You are on page 1of 4

SINAPS INHIBITORIK DAN MACAM-MACAM NEUROTRANSMITTER

Kelompok 2
Nama Anggota :
1. Zahratush Shalehah (4401420003)
2. Valentina Yentina Simatupang (4401420006)
3. Alfi Zaqiyaturrohmaniah (4401420007)
4. Siska Amelia (4401420021)

Jawaban :
1. Mekanisme depolarisasi dan hiperpolarisasi pada membran neuron dan sinapsis
neuron.
Sinaps berfungsi sebagai suatu dioda yang mentransmisikan potensial aksi dari
membran pre-sinaps menuju ke memran post-sinaps melewati suatu celah sinaps.
Membran pre-sinaps mengandung vesikel-vesikel yang berisi neurotransmiter serta
memiliki mekanisme pompa re-uptake untuk mengembalikan neurotransmiter ke dalam
aksoplasma pre-sinaps. Membran pre-sinaps juga mengandung voltage-gated ion
channels. Transmisi sinyal apda sinaps dimulai ketika potensial aksi mencapai
voltage-gated ion channels ini.
Depolarisasi menimbulkan masuknya ion kalsium melewati saluran ionnya. Ion
kalsium ini akan berikatan dengan suatu protein khusus yang disebut release apparatus
pada akson dan vesikel di membran pre-sinaps. Kalsium akan memicu terjadinya fusi
vesikel ke dalam membran dan pelepasan neurotransmiter pada celah sinaps melalui
proses eksositosis. Kalsium yang terdapat pada cairan ekstraseluler merupakan suatu
syarat penting dalam proses pelepasan neurotransmiter sebagai respon adanya suatu
potensial aksi. Efek kerja kalsium dapat dihambat oleh magnesium.
Neurotransmiter pada celah sinaps akan berikatan dengan reseptor yang ada pada
membran post-sinaps. Area pengikatan ini merupakan bagian eferen dari suatu potensial
aksi yang selanjutnya akan diteruskan ke sel neuron lainnya. Pada membran post-sinaps
terdapat berbagai jenis reseptor dan protein struktural yang berperan dalam
mempertahankan homeostasis sinaps.
Depolarisasi dan Repolarisasi
Dalam keadaan normal beda potensial antara sitosol dan cairan ekstraseluler akan
selalu berada dalam kesetimbangan pada kisaran -70 mV. Meskipun demikian, pada
keadaan tertentu dapat terjadi perubahan. Sebagai contoh, stimulus tertentu
mengakibatkan terbukanya kanal ion Na membuat ion Na yang ada di luar sel berdifusi
ke dalam sel akibat gradien konsentrasi menyebabkan muatan pada sel berangsur-angsur
berubah menjadi positif dan pada suatu saat potensial membran mencapai +30 mV.
Fenomena ini disebut dengan depolarisasi, yang secara harfiah diartikan bahwa potensial
mengarah pada nol.
Ketika potensial mencapai +30 mV, kanal ion K terbuka mengakibatkan ion K+
berdifusi keluar sel sehingga potensial menurun menuju ke potensial istirahat membran.
Fenomena ini disebut dengan repolarisasi, yang berarti bahwa potensial kembali pada -70
mV atau kembali ke membran istirahat potensial.
Hiperpolarisasi
Hiperpolarisasi adalah keadaan di mana potensial membran menjadi lebih rendah
daripada potensial istirahat membran. Hal ini dapat terjadi ketika ion K+ keluar dari
dalam sel atau masuknya ion negatif ke dalam sel.
2. Mekanisme efek penghambatan anestesi pada exclatory sinaps.
Mekanisme terjadinya anestesi disebabkan adanya pengaruh perubahan
neurotransmisi di berbagai lokasi di dalam sel, tetapi fokus utama mempengaruhi sinaps.
Suatu efek prasinaps dapat merubah pelepasan dari neurotransmiter, sedangkan efek
pascasinaps dapat mengubah frekuensi atau amplitudo impuls keluar sinaps. Di tingkat
organ, efek obat anestetik mungkin terjadi karena penguatan inhibisi atau berkurangnya
eksitasi di dalam SSP (Sistem Saraf Pusat). Studi-studi pada isolat jaringan korda spinalis
memperlihatkan bahwa obat anestetik lebih menimbulkan gangguan pada transmisi
eksitatorik daripada menguatkan efek inhibitorik. Saluran klorida (reseptor asam
γaminobutirat-A (GABAA) dan glisin) dan saluran kalium merupakan saluran ion
inhibitorik utama yang dianggap sebagai kandidat efek anestetik. Saluran ion eksitatorik
yang merupakan sasaran mencakup saluran yang diaktifkan oleh asetilkolin (reseptor
nikotinik dan muskarinik), oleh asam amino eksitatorik (reseptor asam amino-3-
hidroksi-5-metil-4-isoksazol-propionat (AMPA), kainat, dan N-metil-Daspartat (NMDA),
atau oleh serotonin (reseptor 5-HT2 dan 5-HT3). Efek dari anestesi sendiri dapat
mengakibatkan memperkuat penghambatan atau mengurangi eksitasi dalam SSP.
Semua zat anestetik menghambat SSP secara bertahap, yang mula mula dihambat
adalah fungsi yang kompleks, dan yang paling akhir dihambat adalah medula oblongata
tempat pusat vasomotor dan pernapasan. Guedel (1920) membagi anestesi umum dalam 4
stadium, terdiri dari:
a. Stadium I (Analgesia)
Stadium analgesia dimulai sejak saat pemberian anestetik sampai hilangnya
kesadaran. Pada stadium ini pasien tidak lagi merasakan nyeri (analgesia), tetapi masih
tetap sadar dan dapat mengikuti perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan
pembedahan ringan seperti mencabut gigi dan biopsi kelenjar.
b. Stadium II (Eksitasi)
Stadium ini dimulai sejak hilangnya kesadaran sampai munculnya pernapasan yang
teratur yang merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien
tampak mengalami delirium dan eksitasi dengan gerakan-gerakan diluar kehendak.
Pernapasan tidak teratur baik iramanya maupun amplitudonya, kadan-kadang cepat,
pelan atau berhenti sebentar, kadang-kadang apnea dan hiperapnea, tonus otot rangka
meninggi, bola mata masih bergerak, pupil melebar, pasien meronta-ronta, kadang
sampai mengalami inkontinesia, dan muntah. Hal ini terjadi karena hambatan pada pusat
inhibisi. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, maka stadium ini harus diusahakan
cepat dilalui.
c. Stadium III (Pembedahan)\
Stadium III dimulai dengan timbulnya kembali pernapasan yang teratur dan
berlangsung sampai pernapasan spontan hilang. Ciri umum dari tahap III ini ialah: napas
jadi teratur, reflek bulu mata negatif, dan otot-otot jadi lemas.
d. Stadium IV
Stadium IV dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibandingkan stadium
III plane IV, tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, jantung
berhenti berdenyut, pupil melebar hampir maximum, reflek cahaya negatif. Keadaan ini
dapat segera disusul kematian, kelumpuhan napas disini tidak dapat diatasi dengan
pernapasan buatan, bila tidak didukung oleh alat bantu napas dan sirkulasi. Selain dari
kesadaran, relaksasi otot, dan tanda-tanda di atas, ahli anestesia menilai dalam
anestesinya dari respons terhadap rangsangan nyeri yang ringan sampai yang kuat.
Rangsangan yang kuat terjadi sewaktu pemotongan kulit, manipulasi peritonium, kornea,
mukosa uretra terutama bila ada peradangan. Nyeri sedang terasa ketika terjadi
manipulasi pada fasia, otot dan jaringan lemak, sedangkan nyeri ringan terasa ketika
terjadi pemotongan dan penjahitan usus, atau pemotongan jaringan otak.
3. Macam-macam Neurotransmitter
Menurut (Wardhana, 2016), macam-macam neurotransmitter adalah :
● Noradrenalin (Norepinefrin)
Noradrenalin (Norepinefrin), berasal dari tirosin. Tugas dari norepinefrin ini adalah
membuat otak tetap sadar dan terjaga. Norepinefrin mampu memediasi respon fisiologis
terhadap keadaan gawat yang dikenal sebagai respon fight or flight (melawan atau lari).
Sebagai neurotransmitter kimiawi, norepinefrin dilepas dari sinap semua ujung saraf
pascaganglion simpatis. Norepinefrin akan dilepaskan diantara sinap, sebagian ada yang
di reuptake kembali oleh neuron yang mensekresinya. Norepinefrin juga diproduksi oleh
locus seruleus dan nukleus lain di pons dan batang otak. Akson-akson tersebut turun akan
menstimulasi paraventricular nucleus (PVN) di batang otak yang akan mengaktivasi
sumbu Hypothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA axis)
● Serotonin (Serotonine)
Serotonin (Serotonine) atau disebut juga dengan 5-HT atau 5-hydroxytryptamines
memiliki tugas untuk penenang, sehingga dibutuhkan menjaga stabilitas emosi dan
membuat kita tidur. Serotonin ini diproduksi pada saluran pencernaan, kelenjar pineal,
sistem saraf pusat, dan platelet. Serotonin memiliki peran dalam mengendalikan mood,
kegelisahan, depresi, dll.
● Dopamin
Dopamin diproduksi pada hipotalamus, substantia nigra dan daerah tegmental ventral.
Dopamin dapat menghantarkan sinyal antar sel saraf atau dengan sel lainnya.
Kekurangan dopamin dapat menyebabkan penyakit Parkinson. Dopamin dalam susunan
saraf pusat, memiliki peran dalam mengatur pergerakan, pembelajaran, daya ingat, emosi,
rasa senang, tidur, dan kognisi. Selain itu, mengatur gerakan motorik dan membentuk
postur tubuh supaya menjadi proporsional.
● Asetilkolin (Acetylcholine)
Molekul ester-kolin yang pertama diidentifikasi sebagai neurotransmitter adalah
asetilkolin (ACh). ACh beraksi pada sistem saraf otonom di perifer dan di pusat, dan
merupakan transmitter utama pada saraf motorik di neuromuscular junction pada
vertebrata. ACh berperan dalam penyimpanan memori. Ketika konsentrasi dan kognisi,
ACh ini dibutuhkan oleh makhluk hidup. Saat potensial aksi sudah sampai pada terminal
akson, ACh terbentuk pada akson terminal neuron sebagai neurotransmitter,
● Asam Gamma aminobutirat (γ-aminobutyric Acid /GABA)
GABA memiliki tugas dalam meredam kecepatan transmisi pesan-pesan antar neuron.
GABA disintesis pada ujung saraf presinaptik dan sebelum dilepaskan disimpan dalam
vesikel. Apabila GABA tidak ada dalam tubuh, maka temperatur di dalam otak akan
meningkat bila digunakan untuk berfikir keras, membantu untuk memblokir impuls yang
berhubungan dengan stres dari mencapai reseptor pada sistem saraf pusat. GABA
memiliki peran untuk mengurangi perasaan cemas dan membantu mengatasi gangguan
yang terkait dengan stres emosional. GABA dalam penelitian in vivo maupun in vitro
diperifer dapat menghambat terjadi inflamasi neurogenik pada penyakit autoimun.
● Epinephrine (Adrenalin)
Merupakan neurotransmitter dan hormon stres yang dilepaskan ke aliran darah melalui
kelenjar adrenal. Adapun pelepasan adrenalin yang terlalu banyak dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi, kecemasan, insomnia, hingga peningkatan risiko stroke. Sementara
bila pelepasan epinefrin terlalu sedikit, penderitanya sering kali tidak mampu bereaksi
dengan tepat dalam situasi stres atau tekanan serta berkurangnya kegembiraan
4. Pengaruh neurotransmitter terhadap sinapsis neuron
● Neurotransmitter eksitasi (excitatory)
Neurotransmitter eksitasi bekerja dengan mendorong neuron target untuk melakukan
sebuah aksi. Beberapa contoh neurotransmitter eksitasi yang terkenal adalah
epinephrine dan norepinephrine.
● Neurotransmitter inhibisi (inhibitory)
Neurotransmiter ini dapat menghambat aktivitas neuron, sehingga berkebalikan
dengan cara kerja neurotransmitter eksitasi. Salah contoh neurotransmitter inhibisi
adalah serotonin. Beberapa neurotransmitter dapat bekerja sebagai eksitasi maupun
inhibisi. Contoh dari neurotransmitter ini yaitu dopamin dan asetilkolin. Contoh lain
dari Neurotransmitter inhibitorik yaitu GABA menghambat pintu Na sehingga pintu
Cl yang terbuka mengakibatkan terjadinya hiperpolarisasi.
● Neurotransmitter modulator
Neurotransmitter modulator, atau sering disebut sebagai neuromodulator, merupakan
neurotransmitter yang dapat mempengaruhi neuron dalam jumlah besar pada satu
waktu. Selain itu, neurotransmitter modulator juga dapat berkomunikasi dengan
neurotransmitter lainnya pada sinaps. Fungsi neuromodulator tersebut hanya untuk
memperkuat, memperpanjang, mengurangi ataupun memperpendek respon
post-sinaps terhadap neurotransmiter tertentu.

You might also like