You are on page 1of 15

Presipitasi

Banyak metode yang dapat digunakan untuk menghilangkan kandungan logam berat,
diantaranya adalah dengan cara chemical precipitation, adsorbsi, ion exchange, filtrasi
dengan membran, teknologi treatmen elektrokimia, dan metode-metode lainnya. Ho,
Y.S. dkk (2014) menyebutkan bahwa logam berat yang terkandung dalam air dan
beberapa variasi fraksi dalam tanah yang biasanya dapat dipisahkan dengan
menggunakan metode yang memanfaatkan gravitasi dapat diterapkan metode
konvensional, diantaranya chemical precipitation, ion exchange, dan pemisahan secara
elektrokimia.

Chemical precipitation merupakan metode yang umum dan secara luas digunakan untuk
menghilangkan logam berat dari efluen inorganik, namun tidak memiliki nilai ekonomis
yang baik karena menghasilkan sludge yang banyak dan memerlukan penangangan
tambahan. Pada proses presipitasi yang bertujuan untuk menyisihkan partikel yang
sangat halus, proses dilakukan dengan menggunakan aliran elekstrostatik dengan
menambahkan koagulan dan proses flokulasi untuk meningkatkan ukuran agregat agar
dapat diendapkan. Karena adanya penambahan material, maka jumlah sludge yang
terbentuk juga akan meningkat. Namun, penggunaan metode ini luas karena memiliki
nilai efektivitas tinggi dan relatif mudah untuk dioperasikan, serta efektif untuk tipe
limbah cair yang mengandung konsentrasi ion logam berat yang tinggi.

Dalam ‘Chemical Precipitation Processes For The Treatment Of Aqueous Radioactive


Waste’ (Technical Reports Series No 337 tahun 2012) disebutkan bahwa proses
conditioning atau penyesuaian kondisi dapat dilakukan sebelum melakukan proses
presipitasi dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi dari proses tersebut. Proses-
proses yang ditempuh diantaranya adalah:
1. Pengaturan nilai pH
Pengaturan nilai pH seringkali dapat memberikan manfaat pada pengelolaan limbah
cair yang mengandung logam berat dan ion kompleks agar dapat membentuk asam
basa yang tidak terdisosiasi
2. Chemical oxidation
Digunakan untuk treatment limbah cair untuk menghilangkan bau, menghilangkan
warna, dan menghilangkan substansi organik untuk meningkatkan efisiensi
proesipitasi dan flokulasi. Juga untuk mengoksidasi ion, seperti besi dan mangan ke
valensi yang lebih besar.
3. Chemical reduction
Diterapkan pada treatment limbah dengan tujuan untuk mengkonversi polutan
menjadi substansi padat
4. Denitration
Dapat bermanfaat untuk: meningkatkan performa dari presipitasi dekontaminasi,
mengurangi nitrat yang dilepaskan ke lingkungan, serta meningkatkan efisiensi
pengolahan.

Beberapa metode dari presipitasi dapat dilihat pada list berikut ini:
1. Hydroxide Precipitation
Merupakan metode presipitasi konvensional. Pada presipitasi untuk penyisihan
logam, proses nya adalah dimana senyawa kimia akan bereaksi dengan logam berat
yang akan disisihkan, kemudian membentuk presipitat insoluble, termasuk
didalamnya hydroxide precipitation dan sulfide precipitation.

Pada proses presipitasi hidroksida, penambahan koagulan seperti alum, garam besi,
dan polimer organik dapat meningkatkan penyisihan logam berat dari limbah cair.
Namun, dari proses ini dihasilkan volume sludge yang tinggi dengan densitas rendah
sehingga sulit untuk terendapkan. Juga, prosesnya akan berjalan lama apabila ukuran
partikel sangat kecil.

2. Sulfide Precipitation
Logam sulfida biasanya sangat insoluble. Namun, logam dapat dipresipitasikan
dengan menambahkan ion sulfide (S2-). Presipitat sulfide condong untuk membentuk
partikel koloid, sehingga membutuhkan koagulan agar terbentuk flok yang lebih
besar.

3. Coagulation and Flocculation


Mekanisme koagulasi-flokulasi dipertimbangkan dengan pengukuran zeta potensial
sebagai kriteria untuk menentukan interaksi elektrostatis antara polutan dan
koagulan-flokulan. Koagulasi

Coagulation that is brought about by the reduction of the net surface charge of the
colloidal particles to a point where the stabilized colloidal particles by electrostatic
repulsion can approach closely enough for vander Waals forces to hold them together
and allow aggregation is the destabilization of colloids by charge neutralization of
particles and by enmeshment of the impurities on the formed amorphous metal
hydroxide precipitates [17]. Coagulants with charges opposite to those of the discrete
solids are added to the water to neutralize the negative charges on dispersed non-
settable solids such as clay and organic substances [18]. The reduction of the surface
charge is a result of the decrease of the repulsive potential of the electrical double
layer by the presence of an electrolyte having opposite charge. Once charged, the
particles bond together like small magnets to form a mass. Therefore, the addition of
chemical coagulants which is followed by low-sheer mixing in a flocculator to
promote contact between the particles are often to overcome the repulsive forces of
the particles [19].

Flocculation, a gentle mixing stage to form bridges between the flocs and bind the
particles, continually increases the particle size to grow submicroscopic microfloc to
visible discrete particles through additional collisions and interaction with inorganic
polymers formed by the coagulant or with organic polymers added [20]. Once discrete
particles are flocculated into larger particles, they can usually be removed or separated
by filtration, straining or floatation. Disadvantages are input of chemicals required and
transfer of toxic compounds into solid phase and formation of sludge that has to be
treated subsequently.

Chemical precipitation by coagulation-flocculation and sedimentation has been


commonly used for many years to treat liquid (aqueous) radioactive waste. This method
allows the volume of waste to be substantially reduced for further treatment or
conditioning and the bulk of the waste to be discharged. Chemical precipitation is
usually applied in combination with other methods as part of a comprehensive waste
management scheme. As with any other technology, chemical precipitation is constantly
being improved to reduce cost and to increase the effectiveness and safety of the entire
waste management system.

International Atomic Energy Agency Vienna. 1992. Chemical Precipitation Processes


For The Treatment Of Aqueous Radioactive Waste. Technical Reports Series No
337

Precipitation processes are particularly suitable for the treatment of large volumes of
liquid waste which contain relatively low concentrations of radioactive elements. These
processes are fairly versatile and may be used to treat a wide variety of different waste
streams, including those containing large amounts of particulates or high concentrations
of salts. However, high salt concentration in effluents can reduce the options for a
secondary treatment such as ion exchange and may be undesirable in discharges because
of the environmental protection aspect. Usually, the processes use readily available
chemical reagents and are economically attractive when compared with some alternative
processes, e.g. evaporation. Existing treatment plants achieve relatively lower
decontamination factors (10-100) than othertreatment methods. Recent developments in
absorber materials and in solid-liquid separation technology [3-6] are providing
improvements in decontamination as well as compliance with tightening restrictions on
the discharge of hazardous materials such as metals, nitrates, phosphates, etc.

This section describes conditioning processes that may be used before the formation of
a precipitate in order to improve the decontamination achieved by the precipitation
stage. These processes may be carried out to oxidize organic contaminants, decompose
complexed species or residual complexing agents, alter the valency state of elements or
adjust the ionic species in solution to those with a greater affinity for the precipitate.
Some waste streams may require physical pretreatment before chemical treatment. Such
pretreatment may include coarse filtering and oil/solvent removal. For example, floor
drain wastes may contain general debris which could damage pumps, clog pipes and
otherwise interfere with subsequent treatment steps. In considering pH adjustment,
oxidation or reduction processes for pretreatment of a adioactive waste stream, it must
be appreciated that a particular treatment may produce both desirable and undesirable
effects
2. Elektrokoagulasi
2. 1. Reaksi Elektrokoagulasi
Elektrokoagulasi merupakan metode pengolahan air secara elektrokimia yaitu
gejala dekomposisi elektrolit, dimana pada anoda terjadi pelepasan koagulan aktif
berupa ion logam (biasanya alumunium atau besi) ke dalam larutan, sedangkan pada
katoda terjadi reaksi elektrolisis berupa pelepasan gas hidrogen. Dalam proses ini akan
terjadi proses reaksi reduksi dimana logam-logam akan direduksi dan diendapkan di
kutub negatif, sedangkan elektroda positif (Al3+) akan teroksidasi menjadi [Al(OH)3]
yang berfungsi sebagai koagulan (Holt et al, 2004). Proses elektrokoagulasi meliputi
beberapa tahap yaitu proses equalisasi, proses elektrokimia (flokulasi-koagulasi) dan
proses sedimentasi. Proses equalisasi dimaksudkan untuk menyeragamkan limbah cair
yang akan diolah terutama kondisi pH, pada tahap ini tidak terjadi reaksi kimia.
Elektrokoagulasi seringkali dapat menetralisir muatan-muatan partikel dan ion,
sehingga bisa mengendapkan kontaminan-kontaminan, menurunkan konsentrasi lebih
rendah dari yang bisa dicapai dengan pengendapan kimiawi, dan dapat menggantikan
dan/atau mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia yang mahal (garam logam,
polimer). Meskipun mekanisme elektrokoagulasi mirip dengan koagulasi kimiawi
dalam hal spesies kation yang berperan dalam netralisasi muatan-muatan permukaan,
tetapi karakteristik flok yang dihasilkan oleh elektrokoagulasi berbeda secara dramatis
dengan flok yang dihasilkan oleh koagulasi kimiawi. Flok dari elektrokoagulasi
cenderung mengandung sedikit ikatan air, lebih stabil dan lebih mudah disaring
(Woytowich, 1993 dalam Hendrianti, 2011).
Nanti akan ditambahi penjelasan elekrokoagulasi monopolar dan bipolar…..

Sebuah arus yang dilewatkan ke elektroda logam maka akan mengoksidasi


logam (M) tersebut menjadi logam kation (M+), sedangkan air akan mengalami reduksi
menghasilkan gas hidrogen (H2) dan ion hidroksi (OH). Persamaan reaksi
elektrokoagulasi adalah sebagai berikut :
M  M+ + ne : Anoda ………………….. (1)
2 H2O + 3e  2OH- + H2 : Katoda …………………. (2)
Kation menghidrolisis di dalam air membentuk sebuah hidroksi dengan spesies
dominan yang tergantung pada kondisi pH larutan. Kation bermuatan tinggi
mendestabilisasi beberapa partikel koloid dengan membentuk polivalen polihidroksi
komplek. Senyawa komplek ini mempunyai sisi yang mudah diadsorbsi, membentuk
gumpalan (aggregates) dengan polutan. Pelepasan gas hidrogen akan membantu
pencampuran dan pembentukan flok. Flok yang dihasilkan oleh gas hidrogen akan
diflotasikan kepermukaan reaktor.
Sebuah reaktor elektrokoagulasi adalah sel elektrokimia dimana anoda korban
(biasanya menggunakan aluminium atau besi) digunakan sebagai agen akoagulan
(Matteson et al). Secara simultan, gas-gas elektrolit dihasilkan (hidrogen pada katoda).
Beberapa material elektroda dapat dibuat dari aluminium, besi, stainless steel dan
platina. Pada penelitian ini anoda yang digunakan adalah aluminium. Persamaan (3)
menjelaskan pelarutan anode seng :
Al3+ + 3e− ↔ Al .................................................................................(3)
Secara simultan, reaksi katodik biasanya terjadi perubahan hidrogen. Reaksi ini
terjadi pada katoda dan tergantung pada pH netral atau alkali, hidrogen diproduksi
melalui persamaan (4) :
2H2O+ 2e− → OH− +H2 .....................................................................(4)
ketika dalam kondisi asam, persamaan (5) dapat menjelaskan dengan baik perubahan
hidrogen pada katoda.
2H+ +2e− → H2 ..................................................................................(5)

Gambar 1. Ilustrasi reaksi elektrokoagulasi (Holt et al, 2004 dalam Hudori,


2008)

Gambar 2. Skema reaktor elektrokoagulasi (Ansiha N, 2017)

Ada beberapa macam interaksi spesies dalam larutan pada proses elektrokoagulasi,
yaitu :
1. Migrasi ke elektroda yang bermuatan berlawanan (electrophoresis) dan
penggabungan (aggregation) untuk membentuk senyawa netral.
2. Kation atau ion hidroksi (OH-) membentuk endapan dengan polutan.
3. Logam kation berinteraksi dengan OH membentuk hidroksi, yang mempunyai
sisi yang mengadsorbsi polutan (bridge coagulation)
4. Hidroksi membentuk struktur besar dan membersihkan polutan (sweep
coagulation)
5. Oksidasi polutan sehingga mengurangi toxicitinya
6. Penghilangan melalui elektroflotasi dan adhesi gelembung udara.

2.2 Mekanisme Proses elektrokoagulasi


Pada proses elektrokimia akan terjadi pelepasan Al3+ dari plat elektrode (anoda)
sehingga membentuk flok Al(OH)3 yang mampu mengikat kontaminan dan partikel-
partikel dalam limbah. Reaksi yang terjadi pada proses ini adalah

Gambar 3. Proses Elektrokoagulasi


Apabila dalam suatu elektrolit ditempatkan dua elektroda dan dialiri arus listrik searah,
maka akan terjadi peristiwa elektrokimia yaitu gejala dekomposisi elektrolit, dimana ion
positif (kation) bergerak ke katoda dan menerima elektron yang direduksi dan ion
negatif (anion) bergerak ke anoda dan menyerahkan elektron yang dioksidasi. Katoda
Ion H+ dari suatu asam akan direduksi menjadi gas hidogen yang akan bebas sebagai
gelembung-gelembung gas.
Koagulasi dan flokulasi adalah metode tradisional pada pengolahan air limbah.
Pada proses ini bahan koagulan seperti alum atau feri klorida dan bahan aditif lain
seperti polielektrolit ditambahkan dengan dosis tertentu untuk menghasilkan
persenyawaan yang berpartikel besar sehingga mudah dipisahkan secara fisika. Ini
merupakan proses dengan tahap yang banyak sehingga memerlukan area lahan yang
luas dan ketersediaan bahan kimia secara terus menerus (continous). Sebuah metode
yang lebih efisien dan murah untuk mengolah air limbah dengan jenis polutan yang
bervariatif serta meminimisasi bahan aditif adalah diperlukan dalam managemen
keberlanjutan air. Elektrokoagulasi adalah metode pengolahan yang mampu menjawab
permasalahan tersebut.
Gambar 4. Sebelum dan sesudah proses elektrokoagulasi

2.3 Faktor yang mempengaruhi elektrokoagulasi


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses elektrokoagulasi ini antara lain :
a. Kuat arus
Pengolahan limbah nikel dengan rapat arus 40, 50, 60, dan 70 mA/cm 2
menghasilkan penurunan kontaminan nikel sebesar 95% dan Cu sebesar 98% pada
rapat arus 70 mA/cm2. Ini dikarenakan rapat arus merupakan elektron yang
berpindah setiap satuan luas. Sehingga semakin besar rapat arus maka elektron yang
berpindah maka semakin besar, hal ini akan menyebabkan pembentukan koagulan
yang terbentuk akan semakin banyak. Menurut Koparal and Ogutveren (2002)
umumnya rapat arus yang digunakan pada interval 10 – 150 A/m2. Perbedaan
kuantitas rapat arus yangdigunakan tergantung pada perbedaan kondisi aplikasi
(Rachmanita, 2010).
b. Jenis Elektrode
Pada penelitian yang dilakukan ada 3 elektrode yang digunakan yaitu Fe, Zn,
serta Al. Setiap jenis elektrode ini memberikan pengaruh yang berbeda-beda. Hasil
terbaik pada penelitian ini di dapat pada logam Al dengan penurunan TSS sebesar
95,3%, sedangkan untu Fe terjadi penurunan sebesar 94,39% dan Zn sebesar 91,96%.
Penggunaan jenis elektrode ini dipengaruhi kereaktifan logam serta pembentukan
koagulan untuk mengikat kotoran yang ada.
c. Waktu
Percobaan elektrokoagulasi dengan variasi waktu 10, 15, 20, 25. dan 30 menit.
Dalam elektrokoagulasi semakin lama waktu proses maka penurunan parameter
pencemaran akan semakin baik. Ini juga sesuai hukum faraday yang menyatakan
semakin lama waktu proses maka akan semakin banyak koagulan yang terbentuk.
Semakin banyak koagulan yang terbentuk maka semakin baik penurunan parameter
pencemaran.
d.      Jarak
Pada penelitiannya menggunakan variasi jarak 0,5 ,1,5 dan 2,5 cm. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukan bahwa jaraak 0,5 cm memberikan hasil terbaik untuk
penuruan parameter TSS sebesar 81,73%. Jarak memepengaruhi hambatan listrik yang
terbentuk,semakin besar jarak maka semakin besar hambatan listrik yang terbentuk.
(Evy, 2011)
e. Konsentrasi Anion
Kehadiran anion berbeda memiliki efek yang berbeda pada sifat destabilisasi ion
logam. Ion sulfat dikenal untuk menghambat korosi/pelarutan logam dari elektroda dan
karenanya mereka menurunkan destabilisasi koloid dan efisiensi arus. Di sisi lain, ion klorida
dan nitrat mencegah penghambatan ion sulfat dengan memecah lapisan pasif yang terbentuk.
Konduktivitas larutan merupakan faktor penting yang mempengaruhi efisiensi dan konsumsi
daya EC, semakin tinggi konduktivitas, semakin rendah konsumsi daya EC karena
meningkatnya efisiensi penyisihan pencemar

f. Pengaruh pH awal
pH adalah parameter kunci karena mempengaruhi konduktivitas larutan, potensi zeta
dan pelarutan elektroda. Namun sulit mencari hubungan/korelasi antara pH larutan dan
efisiensi elektrokoagulasi karena pH air berubah saat diolah selama proses EC, oleh karena itu
biasanya disebut pH larutan awal (Mansoorian et al, 2014).

2.4 Keuntungan dan Kerugian Elektrokoagulasi


Sebagai pertimbangan dalam penentuan penggunaan elektrokoagulasi, maka Mollah
(2001) telah memberikan gambaran tentang keuntungan dan kerugiannya. Keuntungan
dari penggunaan elektrokoagulasi adalah sebagai berikut :
1. Elektrokoagulasi membutuhkan peralatan yang sederhana dan mudah
dioperasikan.
2. Air limbah yang diolah dengan elektrokoagulasi menghasilkan effluent yang
jernih, tidak berwarna dan tidak berbau.
3. Lumpur yang dihasilkan elektrokoagulasi relatif lebih stabil dan mudah
dipisahkan karena terutama berasal dari oksida logam. Selain itu jumlah lumpur
yang dihasilkan sedikit.
4. Flok yang terbentuk pada elektrokoagulasi memiliki kesamaan dengan flok yang
berasal dari koagulasi kimia. Perbedaannya adalah flok dari elektrokoagulasi
berukuran lebih besar dengan kandungan air yang sedikit, lebih stabil dan mudah
dipisahkan secara cepat dengan filtrasi.
5. Elektrokoagulasi menghasilkan effluent yang mengandung TDS dalam jumlah
yang lebih sedikit dibandingkan pengolahan kimiawi. Jika air hasil pengolahan
ini digunakan kembali, kandungan TDS yang rendah akan mengurangi biaya
recovery.
6. Proses elektrokoagulasi mempunyai keuntungan dalam mengolah partikel koloid
yang berukuran sangat kecil karena dengan pemakaian arus listrik menyebabkan
proses koagulasi lebih mudah terjadi dan lebih cepat.
7. Proses elektrokoagulasi tidak memerlukan pemakaian bahan kimia sehingga
tidak bermasalah dengan netralisasi kelebihan bahan kimia dan tidak
membutuhkan kemungkinan pengolahan berikutnya jika terjadi penambahan
senyawa kimia yang terlalu tinggi seperti pada penggunaan bahan kimia.
8. Gelembung gas yang dihasilkan selama proses elektrolisis membawa polutan
yang diolah untuk naik ke permukaan (flotasi) dimana flok tersebut dengan
mudah terkonsentrasi, dikumpulkan dan dipisahkan
9. Perawatan reaktor elektrokoagulasi lebih mudah karena proses elektrolisis yang
terjadi cukup dikontrol dari pemakaian listrik tanpa perlu memindahkan bagian
dalamnya.
10. Teknologi elektrokoagulasi dapat dengan mudah diaplikasikan di daerah yang
tidak terjangkau layanan listrik yakni dengan menggunakan panel matahari yang
cukup untuk terjadinya proses pengolahan.

Sedangkan kerugian dari penggunaan elektrokoagulasi adalah :


1. Elektroda yang digunakan dalam proses ini harus diganti secara teratur
2. Penggunaan listrik kadang kala lebih mahal pada beberapa daerah
3. Terbentuknya lapisan di elektroda dapat mengurangi efisiensi pengolahan
4. Teknologi ini membutuhkan konduktivitas yang tinggi pada air limbah yang
diolah
5. Hidroksida seperti gelatin cenderung solubize pada beberapa kasus

2.5 Aplikasi dan Pengembangan Elektrokoagulasi


pengobatan berbagai jenis air dan air limbah selama beberapa tahun terakhir (Tabel 1e6).
Ulasan dibagi menjadi enam kategori utama yaitu:
1. Air yang mengandung logam berat: Logam berat dibuang dari beberapa industri dan air
limbah yang mengandung logam berat menantang untuk diperlakukan karena tidak dapat
terurai dan beberapa logam beracun. Logam berat: termasuk cadmium, kromium, seng, timbal,
merkuri dan arsenik.
2. Penyamakan dan limbah industri tekstil: Penyamakan dan limbah industri tekstil sangat
terkontaminasi dengan kromium organik dan berbagai jenis zat warna. Chromium sendiri
menjadi perhatian utama karena dapat mengoksidasi Cr6þ, yang bersifat karsinogenik dan
beracun. Keberadaan pewarna juga membuat kualitas air menjadi sangat buruk dengan
mencegah berlalunya sinar matahari; Ia juga dikenal sangat stabil, beracun dan dapat menolak
degradasi kimia dan biologi.
3. Air limbah industri makanan: Industri makanan mengkonsumsi air dalam jumlah yang lebih
besar untuk setiap ton produk dibandingkan dengan industri lain. Berbagai kontaminan
ditemukan dalam air limbah dari industri makanan tergantung pada sektor tetapi karakteristik
umum dari air limbah sangat biodegradable dan tidak beracun dengan padatan tersuspensi
tinggi, COD dan BOD. Dalam kasus industri pengolahan daging, warna, minyak dan lemak
adalah masalah lainnya
4. Air limbah industri kertas: Industri kertas mengkonsumsi air dalam jumlah besar dan limbah
biasanya berwarna kehitaman dan sangat terkontaminasi dengan lignin, COD, BOD, organik,
padatan tersuspensi dan arsenik.
5. Refinery wastewater: Termasuk air limbah yang dihasilkan dari kilang minyak bumi dan
industri petrokimia. Biasanya mengandung tingkat hidrokarbon aromatik dan alifatik, bahan
kimia, padatan terlarut, BOD dan COD yang tinggi.
6. Air yang diproduksi: Air yang diproduksi adalah yang terbesar berdasarkan produk
berdasarkan volume yang dihasilkan dari industri minyak dan gas. Meskipun komposisi air yang
diproduksi tergantung pada sifat hidrokarbon yang dihasilkan, karakteristik geologis lapangan,
dan metode ekstraksi, biasanya sangat salin dan mengandung berbagai kontaminan termasuk
bahan kimia produksi, minyak terdispersi dan terlarut, gas terlarut dan mineral yang berbeda.

Perkembangan penelitian:
Bazrafshan et al. (2016) combined chemical coagulation, electrocoagulation
and adsorption for treating real textile wastewater
in a pilot scale study. Chemical coagulation was performed using
poly aluminum chloride “PAC” as coagulant followed by electrocogulation
with four aluminum electrodes in a bipolar parallel
connection mode and finally adsorption using pistachio nut shell
ash was used to meet the required standards
Deghles and Kurt (2016) used a hybrid electrocoagulation/
electrodialysis process to treat tannery effluent. The authors have
optimized the electrocoagulation process by controlling various
process parameters and then the effluent from electrocoagulation
process was further treated using electrodialysis.

---
The technology has been optimized to minimize electrical power consumption and
maximize effluent throughput rates. This approach, which provides little insight into the
fundamental chemical and physical mechanisms, does not allow modeling of the
process or the design of improved systems, process control and optimization from
fundamental physico-chemical principles.

Mollah, M.Y.A., dkk. Electrocoagulation (EC)—science and applications. Journal of


Hazardous Materials B84 (2001) 29–41

Coagulation is a phenomenon in which the charged particles in colloidal suspension are


neutralized by mutual collision with counter ions and are agglomerated, followed by
sedimentation. The coagulant is added in the form of suitable chemical substances.
Alum [Al2(SO4)3·18H2O] is such a chemical substance which has been widely used
for ages for wastewater treatment. The mechanism of coagulation has been the subject
of continual review [26,27]. It is generally accepted that coagulation is brought about
primarily by the reduction of the net surface charge to a point where the colloidal
particles, previously stabilized by electrostatic repulsion, can approach closely enough
for van derWaal’s forces to hold them together and allow aggregation In the EC
process, the coagulant is generated in situ by electrolytic oxidation of an appropriate
anode material. In this process, charged ionic species—metals or otherwise—are
removed from wastewater by allowing it to react (i) with an ion having opposite charge,
or (ii) with floc of metallic hydroxides generated within the effluen
Precipitation

The chemical precipitation is a widely used for an effective treatment process for
removal of dissolvedmetals fromwastewater solution containing toxic metals.
Effectiveness of the chemical precipitation process is dependent on several factors,
including concentration of ionic metals present in the solution, the precipitant used and
the presence of other constituents that may inhibit the precipitation reaction. The
chemical precipitation in water treatment involves the addition of chemical to alter the
physical state of dissolved and suspended solids and to facilitate their removal by
sedimentation or filtration.

The present study provided a quantitative comparison between chemical precipitation


and electrocoagulation (EC) for removal of heavy metals such as Fe, Al, Ca, Mg, Mn,
Zn, Si, Sr, B, Pb, Cr and As from coal mine drainage wastewater (CMDW) at a
laboratory scale.
Oncel, dkk. A comparative study of chemical precipitation and electrocoagulation for
treatment of coal acid drainage wastewater. Journal of Environmental Chemical
Engineering 1 (2013) 989–995
The EC process was more effective than the chemical precipitation with respect to the
removal efficiency, amount of sludge generated and operating cost. Electrocoagulation
has the potential to extensively eliminate disadvantages of the classical treatment
techniques to achieve a sustainable and economic treatment of polluted wastewater.

---

The electrocoagulation process using electrical energy, similar to the typical physical
and chemical treatments of emulsified oil, total petroleum hydrocarbons, discrete solids,
and heavy metals, is the electrochemical production of destabilization agents such as Al
and Fe that bring about neutralization of electric charge to remove pollutant that are not
easy to remove by filtration or chemical treatment systems. In the EC process, the
coagulant is generated in situ by electrolytic oxidation of an appropriate anode material.
In this process, charged ionic metal species are removed from wastewater by allowing it
to react with anion having an opposite charge, or with floc of metallic hydroxides
generated within the effluent. This process is characterized by reduced sludge
production, no requirement for chemical use, and ease of operation. Colloiddestabilizing
agents that effect on-charge neutralization are produced by electrolysis in the
electrocoagulation process [24] [25]. Holt et al. [26] [27] reported that there were three
operating stages in the removal of clay particles or colloidal matters by EC:
i) lag where no significant change in clay removal takes place;
ii) reactive stage in which most of clay removal occurs and finally
iii) stable stage where clay removal is approximately constant.

Mollah et al. (2001) [25] and Canizares et al. (2010) [28] indicated that the main
mechanisms responsible for the clay or colloidal matters removal during EC are:
1) Charge neutralization of negatively charged particles of the clay particles
through the electrophoresis migration of those particles towards the anode under
the influence of electrical field.
2) Charge neutralization of the negatively charged clay particles by adsorption of
monomeric and polymeric hydrolysis species of Al3+.
3) The charge neutralized clay particles coalesce upon collision as a result of their
Brownian movement or their electrophoretic migration to form a larger floc
which can be easily removed.
4) Sweep flocculation which takes place as the Al(OH)3 reaches its minimum
solubility and precipitates and during its precipitation clay particles may be
enmeshed between Al(OH)3 and removed from the bulk.
5) The coalesced clay particles may adhere to H2 bubbles generated at the cathode
and float to the surface and can be easily removed.
6)
All the above mechanisms can contribute in the removal of clay particles during
reactive stages. However, the concentration of clay particles may decreases and charge
neutralization through electrophoretic migration can also diminishes during stable stage;
on the other hand the pH reaches neutrality with precipitation of Al(OH)3 [26].

Ho, Y.S., dkk. Application of Electrocoagulation and Electrolysis on the Precipitation


of Heavy Metals and Particulate Solids in Washwater from the Soil Washing.
Journal of Agricultural Chemistry and Environment, 2014, 3, 130-138

Referensi:
Harif, T, Khai, M, dan Adin. Electrocoagulation versus chemical coagulation:
Coagulation/flocculation mechanisms and resulting floc characteristics. Jurnal
water research 46 (2012) 3177-3188
Ho, Y.S., dkk. Application of Electrocoagulation and Electrolysis on the Precipitation
of Heavy Metals and Particulate Solids in Washwater from the Soil Washing.
Journal of Agricultural Chemistry and Environment, 2014, 3, 130-138
International Atomic Energy Agency Vienna. 1992. Chemical Precipitation Processes
For The Treatment Of Aqueous Radioactive Waste. Technical Reports Series No
337
Mollah, M.Y.A., dkk. Electrocoagulation (EC)—science and applications. Journal of
Hazardous Materials B84 (2001) 29–41
Moussa, D.T., dkk. A comprehensive review of electrocoagulation for water treatment:
Potentials and challenges. Journal of Environmental Management 186 (2017) 24-
41
Oncel, dkk. A comparative study of chemical precipitation and electrocoagulation for
treatment of coal acid drainage wastewater. Journal of Environmental Chemical
Engineering 1 (2013) 989–995

You might also like