Inovasi Ekonomi Digital Versi Generasi Milenial, Mampukah?
Tempo menyebutkan bahwa ekosistem ekonomi digital Indonesia perlahan berjalan
menuju ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Pada 2016 masyarakat Indonesia yang berbelanja online tercatat sebesar 7,4 juta jiwa dengan total transaksi sebesar Rp 48 triliun. Setahun kemudian, angka tersebut meningkat menjadi 11 juta yang melakukan transaksi online dengan total transaksi sebesar Rp 68 triliun, hingga akhirnya tahun 2018 ditaksir transaksi online akan mencapai Rp 95,48 triliun. Derasnya laju pertumbuhan ekonomi digital mengakibatkan perusahaan startup mulai bermunculan di Indonesia. Perusahaan-perusahaan ini dikembangkan oleh generasi muda Indonesia yang menciptakan inovasi-inovasi baru yang mana dapat menarik perhatian lebih pada masyarakat. Para pelaku startup didominasi oleh generasi muda yang dikenal dengan sebutan Generasi “Y” atau Generasi Milenial. Generasi Milenial dikenal sebagai generasi digital yang semua aktivitasnya didukung oleh aplikasi digital. Berbeda dengan generasi sebelumnya yaitu Generasi “X” yang dikenal sebagai generasi yang mandiri. Tidak ingin kalah dengan Generasi “X”, Generasi Milenial pada 2017 telah mendobrak pintu perekonomian di Indonesia. Melalui inovasi-inovasi yang mereka ciptakan hingga trobosan baru yang sebelumnya tidak pernah terfikirkan oleh Generasi “X”. Perbedaan sikap yang muncul antara Generasi “X” dengan Generasi Milenial dalam menyikapi pertumbuhan ekonomi di era global ini disebabkan karena adanya perbedaan nilai, perspektif dan pola pikir serta prioritas hidup mereka (Onibala, 2017). Generasi “X” merupakan generasi yang lahir antara 1965-1980, mereka cenderung fokus pada pekerjaan dan bersikap sangat selektif dan adaptif pada suatu hal. Generasi ini memiliki kinerja yang bagus karena mereka sangat maksimal dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika dilihat dari segi pertumbuhan ekonomi pada Generasi “X” tidak banyak mucul pembaharuan dan cenderung stuck pada perekonomian yang sebelumnya telah berjalan. Mereka lebih fokus untuk memaksimalkan hasil tanpa memberikan pembaharuan pada sistem kerja mereka. Generasi ini lebih takut akan adanya sistem yang baru karena mereka harus beradaptasi kembali pada sistem tersebut. Hal ini berbanding terbalik dengan Generasi Milenial. Mereka merupakan generasi yang sangat kreatif dan sadar terhadap perkembangan teknologi. Generasi Milenial merupakan generasi yang lahir antara 1981-1997. Generasi ini memiliki kreatifitas yang tinggi khususnya dalam bidang ekonomi digital. Ekonomi digital merupakan salah satu inovasi yang dikenalkan oleh Generasi Milenial kepada masyarakat di Indonesia. Bukan hanya di Indonesia, mereka juga mendominasi munculnya inovasi baru di dunia. Mereka memiliki keterampilan yang lebih dalam hal teknologi jika dibandingkan dengan Generasi “X”. Generasi Milenial dianggap sebagai generasi yang memiliki tingkat progresif yang tinggi karena mereka mudah dalam menyesuaikan diri dalam lingkungannya. Dalam bidang ekonomi Generasi Milenial berhasil membawa Indonesia menjadi Negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa Generasi Milenial merupakan aset penggerak ekonomi masa depan di Indonesia. Bahkan Sri Mulyani menyebutkan bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi yang dibuat di Indonesia sebagian besar mengikuti karakter yang dimiliki oleh Generasi Milenial. Sri Mulyani menilai bahwa Generasi Milenial merupakan sumberdaya manusia yang harus dikembangkan untuk ekonomi masa depan Indonesia yang lebih baik. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa pertumbuhan yang sangat pesat pada ekonomi digital secara perlahan dapat menggeser eksistensi ekonomi konvensional yang menyerap lebih banyak tenaga kerja. Ekonomi digital membutuhkan tenaga kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan ekonomi konvensional. Menyikapi isu tersebut Generasi Milenial memberikan solusi dengan menciptakan bisnis startup di Indonesia. Saat ini startup dalam bidang ekonomi digital telah disoroti dan menarik perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dalam Tempo menyebutkan bahwa bisnis startup yang diciptakan oleh Generasi Milenial akan menyandang status unicorn di Indonesia pada 2019. Beliau yakin bahwa Generasi muda Indonesia mampu menjadi alat penggerak ekonomi Indonesia. Perkembangan ekonomi digital di Indonesia melampaui ramalan yang telah disampaikan oleh Rudiantara bahwa saat ini praktik e-commerce dalam bentuk iklan jual-beli, retail hingga mall online meningkat secara cepat dan tajam. Diprediksi nilai transaksi ekonomi digital akan meningkat dari tahun ke tahun dengan pridiksi pada 2020 angka transkasi akan mencapai Rp 1.759 triliun. Antusiasme masyarakat yang tinggi pada ekonomi digital menjadikan bisnis startup yang dirintis oleh Generasi Milenial menyandang status unicorn – perusahaan dengan valuasi nilai lebih dai USD 1 milliar. Beberapa bisnis tersebut yaitu Bukalapak.com, Go-Jek, Tokopedia dan Traveloka (Tempo). Dengan adanya pertumbuhan yang semakin cepat ekonomi digital diramalkan akan menjadi penyelamat perekonomian di Indonesia pada tahun mendatang. Sebelum ramalan tersebut dibuat, Google dan A.T. Kearney telah melakukan riset yang dipublikasikan pada September 2017 yang menyebutkan bahwa nilai investasi perusahaan startup berbasis digital menyentuh angka fantastis yaitu Rp 40 triliun pada semester pertama 2018. Besarnya investasi tersebut meninggalkan jauh nilai investasi pada sector makanan dan minuman, namun belum dapat menandingi dana investasi pada sector pertambangan serta minyak dan gas bumi. Akan tetapi, jika Generasi Milenial dengan konsisten meningkatkan kinerja dan ide kreatif mereka sehingga tidak dapat dipungkiri ekonomi digital akan menduduki posisi pertama dalam investasi di dunia.
Nurul Mustafida, lahir di Bojonegoro, 22 Juli 1994. Lulusan Sarjana Akuntansi di
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya pada 2016. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa aktif Magister Sains Akuntansi di Universitas Gadjah Mada.