI) adalah proses yang membantu bayi dan anak
tumbuh dan berkembang.
Kebijakan dan strategi yang mengatur proses pengasuhan terdapat
pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 129 ayat
(2) , Peraturan Pemerintah Nomor 33 tahun 2012 tentang ASI, dan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015.

Amanat pada UU Nomor 36 Tahun 2009 adalah:


a. Setiap bayi berhak mendapatkan ASI Eksklusif sejak dilahirkan selama 6
bulan, kecuali atas indikasi medis.
b. Selama pemberian ASI pihak keluarga, pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat harus mendukung ibu bayi secara penuh dengan penyediaan waktu
dan fasilitas khusus.

UU itu diatur dalam PP Nomor 33 Tahun 2013 tentang ASI yang


menyebutkan:
a. Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif.
Pengaturan pemberian ASI Eksklusif bertujuan untuk:
a) menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI Eksklusif sejak
dilahirkan sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangannya;
b) memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI Eksklusif
kepada bayinya; dan
c) meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah
daerah, dan pemerintah terhadap pemberian ASI Eksklusif.
b. Tenaga kesehatan dan penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan wajib
melakukan inisiasi menyusu dini terhadap bayi yang baru lahir kepada
ibunya paling singkat selama 1 (satu) jam. Inisiasi menyusu dini
sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara
tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit bayi melekat pada kulit ibu.

Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur:


1) Tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah
daerah kabupaten/ kota;
2) Air Susu Ibu Eksklusif;
3) Penggunaan susu formula dan produk bayi lainnya;
4) Tempat kerja dan tempat sarana umum;
5) Dukungan masyarakat;
6) Pendanaan; dan
7) Pembinaan dan pengawasan
Isi dari UU, dan PP tersebut sudah masuk ke Renstra Kemenkes 2015-2019,
dengan menargetkan:
a. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif sebesar
50%.
b. Persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebesar 50
%.
Seperti yang sudah disampaikan , beberapa hal berhubungan
dengan masih rendahnya IMD dan ASI eksklusif dengan kata lain menyangkut
konselor ASI yang belum merata di seluruh Puskesmas. Pelatihan konselor ASI
sudah dilakukan sampai dengan tingkat kabupaten, tapi pelatihan konselor ke
seluruh Puskesmas tidak ada informasi berapa persen Puskesmas yang sudah
mempunyai konselor ASI.
Jika Puskesmas sudah ada konselor ASI tidak diketahui berapa
persen petugas yang berhasil memberikan pengarahan kepada Ibu untuk
meyakinkan supaya melakukan IMD dan menyusui eksklusif.
Permasahalan lainnya ialah masih kurangnya pemantauan
pelanggaran dan penegakan hukum terhadap penggunaan susu formula dan
belum semua tempat kerja menyediakan tempat menyusui seperti yang
ditetapkan.
Setelah bayi berusia 6 bulan, meskipun ketentuannya masih harus
menyusui sampai usia 2 tahun, bayi membutuhkan makanan pendamping agar
pemenuhan gizi untuk tumbuh dapat terpenuhi. WHO/UNICEF dalam
ketentuannya mewajibkan bayi berusia 6-23 bulan dapat MPASI yang dengan
ketetapan mampu menerima minimal 4 atau lebih dari 7 jenis makanan
(serealia/umbi-umbian, kacang-kacangan, produk olahan susu, telur, sumber
protein lainnya, sayur dan buah kaya vitamin A, sayur dan buah lainnya-
Minimum Dietary Diversity/MMD).
Selain itu , yang diperhatikan juga adalah untuk bayi harus
memenuhi ketentuan Minimum Meal Frequency (MMF), yaitu bayi 6-23 bulan
yang diberi atau tidak diberi ASI, dan sudah mendapat MPASI (makanan
lembut /makanan padat, termasuk pemberian susu yang tidak mendapat ASI)
harus diberikan dengan frekuesi sebagai berikut:

a. Untuk bayi yang diberi ASI:


• Umur 6-8 bulan: 2 x/hari atau lebih;
• Umur 9-23 bulan: 3 x/hari atau lebih.
b. Untuk bayi 6-23 bulan yang tidak diberi ASI: 4 x/hari atau lebih.

Lebih lanjut, ketentuan MP-ASI untuk bayi 6-23 bulan, harus memenuhi
Minimum Acceptable Diet (MAD), yaitu gabungan dari pemenuhan MMD dan
MMF. Pada realitanya keadaan ini tidak terpenuhi, pencapaian indikator pola
pemberian makan bayi berdasarkan standar makanan bayi dan anak
(WHO/UNICEF) ternyata masih rendah, hanya 36,6% anak 6-23 bulan yang
asupannya mencapai pola konsumsi yang memenuhi diet yang dapat diterima
(minimal acceptable diet/MAD).

Rancangan untuk ke depan tentang pola asuh, maka disarankan dengan


beberapa hal yaitu :
1. Melakukan monitoring pasca pelatihan konselor menyusui utamanya di
tingkat kecamatan dan desa;
2. Melakukan sanksi terhadap pelanggar PP tentang ASI;
3. Melakukan konseling menyusui kepada pada ibu hamil yang datang ke ante
natal care/ANC (4 minggu pertama kehamilan) untuk persiapan menyusui;
4. Meningkatkan kampanye dan komunikasi tentang menyusui;
5. Melakukan konseling dan pelatihan untuk cara penyediaan dan pemberian
MP-ASI sesuai standar (MAD).
Ketahanan pangan (food security) pada rumah tangga adalah
bagian penting dalam pencegahan stanting. Isu ketahanan pangan termasuk
ketersediaan pangan sampai level rumah tangga, kualitas makanan yang
dikonsumsi (intake), serta stabilitas dari ketersediaan pangan itu sendiri yang
berkaitan dengan akses penduduk untuk membeli.
Persoalan pangan tingkat rumah tangga masih tetap menjadi
masalah global, dan juga di Indonesia, dan ini sangat berkaitan dengan kejadian
kurang gizi, dengan indikator prevalensi kurus pada semua kelompok umur.
Dalam jangka panjang persoalan ini akan menjadi penyebab meningkatnya
stunting, ada proses gagal tumbuh yang kejadiannya diawali pada kehamilan,
sebagai dampak kurangnya asupan gizi sebelum dan selama kehamilan.
Intruksi ketahanan pangan di Indonesia adalah dari UU Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan, dan juga UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, disebutkan antara


lain:
1. Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban meningkatkan pemenuhan
kuantitas dan kualitas konsumsi pangan masyarakat melalui:
a) penetapan target pencapaian angka konsumsi pangan per kapita pertahun
sesuai dengan angka kecukupan gizi;
b) penyediaan pangan yang beragam, bergizi seimbang, aman, dan tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat; dan
c). pengembangan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, bermutu, dan aman;
2. Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban mewujudkan
penganekaragaman konsumsi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi
masyarakat dan mendukung hidup sehat, aktif, dan produktif;
3. Penganekaragaman konsumsi pangan diarahkan untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat dan membudayakan pola konsumsi pangan yang
beragam, bergizi seimbang, dan aman serta sesuai dengan potensi dan kearifan
lokal;
4. Penganekaragaman konsumsi pangan dilakukan dengan:
a) mempromosikan penganekaragaman konsumsi pangan;
b) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk
mengonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang;
c) meningkatkan keterampilan dalam pengembangan olahan pangan lokal;
dan
d) mengembangkan dan mendiseminasikan teknologi tepat guna untuk
pengolahan pangan lokal;
5. Pemerintah menetapkan kebijakan di bidang gizi untuk perbaikan status gizi
masyarakat. Kebijakan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui:
a) penetapan persyaratan perbaikan atau pengayaan gizi pangan tertentu
yang diedarkan apabila terjadi kekurangan atau penurunan status gizi
masyarakat;
b) penetapan persyaratan khusus mengenai komposisi pangan untuk
meningkatkan kandungan gizi pangan olahan tertentu yang
diperdagangkan;
c) pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil, ibu menyusui, bayi, balita, dan
kelompok rawan gizi lainnya; dan
d) peningkatan konsumsi pangan hasil produk ternak, ikan, sayuran, buah-
buahan, dan umbi-umbian lokal;
6. Pemerintah dan pemerintah daerah menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi
setiap 5 (lima) tahun.
Pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
terkait dengan ketahanan pangan tingkat keluarga, tertulis sebagai berikut:
1. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi
perseorangan dan masyarakat, melalui antara lain
a) perbaikan pola konsumsi makanan, dan
b) peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi;
2. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga
miskin dan dalam keadaan darurat;
3. Pemerintah juga bertanggung jawab terhadap pendidikan dan informasi yang
benar tentang gizi kepada masyarakat. (Bab VIII, Pasal 142; ayat 3 UU
36/2009).
Dari pesan tersebut masih banyak yang belum terpenuhi, jika
memperhatikan realita yang ada seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
masih banyaknya kejadian ibu hamil yang asupannya defisit dari sisi energi dan
protein.
Beberapa kegiatan yang terlaksana dari lapangan dan sudah
diwujudkan yaitu :
1) Beras Miskin (Raskin)/Beras Sejahtera (Rastra) (Bulog);
2) Bantuan Pangan Non Tunai (Kementerian Sosial);
3) Program Keluarga Harapan/PKH (Kementerian Sosial);
4) Pemberian Makanan Tambahan/PMT ibu hamil (Kementerian Kesehatan);
5) Bantuan pangan asal sumber lain (Pemda, LSM, dan lain-lain .
Rumor kesenjangan antara kebijakan dan implementasi
perlaksanaan ketahanan pangan penduduk, adalah:

1. Tidak pernah dilakukan perhitungan kekurangan gizi setiap keluarga miskin


yang harus dipenuhi berdasarkan fakta data defisit energi dan protein
(seharusnya perhitungan keku- rangan gizi setiap keluarga miskin yang harus
dipenuhi adalah 500 kkal dan 10 gram protein/ kap/hari);
2. Di lapangan banyak sekali program pemberian bantuan pangan atau PMT dari
sumber yang tidak standar; dan
3. Belum ada kebijakan yang khusus tentang pemenuhan gizi ibu hamil, ibu
menyusui, bayi, balita dan kelompok rawan gizi lainnya.

Rancangan untuk ke depan, ditargetkan , dapat gambaran untuk yang akan


datang antara lain:
1. Dapat disusun rancangan yang secara khusus ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga miskin meliputi target sasaran termasuk ibu hamil, bentuk
jenis makanan harus memenuhi standar gizi, terintegrasi dengan pelayanan
kesehatan yang lain; dan
2. Perlu dibuat standar bantuan pangan.

Ada banyak cara untuk mencegah terjadinya stunting, dari sekian banyak cara
yang ada, berikut beberapa cara yang paling efektif dalam pencegahan stunting:
1. Sosialisasi Pencegahan Stunting
Sosialisasi merupakan kegiatan yang mesti dilakukan dalam
tahapan pemberdayaan masyarakat Desa. Dalam hal penyebaran informasi
pencegahan stunting terutama di Desa dapat berfungsi untuk meningkatkan
pemahaman dan kesadaran Kepala Desa, BPD, dan masyarakat Desa.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak akibat kekurangan
gizi kronis. Beberapa Faktor yang mempengaruhi stunting adalah kurangnya
asupan gizi, riwayat kehamilan, praktek pengasuhan yang kurang baik,
kurang akses ke air bersih & sanitasi dan masih banyak hal yang menjadi
faktor meningkatnya persentasi stunting terutama di masa pandemi dan new
normal ini.
Sosialisasi pencegahan stunting yang semestinya dilakukan dengan
upaya mencukupi kebutuhan gizi sejak anak dalam kandungan hingga usia
dua tahun. Sosialisasi terus dilakukan. Meski demikian, diperlukan juga
kemauan masyarakat untuk dapat menerima hal tersebut, diikuti dengan
kesadaran akan kewajiban menjaga kesehatan.
Saat ini, jumlah anak balita di Indonesia sekitar 22,4 juta. Setiap
tahun, setidaknya ada 5,2 juta perempuan di Indonesia yang hamil. Dari
mereka, rata-rata bayi yang lahir setiap tahun berjumlah 4,9 juta anak. Tiga
dari 10 balita di Indonesia mengalami stunting atau memiliki tinggi badan
lebih rendah dari standar usianya. Tak hanya bertubuh pendek, efek domino
pada balita yang mengalami stunting lebih kompleks.
Selain persoalan fisik dan perkembangan kognitif, balita stunting
juga berpotensi menghadapi persoalan lain di luar itu. Stunting bukan berarti
gizi buruk yang ditandai dengan kondisi tubuh anak yang begitu kurus.
Yang sering kali terjadi, anak yang mengalami terlalu kentara secara fisik.
Anak atau balita stunting umumnya terlihat normal dan sehat. Namun jika
ditelisik lebih jauh ada aspek-aspek lain yang justru jadi persoalan.
Tidak hanya kognitif atau fisik, anak yang mengalami stunting
cenderung memiliki sistem metabolisme tubuh yang tidak optimal. Misalnya
kalau anak lain bisa tumbuh ke atas, dia justru tumbuh ke samping. Ini
kemudian yang berisiko terhadap penyakit tidak menular di Indonesia
seperti diabetes atau obesitas. Tak hanya itu, suatu 18 saat, balita yang
mengalami stunting akan tumbuh menjadi manusia dewasa dan bekerja.
Sayangnya, faktor stunting yang dialami sejak kecil kerap kali menyulitkan
mereka untuk mendapatkan pekerjaan karena keterbatasan kemampuan yang
dimiliki.
2. Mengonsumsi Gizi Seimbang
Stunting diakibatkan oleh rendahnya pengetahuan tentang gizi,
anemia, reinfeksi, sanitasi buruk didalam dan diluar rumah, kurangnya
olahraga, kehamilan yang tidak melakukan pengecekan kepada bidan, dan
sebagainya. Kekurangan gizi tersebut berlangsung lama, sejak masih dalam
kandungan bahkan sejak si ibu masih remaja.
Oleh karena itu, upaya pencegahan harus dilakukan sedini
mungkin. Mencegah stunting berarti memastikan asupan gizi yang baik (gizi
seimbang) sejak masa remaja (putri). Bukan hanya asupan gizi, namun juga
perilaku sehat sudah dipraktikkan sejak remaja untuk mencegah gizi
terbuang percuma atau tidak terserap optimal.
1) Definisi Gizi Seimbang
Pengetahuan gizi seimbang merupakan pengetahuan
tentang makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada
makanan, makanan yang aman dikonsumsi sehingga tidak
menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar
zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana hidup sehat
(Notoatmodjo, 2003).
Gizi Seimbang adalah susunan pangan sehari- hari yang
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan tubuh, dengan memperhatikan prinsip keanekaragaman
pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup bersih dan mempertahankan
berat badan normal untuk mencegah masalah gizi. (Kemenkes RI,
2014).
Belum tentu pola makan yang baik makanannya
mengandung asupan nutrisi yang benar. Banyak balita melakukan
pola makan yang baik tapi tidak sesuai dengan kuantitas dan
komposisinya Zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang.
Asupan gizi seimbang dari makanan memegang peranan
penting dalam proses pertumbuhan anak (Mentari & Agus, 2018).
Pola makan menjadi bagian terpenting dalam mengatasi masalah
stunting (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Penerapan pola makan dengan gizi seimbang menekankan
pola konsumsi pangan dalam jenis, jumlah dan prinsip
keanekaragaman pangan untuk mencegah masalah gizi. Komponen
yang harus dipenuhi dalam penerapan pola makan gizi seimbang
mencakup cukup secara kuantitas, kualitas, mengandung berbagai
zat gizi (energi, protein, vitamin dan mineral), serta dapat
menyimpan zat gizi untuk mencukupi kebutuhan tubuh (Izwardi,
2016).
Karena proses fisiologis tubuh anak, nutrisi juga berperan
sangat penting dalam membantu aktivitas anak. Proses fisiologis
ini memang membutuhkan nutrisi seperti karbohidrat, protein, dan
lemak untuk menjalankan fungsinya, dan nutrisi ini akan dibentuk
kembali ke dalam tubuh. Anak dengan gizi baik akan memiliki
lebih banyak kesempatan untuk melakukan aktivitas gizi baik
lingkungan
Prinsip Gizi Seimbang terdiri dari 4 (empat) Pilar yang
pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk
menyeimbangkan antara zat gizi yang keluar dan zat gizi yang
masuk dengan memantau berat badan secara teratur. Empat Pilar
tersebut adalah:
I.1) Ragam Makanan
Menurut World Health Organization
(WHO), pola makan sehat diawali dengan
pemberian ASI eksklusif ke bayi yang kemudian
dilengkapi dengan MPASI tanpa gula 20 dan garam
sejak usia si Kecil 6 bulan untuk mencukupi
kebutuhan gizinya. Saat usianya sudah 1 tahun ke
atas, variasikan asupannya hingga. mengandung
nutrisi yang penting untuk pertumbuhan, seperti
protein, karbohidrat, serat, dan lemak.
Ragam makanan seimbang itu artinya kita
harus memakan ragam makanan yang lengkap,
yaitu:
a. Makanan pokok antara lain: beras, kentang,
singkong, ubi jalar, jagung, sagu, talas dan sukun.
b. Lauk pauk sumber protein antara lain: Ikan, telur,
unggas, daging, susu dan kacang-kacangan serta
hasil olahannya (tahu dan tempe).
Kandungan zat gizi satu (1) porsi terdiri dari
satu (1) potong sedang Ikan segar seberat 40 gram
adalah 50 Kalori, 7 gram Protein dan 2 gram lemak.
Menurut kandungan Lemak, Kelompok Lauk Pauk
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu Golongan A:
Rendah lemak, Golongan B: Lemak sedang, dan
Golongan C: Tinggi lemak.
Rekomendasi pola makan dalam beberapa
tahun terakhir telah mempertimbangkan proporsi
setiap kelompok makanan berdasarkan kebutuhan
hipotetis. Misalnya, saat ini dianjurkan untuk makan
lebih banyak sayuran dan buahbuahan daripada
rekomendasi sebelumnya. Demikian pula,
dianjurkan untuk mengurangi jumlah makanan yang
mengandung gula, garam dan lemak, yang dapat
meningkatkan risiko beberapa penyakit tidak
menular. Karena pentingnya air dalam proses
metabolisme dan pencegahan dehidrasi, minum air
yang cukup baru-baru ini dimasukkan sebagai
bagian dari komponen gizi seimbang.

3. Membiasakan Perilaku Hidup Bersih


Budaya perilaku hidup bersih akan mencegah seseorang
bersentuhan dengan sumber penularan. Contoh:
1. Selalu Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir
sebelum makan, menyusui, dan menyiapkan makanan Dan minuman,
setelah buang air besar dan kecil, akan mencegah tangan dan makanan
terkontaminasi oleh bakteri, termasuk tifus dan disentri;
2. Matikan makanan yang disediakan untuk mencegah makanan
dari dimasuki oleh hewan seperti lalat dan debu yang membawa
berbagai kuman;
3. Selalu tutup mulut dan hidung saat bersin untuk menghindari
penyebaran kuman; dan
4. Selalu memakai sepatu untuk menghindari cacing.
4. Melakukan Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik meliputi berbagai aktivitas fisik, termasuk olahraga,
untuk menyeimbangkan konsumsi dan asupan zat gizi, dan nutrisi
merupakan sumber energi utama bagi tubuh.
Aktivitas fisik membutuhkan energi. Selain itu, aktivitas fisik juga
kondusif untuk sistem metabolisme tubuh, termasuk metabolisme nutrisi.
Oleh karena itu, aktivitas fisik berperan penting dalam menyeimbangkan
nutrisi yang masuk dan keluar tubuh.
5. Memantau Berat Badan
Bagi orang dewasa, indikator yang menunjukkan bahwa gizi tubuh
sudah seimbang adalah mencapai berat badan yang normal, yaitu berat
badan yang sesuai. Untuk tinggi badannya. Indikator ini disebut indeks
massa tubuh (IMT). Oleh karena itu, pemantauan berat badan normal harus
menjadi bagian dari "gaya hidup" "gizi seimbang" untuk mencegah
penyimpangan dari berat badan normal.
Bagi bayi dan balita indikator yang digunakan adalah
perkembangan berat badan sesuai dengan pertambahan umur.
Pemantauannya dilakukan dengan menggunakan KMS, yang dimaksud
dengan berat badan normal adalah:
a. Untuk orang dewasa jika IMT 18,5-25,0
b. Bagi anak Balita dengan menggunakan KMS dan berada di dalam
pita hijau.
6. Mengunjungi Posyandu Secara Rutin
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu wadah
pemberdayaan masyarakat dalam Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari dan bersama masyarakat
yang bertujuan untuk memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat guna memperoleh pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan anak
balita (BKKBN, 2021).
Terdapat beberapa kegiatan posyandu yang terdiri dari kegiatan
utama dan kegiatan pengembangan yang dikutin dari aladokter.com, Adapun
kegiatan-nya adalah sebagai berikut:
a. Program Kesehatan Ibu Hamil
Posyandu memberikan pelayanan kepada ibu hamil mencakup
pemeriksaan kehamilan dan pemantauan gizi. Tidak hanya
pemeriksaan, ibu hamil juga dapat melakukan konsultasi terkait
persiapan persalinan dan pemberian ASI.
Agar kondisi kehamilan tetap terjaga, ibu hamil juga bisa
mendapatkan vaksin Tetanus Toxoid (TT) untuk mencegah penyakit
tetanus. Setelah melahirkan, ibu juga bisa mendapatkan suplemen
vitamin A, vitamin B, dan zat besi yang baik dikonsumsi selama masa
menyusui, serta pemasangan alat kontrasepsi (KB) di posyandu.

b. Program Kesehatan Anak


Salah satu program utama posyandu adalah menyelenggarakan
pemeriksaan bayi dan balita secara rutin. Hal ini penting dilakukan
guna memantau tumbuh kembang anak dan mendeteksi sejak dini bila
anak mengalami gangguan tumbuh kembang. Adapun jenis pelayanan
yang diselenggarakan posyandu untuk balita mencakup penimbangan
berat badan, pengukuran tinggi badan dan lingkar kepala anak,
evaluasi tumbuh kembang, serta penyuluhan dan konseling tumbuh
kembang. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian dicatat di dalam buku
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) atau Kartu Menuju Sehat (KMS).
c. Keluarga Berencana
Pelayanan KB di posyandu biasanya diberikan oleh kader dalam
bentuk pemberian kondom dan pil KB. Sedangkan, suntik KB hanya
dapat diberikan oleh tenaga puskesmas. Apabila tersedia ruangan dan
peralatan yang menunjang serta tenaga yang terlatih, posyandu juga
dapat dilakukan pemasangan IUD dan implan.

d. Imunisasi
Imunisasi wajib merupakan salah satu program pemerintah yang
mengharuskan setiap anak usia di bawah 1 tahun untuk melakukan
vaksinasi. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah
menetapkan ada 5 jenis imunisasi yang wajib diberikan, yaitu
imunisasi hepatitis B, polio, BCG, campak, dan DPT-HB-HiB.
Dalam hal ini, posyandu menjadi salah satu pihak yang berhak
menyelenggarakan program imunisasi tersebut. Tidak hanya berlaku
untuk anak, ibu hamil pun juga dapat melakukan vaksinasi di
posyandu, misalnya vaksinasi tetanus, hepatitis, dan pneumokokus.

e. Pemantauan Status Gizi


Adanya kegiatan pemantauan gizi, posyandu berperan penting
dalam mencegah risiko stunting pada anak. Pelayanan gizi di
posyandu meliputi pengukuran berat dan 32 tinggi badan, deteksi dini
gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, dan pemberian suplemen.
Apabila ditemukan ibu hamil dengan kondisi kurang energi kronis
(KEK) atau balita yang pertumbuhannya tidak sesuai usia, kader
posyandu dapat merujuk pasien ke puskesmas,
f. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Pencegahan diare dilakukan melalui Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). Sedangkan, penanganan diare dilakukan melalui
pemberian oralit. Apabila diperlukan penanganan lebih lanjut, kader
posyandu dapat memberikan suplemen zinc.
Sementara itu, kegiatan pengembangan posyandu mencakup Bina
Keluarga Balita (BKB), Tanaman Obat Keluarga (TOGA), Bina
Keluarga Lansia (BKL),Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
berbagai program pembangunan masyarakat lainnya. Kegiatan
pengembangan tersebut umumnya dilakukan apabila 6 kegiatan utama
telah dilaksanakan dengan baik. Apabila kegiatan Posyandu tersebut
terselenggara dengan baik akan memberikan dampak yang besar,
dalam menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak balita
III. PENANGANAN STUNTING

3.1 PEMBERIAN MAKANAN TAMBAHAN GUNA PENCEGAHAN


STUNTING

Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah upaya memberikan


tambahan makanan untuk menambah asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan
gizi agar tercapainya status gizi yang baik (Permenkes Republik Indonesia
Nomor 51 Tahun2016). Makanan tambahan yang diberikan dapat berbentuk
makanan keluarga berbasis pangan lokal dengan resep-resep yang dianjurkan.
Makanan lokal lebih bervariasi namun metode dan lamanya memasak sangat
menentukan ketersediaan zat gizi yang terkandung di dalamnya (Permenkes
Republik Indonesia No 51 Tahun 2016).

Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah bertambahnya kasus


stunting di Indonesia, salah satunya adalah dengan cara memberikan makanan
tambahan yang dapat dijangkau harga nya oleh masyarakat luas, contohnya
seperti kacang hijau. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu
tanaman kacang-kacangan penting di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di
Indonesia, tanaman ini menempati urutan ketiga setelah kedelai dan kacang
tanah, baik mengenai luas areal penanaman dan produksinya maupun
peranannya sebagai bahan makanan.

Tanaman ini merupakan tanaman semusim berumur pendek, lebih kurang


65 hari Biji kacang hijau mempunyai kandungan protein sebanyak 24,4%, lemak
1%, dan karbohidrat 64,6%. Selain itu menurut (Marzuki dan Soeprapto, 2007),
tanaman ini mengandung vitamin B1, vitamin A dan C. Biji kacang hijau
sebagian besar dikonsumsi untuk bahan makanan seperti tauge, sup, bubur,
tepung, minuman dan tahu.

Di Indonesia sebaran daerah produksi kacang hijau adalah Nangroe Aceh


Darussalam, Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur.
Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, potensi
lahan kering daerah tersebut yang sesuai ditanami kacang hijau sangat luas.
Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas di
daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini
memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber bahan
pangan berprotein nabati tinggi.

Penanaman kacang hijau sama halnya dengan kacang kedelai yaitu selalu
bertambah luas dari tahun ke tahun, namun produksinya tidak
meningkat,Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sebesar
22% dan merupakan sumber mineral penting, antara lain kalsium dan fosfor.
Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tak jenuh. Kandungan
kalsium dan fosfor pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang.

Kacang hijau juga mengandung rendah lemak yang sangat baik bagi
mereka yang ingin menghindari konsumsi lemak tinggi. Tak hanya itu kadar
lemak yang rendah dalam kacang hijau juga menyebabkan bahan makanan atau
minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak mudah berbau.

Khasiat Kacang Hijau

Selain murah dan mudah dijangkau, kacang hijau juga mengadung banyak
khasiat yang sangat berperan penting dalam pencegahan stunting, Adapun
kacang hijau mempunyai manfaat sebagai berikut :

1. Sumber Mineral
Kacang hijau adalah makanan yang menjadi salah satu sumber
mineral. Beberapa mineral penting yang terkandung di dalamnya adalah
kalium, magnesium, asam folat, seng, besi, dan fosfor. Kalium dan
magnesium penting untuk menjaga kesehatan jantung.
2. Kaya Serat
Kacang hijau juga merupakan sumber makanan yang kaya akan
serat, serat larut dan tidak larut. Serat tidak larut membantu menjaga sistem
pencernaan agar tetap sehat dan mengurangi masalah sembelit. Sedangkan
serat larut membantu menurunkan kolesterol jahat dalam darah dan menjaga
kadar gula darah

3. Kaya Protein
Sebagai nutrisi yang dapat membangun tubuh, kita juga harus
mendapatkan asupan protein yang cukup setiap hari. Berbeda dengan protein
hewani yang seringkali masih mengandung lemak jenuh, kacang hijau
adalah salah satu sumber protein nabati yang baik tanpa kadar lemak jenuh.
4. Baik Untuk Kesehatan Jantung
Manfaat hebat lain dari kacang hijau adalah baik untuk kesehatan
jantung. Mengonsumsi kacang hijau secara teratur membantu menurunkan
kadar kolesterol jahat dan meningkatkan fleksibilitas dari arteri dan vena.
5. Memiliki Efek Detoksifikasi
Kacang hijau memiliki manfaat detoksifikasi tubuh dan
meningkatkan metabolisme. Dalam pengobatan alami di China dan India,
kacang hijau sering dianjurkan untuk detoksifikasi (pengeluaran racun)
dalam tubuh dan menyembuhkan penyakit kronis.

Pengolahan Kacang Hijau menjadi Makanan Tambahan (Bubur


kacang Hijau)
Cara Pembuatan Bubur Kacang Hijau dan Pengaplikasiannya adalah
sebagai berikut:
Bahan yang diperlukan:
1. ½ Kg kacang Hijau
2. 2 Liter Air
3. 2 Lembar daun Pandan
4. 300gr Gula Pasir
5. 1 sdt Garam
6. 1 sdt Esens Vanilla
7. 2 sdm Tepung Maizena, larutkan dengan sedikit air matang
8. 200 ml Santan Kelapa

*takaran bahan yang diperlukan bisa disesuaikan dengan kebutuhan


Cara Membuat Bubur Kacang Hijau Santan Terpisah:
1. Cuci bersih kacang hijau, rendam sekitar 8 jam.
2. Buang air sisa rendaman, rebus kacang hijau dengan air dan daun
pandan selama 20 menit dengan api besar dalam keadaan panci
tertutup.
3. Setelah 20 menit, diamkan dulu kacang hijau dalam panci sekitar 30
menit dengan panci masih dalam keadaan tertutup.
4. Masukan gula pasir, garam, dan esens vanilla ke dalam rebusan kacang
hijau. Aduk rata. Masak lagi sekitar 5 menit dengan panci tertutup.
5. Masukan larutan tepung maizena, masak hingga 5 menit sambal terus
diaduk. Matikan api.
6. Untuk kuah santan, rebus semua bahan kuah santan sambal terus
diaduk hingga mendidih.
7. Sajikan bubur kacang hijau dengan kuah santan

Setelah proses pembuatan selesai, tim KUKERTA Desa Tuah Karya


melaksanakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada pukul 8 pagi dengan
beberapa tambahan makanan lain berupa Roti Marie dan Susu UHT kepada anak-
anak disekitar perumahan Taman Mas Raya, RT04/RW10, Kecamatan Tuah
Madani, Pekanbaru, Riau.
3.2 Melakukan Sosialisasi

Banyak orang yang menyamakan


anak yang terkena stunting dan anak yang
terkena gizi buruk. Namun itu merupakan
dua hal yang berbeda. Dalam segi
penanganan, anak yang terkena stunting
memerlukan penanganan yang khusus dan
memerlukan waktu yang panjang.
Sedangkan untu anak yang terkena gizi
buruk atau gizi kurang cukup dilaporkan
saja kepada tenaga kesehatan atau dibawa
kerumah sakit, serta dalam penanganannya
anak tidak memerlukan waktu yang
panjang. Hanya dengan mengikuti
prosedur kesehatan yang di berikan tenaga kesehatan maka keadaan gizi
anak akan lebih membaik.
Untuk penanganan anak
yang terkena stunting hal yang
pertama harus dilakukan adalah
komunikasi orang tua, antara
orang tua dan tenaga kesehatan.
Komunikasi antara ayah dan ibu
sangat diperlukan untuk saling
berkerja sama dalam kasus ini.
Karena dalam penanganannya
diperlukan kesadaran orang tua
akan penting pola hidup sehat dan
makan yang seimbang untuk sang anak.
Mengaplikasikan pola
hidup sehat sangat penting
bagi anak yang terkena
stunting. Pola makan anak
juga harus lebih baik dan bergizi seimbang, menjaga kebersihan,
mengunjungi Posyandu secara rutin, pemberian vitamin A. Imunisasi harus
diterima secara lengkap. Dan perubahan tersebut tidak boleh hanya
berlangsung sesaat. Namun benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari hingga seterusnya.
Tenaga kesehatan
seperti dokter, bidan maupun
instansi yang menangani stunting
juga perlu mengadakan penyuluhan
ataupun sosialisai mengenai
stunting dan bahanya stunting bagi
pertumbuhan dan perkembangan
anak kepada masyarakat khususnya
anak yang terkena stunting.

3.3Mewaspadai Stunting Sejak Masa Kehamilan

Masa 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) merupakan bagian


terpenting dalam kehidupan manusia. Pada masa inilah proses pertumbuhan
seorang anak dimulai. Keluarga merupakan unit utama dalam menentukan
masa depan anak, untuk memberikan perawatan dan pengasuhan yang
berkualitas sesuai dengan tahap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Periode 1000 hari, yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi, merupakan periode sensitif karena akibat yang
ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak
dapat diperbaiki.
Dampak dari 1000 hari pertama tidak hanya pada pertumbuhan
fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasan anak. Bila 1000
HPK anak tidak optimal, maka pada saat dewasa tidak hanya tinggi badan
anak akan menjadi tidak optimal, namun kualitas kerja dan produktivitasnya
juga akan rendah, sehingga menurunkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia dan daya saing bangsa di masa depan.
Agar 1000 HPK dapat dilalui dengan baik, sangat penting
memperhatikan asupan nutrisi dan gizi yang tepat bagi ibu hamil dan anak.
Selain itu, yang juga tidak kalah penting, keluarga perlu mempersiapkan
pola pengasuhan yang baik untuk anak. Tidak terpenuhinya asupan nutrisi
dan gizi, serta kesalahan dalam pengasuhan pada masa 1000 HPK seorang
anak akan berdampak sangat buruk terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak dikemudian hari.

Efek Defisiensi Gizi pada 1000 HPK:


1. Bayi lahir dengan Berat Badan Rendah (BBLR), kurus, kecil, imunitas
kurang
2. Masalah programming organ sehingga terjadi penyakit kronis seperti
sakit ginjal, jantung, diabetes type 2, stroke, hipertensi dan kanker
3. Hambatan pertumbuhan kognitif dan IQ yang rendah yang menurunkan
produktifitas waktu dewasa.
4. Masalah gizi khususnya stunting dimana usia 0-5 bulan 1/5 dari jumlah
anak adalah stunting,usia balita 1/3 stunting dan usia 2-3 tahun lebih
40% stunting. Target penurunan stunting pada tahun 2019 harus di
bawah 28%.
Beberapa cara mengurangi risiko stunting sejak masa kehamilan :
1. Penuhi kebutuhan nutrisi
Selama hamil, pastikan bumil mengonsumsi cukup makronutrein,
seperti karbohidrat, lemak, dan protein. Selain itu, bumil juga perlu
mengonsumsi makanan dan minuman yang kaya akan vitamin dan mineral,
yakni zat besi, asam folat, kolin, magnesium, yodium, zinc, vitamin A,
vitamin B, dan vitamin D.
Untuk mencukupi asupan nutrisi guna mencegah stunting pada
anak, bumil perlu mengonsumsi beragam jenis makanan sehat bergizi
seimbang, seperti ikan, telur, daging, seafood, kacang-kacangan, biji-bijian,
susu, kedelai, yogurt, serta aneka buah dan sayuran.
Berikut anjuran Nutrisi pada 1000 HPK:
1. Makan beragam jenis bahan makanan selama hamil
2. Kebutuhan zat-zat gizi bertambah seiring penambahan usia kehamilan
3. Asupan nitrisi seimbang
4. Ante Natal Care (ANC) minimal 4x selama hamil
5. Minum tablet Fe untuk pertumbuhan plasentam dan hemoglobin
6. Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
7. ASI Ekslusif sampai usia 6 bulan
8. Memantau berat badan ibu dan bayi secara rutin
9. Imunisasi dasar
10. ASI sampai anak usia 2 tahun
11. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) setelah usia 6 bulan dan teruskan
ASI sampai 2 tahun
12. Hindari rokok, alkohol dan kafein
13.Olah raga teratur dan jaga Berat Badan ideal

Kebutuhan Gizi Selama Kehamilan:


1. Karbohidrat, protein dan lemak, penambahan sesuai dengan trisemester
usia kehamilan sebagai sumber penghasil kalori dan energi
2. Asam folat(sumber biji-bijian, sayuran hijau,daging, jeruk)
3. Kalsium (susu, keju, sayuran hijau tua)
4. Zat besi sumber (ayam, hati, ikan, daun singkong, kacang-kacangan)
5. Vitamin D (susu, mentega, kuning telur)
6. Yodium untuk mencegah kreatinisme (udang,kerang, ikan, garam
yodium)
7. Sumber zink (seafood, kepiting) protein sebagai zat pembangun harus
lebih banyak dari sumber protein hewani (ikan, telur,daging,
ayam),dibandingkan sumber proteinnabati (tahu, tempedan kacang-
kacangan).
2. Melakukan pemeriksaan kandungan secara rutin
Pemeriksaan rutin selama kehamilan diperlukan untuk memantau
tumbuh kembang janin dan mendeteksi apabila terdapat masalah pada janin
atau kesehatan bumil. Dengan demikian, dokter bisa melakukan penanganan
lebih awal agar anak tidak mengidap stunting dan menjaga kondisi kesehatan
bumil tetap baik.
3. Menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
Perlu diingat bahwa infeksi bakteri, virus, atau parasite tertentu
yang ibu hamil alami dapat meningkatkan risiko janin mengalami stunting
atau bahkan masalah kesehatan lain yang lebih serius seperti cacat bawaan
lahir. Oleh sebab itu, selalu untuk mencuci tangan dengan air dan sabun
secara teratur, terutama saat sebelum makan, sebelum menyiapkan makan,
setelah bepergian, dan setelah keluar kamar mandi.
Selain itu bila ibu hamil memiliki binatang peliharaan dirumah
terutama kucing, pastikan bahwa tempat kotorannya benar-benar terjaga
kebersihannya. Saat membersihkan kotoran binatang peliharaan, selalu
gunakan sarung tangan dan cuci tangan setelahnya.
Beberapa indikator perilaku hidup bersih dan sehat antara lain :
- Menggunakan air bersih dan tidak tergenang
- Memberantas jentik nyamuk di genangan air di kawasan rumah
- Menggunakan jamban sehat
- Makan makanan 4 sehat 5 sempurna
- Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
- Memberi bayi ASI eksklusif
- Melakukan aktifitas fisik setiap hari
- Tidak merokok di dalam rumah dan disekitar anggota keluarga
- Memilah sampah dapur organic dan anorganik
- Menimbang berat badan dan tinggi badan satu bulan sekali
4. Menghindari paparan asap rokok
Untuk mendukung pertumbuhan janin yang sehat, bumil juga harus
berhenti merokok dan menghindari paparan asap rokok. Pasalnya, paparan
asap rokok dapat meningkatkan risiko bayi terlahir premature, memiliki
berat badan lahir rendah, hingga mengalami stunting.
Jika ada anggota keluarga yang meroko dirumah, bumil sebaiknya
meminta mereka untuk tidak merokok di dalam rumah. Sementara itu, saat
berada di luar rumah, guna menghindari paparan polusi, debu, serta kuman
dan virus di udara, bumil bisa menggunakan masker.
5. Berolahraga secara rutin saat hamil dapat mendukung kehamilan yang sehat
sekaligus meningkatkan stamina dan kebugaran bumil. Olahraga saat hamil
juga baik untuk mendukung pertumbuhan janin dan mengurangi risikonya
untuk mengalami stunting.
IV. PENUTUP

Stunting merupakan kondisi dimana anak atau balita mengalami stagnan


dalam hal pertumbuhan dan perkembangannya yang diakibatkan oleh
kekurangan gizi dalam jangka waktu berkepanjangan, terutama pada masa
awal kehamilan. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti genetik,
faktor lingkungan, asupan gizi yang di konsumsi, dan pola hidup yang
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak atau balita yang terkena stunting memiliki struktur tubuh yang
pendek/kerdil dibandingkan dengan anak seusianya. Anak yang terkena
stunting juga lebih mudah terserang penyakit, dan kurangnya kemampuan
kognitif dan motoric. Selain itu, dampak lainnya yang dirasakan sang anak
pengidap stunting ialah rendahnya tingkat kepercayaan diri sehingga susah
untuk bersosialisasi dan tak jarang pula menjadi sasaran pembulian. Dan untuk
anak perempuan yang terkena stunting, dapat memiliki kemungkinan terkena
gangguan kesehatan reproduksi sehingga turut mengganggu keturunannya.
Stunting dapat dicegah se-dini mungkin sejak masa awal kehamilan, yaitu
dengan cara mencukupi kebutuhan nutrisi saat hamil, selalu menerapkan pola
hidup bersih dan sehat, mengonsumsi makanan empat sehat lima sempurna,
dan melakukan aktifitas fisik seperti olahraga dan kegiatan fisik lainnya.
Dalam menangani stunting yang paling diutamakan adalah komunikasi
antara kedua orang tua serta orang tua dengan tenaga kesehatan yang
membantu menangani. Hal ini sangat berpengaruh dalam proses penanganan
stunting. Selain itu dengan komunikasi yang baik, maka sang anak yang
mengidap stunting akan merasa diperhatikan sepenuhnya oleh orang
disekitarnya.
Dalam rangka pencegahan stunting di Indonesia harus dimulai dari
pemahaman pribadi akan stunting oleh masyarakat, serta peran aktif dari
pemerintah dan tenaga kesehatan dalam men-sosialisasikan stunting kepada
msayarakat luas. Stunting ini bukan masalah yang dapat dipandang sebelah
mata, karena dapat mengakibatkan rendahnya Sumber Daya Manusia Produktif
di Indonesia.
Bersamaan dengan disusunnya buku ini, diharapkan masyarakat dapat
menjadikan buku ini sebagai sumber informasi dan edukasi dalam hal
meningkatkan kesadaran akan bahaya stunting dan bagaimana cara
mencegahnya sejak dini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku “Pengaruh Stunting,
Risiko, dan Pencegahannya” ini terdapat kesalahan dan jauh dari kata
sempurna. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
untuk perbaikan dan kesempurnaan buku ini kedepannya.
V. DAFTAR PUSTAKA

Dr.M.Dejandra Rasnaya, “Tanda anak stunting yang perlu anda


perhatikan”, https://m.klikdokter.com/info-sehat/read/3636750/tanda-
anak-stunting-yang-perlu-anda-perhatikan

[BKKBN] Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.


(2021). Buku Pintar Stunting: Panduan Petugas Lini Lapangan
BKKBN. Jakarta. 63 hal.

Candarmaweni, dan A. Y. S. Rahayu. (2020). Tantangan Pencegahan


Stunting Pada Era Adaptasi Baru “New Normal” Melalui
Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Pandeglang. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia, 9(3), 136-146.

Maetryani, N. M. (2018). Tingkat Pengetahuan Gizi Seimbang, Pola


Konsumsi Makanan dan Status Gizi Siswa SMA Negeri 1
Tegallalang Kabupaten Gianyar Provinsi Bali.

Saadah, Nurlailis. (2020). Modul Deteksi Dini Pencegahan dan


Penanganan Stunting. Surabaya: Scopindo. Tersedia dari iPusnas
Application.

Waroh, Y. K. (2019). Pemberian Makanan Tambahan Sebagai Upaya


Penanganan Stunting Pada Balita Di Indonesia. XI.

Simamora, R. S. (2021). Pemenuhan Pola Makan Gizi Seimbang Dalam


Penanganan Stunting Pada. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, 11.

Peraturan Menteri Kesehatan RI NO. 41 Tahun 2014. Pedoman Gizi


Seimbang. Diakses dari
http://hukor.kemkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK%20No.%2
041%20ttg%20Pedoman%20Gizi%20Seimbang.pdf

Careline. (2020). Menerapkan Pola Makan Sehat Bergizi Seimbang


Untuk Anak. Diakses dari
https://bebeclub.co.id/artikel/detail/balita/nutrisi- anak/pola-
makan-sehat-bergizi-seimbang-untuk-anak

Karinta Ariani Setiaputri, “Ketahui penyebab, ciri dan cara mengatasi


stunting”, https://hellosehat.com/parenting/kesehatan-anak/penyakit-
pada-anak/stunting/

Imani, Nurul. (2020). Stunting pada Anak: Kenali dan Cegah Sejak Dini.
Yogyakarta: Hijaz Pustaka Mandiri. Tersedia dari iPusnas Application.

Undang-Undang No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Undang-Undang No 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Kementerian Kesehatan R.I. 2015. Rencana Strategis Kemenkes 2015-2019;


Kepmenkes No.HK.02.02/MENKES/ 52/201

Sumber internet :

https://www.alodokter.com/cara-mencegah-stunting-pada-anak-sejak-masa-
kehamilan

https://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-pemeriksaan-kehamilan-anc-di-
fasilitas-kesehatan

https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3636750/tanda-anak-stunting-
yang-perlu-anda-perhatikan

https://kesehatan.kontan.co.id/news/kenali-inilah-ciri-ciri-anak-stunting-
dan-penyebabnya
https://promkes.kemkes.go.id/pentingnya-pemeriksaan-kehamilan-anc-di-
fasilitas-kesehatan

https://hellosehat.com/nutrisi/fakta-gizi/protein-nabati-dan-protein-hewani-
manakah-yang-lebih-baik/

https://www.alodokter.com/ini-kegiatan-posyandu-dan-manfaatnya-bagi-
ibu-dan-anak

You might also like