You are on page 1of 18

A.

Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Dispepsia adalah rasa nyeri atau tidak nyaman di bagian ulu hati
pada abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Dispepsia merupakan
gejala keganasan saluran cerna bagian atas. Pada pasien dewasa muda,
penyebab tersering dari dyspepsia adalah refluks gastroesofagus dan
gastritis. Reaksi ini menimbulkan gangguan ketidakseimbangan
metabolisme dan seringkali menyerang individu usia produktif, yakni usia
30-50 tahun (Ida, 2016).

2. Tanda dan Gejala


Adanya gas diperut, rasa penuh setelah makan, perut menonjol,
cepat kenyang, mual, tidak ada nafsu makan dan perut terasa panas. Rasa
penuh, cepat keyang, kembung setalah makan, mual muntah, sering
bersendawa, tidak nafsu makan, nyeri uluh hati dan dada atau regurgitas
asam lambung kemulut. Gejala dispepsia akut dan kronis berdasarkan
jangka waktu tiga bulan meliput: rasa sakit dan tidak enak di ulu hati,
perih, mual, berlangsung lama dan sering kambuh dan disertai dengan
ansietas dan depresi (Purnamasari, 2017). Indikasi endoskopi bila ada
gejala atau tanda alarm seperti gejala dispepsia yang baru muncul pada
usia lebih dari 55 tahun, penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya, anoreksia, muntah persisten, disfagia progresif,
odinofagia, perdarahan, anemia, ikterus, massa abdomen, pembesaran
kelenjar limfe, riwayat keluarga dengan kanker saluran cerna atas, ulkus
peptikum, pembedahan lambung, dan keganasan (Black et al., 2018).
Gejala dispepsia antara lain sebagai berikut (Suzuki, 2017; Rahmayanti,
2016):
1) Epigastric pain merupakan sensasi yang tidak menyenangkan;
beberapa pasieni merasa terjadi kerusakan jaringan
2) Postprandiali fullness merupakan perasaan yang tidak inyaman seperti
makanan berkepanjangan di perut
3) Early satiation merupakan perasaan bahwa perut sudah terlalu penuh
segera isetelah mulai makan, tidak sesuai idengan ukuran makanan
yang dimakan, sehingga makan tidak dapat diselesaikan. Sebelumnya,
kata “cepat kenyang” digunakan, tapi kekenyangan adalah istilah yang
ibenar untuk hilangnya sensasi nafsu imakan selama proses menelan
makanan
4) Epigastrici burning merupakan rasa terbakar adalah perasaan subjektif
yang tidak menyenangkan dari panas.

3. Etiologi
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit baik yang
bersifat organik (struktual) dan fungsional. Penyakityang bersifat organik
antara lain karena terjadinya gangguan di saluran pencernaan atau
disekitar saluran cerna, seperti pankreas, kandung empedu dan lain-lain.
Sedangkan penyakit yang bersifat fungsional dapat dipicu karena factor
psikologis dan factor intoleran terhadap obat-obatan dan jenis makanan
tertentu (Purnamasari, 2017). Etilogi dispepsia antara lain adalah:
1) Idiopatik/dispepsia fungsional
2) Ulkuspeptikum
3) Gastroesophageal refluxdisease (GERD)
4) Kanker lambung
5) Gastroparesis
6) Infeksi Helicobacter pylori
7) Pankreastitis kronis
8) Penyakit kandung empedu
9) Parasite usus
10) Iskemia usus
11) Kanker pancreas atau tumor abdomen.

4. Patofisiologi
Dispepsi terbagi menjadi dua kelompok yaitu dyspepsia sturktural
(organic) dan dyspepsia fungsional (nonorganic). Disepsia organic
terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak
(ulkuspeptikum), gastritis, stomach cancer, gastroesophageal
refluxdisease, hyperacidity. Dispepsia nonorganic merupkan Dispepsia
Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Faktor penyebab dari
dyspepsia antara lain adalah stress,pola hidup seperti minum kopi,
konsumsi alcohol dan merokok menjadi faktor pemicu terjadinya rasa
tidak nyaman pada perut. Hal tersebut dikarenakan adaya peningkatan
asam lambung (HCL) yang mengiritasi mukosa lambung. Sekresi asam
lambung Kasus dispepsia fungsional umumnya mempunyai tingkat sekresi
asam lambung, baik sekresi basal maupun dengan stimulasi pentagastrin,
yang rata-rata normal. Diduga terdapat peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di iperut
(Djojoningrat, 2009). Peningkatan sensitivitas imukosa lambung dapat
terjadi akibat polai makan yang tidak teratur. Pola makan yang tidak
teratur iakan membuat lambung sulit untuk iberadaptasi dalam
pengeluaran sekresi asam lambung. Jika hal ini berlangsung dalam waktu
yang lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat
mengiritasi dinding mukosa pada lambung (Rani et al., 2011). Adanya
peingkatan asam lambung dapat menyebabkan respon mual dan muntah
sehingga menyebabkan deficit nutrisi dan risiko ketidakseimbangan cairan
pada tubuh. Peningkatan asam lambung (HCL) yang mengiritasi mukosa
lambung memicu nyeri epigastric sehingga terjadi nyeri akut. Nyeri akut
menyebabkan adanya perubahan Kesehatan yang mengakibatkan pasien
cemas karena kurang pengetahuan tentang respon tubuh terhadap penyakit.

5. Klasifikasi
Klasifikasi dari mayordispepsia terbagi atas dua kelompok yaitu:
a. Dispepsia Organik, bila telah diketahui adanya kelainan organic
sebagai penyebabnya. Sindrom dyspepsia organic terdapat kelainan
yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (ulkuspeptikum),
gastritis, stomach cancer, gastroesophageal refluxdisease, hyperacidity.
b. Dispepsia Non Organik (DNU), atau dyspepsia fungsional, atau
Dispepsia Non Ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia
fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ
berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, danendoskopi
(Ida, 2016).

6. Faktor Risiko
Dyspepsia disebabkan oleh bebrapa faktor risiko, faktor risiko dari
dyspepsia antara lain adalah (Rahmayanti, 2016):
a. Psiko-Sosial
Dispepsia sangat berhubungan erat dengan faktor psikis. Besarnya
peranan stres dalam memicu berbagai penyakit sering tidak disadari
oleh penderita bahkan oleh tenaga imedis sendiri. Hal ini sekaligus
menjelaskani mengapa sebagian penyakit bisa imenemukan
progesifitas penyembuhan yang baik isetelah faktor stres ini ditangani.
b. Penggunaan Obat-obatani
Sejumlahi obat dapat mempengarui gangguan iepigastrium, mual,
muntah dan nyeri idi ulu hati. Misalnya golongan NSAIDs, seperti
aspirin, ibuprofen, dan naproxen, steroid, teofilin, digitalis, dan
antibiotik.
c. Pola Makan tidak Teraturi
Pola makan yang itidak teratur terutama bila jarang isarapan di pagi
hari, termasuk iyang beresiko dispepsia. Di pagi ihari kebutuhan kalori
seseorang cukup ibanyak, sehingga bila tidak sarapan, imaka lambung
akan lebih banyak imemproduksi asam.
d. Gaya Hidup yang tidak Sehat
e. Menghisap rokok
Tar dalam asap rokok idapat melemahkan ikatup Lower Esophageal
Spinter (LES), katup antara lambung dan tenggorokan, sehingga gas
dilambung naiki hingga kerongkongan
f. Minum Alkohol
Alkohol bekerja imelenturkan katup LES, sehinggai menyebabkan
refluks atau berbaliknya iasam lambung kei kerongkongan. Alkohol
ijuga meningkatkan iproduksi asam lambung.

7. Pathway Dispepsia

Dispepsia

Structural (Organik) Fungsional


(Nonorganik)

ulkuspeptikum, gastritis, Dispepsia Non


stomach cancer, Ulkus (DNU),
gastroesophageal bila tidak jelas
refluxdisease, hyperacidity penyebabnya

Stress Kopi, rokok, alkohol

Perangsangan Respon mukosa


lambung
saraf parasipatis

Peningkatan Peneglupasan
Vasodilatasi
produksi HCL
mukosa gaster
lambung

HCL kontak
Mual Ansietas
dengan mukosa

Muntah Nyeri epigastrik b.d Perubahan


mukosa lambung kesehatan
Risiko
ketidakseimban Nyeri akut Defisit
gan cairan pengetahuan

Sumber: (Ida, 2016).


8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologi tindakan-tindakan keperawatan
dalam perawatan pasien dengan gangguan nyeri abdomen yaitu mengatur
posisi pasien, hipnoterapi, terapi relaksasi, manajemen nyeri dan terapi
perilaku. Farmakologis Pengobatan dyspepsia mengenal beberapa
obat,yaitu: Antasida, Pemberian antasida tidak dapatdilakukan
terusmenerus,karenahanyabersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri.
Obat yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin, dan
famotidine. Pemasangan cairan pariental, pemasagan Naso Gastrik
Tube(NGT) jika diperlukan (Amelia, 2018).

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan
organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah
yang lengkapdan pemeriksaan darah dalam tinja, danurin. Jika
ditemukan leukosit dosis berarti tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair
berlendir ataubanyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja
kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga
menderita dyspepsia ulkus sebaiknya diperiksa derajat keasaman
lambung. Jika diduga suatu keganasan, dapat diperiksa tumor marker
(dugaan karsinoma kolon),dan (dugaan karsinoma pankreas)
b. Barium enema untukmemeriksa salurancerna pada orangyang
mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan beratbadan atau
mengalami nyeri yang membaik ataumemburuk bila penderita makan
c. Endoskopi bias digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari
lapisan lambung melalui tindakan biopsi.Pemeriksaan nantinya di
bawahmikroskop untuk mengetahui lambung terinfeksi Helicobacter
pylori. Endoskopimerupakan pemeriksaan bakuemas, selain sebagai
diagnostic sekaligus terapeutik.
d. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen,serologi
H.pylori,urea breath test,dan lain-lain dilakukan atasdasarindikasi (Ida,
2016).

10. Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan.komplikasi yang dapat terjadi antara lain,
pendarahan, kanker lambung, muntah darah dan terjadinya ulkus peptikus
(Purnamasari, 2017).

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Primary Survey
Airway 1) pastikan kepatenan jalan napas
2) siapkan alat bantu untuk menolong jalan napas jika
perlu
3) jika terjadi perburukan jalan napas segera hubungi ahli
anestesi dan bawa ke ICU

Breathing 1) kaji respiratory rate


2) kaji saturasi oksigen
3) berikan oksigen jika ada hypoksia untuk
mempertahankan saturasi > 92%
4) auskultasi dada
5) lakukan pemeriksaan rontgent
Circulation 1) kaji denyut jantung
2) monitor tekanan darah
3) kaji lama pengisian kapiller
4) pasang infuse, berikan ciaran jika pasien dehidrasi
5) periksakan dara lengkap, urin dan elektrolit
6) catat temperature
7) lakukan kultur jika pyreksia
8) lakukan monitoring ketat
9) berikan cairan per oral
10) jika ada mual muntah, berikan antiemetik IV
Disability Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU atau
GCS
Pengkajian kesadaran menggunakan AVPU
A : Alert
V : Verbal
P : Pain
U : Unresponsive
Pemeriksaan GCS
Eye (respon membuka mata)
(4) : spontan membuka mata
(3) : membuka mata dengan perintah (suara, sentuhan)
(2) : membuka mata dengan rangsang nyeri
(1) : tidak membuka mata dengan rangsang apa pun
Verbal (respon verbal)
(5) : berorientasi baik
(4) : bingung, disorientasi tempat dan waktu
(3) : berbicara tidak jelas
(2) : bisa mengeluarkan suara mengerang
(1) : tidak bersuara
Motor (respon motorik)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : (menghindar/menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : menjauhi rangsang nyeri
(2) : extensi spontan
(1) : tidak ada gerakan
Derajat kesadaran
14-15 Composmentis
12-13 Apatis
10-11 Somnolen
9-7 Delirium
4-6 Stupor
3 coma
Exposure 1) kaji riwayat sedetail mungkin
2) kaji stress dan pola makan, serta gaya hidup pasien
3) kaji tentang waktu sampai adanya gejala
4) kaji apakah ada anggota keluarga atau teman yang
terkena
5) apakah sebelumnya baru mengadakan perjalanan?
6) Lakukan pemeriksaan abdomen
7) Lakukan pemeriksaan roentgen abdominal

b. Secondary Survey
1) Riwayat penyakit sekarang
2) Riwayat kesehatan terdahulu
Penyakit yang pernah dialami
Alergi (, makanan, dll)
Obat-obatan yang digunakan
3) Pengkajian head to toe
 Keadaan Umum : kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen
 TTV dan Nyeri : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
 Kepala : ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cekung atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah
kering atau basah
 Dada : Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis
metabolik
 Abdomen : Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat
hipokalemia
 Ekstremitas : Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi

2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko ketidakseimbangan cairan
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi
mukosa lambung)
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi perubahan
Kesehatan pasien
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan kondisi Kesehatan pasien.
3. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Risiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Cairan (I.03098)
ketidakseimban selama ... jam masalah Risiko Observasi
gan cairan ketidakseimbangan cairan membaik dengan 1) Monitor status hidarsi (misal frekuensi nadi, tekanan
(D.0036) kriteria hasil : nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa,
turgor kulit, tekanan darah)
Status cairan (L.03028) 2) Monitor berat badan harian
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
1 Kekuatan nadi  4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (misal
2 Turgor kulit  hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN)
5) Monitor status hemodinamik (misal. MAP, CVP,
3 Output urine 
PAP, PCWP jika tersedia)
Keterangan : Terapeutik
1 = menurun 1) Catat intake-output dan hitung balance cairan 24 jam
2 = cukup menurun 2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
3 = sedang 3) Berikan cairan intravena, jika perlu
4 = cukup meningkat Kolaborasi
5 = meningkat Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu.

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Frekuensi nadi 
2 Tekanan darah 
3 Tekanan nadi 
4 Membran 
mukosa
5 Kadar Hb 
6 Kadar Ht 
Keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) selama ... jam masalah nyeri akut membaik Observasi
dengan kriteria hasil : 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
Tingkat Nyeri (L.08066) 2) Identifikasi skala nyeri
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Identifikasi respon nyeri nonverbal
1 Keluhan nyeri  4) Identifikasi faktor yang memberperat dan meringankan
2 Meringis  nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
3 Gelisah 
6) Monitor efek samping pengunaan analgetik
4 Mual  Terapeutik
5 Muntah  1) Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
Keterangan : rasa nyeri
1 = meningkat 2) Control lingkungan yang memperberat nyeri
2 = cukup meningkat 3) Fasilitasi istirahat dan tidur
3 = sedang Edukasi
4 = cukup menurun 1) Jelaskan, penyebab, periode yang memicu nyeri
5 = menurun 2) Jelaskan strategi yang meredakan nyeri
3) Ajarkan Teknik non farmakalogis untuk mengurangi
No Indikator 1 2 3 4 5 nyeri
Kolaborasi
1 Frekuensi nadi  1) Kolaborasi pemberian analgetic jika perlu
2 Tekanan darah 
3 Tekanan nadi 
4 Nafsu makan 
5 Pola tidur 
Keterangan :
1 = memburuk
2 = cukup memburuk
3 = sedang
4 = cukup membaik
5 = membaik
3. Defisit Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
pengetahuan selama ... jam, masalah deisit pengetahuan Observasi
(D.0111) dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi kesiapan dan kmampuan menerima
informasi
2) Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan
Tingkat Pengetahuan (L.12111) menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
No Indikator 1 2 3 4 5 Terapeutik
1 Perilaku sesuai  1) Sediakan materi dan media Pendidikan Kesehatan
anjuran 2) Jadwalkan Pendidikan Kesehatan sesuai kesepakatan
2 Kemampuan  3) Berikan kesempatan untuk bertanya
menjelaskan Edukasi
tentang 1) Jelaskan faktor risiko yang dapat mempegaruhi
pengetahuan Kesehatan
tentang topik 2) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
Keterangan : 3) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
1 = menurun meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
2 = cukup menurun
3 = sedang
4 = cukup meningkat
5 = meningkat

No Indikator 1 2 3 4 5
1 Persepsi ang 
keliru terhadap
masalah
Keterangan :
1 = meningkat
2 = cukup meningkat
3 = sedang
4 = cukup menurun
5 = menurun

4. Ansietas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Reduksi Ansietas (I.09314)


(D.0080) selama ... jam, masalah ansietas menurun Observasi
dengan kriteria hasil: 1) Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (misal
kondisi, waktu, stresor)
Tingkat ansietas (L.09093) 2) Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
No Indikator 1 2 3 4 5 3) Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)
1 Verbalisasi  Terapeutik
kebingungan 1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
2 Verbalisasi  kepercayaan
khawatir akibat 2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
kondisi yang 3) Pahami situasi yang membuat ansietas
dihadapi 4) Dengarkan dengan penuh perhatian
3 Perilaku  5) Gunakan penekatan yang tenang dan meyakinkan
gelisah 6) Tempatkan barang pribadi yang memberi kenyamanan
4 Perilaku tegang  7) Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu
kecemasan
Keterangan : 8) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa
1 = meningkat yang akan datang
2 = cukup meningkat Edukasi
3 = sedang 1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin
4 = cukup menurun dialami
5 = menurun 2) Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
3) Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika
perlu
4) Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif,
sesuai kebutuhan
5) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
6) Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
7) Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang
tepat
8) Latih teknik relaksasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas, jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan asuhan
keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu
klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus
dimiliki perawat pada tahap implementasi adalah kemampuan komunikasi
yang efektif,kemampuan untuk menciptakan hubungan saling percaya dan
saling bantu, kemampuan melakukan teknik psikomotor, kemampuan
melakukan observasi sistematis,kemampuan memberikan pendidikan
kesehatan, kemampuan advokasi,dan kemampuan evaluasi (Asmadi,
2015).
Intervensi keperawatan berlangsung dalam tiga tahap. Fase
pertama merupakan fase persiapan yang mencakup pegetahuan tentang
validasi rencana, implementasi rencana, persiapan klien dan keluarga. Fase
kedua merupakan puncak implementasi keperawatan yang berorientasi
pada tujuan. Pada fase ini, perawat menyimpulkan data yang dihubungkan
dengan reaksi klien. Fase ketiga merupakan terminasi perawat-klien
setelah implementasi keperawatan selesai dilakukan (Asmadi, 2012).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan (Carpenito, 2009). Ada 3 jenis evaluasi keperawatan
mengenai berhasil/tidaknya suatu tindakan, antara lain:
a. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan
waktu yang sebelumnya sudah ditetapkan.
b. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi
semua kriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
c. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang dituliskan
dalam tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.

6. Discharge Planing
Discharge planning merupakan bagian dari proses keperawatan dan
fungsi utama dari perawatan. Discharge planning harus dilaksanakan oleh
perawat secara terstruktur dimulai dari pengkajian saat pasien masuk ke
rumah sakit sampai pasien pulang (Potter & Perry, 2010). Beberapa hal
yang perlu diberikan kepada keluarga pasien Dispepsia antara lain:
a. Anjurkan untuk banyak minum air.
b. Hindari konsumsi minuman bersoda atau minuman ringan yang
banyak mengandung alcohol dapat meningkatkan asam lambung
(HCL)
c. Anjurkan pasien untuk memanajemen stress
d. Anjurkan periksa ke pelayanan Kesehatan jika perlu.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia, K. (2018). Keperawatan Gawat darurat dan Bencana Sheehy. Jakarta:


ELSEVIER.
Carpenito, L.J.2009. Diagnosis keperawatan aplikasi pada praktik klinis. Edisi
9.Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2005. Medicine At A Glance. Alih Bahasa: Rahmalia. A,dkk.
Jakarta: Erlangga
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Profil Kesehatan Indonesia.
Jakarta: Depkes RI
IDAI. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid 2
cetakan pertama. Jakarta. Badan Penerbit IDAI
Ida, M. (2016). Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem
pencernaan. Jakarta: Pustaka Baru Press.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2011. Jakarta:
Sekretaris Jenderal
Purnamasari, L. (2017). Faktor risiko, klasifikasi, dan terapi sindrom dispepsia.
870.
Pamela, K. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Pamela, K. (2011). Pedoman Keperawatan Emergensi. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Potter & Perry. 2010. Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.
Edisi 7. Vol. 3. Jakarta : EGC
PPNI. 2016. Standar DiagnosaKeperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Ihuldanindonesia: Definisi dan
tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Riani. (2015). Hubungan tidak sarapan pagi, jenis makanan dan minuman yang
memicu asam lambung dengan kejadian dispepsia pada remaja usia 15-19
tahun di desa tambang . 45.
Sjamsuhidajat & de jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC

You might also like