E. KEDUDUKAN HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA,
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, maka teori resepsi seperti yang diajarkan dj
Zaman Hindia Belanda menjadi hapus dengan sendirinya. Teori
Tesepsi adalah teori yang menyatakan bahwa Hukum Islam baru
berlaku di Indonesia untuk penganut agama Islam apabila sesuatu
Hukum Islam telah nyata-nyata diresapi oleh dan Hukum adat, maka
dengan pasal-pasal tertentu dalam Undang-Undang Perkawinan ini
tidak ada keragua-raguan untuk menerima dalil bahwa Hukum Islam
telah langsung menjadi sumber hukum tanpa memerlukan bantuan
atau peraturan Hukum Adat2°
Disamping pendapat tersebut diatas, ada juga pendapat yang
dikemukakan bahwa sebetulnya teori resepsi itu baik sebagai teori
maupun sebagai ketetapan dalam pasal 134 ayat 2 Indisce
Staatsregeling telah terhapus dengan berlakunya Undang-Undang
Dasar 1945.
Hal ini bisa kita lihat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal
19 ayat 2 yang memuat ketentuan Negara menjamin kemerdekaan
tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamnya dan kepercayaannya. Dari
ketentuan pasal 29 ayat 2 tersebut diatas. Maka pemerintah berhak
untuk mengatur persoalan-persoalan tertentu berdasarkan Hukum
Islam, sejauh mana peraturan-peraturan itu diperuntukan bagi
warga negara yang beragama Islam. Jadi berlakunya Hukum Islam
bagi warga negara Indonesia yang beragam Islam tidak usah melihat
apakah hukum Islam telah menjadi hukum adat atau belum.
Mengenai berlakunya Hukum Islam di Indonesia dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 sebagai
peraturan pelaksanaanya, apabila ditinjau secara sepintas dapat
dianggap tidak berlaku lagi, karena dengan berlakuknya peraturan
perundang-undangan tersebut diatas, maka sejak 1 Oktober tahun
1975 hanya ada satu peraturan perkawinan yang berlaku untuk
a
> gudarsono, Hokum Perkawinan Nasional, Penerbit Pt
DIMENS! KELUARGA DALAM PERSPEKTIF
38 | poktRIN ISLAM DI INDONESIA
‘ke Cipta, Jakarta, 1991, cet 1.1 1