Professional Documents
Culture Documents
Lapsus Edh.
Lapsus Edh.
LAPORAN KASUS
Disusun oleh:
Pembimbing:
2022
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,
serta inayah-Nya kepada penyusun sehingga laporan kasus tentang “Epidural Hemato
m” ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Tujuan
penyusunan laporan kasus ini guna memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Madya serta
melatih dalam menangani kasus kedokteran.
Penyusun menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Untuk
itu, saran dan kritik dari para pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan kas
us ini. Atas saran dan kritik dokter pembimbing dan pembaca, penyusun ucapkan
terima kasih.
Semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi penyusun, pembaca serta rekan-
rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kedokteran.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I............................................................................................................................3
PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................4
1.3 Tujuan.................................................................................................................4
1.4 Manfaat..........................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
LAPORAN KASUS.....................................................................................................5
2.1 Identitas Pasien..................................................................................................5
2.2 Anamnesis...........................................................................................................5
2.3 Primary Survey.............................................................................................6
2.4 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................6
2.5 Asessment.......................................................................................................7
2.6 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................7
2.7 Planning Diagnostic......................................................................................9
2.8 Diagnosis Kerja...........................................................................................10
2.9 Planning dan Monitoring...........................................................................10
BAB III.......................................................................................................................18
TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................18
3.1. Anatomi Kepala..........................................................................................18
3.2. Subdural Hematoma...................................................................................20
BAB IV........................................................................................................................42
PEMBAHASAN.........................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................44
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cedera kepala merupakan kasus yang sering terjadi, dan hampir selalu
dijumpai pada kasus kegawatdaruratan. Di Indonesia kasus cedera kepala, me
nurut Depkes RI 2007, menempati urutan ke tujuh pada 10 penyakit utama pe
nyebab kematian terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit. Insidensi p
asien dengan cedera kepala berat (GCS kurang dari 8) mencapai 100 per 100.0
00 populasi. Salah satu cedera kepala yang bisa terjadi adalah perdarahan epid
ural (Sastrodiningrat, 2006).
Kasus cedera kepala lebih banyak terjadi pada seseorang dengan usia
produktif karena berhubungan dengan mobilitas yang tinggi dan kesadaran
akan keselamatan di jalan juga masih rendah. Selain itu juga penanganan awal
yang belum benar dan keterlambatan penanganan. Penyebab terbanyak
terjadinya cedera kepala karena kecelakaan mobil dan motor (Girloy, 2000).
Perdarahan Epidural merupakan 2% komplikasi dari seluruh trauma
kepala dan 5-15% trauma kepala berat dengan rata-rata 40.000 kasus pertahun
di USA. Angka mortalitas perdarahan epidural diestimasikan 5-50% yang
dipengaruhi oleh tingkat kesadaran, jumlah perdarahan dan lokasi. Pada
pasien dengan kesadaran penuh angka mortalitas 0%, pada penurunan
kesadaran tingkat ringan-sedang 9% dan pasien koma 20% (Liebeskind,
2016).
Epidural Hematom (EDH) merupakan akumulasi perdarahan akibat
robekan pembuluh darah terutama arteri meningea media yang masuk
kedalam tengkorak melalui foramen spinosum dan berjalan diantara
durameter dan tulang dipermukaan dalam os temporale. Desakan akibat EDH
ini akan memisahkan durameter dari tulang kepala sehingga EDH dapat
bertambah besar (Sjamsuhidajat, 2014).
4
EDH tanpa cedera lain dapat tidak bergejala, setelah bertambah besar
akan terdapat peningkatan tekanan intracranial. Pasien akan mengalami nyeri
kepala, mual muntah, dan penurunan kesadaran. Jika EDH diikuti dengan
cedera otak gejala tandanya akan menjadi kabur. Diagnosa dapat ditegakkan
dengan gejala klinis, pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen kepala
(Sjamsuhidajat, 2014).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi Epidural Hematom (EDH)?
2. Apa etiologi dari Epidural Hematom (EDH)?
3. Apa manifestasi klinis dari Epidural Hematom (EDH)?
4. Bagaimana patofisiologi Epidural Hematom (EDH)?
5. Bagaimana penatalaksaan kasus Epidural Hematom (EDH)?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi Epidural Hematom (EDH).
2. Mengetahui etiologi dari Epidural Hematom (EDH).
3. Mengetahui manifestasi klinis dari Epidural Hematom (EDH).
4. Mengetahui patofisiologi Epidural Hematom (EDH).
5. Mengetahui penatalaksaan kasus Epidural Hematom (EDH).
1.4 Manfaat
Sebagai bekal klinisi agar mampu menegakan diagnosis dan memberi terapi serta
memberikan edukasi dan informasi kepada keluarga pasien.
5
BAB II
LAPORAN KASUS
Usia : 40 Tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Banyuwangi
2.2 Anamnesis
1. Keluhan utama : Pasien jatuh dengan posisi kepala di bawah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang dengan keluhan tidak sadar. Saksi mengatakan pasien jatuh saat
berkerja mengangkat barang. Pasien jatuh dari tangga dan sempat keluar darah
dari hidung dan telinga kanan.
3. Keluhan penyerta :
Tidak ada.
4. Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi
5. Riwayat Penyakit Keluarga:
6
Hipertensi, DM disangkal
6. Riwayat Kebiasaan:
Merokok
7. Riwayat Sosial-Ekonomi
Cukup
2.3 Primary Survey
Airway : Bebas
Breathing : Spontan
Circulation : Nadi kuat, CRT <2detik, warna kulit normal, perdarahan (+)
Disability : GCS E2M3Vx
12. Cor :
Auskultasi : bising jantung (-), ekstrasistol (-)
13. Abdomen :
Palpasi : Hepar-Lien tidak teraba, asites (-)
14. Ekstremitas :
- Atas kanan : tidak terdapat jejas
- Atas kiri : tidak terdapat jejas
- Bawah kanan : tidak terdapat jejas
- Bawah kiri : tidak terdapat jejas
2.5 Asessment
Diagnosa Banding:
- Cedera kepala sedang
- Cedera kepala berat
- Epidural Hematom
- Subdural Hematom
2.6 Pemeriksaan Penunjang
- Lab Darah Lengkap
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Leukosit 24.3 X10^3/pl 3.8-10.6
Lym 34.8 % 20-40
Mix 5.7 % 0.8-10.8
Neu 59.4 % 73.7-89.7
Alc 8.5 X10^3/pl 0.8-4
Eritrosit 5.3 X10^6/pl 4.4-5.9
MCV 87.0 Fl 80-100
MCH 29.8 Pg 26-34
MCHC 34.3 g/Dl 32-36
Hemoglobin 15.8 g/Dl 13.2-18
Hematokrit 46.1 % 40-52
Trombosit 408 X10^3/pl 150-44-
8
Kimia Klinik
GDA 231 mg/Dl 70-125
BUN 10.32 MG/Dl 8-25
Kreatinin 1.44 mg/Dl 0.6-1.4
SGOT 41.6 U/L <50
SGPT 43.1 U/L <50
Rapid antigen Negatif negatif
SARS CoV-2
- CT SCAN Kepala
- X-ray Thorax
- X-ray Humerus Dextra
- X-ray Manus Dextra
9
Tampak lesi hiperdens berdensitas darah mengisi epidural space temporal kanan
dengan ketebalan maximal 1,6cm, densitas darah juga mengisi subdural space regio
temporal kiri dengan ketebalan <1cm, dan mengisi girus regio temporal kanan dan di
brain parenkim regio frontal kiri diameter <1cm.
10
Kesimpulan: EDH regio temporal kanan dengan ketebalan max 1,6cm, SDH regio
temporal kiri dengan ketebalan <1cm, SAH regio temporal kiri, ICH minimal di regio
frontal kiri dan Linier fraktur region temporal kanan.
X-Ray Thorax
Complete fraktur di 1/3 distal os radius kanan dengan displace fragmen distal ke sisi
dorsal
- O2 Masker 8 Lpm
- Infus PZ 14 tpm
- Inj peinios 400mg
- Inj diazepam 1 amp IV pelan
12
Tanggal S O A P
10/01/2022 Menerima KU: lemah, Perfusi Lanjut infus
pasien baru akral hangat jaringan Headup 30°
dari IGD GCS : derilium cerebral Peinlos
Headup 30° 400mg/8jam
Monitor (+) Anbacim
TD: 151/104 1gr/12jam
mmHg Ondansetron
N: 96x/menit 4mg/8jam
RR: 18x/menit Lansoprazole
SpO2: 100% 30mg/12jam
Tax: 37° Phenitoin
Terpasang 100mg/8jam
infus (+) Mannitol
DC(+) 6x100cc
Produksi (+) Kalnex 500mg
Fartison
Pump morfin
10mg/50ml
Cefazolin
1gr/12jam
11/01/2022 - KU: lemah Post Op Lanjutkan
GCS : 2-3-5 trepanasi EDH intervensi
TD: 156/96 Headup 30°
mmHg Infus PZ
N: 95x/menit 1500cc/24jam
RR: 13x/menit Cefzolin 2x1g
SpO2: 100% Manitol
Tax: 37° 6x100cc
GDA 231 Phenytoin
Headup 30° 3x100mg
O2 simple Peinlos
14
mask 3x400mg
Rh -/-, Wh -/- Omeprazole
akral hangat 2x1
Odem ext (-) As Tranexamat
Monitor (+) 3x500mg
IV line (+) Pasang NGT
DC(+)
Produksi (+)
Luka post op
kepala (+)
12/01/2022 - KU: lemah Post trepanasi Peinlos
GCS : 4-4-5 evakuasi EDH 3x400mg
TD: 130/98 H-2 Phenytoin
mmHg C.Fraktur 3x100mg
N: 81x/menit antebrachii Manitol
RR: 14x/menit Dextra 6x100cc
SpO2: 100% C.Fraktur As.
Tax: 37° Parietal + COS Tranexamat
Headup 30° Hipertensi (+) 3x500mg
O2 simple Diabetes Fartison
mask Militus (+) 3x1amp
Rh -/-, Wh -/- Cefazoline
akral hangat 2x1gr
Odem ext (-) Omeprazole
Monitor (+) 2x40mg
IV line (+) Captopril
DC(+) 25mg SL
Produksi (+) Novorapid 3x4
Luka post op u SC
kepala (+) Rencana
pasang GIP
13/01/2022 Bicara KU: lemah Post trepanasi Peinlos
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kul
it, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeuroti
ka, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium (Sylvi
a, 2006).
3.1.2. Os cranial
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang ten
gkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.
Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot
temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat te
mporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum
(Sylvia, 2006).
20
3.1.3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapi
san yaitu :
3.1.3.1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endost
eal dan lapisan meningeal. Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas j
aringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari 3 kranium. Kar
ena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang
potensial (ruang subdura) yang terletak antara duramater dan arachnoid, dimana se
ring dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena y
ang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah
atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdara
han subdural (Sylvia, 2006).
3.1.3.2. Arachnoid
21
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Sela
put arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar
yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, di
sebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi o
leh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat
cedera kepala (Sylvia, 2006).
3.1.3.3. Piamater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adalah
membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk
kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan men
yatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga
diliputi oleh piamater (Sylvia, 2006).
3.2.2. Klasifikasi
22
Biasanya berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari sesudah traum
a. Awalnya pasien mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan status
neurologi yang bertahap. Namun, setelah jangka waktu tertentu penderita memper
lihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Sejalan dengan meningkat
nya tekanan intrakranial, pasien menjadi sulit dibangunkan dan tidak berespon ter
hadap rangsang nyeri atau verbal. Pada tahap selanjutnya dapat terjadi sindrom he
rniasi dan menekan batang otak. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan
lesi isodens atau hipodens. Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel
darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.
3.2.3. Etiologi
Perdarahan pada ruang subdural terjadi akibat pecahnya atau rusaknya ven
a penghubung (Bridging vein) yang ada dan melintas antara dura dan arachnoid.
Penyebab terjadinya rupture atau pecahnya bridging vein pada ruang subd
ural dibagi menjadi dua yakni traumatik dan nontraumatik (Andrew, 2005).
1. Traumatik : diakibatkan oleh karena adanya energy dari luar (trauma) yang
mengakibatkan terputusnya vena, banyak ditemukan pada akut subdural
hematom.
24
2. Non-Traumatik : diakibatkan oleh rapuhnya vena yang suatu saat dapat ruptur.
Biasa ditemukan pada pasien lanjut usia ataupun pasien dengan kasus kronik
subdural hematom.
3.2.4. Patofisiologi
Perdarahan subdural paling sering terjadi pada permukaan lateral dan atas
hemisferium dan sebagian di daerah temporal, sesuai dengan distribusi “bridging
vein” perdarahan seringkali terkumpul 100-200 cc saja, perdarahan biasanya akan
berhenti karena tamponade hematom sendiri. Setelah 5-7 hari hematom mulai men
gadakan reorganisasi dan selesai dalam 10-20 hari (Sylvia, 2006).
ya menambah jumlah cairan dalam rongga subdural. Akibat suplai arteri yang bai
k, perdarahan berulang, arus balik yang tidak adekuat dan thrombosis vascular, ne
omembran pada SDH kronik dapat mengalami hialinisasi, kalsifikasi bahkan osifi
kasi (Satyanegara, 2014).
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terj
adi pada saat benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume SDH. Penderit
26
a-penderita dengan trauma berat dapat menderita kerusakan parenkim otak difus y
ang membuat mereka tidak sadar dengan tanda-tanda gangguan batang otak.
Penderita dengan SDH yang lebih ringan akan sadar kembali pada derajat
kesadaran tertentu sesuai dengan beratnya benturan trauma pada saat terjadi kecel
akaan (initial impact). Keadaan berikutnya akan ditentukan oleh kecepatan pertam
bahan hematoma dan penanggulangannya. Pada penderita dengan benturan trauma
yang ringan tidak akan kehilangan kesadaran pada waktu terjadinya trauma. SDH
dan lesi massa intrakranial lainnya yang dapat membesar hendaklah dicurigai bila
ditemukan penurunan kesadaran setelah kejadian trauma. Stone dkk melaporkan b
ahwa lebih dari separuh penderita tidak sadar sejak kejadian trauma, yang lain me
nunjukkan beberapa lucid interval.
Gejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan tekanan oleh mas
sa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah gejala klinik yang p
aling sering ditemukan. Lesi pasca trauma baik hematoma atau lesi parenkim otak
biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil yang melebar dan kontralateral terhada
p defisit motorik. Akan tetapi gambaran pupil dan gambaran motorik tidak merup
akan indikator yang mutlak bagi menentukan letak hematoma. Gejala motorik mu
ngkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak terletak kontralateral terhadap SD
H atau karena terjadi kompresi pedunkulus serebral yang kontralateral pada tepi b
ebas tentorium. Trauma langsung pada saraf okulomotor atau batang otak pada sa
at terjadi trauma menyebabkan dilatasi pupil kontralateral terhadap trauma. Perub
ahan diamater pupil lebih dipercaya sebagai indikator letak SDH.
Secara umum, gejala yang nampak pada subdural hematom seperti pada ti
ngkat yang ringan (sakit kepala) sampai penurunan kesadaran. Penurunan kesadar
an hematom subdural tidak begitu hebat seperti kasus cedera neuronal primer, kec
uali bila ada efek massa atau lesi lainnya. Gejala yang timbul tidak khas dan meru
pakan manisfestasi dari peninggian tekanan intrakranial seperti: sakit kepala, mual,
muntah, vertigo, papil edema, diplopia akibat kelumpuhan n. III, epilepsi, anisok
or pupil, dan defisit neurologis lainnya, kadang kala dengan riwayat trauma yang t
idak jelas, sering diduga tumor otak.
2. Perdarahan kronik
27
a. Common presentation
- Perubahan status mental
Tampak pada 50-70% dari lansia, dapat tampak sebagai bingung, koma. A
kut delirium sulit dibedakan dengan gejala psiktik. Beberapa pasien mungkin akan
mengalami gejala paranoid atau depresi. Pada era dimana belum ditemukan adany
a CT –scan didapatkan dari 200 pasien psikiatri terdapat 14 diantaranya menderita
SDH.
- Sakit kepala
Insidensi terjadinya sakit kepala 14- 80 %, dan sering tampak pada pasien
usia lanjut dibanding pasien muda. Hal ini merupakan bagian dari pengaruh besar
nya hematom sehingga dapat memberikan tekanan kepada otak.
- Jatuh
- Kejang
6% dari kasus didapatkan pasien mengalami kejang. Pada pasien yang dik
etahui mengidap epilepsi didapatkan bahwa lebih sering terjadi kejang.
b. Uncommon presentation
28
- Extrapyramidal sindrom
- Mudah terjatuh
Biasa muncul pada akut onset defisit kontralateral postural lesi pada basal
ganglia. Hal ini berhubungan juga dengan lesi kecil yang iskemik. 12 Jatuh dari p
asien biasa tampak bergeser kea rah lateral atau diagonal belakang.
Dari anamnesis di tanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan jej
as dikepala atau tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan kes
adaran atau pingsan. Jika ada pernah atau tidak penderita kembali pada keadaan sa
dar seperti semula. Jika pernah apakah tetap sadar seperti semula atau turun lagi k
esadarannya, dan di perhatikan lamanya periode sadar atau lucid interval. Untuk ta
mbahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai muntah dan kejang setelah terj
adinya trauma kepala.
anyakan ada tidaknya sakit kepala dan mual, adanya kelemahan anggota gerak ses
isi dan muntahmuntah yang tidak bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakit lain yan
g sedang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumsi saat ini, dan apakah dalam
pengaruh alkohol.
2. Pemeriksaan fisik
a. Laboratorium
b. Foto tengkorak
c. CT-Scan
Perdarahan subdural akut pada CT-scan kepala (non kontras) tampak seba
gai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang ba
gian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas ot
ak di daerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit di daerah bagian a
tas tentorium serebelli. Subdural hematom berbentuk cekung dan terbatasi oleh ga
ris sutura. Jarang sekali, subdural hematom berbentuk lensa seperti epidural hemat
om dan biasanya unilateral.
Perdarahan subdural yang sedikit (small SDH) dapat berbaur dengan gamb
aran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window
width. Pergeseran garis tengah (midline shift) akan tampak pada perdarahan subd
ural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada midline shift harus dicuriga
i adanya massa 15 kontralateral dan bila midline shift hebat harus dicurigai adany
a edema serebral yang mendasarinya.
31
Pada fase kronik lesi subdural menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat
pada gambaran CT tanpa kontras. Sekitar 20% subdural hematom kronik bersifat
bilateral dan dapat mencegah terjadi pergeseran garis tengah. Seringkali, hematom
a subdural kronis muncul sebagai lesi heterogen padat yang mengindikasikan terja
dinya perdarahan berulang dengan tingkat cairan antara komponen akut (hyperden
se) dan kronis (hipodense).
33
3.2.7. Tatalaksana
1. Non-Operatif (Jehuda, 2017)
a. Kortikosteroid
Dalam studi meta analisis didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang sig
nifikan akan rekurensi,morbiditas, mortality, dari pasien yang diobati dengan korti
kosteroid ataupun dengan tindakan pembedahan.Namun dosis ideal dan durasi dar
i pengobatan masih belum jelas dan butuh studi lebih lanjut dalam populasi yang
besar.
b. ACE inhibitor
Efek dari penggunaan ACE inhibitor masih tidak jelas. Obat ini digunakan
untuk mengobati hipertensi pada arteri, namun patologis dengan meningkatkan ak
tivitas angiogenik seperti Kaposi’s sindrom dan diabetic retinopati. Dikatakan bah
36
c. Asam Traneksamat
Namun sampai saat ini penggunaan akan asam traneksamat padapasien kro
nik SDH masih dalam penelitian, terutama penggunaanya pada pasien dengan risi
ko tromboembolik, harus dievaluasi kembali dengan studi yang lebih besar
d. Manitol
e. Platelet
f. Statin
38
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejalag
ejala yang progresif, maka jelas diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pen
geluaran hematoma. Tetapi sebelum diambil keputusan untuk dilakukan tindakan
operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan circulation
(ABCs). Tindakan operasi ditujukan kepada:
Guideline :
Menurunkan TIK dengan drainase CSS transventrikel dan monitoring TIK lebih p
enting daripada operasi dekompresi pada SDH tipis (tebal ≤ 10 mm).
Option :
Waktu
Metode
Metode penanganan pasien dengan subdural hematoma akut tipis traumatik denga
n drainase CSF transventrikel juga untuk monitor TIK. Metode operasi craniotom
y dekompressi dan pemasangan drainase CSF transventrikel dilakukan pada pende
rita dengan indikasi tertentu.
Penjelasan Rekomendasi
Penderita cedera otak berat dengan komplikasi subdural hematom akut merupakan
penyebab utama kematian pada cedera otak berat dengan lesi massa intrakranial.
Angka kematian mencapai 42% - 90%. Kerusakan otak yang terjadi lebih berat ka
rena mekanisme trauma yang hebat, kerusakan parenkim otak yang luas dan edem
a serebral.Secara patofisiologi, pengaruh cedera otak primer yang terjadi terhadap
hasil akhir lebih penting dari efek hematom subdural itu sendiri. 25 Kemampuan u
ntuk mengontrol TIK lebih penting daripada waktu pelaksanaan evakuasi hemato
m.
Teknik Operasi
a. Craniotomy
41
b. Minimal craniotomy
i daerah yang sudah dioperasi. Faktor risiko kambuhan adalah sebagai berikut: kec
enderungan pendarahan, hipotensi intrakranial, perdarahan neomembran berulang.
Drainase Burr-hole adalah teknik yang paling disukai dan prac sed dan bia
sanya dilakukan melalui penempatan dua lubang burr diikuti dengan pencucian de
ngan salin, merupakan teknik yang aman dan adekuat. Perluasan kembali otak dan
hematoma evakuasi adalah faktor pembimbing yang paling penting untuk hasil ya
ng baik. Reekspansi otak dihambat oleh adanya bekuan residu dan membran, udar
a di ruang subdural, dan elastisitas permukaan otak yang tinggi. Lubang burr tung
gal cukup memadai untuk drainase hematoma. Irigasi pada ruang subdural yang m
engikuti membantu evakuasi pada sisa bekuan dan serpihan membran.
43
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien Tn.A dibawa ke Igd Rumah Sak
it pada tanggal 10 Januari 2022 dengan keluhan tidak sadarkan diri, saksi mata me
ngatakan pasien jatuh dari tangga saat bekerja mengangkat barang dengan posisi k
epala dibawah, didapatkan darah keluar dari hidung dan telinga kanan. Pasien me
miliki riwayat Hipertensi, dan kebiasaan merokok. Dari pemeriksaan fisik didapat
akan penurunan kesadaran dengan GCS 5 (E2M3VX), dengan tanda vital dalam b
atas normal. Pada pemeriksaan regio kepala ditemukan perdarahan pada telinga (o
torhoe) dan hidung (rhinorhoe). Dan pada ekstremitas ditemukan bengkak antara
phalanx dan metatarsal 1 kanan kiri, kemerahan, fluktuasi dan nyeri tekan pada an
kle kanan.
Selain itu dilakukan juga pemeriksaan darah lengkap dan didapatkan kesan
leukositosis (24,3 103/µl). Lalu pasien dilakukan pemeriksaan foto rontgent thora
x dan didapatkan hasil dalam batas normal. Kemudian dilakukan juga pemeriksa
an brain CT scan tanpa kontras didapatkan gambaran tampak lesi hiperdens (dar
ah 60-90 HU) bentuk bikonveks pada
mannitol 200 cc lanjut 6x 100 tappering off, injeksi lansoprazole 1x1, Ambacyn
2x1, Ondansetron 3x1, pheniyoin 100mg/8 jam, Mannitol 6x100cc, Kalnex 500
mg, Fartison, pump morfin 10mg/50 ml, cefazolin 1 gram/12 jam. Setelah itu di
konsulkan kepada dokter spesialis bedah saraf dr. Firman Sp. BS hasilnya dilaku
kan operasi transpanasi EDH.
Pada teori indikasi pembedahan secara radiologi yaitu jika volume perdar
ahan >30 cc, ketebalan > 15 mm, dan midline shift > 5 mm. Secara klinis jika G
CS < 9, pupil anisokor, dan penurunan fungsi neurologis secara progresif.
Setelah operasi transpanasi EDH pasien dipindahkan pada ruang ICU dil
anjutkan intervensi pengobatan seperti sebelumnya, ditambahkan asam tranexam
at 3x500 mg dan pemasangan NGT dan kateter untuk memantau pengeluaran ca
iran. Kemudian pada tanggal 12 Januari rencana dilakukan pemasangan GIP. Pa
da 13 Januari pasien mulai berbicara melantur terdapat hipertensi (193/115) kem
udian diberikan tambahan terapi Amlodipin 10 mg untuk mengatasi tekanan dara
h tingginya dan pemberian Novorapid untuk mengontrol gula darah pasien (GD
A 147). Pada tanggal 16 Januari pasien selanjuitnya dipindahkan ke RBK atas, d
idapatkan keluhan nyeri kepala, BAB sebanyak 3x dalam selang waktu satu jam.
45
DAFTAR PUSTAKA
Adhiyaman, V; Asghar, M. 2002. Chronic subdural haematoma in the elderly. Pos
tgrad Med J , 78, 71-5.
Tim neurotrauma RSU dr. Soetomo. 2007. Indikasi operasi pada Subdural. In T. n
eurotrauma, & J. wahyunadi (Ed.), Pedoman tatalaksana cedera otak (pp. 36-7).
Universitas Airlangga, Surabaya.