You are on page 1of 108

PENGARUH PEMBERIAN STRENGTHENING EXERCISES

TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT GENU VALGUS PADA


FLAT FEET REMAJA DI SMP NEGERI 30 MAKASSAR

SKRIPSI

NIHLAH RAHMADHANI
C131 14 022

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018

i
PENGARUH PEMBERIAN STRENGTHENING EXERCISE
TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT GENU VALGUS
REMAJA FLAT FEET DI SMP NEGERI 30 MAKASSAR

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana

Disusun dan diajukan oleh

Nihlah Rahmadhani

kepada

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
20

i
iii
Rx.›i.«,\.FurFzeib(su(»Ec¿g J”s M.‹e‹s”s,tR”

Optimization Software'
v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil Alamin tiada henti-hentinya penulis haturkan

syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah serta

karunia-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Pengaruh Pemberian Strengthening Exercise Terhadap

Peubahan Tingkat Genu Valgus pada Remaja Flat Feet di SMP Negeri 30

Makassar” sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat dan salam

juga tak lupa penulis haturkan teruntuk baginda Rasulullah Muhammad SAW

yang membawa umat Islam dari alam kegelapan menuju alam yang terang

benderang. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih

gelar Sarjana di Program Studi Fisioterapi Fakultas Keperawatan Universitas

Hasanuddin. Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan serta pengalaman

penulis sehingga bukan tidak mungkin jika skripsi ini belum sempurna. Maka

dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang

bersifat membangun. Skripsi ini pun bisa terselesaikan atas bantuan dari

berbagai pihak, maka izinkan penulis mengucapkan banyak terimakasih

kepada:

1. Kedua orangtua penulis, Ayahanda H. Sudirman dan Ibunda Hj.

Roslawatih yang tak henti memberi kekuatan, dukungan serta doa untuk

penulis menjalani hari-hari di tanah rantau dan menjadi motivasi terbesar

penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Terimakasih banyak mama dan

bapak atas kasih sayang sepenuh hatinya.

v
2. Kakak - kakak tercinta penulis, Mushawwir Sudirman dan Nurul Fadhilah

Ramdhani. Terimakasih untuk selalu memberikan suntikan semangat dan

doa yang tulus kepada penulis agar penulis segera menyelesaikan skripsi.

3. Adi Ahmad Gondo, S.Ft., Physio, M.Kes pembimbing akademik penulis

dan pembimping penulisan skripsi yang selalu membimbing penulis sejak

semester pertama hingga semester kedelapan hingga proses penulisan

skripsi dan selalu memberikan perhatian terhadap kegiatan akademik

penulis, terimakasih Physio atas bimbingan dan perhatian yang telah

diberikan kepada penulis, semoga Allah SWT membalasnya dengan

luapan anugrah amal yang tidak terkira.

4. Herdin Rusli, S.Ft., Physio, M.Kes Dosen program studi Fisoterapi,yang

selalu membantu untuk menyelesaikan tugas kuliah dan tugas skripsi.

Semoga Allah SWT membalasnya dengan beribu limpahan kebaikan.

5. Nurhardiyanty, S.Ft., Physio., M.Sc., selaku pembimbing pendamping

yang senantiasa membimbing penulis. Mohon maaf jika selama ini

merepotkan Physio, terimakasih banyak atas bimbingannya. Semoga Allah

senantiasa membalas kebaikan dan kerendahan hati dengan beribu

kebaikan.

6. Bustaman Wahab, S.Ft., Physio, M.Kes. Fisioterapis selaku penguji skripsi

yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun agar penelitian

ini menjadi lebih baik. Terimakasih banyak Bapak semoga amal kebaikan

ibu dibalas dengan berlipat ganda oleh Allah SWT.

7. Andi Besse Ahsaniyah, S.Ft., Physio., M.Kes selaku penguji akhir skripsi

yang telah memberikan kritik serta saran pada saat peneliti melaksanakan

v
ujian akhir agar penelitian ini menjadi lebih baik lagi. Terimakasih Physio

semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya.

8. Bapak Ahmad Fatillah selaku staff tata usaha yang telah membantu

penulis dalam hal administrasi selama penyusunan skripsi berlangsung.

Terima kasih yang sebesar-besarnya, Semoga Allah SWT membalasnya

dengan kebaikan..

9. Adik-adik responden penelitian yang merupakan siswa-siswi SMP Negeri

30 Makassar yang peneliti sayangi, terimakasih sudah meluangkan 5

minggu nya bersama penulis. Semoga Allah SWT membalas segala

kebaikan yang telah adik-adik berikan.

10. Sahabat-sahabat penulis Bella Mardella Wibasari, Tassya Annisa, Ulfia

Rahmi, Desi Ratna N, terimakasih banyak untuk selalu mendengarkan

keluh-kesah penulis sejak lama serta tak henti memberikan semangat serta

motivasi jarak jauh kepada peneliti. .

11. Teman-teman pohonku, akar dan daun Dwinda Aprillia N dan St. Nurul

Jihad A, yang senantiasa bersama saya dalam titik terendah saat

melakukakan penelitian, yang selalu membantu memberikan semangat

satu sama lain, terimakasih sudah ingin berjuang bersama.

12. Andi Arindah Ramadani, Nurul Audina, Andi Suci Lestari H, Salwah

Suardi, Rismayanti, Muharni Agus. Terimakasih telah menjadi saudara

serta telah mengisi hari-hari penulis dengan penuh canda dan tawa.

Semoga Allah selalu melindungi dan melimpahkan kasih sayang-Nya

kepada kalian.

v
13. Teman-teman SC14TIC yang sama-sama berjuang dari semester awal

terimakasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis,

semoga Allah selalu meridhoi setiap langkah-langkah kalian menuju

kebaikan.

14. Serta semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan tugas

akhir yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Terimakasih yang sebesar-

sebesarnya, semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT.

Makassar, Mei 2018

Nihlah Rahmadhani

i
ABSTRAK
NIHLAH RAHMADHANI Pengaruh Pemberian Strengthening Exercises
Terhadap Perubahan Tingkat Genu Valgus Pada Remaja Flat Feet Di SMP
Negeri 30 Makassar (dibimbing oleh Adi Ahmad Gondo dan Nur Hardyanty)

Genu valgus merupakan salah satu kelainan tungkai bawah yang


menyebabkan kelemahan pada hip muscle dan akan berdampak ke gangguan
berjalan karena hip muscle sangat berperan dalam proses berjalan. Strengthening
Exercise seperti Squat Exercise adalah metode latihan penguatan dengan gerakan
jongkok 900 dengan kaki dibuka lebar dan ditahan, tujuan dari latihan ini untuk
meningkatkan kekuatan hip muscle dengan terjadinya hipertrofi otot dan
recruitment motor unit yang dihasilkannya dan akan merubah alignment lutut.
Matode penelitian ini yaitu Quasi Eksperimental dengan Time Series
Design. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan
jumlah sampel 38 siswa yang mengalami flat foot, genu valgus dan eversi pada
subtalar.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 38 responden yang diberikan
latihan strengthening berupa short foot, squat dan heel raises exercise dalam 5
minggu mengalami perubahan. Dimana, setelah pemberian Strengthening
Exercise sebanyak 5 kali mengalami perubahan dengan p<0,001 (p<0,05) setelah
pemberian Strengthening Exercise sebanyak 5x lagi mengalami penambahan
perubahan dengan p<0,001 (p<0,05) dan setelah pemberian Strengthening
Exercise sebanyak 5x lagi mengalami penambahan perubahan sebanyak Sehingga
dari hasil kalkulasi sebelum intervensi mengalami perubahan dengan p<0,001
(p<0,05). Sehingga diperoleh hasil yang lebih signifikan jika diberikan 15 kali
penanganan. Hal tersebut menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan
terhadap perubahan tingkat genu valgus pada remaja flat foot di SMP Negeri 30
Makassar.
Kata Kunci: Strengthening Exercise, Genu Valgus, Remaja Flat Foot

x
ABSTRACT
NIHLAH RAHMADHANI Efeectivity Of Strengthening Exercises To Change
Grade Genu Valgus Of Flat Feet Adolescent In Junior High School Of 30
Makassar (supervised by Adi Ahmad Gondo and Nur Hardyanty)
Genu Valgus is one of lower limbs disorder that weaken hip muscle and
will have an impact on walking disorder, by reason of hip muscle have an
important role on walking process. Strengthening Exercise such as squat exercise
will impact to the disorder. It is a strengthening exercise method with 90 0 squat
movement, legs open widely and hold the movement. The purpose of this exercise
is to increase strength because the occurrence of muscle hypertrophy which
produce recruitment motor unit and turn knees alignment also increase hip
muscle.
The method in this research is Experimental Quasi with Time Series
Design. Sample collecting technique using purpose sampling, and the sample is
38 totaled students with flat foot, genu valgus and subtalar on eversion disorder.
The result show that 38 respondents who get strength training such as
short foot, squat and heel raises exercise within five weeks witness changes. After
giving some Strengthening Exercise five times, the result show that there is
changes with p<0,0001 (p<0,05). And after giving another five times
Strengthening Exercise the result show addition changes with p<0,001 (p<0,05)
and the giving the last five times Strengthening Exercise also show addition
changes. So, from the result calculation before the intervention, there was
changes with p<0,001 (p<0,05). Writer obtain more significant result by giving
fifteen times exercise. Furthermore, it states that there is a significant impact on
genu valgus level changes on flat foot teenagers on Junior Public High school 30
Makassar.
Keywords : Strengthening Exercise, Genu Valgus, Flat Foot Adolescent

x
DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

HALAMAN PENGAJUAN.....................................................................................ii

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................iii

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN.........................................................v

KATA PENGANTAR............................................................................................vi

ABSTRAK...............................................................................................................x

ABSTRACT............................................................................................................xi

DAFTAR ISI..........................................................................................................xii

DAFTAR TABEL..................................................................................................xv

DAFTAR GAMBAR............................................................................................xvi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xviii

DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN.............................................xix

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Rumusan Masalah........................................................................................4

C. Tujuan Penelitian.........................................................................................4

1. Tujuan Umum........................................................................................4

2. Tujuan Khusus.......................................................................................5

D. Manfaat Penelitian.......................................................................................5

1. Bidang ilmiah.........................................................................................5

x
2. Bidang Aplikatif.....................................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7

A. Tinjauan Umum Tentang Tingkat Genu Valgus pada Flat Foot.................7

1. Definisi Genu Valgus.............................................................................7

2. Mekanisme Genu Valgus pada Flat Foot.............................................10

3. Pengukuran Genu Valgus.....................................................................13

B. Tinjauan Umum Tentang Strengthening Exercise.....................................15

1. Definisi Strengthening Exercise...........................................................15

2. Jenis-Jenis Latihan...............................................................................18

C. Tinjauan Umum Tentang Gubungan Tingkat

Genu Valgus dengan Strengthening Exercise............................................23

D. Kerangka Teori...........................................................................................28

BAB III KERANGKA KONSEP...........................................................................29

A. Kerangka Konsep.......................................................................................29

B. Hipotesis.....................................................................................................29

BAB IV METODE PENELITIAN........................................................................30

A. Design Penelitan.........................................................................................30

B. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................30

1. Tempat Penelitian.................................................................................30

2. Waktu Penelitian..................................................................................31

C. Populasi dan Sampel..................................................................................31

1. Populasi................................................................................................31

2. Sampel..................................................................................................31

D. Alur Penelitian...........................................................................................33

E. Variabel Penelitian.....................................................................................34

x
1. Identifikasi Masalah.............................................................................34

2. Definisi Operasional Variabel..............................................................34

F. Prosedur Penelitian.....................................................................................35

1. Tahap Persiapan...................................................................................35

2. Tahap Pre-test......................................................................................35

3. Pemberian Strengthening Exercise.....................................................37

4. Tahap Post-test.....................................................................................41

G. Rencana Pengolahan dan Analisis Data.....................................................41

H. Masalah Etika.............................................................................................41

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................42

A. Hasil Penelitian.........................................................................................42

B. Pembahasan...............................................................................................52

C. Keterbatasan Penelitian.............................................................................57

BAB VI PENUTUP...............................................................................................59

A. Kesimpulan................................................................................................59

B. Saran...........................................................................................................59

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................61

LAMPIRAN...........................................................................................................66

x
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Dosis Latihan Short Foot Exercise ............................................. 40

2. Dosis Latihan Short Foot Exercise ............................................. 40

3. Dosis Latihan Squat Exercise...................................................... 40

4. Karakteristik Sampel Penelitian .................................................. 43

5. Distribusi Q angle sebelum dan sesudah diberikan Strengthening

Exercise ...................................................................................... 44

6. Distribusi tingkat Intermalleolar Distance sebelum dan sesudah

diberikan Strengthening Exercise .............................................. 45

7. Perbandingan perubahan Q angle sebelum dan sesudah

pemberian Strengthening Exercise............................................. 47

8. Perbandingan perubahan tingkat Intermalleolar distance sebelum

dan sesudah pemberian Strengthening Exercise ......................... 50

x
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Typical of Knee Alignment ............................................................ 7

2. Physiological Evolution of Lower Limb ........................................ 9

3. Jenis – Jenis Arkus ........................................................................ 11

4. Alignment of Knee ......................................................................... 12

5. Perubahan Biomekanik Akibat Flat Foot...................................... 13

6. Normal Tibiofemoral Angle........................................................... 14

7. Quadricep Angle............................................................................ 14

8. Pengukuran Jarak Intermalleolar .................................................. 15

9. Windlass Effect .............................................................................. 19

10. Heel Raises Exercises .................................................................... 20

11. Short Foot Exercises...................................................................... 21

12. Short Foot Exercises...................................................................... 21

13. Squat Exercise ............................................................................... 23

14. Squat Exercise ............................................................................... 23

15. Lower Extremity ............................................................................ 27

16. Kerangka Teori .............................................................................. 28

17. Kerangka Konsep .......................................................................... 29

18. Alur Penelitian ............................................................................... 33

19. Pengukuran Quadricep Angle........................................................ 36

20. Pengukuran Intermalleolar Distance............................................. 37

21. Short Foot Exercise ....................................................................... 38

22. Heel Raises Exercise...................................................................... 39

x
23. Squat Exercise ............................................................................... 39

24. Grafik Area Perubahan Q angle Pada Kaki Kanan ....................... 48

25. Grafik Area Perubahan Q angle Pada Kaki Kiri ........................... 49

26. Grafik Area Perubahan Intermalleolar Distance........................... 51

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Informed Consent .......................................................................... 66

2. Surat Izin Penelitian....................................................................... 67

3. Surat Hasil Penelitian .................................................................... 68

4. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden ......................... 69

5. Formulir Identitas Responden ....................................................... 70

6. Hasil Uji SPSS............................................................................... 71

7. Dokumentasi Penelitian ................................................................. 79

8. Riwayat Hidup Peneliti.................................................................. 81

xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

Lambang/Singkatan Arti dan Keterangan


Q Angle Quadricep Angle

IMD Intermalleolar Distance

MLA Medial Longitudinal Arch

IMT Indeks Massa Tubuh

900 90 derajat

CM Centimeter

ROM Range Of Motion

xi
BAB I

PENDAHULUA

A. Latar Belakang Masalah

Aktivitas manusia tidak lepas dari aktivitas fisik, aktivitas fisik

didefinisikan sebagai setiap pergerakan anggota tubuh yang dihasilkan oleh

otot-otot rangka dan kegiatan tersebut memerlukan pengeluaran energi

(WHO,2010). Aktivitas fisik tidak terhindar dari peranan kaki. Kaki sebagai

bagian dari ekstremitas inferior yang sangat penting dalam pergerakan tubuh

kita. Lutut juga bagian dari ekstremitas inferior, sendi lutut merupakan sendi

yang memperoleh beban besar dengan gerakan yang luas dan berfungsi

sebagai pembentuk sikap tubuh, berperan dalam gerak weight transfer dan

dalam pergerakan seperti berjalan, berlari, melompat, menendang,

mendorong, menarik dan lain sebagainnya (Higgins, 2011).

Berbagai macam kelainan pada ekstremitas inferior antara lain genu varus

dan genu valgus yang terjadi pada daerah lutut. Genu varus biasa dikenal

dengan “bow legs” adalah kaki dimana kedua lutut saling berjauhan dan

malleolar medial saling bedekatan. Genu valgus adalah kondisi dimana

derajat lutut akan saling bersentuhan ketika kaki berdiri tegak (Rahmani, et

al., 2008). Kelainan genu valgus dapat menyebabkan disfungsi anggota tubuh

bagian bawah dalam aktivitas sehari-hari seperti berjalan, duduk dan berdiri,

naik dan turun tangga (Ciaccia, et al., 2017).

Prevalensi terjadinya genu valgus di masyarakat lebih banyak

dapatkan pada siswa SMP Negeri 30 Makassar, 31,36% siswa-siswi


dibandingkan dengan genu varum, ini terbukti dengan hasil observasi yang di

dapatkan pada siswa SMP Negeri 30 Makassar, 31,36% siswa-siswi


flat foot baik flat foot unilateral maupun flat foot bilateral dan jumlah anak

yang dideteksi flat foot dan genu valgum ada 35 orang atau 25,37% dan

hampir tidak ada siswa yang mengalami genu varus. Maka dari itu peneliti

memilih melakukan penelitian dengan objek siswa yang meiliki flat foot dan

genu valgus.

Kelainan lutut juga bisa dipengaruhi karena kelainan bentuk kaki seperti

flat foot. Perubahan biomekanik pun akan terjadi akibat flat foot yaitu

berubahnya foot alignment ke arah pronasi (hiperpronasi) yang akan

membebani otot-otot di daerah lutut dan kaki untuk bekerja lebih keras dalam

mempertahankan posisi tubuhnya agar dapat berdiri stabil. Dengan

bertambahnya pembebanan akan menyebabkan center of gravity bergerser ke

posterior, sehingga body alignment berubah mulai knee hingga foot alignment

(Febriana, 2016). Longitudinal arcus yang tinggi berhubungan dengan genu

valgum (Szymanska & Mikolajczyk, 2016). Genu valgum dan flat feet

memiliki hubungan secara umum dengan perbandingan laki-laki 2:1 rata-rata

umur 3 tahun dan berat badan dimulai dari 12 kg – 50 kg (Filho, et al., 2017)

Individu yang memiliki genu varus atau genu valgus pada masa kecilnya

akan 5 kali lebih beresiko mengalami osteoarthritis pada masa tua nya

(Schouten, et al., 1992). Resiko yang terjadi jika individu memiliki Q angle

yang berlebihan atau individu memiliki genu valgus maka rentan untuk

mengalami cedera lutut (Nguyen, et al., 2009). Pasien dengan patellafemoral

pain syndrome terlihat bahwa lateral distal femoral angle nya menurun dan Q

angle nya meningkat dibandingkan dengan sisi asimtomatik (KAYA &

DORAL, 2012). Perbedaan valgus terlihat pada lutut atlet basket perempuan
dan laki-laki selama fase mendarat saat melompat dengan cara vertikal, atlet

basket perempuan yang memiliki genu valgus lebih beresiko terkena cidera

anterior cruciatum ligament (Ford, et al., 2003).

Maka perlu dilakukan studi terkait genu varus dan genu valgus agar dapat

mencegah dan menghindari resiko yang terjadi kedepannya. Hasil penelitian

menyimpulkan bahwa saat melakukan latihan single leg squat otot yang

berperan saat abduksi hip berfungsi untuk menstabilkan femur kemudian

menurunkan adduksi hip dan menurunkan genu valgus (Claiborne, et al.,

2006). Latihan penguatan hip abductors dan lateral rotators terbukti dapat

memperbaiki alignment genu varus pada anak remaja usia 18 – 20 tahun

(Nagaraj & Krishnan, 2014). Kekuatan lateral rotators hip ada hubungannya

dengan peningkatan derajat genu valgus (Willson, et al., 2006)

Fenomena yang didapat dan menurut teori menjelaskan bahwa adanya

perubahan biomekanik dari ankle hingga lutut jika mengalami kelainan genu

valgus. Otot-otot abductor hip mengalami kelemahan dan adductor hip

megalami ketegangan, maka dari itu peneliti merancang design latihan

dengan konsep strengthening exercise untuk otot abductor hip khusunya

m.gluteus medius. Jenis latihan yang akan diberikan ada 3, yaitu short foot

exercise, heel raises exercise dan squat exercise. Tujuan short foot exercise

untuk memperbaiki morfologi pada arcus longitudinal medial dengan

mengaktifkan otot-otot intrinsik pada kaki (otot plantaris). Tujuan dari heel

raises exercise untuk meningkatkan kekuatan m.gastrocnemius dan otot

plantar fleksor kaki (Arnsdorff, et al., 2011). Tujuan dari squat exercise untuk

meningkatkan kekuatan otot mm.quadriceps dan m.gluteus medius. Dengan


melihat fenomena di atas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai pengaruh strengthening exercise terhadap perubahan

tingkat genu valgus pada remaja flat foot.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang memberi informasi bahwa kelainan

genu valgus dapat menjadi resiko cedera lutut dan nyeri lutut dini

dikarenakan alignment yang tidak sesuai dengan tubuh. Strengthening

exercise berpengaruh dalam perubahan tingkat genu valgus pada flat foot.

Oleh karena itu, dapat dikemukakan pertanyaan penelitian yaitu :

1. Bagaimana distribusi genu valgus pada flat foot berdasarkan usia pada

siswa SMP Negeri 30 Makassar?

2. Apakah ada perubahan jarak Q angle sebelum dan sesudah diberikan

strengthening exercise pada siswa SMP Negeri 30 Makassar?

3. Apakah ada perubahan jarak intermalleolar sebelum dan sesudah

diberikan strengthening exercise pada siswa SMP Negeri 30 Makassar?

4. Bagaimana pengaruh strengthening exercise terhadap perubahan tingkat

genu valgus pada flat floot di SMP Negeri 30 Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strengthening

exercise terhadap perubahan tingkat genu valgus pada remaja flat feet di

SMP Negeri 30 Makassar.


2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Diketahui distribusi genu valgus pada flat foot berdasarkan usia pada

siswa-siswi SMP Negeri 30 Makassar.

b. Diketahui ada perubahan Q angle sebelum dan sesudah diberikan

strengthening exercise pada remaja flat feet di SMP Negeri 30

Makassar

c. Diketahui ada perubahan Intermalleolar distance sebelum dan

sesudah diberikan strengthening exercise pada remaja flat feet di

SMP Negeri 30 Makassar

d. Diketahui ada pengaruh strengthening exercise terhadap perubahan

Q angle dan jarak intermalleolar pada remaja flat feet SMP Negeri

30 Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Bidang ilmiah

a. Menambah pengetahuan, wawasan dan pengalaman peneliti dalam

mengembangkan diri dan mengabdikan diri pada dunia kesehatan

khususnya di bidang fisioterapi di masa yang akan datang.

b. Sebagai salah satu sumber informasi bagi pembaca mengenai

pengaruh strenghtening exercise terhadap perubahan tingkat genu

valgus pada flat foot.

c. Dapat menjadi bahan acuan atau bahan pembanding bagi mereka yang

akan meneliti masalah yang sama, yang lebih mendalam.


2. Bidang aplikatif

a. Menjadi sebuah pengalaman berharga bagi peneliti dalam

mengembangkan pengetahuan dan keterampilan praktis lapangan di

bidang kesehatan sesuai dengan kaidah ilmiah yang didapatkan dari

materi kuliah.

b. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan Fisioterapi di Makassar

pada khususnya dan pengembangan Fisioterapi di Indonesia pada

umumnya.

c. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu

dan kualitas pendidikan Profesi Fisioterapi di Universitas

Hasanuddin pada khususnya dan pendidikan Fisioterapi Indonesia

pada umumnya.

d. Memberikan wawasan mengenai bentuk-bentuk latihan pencegahan

dan penanganan genu valgus sejak dini bagi masyarakat umum.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Genu Valgus pada Flat foot

1. Definisi Genu Valgus

Genu valgus atau knock knees adalah keadaan dimana lutut saling

mendekat satu sama lain jarak malleolar saling berjauhan. Secara klinis

dapat ditentukan dengan metode yang sama dengan metode genu varus,

tetapi dengan mengukur jarak diantara malleolus. Genu valgus biasanya

terjadi pada anka usia 2 sampai 7 tahun (Wong, 2003). Genu valgus

normal dicapai pada usia 4 tahun dan alingnment yang normal biasanya

terbetuk antara usia 5 dan 8 tahun. Derajat valgus anak biasanya

semakin bertambah hingga 150 dan masih bisa dikoreksi sampai usia 6

tahun.
Gambar 2. Typical knee of alignment
(Sumber : Kevin et al,2015)

Genu valgus fisiologis biasanya terjadi pada tahun kedua dan

ketiga kehidupan (Hensinger, 2007). Penyebab sindroma, seperti


exostoses

8
9

multipel herediter, sindrom Down, dan displasia skeletal, seringkali

terjadi pada pasien berusia 3-10 tahun. Genu valgus idiopatik pada

remaja mungkin riwayat keluarga sebelumnya atau dapat terjadi

sporadik. Penyebab tersering genu valgus adalah osteodistrofi renal.

Pada negara dimana malnutrisi umum terjadi dan akses terhadap bantuan

medis terbatas, insidensi keseluruhan terjadinya genu valgus dan genu

varus lebih tinggi. Walaupun polio sebagian besar sudah tereradikasi,

penyakit infeksi lain dan trauma yang tidak ditangani dengan baik (atau

tidak ditangani sama sekali) menyebabkan kerusakan fiseal menjadi

penyebab tersering dari deformitas klinis berkelanjutan yang dapat

menyebabkan kelumpuhan (Stevens & Thomson, 2016)

Genu varus dan genu valgus fisiologis dijelaskan oleh Selenius dan

Vankka, mereka mempelajari perkembangan sudut tibiofemoral pada

tahun 1480 pada anak normal. Sudut tibiofemoral pada tahun pertama

kehidupan adalah varus 15°. Sejak anak berusia 18 bulan, sudut

tersebut meningkat menjadi netral, dan ekstremitas bawah tampak

lurus. Selama tahun kedua dan ketiga, sudut tibiofemoral

meningkat menjadi kurang lebih 12° valgus. Selama tahun

berikutnya, valgus berkurang menjadi seperti pada orang dewasa, 7° pada

pria dan 8° pada wanita. Kelainan lutut juga bisa dipengaruhi karena

kelainan bentuk kaki seperti flat foot.


1

Gambar 2. Physiological evolution of lower limb


(Sumber : Pediatric Orthopedi,1972)

Beberapa etiologi pada genu valgus (Wahab, 2010), yakni :

a. Gangguan pertumbuhan tulang kaki yang menyebabkan pergeseran

sumbu mekanik sehingga tekanan patologis ditempatkan pada lateral

femur dan tibia. Ketika anak berdiri, titik beratnya tidak berada

diantara jari kaki pertama dan kedua seperti yang terjadi pada anak

normal.

b. Posisi tidur yang salah misalnya tengkurap seperti katak. Jika

berlangsung lama kebiasaan ini dapat menyebabkan gangguan rotasi

dan bentuk tungkai.

c. Kebiasaan menggendong yang salah, misalnya menggendong

menyamping, kaki anak dibiarkan melingkar tubuh ibu atau yang

menggendong dan membentuk sudut 900.


1

d. Memakai popok sekali pakai dengan cara dan saat yang tidak tepat,

misalnya terus menerus memakai popok saat anak sedang belajar

berjalan. Hal ini dapat menyebabkan anak sulit menemukan posisi

kaki yang stabil.

e. Faktor jenis kelamin, pada perempuan yang mempunyai pelvis yang

lebih luas daripada laki-laki relatif mempunyai paha yang lebih

pendek sehingga perempuan lebih sering mengalami genu valgus dari

pada laki-laki.

f. Post traumatic, trauma adalah penyebab paling umum adanya genu

valgus. Fraktur pada femur distal maupun fraktur tibia proksimal.

Genu valgus juga bisa disebabkan oleh fraktur metafisik dari tibial

medial proksimal.

2. Mekanisme Genu Valgus pada Flat foot

Kaki datar memiliki nama lain baik dalam istilah medis maupun istilah

asing yaitu pes planus, pes planovalgus, fallen arches, flat foot,

pronation of feet, excessive pronation, talipes calcaneal valgus yaitu

kondisi dimana lebih banyak permukaan kaki yang menapak pada lantai

dibandingkan dengan kaki normal (Hendrickson, 2006) (Lendra &

Santoso, 2009). Kaki datar adalah kelainan kompleks yang sering terjadi

dan sering ditemui dengan bermacam–macam gejala dengan derajat

deformitas, ada beberapa tipe kaki datar yang semuanya dilihat dari

keadaan arkus yang hilang baik sebagian maupun keseluruhan (Kaye,

2007) (Lendra & Santoso, 2009). Arkus adalah celah antara bagian dalam

dari kaki dan permukaan tanah, kaki datar adalah kondisi dimana kaki
1

tidak memiliki lengkungan telapak kaki yang normal, kondisi ini bisa

mengenai satu atau kedua kaki. Kaki yang normal adalah yang memiliki

lengkungan kaki yang cukup. Jika dilihat dari arah belakang maka tendon

Achliles membentuk garis lurus dengan sudut 900 dengan landasan

pijakan. Saat berjalan, kaki akan melakukan heel strike dan jatuh

menginjak landasan pada tumit bagian luar, dilanjutkan dengan putaran

ke dalam agar dapat meredam benturan saat berjalan. Pada kaki datar

tidak terjadi seperti pada kaki orang normal sehingga mudah menjadi

lelah (Malau, 2007) dalam (Lendra & Santoso, 2009). Flat foot pada

anak usia 13 tahun masih dianggap normal karena struktur MLA masih

mengalami perkembangan. Perkembangan struktur dan fungsional kaki

terus berlanjut sampai umur 14 tahun dan menetap pada usia 16 tahun

walaupun perkembangannya agak lambat (Chang, et al., 2010).

Aksis mekanik bergeser ke lateral pada genu valgus, stress patologis

memberi beban pada femur dan tibia bagian lateral serta menghambat

pertumbuhan. Tekanan berkelanjutan atau berlebih pada epifisis memberi

efek inhibisi terhadap pertumbuhan. Akibatnya, pertumbuhan condyles

lateral femur secara keseluruhan ditekan, sehingga sulkus femoral

menjadi dangkal dan patela cenderung untuk miring (Stevens &

Thomson, 2016).

Gambar 3. Jenis-jenis
(Sumber: IPFH)
1

Kelainan lutut juga bisa dipengaruhi karena kelainan bentuk kaki

seperti flat foot. Perubahan biomekanik pun akan terjadi akibat flat foot

yaitu berubahnya foot alignment ke arah pronasi (hiperpronasi) ankle

yang akan menyebabkan thightness pada otot lateral ankle (yaitu

m.gastrocnemius, Gma.mpebraorn4e.aAlsligdnllm) elnatluof kbnaegeian lateral ankle


terangkat ke
(Sumber : Kevin et al,2015)
arah atas dengan tekanan yang lebih besar didistribusikan ke bagian

medial ankle, akan menyebabkan tibia dan femur rotasi ke dalam dan

terjadi adduction hip (Streatfield, 2017). Ini menyebabkan otot-otot di

aerah
d lutut dan kaki untuk bekerja lebih keras dalam mempertahankan

osisi tubuhnya agar dapat berdiri stabil. Tekanan konstan yang dialami

tot
p karena postur abnormal yang berkepanjangan serta gerakan berulang
1

akan memberikan adaptasi neurologis dan merubah biomekanik sehingga

menyebabkan muscle imbalance. Ketidakseimbangan otot akan

menyebabkan Gceamntbearr o5.f Pgerruabvaithyan


bbieormgeeksearnikkeakpiboasttfelraitofro,otsehingga body
Sumber : Musculosceletal Rehabilitation Clinic, 2016
alignment berubah mulai pelvic hingga kaki (Mosca, 2010). Pelvic akan

cenderung berputar ke depan sedangkan paha dan lutut akan berputar ke

dalam dan hal ini akan menyebabkan masalah pada otot-otot disekitarnya

(Musculosceletal Rehabilitation Clinic, 2016).

3. Pengukuran Genu Valgus

Ada dua cara untuk mengetahui genu valgus pada anak, yaitu dengan

mengukur quadricep angle dan mengukur jarak Intermalleolar.

a. Quadricep Angle

Quadricep angle merupakan sudut yang dibentuk dari garis yang di

tarik dari Spina Iliaca Anterior Superior ke centre of the patella dan

garis yang lain ditarik dari tuberositas tibiae ke centre of the patella

Q angle (Ahn-Dung, et al,. 2009). Genu valgus diukur dengan

menggunakan goniometer. Genu valgus pada perempuan apabila Q


1

angle >20o dan genu valgus pada laki-laki apabila Q angle >17o

(Cooney, et al., 2012).

Gambar 6. Normal Tibiofemoral angle


(Sumber : Ericet al,1995)

Gambar 7. Quadricep Angle


(Sumber : Ericet al,1995)

b. Intermalleolar Distance ( IM )Intermalleolar distance adalah

jarak antara malleolar medial kedua kaki. Pengukuran jarak

intermalleolar ini menggunakan caliper, dengan satuan

centimeter (cm). Ada 3 penggolongan genu valgus berdasarkan

hasil yang didapat melalui pengukuran jarak intermalleolar,


1

valgus ringan jika hasil pengukuran intermalleolar distance 2 –

5 cm, genu
vGalagmubsarse8d.aPnegngjuikkaurahnasJialrapkenIngtuerkmuarallneolianrtermalleol
ar
(Sumber : Spencer,2016)
distance 5 – 9 cm dan genu valgus berat jika hasil pengukuran

intermalleolar distance >9 cm. (Avenue, et al., 2008).

B. Tinjauan Umum tentang Strengthening exercise

1. Definisi Strengthening Exercise

Kekuatan (strength) yaitu suatu kemampuan kondisi fisik manusia

yang diperlukan dalam peningkatan prestasi belajar gerak. Kekuatan

merupakan salah satu unsur kondisi fisik dalam berolahraga karena dapat

membantu meningkatkan komponen-komponen seperti kecepatan,

kelincahan, dan ketetapan (dalam Faizal, 2012). Kekuatan adalah

kemampuan kontraksi seluruh sistem otot dalam menerima beban/

tahanan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar dan mampu

mengatasi suatu tekanan dalam waktu kerja tertentu sehingga kekuatan

nii sebagai dasar dari komponen kondisi fisik lain guna menunjang

mengacu
k pada kemampuan jaringan kontraktil otot untuk menghasilkan
1
omponen kondisi fisik tersebut (Annuri, 2014). Strength atau kekuatan

mengacu pada kemampuan jaringan kontraktil otot untuk menghasilkan


1

ketegangan dan gaya resultan pada otot (McArdle, et al., 2009).

Kekuatan otot adalah istilah luas yang mengacu pada kemampuan

jaringan kontraktil untuk menghasilkan ketegangan dan gaya resultan

berdasarkan kapasitas otot tersebut (Kisner & Colby, 2012).

Kekuatan otot merupakan kemampuan otot menahan beban baik

berupa beban eksternal maupun beban internal. Kekuatan otot sangat

berhubungan dengan sistem neuromuskular yaitu seberapa besar

kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi.

Dengan demikian semakin banyak serabut otot teraktivasi maka semakin

besar pula kekuatan yang dihasilkan oleh otot tersebut (Irfan, 2010).

Thomas (2005) menyatakan bahwa kontraksi otot manusia terdapat tiga

jenis kontraksinya yaitu: statis, konsentris, dan eksentris.

Kekuatan kontraksi otot dipengaruhi oleh ukuran otot dan susunan

otot. Ukuran unit motorik dan perekrutan otot motorik, dan panjang otot

saat awal kontraksi. Latihan beban atau hambatan/tahanan (angkat

beban), akan merangsang pembesaran sel akibat sintesis miofilamen yang

banyak. Latihan daya tahan menghasilkan peningkatan mitokondria,

glikogen dan densitas kapiler. Otot yang tidak digunakan akan

mengalami atrofi. Hal ini dikarenakan serabut otot secara progresif

memendek (Saryono, 2011).

Kekuatan otot dibagi menjadi dua yaitu:

a. Kekuatan dinamik (dynamic strength), adalah tenaga atau gaya

maksimal yang dihasilkan oleh otot atau sekelompok otot selama

kontraksinya yang menimbulkan gerakan menempuh ruang gerak


1

sendi penuh. Alat pengukuran kekuatan dinamik misalnya peralatan

yang umum digunakan untuk latihan beban (weight training)

misalnya One Repetition Maximum (1-RM) . 1-RM yaitu berat

beban maksimal yang dapat diangkat melalui sekali pengangkatan

(Abdullah, 2016).

b. Kekuatan statik (static strength) adalah suatu tenaga atau gaya

maksimal yang dihasilkan otot atau sekelompok otot dalam

keadaan statis tanpa pemendekan atau pemanjangan otot. Alat

pengukuran kekutan statik menggunakan peralatan yang disebut

dynamometer (hand grip, dynamometer, pull and push

dynamometer, back dynamometer dan leg dynamometer

(Wahjoedi, 2001).

Latihan penguatan didefinisikan sebagai prosedur yang sistematis dari

sebuah otot atau kelompok otot untuk mengangkat , menurunkan, atau

mengendalikan beban berat ( tahanan ) selama waktu yang singkat. (Földi

& Kubik, 2003) (Fu, 2010).. Strengthening exercise didefinisikan sebagai

latihan penguatan dengan prosedur sistematis dari otot atau grup otot

untuk mengendalikan beban berat (resistance) dalam waktu singkat

(Kisner & Colby, 2012). Adaptasi yang paling umum untuk latihan

penguatan adalah peningkatan kapasitas gaya pada otot dan

meningkatkan kekuatan otot, terutama hasil dari adaptasi syaraf yakni

peningkatan ukuran serat otot. (Boris, et al., 1998). Resistance exercise

enting
p dilakukan bagi individu yang mengalami gangguan kinerja otot
1

dan untuk memperbaiki atau mempertahankan tingkat kebugaran serta

meningkatkan kinerja otot tersebut untuk mengurangi resiko cedera.

Dalam program latihan kekuatan, jumlah resistensi yang diterapkan

pada otot harus bertahap dan semakin meningkat dengan memanipulasi

dosis latihan agar terjadinya prinsip overload. Prinsip overload adalah

salah satu prinsip dasar latihan penggunaan resistensi untuk

meningkatkan kinerja otot. Resistensi dalam program latihan bereaksi

dengan sejumlah respons fisiologis akut dan kemudian beradaptasi yaitu,

sistem tubuh mengakomodasi dari waktu ke waktu dengan tuntutan fisik

yang baru dipaksakan. Perubahan adaptasi pada otot terjadi pada respons

saraf bukan pada otot itu sendiri. Adaptasi neurologis dikaitkan dengan

motor learning dan koordinasi yang lebih baik dan mencakup

peningkatan perekrutan motor unit (Gabriel, et al., 2006). Peningkatan

kekuatan pada otot-otot tersebut juga akan terjadi baik di neuromuscular

junction maupun di serat otot sehingga meningkatkan dukungan

muskular.

2. Jenis-jenis Latihan

Beberapa program latihan seperti heel raise exercise dan short foot

exercise dapat dilakukan untuk penguatan otot kaki terutama pada otot-

otot intrisik kaki, m.tibialis anterior dan m.tibialis posterior yang dapat

berpengaruh pada perubahan MLA (Sahabuddin, 2016). Squat exercise

juga merupakan latihan penguatan yang dapat dilakukan untuk penguatan

tot-otot
o disekitar pelvic, paha dan lutut yang merupakan salah satu cara

alam
d memperbaiki postur biomekanik akibat flat foot.
2

a. Heel raise exercise

Heel raise merupakan program latihan penguatan otot kaki dengan

mengangkat tumit pada posisi berdiri atau dengan kata lain dalam

keadaan “berjinjit”. Pada posisi berjinjit, os.calcaneus berada dalam

posisi vertikal, tegak lurus dengan caput metatarsal yang horizontal.

Metatarsal tetap berada sejajar dengan lantai, karena memiliki fungsi

untuk menopang berat tubuh. Selama fase ini atau biasa disebut fase

push off terjadi plantarfleksi dan supinasi kaki serta ekstensi sendi

metatorsophalangeal sehingga meningkatkan ketegangan ligamen

plantaris dan aponeurosis plantar dalam menanggung tekanan

terbesar untuk mempertahankan konsistensi relatif dalam rasio

distribusi berat antara kepala metatarsal sehingga membantu dalam

pembentukan MLA. Pada buku The Plantar Aponeurosis and The

Arch dijelaskan bahwa aponeurosis plantar menyerap sekitar 60%

dari tekanan akibat distribusi berat tubuh. Mekanisme ini dikenal

sebagai windlass effect (Franco dalam Zulham A., et al., 2016).


2

Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan

m.gastrocnemius dan otot plantar fleksor kaki (Arnsdorff, et al.,

2011). Latihan ini dapat dimodifikasi dengan menggunakan

theraband yang dilingkarkan pada lutut dan kaki. Dalam posisi

duduk, tumit diangkat keatas melawan tahanan dari theraband

tersebut. Latihan ini dapat meningkatkan memperbaiki lengkungan

kaki medial sebesar 21,8% pada kaki kiri dan 23,3% pada kaki kanan

dengan intensitas dua set per 12 kali pengulangan selama 12 kali

pertemuan dalam enam minggu (Ariani & Ari Wibawa, 2014). Pada

penelitian lain mengatakan latihan tiga kali seminggu selama 30

menit, tiga set dengan 12 kali pengulangan dan satu menit untuk jeda

istirahatnya (Arnsdorff, et al., 2011).

Gambar 10. Heel raise exercise


Sumber : Speck, 2012

b. Short foot exercise

Short foot atau biasa disebut toe graps exercise merupakan

program latihan untuk memperbaiki morfologi pada arcus longitudinal

medial dengan mengaktifkan otot-otot intrinsik pada kaki. Latihan

dilakukan dengan cara memperpendek kaki yaitu membawa jari-jari

ke arah tumit tanpa adanya gerakan fleksi kaki atau dengan kata lain
2

seperti “mencengkeram”. Pada saat posisi mencengkeram,

pertahankan bentuk statis tersebut selama 20 detik (Kim & Kim,

2016). Short feet exercise adalah bagian dari metode stimulasi

sensomotorik yang dijelaskan oleh Dr.Janda. Saat kaki dalam posisi

mencengkeram, MLA akan terangkat sehingga memperbaiki posisi

biomekanik kaki dan untuk mengaktifkan otot intrinsik kaki dengan

cara yang tonik. Ini memaksa kaki untuk ditempatkan dalam posisi

yang lebih netral dan kurang terpangkas, meningkatkan stabilitas

tubuh dalam posisi tegak, dan membantu memperbaiki MLA yang

dibutuhkan saat berjalan. Latihan dilakukan tanpa alas kaki dengan

pemuatan tepat tiga titik pendukung kaki (tripod) (Sulowska, et al.,

2016).

Latihan ini dapat dimodifikasi dengan bantuan menggunakan

handuk (towel curl) atau kelereng dan dengan merubah variasi

posisinya yaitu dalam keadaan duduk, berdiri dan setengah jongkok

(Sulowska, et al., 2016). Latihan ini dapat meningkatkan navicular

yang dapat dilihat melalui navicular test dari 11.4 ± 1.6 mm sebelum

intervensi menjadi 7.7 ± 1.1 mm selama 15 kali pertemuan dalam lima

minggu dan 30 menit (Kim & Kim, 2016). Sedangkan pada penelitian

lain mengatakan bahwa untuk mendapatkan perubahan MLA dapat

dilakukan latihan ini dengan dua kali sehari selama 15 menit dalam

Gambar 11. Short feet exercise


Sumber : Speck, 2012
2

waktu enam minggu (Sulowska, et al., 2016).

c. Squat exercise

Squat exercise merupakan program latihan penguatan otot

ekstensor pada trunk, paha dan lutut dengan cara mengaplikasikan

beban tubuh ke bawah sehingga memberikan gerakan fleksi pada

paha dan lutut dan dorsofleksi pada pergelangan kaki atau dengan
Gambar 12. Short feet exercise

Sumber : Horschig,
kata lain seperti posisi “jongkok setengah”. Squat ini menggunakan

prinsip closed kinetic chain movement yang dianggap berperan

dalam rehabilitasi fungsional dan screening para atlet (Dionosio,

2008). Squat ini dapat membuka sendi panggul sehingga membuat

lebih fleksibel, memperkuat dan menstabilkan perut, grup hamstring

dan grup gluteus (Koestenlos, 2013).

Squat exercise dapat membantu memperbaiki perubahan

biomekanik akibat flat foot, sehingga lever mekanik pada tubuh

dapat kembali sesuai dengan center of gravity. Biasanya latihan

squat juga dapat dimodifikasi dengan menggunakan theraband.

Intensitas latihan kekuatan pada squat adalah enam sampai delapan


2

repitisi dalam tiga sampai empat set (Reni dalam Giandonato, 2015).

Para ahli fisiologi olahraga dan kesehatan mengatakan bahwa latihan

dilakukan minimal tiga kali seminggu dan diselingi satu hari istirahat

untuk memberikan kesempatan kepada otot untuk berkembangdan

beradaptasi pada hari istirahat. Takaran lamanya latihan untuk

olahraga prestasi adalah 45-120 menit, sedangkan olahraga

kesehatan antara 20-30 menit dalam training zone (Reni dalam

Halim, 2011).

Gambar 13. Squat exercise


(Sumber : Aditya,2016)
2

C. Tinjauan Umum tentang Hubungan Genu Valgus dengan Pemberian

Strengthening exercise

Genu valgus merupakan kelainan alignment tubuh, dimana quadricep

angle yang dimiliki melebihi dari normal, stress patologis memberi beban

pada femur dan tibia ke arah lateral sehingga aksis mekanik tubuh bergeser ke

lateral dan menghambat pertumbuhan. Individu yang memiliki Q angle yang

berlebihan diidentifikasi sebagai faktor risiko potensial untuk cedera lutut

(Nguyen, et al., 2009).

Individu yang memiliki genu valgus maka pembebanan otot pada

ekstremitas inferior tidak merata dimana otot-otot abductor mengalami

kelemahan terutama m.gluteus medius. Otot gluteus medius memiliki

banyak peran dalam tubuh kita terutama yang berkaitan dengan ekstremitas

inferior, m.gluteus medius berperan penting untuk menstabilkan pelvis saat

berjalan, terutama saat gerakan abduksi dan eksternal rotasi. Saat berjalan,

m.gluteus medius akan membuat pelvis stabil, sehingga paha dan kaki akan

berayun. Jika tidak ada otot ini, maka manusia tidak akan berjalan jauh dan

bergerak cepat. Jika otot ini bermasalah atau mengalami kelemahan

mengakibatkan rotasi internal femur dan genu valgus (Morgan & Amin,

2014). Dampak pada regio trunk akan terjadi hiperlordosis lumbal dan low

back pain karena terjadi tight muscle pada m.iliopsoas. Dampak pada regio

lutut yaitu akan terkena patellofemoral pain syndrome, cedera anterior

cruciatum ligament dan pada pergelangan kaki yaitu pendistribusian beban

tidak merata dan sehingga timbul nyeri.


2

Squat exercise adalah bentuk latihan yang berfungsi untuk penguatan

otot, terutama mm.quadriceps, mm.hamstring dan gluteus. Latihan ´single

leg squats yang dilakukan pada atlet menyatakan bahwa penurunan

kekuatan lateral rotators hip ada hubungannya dengan peningkatan derajat

genu valgus (Willson, et al., 2006). Gerakan abduksi hip, otot quadriceps

dan otot hamstring secara signifikan dapat mengontrol pergerakan lutut di

bidang frontal. Saat melakukan single leg squat otot yang berperan saat

abduksi hip berfungsi untuk menstabilkan femur kemudian menurunkan

adduksi hip dan menurunkan genu valgus (Claiborne, et al., 2006). Latihan

penguatan hip abductors dan lateral rotators terbukti dapat memperbaiki

alignment genu varus pada anak remaja usia 18 – 20 tahun (Nagaraj &

Krishnan, 2014).

Massa otot meningkat disebut hipertrofi otot. Bila massanya menurun,

proses ini disebut atrofi otot. Semua hipertrofi otot adalah akibat dari suatu

peningkatan jumlah filamen aktin dan miosin dalam setiap serabut otot,

menyebabkan pembesaran masing-masing serabut otot. Hipertrofi yang

sangat luas dapat terjadi bila otot-otot diberikan beban selama proses

kontraksi. Untuk menghasilkan hipertrofi hampir maksimum butuh waktu

empat minggu sampai delapan minggu dengan sedikit kontraksi kuat setiap

harinya.

Selama terjadi hipertrofi, sintesis protein kontraktil otot berlangsung

lebih cepat, sehingga menghasilkan jumlah filamen aktin dan miosin yang

bertambah banyak secara progresif di dalam myofibril, yang seringkali

meningkat sampai 50%. Kemudian, telah diamati bahwa beberapa


2

itu sendiri akan memecah di dalam otot yang mengalami hipertrofi untuk

membentuk myofibril yang baru. Bersama dengan peningkatan ukuran

myofibril, sistem enzim yang menyediakan energi juga bertambah. Hal ini

terutama terjadi pada enzim-enzim yang dipakai untuk glikolisis, yang

memungkinkan terjadinya penyediaan energi yang cepat selama kontraksi

otot yang kuat dan singkat (Setiowati, 2015).

Peningkatan kekuatan otot didapatkan dengan pelatihan secara continue

sehingga kekuatan otot tonik dapat meningkatkan sirkulasi pembuluh darah

kapiler yang dapat meningkatkan kekuatan otot phasik yang akan

mengakibatkan terjadinya penambahan recuitment motor unit pada otot

yang akan mengaktivasi badan golgi sehingga otot akan bekerja secara

optimal, sehingga membentuk stabilitas yang baik (Driscoll dan Delahunt,

2011 dalam Istimantika, 2016). Motor unit didefinisikan sebagai saraf

motorik, dan semua serabut otot tersebut diinervasi oleh saraf motorik. Satu

saraf motorik menginervasi lebih dari 100 serabut otot. Kekuatan kontraksi

suatu otot secara langsung berkaitan dengan jumlah serabut otot yang

terlibat. Semakin besar jumlah motor unit yang direkrut (semakin besar pula

jumlah serabut otot yang direkrut) untuk melakukan pekerjaan, semakin

kuat kontraksi otot yang terlibat. Semakin banyak serabut otot yang

diinervasi oleh saraf motorik, semakin besar pula power dan kekuatan otot

tersebut (Higgin, 2011 dalam (Naibaho, et al., 2014). Latihan kekuatan

merupakan prosedur sistematik berupa pembebanan kerja otot yang

dilakukan secara repetitif pada waktu tertentu. Adaptasi otot yang terjadi

pada proses pembebanan adalah hipertrofi otot yang merupakan hasil akhir
2

dari adaptasi latihan. Beberapa manfaat latihan kekuatan yaitu

meningkatkan kekuatan jaringan ikat seperti tendon, ligamen dan jaringan

ikat intramuscular, peningkatan kepadatan masa tulang, peningkatan

komposisi otot terhadap lemak, peningkatan keseimbangan (Arovah, 2010

dalam Harsanti 2013).

Resistance exercise juga dapat meningkatkan flexibilitas, ROM pada

sendi (Naibaho, et al., 2014) Resistance exercise akan menstimulasi

peningkatan proprioseptif dikarenakan latihan penguatan akan

meningkatkan aktivitas recruitmen motor unit yang akan mengaktivasi golgi

tendon organ dan muscle spindle (Brown, 2007 dalam (Swandari, et al.,

2015). Selama pelatihan maka serabut intrafusal dan ekstrafusal akan terus

menerima input sensoris, yang akan dikirim dan diproses di otak sehingga

dapat menentukan besarnya co-kontraksi otot yang diperlukan. Sebagian

respon yang dikirim akan kembali ke ekstrafusal dan mengaktifasi golgi

tendon sehingga akan terjadi perbaikan koordinasi serabut intrafusal dan

serabut ekstrafusal dengan saraf afferent yang ada di muscle spindle

sehingga terbentuklah proprioseptif yang baik (Swandari, et al., 2015).

Terbentuknya proprioseptif yang baik maka informasi mengenai posisi

tubuh terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya (eksternal) dan posisi

antara segmen tubuh (internal) yang diterima oleh serebelum akan lebih

baik, informasi tersebut akan digunakan oleh tubuh untuk mempertahankan

keseimbangan (Swandari, et al., 2015).


2

Gambar 15. Lower


Extremity
Sumber : (William,2014)

D. Kerangka Teori

Flat
Otot instrinsik kaki ( Abduktor Hallucis), dan otot otot
ekstrinsik (gastrocnemius, soleus, tibialis posterior, dll),
Foot
gluteus maximus, serta ligamen plantaris melemah

Collaps sisi medial kaki


3

Perubahan arcus longitudinalis medialis

Perubahan foot Perubahan center


alignment of gravity
Muscle imbalance

Hip adduction

Genu Valgus

↓ Kekuatan Quadricep muscle


↓ Kekuatan Gluteus medius muscle
Tibia dan femur rotasi ↑keQuadricep
medial angle

Strengthening exercise

Short foot exc Heel raises exc Squat exc

Perubahan skelet Perubahan system saraf Aktifasi enzim dan metabolik


muscle structure

↑ATP
↑Creatine Pospokinase
↑Myoglobin

↑ Kekuatan Quadricep muscle


↑ Kekuatan Gluteus medius
muscle
↓ Quadricep angle
Hypertrofi serat otot tipe II B Remodelling
↑Rekrutmen motor
II B → IIA unit

Gambar 16. Kerangka Teori


BAB
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen


Variabel Antara
Kekuatan otot
Strengthening exercise Perubahan tingkat
genu valgus

Variabel Kontrol Variabel Perancu

Usia Aktifitas fisik


Riwayat cedera
ekstremitas bawah

Gambar 17. Kerangka Konsep


B. Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, maka terdapat hipotesis penelitian bahwa :

1. Ada perubahan jarak Q anglesebelum dan sesudah diberikan

strengthening exercise pada siswa SMP Negeri 30 Makassar.

2. Ada perubahan jarak Intermalleolar distance sebelum dan sesudah

diberikan strengthening exercise pada siswa SMP Negeri 30 Makassar.

3
BAB
METODE PENELITIAN

A. Design Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Quasi eksperimental design

dengan jenis rancangan control time series yang bertujuan untuk mengetahui

adanya pengaruh strengthening exercise terhadap perubahan tingkat genu

valgus pada flat foot remaja di SMP Negeri 30 Makassar.

Adapun desain penelitian digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :
O1 X1 O2 X2 O3 X3 O4
O1 = Pre test pengukran derajat genu valgus

X1 = Pemberian squat exercise sebanyak 5 kali

O2 = Pre test pengukran derajat genu valgus setelah pemberian 5 kali

exercise

X2 = Pemberian squat exercise sebanyak 10 kali

O3 = Pre test pengukran derajat genu valgus setelah pemberian 10 kali

exercise

X3 = Pemberian squat exercise sebanyak 15 kali

O4 = Pre test pengukran derajat genu valgus setelah pemberian 15 kali

exercise

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 30 Makassar.

3
3

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung dari tanggal 28 Maret - 30April 2018.

C. Populasi dan
Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa siswi yang mengalami flat foot,

terdapat perubahan biomekanik pada lutut (valgus) dan sendi subtalar

(eversi) di SMP Negeri 30 Makassar.

2. Sampel

Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah non probability

sampling dengan jenis purposive sampling. Penentuan jumlah sampel

dapat dilakukan dengan cara perhitungan statistik yaitu dengan

menggunakan Rumus Slovin.

Rumus Slovin :

Keterangan:

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

e
= Batas toleransi kesalahan (error tolerance) sebesar 5%

Berdasarkan rumus slovin, maka besarnya penarikan umlah sampel

penelitian adalah:
3

n = 36

Teknik pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara mengambil

seluruh total sampel yang ada dan yang memenuhi kriteria. Kriteria-

kriteria yang ditetapkan mencakup kriteria inklusi dan eksklusi.

a. Kriteria Inklusi

1) Subjek bersedia menjadi responden dalam penelitian ini dengan

menandatangani informed concent.

2) Subjek memiliki rentan usia 12-14 tahun.

3) Subjek merupakan siswa siswi kelas VII dan VIII.

4) Subjek terdeteksi flat foot berdasarkan hasil wet feetprint test.

5) Subjek terdeteksi genu valgus berdasarkan hasil pengukuran

quadriceps angle dengan hasil pengukurannya laki-laki > 170 dan

perempuan > 200.

6) Subjek terdeteksi eversi sendi subtalar berdasarkan hasil dari

pengukuran navicular drop.

7) Tidak dalam suata latihan yang berhubungan dengan aktivitas

ekstremitas bawah.

b. Kriteria Eksklusi

1) Riwayat post operasi dan fraktur ekstremitas bawah.

2) Mengikuti latihan atau intervensi lain yang dapat memengaruhi

latihan ini.
3

D. Alur Penelitian

Studi pendahuluan dilakukan pada siswa siswi kelas VII dan VIII di SMP

Negeri 30 Makassar untuk menentukan sampel penelitian melalui observasi

dan wawancara seputar identitas pribadi dan hal-hal yang terkait dengan

kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan derajat genu

valgus menggunakan pengukuran Q angle dan menggunakan pengukuran

intermalleolar distance pada sebelum dan sesudah diberikan

latihan.Kemudian pemberian strengthening exercise selama lima minggu

dengan 15 kali latihan. Selanjutnya, dilakukan proses pengolahan dan analisis

Identifikasi Masalah Surat Izin penelitian


Studi Pendahuluan

Menentukan sampel
Pengukuran
sesuaiderajat
kriteria
genu
Sampel
valgum
Pemberian
(pre-test) strengthening exercise

Pengolahan,
Pengukuran derajat genu valgum (post-test)
nalisisAn
Data da
Pengumpulan Data
Pelaporan Hasil Penelitian

data yang hasilnya akan dibahas pada laporan penelitian.


3

E. Variabel Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Peneltian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel dependen dan

independen sebagai berikut:

a. Variabel dependen adalah tingkat genu valgus.

b. Variabel independen adalah strengthening exercise.

2. Definisi operasional variabel

a. Tingkat genu valgus adalah tingkatan kelainan yang terjadi dimana

kedua knee saling bersentuhan dan kedua ankle saling berjauhan pada

siswa yang diukur dengan quadriceps angle untuk menentukan derajat

kelainan lutut dan intermalleolar distance untuk mengukur tingkat

genu valgus dimana alat untuk pengukuran intermalleolar distance

adalah mistar dan alat ukur untuk pengukuran Q angle adalah

goniometer. Quadricep angle adalah sudut yang dibentuk oleh garis

yang ditarik dari Spina Iliaca Anterior Superior, titik mid of patella

dan tuberositas tibiae, individu yang genu valgus untuk laki - laki

apabila q angle >170 dan untuk perempuan apabila q angle >200.

Intermalleolar distance adalah jarak antara kedua malleolus medial.

Parameter untuk pengukuran jarak intermalleolar ada tiga tingkatan,

yaitu ringan dengan nilai 2 – 5 cm, sedang dengan nilai 5,1 – 9 cm dan

berat dengan nilai > 9cm.

Flat foot adalah jenis kelainan pada arcus kaki dimana lengkungan

pada kaki memiliki arcus yang sedikit bahkan hampir tidak ada
3

sehingga pembebanan yang diterima pada kaki tidak merata. Flat foot

untuk penyebutan kaki datar jika yang terkena hanya satu kaki. Flat

feet untuk penyebutan kaki datar jika yang terkena kedua kakinya.

b. Strengtening exercise merupakan latihan penguatan pada otot yang

mengunakan tahanan baik dari luar atau alat maupun dari beban tubuh

sendiri yang dilakukan secara teratur, terencana, berulang-ulang dan

semakin bertambah beban atau pengulangannya pada siswa yang

terdiri dari 3 jenis latihan yaitu, short feet exercise, heel raises

exercise dan squat exercise dengan dosis latihan yang berbeda.

Latihan ini dilakukan tiga kali seminggu selama lima minggu dengan

intensitas dan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan jenis latihan

masing-masing.

F. Prosedur Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan melalui empat tahapan yaitu:

1. Tahap persiapan, meliputi:

Menyiapkan alat tulis dan instrumen penelitian.

2. Tahap pre-test pengukuran genu valgus

a. Quadricep Angle

1) Instrumen pengukuran

a) Goniometer.

b) Alat tulis.

2) Prosedur pengukuran

a) Peserta berdiri tegak dengan kedua lutut saling bersentuhan.

b) Letakkan kedua tangan pada pinggang sisi kanan dan kiri.


3

c) Fisioterapis melakukan palpasi dan memberikan tanda di bagian

Spina Iliaca Anterior Superior, Center of the patella dan

tuberositas tibiae.

d) Fisioterapis meletakkan fulcrum goniometer pada titik yang

telah ditandai.

e) Fisioterapis melihat berapa derajat hasil dari pengukuran dengan

goniometer.

f) Pengukuran
diulaGngamhbinagrg1a9.2PkenagliukaugraarnhQasuialdnryicaepvaAlnidgle.
(Sumber : Lawrwnce et al,2013)

b. Intermalleolar Distance

1) Instrumen pengukuran

a) Mistar

b) Alat tulis

2) Prosedur pengukuran

a) Peserta berdiri tegak dengan kedua lutut saling bersentuhan.


3

b) Letakkan kedua tangan peserta pada pinggang sisi kanan dan kiri

c) Fisioterapis melakukan pengukuran jarak antara malleolar

medial kedua kaki.

d) Fisioterapis mencatat hasil dari pengukura jarak intermalleolar.

e) Pengukuran diulang hingga 2 kali agar hasilnya valid.

Gambar 20. Pengukuran Jarak Intermalleolar


(Sumber : Spencer,2016)

3. Tahap pemberian strengthening exercise

a. Persiapan latihan

1) Peneliti menjelaskan terlebih dahulu mengenai manfaat dari

latihan yang akan dilakukan.

2) Subjek dianjurkan menggunakan pakaian olahraga yang

nyaman tanpa menggunakan sepatu.

3) Subjek berbaris rapi dengan adanya space diantaranya.

4) Subjek melakukan pemanasan seperti, peregangan pada otot-

otot tungkai bawah dan jalan ditempat secara bersama-sama

selama lima menit.

5) Setiap latihan-latihan yang akan diberikan, peneliti terlebih

dahulu memberikan contoh kepada subjek.


4

b. Latihan inti.

1) Short foot exercise

a) Subjek dalam keadaan berdiri tegak, pandangan ke depan

kedua tangan rileks di samping tubuh.

b) Lalu, instruksikan kepada subjek untuk menggerakan jari-

jari kaki ke dalam atau dengan kata lain seperti

“mencengkeram” secara perlahan dan mengembalikannya

ke posisi semula

secara perlahan.

Gambar 21. Short foot exercise


Sumber : Horschig, 2015
2) Heel raises exercise

a) Subjek dalam keadaan berdiri tegak, pandangan ke depan,

kedua tangan memegang pada meja atau tembok sebagai

tumpuannya agar dapat berdiri stabil.

b) Lalu, instruksikan kepada subjek untuk mengangkat

tumitnya secara perlahan dan mengembalikannya ke posisi

semula secara perlahan.


4

Gambar 22. Heel Raises Exercise


Sumber : Saebo, 2015

2) Squat exercise

a) Peneliti memberikan contoh terlebih dahulu kepada subjek

mengenai gerakannya.

b) Subjek dalam keadaan berdiri tegak, pandangan ke depan,

kedua tangan rileks di samping tubuh, dan kedua kaki

dibuka selebar bahu.

c) Lalu, instruksikan kepada subjek untuk membawa beban

tubuhnya ke bawah atau dengan kata lain seperti posisi

“jongkok setengah” dengan kedua tangan saling

mengepal.

d) Usahakan posisi tubuh subjek dalam keadaan lurus atau

tidak terlalu condong ke depan. Lalu kembaikan tubuh ke

posisi semula secara

perlahan.
4

c. Dosis latihan Gambar 23. Squat exercise


Sumber : Norwell Athletic Club, 2016
Tabel 1. Dosis Latihan Short Foot Exercise

Pertemuan Intensitas Teknik Time

I-III 3 set / 8 kali repitisi Short Foot Exc 5 menit

IV-VI 3 set / 9 kali Short Foot Exc 5 menit


repitisi Short Foot Exc
VII-IX 4 set / 10 kali repitisi 7 menit
Short Foot Exc
X-XII 4 set / 11 kali 7 menit
Short Foot Exc
repitisi XIII-XV 5 set / 12 Short Foot Exc 10 menit
kali repitisi
Sumber : Data Primer,2018

Tabel 2. Dosis Latihan Heel Raises Exercise


Pertemuan Intensitas Teknik Time

I-III 3 set / 8 kali repitisi Heel Raises Ex 5 menit

IV-VI 3 set / 9 kali Heel Raises Ex 5 menit


repitisi Heel Raises Ex
VII-IX 4 set / 10 kali repitisi 7 menit
Heel Raises Ex
X-XII 4 set / 11 kali 7 menit
Heel Raises Ex
repitisi XIII-XV 5 set / 12 Heel Raises Ex 10 menit
kali repitisi
Sumber : Data Primer,2018

Tabel 3. Dosis Latihan Squat Exercise


Pertemuan Intensitas Teknik Time

I-III 3 set / 8 kali repitisi Squat Exc 5 menit

IV-VI 3 set / 9 kali Squat Exc 5 menit


repitisi Squat Exc
VII-IX 4 set / 10 kali repitisi 7 menit
Squat Exc
X-XII 4 set / 11 kali 7 menit
Squat Exc
repitisi XIII-XV 5 set / 12 Squat Exc 10 menit
kali repitisi

Sumber : Data Primer,2018


4

4. Tahap post test pengukuran genu valgus

Post test dilakukan setelah pemberian strengtening exercise selama

15 kali latihan dengan menggunakan instrumen pengukuran seperti

saat pre-test.

G. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh merupakan data primer yaitu dari hasil pemeriksaan

arkus pedis dan pengukuran tingat arcus longitudinal medial. Kemudian data

yang diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS 22 serta disajikan

dalam bentuk tabel dan narasi. Adapun uji statistika yang digunakan yaitu, uji

normalitas dengan menggunakan uji Saphiro-Wilk karena data tidak

berdistribusi normal, maka digunakan uji Wilcoxon.

H. Masalah Etika

Setiap responden akan dijamin tiga hal, yaitu:

1. Informed Concent

Informed consent merupakan surat kontrak antara peneliti dengan

responden, dan menjadi bukti atas kesediaan seseorang menjadi

responden.

2. Anonimity (tanpa nama)

Demi menjaga kerahasiaan dari identitas responden, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi hanya memberi kode tertentu

pada setiap responden.

3. Confidentiality
4

Informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti dan hanya

sekelompok data yang dilaporkan dalam hasil penelitian.


BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 2018 sampai 30 April

2018 dengan menggunakan metode purposive sampling sebanyak 38

responden yang memenuhi kriteria inklusi. Responden terdiri dari kelas VII

dan kelas VIII siswa SMP Negeri 30 Makassar. Penelitian ini dilakukan

sebanyak 15 kali pemberian Strengthening Exercise yaitu Short Foot

Exercise, Heel Raises Exercise dan Squat Exercise. Pengukuran yang

digunakan untuk mengukur tingkat genu valgus pada remaja flat foot yaitu

pengukuran Q angle dan Intermalleolar distance. Pada penelitian ini

pengukuran Q angle dan Intermalleolar distance digunakan sebanyak 4 kali

yaitu pada saat pre test, post test setelah 5 kali pemberian Strengthening

Exercises, post test setelah 10 kali pemberian Strengthening Exercises dan

post test setelah 15 kali pemberian Strengthening Exercises. Adapun

gambaran umum terkait sampel sebagai berikut.

45
4

1. Karakteristik Sampel
Tabel 4. Karakteristik Sampel Penelitian
Karakteristik Sampel Frekuensi Persentase
Usia
12 10 26,3
13 11 29,0
14 17 44,7
Total 38 100,0
IMT
<18,5 (underweight) 6 15,9
S
18,5-22,9 (normal) 17 44,7
u 23,0-24,9 (pre obesitas) 10 26,3
25,0-29,9 (obeseI) 4 10,5
m ≥30,0 (obeseII)) 1 2,6
b Total 38 100,0

er : Data Primer 2018

Distribusi karakteristik 38 orang remaja yang menjadi sampel dalam

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4. Analisis deskriptif dilakukan

terhadap usia. Berdasarkan distribusi sampel penelitian yang diperoleh

menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan terdiri dari usia 12

tahun, 13 tahun, dan 14 tahun . Usia 14 tahun merupakan rentang usia

terbanyak yaitu dengan frekuensi sejumlah 17 orang dan persentase

44,7%, sedangkan rentang usia 13 tahun dengan frekuensi sejumlah 11

orang dan persentase 29,0%, kemudian rentang umur terendah yaitu

rentang usia 12 tahun dengan frekuensi sejumlah 10 orang dan

persentase 26,3%. Hal tersebut menunjukkan bahwa rata-rata sampel

penelitian ini berada pada rentang usia 14 tahun. Berdasarkan Indeks

Massa Tubuh sampel yang memiliki kategori underweight 6 orang

(15,9%), kategori normal 17 orang (44,74%), kategori pre-obesitas 10

orang ( 26,3%), kategori obese I 4 orang ( 10,5%) dan kategori obese II

1 orang (2,6%).
4

1. Distribusi Q angle sebelum dan setelah diberikan Strengthening

Exercise

Distribusi Q angle sebelum dan setelah diberikan strengthening

exercise dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Distribusi Q angle sebelum dan setelah diberikan Strengthening Exercise


Sisi Kaki Perlakuan Kategori
Normal Valgus
n (%) n (%)
Pre Test - - 38 100
Post Test 1 9 23,68 29 76,32
Kanan
Post Test 2 26 68,42 12 31,58
Post Test 3 32 84,21 6 15,79
Pre Test - - 38 100
Post Test 1 11 28,95 27 71,05
Kiri
Post Test 2 28 73,69 10 26,31
Post Test 3 33 86,84 5 13,16
n = jumlah sampel, p = probabilitas hasil uji Wilcoxon ; * = tanda indikasi perbedaan
yang bermakna (p < 0,05)

Tabel ini menunjukkan bahwa sebelum diberikan strengthening

exercises semua sampel mengalami genu valgus sebanyak 38 orang

(100%) pada kaki kanan. Setelah pemberian strengthening exercises

sebanyak 5 kali terjadi perubahan jumlah sampel yang mengalami genu

valgus menjadi 29 orang (76,32%) dan yang normal menjadi 9 orang

(23,68%). Setelah pemberian 10 kali latihan sampel yang memiliki kaki

normal semakin bertambah menjadi 26 orang (68,42%) dan yang

mengalami genu valgus berkurang menjadi 12 orang (31,58%). Setelah

pemberian 15 kali latihan sampel yang memiliki kaki normal bertambah

menjadi 32 orang (84,21%) dan yang mengalami genu valgus 6 orang

(15,79
4

Tabel ini juga menunjukkan bahwa sebelum diberikan strengthening

exercises semua sampel mengalami genu valgus sebanyak 38 orang

(100%) pada kaki kiri. Setelah pemberian strengthening exercises

sebanyak 5 kali terjadi perubahan jumlah sampel yang mengalami genu

valgus menjadi 27 orang (71,05%) dan yang normal menjadi 11 orang

(28,95%). Setelah pemberian 10 kali latihan sampel yang memiliki kaki

normal semakin bertambah menjadi 28 orang (73,69%) dan yang

mengalami genu valgus berkurang menjadi 10 orang (26,31%). Setelah

pemberian 15 kali latihan sampel yang memiliki kaki normal bertambah

menjadi 33 orang (86,84%) dan yang mengalami genu valgus 5 orang

(13,16%).

2. Distribusi tingkat Intermalleolar Distance sebelum dan setelah

diberikan Strengthening Exercise

Distribusi Intermalleolar distance sebelum dan setelah diberikan

strengthening exercise dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Distribusi tingkat Intermalleolar Distance sebelum dan setelah diberikan


Strengthening Exercise
Kategori Pre Test Post Test PostTest PostTest
(5 kali) (10 kali) (15kali)
n % n % n % n %
Genu valgus 38 100 38 100 38 100 38 100
Normal 6 15,78 7 18,42 7 18,42 8 21,05
Ringan 22 57,90 22 57,90 25 65,79 25 65,79
Sedang 7 18,42 6 15,78 4 10,53 4 10,53
Berat 3 7,90 3 7,90 2 5,26 1 2,63
Sumber: Data Primer 2018 ,n = jumlah sampel

Tabel 6 menunjukkan distribusi tingkat Intermalleolar Distance pada

siswa SMP Negeri 30 Makassar sebelum diberikan strengthening


4

berupa short foot exercise, heel raises exercise dan squat exercise. Setelah

diberikan 5 kali latihan, 10 kali latihan serta 15 kali latihan dengan jumlah

sampel 38 orang. Pada distribusi hasil pre test menunjukkan bahwa

terdapat 6 orang (15,78%) kategori normal, 22 orang (57,90%) berada

pada kategori genu valgus ringan, 7 orang (18,42%) berada pada genu

valgus kategori sedang dan 3 orang (7,90%) berada pada genu valgus

kategori berat. Setelah diberikan 5 kali latihan terjadi perubahan yaitu

hasil post test 1 menunjukkan bahwa terdapat 7 orang (18,42%) kategori

normal, 22 orang (57,90%) dengan kategori genu valgus ringan, 6 orang

(15,79%) genu valgus kategori sedang dan 3 orang (7,90%) genu valgus

kategori berat. Setelah diberikan latihan lagi selama 10 kali terjadi

perubahan yaitu 7 orang (18,42%) kategori normal terdapat 25 orang

(65,79%) dengan kategori genu valgus ringan, 4 orang (5,26%) genu

valgus kategori ringan dan 2 orang (5,26%) genu valgus kategori berat.

Setelah diberikan latihan lagi selama 15 kali terjadi perubahan yaitu

terdapat 8 orang (21,05%) kategori normal, 25 orang (65,79%) dengan

kategori genu valgus ringan, 4 orang (10,53%) genu valgus kategori ringan

dan 1 orang (2,63%) genu valgus kategori berat.

3. Perbandingan perubahan Q angle pre dan post pemberian

Strengthenung Exercise

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel

dependen dengan variabel independen. Sebelum dilakukan analisis

bivariate, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas. Selanjutnya akan


5

dilakukan uji Wilcoxon untuk uji perbedaan disebabkan sebaran data

berdistribusi tidak normal.

Tabel 7. Perbandingan perubahan Q angle sebelum dan sesudah


pemberian Strengthening Exercise
Sisi Kaki Kelompok Min Median Max p*
Pre Test 18 18,00 25
Post Test1 (5 kali) 16 18,00 25 0,001*
Post Test (5 kali) 16 18,00 24 0,001*
Kanan Post Test (10 kali) 15 17,00 23
Pre Test (10 kali) 15 17,00 23 0,001*
Post Test (15 kali) 14 16,00 22
Pre Test 18 18,00 25
Post Test (15 kali) 14 16,00 22 0,001*
Pre Test 18 18,00 26
Post Test1 (5 kali) 16 18,00 24 0,001*
Post Test (5 kali) 16 18,00 24 0,001*
Kiri Post Test (10 kali) 15 17,00 23
Pre Test (10 kali) 15 17,00 23 0,001*
Post Test (15 kali) 14 16,00 22
Pre Test 18 18,00 26
Post Test (15 kali) 14 16,00 22 0,001*
Sumber: Data Primer 2018
Min = nilai minimum; Maks = nilai maksimum; Med = nilai Median; p = probabilitas
hasil uji Wilcoxon;* = tanda indikasi perbedaan yang bermakna (p < 0,05)

Tabel 7 merupakan tabel perbandingan pengukuran Q angle sebelum

dan sesudah pemberian strengthening exercise pada kaki kanan dan kaki

kiri. Pada pre test kaki kanan nilai minimum adalah 18 dengan nilai

median 18,00 dan nilai maximal 25. Pada post test 1 (5 kali latihan) nilai

minimum menjadi 16 dengan nilai median 18,00 dan nilai maksimal 25.

Pada post test 2 (10 kali latihan) nilai minimum menjadi 15, nilai median

menjadi 17,00 dengan nilai maksimal 23. Pada post test 3 (15 kali latihan)

nilai minimum menjadi 14, nilai median 16,00 dan dilai minimum 22.

Pada pre test kaki kiri nilai minimum adalah 18 dengan nilai median

18,00 dan nilai maximal 26. Pada Post test 1 (5 kali latihan) nilai
5

minimum menjadi 16 dengan nilai median 18,00 dan nilai maksimal 24.

Pada post test 2 (10 kali latihan) nilai minimum menjadi 15, nilai median

menjadi 17,00 dengan nilai maksimal 23. Pada post test 3 (15 kali latihan)

nilai minimum menjadi 14, nilai median 16,00 dan dilai minimum 22.

Setelah uji Wilcoxon kaki kanan dan kaki kiri diperoleh nilai signifikansi

p=0,001 (p<0,05) yang berarti strengthening exercise memberikan

pengaruh yang bermakna pada post test 1, post test 2 dan post test 3.

Pada pre test kaki kiri nilai minimum adalah 18 dengan nilai median

18,00 dan nilai maximal 26. Pada Post test 1 (5 kali latihan) nilai

minimum menjadi 16 dengan nilai median 18,00 dan nilai maksimal 24.

Pada Post test 2 (10 kali latihan) nilai minimum menjadi 15, nilai median

menjadi 17,00 dengan nilai maksimal 23. Pada Post test 3 (15 kali latihan)

nilai minimum menjadi 14, nilai median 16,00 dan dilai minimum 22.

Setelah uji Wilcoxon kaki kanan dan kaki kiri diperoleh nilai signifikansi

p=0,001 (p<0,05) yang berarti strengthening exercise memberikan

pengaruh yang bermakna pada post test 1, post test 2 dan post test 3.

Gambar 24. Grafik Area Perbandingan Q angle Kanan


Sumber: Data Primer, 2018
5

Grafik pada gambar diatas menunjukkan sebaran data Q angle pada

kaki kanan antara sebelum dan setelah diberikan strengthening exercise

sebanyak 5 kali, 10 kali dan 15 kali perlakuan. Dari grafik tersebut dapat

disimpulkan bahwa nilai Q angle dari tiap-tiap post test semakin menurun

yang menunjukkan bahwa genu valgus semakin membaik. Dapat juga

dilihat bahwa selisih terjauh garis pada grafik terjadi pada garis pre test

dan post test 3. Grafik tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan

nilai distribusi Q angle antara sebelum dan sesudah strengthening

exercise.

Gambar 25. Grafik Area Perbandingan Q angle Kiri


Sumber: Data Primer, 2018

Grafik pada gambar diatas menunjukkan sebaran data Q angle pada

kaki kiri antara sebelum dan setelah diberikan strengthening exercise

sebanyak 5 kali, 10 kali dan 15 kali perlakuan. Dari grafik tersebut dapat
5

disimpulkan bahwa nilai Q angle dari tiap-tiap post test semakin menurun

yang menunjukkan bahwa genu valgus semakin membaik. Dapat juga

dilihat bahwa selisih terjauh garis pada grafik terjadi pada garis pre test dan

post test 3. Grafik tersebut menunjukkan bahwa terdapat perubahan nilai

distribusi Q angle antara sebelum dan sesudah strengthening exercise.

4. Perbandingan perubahan tingkat Intermalleolar Distance pre dan post

pemberian Strengthenung Exercise

Perbandingan perubahan tingkat Intermalleolar distance sebelum dan

setelah diberikan strengthening exercise dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan perubahan tingkat Intermalleolar distance sebelum


dan sesudah pemberian Strengthening Exercise
Kelompok Min Median Max p*
Pre Test 0,2 4,000 11,5
Post Test1 (5 kali) 0,2 3,850 11,3 0,001*
Post Test (5 kali) 0,2 3,850 11,3 0,001*
Post Test (10 kali) 0,1 3,250 11,0
Pre Test (10 kali) 0,1 3,250 11,0 0,001 *
Post Test (15 kali) 0,0 3,000 10,8
Pre Test 0,2 4,000 11,5
Post Test (15 kali) 0,0 3,000 10,8 0,001*
Sumber: Data Primer 2018
Min = nilai minimum; Maks = nilai maksimum; Med = nilai Median; p = probabilitas
hasil uji Wilcoxon;* = tanda indikasi

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai minimum sebelum diberikan

strengthening exercise adalah 0,2 dengan nilai median 4,000 dan nilai

maximal 11,5. Setelah diberikan 10 kali latihan nilai minimum tetap

dengan nilai median 3,850 dan nilai maksimal 11,0. Kemudian setelah

latihan selama 15 kali nilai minimum menjadi 0,0 nilai median menjadi

3,000 dengan nilai maksimal 10,1.

Hasil uji normalitas yang didapatkan menghasilkan nilai p<0,05

sehingga data tidak berdistribusi normal lalu di uji pengaruh dengan uji
5

Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai signifikan 0,0001( p<0,05)

yang menunjukkan ada perubahan bermakna antara sebelum dan sesudah

diberi latihan strengthening exercise selama 5 kali, 10 kali dan 15 kali

latihan.

Gambar 26. Grafik Area Perbandingan Intermalleolar Distance


Sumber: Data Primer, 2018

Grafik pada gambar diatas menunjukkan sebaran data intermalleolar

distance antara sebelum dan setelah diberikan strengthening exercise

sebanyak 5 kali, 10 kali dan 15 kali perlakuan. Dari grafik tersebut dapat

disimpulkan bahwa nilai Intermalleolar distance dari tiap-tiap post test

semakin menurun yang menunjukkan bahwa genu valgus semakin

membaik. Dapat juga dilihat bahwa selisih terjauh garis pada grafik terjadi

pada garis pre test dan post test 3. Grafik tersebut menunjukkan bahwa

terdapat perubahan nilai distribusi Intermalleolar distance antara sebelum

dan sesudah strengthening exercise.


5

B. Pembahasan

1. Karakteristik Sampel

Data dari penelitian ini merupakan data primer dengan memperoleh

data langsung dari sampel. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang

ditetapkan, maka sampel dalam penelitian ini, yaitu 38 orang dari

keseluruhan populasi. Berdasarkan karakteristik usia, sampel yang

memiliki usia 14 tahun (44,74%) lebih banyak daripada usia 12 tahun

(26,31%) dan 13 tahun ( 28,95%). Hal ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya oleh Maria et al., yang melaporkan bahwa hubungan

proporsional antara genu valgus dan usia, yaitu peningkatan frekuensi

genu valgus sejalan dengan pertambahan usia.

Bedasarkan IMT sampel yang memiliki kategori underweight

berjumlah 6 orang (15,79%), kategori normal berjumlah 17 orang

(44,74%), kategori pre-obesitas berjumlah 10 orang (26,31%), 4 orang

(10,53%) dengan kategori obese I dan kategori obese II sebanyak 1 orang

(2,63%). Hal ini menunjukkan sampel rata-rata memiliki IMT kategori

normal (44,7%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Souza et al.,

bahwa semakin tinggi derajat valgus, semakin relevan dengan obesitas,

dan semakin rendah derajat valgus, semakin rendah derajat adipositnya.

Serra et al., melaporkan prevalensi genu valgus lebih banyak pada anak-

anak obesitas dibandingkan dengan anak-anak non-obesitas, sehingga IMT

adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya genu valgus.


5

2. Pengaruh Strengthening Exercise terhadap Q angle

Strengthening exercise merupakan latihan penguatan yang akan

meningkatkan massa otot atau hipertropi yang diakibatkan peningkatkan

jumlah filamen aktin dan myosin dalam setiap serabut otot menyebabkan

pembesaran tiap-tiap serabut otot. Menurut Driscoll dan Delahunt,

peningkatan kekuatan otot terjadi saat melakukan latihan secara continue,

sehingga meningkatkan sirkulasi pembuluh darah kapiler yang akan

meningkatan kekuatan otot mengakibatkan terjadinya penambahan

recruitment motor unit pada otot yang akan mengaktivasi badan golgi,

sehingga otot akan bekerja secara optimal dan membentuk stabilitas yang

baik. Strengthening exercise pada penelitian ini terdiri dari 3, yaitu heel

raises exercise, short foot exercise dan squat exercise. Heel raises exercise

dan short foot exercise bertujuan untuk meningktatkan kekuatan otot

intrinsik kaki seperti m.tibialis anterior dan m.tibialis posterior, sedangkan

squat exercise untuk meningkatkan kekuatan hip muscle yaitu m.gluteus

medius, mm.quadriceps dan mm.hamstring. Genu valgus mengakibatkan

muscle imbalance, dimana hip muscle bagian medial mengalami thigtness

dan hip muscle bagian lateral mengalami weakness. Gerakan squat

exercise, yaitu jongkok 900 dengan kaki dibuka selebar bahu sehingga

ketika jongkok ada gerakan sedikit ke arah abduksi dan lateral rotasi yang

ditahan selama 4 detik. Semua gerakan ini akan meningkatkan kekuatan

m.gluteus medius dan membantu perubahan alignment lutut ke arah lateral.

Gerakan ini juga dapat membantu memperbaiki perubahan biomekanik


5

akibat flat foot. Squat execise dilakukan selama 5 minggu dengan

frekuensi 3 kali setiap minggu, dosis setiap minggu nya dimodifikasi

dengan dinaikkan yang awalnya 8 repetisi hingga 12 repetisi pada minggu

kelima. Menurut American College Of Sport Medicine dosis strengthening

exercise untuk pemula yaitu 1-3 set, 8-12 repetisi, karena sampel bukan

tergolong atlet dan masih pemula sehingga dimulai dari 8 repetisi.

Pemberian dosis latihan ini sesuai dengan prinsip latihan yaitu overload,

kontinuitas dan progresif dimana dengan beban yang maksimal dan

dilakukan secara terus-menerus akan membuat adaptasi fisiologis yang

lebih baik pada tubuh. Hal ini menjelaskan bahwa semakin banyak

frekuensi latihan, maka semakin baik adaptasi fisiologis yang terjadi pada

tubuh. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yaitu pemberian

strengthening exercise selama 15 kali memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan pemberian 5 kali dan 10 kali latihan. Hasil pre test seluruh

sampel 38 orang terdeteksi genu valgus. Hasil post test 1 (5 kali

strengthening exercise) terdapat penurunan derajat genu valgus menjadi

normal sebanyak 9 orang. Hasil post test 2 (10 kali strengthening exercise)

terdapat penurunan derajat genu valgus menjadi normal sebanyak 26 orang

dan hasil post test 3 (15 kali strengthening exercise) terdapat penurunan

derajat genu valgus menjadi normal sebanyak 32 orang. Meskipun

demikian, setelah pemberian 15 kali strengthening exercise terdapat 6

sampel yang masih tetap terdeteksi genu valgus. Hal ini bukan berarti

sampel tidak mengalami penurunan Q angle setelah mengikuti 15 kali

strengthening exercise, Q angle keenam sampel ini mengalami penurunan


5

tetapi masih dalam kategori yang sama. Berdasarkan analisis data, keenam

sampel ini memiliki IMT dalam kategori obese I, sehingga obesitas ini

mempengaruhi terjadinya genu valgus. Pernyataan ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Souza et al., melaporkan bahwa semakin

tinggi derajat valgus maka, semakin relevan dengan obesitas dan semakin

rendah derajat valgus maka, semakin rendah derajat adipositasnya.

Landauer et al., mencatat bahwa valgus dengan deviasi femoral sering

terjadi pada anak-anak yang obesitas. Serra et al., melaporkan prevalensi

genu valgus lebih banyak pada anak-anak obesitas dibandingkan dengan

anak-anak non-obesitas. Jannini et al., juga menunjukkan bahwa

kegemukan dapat menyebabkan kelainan bentuk di tungkai bawah,

termasuk genu valgus. Hubungan antara obesitas dan genu valgus

dijelaskan oleh sejumlah faktor. Wearing et al., melaporkan bahwa

jaringan tulang remodelling sesuai dengan beban yang diberikan. Masa

remaja jumlah kolagen menjadi lebih besar sehingga menjadi lebih

fleksibel dan lebih toleran terhadap deformasi plastis dan kurang kuat

terhadap kompresi. Fase pertumbuhan pada individu yang obesitas lebih

rentan mengalami deformitas ketika terjadi pembebanan yang berlebihan

dibandingkan non-obesitas. Sehingga pemberian 15 kali strengthening

exercise tidak memberikan perubahan yang signifikan karena adanya

faktor obesitas.

3. Pengaruh Strengthening Exercise Terhadap Intermalleolar Distance

Intermalleolar distance merupakan alat ukur untuk mengukur genu

valgus yaitu dengan cara mengukur jarak kedua malleolus kaki dengan
5

penggaris dan satuan cm berbeda hal nya dengan Q angle yang satuannya

derajat. Intermalleolar distance ini membagi tingkatan genu valgus

dengan 3 kategori, yaitu kategori ringan, sedang dan berat. Hasil

pengukuran Intermalleolar distance pada pre test 1 terdapat 6 orang anak

dalam kategori normal, berbeda hal nya dengan pengukuran Q angle yaitu

pada hasil pre test terdapat 38 orang terdeteksi genu valgus. Kriteria

inklusi yang digunakan untuk menetapkan sampel yaitu menggunakan

pengukuran Q angle sehingga semua sampel 38 orang terdeteksi genu

valgus, sedangkan untuk pengukuran Intermalleolar distance dijadikan

sebagai bahan perbandingan dengan pengukuran Q angle. Pada pre test

didapatkan 6 orang dengan kategori normal, 22 orang kategori ringan, 7

orang dengan kategori sedang dan 3 orang dengan kategori berat. Pada

post test 1, kategori normal mengalami peningkatan menjadi 7 orang

dengan pengukuran Intermalleolar distance, sedangkan dengan

pengukuran Q angle di dapatkan 2 orang normal dan 5 orang genu valgus.

Pada post test 2 kategori ringan mengalami peningkatan menjadi 25 orang

dengan pengukuran Intermalleolar distance, sedangkan dengan

pengukuran Q angle didapatkan 13 orang normal dan 12 orang genu

valgus. Kategori berat berkurang menjadi 1 orang dengan pengukuran

Intermalleolar distance, sedangkan dengan pengukuran Q angle 1 orang

ini terdeteksi genu valgus. Pada post test 3, terjadi peningkatan pada

kategori normal menjadi 8 orang dengan pengukuran Intermalleolar

distance dan dengan pengukuran Q angle juga melaporkan bahwa 8 orang

ini terdeteksi
6

Genu valgus ditandai dengan posisi lutut yang saling bersentuhan dan

jarak antara kedua malleolus kaki semakin berjauhan, ini menyebabkan

perubahan biomekanik pada tungkai dimana terjadi stress konstan pada

otot untuk mempertahankan lutut dan ankle secara terus menerus dengan

posisi yang salah, sehingga ketika diukur dengan Intermalleolar distance

terdapat jarak antara kedua malleolus yang saling berjauhan. Menurut

Janda , muscle imbalance terjadi karena hasil dari mekanisme biomekanik

yaitu terjadinya stress yang konstan pada otot untuk mempertahankan

postur dan gerakan yang berulang. Perubahan biomekanik pada genu

valgus menyebabkan muscle imbalance dimana hip muscle menjadi

weakness. Gerakan squat exercise yaitu jongkok 900 dengan kaki dibuka

selebar bahu sehingga ketika jongkok ada gerakan sedikit ke arah abduksi

dan lateral rotasi yang ditahan selama 4 detik. Semua gerakan ini akan

merubah biomekanik pada ekstremitas bawah atau alignment lutut ke arah

lateral dan mengurangi jarak antara kedua malleolus sehingga hip muscle

menjadi balance.

Setelah pemberian 15 kali strengthening exercise terdapat perubahan

kategori genu valgus menjadi lebih balik dengan nilai signifikansi p =

0,001 ( p<0,05 ) ini berarti ada pengaruh yang bermakna pada pemberian

strengthening exercise terhadap perubahan Intermalleolar distance dan

ditandai dengan selisih nilai median pre test dan post tets 3 yaitu 1 cm.

C. Keterbatasan Penelitian

Adapun keterbatasan penelitian ini yang hendaknya dapat diperbaiki untuk

penelitian selanjutnya adalah sebagai


6

a. Peneliti kesulitan untuk mengatur sampel untuk mengikuti latihan karena

sampel masih berusia 12-14 tahun sehingga sulit untuk mendengarkan

intruksi dan sampel kurang fokus di setiap latihan yang diberikan, ini

menyebabkan durasi latihan ridak efektif dan efisien.

b. Jarak latihan setiap harinya untuk setiap sampel berbeda karena ada

beberapa sampel yang tidak mengikuti latihan pada hari itu

dikarenakan sakit maka diganti ke hari setelahnya sehingga hasil yang

didapatkan setiap sampel tidak maksimal.


6
BAB VI

PENUTU

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Distribusi genu valgus pada remaja flat foot berdasarkan jenis kelamin

yaitu laki-laki 31 orang dan perempuan 7 orang pada remaja flat feet di

SMP Negeri 30 Makassar.

2. Adanya perubahan Q angle setelah diberikan strengthening exercise pada

remaja flat feet di SMP Negeri 30 Makassar.

3. Adanya perubahan Intermalleolar distance setelah diberikan

strengthening exercise pada remaja flat feet di SMP Negeri 30 Makassar.

4. Adanya pengaruh pemberian strengthening exercise terhadap

peningkatan tingkat genu valgus remaja flat feet di SMP Negeri 30

Makassar.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti dapat memberikan

saransebagai berikut :

1. Bagi responden, tetap untuk melakukan strengthening exercise sebagai

upaya mengurangi tingkat genu valgus

2. Bagi fisioterpis, hasil dari penelitian ini dapat menjadi data dasar bagi

pengembangan pelayanan fisioterapis terutama di kalangan masyarakat

umum dalam mengurangi genu valgus


63
64

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini sebagai masukan dan bahan

referensi penelitian terkait pengaruh strengthening exercise terhadap

perubahan tingkat genu valgus

4. Bagi masyarakat, agar menjadi bahan pembelajaran dan pencegahan agar

tidak mengalami kelainan genu valgus.


DAFTAR PUSTAKA

Ariani, L. & Ari Wibawa, I. M. M., 2014. Aplikasi Heel Raises Exercise Dapat
Meningkatkan Lengkungan Kaki dan Keseimbangan Statis pada Anak-Anak Flat
Foot Usia 4-5 Tahun di TK Aisyiyah Bustanul Athfal 3 Denpasar, pp. 3-4.

Arnsdorff, K., Limbigh, K. & Riemann, B. L., 2011. Analysis of Heel Raise
Exercise with Three Foot Positions. International Journal of Exercise Science, pp.
13-21.

Aston, J., 1983. Traumatologik Dan Ortopedik. Jakarta: EGC.

Avenue, G. G., Maguola & Athens, A., 2008. Physiological alignment of the
lower limbs changes during childhood. Biomedical Research.

Bachtiar, F., 2014. Gambaran Arkus Pedis pada Mahasiswa Fisioterapi. Makassar
: Prodi S1 Fisioterapi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin.

Bhattacharjee, N. & Monali, G., 2017. Footprint Analysis and Prevalence of


Flatfoot : A Study among the Childrenof South 24 Parganas, West Bengal,India.
Antropological.

Boris, M., Weindorf, S. & Lasinski, B., 1998. The risk of genital edema after
external pump compression for lower limb lymphedema. In: Lymphology. s.l.:s.n.,
pp. 15-20.

Chang, JH; Wang, SH; Kuo, CI; Shen , HC; Hong, YW; Lin, LC;, 2010. Eur J Ped
169. Prevalence of flexible flatfoot in Taiwanese school-aged children in relation
to obesity, gender and age, pp. 447-452.

Chang, H. et al., 2012. Three Dimensional Measurement of Foot Arch in


Preschool Children. Biomed Central 10(2), pp. 141-146.

Chang, J. et al., 2010. Prevalence of Flexible Flatfoot in Taiwanese School Aged


Children in Relation to Obesity, Gender and Age. Eur J Ped 169, pp. 447-452.

Ciaccia, M. C. C. et al., 2017. Prevalence Of Genu Valgum In Public Elemntary


Schools Im The City Of Santos (SP), Brazil. Zeppelini Publishers.

Claiborne, T. L., Armstrong, C. W., Gandhi, V. & Pincivero, D. M., 2006.


Relationship Between Hip and Knee Strength and Knee Valgus During a Single
Leg Squat. Journal Of Applied Biomechanics.

Clark, Lucett, S. & Sutton, 2014. Essentials of Corrective Exercise Training.

65
6

Cooney, A. D. et al., 2012. The relationship between quadriceps angle and tibial
tuberosity–trochlear groove distance. Knee Surgery Sports Traumatology
Arthroscopy.

Darwis, N., 2016. Perbandingan Agility Antara Normal Foot dan Flat Foot Pada
Atlet Unit Kegiatan Mahasiswa Basket di Kota Makassar, p. 1.

Dionosio, V. C., 2008. Kinematic, Kinetic and EMG patterns during downward
squatting. Journal Of Electromyoghrapy and Kinesiology.

Echarri, J. J. & Forriol, F., 2003. The Development of Foot Morphology


Congolese Children from Urban and Rural Areas and Relationship between the
Wearing Shoes. J Pediatr Orthop 12(2), pp. 141-146.

Emily, 2016. the limb. [Online]


Available at: https://www.moveplaypaedtherapy.com.au/bowed-legs-knock-
knees/
[Accessed 25 Februari 2018].

Escamilla, R., 2001. Knee Biomechanics of the Dynamic Squat Exercises.


Medicine & Science in Sports & Exercises.

Fadillah, V. N. M., Mayasari, W. & Chaidir, M. R., 2017. Gambaran Faktor


Risiko Flat Foot pada Anak Usia 6-10 Tahun di Kecamatan Sukajadi. JSK,
Vol.3(2), pp. 97-102.

Febriana, L. & M. Fis, A. W., 2016. Hubungan Berat Badan Berlebih Dengan
Perubahan Medial Longitudinal Arch dan Foo Alignment di Kecamatan
Kartasura. p. 4.

Filho, F. C. G. et al., 2017. Epidemiological evaluation of genu valgum and flat


feet in the child. Rheumatology and Orthopaedic Medicine.

Földi, M. & Kubik, S., 2003. Textbook of Lymphology.. Elsevier.

Ford, K. R., Myer, G. D. & Hewett, T. E., 2003. Valgus Knee Motion during
Landing in High School Female and Male Basketball Players. Medicine & Science
In Sports and Exercise.

Franco, A., 1987. Pes Cavus and Pes Planus. Analyses and Treatment. Phys Ther,
pp. 688-694.

Fu, M., 2010. The effect of providing information about lymphedema. Ann Surg
Oncol.

Gabriel, D., Kamen, G. & Frost, G., 2006. Neural adaptations to resistive
exercise: mechanisms and recommendations for training. s.l.:Sports Med.
6

Hack, T., n.d. Predictors of arm morbidity following breast, s.l.: Psychooncology.

Hendrickson, G., 2006. Flat Feet , Your Health Encyclopedia. [Online]


Available at: www. Healthopedia.com

Hensinger, R., 2007. Angular Deformities of The Lower Limbs in Children. The
Iowa Orthopaedic Journal.

Hillstrom, J. et al., 2013. Foot Type Biomechanichs part I : Structure and Funcion
of The Asymptomatic Foot. Gait Posture, pp. 446-458.

Indardi, N., 2014. Latihan Fleksi Telapak Kaki dengan Kinesio Taping pada
Fleksibel Flat Foot. Media Ilmu Keolahragaan Indonesia, pp. 68-71.

Juggernauts, n.d. Squat Manual. s.l.:s.n.

Karandagh, M., Balochi, R. & Soheily, S., 2015. Comparison of Kinematic Gait
Parameter in the 16-18 years Old Male Studients with the Flat and Normal Foot..
Indian Journal of Fundamental and Applied Life Sciences ISSN, pp. Vol 5: 5165-
5172.

KAYA, D. & DORAL, M. D., 2012. Is there any Relationship between Q-angle
and lower extremity malalignment?. Turkish Association of Orthopaedic and
Traumatology.

Kaye, J., 2007. Flat foot, Medicine, Surgery and Orthopedics of the foot. [Online]
Available at: www.joshuakaye.com/topics2/flatfoot.htm

Kibler, W. B. P. & Sciascia, A., 2006. The role of core stabiluty of the athletic
function. Journal Of Sport Medicine.

Kim, E. K. P. P. & Kim, J. S. P. P., 2016. The effects of short foot exercises and
arch support insoles on improvement in the medial longitudinal arch and dynamic
balance of flexible flatfoot patients. Journal Physical Therapy Science.

Kisner, C. & Colby, L. A., 2012. Therapeutic Exercise. Philadelphia: F.A Davis
Company.

Leetun, D., 2004. Core stability measures as risk factor for lower extremity
injuries in athletes. Medicine & Science in Sports & Exercises.

Lendra, M. D. & Santoso, T. B., 2009. Beda Pengaruh Kondisi Kaki Datar dan
kaki dengan Arkus Normal Terhadap Keseimbangan Statis pada Anak Usia 8–12
Tahun di Kelurahan Karang Asem, Surakarta. Jurnal Fisioterapi.

Lowth, M., 2015. [Online]


Available at: https://patient.info/health/heel-and-foot-pain-plantar-fasciitis/flat-
6

feet
[Accessed 16 Februari 2018].

Malau, L., 2007. Seputar Bulutangkis(Merawat Kaki Atlit Bulutangkis


/Perhatikan Kakimu. [Online]
Available at: www, bulutangkisindonesia. blogspot.com

McArdle, W., Katch, F. & Katch, V., 2009. Exercise Physiology : Nutrition,
Energy, and Human Performance. Philadelphia: Wolters Kluwer/Lippincott
Williams & Wilkins,.

Morgan, W. E. & Amin, J., 2014. The Gluteal-Knee Connection: Part Two.
[Online]
Available at: http://drmorgan.info/blog/gluteal-knee-connection-part-two/

Mosca, V. S., 2010. Flexible Flatfoot in Children and Adolescents. Issue 4.

Nagaraj, A. & Krishnan, P., 2014. Effect of Hip Abductors and Lateral Rotators
Strengthening Exercises on Knee Valgus Alignment among Adolescents.
European Academic Research.

Naibaho, B., Wibawa, A. & Indrayani, A. W., 2014. Kombinasi Resistance


Exercise Dan Stretching Lebih Meningkatkan Keseimbangan Statis Dibandingkan
Stretching Pada Lansia di Desa Blimbingsari, Kecamatan Melaya, Kabupaten
Jembrana, Bali.

Nguyen, A.-D. P. A., Boling, M. C. P. A. L. B. P. & Shultz, S. J. P. A., 2009.


Relationship Between Lower Extremity Alignment and the Quadricep Angle.
National Of Health Institutes.

Organization, W. H., 2010. s.l.: s.n.

Ozdinc, A. & Turanz, N., 2016. Effect of Ballet Training of Children in Turkey on
Foot Antropometric Measurements and Medial Longitudinal Arc Development. J
Pak Med Assoc.

Pranati, .., K., Y. B. & Karthik, G., Vol. 9(4), 2017. Assessment of Plantar Arch
Index andPrevalence of Flat Feet among South Indian Adolescent Population.
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research, pp. 490-492.

Rahmani, N. F., Daneshmandi, H. & Irandoust, K., 2008. Prevalenve of Genu


Valgum in Obese and Underweight Girls. World Journal of Sport Sciences.

Riddiford, H. D., Steele, J. & Baur, L., 2011. Are the Feet of Obese Children Fat
or Flat ? Revisiting the debate. Int J Obes (Lond) 35(1), pp. 115-120.
6

Ridjal, A. I., 2016. Perbandingan Kekuatan Otot Tungkai Antara Normal Foot dan
Flat Foot Pada Atlet Basket. p. 15.

Sahabuddin, H., 2016. Hubungan antara Flat Foot dengan Keseimbangan


Dinamis pada Murid TK Sulawesi Kota Makassar, p. 21.

Sahabuddin, H., 2016. Hubungan Antara Flat Foot Dengan Keseimbangan


Dinamis Pada Murid TK Sulawesi, Makassar: Prodi S1 Fisioterapi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Hasanuddin.

Schouten, J., FA, O. & Valkenburg, H., 1992. A 12 year follow up study in the
general population on prognostic factors of cartilage loss in osteoarthritis of the
knee.

Stevens, P. M. M. & Thomson, J. D., 2016. Pediatric Genu Valgum. MedScape.

Streatfield, 2017. Valgus Collapse During Squat. [Online].

Sulowska, I., Oleksy, Ł. & Mika, A., 2016. The Influence of Plantar Short Foot
Muscle Exercises on Foot Posture and Fundamental Movement Patterns in Long-
Distance Runners, a Non-Randomized, Non-Blinded Clinical Trial. Plos One, pp.
1-12.

Swandari, N. M. L., Nurmawan, S. P. I. & Sundari, L. P. R., 2015. Pelatihan


Proprioseptif Efektif Dalam Meningkatkan Keseimbangan Dinamis Pada Pemain
Sepak Bola Dengan Functional Ankle Instability di SBB Pegok.

Szymanska, A. J. P. & Mikolajczyk, E. P., 2016. Genu Valgun and Flat Feet in
Children With Healthy and Excessive Body Weight. Pediatric of the American
Physical Therapy Association.

Wilkins & William, L., 2010. Resource Manual for Guidelines for Exercise
Testing and Prescription. Philadelphia: American College of Sports Medicine.

Willson, J. D., Ireland, M. L. & Davis, I., 2006. Core Strength and Lower
Extremity Alignment during Single Leg Squats. Medicine & Science in Sports &
Exercises.

Wong, 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. In: Pedoman Klinis


Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
7

LAMPIRAN

Lampiran 1. Informed Concent

INFORMED CONCENT

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Nihlah Rahmadhani

Nim : C13114022

Saya mahasiswa Program Studi Fisioterapi Fakultas Keperawatan,

Universitas Hasanuddin, yang sedang melakukan penelitian tentang “Pengaruh

pemberian strengthening exercise terhadap perubahan tingkat genu valgus pada

flat foot remaja di SMP Negeri 30 Makassar”. Penelitian ini dilakukan sebagai

tahap akhir dalam penyelesaian studi di Program Studi Fisioterapi S1 Profesi

Fakultas Keperawatan, Universitas Hasanuddin.

Pernyataan ini dibuat sebagai lembar persetujuan untuk mengikuti proses

penelitian saya dari awal hingga akhir penelitian nanti. Sehubungan dengan hal

tersebut, saya dengan ini meminta kesediaan partisipasi saudara dalam penelitian

ini bersifat bebas untuk menjadi responden atau menolak tanpa ada sanksi apapun.

Saya akan menjamin kerahasiaan identitas saudara.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini sangat kami hargai dan atas

partisipasinya saya ucapkan termakasih.

Makassar, Maret 2018


7

Peneliti
7

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian


7

Lampiran 3. Surat Hasil Penelitian


7

Lampiran 4. Surat Pernyataan Kesediaan Menjadi Responden

SURAT PERNYATAAN

KESEDIAAN MENJADI RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Menyatakan bahwa saya bersedian menjadi responden dalam penelitian

yang dilakukan oleh Nihlah Rahmadhani, dengan judul “Pengaruh pemberian

strengthening exercise terhadap perubahan tingkat genu valgus pada flat foot

remaja di SMP Negeri 30 Makassar” Demikian surat pernyataan kesediaan ini

saya buat dengan penuh rasa kesadaran dan sukarela.

Makassar, Maret 2018

Yang membuat pernyataan,


7

Lampiran 5. Formulir Identitas Responden

FORMULIR IDENTITAS RESPONDEN

Kode Responden :

Nama :

Tempat, Tanggal Lahir :

Jenis Kelamin :

Umur :

Alamat :

Agama :

Pekerjaan :

Indeks Massa Tubuh : Tinggi Badan : m

Berat Badan : kg

Riwayat Cedera :

Cedera yang dialami saat ini :


7

Lampiran 6. Hasil Uji SPSS

A. Hasil uji SPSS Intermalleolar Distance


1. Frekuensi Data

Statistics
PRETEST POSTIMD1 POSTIMD2 POSTIMD3
N Valid 38 38 38 38
Missing 0 0 0 0
Median 4.000 3.850 3.250 3.000
Variance 7.537 6.685 5.386 4.876
Range 11.3 11.1 10.9 10.8
Minimum .2 .2 .1 .0
Maximum 11.5 11.3 11.0 10.8

2. Uji Normalitas

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PRETESTIMD .152 38 .026 .909 38 .005
POSTIMD1 .136 38 .074 .921 38 .010
POSTIMD2 .134 38 .081 .918 38 .008
POSTIMD3 .167 38 .009 .901 38 .003
7

a. Lilliefors Significance Correction

3. Uji Hipotesis

Test Statisticsa

POSTIMD3 -
PRETEST- POSTIMD2 - POSTIMD3 - PRETESTIM
POSTIMD1 POSTIMD1 POSTIMD2 D
Z -4.988b -5.382b -4.697b -5.378b
Asymp. Sig. (2-
.000 .000 .000 .000
tailed)
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

4. Uji Korelasi

Tabel 11. Korelasi Intermalleolar distance antara sebelum dan sesudah dilakukan
strengthening exercise
Kelompok p R R2 (%)
Pre Test 0,000 0,996 99,20
Post Test1 (5 kali)
Post Test 1 (5 kali) 0,000 0,984 96,82
Post Test 2 (10 kali)
Post Test2(10 kali) 0,000 0,978 95,64
Post Test 3(15 kali)

5. Box Plot

Post Test 1
Pre Test
7

Post Test 2
Post Test 1

Post Test 2 Post Test 3


7

B. Hasil Uji SPSS Q anglE


1. Frekuensi Data
a. Kaki Kanan
Statistics
Pre Test Post Test 1 Post Test 2 Post Test 3
N Valid 38 38 38 38
Missing 0 0 0 0
Median 18.00 18.00 17.00 16.00
Variance 3.280 3.884 3.821 3.496
Range 7 9 8 8
Minimum 18 16 15 14
Maximum 25 25 23 22

2. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
PRETESTQANGLEKAN
.310 38 .000 .739 38 .000
AN
POSTTEST1QANGLEKA
NAN .266 38 .000 .871 38 .000
POSTTEST2QANGLEKA
NAN .252 38 .000 .869 38 .000
POSTTEST3QANGLEKA
NAN .181 38 .003 .888 38 .001
a. Lilliefors Significance Correction

3. Uji Hipotesis

Test Statisticsa

Post test1-Pre Post test2 – Post test3 – Post test3 –


test Post test1 Post test2 Pre test
Z -3.494 b
-5.092 b
-5.453 b
-5.472b
Asymp. Sig. (2-
.000 .000 .000 .000
tailed)

b. Kaki Kiri

Statistics
8

1. F
Pre Tets Post Test 1 Post Test 2 Post Test 3
r
e N Valid 38 38 38 38
k Missing 0 0 0 0
u Median 18.00 18.00 17.00 16.00
e Variance 3.735 3.630 3.887 3.366
n
Range 8 8 8 8
s
i Minimum 18 16 15 14
Maximum 26 24 23 22
Data

2. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pre Test .305 38 .000 .725 38 .000
Post Test 1 .266 38 .000 .876 38 .001
Post Test 2 .272 38 .000 .862 38 .000
Post Test 3 .219 38 .000 .879 38 .001
a. Lilliefors Significance Correction

3. Uji Hipotesis
Test Statisticsa
Pre Test Post Test 1 Post Test 2 Post Test 3
Z -3.879b -5.304b -5.378b -5.457b
Asymp. Sig. (2-
.000 .000 .000 .000
tailed)
8

a. Wilcoxon Signed Ranks Test


b. Based on positive ranks.

4. Uji Korelasi Q angle

Tabel 12. Korelasi Q angle antara sebelum dan sesudah dilakukan strengthening
exercise
Kaki Kanan
Kelompok p R R2 (%)
Pre Test 0,001 0,893 79,74
Post Test 1 (5 kali)
Post Test 1 (5 kali) 0,001 0,887 78,67
Post Test 2(10 kali)
Post Test 2(10 kali) 0,001 0,935 87,42
Post Test 3(15 kali)
Kaki Kiri
Kelompok p R R2 (%)
Pre Test 0,001 0,894 79,92
Post Test 1 (5 kali)
Post Test 1 (5 kali) 0,001 0,865 74,82
Post Test 2(10 kali)
Post Test 2(10 kali) 0,001 0,922 85,00
Post Test 3(15 kali)

5. Box Plot

Kaki Kanan

Pre Test Post Test 1


8

Pre Test Post Test 3


Pre Test Post Test 3

Post Post
Post Test 2 Post Test 3
Post Test 2
Kaki Kiri

Post Test 2 Pre Test


Post Test 1
8

Post

Post Post Test 2


Post Test 2

Pre Test
8

Lampiran 7. Dokumentasi
Penelitian

Pengukuran IMD
(Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)

Pengukuran Q angle
(Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)

Latihan minggu ke-1 (Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)

Latihan minggu ke-3


(Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)
8

Latihan minggu ke-3


(Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)

Latihan minggu ke-2 (Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)

Latihan minggu ke-4


(Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)

Latihan minggu ke-4


(Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)
8

Latihan minggu ke-5


(Sumber : Dokumentasi pribadi,2018)

Lampiran 8. Riwayat Hidup

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama Lengkap : Nihlah Rahmadhani


Tempat / Tanggal Lahir : Banjarbaru, 05 Februari 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
No. Telpon/Hp : +6281349166964
Email : nihlahr97@gmail.com
Alamat Asal : Jl. Rambai No.43 RT.02/03 Banjarbaru
Alamat Sekarang : Jl. Parinring Dlm.2 Blok II No.48/
Perumnas
Antang
Motto : Terima, Hadapi, Menangkan
Riwayat Keluarga
Ayah : H. Sudirman
Ibu : Drs. Hj. Roslawatih
Saudara : Mushawwir Sudirman dan Nurul Fadhilah
R Riwayat Pendidikan
1. SD Negeri Banjarbaru Utara 2 (2002-2008);
2. SMP Negeri 1 Banjarbaru (2008-2011);
3. SMA Negeri 1 Banjarbaru (2011-2014);
4. Program Studi S1 Fisioterapi Fakultas Keperawatan
Universitas Hasanuddin (2014-2018).
Riwayat Organisasi
1. Anggota Kaderisasi Badan Pengurus Harian Himafisio FKep-UH
(2016-2017)
8

You might also like