You are on page 1of 3

Nama : Endiko Wahyu Normansyah

NPM : 19043010166
Kelas : Perilaku Konsumen F

Analisis Perilaku Konsumen dalam Film “Confessions of a Shopaholic”

Confessions of a Shopaholic merupakan film bergenre comedy-romance yang di


dalamnya menceritakan seorang wanita bernama Rebecca Bloomwood yang memiliki perilaku
atau gaya hidup konsumtif. Wanita yang akrab disapa Becky ini bekerja sebagai seorang jurnalis
majalah keuangan yang memiliki hobi atau keinginan gila dan tak terkontrol dalam berbelanja
(Shopaholic), khususnya pada produk fashion. Dikarenakan kegilaannya dalam hal berbelanja,
Becky sampai terlilit hutang dan dikejar oleh debt collector.
Becky mengatakan bahwa ia merasa puas, bebas, dan mendapat energi positif ketika
berhasil berbelanja barang baru. Hal ini yang melatarbelakangi perilaku konsumtif seorang
Becky, yang mana perilaku konsumen seperti ini tidak sepenuhnya baik untuk kehidupan
manusia. Bagaikan pisau yang memiliki 2 bilah mata, ada manfaat maupun kerugian.
Manfaatnya adalah Becky merasa mendapatkan energi positif serta percaya diri setelah membeli
barang baru. Padahal hal tersebut merupakan keinginan bukan kebutuhan, Becky hanya menuruti
hawa nafsu yang sifatnya hanya sementara. Sedangkan kerugiannya adalah Becky terlilit banyak
hutang dan karena kebiasaannya tersebut kartu kredit yang dimilikinya sudah mencapai limit.
Faktor pengaruh perilaku konsumen yang dialami Becky kebanyakan dari faktor internal,
yang mana dirinya mempunyai gaya hidup hedonisme yaitu gaya hidup atau perilaku yang hanya
memikirkan kesenangan serta kepuasan pribadi. Dengan memiliki gaya hidup konsumtif seorang
Becky merasa puas dan bahagia serta terhindar dari hal-hal yang menyakitkan. Terlepas dari
faktor internal, faktor eksternal juga mempengaruhi seorang pribadi memiliki gaya hidup
konsumtif, sebagai contoh adalah iklan dan konformitas. kedua hal ini mampu mempengaruhi
orang untuk konsumtif. Iklan dan konformitas menjadi tahap awal seseorang menjadi konsumtif,
iklan mempunyai andil besar dalam mempengaruhi seseorang untuk berperilaku konsumtif
karena kemampuannya mempersuasi, mensugesti orang dan keinginan dalam diri seseorang
untuk sama dengan orang lain maka terciptalah konformitas.
Perilaku konsumtif ini disebabkan oleh berbelanja tanpa direncanakan, memaksakan diri
untuk berbelanja padahal hutang menumpuk dan banyak barang yang hanya dipakai sekali atau
tidak pernah sama sekali. Hal ini mengakibatkan ketidakmampuan dalam mengambil keputusan
yang tepat saat berbelanja. Dalam beberapa scene film ditayangkan bahwa saat akan melakukan
keputusan pembelian, Becky tidak banyak berpikir tentang proses pengenalan kebutuhan dan
pencarian informasi akan suatu barang atau produk (ditayangkan dalam suatu adegan bahwa
Becky merasa tertipu dengan membeli barang palsu, dia merasa bahwa bahan dari produk
fashion yang dibelinya tidak sesuai ekspektasinya). Setelah melakukan keputusan pembelian,
Becky mengabaikan evaluasi alternatif, karena dia menganggap bahwa dirinya membutuhkan
semua barang yang diinginkannya. Kemudian dalam film juga diceritakan bahwa Becky merasa
menyesal setelah membeli barang baru tersebut dikarenakan dia memang tidak memiliki urgensi
terhadap barang baru tersebut dan hanya menuruti hasrat Shopaholic-nya (perilaku pasca
pembelian).
Jenis perilaku pembelian yang diperlihatkan dalam film adalah limited decision making,
hal itu dapat dilihat dari seorang Becky dalam pencarian informasi sangat rendah, penilaian suatu
brand minim, dalam mengevaluasi brand dilakukan setelah pembelian, dan dalam pengambilan
keputusan pembelian dinilai sangat cepat.
Dilihat dalam klasifikasi gaya hidup VALS (The Value and Lifestyle System), Becky
termasuk kedalam golongan Strives. Yaitu golongan yang memiliki pendapatan rendah dan
berorientasi pada status, memiliki nilai-nilai yang sama dengan yang dianut oleh achievers
namun mereka berpendapatan kecil. Menurut mereka bergaya menjadi penting untuk mengikuti
orang-orang yang dikagumi. Pernyataan tersebut dapat dilihat dari kehidupan masa kecil Becky
yang mengagumi orang-orang Shopaholic yang mana dengan kartu ajaib (kartu kredit) semua
yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut Schiffaman dan Kanuk (2010), teori Freud mengatakan bahwa dalam studi
perilaku konsumen, motivasi manusia sebagian besar tidak disadari oleh dirinya sendiri,
sehingga konsumen merasa seringkali tidak sadar akan dasar atau alasannya dalam membeli
suatu barang. Hal itu dapat dilihat dalam film bahwa Becky ketika memasuki sebuah toko, ia
selalu melakukan pembelian impulsive. Menurut Betty (1998), pembelian impulsive merupakan
pembelian yang dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa ada niatan sebelum belanja. Seringkali
fenomena ini didorong oleh adanya hal kuat untuk segera melakukan pembelian tanpa adanya
pemikiran panjang.
Kesimpulan dari Film “Confessions of Shopaholic” ialah memiliki gaya hidup konsumtif
bagaikan sebuah pisau yang memiliki dua bilah mata, ada manfaat serta kerugian, namun banyak
kerugiannya. Pandailah dalam mengatur neraca keuangan sehingga tidak timbul perilaku
konsumtif, serta biasakan mengutamakan barang yang dibutuhkan dan mengabaikan barang
keinginan karena dapat terciptanya perilaku konsumtif.

Daftar Pustaka:

Nisa, C. (2015). Analisis Perilaku Konsumtif Pada FIlm Confessions of a Shopaholic (Doctoral


dissertation, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK).

PUTRI, T. R. S. (2016). ANALISIS SEMIOTIKA PADA FILM “CONFESSIONS OF A


SHOPAHOLIC” DILIHAT DARI NILAI MORAL (Doctoral dissertation,
PERPUSTAKAAN).

You might also like