You are on page 1of 39

PROPOSAL

HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN


TERJADINYA DIARE PADA BALITA

TAHUN 2021

Disusun sebagai syarat untuk melanjutkan penelitian


Dalam rangka menyusunan skripsi pada program Study D-III
Keperawatan Bima Jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes
Mataram
Tahun Ajaran 2021/2022

Oleh :

SABAN
NIM:P00620219027

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN MATARAM
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2021/2022
PERSETUJUAN
HUBUNGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DENGAN
TERJADINYA DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
KODO

Disusun sebagai syarat untuk melanjutkan penelitian


Dalam rangka menyusunan skripsi pada program Study D-III
Keperawatan Bima Jurusan Keperawatan Poltekes Kemenkes
Mataram
Tahun Ajaran 2019/2020

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui
Ketua Progran Studi D-III Keperawatan Bima

ii
PENGESAHAN

Dipertahankan didepan Tim Penguji proposal Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram


Jurusan Keperawatan dan Diterima untuk Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma
III (D III) Jurusan / Prodi Keperawatan Bima Tahun Akademik 2021/2022

Tim Penguji,

1. ( ) Penguji I

2. ( ) penguji II

Mengesahkan :
Ketua Program Studi D-III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Masalah Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis

lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan

tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor

lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi

dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka akan meningkatkan kejadian

penyakit diare terutama pada balita (Depkes RI, 2005 dalam Niken, 2014).

Balita yang mengalami diare akan kehilangan cairan. Agar dapat

mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia membutuhkan cairan dan

elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat diberbagai jaringan tubuh. Pada bayi

cairan total tubuh adalah 80% berat badan, dan pada usia 3 tahun cairan total tubuh

adalah 65% berat badan. Cairan total tubuh terdiri atas cairan dan elektrolit yang

didistribusikan diantara kompartemen cairan ekstraseluler dan intraseluler (Mary, E,

2005).

Namun masih ada ibu yang belum memahami pentingnya cairan pada anak yang

mengalami diare. Biasanya jika ibu membawa anaknya ke tenaga kesehatan maka ibu

akan cenderung mengandalkan cairan infus untuk menggantikan cairan yang

dikeluarkan pasien. Padahal rehidrasi awal pada pasien diare sangat penting untuk

mencegah terjadinya dehidrasi. Persepsi, sikap dan perilaku keluarga masih menjadi

permasalahan, data-data hasil penelitian selalu menunjukkan 2 pengetahuan, sikap dan

perilaku ibu masih rendah dalam penanganan penyakit diare (Verawati, 2009). Persepsi

yang salah tentang pemenuhan cairan pada anak diare dapat memperparah kondisi
diare, anak dapat mengalami dehidrasi berat bahkan sampai berujung pada kematian.

Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di

negara berkembang.

Menurut catatan World Health Organization (WHO), diare membunuh dua juta

anak di dunia setiap tahun. Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama

kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak (Lisa, 2012). Departemen Kesehatan

Republik Indonesia menyatakan bahwa tingkat kematian bayi di Indonesia masih

tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara anggota Assosiation South

East Asia Nation (ASEAN). Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare

menyerang 45 juta penduduk Indonesia, dua pertiganya adalah balita dengan korban

meninggal sekitar 500.000 jiwa (Depkes, 2011 dalam Endang, 2013). Angka kejadian

diare di Jawa Timur tahun 2009 mencapai 989.869 kasus diare dengan proporsi balita

sebesar 39,49% (390.858 kasus). Kejadian ini meningkat di tahun 2010, jumlah

penderita diare di Jawa Timur tahun 2010 sebanyak 1.063.949 kasus dengan 37,94%

(403.611 kasus) diantaranya adalah balita, dan pada 2012 angka kejadian diare

mencapai 1.132.814 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur). Pada tahun 2013

terjadi kasus diare di ruang Delima sebanyak 259 kasus dari 507 kasus di RSUD Dr.

Harjono Ponorogo. Dari data tersebut angka kejadian diare sebagian besar atau 50%

lebih terjadi pada anak (Rekam MedikRSUD Dr. Harjono Ponorogo, 2013). 3

Pendekatan awal untuk diare adalah dengan menentukan derajat dehidrasi (Gunardi,

2008).

Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dehidrasi dapat dikategorikan

menjadi tiga yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan sedang, dan dehidrasi berat

(Suraatmaja, 2007). Pada diare tanpa dehidrasi, dapat diberikan cairan sebanyak 100

ml per kgBB sebanyak satu kali setiap dua jam. Pada dehidrasi ringan dan diarenya

empat kali maka diberikan cairan sebanyak 25-100 ml per kgBB yang diberikan setiap
jam dua kali. Dan oralit diberikan sebanyak kurang lebih 100 ml per kgBB setiap empat

sampai enam jam pada kasus dehidrasi ringan sampai berat (Vivian, 2012).

Anak yang mengalami diare dan tidak mendapatkan asupan cairan per oral

maka anak akan jatuh pada kondisi dehidrasi. Jika kondisi ini terus dibiarkan berlarut

terus menerus maka anak akan mengalami dehidrasi yang berat akan terjadi penurunan

kesadaran dan terjadi syok, dan bisa berujung pada kematian (Vivian, 2012).

Persepsi yang salah tentang pemenuhan cairan pada anak diare dapat

memperburuk kondisi pasien. Bachrach dan Gardner (2002) mengungkapkan bahwa

pengetahuan ibu yang kurang tentang rehidrasi oral, dapat meningkatkan resiko anak

mengalami dehidrasi dan dirawat di rumah sakit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk meluruskan persepsi ibu yang salah tentang pemenuhan cairan adalah dengan

pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan diberikan kepada ibu agar dapat merawat

anak dengan baik dalam kondisi sehat maupun sakit. Kebutuhan ibu terhadap

pendidikan kesehatan mencakup pengertian dasar tentang penyakit anak, perawatan

anak 4 selama dirawat di rumah sakit, dan perawatan lanjutan untuk persiapan pulang

(Supartini, 2004 dalam Nih Luh, 2011). Hal yang dapat dilakukan ibu apabila mendapati

anaknya mengalami diare adalah memberi pertolongan pertama agar tidak mengalami

dehidrasi dengan memberi larutan gula garam (LGG). Cara membuat LGG sangat

mudah yaitu 1 sendok teh gula pasir + 1 /2 sendok teh garam dapur halus + 1 gelas air

masak atau teh hangat (Vivian, 2012). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik

untuk meneliti "Persepsi Ibu Tentang Pemenuhan Cairan Pada Pasien Diare"

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah” Adakah Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Dengan terjadinya Diare Pada Balita di wilayah kerja Puskesmas kodo”?

C. Tujuan Penelitian

1 Tujuan umum

Untuk Mengetahui Hubungan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan

Terjadinya DIARE Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas kodo 2021.

2 Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi Tingkat Prilaku Hidup Bersih dan Sehat di Wilayah kerja

puskesmas kodo tahun 2021.

b. Mengidentifikasi Terjadinya DIARE pada Balita di wilayah kerja

puskesmas kodo tahun 2021.

c. Menganalisa Hubungan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan terjadinya

DIARE pada Balita di wilayah kerja puskesmas kodo tahun 2021.

D. Manfaat penelitian

1. Teoritis

a. IPTEK

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perkembangan teknologi

untuk dijadikan sebagai pertimbangan dan pengembangan ilmu keperawatan

yang terkait dengan masalah-masalah kesehatan anak.

b. Institusi (Fakultas Ilmu Kesehatan)


Bagi dunia pendidikan keperawatan khususnya Institusi Prodi D III Keperawatan

bima untuk pengembangan ilmu dan teori keperawatan khususnya mata kuliah

anak.

c. Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang

pemenuhan cairan pada pasien diare.

2. Praktis

a) Bagi instalasi pelayanan

Hasil dari penelitian dapat menjadi masukan bagi instalasi

pelayanan dan sebagai bahan evaluasi dalam meningkatkan pelayanan

kesehatan.

b) Bagi institusi pendidikan

Memperbanyak sumber bacaan di bidang keperawatan serta dapat

dijadikan acuan penelitian lebih lanjut.

c) Manfaat bagi peneliti lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi

bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang

sama akan tetapi variabelnya berbeda.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diare

2.1.1.  Pengertian diare

     Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja

yang encer dengan frekuensi lebih dari biasanya. Neaonatus dinyatakan diare bila

frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih

dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 4 kali. (FKUI/RSCM 2001 : 283)

Diare adalah keadaaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi

dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensu feses encer, dapat berwarna hijau atau

dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja. (Ngastiyah.,2005)

Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahu 1984

mendefenisikan diare sebagai berak cair 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24

Jam). Para ibu mungkin mempunyai istilah tersendiri seperti lembek,cair,berdarah,

atau dengan muntah (Muntaber).

Penting ditanyakan pada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi tinja

anak yang dianggap sudah tidak normal lagi. ( widoyono, 2011 : 193 )

2.1.2. Jenis Diare

      Diare terbagi atas 4 jenis, yaitu :


1)      Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari

7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab

utama kematian bagi penderita diare.

2)      Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah

anoreksia, penurunan baerat badan dengan cepat, kemungkinan terjadi

3)      komplikasi pada mukosa.

4)      Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus-menerus.

Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.

5)      Diare dengan masalah lain

      Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai

dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Tatalaksana penderita diare tersebut diatas selain berdasarkan acuan baku tatalaksana

diare juga tergantung pada penyakit yang menyertainya (Ilmu Kesehatan Anak,

1990).

1.1.1.      Faktor Penyebab Diare

Menurut Ngastiyah (2005:225)faktorpenyebab diare adalah sebagai    berikut:

1)      Faktor Infeksi

a.       Infeksi lateral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Infeksi lateral ini meliputi :

-          Infeksi bakteri : Vibrio, E.coli, Salmonella, Shingella, Campylobacter, Yersinia,

Aeromonas dan sebagainya.

-          Infeksi virus : Enteroovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain

      Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, oxyuris,Strongyloides), Protozoa


(Entamoeba histolytica, giardia lamblia,            Trichomonas Homonis), jamur
(Candida Albicans).
b.      Infeksi Parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti

Otitis Media Akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronchopneumonia, ensefalitis dan

sebagainya (keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2

tahun.

2)      Faktor Malabsorbsi

a.       Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),

monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak

terpenting dan tersering ialah intoleransi laktosa.

b.      Malabsorbsi lemak

c.       Malabsorbsi protein

3)      Faktor makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

4)      Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan  diare

terutama pada anak yang lebih besar

      Penyebab diare pada balita yang terpenting adalah :

1)      Karena peradangan usus, misalnya  : kholera, disentri, bakteri-bakteri lain, virus dsb.

2)      Karena kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan zat putih telur.

3)      Karena keracunan makanan.


4)      Karena tak tahan terhadap makanan tertentu, misalnya : si anak tak tahan meminum

susu yang mengandung lemak atau laktosa (FKUI, 1990).

Bagan 2.1
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Keadaan
Gizi
Hygiene & Sanitasi
Meninggal
Penderita Diare
Social Budaya
Kuman/ Penyebab Penyakit Diare
MASYARAKAT
karier

Kepadatan Penduduk
Social Ekonomi

Lain – lain faktor

                                                                                                            

(Sudaryat Suraatmaj

2.1.5.   Tanda dan Gejala

     Menurut Widoyono (2011:197) beberapa tanda dan gejala diare antara lain :

1.   Gejala Umum

a.    Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare

b.   Muntah, biasanya menyertai diare pada gastroenteritis akut


c.    Demam, dapat mendahului atau tidak mendahului gejala diare

d.   Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan

gelisah.

2.   Gejala spesifik

a.    Vibrio Cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis

b.   Disenteriform : tinja berlendir dan berdarah.

Diare yang berkepanjangan dapat menyebabkan :

1.      Dehidrasi (kekurangan cairan)

Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan,

sedang atau berat

2.      Gangguan sirkulasi

Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Jika

kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau

presyok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume darah (Hipovolemia)

3.      Gangguan asam-basa (asidosis)

Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh,

sebagai kompensasinya tubuh akan bernafas cepat untuk menbantu meningkatkan pH

arteri.

4.      Hipoglikemia (Kadar gula darah rendah)


Hipoglikemia sering terjadi pada anak yang sebelumnya mengalami mal nutrisi

(kurang gizi). Hipoglikemia dapat menyebabkan koma. Penyebab yang pasti belum di

ketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk

kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi endema otak yang mengakibatkan koma.

5.      Gangguan gizi

Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan ouput yang berlebihan.

Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan di hentikan, serta sebelumnya

penderita sudah mengalami kekurangan gizi (malnutrisi)

2.1.6.   Pemeriksaan Laboratorium

1.      Pemeriksaan tinja

2.      Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan

pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaaan gasa darah

3.      Pemeriksaan kadar ureum dan kreatanin untuk mengetahui faal ginjal

4.      Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium,kalium,kalsium dan fosfor dala

serum(terutama pada penderita diare yang disertai kejang)

5.      Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara

kualitatif atau kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik

2.1.7.   Komplikasi

1.   Dehidrasi

2.   Renjatan hivopolemik


3.   Hipokalemia ( dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia,

perubahan el;ektrokardiogram)

4.   Hipoglekimia

5.   Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defesiensi enzim lactase

6.   Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik

7.   Mal nutrisi energy protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)

2.1.8.   Penanganan Diare

Menurut Kemenkes RI, 2011 Penanganan diare adalah :

A.       Rencana Terapi A, Untuk Terapi diare tanpa dehidrasi

Bila terdapt dua tanda atau lebih

1.      Keadaan umum baik dan sadar.

2.      Mata tidak cekung.

3.      Minum biasa, tidak haus.

4.      Cubitan kulit perut turgor kembali segera.

Menerangkan 5 langkah terapi diare di rumah

1.      Beri cairan lebih banyak dari biasanya


         Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama

         Anak yang mendapat ASI eklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan.

         Anak yang tidak mendapat ASI eklusif, beri susu yang biasa di minum dan oralit 

atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb.).

         Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan lanjutkan sedikit

demi sedikit.

-          Umur  < 1 tahun di beri 50-100 ml  setiap kali berak.

-          Umur  > 1 tahun di beri 100-200 ml setiap kali berak.

         Anak harus di beri 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila :

-          Telah di obati dengan rencana terapi B dan C

-          Tidak dapat kembali ke petugas kesehatan jika diare memburuk.

         Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit.

2.      Beri Obat Zinc.

Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan

dengan cara di kunyah, atau di larutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI

         Umur < 6 bulan di beri 10 mg (1/2tablet) per hari

         Umur > 6 bulan di beri 20 mg (1 tablet) perhari.

3.      Beri makanan untuk mencegah kurang gizi


         Beri makanan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat.

         Tambahkan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan.

         Beri makanan kaya kalsium seperti buah segar, pisang, dan air kelapa hijau.

         Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan  selama 2

minggu.

4.      Antibiotik selektif

         Antibiotik hanya di berikan pada diare berdarah atau kolera.

5.      Nasihat ibu/pengasuh

Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :

         Berak cair lebih sering

         Muntah berulang

         Sangat haus

         Makan dan minum sangat sedikit

         Timbul demam

         Berak berdarah

         Tidak membaik dalam 3 hari

B.        Rencana Terapi B, untul terapi diare dehidrasi ringan/sedang Bila terdapat dua

tanda atau lebih


1.      Gelisah, rewel.

2.      Mata cekung.

3.      Ingin minum terus, ada rasa haus.

4.      Cubitan perut/turgor kembali lambat

a.       Jumlah oralit yang di berikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan

ORALIT yang di berikan = 75 ml X BERAT BADAN anak


               

            Bila Berat badan tidak di ketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini :

Umur < 4bulan 4-12 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun

Berat < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg

badan

Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400


Cairan
            Bila anak ingin lebih banyak oralit, berikan.

            Bujuk ibu untuk meneruskan ASI

            Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemebrian makan selama 3 jam, kecuali ASI dan oralit.

            Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut.

b.      Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit :

         Tunjukan jumlah cairan yang di berikan


         Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.

         Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.

         Bila kelopak mata agak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak

atau ASI.

         Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakkan telah hilang.

c.       Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih

rencana terapi A,B, atau C untuk melanjutkan terapi.

         Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rancana terpai A. bila dehidrasi telah hilang, anak

biasanya buang air kecil kemudian mengantuk dan tidur.

         Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan sedang ulangi rencanan terpai A

         Anak mulaim di beri makanan, susu, dan sari buah.

         Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terpai C.

d.      Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B

         Tunjukkan jumlah oralit yang harus di habiskan dalam terapi 3 jam di rumah.

         Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah.

         Jelaskan 5 langkah rencanan terpai A untuk mengobati anak di rumah.

C.    Rencana terapi C, untuk terapi dehidrasi berat di sarana kesehatan

Bila teradapat dua tanda atau lebih


1.      Lesu, lunglai/tidak sadar

2.      Mata cekung.

3.      Malas minum.

4.      Cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2 detik

a.       Beri cairan intravena segera

Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB. Di bagi sebagai

berikut :

Umur Pemberian I 30ml/kg Kemudian 70ml/kg

BB BB

Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam

Anak > 1 30 menit 2,5 jam

tahun

                                     * di ulang lagi Bilaa denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.

        Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.

        Juga beri oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bias minum, biasanya setelah 3-4 jam

(bayi) atau 1-2 jam (anak).

        Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut.

         Setelah 6 jam (bayi), atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi.

         Rujuk penderita untuk terapi intravena.


         Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara pemebriannya.

         Mulai rehidrasi dengan oralit melalui nasogatrik/orogastrik. Berikan sedikit demi

sedikit, 20ml/kg/jam selama 6 jam.

         Nilai setiap 1-2 jam.

-          Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat.

-          Bila rehidrasi tidak tercapai dalam waktu 3 jam rujuk untuk terapi intravena.

         Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapai yang sesuai (A,B atau C)

b.      Catatan

         Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam setelah dehidrasi untuk memastikan

bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan  cairan yang hilang dengan memberi oralit.

         Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara,

pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral begitu anak

sadar.

D.    Oralit

      Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri dari natrium Klorida (NaCl),

Kalium Klorida (KCL), sitrat dan glukosa.

Manfaat oralit adalah :

         Untuk mencegah dan mengobati dehidrasi sebagai pengganti cairan dan elektrolit

yang terbuang saaat diare.


            Cara membuat larutan Oralit

         Cuci tangan dengan air dan sabun

         Sediakan satu gelas air minum yang telah di masak (200 cc)

         Masukan satu bungkus oralit 200cc

         Aduk sampai larut benar’berikan larutan oralit kepada balita

Cara memberikan larutan oralit :

         Berikan dengan sendok atau gelas

         Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak kelihatan haus.

         Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar sesendok

setiap 2 atau 3 menit.

         Walau diare berlanjut oralit tetap di teruskan.

         Bila larutan oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan oralit berikutnya.

2.1.9.      Pencegahan

Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan, antara lain :

1.      Menggunakan air bersih, tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu, tidak

berwarna,tidak berbau dan tidak berasa.

2.      Memasak air sampai mendidih sebelum di minum untuk mematikan sebagian besar

kuman penyakit.
3.      Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan dan

sesudah buang air besar (BAB)

4.      Memberikan ASI pada anak sampai berusia dua tahun

5.      Menggunakan jamban yang sehat.

6.      Membuang tinja bayi dan anak dengan benar.

2.1.10.  Penatalaksanaan diare

            Menurut Widoyono penatalaksanaan diare di bagi menjadi 2 yaitu :

2.1.10.1.    Penalaksanaan Medis

Dasar pengobatan diare adalah:


a.    Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1)      Cairan per oral
      Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang
bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas
6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi
ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan
larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak
mengandung NaCl dan sukrosa.
2)      Cairan parentral
      Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:

a.      Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

      1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts
atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
      7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15
tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
      16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b.      Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

      1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10


tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
c.       Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
      1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
      7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
      16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
d.      Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

      Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1

(4 bagian  glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %. Kecepatan : 4 jam pertama : 25

ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

e.       Untuk bayi berat badan lahir rendah

      Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian  glukosa 10% + 1

bagian NaHCO3 1½ %).

b.   Pengobatan dietetik


Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat   badan kurang dari
7 kg, jenis makanan:
         Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
         Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
         Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang
tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
c.    Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

2.1.10.2.       Penatalaksanaan Keperawatan

Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya

gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman

dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai proses penyakit.

Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan penataan

lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.


2.2.      Balita 

2.2.1.            Pengertian Balita

Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau

lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006). 

Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010),  Balita adalah istilah umum

bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).  Saat usia batita,

anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,

seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah

bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas. 

Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang

manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan

pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang

di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang,

karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan. 

2.2.2.      Karakteristik Balita 

Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak usia 1  – 3

tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004).  Anak usia 1-3 tahun

merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang

disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-

sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang
masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam

sekali makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar.

Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan

frekuensi sering Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka

sudah dapat memilih  makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul

dengan lingkungannya atau bersekolah  playgroup sehingga anak mengalami

beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar

memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap setiap ajakan. Pada

masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas

yang mulai banyak dan pemilihan maupun penolakan terhadap makanan.

Diperkirakan pula bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan

status gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki

2.2.3.      Tumbuh Kembang Balita


Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun prosesnya

senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:

a.       Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian

b.      bawah (sefalokaudal). Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung  kaki,

anak  akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar menggunakan

kakinya.

a.       Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak akan

lebih dulu menguasai penggunaan  telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia

mampu meraih benda dengan jemarinya.


b.      Setelah dua pola di atas dikuasai, barulah anak belajar  mengeksplorasi keterampilan-

keterampilan lain. Seperti melempar, menendang, berlari dan lain-lain. 

Menurut Soetjiningsih (2005) walaupun terdapat variasi yang besar, akan

tetapi setiap anak akan melewati suatu pola tertentu yang merupakan tahap-tahap

pertumbuhan dan perkembangan sebagai berikut :

1.      Masa prenatal atau masa intrauterin ( masa janin dalam kandungan )

2.      Masa mudigah/embrio : konsepsi sampai 8 minggu2)   Masa janin/fetus : 9 minggu

sampai lahirb.    Masa bayi : usia 0 sampai 1 tahun

3.      Masa neonatal : usia 0 sampai 28 hari yang terdiri dari masa neonatal dini yaitu 0-7

hari dan masa neonatal lanjut yaitu 8-28 hari2)   Masa pasca neonatal : 29 hari sampai

1 tahun. Masa prasekolah (usia 1 sampai 6 tahun)

Klasifikasi umur balita menurut Murwani (2009) yaitu:

a.       Masa prenatal yang terdiri dari dua periode yaitu masa embrio dan masa fetus (usia

0-9 bulan)

b.      Masa neonatal (0-28 hari)

c.       Masa bayi (29 hari-1 tahun)

d.      Masa batita (1-3 tahun)

e.       Masa balita (3-5 tahun).

2.3.        Perilaku
  Menurut Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seorang terhadap stimulus (Rangsangan dari luar).

Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,

dan kemudian organisme tersebur merespons, maka teori Skiner ini disebut teori ”S-

O-R” atau Stimulus --- organisme --- Respons, Skiner membedakan adanya dua

respons.

1.      Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan

– rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation

karena menimbulkan respons – respons yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang

lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata

tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional.

2.      Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini

disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya

apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respons

terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari

atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi

dalam melaksanakan tugasnya.   

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan

menjadi dua :

1.      Perilaku Tertutup (Covert Behavior)

      Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).

Respons atau reaksi terhadap stimulus ini asih terbats pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada oaring yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

2.      Perilaku Terbuka (Overt Behavior)

      Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek

(practice), yang dengan mudah dapat daiamati atau dilihat oleh orang lain.

Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reksi terhadap stimulasi atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat
tergantung pada krakteristik atau factor – factor lain dari orang yang bersangkutan.
Faktor – faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan Perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi yakni:
1.      Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan, misalnya : tingakt kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya
2.      Determinanatau faktor ekternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang. 
 Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon
organisme terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut, terdiri dari 2 jenis yaitu :
1.      Respon Internal
Yaitu yang terjadi didalam individu dan tidak dapat langsung terlihat oleh orang lain,

seperti berfikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengertian, sedangkan prilakunya

masih terselubung yang disebut dengan “Coverage Behavior”.

2.      Bentuk Aktiv

Yaitu apabila prilaku tersebut jelas dan dapat diobservasi secara langsung dan sudah

kelihatan dalam bentuk tindakan yang nyata yang disebut “Over Behavior”. Dalam

proses pembentukan dan perubahan prilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa

faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar individu, oleh karena prilaku tersebut
terbentuk dan dapat mengalami perubahan melalui proses interaksi manusia dengan

lingkungan.

faktor yang mempengaruhi terbentuknya prilaku individu (Notoadmodjo,

2007) tersebut adalah :

a)      Faktor intern meliputi       : pengertian, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya

yang terbentuk untuk mengelola rangsang dari luar.

b)      Faktor ekstern                   : lingkungan, manusia, sosial kebudayaan, dan sebagainya

Proses terbentuknya prilaku tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar. 2.2.

Asumsi Determinan Prilaku Manusia

     Pengalaman

     Keyakinan

     Fasilitas

     Sosial Budaya

    Pengetahuan

    Persepsi

    Sikap

    Keinginan

    Motivasi

    Niat
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1       Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam suatu penelitian adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan

(Notoatamodjo, 2010).

Secara konseptual penelitian ini didasari teori perilaku yang dikemukakan

oleh Notoatmodjo, (2010). Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka

maka disusun kerangka konsep sebagai berikut.

Gambar 3.1

Kerangka Konsep Penelitian


                  Variabel Independent                                                            
Variabel Dependent

     Pengetahuan Ibu

Penanganan dini diare

     Sikap Ibu

     Tindakan Ibu

 
 

Sumber : Notoatmodjo (2010).

3.2. Definisi Operasional

Pengukuran
Variabel Defenisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Operasional Ukur
Pengetahua Pemahaman dan Wawancara Kuisioner
Baik : Ordinal
n Ibu keterangan ibu Jika jawaban benar
balita mengenai > 75 %
pengertian, gejala, Cukup:
pencegahan, Jika jawaban benar
perawatan dan antara 60-75 %
pengobatan Kurang:
penyakit DIARE Jika jawaban benar
< 60 %

Sikap Ibu Respon, Wawancara Kuisioner


Positif: Ordinal
pendapat atau .    ≥ mean (nilai
pandangan ibu rata-rata)
balita terhadap Negatif
penyakit maupun  < mean (nilai rata-
perawatan rata)
DIARE pada ( Sumber :
balita Anwar, 2003 )

Tindakan Tindakan atau Wawancara KuisionerBaik = Ordinal


Ibu aktivitas yang .    ≥ mean (nilai
dilakukan ibu rata-rata)
balita meliputi Tidak baik =
pengobatan,       <mean = nilai
perawatan, rata-rata
pencegahan       Sugiyono,
dalam 2003)
melakukan
perawatan pada
balita DIARE

3.3.  Desain Penelitian

Jenis penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif, bersifat deskriptif dengan


pendekatan Potong silang  yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan cara pendekatan,
observasi dan atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo,
2010).

3.4. Populasi dan Sampel

       3.4.1   Populasi

Populasai penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasai pada penelitian ini adalah Ibu yang
membawa anak Balitanya yang terkena diare ke Puskesmas Sako Palembang dan

ibu yang balitanya pernah mengalami diare.

        3.4.2   Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian yang diamlbil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010).

Sampel penelitian ini diambil secara accidental sampling, yaitu pengambilan

sampel yang dilakukan dengan mengambil sampel yang tersedia selama waktu

penelitian sampai mencapai sejumlah 30 sampel.

Kriteria Inklusi :
         Ibu yang mempunyai balita diare
         Ibu yang balitanya pernah mengalami diare
         Bersedia menjadi responden

3.5.   Tempat Penelitian dan Waktu Penelitian

1.Tempat penelitian

     Penelitian akan dilaksanakan di  Puskesmas Sako Palembang

2.    Waktu penelitian.

      Penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Januari 2013 –  Februari

2013

3.6.  Tehnik Pengumpulan data

3.6.1.      Data primer


Data yang dikumpulkan dari hasil kuisioner, wawancara, dan observasi,

dilakukan pada Ibu Balita yang memiliki Balita yang mengalami diare di

Puskesmas Sako Palembang

3.6.2.      Data sekunder

                      Data sekunder diperoleh dari hasil :

      Dokumentasi Puskesmas Puskesmas Sako Palembang tentang jumlah Balita yang

menderita diare.

      Profil dinas kesehatan tentang diare kota Palembang.

3.7. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan

kuisioner  dimana untuk variabel pengetahuan terdapat pertanyaan positif dan 

pertanyaan negatif  yang akan diberi nilai 1 jika jawaban benar dan nilai 0 jika

jawaban salah

3.8. Tehnik Pengolahan Data

Dalam penelitian pengolahan data yang digunakan adalah dengan primer.

Langkah-langkah dalam pengolahan data :

1)      Editing (pemeriksaan data)

      Merupakan pengecekan atau pengkoreksian data yang teah dikumpulkan karena

kemungkinan data yang masuk atau data yang terkumpul itu logis dan meragukan.
Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat

pada pencatat di lapangan dan bersifat koreksi.

2)      Coding (pengkodean)

Merupakan pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam

kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka /

huruf-huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau

data yang akan dibahas

3)      Tabulasi (tabulasi data)

      Merupakan membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah di beri kode,

sesuai dengan analisis yang dibutuhkan.

4)      Entry data (pemasukan data)

      Pada tahap entry data, data dimasukkan kedalam sistem komputeruntuk diolah.

5)      Cleaning data (pembersihan data)

      Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali sesuai dengan kriteris data.

Langkah ini bertujuan untuk membersihkan data dari kesalahan.

3.9.  Analisis Data

  Yang dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada

umumnya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.

Misalnya distribusi penyakit yang ada didaerah tertentu, distribusi pemakaian


jenis kontrasepsi, distribusi umur dan responden, dan sebagainya (Notoatmodjo,

2005).

            Penelitian ini adalah penelitian secara analisa data yang bersifat univariat,

yaitu : pengetahuan, sikap, tindakan Ibu Balita terahadap perawatan diare pada

Balita.

DAFTAR  PUSTAKA

Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Survei


Kesehatan Nasional, 2001, Laporan studi Mortalitas 2001 : Pola Penyakit
Penyebab Kematian di Indonesia, Jakarta.

Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Buku
Kedokteran.EGC

Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta,
EGC

Depkes RI. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di rumah Sakit. Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Cetakan
Pertama. Jakarta. Penerbit WHO.
Depkes R.I, 2001. Pedoman Pemberantasan penyakit diare, Jakarta,

Dinas kesehatan kota Palembang, Profil Kesehatan kota Palembang, Dinas Kesehatan
Kota Palembang, 2011

FKUI, 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta,

Imron, 2006. perilaku Ibu di Desa Keluang dalam perawatan penderita diare yang
berobat di puskesmas Karya Maju Desa Keluang Kabupaten Musi Banyuasin,
Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada. Palembang.

Kemenkes RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita, Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Ngastiyah (2005). Perawatan Anak Sakit. Jakarta : Buku Kedokteran.EGC

Notoatmodjo. S. (2007). Metodelogi Penelitian Kesehatan.Jakarta : PT Rineka


cipta

                           (2007). Ilmu perilaku dalam kesehatan. Jakarta : PT Rineka cipta

Nurhasan, 2008. Standar Pelayanan Medik. Ikatan Dokter Indonesia., Perpustakaan


Nasional RI. Edisi Ketiga cetakan Kedua. Jakarta.

Purbasari E, 2009, tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dalam Penanganan
Awal Diare Pada Balita Di Puskesmas Kecamatan Ciputat, Tanggerang Selatan,
Banten. Laporan Penelitian Fakultas Dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. http:/perpus.fkik.uinjkt.ac.id. diakses pada tanggal 26
Desember 2012.

Puskesmas Sako (2011).Laporan SP2TP P2M : Kota Palembanng


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Husada, (2005). Pedoman Penyusunan Skripsi
Program Ilmu Keperawatan : Bina Husada Palembang.

Sinthamurniwaty, 2006. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut Pada Balita


(Studi Kasus Di Kabupaten Semarang), Pasca Sarjana Universitas Diponegoro,
Semarang.

Suraatmaja, S, (2005). Kapita Selekta Gastroentologi Anak. Jakarta, Sagung seto.

Widoyono, 2002, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta.

You might also like