You are on page 1of 20

Teori VSEPR

Teori VSEPR (Valence Shell Electron Pair Repulsion: tolakan pasangan elektron
kelopak valensi) adalah suatu model kimia yang digunakan untuk menjelaskan bentuk-bentuk
molekul kimiawi berdasarkan gaya tolakan elektrostatik antar pasangan elektron.[1] Teori ini
juga dinamakan teori Gillespie-Nyholm, dinamai atas dua orang pengembang teori ini.
Akronim "VSEPR" diucapkan sebagai "vesper" untuk kemudahan pengucapan

Premis utama teori VSEPR adalah bahwa pasangan elektron valensi disekitar atom
akan saling tolak menolak, sehingga susunan pasangan elektron tersebut akan mengadopsi
susunan yang meminimalisasi gaya tolak menolak. Minimalisasi gaya tolakan antar pasangan
elektron ini akan menentukan geometri molekul. Jumlah pasangan elektron di sekitar atom
disebut sebagai bilangan sterik.

Teori VSEPR biasanya akan dibandingkan dengan teori ikatan valensi yang
mengalamatkan bentuk molekul melalui orbital yang secara energetika dapat melakukan
ikatan. Teori ikatan valensi berkutat pada pembentukan ikatan sigma dan pi. Teori orbital
molekul adalah model lainnya yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana atom dan
elektron tersusun menjadi molekul dan ion poliatomik.Teori VSEPR telah lama dikritik oleh
karena teori ini tidak memiliki perumusan yang kuantitatif, sehingga teori ini hanya dapat
digunakan untuk memprediksi bentuk molekul secara "kasar", walaupun cukup akurat.

Teori VSEPR utamanya melibatkan prediksi susunan pasangan elektron di sekitar satu
atau lebih atom pusat pada suatu molekul. Jumlah pasangan elektron pada kelopak valensi
atom pusat ditentukan dengan menggambarkan struktur Lewis molekul tersebut. Ketika
terdapat dua atau lebih struktur resonansi yang dapat mewakili suatu molekul, model VSEPR
dapat diterapkan pada semua struktur resonansi tersebut. Pada teori VSEPR, pasangan
elektron berganda pada ikatan berganda diperlakukan sebagai "satu pasang" elektron.

Pasangan elektron diasumsikan berada pada permukaan bola yang berpusat pada atom
pusat. Oleh karena pasangan elektron tersebut bermuatan negatif, kesemuaan pasangan
elektron akan menduduki posisi yang meminimalisasi gaya tolak menolak antar sesamanya
dengan memaksimalkan jarak antar pasangan elektron. Jumlah pasangan elektron oleh
karenanya akan menentukan keseluruhan geometri molekul.

[Type text] Page 1


Sebagai contoh, ketika terdapat dua pasang elektron di sekitar atom pusat, gaya tolak-
menolak di antara keduanya akan menjadi minimal ketika keduanya berada pada posisi saling
berseberangan. Oleh karena itu, atom pusat diprediksikan mengadopsi geometri linear. Jika
terdapat tiga pasang elektron, maka gaya tolak-menolak diminimalkan dengan mengadopsi
bentuk trigonal. Dengan cara yang sama, untuk empat pasang elektron, susunan geometri
yang optimal adalah tetrahedral.

Prediksi keseluruhan geometri ini disempurnakan lebih jauh dengan membedakan


pasangan elektron ikatan dan non-ikatan. Pasangan elektron ikatan terlibat dalam ikatan
sigma dengan atom bersebelahan, sehingga kedua elektron tersebut dikongsi oleh dua atom
yang berikatan, menyebabkan pasangan elektron tersebut berada lebih jauh dari atom pusat
daripada pasangan elektron non-ikatan (pasangan elektron menyendiri) yang akan berada
lebih dekat dengan atom pusat. Oleh karena itu, tolakan yang diakibatkan oleh pasangan
elektron menyendiri akan lebih besar daripada tolakan yang diakibatkan oleh pasangan
elektron yang berikatan. Dengan demikian, ketika geometri molekul memiliki dua set posisi
yang menerima gaya tolak-menolak dengan derajat yang berbeda, pasangan elektron
menyendiri akan cenderung menduduki posisi yang menerima gaya tolakan lebih kecil.
Dengan kata lain, gaya tolak menolak antara pasangan elektron menyendiri dengan pasangan
elektron menyendiri (lone pair - lone pair) akan lebih kuat daripada gaya tolak menolak
antara pasangan elektron menyendiri dengan pasangan elektron berikatan (lone pair -
bonding pair), yang juga sendiri lebih kuat daripada gaya tolak-menolak antara pasangan
elektron berikatan dengan pasangan elektron berikatan (bonding pair - bonding pair). Secara
ringkas dapat ditulis: lp-lp > lp-bp > bp-bp.

 Metode AXE

Metode perhitungan elektron AXE umumnya digunakan ketika kita menerapkan teori
VSEPR. A mewakili atom pusat. X mewakili jumlah ikatan sigma antara atom pusat dengan
atom luar. Ikatan ganda kovalen dihitung sebagai satu X. E mewakili jumlah pasangan
elektron menyendiri yang ada disekitar atom pusat. Jumlah X dan E, disebut sebagai bilangan
sterik juga diasosiasikan dengan jumlah orbital hibridisasi yang digunakan dalam teori ikatan
valensi. Beberapa bentuk molekul berdasarkan teori VSEPR.

[Type text] Page 2


Jenis Susunan
Bentuk elektron† Geometri‡ Contoh
molekul

AX1En Diatomik HF, O2

AX2E0 Linear BeCl2, HgCl2, CO2

AX2E1 Tekuk NO −2, SO2, O3

AX2E2 Tekuk H2O, OF2

3
AX2E3 Linear XeF2, I −

AX3E0 Datar trigonal BF3, CO 2−


3
, NO −, SO3

AX3E1 Piramida trigonal NH3, PCl3

AX3E2 Bentuk T ClF3, BrF3

CH4, PO4 3−, SO4 2−,


AX E Tetrahedral
4 0
ClO −

AX4E1 Jungkat-jungkit SF4

[Type text] Page 3


AX4E2 Datar persegi XeF4

AX5E0 Bipiramida trigonal PCl5

AX5E1 Piramida persegi ClF5, BrF5

AX6E0 Oktahedral SF6

AX6E1 Piramida pentagonal XeOF −5, IOF 2− [5]

Bipiramida
AX7E0 pentagonal IF7

Nama Sudut Jumlah Jumlah Rumus Bentuk Molekul Contoh


ikatan PEI PEB (AXnEm) senyawa
(X) (E)

Linear 180 2 0 AX2 CO2

[Type text] Page 4


Trigonal 120 3 0 AX3 BF3
planar

Planar huruf 2 1 AX2E SO2


V

Tetrahedral 4 0 AX4 CH4

Piramida 3 1 AX3E NH3


trigonal

Planar 2 2 AX2E2 H2O


bentuk V

Bipiramida 5 0 AX5 PCl5


trigonal

[Type text] Page 5


Bipiramida 4 1 AX4E SF4
trigonal

Planar 3 2 AX3E2 ClF3


bentuk T

Linear 2 3 AX2E3 XeF2

Oktahedral 90 6 0 AX6 SF6

Piramida 5 1 AX5E BrF5


segiempat

Segiempat 4 2 AX4E2 Xe
datar

Keterangan: PEI = pasangan elektron ikatan, PEB = pasangan elektron bebas, A= atom pusat,
Xn = jumlah atom yang diikat atom pusat, Em = jumlah pasangan elektron bebas

Pada Tabel di atas, nama bentuk molekul yang diberi huruf tebal merupakan bentuk
molekul dasar karena semua elektron valensi atom pusat digunakan untuk membentuk ikatan.
Jika terdapat elektron yang tidak digunakan untuk membentuk ikatan atau elektron bebas

[Type text] Page 6


ditunjukan dengan garis putus-putus kemudian dua titik yang menyatakan pasangan elektron
bebas.

 Langkah-langkah meramal bentuk molekul.

Langkah-langkah yang digunakan untuk meramal struktur molekul tidak berbeda jauh
dengan langkah-langkah yang digunakan untuk menggambar struktur Lewis suatu molekul
atau ion poliatomik. Langkah-langkah yang digunakan untuk meramal bentuk molekul
sebagai berikut.

1. Menentukan atom pusat.

2. Tuliskan jumlah elektron valensi dari atom pusat.

3. Menentukan jumlah elektron valensi dari masing-masing substituen jika berupa atom.

4. Satu elektron dari substituen dipasangkan dengan satu elektron dari atom pusat
sehingga membentuk pasangan elektron (pasangan elektron ikatan, PEI). Perlu
diperhatikan bahwa, bahwa jumlah elektron atom pusat tidak selalu memenuhi kaidah
oktet. Jika masih terdapat substituen dan masih terdapat elektron pada atom pusat,
maka semuanya harus dipasangkan.

5. Jika semua susbtituen telah dipasangkan dengan elektron atom pusat dan masih
terdapat elektron yang tidak berpasangan, maka elektron tersebut tetap ditulis pada
atom pusat sebagai elektron bebas atau pasangan elektron bebas (PEB).

6. Jika berupa ion poliatomik, maka setelah semua substituen dipasangkan kurangi
elektron jika ion bermuatan positif dan tambahkan elektron jika ion bermuatan positif.

7. Menentukan bentuk molekul serta memperkirakan besarnya sudut-sudut


ikatan disekitar atom pusat dengan memperhatikan tolakan-tolakan yang
terjadi agar diperoleh bentuk dengan tolakan yang minimum.

Contoh

misalnya bentuk molekul CH4, BF3, NH3, dan H2O.

[Type text] Page 7


Pada molekul CH4 terdapat 4 pasang elektron terikat dan tidak terdapat pasangan
elektron bebas.

Pada molekul BF3 terdapat 3 pasang elektron terikat dan tidak terdapat pasangan
elektron bebas.

Pada molekul NH3 terdapat 3 pasang elektron terikat dan 1 pasang elektron bebas.

Pada molekul H2O terdapat 2 pasang elektron terikat dan 2 pasang elektron bebas

Contoh lain:

[Type text] Page 8


berilium klorida, BeCl2

Be sebagai atom pusat memiliki 2 elektron valensi dan Cl sebagai substituen memiliki
7 elektron valensi. Setelah satu elektron valensi dipasangkan dengan satu elektron dari
satu atom Be, masih terdapat satu elektron bebas pada atom Be. Oleh sebab itu, 1
elektron tersebut dipasangkan dengan satu elektron dari atom Cl. Setelah semua
dipasangkan tidak ada lagi elektron bebas pada atom Be. Agar tolakan minimum
maka kedua atom Cl letaknya berlawanan membentuk sudut 180°, seperti pada
Gambar.

Boron Trifluorida BF3

Boron sebagai atom pusat memiliki 3 elektron valensi sehingga setelah berikatan
dengan 3 atom F maka tidak ada lagi elektron bebas disekitarnya. Agar tolakan
pasangan elektron ikatan minimal maka setiap ikatan menata diri mengarah pada
pojok-pojok segitiga sama sisi. Bentuk molekul seperti ini disebut trigonal planar
dengan sudut ikatan sebesar 120°.

Contoh Metana, CH4

Metana CH4

[Type text] Page 9


Agar keempat PEI tolakan minimal maka letaknya mengarah pada pojok-pojok
tetrahedral. CH4 berbentuk tetrahedral normal dengan sudut ikatan H-C-H sebesar
109,5°.

Fosfor(V) Fluorida PF5

Lima PEI posisinya `mengarah pada pojok-pojok trigonal bipiramidal. Bentuk PF5
adalah trigonal bipiramidal. Ikatan P-F yang tegak disebut ikatan aksial, sedangkan
ikatan P-F yang posisinya mendatar disebut ikatan ekuatorial. PEI P-F aksial bertolakan
dengan 3 PEI P-F ekuatorial dengan sudut ikatan 90° dan PEI P-F aksial yang lain
dengan sudut 180°. PEI P-F ekuatorial bertolakan dengan 2 PEI P-F ekuatorial yang lain
dengan sudut ikatan 120° dan dengan 2 PEI P-F aksial dengan sudut ikatan 90°.

PEI P-F aksial mempunyai 3 tolakan dengan sudut 90°, sedangkan PEI P-F ekuatorial
hanya memiliki 2 tolakan dengan sudut 90°. Karena hal inilah, maka dapat dianggap
tolakan yang dialami oleh PEI P-F ekuatorial lebih lemah daripada tolakan yang dialami

[Type text] Page 10


oleh PEI P-F aksial. Atau dapat dikatakan ikatan ekuatorial lebih longgar daripada posisi
aksial.

Tolakan yang dialami oleh PEI P-F aksial akan berkurang apabila PEI aksial menjadi
lebih kurus atau lebih ramping. Hal ini dapat dicapai bila ikatan P-F aksial lebih panjang
daripada ikatan P-F ekuatorial. Hal ini telah dibuktikan dengan eksperimen bahwa ikatan
P-F aksial dalam molekul PF5 lebih panjang dibanding ikatan P-F ekuatorial . Dalam
sebuah molekul yang atom pusanya mengikat susbstituen sama dengan bentuk
molekul trigonal bipiramidal, ikatan aksial selalu lebih panjang daripada ikatan
ekuatorial.

Belerang Heksafluorida, SF6

Agar enam PEI tolakan minimal maka posisi 6 ikatan mengarah pada pojok-
pojok oktahedral normal.

Iod heptafluorida, IF7

7 PEI posisinya mengarah pada pojok-pojok dari pentagonal bipiramidal agar tolakan
antar PEI menjadi minimal

[Type text] Page 11


 Keterbatasan Teori VSEPR

Seperti teori-teori yang lain, teori VSEPR juga memiliki kelemahan-kelemahan.


Beberapa diantaranya sebagai berikut.Banyak senyawa logam transisi strukturnya tidak dapat
dijelaskan menggunakan teori VSEPR. Teori VSPER gagal meramalkan struktur NH +3.
Berdasarkan teori VSEPR bentuk molekul NH +
3
adalah trigonal bipiramidal dengan sudut
ikatan lebih kecil dari 120° (sedut normal untuk atom dengan bilangan koordinasi 3) tetapi
lebih besar dari 109,47° (sudut normal untuk atom bilangan koordiansi 4) karena terdapat
satu elektron tidak berpasangan pada atom N.

Namun berdasarkan hasil eksperimen ternyata bentuk dari NH +3 adalah segitiga planar
dengan sudut ikatan sebesar 120°. Hal ini disebabkan elektron bebas terdistribusi secara
merata pada bagian depan belakang atom N. Bentuk trigonal piramidal dan trigonal planar
seperti yang ditunjukan pada gambar.

Gambar bentuk molekul trigonal piramidal dan trigonal planar dari NH +3

Struktur senyawa halida triatomik dengan logam golongan 2 tidaklah linear pada fase gas
seperti yang diprediksi oleh teori VSEPR, melainkan berbentuk tekuk (sudut X-M-X : CaF 2,
145°; SrF2, 120°; BaF2, 108°; SrCl2, 130°; BaCl2, 115°; BaBr2, 115°; BaI2, 105°). Gillespie
mengajukan bahwa ini disebabkan oleh interaksi ligan dengan elektron pada inti atom logam
yang menyebabkan polarisasi atom, sehingga kelopak dalam atom tidaklah simetris
berbentuk bola dan memengaruhi geometri molekul.Teori VSEPR dapat digunakan untuk
meramal bentuk molekul dari hidrida-hidrida unsur-unsur pada periode 3 dan 4 seperti H 2S,
H2Se, PH3, AsH3 dan SbH3, namun gagal meramal besar sudut ikatan yang ada. Berdasarkan
teori VSEPR H2S dan H2Se berbentuk huruf V dengan besar sudut ikatan H-E-H (E=S atau
Se) sekitar 104,5°C seperti sudut ikatan H2O. Namun berdasarkan eksperimen diperoleh besar
sudut H-E-H mendekati 90° walaupun berbentuk V.Sedangkan bentuk molekul PH 3, AsH3
dan SbH3 berdasarkan teori VSEPR berbentuk trigonal piramidal dengan sudut ikatan H-E-H
(E = P, As atau Sb) sekitar 107,3° seperti sudut ikatan NH3. Namun berdasarkan eksperimen

[Type text] Page 12


diperoleh bahwa besar sudut ikatan H-E-H m,endekati 90° walaupun berbentuk trigonal
piramidal.

TEORI HIBRIDISASI

Dalam kimia, hibridisasi adalah sebuah konsep bersatunya orbital-orbital atom


membentuk orbital hibrid yang baru yang sesuai dengan penjelasan kualitatif sifat ikatan
atom. Konsep orbital-orbital yang terhibridisasi sangatlah berguna dalam menjelaskan bentuk
orbital molekul dari sebuah molekul. Konsep ini adalah bagian tak terpisahkan dari teori
ikatan valensi. Walaupun kadang-kadang diajarkan bersamaan dengan teori VSEPR, teori
ikatan valensi dan hibridisasi sebenarnya tidak ada hubungannya sama sekali dengan teori
VSEPR.

Hibridisasi adalah penyetaraan tingkat energi melalui penggabungan antarorbital.


Senyawa kovalen atau kovalen koordinasi. Teori hibridisasi dipromosikan oleh kimiawan
Linus Pauling dalam menjelaskan struktur molekul seperti metana (CH 4). Secara historis,
konsep ini dikembangkan untuk sistem-sistem kimia yang sederhana, namun pendekatan ini
selanjutnya diaplikasikan lebih luas, dan sekarang ini dianggap sebagai sebuah heuristik yang
efektif untuk merasionalkan struktur senyawa organik.

Teori hibridisasi tidaklah sepraktis teori orbital molekul dalam hal perhitungan
kuantitatif. Masalah-masalah pada hibridisasi terlihat jelas pada ikatan yang melibatkan
orbital d, seperti yang terdapat pada kimia koordinasi dan kimia organologam.Walaupun
skema hibridis logam transisi dapat digunakan, ia umumnya tidak akurat.Sangatlah penting
untuk dicatat bahwa orbital adalah sebuah model representasi dari tingkah laku elektron-
elektron dalam molekul. Dalam kasus hibridisasi yang sederhana, pendekatan ini didasarkan
pada orbital-orbital atom hidrogen.Orbital-orbital yang terhibridisasikan diasumsikan sebagai
gabungan dari orbital-orbital atom yang bertumpang tindih satu sama lainnya dengan
proporsi yang bervariasi. Orbital-orbital hidrogen digunakan sebagai dasar skema hibridisasi
karena ia adalah salah satu dari sedikit orbital yang persamaan Schrödingernya memiliki
penyelesaian analitis yang diketahui. Orbital-orbital ini kemudian diasumsikan terdistorsi
sedikit untuk atom-atom yang lebih berat seperti karbon, nitrogen, dan oksigen. Dengan
asumsi-asumsi ini, teori hibridisasi barulah dapat diaplikasikan.

[Type text] Page 13


Perlu dicatat bahwa kita tidak memerlukan hibridisasi untuk menjelaskan molekul, namun
untuk molekul-molekul yang terdiri dari karbon, nitrogen, dan oksigen, teori hibridisasi
menjadikan penjelasan strukturnya lebih mudah.Teori hibridisasi sering digunakan dalam
kimia organik, biasanya digunakan untuk menjelaskan molekul yang terdiri dari atom C, N,
dan O (kadang kala juga P dan S).Untuk menjelaskan bagaimana Hibridisasi Gas Mulia
seperti XeF4, mari ikuti penjelasan berikut

[Type text] Page 14


[Type text] Page 15
Konsep hibridisasi digunakan untuk menjelaskan bentuk geometri molekul. Bentuk molekul
itu sendiri ditentukan melalui percobaan atau mungkin diramalkan berdasarkan teori tolakan
elektron seperti bahasan di atas. Sebagai contoh, kita perhatikan molekul metana (CH4)
mempunyai struktur tetrahedral yang simetris. Masing-masing ikatan karbon hidrogen
mempunyai jarak yang sama yaitu 1,1 angstrom dan sudut antara setiap pasang elektron
adalah 109,5°.

[Type text] Page 16


Karbon mempunyai nomor atom 6 sehingga konfigurasi elektronnya: 1s² 2s² 2p². Konfigurasi
elektron atom karbon tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Bentuk hibridisasi CH4 adalah sp³ atau tetrahedron (bidang 4). Dalam atom karbon tersebut
terdapat dua orbital yang masing-masing mengandung sebuah elektron yaitu 2p¹x dan 2p¹y .

Hibridisasi membantu kita dalam menjelaskan bentuk molekul:

Jenis molekul kelompok utama Logam transisi


AX2
 Linear (180°)  Tekuk (90°)

 hibridisasi sp  hibridisasi sd

[Type text] Page 17


 E.g., VO 2
+
 E.g., CO2

 Datar trigonal (120°)  Piramida trigonal (90°)

 hibridisasi sd
2
AX3  hibridisasi sp2

 E.g., BCl3  E.g., CrO3

 Tetrahedral (109.5°)

AX4
 hibridisasi sd
3
 hibridisasi sp3

 E.g., MnO 4

 E.g., CCl4

 Piramida persegi (66°, 114°

 hibridisasi sd
4
AX5 -

 E.g., Ta(CH3)5

 Prisma trigonal (63°, 117°)

 hibridisasi sd
5
AX6 -

 E.g., W(CH3)6

molekul hipervalen (Ikatan tiga-pusat empat-elektron)

 Linear (180°)

AX2 -  A(s)+X(σ)

 E.g., Ag(NH )3 +

AX3 -
 Datar trigonal (120°)

 A(s)+X(σ)

[Type text] Page 18


 E.g., Cu(CN) 2−
3

 Datar persegi (90°)

AX4 -  A(sd)+X(σ)

 E.g., PtCl 2−
4

 Bipiramida trigonal (90°, 120°)

AX5
 A(sp3)+X(σ)  A(sd)+X(σ)

 E.g., PCl5  E.g., Fe(CO)5

 Oktahedral (90°)

AX6
 A(sp3)+X(σ)  A(sd2)+X(σ)

 E.g., SF6  E.g., Mo(CO)6

 Bipiramida pentagonal (90°, 72°)

AX7
 A(sp3)+X(σ)  A(sd3)+X(σ)

 E.g., IF7  E.g., V(CN) 4−


7

 Antiprisma persegi

AX8
 A(sp3)+X(σ)  A(sd4)+X(σ)

 E.g., IF −8  E.g., Re(CN) 3−


8

Secara umum, untuk sebuah atom dengan orbital s dan p yang membentuk hibrid hi dengan
sudut , maka berlaku: 1 + i
j cos( ) = 0. Rasio p/s untuk hibrid i adalah i
2
, dan untuk

[Type text] Page 19


hibrid j j
2
. Dalam kasus khusus hibrdid dengan atom yang sama, dengan sudut , persamaan
tersebut akan tereduksi menjadi 1 + 2
cos( ) = 0. Sebagai contoh, BH3 memiliki geometri
datar trigonal, sudut ikat 120o, dan tiga hibrid yang setara. Maka 1 + 2
cos( ) = 0 menjadi 1
+ 2
cos(120o) = 0, berlaku juga 2
= 2 untuk rasio p/s. Dengan kata lain terdapat hibrid sp2
seperti yang diperkirakan dari daftar di atas.

[Type text] Page 20

You might also like