Professional Documents
Culture Documents
Proposal Saban
Proposal Saban
TAHUN 2021
Oleh :
SABAN
NIM:P00620219027
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Progran Studi D-III Keperawatan Bima
ii
PENGESAHAN
Tim Penguji,
1. ( ) Penguji I
2. ( ) penguji II
Mengesahkan :
Ketua Program Studi D-III
Politeknik Kesehatan Kemenkes Mataram
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
lingkungan. Dua faktor yang sangat dominan adalah sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia, apabila faktor
lingkungan yang tidak sehat karena tercemar bakteri atau virus serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka akan meningkatkan kejadian
penyakit diare terutama pada balita (Depkes RI, 2005 dalam Niken, 2014).
elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat diberbagai jaringan tubuh. Pada bayi
cairan total tubuh adalah 80% berat badan, dan pada usia 3 tahun cairan total tubuh
adalah 65% berat badan. Cairan total tubuh terdiri atas cairan dan elektrolit yang
2005).
Namun masih ada ibu yang belum memahami pentingnya cairan pada anak yang
mengalami diare. Biasanya jika ibu membawa anaknya ke tenaga kesehatan maka ibu
dikeluarkan pasien. Padahal rehidrasi awal pada pasien diare sangat penting untuk
mencegah terjadinya dehidrasi. Persepsi, sikap dan perilaku keluarga masih menjadi
perilaku ibu masih rendah dalam penanganan penyakit diare (Verawati, 2009). Persepsi
yang salah tentang pemenuhan cairan pada anak diare dapat memperparah kondisi
diare, anak dapat mengalami dehidrasi berat bahkan sampai berujung pada kematian.
Sampai saat ini penyakit diare masih menjadi masalah kesehatan dunia terutama di
negara berkembang.
Menurut catatan World Health Organization (WHO), diare membunuh dua juta
anak di dunia setiap tahun. Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama
kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak (Lisa, 2012). Departemen Kesehatan
East Asia Nation (ASEAN). Data statistik menunjukkan bahwa setiap tahun diare
menyerang 45 juta penduduk Indonesia, dua pertiganya adalah balita dengan korban
meninggal sekitar 500.000 jiwa (Depkes, 2011 dalam Endang, 2013). Angka kejadian
diare di Jawa Timur tahun 2009 mencapai 989.869 kasus diare dengan proporsi balita
sebesar 39,49% (390.858 kasus). Kejadian ini meningkat di tahun 2010, jumlah
penderita diare di Jawa Timur tahun 2010 sebanyak 1.063.949 kasus dengan 37,94%
(403.611 kasus) diantaranya adalah balita, dan pada 2012 angka kejadian diare
mencapai 1.132.814 kasus (Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur). Pada tahun 2013
terjadi kasus diare di ruang Delima sebanyak 259 kasus dari 507 kasus di RSUD Dr.
Harjono Ponorogo. Dari data tersebut angka kejadian diare sebagian besar atau 50%
lebih terjadi pada anak (Rekam MedikRSUD Dr. Harjono Ponorogo, 2013). 3
Pendekatan awal untuk diare adalah dengan menentukan derajat dehidrasi (Gunardi,
2008).
menjadi tiga yaitu tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan sedang, dan dehidrasi berat
(Suraatmaja, 2007). Pada diare tanpa dehidrasi, dapat diberikan cairan sebanyak 100
ml per kgBB sebanyak satu kali setiap dua jam. Pada dehidrasi ringan dan diarenya
empat kali maka diberikan cairan sebanyak 25-100 ml per kgBB yang diberikan setiap
jam dua kali. Dan oralit diberikan sebanyak kurang lebih 100 ml per kgBB setiap empat
sampai enam jam pada kasus dehidrasi ringan sampai berat (Vivian, 2012).
Anak yang mengalami diare dan tidak mendapatkan asupan cairan per oral
maka anak akan jatuh pada kondisi dehidrasi. Jika kondisi ini terus dibiarkan berlarut
terus menerus maka anak akan mengalami dehidrasi yang berat akan terjadi penurunan
kesadaran dan terjadi syok, dan bisa berujung pada kematian (Vivian, 2012).
Persepsi yang salah tentang pemenuhan cairan pada anak diare dapat
pengetahuan ibu yang kurang tentang rehidrasi oral, dapat meningkatkan resiko anak
mengalami dehidrasi dan dirawat di rumah sakit. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meluruskan persepsi ibu yang salah tentang pemenuhan cairan adalah dengan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan diberikan kepada ibu agar dapat merawat
anak dengan baik dalam kondisi sehat maupun sakit. Kebutuhan ibu terhadap
anak 4 selama dirawat di rumah sakit, dan perawatan lanjutan untuk persiapan pulang
(Supartini, 2004 dalam Nih Luh, 2011). Hal yang dapat dilakukan ibu apabila mendapati
anaknya mengalami diare adalah memberi pertolongan pertama agar tidak mengalami
dehidrasi dengan memberi larutan gula garam (LGG). Cara membuat LGG sangat
mudah yaitu 1 sendok teh gula pasir + 1 /2 sendok teh garam dapur halus + 1 gelas air
masak atau teh hangat (Vivian, 2012). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik
untuk meneliti "Persepsi Ibu Tentang Pemenuhan Cairan Pada Pasien Diare"
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah” Adakah Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
C. Tujuan Penelitian
1 Tujuan umum
2 Tujuan khusus
D. Manfaat penelitian
1. Teoritis
a. IPTEK
bima untuk pengembangan ilmu dan teori keperawatan khususnya mata kuliah
anak.
c. Peneliti
2. Praktis
kesehatan.
bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan tema yang
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja
yang encer dengan frekuensi lebih dari biasanya. Neaonatus dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih
dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 4 kali. (FKUI/RSCM 2001 : 283)
Diare adalah keadaaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi
dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensu feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapat pula bercampur lender dan darah atau lender saja. (Ngastiyah.,2005)
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi tinja. WHO pada tahu 1984
mendefenisikan diare sebagai berak cair 3 kali atau lebih dalam sehari semalam (24
Penting ditanyakan pada orang tua mengenai frekuensi dan konsistensi tinja
anak yang dianggap sudah tidak normal lagi. ( widoyono, 2011 : 193 )
7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan penyebab
2) Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
4) Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus-menerus.
Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga disertai
dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
Tatalaksana penderita diare tersebut diatas selain berdasarkan acuan baku tatalaksana
diare juga tergantung pada penyakit yang menyertainya (Ilmu Kesehatan Anak,
1990).
a. Infeksi lateral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak.
Infeksi lateral ini meliputi :
sebagainya (keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2
tahun.
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
4) Faktor psikologis : rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare
1) Karena peradangan usus, misalnya : kholera, disentri, bakteri-bakteri lain, virus dsb.
2) Karena kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan zat putih telur.
Bagan 2.1
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Diare
Keadaan
Gizi
Hygiene & Sanitasi
Meninggal
Penderita Diare
Social Budaya
Kuman/ Penyebab Penyakit Diare
MASYARAKAT
karier
Kepadatan Penduduk
Social Ekonomi
(Sudaryat Suraatmaj
Menurut Widoyono (2011:197) beberapa tanda dan gejala diare antara lain :
a. Berak cair atau lembek dan sering adalah gejala khas diare
d. Gejala dehidrasi, yaitu mata cekung, ketegangan kulit menurun, apatis, bahkan
gelisah.
a. Vibrio Cholera : diare hebat, warna tinja seperti cucian beras dan berbau amis
Tergantung dari persentase cairan tubuh yang hilang, dehidrasi dapat terjadi ringan,
Pada diare akut, kehilangan cairan dapat terjadi dalam waktu yang singkat. Jika
kehilangan cairan ini lebih dari 10% berat badan, pasien dapat mengalami syok atau
Hal ini terjadi akibat kehilangan cairan elektrolit (bikarbonat) dari dalam tubuh,
arteri.
(kurang gizi). Hipoglikemia dapat menyebabkan koma. Penyebab yang pasti belum di
ketahui, kemungkinan karena cairan ekstraseluler menjadi hipotonik dan air masuk
kedalam cairan intraseluler sehingga terjadi endema otak yang mengakibatkan koma.
Gangguan ini terjadi karena asupan makanan yang kurang dan ouput yang berlebihan.
Hal ini akan bertambah berat bila pemberian makanan di hentikan, serta sebelumnya
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan
pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaaan gasa darah
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatanin untuk mengetahui faal ginjal
5. Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara
2.1.7. Komplikasi
1. Dehidrasi
perubahan el;ektrokardiogram)
4. Hipoglekimia
5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defesiensi enzim lactase
7. Mal nutrisi energy protein, (akibat muntah dan diare, jika lama atau kronik)
Anak yang mendapat ASI eklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan.
Anak yang tidak mendapat ASI eklusif, beri susu yang biasa di minum dan oralit
atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb.).
Beri oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan lanjutkan sedikit
demi sedikit.
- Umur < 1 tahun di beri 50-100 ml setiap kali berak.
Anak harus di beri 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila :
Beri zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan
dengan cara di kunyah, atau di larutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI
Tambahkan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan.
Beri makanan kaya kalsium seperti buah segar, pisang, dan air kelapa hijau.
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2
minggu.
B. Rencana Terapi B, untul terapi diare dehidrasi ringan/sedang Bila terdapat dua
a. Jumlah oralit yang di berikan dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan
Bila Berat badan tidak di ketahui berikan oralit sesuai tabel di bawah ini :
badan
Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemebrian makan selama 3 jam, kecuali ASI dan oralit.
b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit :
Bila kelopak mata agak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak
atau ASI.
Beri oralit sesuai rencana terapi A bila pembengkakkan telah hilang.
c. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rancana terpai A. bila dehidrasi telah hilang, anak
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan sedang ulangi rencanan terpai A
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana terpai C.
Tunjukkan jumlah oralit yang harus di habiskan dalam terapi 3 jam di rumah.
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100 ml/kg BB. Di bagi sebagai
berikut :
BB BB
tahun
* di ulang lagi Bilaa denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri tetesan lebih cepat.
Juga beri oralit (5ml/kg/jam) bila penderita bias minum, biasanya setelah 3-4 jam
Setelah 6 jam (bayi), atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat dehidrasi.
Mulai rehidrasi dengan oralit melalui nasogatrik/orogastrik. Berikan sedikit demi
- Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih lambat.
- Bila rehidrasi tidak tercapai dalam waktu 3 jam rujuk untuk terapi intravena.
Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapai yang sesuai (A,B atau C)
b. Catatan
Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam setelah dehidrasi untuk memastikan
bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit.
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara,
pikirkan kemungkinan kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral begitu anak
sadar.
D. Oralit
Oralit adalah campuran garam elektrolit yang terdiri dari natrium Klorida (NaCl),
Untuk mencegah dan mengobati dehidrasi sebagai pengganti cairan dan elektrolit
Sediakan satu gelas air minum yang telah di masak (200 cc)
Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau hingga anak tidak kelihatan haus.
Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar sesendok
Bila larutan oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan oralit berikutnya.
2.1.9. Pencegahan
1. Menggunakan air bersih, tanda-tanda air bersih adalah “3 tidak”, yaitu, tidak
2. Memasak air sampai mendidih sebelum di minum untuk mematikan sebagian besar
kuman penyakit.
3. Mencuci tangan dengan sabun pada waktu sebelum makan, sesudah makan dan
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts
atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15
tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
b. Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1
gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan rasa aman
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006).
bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia batita,
anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah
di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang,
tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia 1-3 tahun
disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra-
sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Namun perut yang
masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam
Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan
sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul
beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar
masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, akibat dari aktivitas
kakinya.
a. Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar. Contohnya adalah anak akan
tetapi setiap anak akan melewati suatu pola tertentu yang merupakan tahap-tahap
1. Masa prenatal atau masa intrauterin ( masa janin dalam kandungan )
3. Masa neonatal : usia 0 sampai 28 hari yang terdiri dari masa neonatal dini yaitu 0-7
hari dan masa neonatal lanjut yaitu 8-28 hari2) Masa pasca neonatal : 29 hari sampai
a. Masa prenatal yang terdiri dari dua periode yaitu masa embrio dan masa fetus (usia
0-9 bulan)
2.3. Perilaku
Menurut Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seorang terhadap stimulus (Rangsangan dari luar).
Oleh karena itu perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme,
dan kemudian organisme tersebur merespons, maka teori Skiner ini disebut teori ”S-
O-R” atau Stimulus --- organisme --- Respons, Skiner membedakan adanya dua
respons.
1. Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan
karena menimbulkan respons – respons yang relatif tetap. Misalnya : makanan yang
tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional.
2. Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan
berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini
terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari
atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan
menjadi dua :
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert).
Respons atau reaksi terhadap stimulus ini asih terbats pada perhatian, persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada oaring yang menerima stimulus
tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
(practice), yang dengan mudah dapat daiamati atau dilihat oleh orang lain.
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reksi terhadap stimulasi atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat
tergantung pada krakteristik atau factor – factor lain dari orang yang bersangkutan.
Faktor – faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut determinan Perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi yakni:
1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat given atau bawaan, misalnya : tingakt kecerdasan, tingkat emosional, jenis
kelamin, dan sebagainya
2. Determinanatau faktor ekternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Menurut Notoatmodjo (2010) perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon
organisme terhadap rangsangan dari luar subjek tersebut, terdiri dari 2 jenis yaitu :
1. Respon Internal
Yaitu yang terjadi didalam individu dan tidak dapat langsung terlihat oleh orang lain,
seperti berfikir, tanggapan, atau sikap batin dan pengertian, sedangkan prilakunya
Yaitu apabila prilaku tersebut jelas dan dapat diobservasi secara langsung dan sudah
kelihatan dalam bentuk tindakan yang nyata yang disebut “Over Behavior”. Dalam
faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar individu, oleh karena prilaku tersebut
terbentuk dan dapat mengalami perubahan melalui proses interaksi manusia dengan
lingkungan.
a) Faktor intern meliputi : pengertian, persepsi, emosi, motivasi, dan sebagainya
b) Faktor ekstern : lingkungan, manusia, sosial kebudayaan, dan sebagainya
Gambar. 2.2.
Pengalaman
Keyakinan
Fasilitas
Pengetahuan
Persepsi
Sikap
Keinginan
Motivasi
Niat
BAB III
METODE PENELITIAN
konsep-konsep yang diamati dan diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoatamodjo, 2010).
Gambar 3.1
Pengukuran
Variabel Defenisi Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala
Operasional Ukur
Pengetahua Pemahaman dan Wawancara Kuisioner
Baik : Ordinal
n Ibu keterangan ibu Jika jawaban benar
balita mengenai > 75 %
pengertian, gejala, Cukup:
pencegahan, Jika jawaban benar
perawatan dan antara 60-75 %
pengobatan Kurang:
penyakit DIARE Jika jawaban benar
< 60 %
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasai pada penelitian ini adalah Ibu yang
membawa anak Balitanya yang terkena diare ke Puskesmas Sako Palembang dan
sampel yang dilakukan dengan mengambil sampel yang tersedia selama waktu
Kriteria Inklusi :
Ibu yang mempunyai balita diare
Ibu yang balitanya pernah mengalami diare
Bersedia menjadi responden
1.Tempat penelitian
Penelitian direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Januari 2013 – Februari
2013
dilakukan pada Ibu Balita yang memiliki Balita yang mengalami diare di
Dokumentasi Puskesmas Puskesmas Sako Palembang tentang jumlah Balita yang
menderita diare.
pertanyaan negatif yang akan diberi nilai 1 jika jawaban benar dan nilai 0 jika
jawaban salah
Merupakan pengecekan atau pengkoreksian data yang teah dikumpulkan karena
kemungkinan data yang masuk atau data yang terkumpul itu logis dan meragukan.
Tujuan editing adalah untuk menghilangkan kesalahan-kesalahan yang terdapat
kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka /
huruf-huruf yang memberikan petunjuk atau identitas pada suatu informasi atau
Merupakan membuat tabel-tabel yang berisikan data yang telah di beri kode,
Pada tahap entry data, data dimasukkan kedalam sistem komputeruntuk diolah.
Data yang telah dimasukkan diperiksa kembali sesuai dengan kriteris data.
umumnya
dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel.
2005).
Penelitian ini adalah penelitian secara analisa data yang bersifat univariat,
yaitu : pengetahuan, sikap, tindakan Ibu Balita terahadap perawatan diare pada
Balita.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Buku
Kedokteran.EGC
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik, Jakarta,
EGC
Depkes RI. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di rumah Sakit. Pedoman
Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Cetakan
Pertama. Jakarta. Penerbit WHO.
Depkes R.I, 2001. Pedoman Pemberantasan penyakit diare, Jakarta,
Dinas kesehatan kota Palembang, Profil Kesehatan kota Palembang, Dinas Kesehatan
Kota Palembang, 2011
FKUI, 2001.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi Ketiga, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta,
Imron, 2006. perilaku Ibu di Desa Keluang dalam perawatan penderita diare yang
berobat di puskesmas Karya Maju Desa Keluang Kabupaten Musi Banyuasin,
Program Studi Ilmu Keperawatan STIK Bina Husada. Palembang.
Kemenkes RI, 2011. Panduan Sosialisasi Tatalaksana Diare Pada Balita, Direktorat
Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.
Purbasari E, 2009, tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dalam Penanganan
Awal Diare Pada Balita Di Puskesmas Kecamatan Ciputat, Tanggerang Selatan,
Banten. Laporan Penelitian Fakultas Dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. http:/perpus.fkik.uinjkt.ac.id. diakses pada tanggal 26
Desember 2012.