Analisis Perilaku Konsumen dalam Film “Confessions of a Shopaholic”
Confessions of a Shopaholic merupakan film bergenre comedy-romance yang di
dalamnya menceritakan seorang wanita bernama Rebecca Bloomwood yang memiliki perilaku atau gaya hidup konsumtif. Wanita yang akrab disapa Becky ini bekerja sebagai seorang jurnalis majalah keuangan yang memiliki hobi atau keinginan gila dan tak terkontrol dalam berbelanja (Shopaholic), khususnya pada produk fashion. Dikarenakan kegilaannya dalam hal berbelanja, Becky sampai terlilit hutang dan dikejar oleh debt collector. Becky mengatakan bahwa ia merasa puas, bebas, dan mendapat energi positif ketika berhasil berbelanja barang baru. Hal ini yang melatarbelakangi perilaku konsumtif seorang Becky, yang mana perilaku konsumen seperti ini tidak sepenuhnya baik untuk kehidupan manusia. Bagaikan pisau yang memiliki 2 bilah mata, ada manfaat maupun kerugian. Manfaatnya adalah Becky merasa mendapatkan energi positif serta percaya diri setelah membeli barang baru. Padahal hal tersebut merupakan keinginan bukan kebutuhan, Becky hanya menuruti hawa nafsu yang sifatnya hanya sementara. Sedangkan kerugiannya adalah Becky terlilit banyak hutang dan karena kebiasaannya tersebut kartu kredit yang dimilikinya sudah mencapai limit. Faktor pengaruh perilaku konsumen yang dialami Becky kebanyakan dari faktor internal, yang mana dirinya mempunyai gaya hidup hedonisme yaitu gaya hidup atau perilaku yang hanya memikirkan kesenangan serta kepuasan pribadi. Dengan memiliki gaya hidup konsumtif seorang Becky merasa puas dan bahagia serta terhindar dari hal-hal yang menyakitkan. Terlepas dari faktor internal, faktor eksternal juga mempengaruhi seorang pribadi memiliki gaya hidup konsumtif, sebagai contoh adalah iklan dan konformitas. kedua hal ini mampu mempengaruhi orang untuk konsumtif. Iklan dan konformitas menjadi tahap awal seseorang menjadi konsumtif, iklan mempunyai andil besar dalam mempengaruhi seseorang untuk berperilaku konsumtif karena kemampuannya mempersuasi, mensugesti orang dan keinginan dalam diri seseorang untuk sama dengan orang lain maka terciptalah konformitas. Perilaku konsumtif ini disebabkan oleh berbelanja tanpa direncanakan, memaksakan diri untuk berbelanja padahal hutang menumpuk dan banyak barang yang hanya dipakai sekali atau tidak pernah sama sekali. Hal ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam mengambil keputusan yang tepat saat berbelanja. Dalam beberapa scene film ditayangkan bahwa saat akan melakukan keputusan pembelian, Becky tidak banyak berpikir tentang proses pengenalan kebutuhan dan pencarian informasi akan suatu barang atau produk (ditayangkan dalam suatu adegan bahwa Becky merasa tertipu dengan membeli barang palsu, dia merasa bahwa bahan dari produk fashion yang dibelinya tidak sesuai ekspektasinya). Setelah melakukan keputusan pembelian, Becky mengabaikan evaluasi alternatif, karena dia menganggap bahwa dirinya membutuhkan semua barang yang diinginkannya. Kemudian dalam film juga diceritakan bahwa Becky merasa menyesal setelah membeli barang baru tersebut dikarenakan dia memang tidak memiliki urgensi terhadap barang baru tersebut dan hanya menuruti hasrat Shopaholic-nya (perilaku pasca pembelian). Jenis perilaku pembelian yang diperlihatkan dalam film adalah limited decision making, hal itu dapat dilihat dari seorang Becky dalam pencarian informasi sangat rendah, penilaian suatu brand minim, dalam mengevaluasi brand dilakukan setelah pembelian, dan dalam pengambilan keputusan pembelian dinilai sangat cepat. Dilihat dalam klasifikasi gaya hidup VALS (The Value and Lifestyle System), Becky termasuk kedalam golongan Strives. Yaitu golongan yang memiliki pendapatan rendah dan berorientasi pada status, memiliki nilai-nilai yang sama dengan yang dianut oleh achievers namun mereka berpendapatan kecil. Menurut mereka bergaya menjadi penting untuk mengikuti orang-orang yang dikagumi. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari kehidupan masa kecil Becky yang mengagumi orang-orang Shopaholic yang mana dengan kartu ajaib (kartu kredit) semua yang diinginkan dapat tercapai. Menurut Schiffaman dan Kanuk (2010), teori Freud mengatakan bahwa dalam studi perilaku konsumen, motivasi manusia sebagian besar tidak disadari oleh dirinya sendiri, sehingga konsumen merasa seringkali tidak sadar akan dasar atau alasannya dalam membeli suatu barang. Hal itu dapat dilihat dalam film bahwa Becky ketika memasuki sebuah toko, ia selalu melakukan pembelian impulsive. Menurut Betty (1998), pembelian impulsive merupakan pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa ada niatan sebelum belanja. Seringkali fenomena ini didorong oleh adanya hal kuat untuk segera melakukan pembelian tanpa adanya pemikiran panjang. Kesimpulan dari Film “Confessions of Shopaholic” ialah memiliki gaya hidup konsumtif bagaikan sebuah pisau yang memiliki dua bilah mata, ada manfaat serta kerugian, namun banyak kerugiannya. Pandailah dalam mengatur neraca keuangan sehingga tidak timbul perilaku konsumtif, serta biasakan mengutamakan barang yang dibutuhkan dan mengabaikan barang keinginan karena dapat terciptanya perilaku konsumtif.
Daftar Pustaka:
Nisa, C. (2015). Analisis Perilaku Konsumtif Pada FIlm Confessions of a Shopaholic (Doctoral
dissertation, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK).
PUTRI, T. R. S. (2016). ANALISIS SEMIOTIKA PADA FILM “CONFESSIONS OF A
SHOPAHOLIC” DILIHAT DARI NILAI MORAL (Doctoral dissertation, PERPUSTAKAAN).