Professional Documents
Culture Documents
Translate - Luka Bakar Listrik Dan Kimia
Translate - Luka Bakar Listrik Dan Kimia
TRAUMA LISTRIK
I. Latar Belakang
A. Jumlah kejadian trauma listrik yakni kurang dari 5% dari seluruh trauma bakar yang
masuk pada fasilitas kesehatan pusat trauma bakar
B. Pasien trauma listrik biasanya merupakan laki-laki dengan usia muda. Trauma
didapatkan pada saat bekerja
C. Total luas permukaan tubuh (TBSA) t idak diperlukan untuk melihat prognosis pasien
dan tidak mempresentasikan kuantitas kerusakan dari kerusakan jaringan dalam.
II. Mekanisme Cedera
A. Termal: dapat menghasilkan suhu hingga lebih dari 100 derajat
B. Elektroproresi : gaya listrik mendorong air ke dalam membrane lipid akan
menyebabkan rupturnya sel
C. Penilaian luka masuk dan luka keluar biasanya tidak berguna
D. Seringkali sulit untuk menentukan jenis dan tingkat keparahan kerusakan pada luka
masuk dan luka keluar
E. Resistensi jaringan berdasarkan dari yang paling kuat = tulang, lemak, tendon,
kulit, otot, pembuluh darah, saraf.
(Tulang yang memanas akibat berada pada suhu tinggi akan menyebabkan trauma
bakar pada struktur disekitarnya.
III. Keparahan Cedera
A. Tingkat keparahan cedera ditentukan berdasarkan tegangan listrik (voltase), jenis arus,
dan resistansi
B. Luka bakar tegangan tinggi dianggap pada trauma yang melibatkan tegangan >1000
volt
C. Arus bolak-balik menyebabkan kontraksi otot tetanik dan munculnya fenomena “not-
let-go”. Hal ini terjadi karena kontraksi simultan dari otot fleksor pada lengan bawah
yang lebih kuat dan otot ekstensor pada lengan bawah yang lebih lemah
D. Hukum Ohm: Arus = Tegangan/Resistansi
IV. Etiologi
A. Semua etiologi harus dipertimbangkan sebelum menentukan rencana penatalaksanaan
terapi
B. Aliran arus yang melalui jaringan dapat menyebabkan luka bakar pada luka
masuk/keluar dan luka bakar pada jaringan yang lebih dalam
1. Arus akan lebih mudah berjalan di sepanjang organ yang memiliki resistansi
rendah.
2. Saraf dan pembuluh darah memiliki resistensi yang rendah. Tulang memiliki
resistensi yang tinggi.
3. Arus akan melewati jaringan lunak, lalu kontak dengan tulang yang memiliki
resistansi tinggi, dan berjalan di sepanjang tulang sampai keluar ke tanah
C. Cedera vaskuler pada arteri yang memberikan nutrisi
1. Kerusakan terjadi pada tunika intima dan media
2. Thrombosis
D. Efek pada jantung
1. Aritmia – monitoring ekg selarang kurang dari 24 jam
2. Spasme arteri coroner
3. Infark dan cedera myokard
E. Efek pada sistem gastrointestinal
1. Cedera pada organ padat
2. Peforasi usus akut
3. Perforasi usus lambat
4. Batu empedu post myoglobinuria
F. Arkus listrik memiliki suhu yang sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan luka
bakar kilat.
G. Percikan listrik dapat membakar pakaian atau bangunan disekitar korban sehingga
dapat menimbulkan luka bakar api sekunder
V. Monitoring Awal
A. Pengelolaan jalan napas : pasien dipasangkan C-collar hingga dipastikan c-spine aman
B. Pernapasan dan ventilasi : oksigen 100%
C. Sirkulasi dan status jantung :
1. Monitoring jantung
2. Penggunaan IV kateter besar
3. Evaluasi perfusi perifer
4. EKG
5. Monitoring selama 12 jam jika :
a. Ada gelombang ektopik atau disaritmia
b. Penurunan kesadaran
c. Henti jantung
d. Gangguan nadi dan ritme jantung
D. Disabilitas, deficit neurologis, dan deformitas luas
1. Evaluasi tingkat kesadaran
2. Catat jika ada deficit neurologis
3. Catat jika ada deformitas luas
E. Paparan dan kontrol lingkungan
1. Hentikan proses pembakaran dan lepaskan pakaian korban
2. Hindari hipotermia
F. Analisis fungsi ginjal dan mioglobin urin
VI. Resusitasi Cairan
A. Evaluasi TBSA menunjukkan estimasi keparahan luka bakar yang tidak adekuat
B. Tidak seperti cedera termal, cedera listrik sering terjadi jauh ke dalam kulit sehingga
tidak terlihat kasat mata. Dengan demikian, pemberian resusitasi cairan standar (formula
Parkland) menyebabkan pemberikan cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan
resusitasi pasien.
C. Rumus Parkland dapat digunakan untuk memberikan perkiraan volume minimum. Jika
tidak ada kepekatan urin, output urin minimum yang dapat ditoleransi adalah 0,5
mL/kg/jam.
D. Kepekatan urin dapat disebabkan dari mioglobin (karena adanya rabdomyolisis)
dan/atau hemoglobin bebas (dari sel darah merah yang rusak)
1. Pada kondisi mioglobinuria, dipstick urin akan positif mengandung darah. Namun,
pada pemeriksaan mikroskop tidak akan menunjukkan adanya sel darah merah.
2. *Tujua penatalaksanaan yakni output urin untuk rhabdomyolysis dan
mioglobinuria adalah 2 mL/kg/jam atau sekitar 75 hingga 100 cc/jam.
a. Insufisiensi resusitasi volume yang tidak memadai dapat menjadi predisposisi
nekrosis tubulus akut yang diinduksi mioglobin
b. Selain resusitasi cairan yang memadai, ekskresi mioglobin dapat ditingkatkan
dengan menggunakan manitol (12,5 g/jam diuresis osmotik) dan/atau alkalinisasi
urin dengan 50 mEq/L dari bikarbonat.
c. Pemantauan kadar mioglobin urin setiap 6 jam sampai muncul penurunan
kadarnya.
VII. Sindrom Kompartemen yang Dapat Terjadi Setelah Cedera Tegangan Tinggi pada
Ekstremitas
A. Arus listrik mengalir di sepanjang tulang, yang memiliki hambatan tinggi.
B. Tulang berfungsi sebagai konduktor dan "membakar" jaringan yang berdekatan dari
dalam ke superfisial.
C. *Pada ekstremitas superior, fleksor digitorum profundus dan fleksor pollicis
longus akan menjadi organ yang mengalami cedera paling parah (paling dekat
dengan tulang)
D. Resusitasi cairan yang terlalu agresif dapat memperburuk edema jaringan yang
akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, dan memperburuk tekanan
kompartemen yang meningkat dan biasanya terjadi dalam 48 jam setelah cedera
E. Sindrom kompartemen :
1. Perhatian khusus secara klinis terhadap peningkatan tekanan kompartemen harus
dilakukan untuk mengevaluasi tekanan kompartemen atau pada saat pasien menuju
ke ruang operasi
2. Tanda/gejala 6 “P” meliputi nyeri tidak proporsional, parestesia, pucat, paralisis,
denyut nadi menurun, dan poikilotermia
3. Peningkatan tekanan kompartemen dapat digunakan sebagai tambahan untuk
diagnosis klinis, atau bila: pasien tidak dapat berpartisipasi dalam pemeriksaan
klinis
a. *Tekanan absolut 30 mmHg
b. Tekanan dalam 20 mmHg dari tekanan darah diastolik juga menjadi diagnostic
pada sindrom kompartemen.
4. Tekanan kompartemen dapat diukur menggunakan monitor tekanan intra-
kompartemen Stryker atau transduser tekanan saluran arteri.
F. Sindrom kompartemen ekstremitas atas diberikan penatalaksanaan dengan
pembedahan yang melepaskan volar dan kompartemen ekstensor, gumpalan bergerak,
terowongan karpal, kanal Guyon, dan sembilan kompartemen pada tangan
G. Sindrom kompartemen ekstremitas bawah diberikan penatalaksanaan dengan
fasciotomi kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial, dan posterior dalam
TRAUMA KIMIA
Kesimpulan
1. Cedera listrik dapat menyebabkan kerusakan melalui berbagai mekanisme, termasuk luka
bakar kulit dari arcus listrik atau kebakaran pada pakaian, luka bakar jaringan dalam dari
aliran arus di sepanjang tulang, cedera traumatis bersamaan, dan aritmia jantung
2. Rhabdomyolysis diobati dengan resusitasi cairan agresif untuk mempertahankan output urin
100 cc/jam
3. Sindrom kompartemen diobati dengan fasciotomi dekompresi
4. Asam, basa, dan senyawa organik semuanya dapat menyebabkan luka bakar kimia
5. Basa menyebabkan nekrosis likuifaktif dan akan terus terbakar sampai encer
Pertanyaan yang Akan Anda Tanyakan
Arnoldo B, Klein M, Gibran NS. Practice guidelines for the management of electrical injuries. J
Burn Care Res. 2006;27(4):439–447.PMID: 16819345.
Palao R, Monge I, Ruiz M, Barret JP. Chemical burns: pathophysiology and treatment. Burns.
2010;36(3):295–304. PMID: 19864073.