You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit vaskular merupakan penyakit pada pembuluh darah baik itu
pembuluh darah arteri maupun vena yang dapat menyebabkan gangguan perfusi
jaringan. Salah satu contoh penyakit vaskular yang menyerang pembuluh darah
arteri adalah ALI. Iskemik tungkai akut ini sangat berbahaya karena apabila tidak
mendapat penanganan secara dini akan berakibat kecacatan bahkan kematian.
ALI adalah kondisi di mana terjadi penurunan mendadak perfusi ekstremitas
yang biasa melibatkan trombus dan emboli. Trombus dapat berasal dari
perkembangan penyakit arteri, diseksi aorta, thrombus graft, aneurisma,
hiperkoagulabilitas, iatrogenik, dan lainnya. Insidens iskemia ekstremitas akut
sekitar 1,5 kasus per 10.000 orang per tahun (Olinic et al., 2019).
Gambaran klinis ALI dikatakan akut bila terjadi dalam 2 minggu. Gejala
berkembang dalam hitungan jam sampai hari dan bervariasi dari episode
klaudikasio intermiten hingga rasa nyeri di telapak kaki atau ekstremitas ketika
pasien sedang beristirahat, parestesia, kelemahan otot, dan kelumpuhan pada
ekstremitas yang terkena. Temuan fisik yang dapat ditemukan meliputi tidak
adanya pulsasi di daerah distal dari oklusi, kulit teraba dingin dan pucat atau
berbintik-bintik, penurunan sensasi saraf, dan penurunan kekuatan motorik.
(Sidawy and Perler, 2019).
Menurut World Health Organization (WHO), angka kejadian ALI mecapai
sekitar 1,5 kasus per 10.000 orang tiap tahun, dengan kejadian paling banyak pada
usia rata-rata 60 – 70 tahun. Sebanyak 52,7% terjadi pada laki-laki (Olinic et al.,
2019). Telah dilaporkan, angka mortalitas ALI mencapai 15 – 20% dalam 30 hari
dan angka amputasi pada kasus ALI mencapai 10 – 15% (Baker and Diercks,
2018).
Penanganan terhadap kasus ALI ini harus dilakukan secara holistik meliputi
aspek biologis-psikologis-sosial-spiritual. Pemantauan pre dan pasca
revaskularisasi yang dilakukan pada pasien dengan ALI harus diberikan secara
optimal untuk mengurangi risiko komplikasi yang terjadi seperti stroke hemoragik,
kompartemen syndrom, melena, bleeding, dan lain lain. Peran perawat sangat
penting dalam melakukan pemantauan pada pasien ALI. Untuk itu, penulis tertarik
untuk membahas tentang ALI dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan ALI, maka Kelompok E merasa tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan secara komprehensif pada klien dengan ALI dan melaporkannya
dalam bentuk makalah dengan judul ”Asuhan Keperawatan pada Pasien Acute
Limb Ischemia (ALI) Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita”.

1.2 Tujuan Studi Kasus


1.2.1 Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan
komprehensif pada pasien dengan ALI yang meliputi aspek biologi-
psikologi-sosial-spiritual melalui pendekatan standar proses keperawatan
1.2.2 Tujuan khusus
a. Mampu memahami konsep teori ALI
b. Mampu merumuskan analisa data yang ditemukan pada pasien dengan
ALI
c. Mampu merumuskan diagnosis keperawatan pada pasien dengan ALI
d. Mampu melakukan rencana asuhan keperawatan yang tepat terhadap
masalah pasien dengan ALI
e. Mampu melaksanakan implementasi keperawatan yang telah
direncanakan pada pasien dengan ALI
f. Mampu melakukan evaluasi hasil-hasil tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada pasien dengan ALI
g. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
ALI

1.3 Manfaat Studi Kasus


Dapat digunakan dalam proses pembelajaran dalam bentuk studi
kasus guna memberikan gambaran kasus yang ada di lahan dan
menstimulus cara berpikir kritis dalam menganalisis kasus dengan
pendekatan praktik keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembuluh Darah Arteri


2.1.1 Pembuluh Darah
Secara umum, pembuluh darah yang ada di dalam tubuh dapat
dibagi menjadi: pembuluh yang membawa darah menjauhi jantung (arteri)
dan menuju jantung (vena).
a. Arteri
Arteri disebut juga dengan pembuluh nadi. Pembuluh jenis ini adalah
pembuluh darah yang berasal dari bilik jantung yang memiliki
dinding tebal dan kaku. Pembuluh darah arteri terdiri dari dua jenis,
yaitu pembuluh aorta dan pembuluh pulmonalis.
1) Aorta : merupakan pembuluh arteri yang datang dari bilik jantung
sebelah kiri dan bertugas mengangkut oksigen untuk diedarkan ke
seluruh tubuh.
2) Pulmonalis : merupakan pembuluh arteri yang berasal dari bilik
kanan. Pembuluh pulmonalis berfungsi membawa darah yang
telah terkontaminasi oleh karbondioksida dari seluruh tubuh
menuju ke paru- paru.
b. Vena
Vena merupakan pembuluh yang mengalirkan darah dari sistemik
kembali ke jantung (atrium kanan), kecuali vena pulmonalis yang
berasal dari paru menuju atrium kiri. Semua vena-vena sistemik akan
bermuara pada vena cava superior dan vena cava inferior. Vena
mengandung banyak darah kaya karbon dioksida, kecuali vena
pulmonalis mengandung banyak oksigen. Vena merupakan pembuluh
berdinding lebih tipis, kurang elastis, dan lubang pembuluh lebih
besar daripada arteri. Pembuluh ini mempunyai beberapa katup untuk
mencegah agar darah tidak berbalik arah.

c. Kapiler
Kapiler merupakan pembuluh darah berukuran kecil sebagai
perpanjangan arteri dan vena. Dinding sel pembuluh ini bersifat permeabel
sehingga cairan tubuh zat-zat terlarut dapat keluar masuk melalui dinding
selnya. Selain itu, juga pertukaran oksigen, karbondioksida, zat-
zat makanan, serta hasil-hasil ekskresi dengan jaringan
yang ada disekeliling kapiler. Beberapa pembuluh darah kapiler mempunyai
lubang berukuran sempit sehingga sel darah dapat rusak jika melewatinya.
Diameter pembuluh darah inidapat berubah-ubah. kapiler dapat menyempit
karena pengaruh temperatur lingkungan yang rendah dan membesar bila
ada pengaruh temperatur lingkungan yang tinggi sertabahan kimia, sererti
bahan histamin. Meskipun ukuran arteriole dan kapiler lebih kecil
dibandingkan dengan arteri dan vena, tetapi jumlah volume darah secara
keseluruhan lebih besar di areriole dan kapiler. Volume darah di dalam
kapiler 800 kali volume darah di dalam arteri dan vena.
2.1.2. Lapisan Pembuluh Darah Arteri
Pembuluh nadi atau arteri adalah salah satu jenis pembuluh darah yang
membawa darah dari jantung dan menyebarkan darah beroksigen ke beberapa
bagian tubuh.
Secara umum pembuluh darah terdiri dari 3 lapisan yaitu tunika
intima, tunika media,tunika adventitia:
a. Tunika Intima : Adalah lapisan pembuluh darah paling dalam yang
bersentuhan langsung dengan darah terdiri dari sel-sel endotel.
b. Tunika Media : Adalah lapisan pemuluh darah tengah yang terdiri dari
otot polos dan jaringan elastis.
c. Tunika Adventitia : Adalah lapisan pemuluh darah paling terluar berupa
jaringan kolagen dan elastis. Lapisan ini berfungsi melindungi dan
menguatkan pembuluh darah dengan jaringan sekitarnya.
2.2 Anatomi Pembuluh Darah Ekstremitas

2.2.1 Arteri ekstremitas atas

Gambar : Anatomi arteri lengan


2.2.2 Arteri Tungkai

Gambar : Anatomi arteri tungkai


Setelah melewati daerah pelvis, arteri iliaka menjadi arteri femoralis,
yang bergerak turun di sebelah anterior paha. Arteri femoralis mengalirkan
darah ke kulit dan otot paha dalam. Pada bagian bawah paha, arteri femoralis
menyilang di posterior dan menjadi arteri tibialis anterior dan tibialis posterior.
Arteri tibialis bergerak turun disebelah depan dari kaki bagian bawah menuju
bagian dorsal/ punggung telapak kaki danmenjadi arteri dorsalis pedis. Arteri
tibialis posterior bergerak turun menyusuri betis dan kaki bagian bawah dan
bercabang menjadi arteri plantaris di dalam telapak bagian bawah.
2.3 Acute Limb Ischemia (ALI)
2.3.1 Pengertian

Acute limb ischemia (ALI) atau iskemia ekstremitas akut


merupakan salah satu klasifikasi dari peripheral artery disease
(PAD), yang didefinisikan sebagai penurunan perfusi ekstremitas
secara mendadak, yang berpotensi mengancam viabilitas ekstremitas
tersebut, sehingga membutuhkan evaluasi dan manajemen sedini
mungkin (Bjӧrck et al., 2020). Gambaran klinis ALI yaitu bila
durasi gejala terjadi <14 hari setelah onset (Olinic et al., 2019).
2.3.2 Etiologi

Secara garis besar penyebab terjadinya ALI dibagi menjadi dua,


yaitu trombus dan emboli (Olinic et al., 2019).
1. Emboli
 Emboli jantung sekunder yang diakibatkan oleh fibrilasi atrium,
disfungsi ventrikel, atau penyakit katup berperan sebesar 90%
pada kasus ALI. Namun, sumber emboli penting lainnya yang
harus dipertimbangkan, seperti plak aterosklerotik yang lebih
proksimal dan aneurisma arteri. Terlepas dari sumbernya,
emboli akan bermigrasi ke titik lumen pembuluh darah dan
menjadikannya semakin kecil untuk pergerakan lebih lanjut.
Hal ini menyebabkan oklusi pembuluh darah dan stasis darah.
Selanjutnya, terdapat pula pembentukan trombus dan
penyebaran secara proksimal dan distal. Urutan peristiwa ini
terjadi dalam waktu singkat; oleh karena itu onset gejalanya
cepat. Onset yang cepat tidak cukup dalam mencetuskan arteri
kolateral untuk berperan, sehingga derajat iskemia menjadi
semakin parah (Shah et al., 2014).
 Sebanyak 80% kasus bersumber dari jantung (kardiogenik):
akibat dari kelainan katup, paska pergantian katup, trombosis
dinding ventrikular kiri, infark miokard, dan atheroma dinding
aorta (Conte et al., 2019).
 Sebanyak 20% kasus bersumber dari non-jantung: berasal dari
trombus pada aneurisma, plak aterosklerosis yang mengalami
ulserasi (Conte et al., 2019).
 Paling sering menyumbat pada: bifurkasio a. femoral, a. poplitea,
sistem a. aortoiliak, dan a. brakial (Shah et al., 2014).

Gambar 2.1 Blue Toe Syndrome (BTS) (Sidawy and Perler, 2019).

 Khas: blue toe syndrome (BTS), yaitu perubahan iskemia akut


yang terjadi pada kaki akibat mikroemboli arteri jari-jari kaki
tanpa adanya riwayat trauma (Sidawy and Perler, 2019).

2. Trombus
 Diawali dengan proses trombosis in situ, yang selanjutnya
berperan sebagai penyebab sekunder yang memperburuk beban
aterosklerotik natif atau hiperplasia intima, yang mana hal ini
dicetuskan oleh intervensi sebelumnya. Proses ini
menyebabkan stenosis atau oklusi yang signifikan dalam
jangka waktu lama. Namun, lesi kritis akan mengalami stasis
dan membentuk trombus yang serupa dengan yang ada pada
etiologi emboli. Dalam prosesnya, terdapat pula perfusi dari
arteri kolateral pada daerah distal, sehingga pada saat gejala
yang timbul semakin berlanjut maka derajat iskemia pada
bagian distal akan semakin berkurang. Namun, jika trombosis
berlanjut hingga ke area kolateral yang terlibat, hal ini dapat
menyebabkan terjadinya iskemia berat (Shah et al., 2014).
 Sering terjadi pada kasus bypass graft, arteri femoral komunis,
dan arteri popliteal (Conte et al., 2019).
2.3.3 Faktor Resiko

Beberapa faktor risiko yang memperantarai terjadinya ALI antara lain


(Sidawy and Perler, 2019).
1. Faktor risiko non-modifiable
a. Jenis kelamin
b. Usia
c. Genetik
d. Ras/etnis
2. Faktor risiko modifiable
a. Merokok
b. Hipertensi
c. Diabetes melitus
d. Hiperlipidemia
e. Hiperkoagulasi
f. Gagal ginjal

2.3.4 Klasifikasi menurut Rotherford


Limb Ischemia (ALI) juga dapat diklasifikasikan berdasarkan
terminologi:
a. Onset
1) Acute : kurang dari 14 hari
2) Acute on cronic : perburukan tanda dan gejala dalam waktu 14 hari
3) Cronic iskemic stable : lebih dari 14 hari
b. Severity
1) Incomplit : dapat ditangani
2) Irreversible : tidak dapat kembali ke kondisi normal
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan (Rutherford, 2009)
Kelas I : kehilangan sensorik dan motorik tidak ada, pada
dopler arteri dan vena audible, prognosis tidak segera
mengancam
Kelas IIA : sudah ada kehilangan sensorik minimal pada jari
kaki, kelemahan otot belum ada, pada dopler arteri
sering tidak audible sedangkan pada vena audible,
prognosis segera mengancam: revaskularisasi secara
manual atau mekanikal (angiografi)
Kelas IIB : kehilangan sensorik : rest pain lebih dari jari,
kehilangan motorik bisa ringan sampai sedang, pada
hasil dopler arteri tidak audible, sedangkan pada vena
audible.Revaskularisasi secara embolektomi (forgaty
atau bedah)
Kelas III : kehilangan sensorik,pada motorik terjadi paralisis,
pada hasil dopler arteri dan vena inaudible ,prognosis
kerusakan pada otot syaraf secara
permanen :amputasi.
2.3.5 Patofisiologi

ALI disebabkan oleh proses oklusi akut atau adanya


aterosklerosis. Oklusi akut suatu arteri pada ekstremitas dapat
menyebabkan penurunan secara tiba-tiba atau perburukan perfusi
anggota gerak yang mengancam viabilitas ekstremitas tersebut. Sebagai
hasil dari ALI, maka terjadilah hipoperfusi dan hipoksemia di tingkat
jaringan hingga sel, yang selanjutnya hal ini tidak dapat diregulasi dan
terjadi pembentukan radikal bebas. Pada fase awal, terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan sel membengkak dan bila hal
ini berlanjut, maka akan terjadi peningkatan tekanan pada seluruh
‘ischemic bed’ yang secara klinis menyebabkan terjadinya sindrom
kompartemen (Shah et al., 2014). Pada obstruksi arteri secara total,
perubahan ireversibel pada jaringan saraf perifer terjadi dalam 4 – 6 jam,
otot skelet 6 – 8 jam, dan kulit 8 – 12 jam setelah onset gejala ALI
(Obara et al., 2018).
2.3.6 Pathway

Usia Merokok Hipertensi DM Dislipidemia CHF

Viskositas darah Penumpukan lemak dalam darah Penurunan kontraktilitas miokard

Lepas Trombus di LV Statis darah di ventrikel Peningkatan volume akhir sistolik


Arterosklerotik Emboli perifer
Oklusi mendadak pada arteri
ALI extremitas
Resiko terjadi rupture Heparinisa
si

Kerusakan intima Resti perdarahan Aliran darah turun

Terjadi konsep agregasi Suplai O2 turun Pallor


Cem
as
Penyempitan Lumen Iskemik Perishingly cold
Pulselessless

Diakibatkan oleh trombus Emboli Embolekto


Aktivitas sel
mi Gangguan Perfusi Jaringan
menurun
Terjadi oklusi
Metabolisme aerob berubah Penurunan energi (ATP turun) Perfusi ke saraf turun
menjadi anaerob

Gg. elektrofisiologi sel jantung


Asam laktat meningkat Penurunan sensorik

Gg. aktifitas listrik Aritmia


Pain

Pergerakan Otot motorik menurun


Gangguan Rasa Nyaman
Nyeri Parestesia
Paralysis
Intoleransi Aktivitas Risiko cedera
2.3.6 Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala dari kasus ALI adalah 5P + 1p, (Obara et al., 2018;
Sidawy and Perler, 2019):yaitu:
a. Pain (nyeri):  yang hebat terus menerus terlokalisasi didaerah
ekstremitas dan muncul tiba-tiba, intensitas nyeri tidak berhubungan
dengan beratnya iskemia karena pasien yang mengalami neuropati
dimana sensasi terhadap nyeri menurun.
b. Parasthesia (tidak mampu merasakan sentuhan pada ekstremitas/
kehilangan fungsi sensori)
c. Paralysis (kehilangan sensasi motorik pada ekstremitas)
Adanya parasthesia dan paralysis merupakan pertanda yang buruk
dan membutuhkan penanganan segera.
d. Pallor (pucat): tampak putih, pucat dan dalam beberapa jam dapat
menjadi kebiruan atau ungu / mottled.
e. Pulseless (menurunnya/tidak adanya denyut nadi).
f. Perishingly cold/Poikilothermia (dingin pada ekstremitas).

Gambar : Tanda dan gejala ALI


2.3.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis mempunyai 2 tujuan utama : menanyakan gejala
yang muncul pada ekstremitas yang berhubungan dengan keparahan
dari iskemia anggota gerak dan mengkaji informasi terdahulu,
menyinggung etiologi, diagnosis banding, dan kehadiran penyakit
yang signifikan secara berbarengan. Pengkajian sebaiknya dilakukan
pada fase pra koroner, pembuluh darah serebral, dan pembuluh darah
sambungan (revaskularisasi). Pengkajian umum yang sebaiknya
dilakukan yaitu mengenai pengkajian riwayat yang jelas mengenai
kemungkinan penyebab dari iskemik pada tungkai, derajat iskemik,
termasuk penjadwalan untuk bedah umum ataupun bedah vascular
bila kondisi memungkinkan.
b. Pemeriksaan fisik
Bandingkan dengan ekstremitas kanan dengan kiri (yang terkena
efek ALI dengan yang normal)
c. Pulsasi
Apakah defisit pulsasi bersifat baru atau lama mungkin sulit
ditentukan pada pasien penyakit arteri perifer (PAD) tanpa suatu
riwayat dari gejala sebelumnya, pulsasi radialis, dorsalis pedis mungkin
normal pada kasus mikro embolisme yang mengarah pada disrupsi
(penghancuran)  plak aterosklerotik atau emboli kolestrol.

d. Lokasi
Tempat yang paling sering terjadinya oklusi emboli arterial adalah
arteri femoralis, namun juga dapat ditemukan pada aorta, bifurcatio
aorta, arteri iliaka, politea, dan arteri axilaris.
e. Warna dan temperatur
Harus dilakukan pemeriksaan terhadap abnormalitas warna dan
temperatur. Warna pucat dapat terlihat, khususnya pada keadaan awal,
namun dengan bertambahnya waktu, sianosis lebih sering ditemukan.
Terdapat perbedaan rasa dingin pada extremitas khususnya yang
terkena ALI (dingin menusuk) dibandingkan dengan ekstremitas yang
tidak terkena ALI (hangat), merupakan penemuan yang penting.

f. Kehilangan fungsi sensoris


Pasien dengan kehilangan sensasi sensoris biasanya mengeluh
kebas atau parestesia, namun tidak pada semua kasus. Perlu diketahui
pada pasien DM dapat mempunyai defisit sensoris sebelumnya
dimana hal ini dapat membuat kerancuan dalam membuat hasil
pemeriksaan.
g. Kehilangan fungsi motorik
Defisit motorik merupakan indikasi untuk tindakan yang lebih
lanjut, limb-thtreatening ischemic. Bagian ini berhubungan dengan
fakta bahwa pergerakkan pada ekstremitas lebih banyak dipengaruhi
oleh otot proximal.

2.3.8 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang diperlukan untuk mendiagnosis adanya
ALI adalah:
a. Duplex Imaging/ Doppler vaskuler
Untuk mengetahui lokasi sumbatan pada pembuluh darah tungkai dan
menilai penyebab dari trombus
b. Elektrokardiografi (EKG)
Untuk menilai adakah kelainan irama yang bisa memicu terjadi ALI,
seperti AF
c. Echokardiograf
Untuk melihat adanya thrombus di ruang-ruang jantung yang dapat
memicu terjadi lepasnya thrombus.
d. Angiografi
Untuk mengetahui lokasi trombus

2.3.9 Penatalaksanaan
a. Pengenalan dan penanganan yang utama pada pasien dengan Acute
Limb Ischemic karena perburukan dapat terjadi dalam hitungan menit,
jam dan hari (semakin cepat semakin baik)
b. Semua pasien dengan ALI di berikan terapi heparinisasi
c. Obat – obatan untuk mencegah perburukan
d. Penatalaksanaan berdasarkan klasifikasi ALI
2.3.10 Komplikasi 
a. Hiperkalemia
b. Sindrom kompartemen (nyeri saat flexi/extensi, kelemahan otot,
tidak mampu respon terhadap stimulasi sentuhan, pucat, nadi
lemah/tidak teraba). Pembengkakan jaringan dalam kaitannya
dengan reperfusi menyebabkan peningkatan pada tekanan intra
compartment, penurunan aliran kapiler, iskemia, dan kematian
jaringan otot (pada >30 mmHg). Penanganannya adalah dengan
dilakukannya fasciotomy. Terapi trombolitik, akan menurunkan
risiko compartment syndrome dengan reperfusi anggota gerak secara
berangsur-angsur.

2.3.11 Algoritma Penanganan ALI

Riwayat dan pemeriksaan fisik

Anti koagulasi

Doppler

Kategori I Kategori II A Kategori II B Kategori III

Imaging Amputasi

Revaskularisasi
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan
2.4.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian dilakukan mulai dari pengumpulan data mengenai data
umum sampai pemeriksaan fisik sebagaimana dijelaskan pada
penegakkan diagnosa ALI sebelumnya. Teknik yang digunakan yaitu
teknik wawancara, inspeksi, perkusi, auskultasi, dan palpasi untuk
mendapatkan data sebanyak-banyaknya dalam menunjang penegakkan
masalah pada kasus ALI.
2.4.2 Diagnosis, Luaran dan Intervensi Keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI,
2017), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI,2019), dan Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia(SIKI, 2018) dapat disimpulkan bahwa
asuhan keperawatan yang dapat ditemukan pada kasus ALI diantaranya:
1. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan penurunan aliran
darah
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan a. tekanan darah dalam a. observasi tanda-tanda vital:
tindakan batas normal 110/70- tekanan darah, frekuensi
keperawatan 130/90 mmHg nadi, frekuensi nafas, dan
b. frekuensi nadi 60- temperatur.
diharapkan
100x/menit b. kaji tingkat keadekuatan
gangguan perfusi c. Pada ekstremitas perfusi jaringan dan
jaringan dapat yang ALI: akral saturasi oksigen pada
teratasi hangat, nadi teraba ekstremitas yang ALI
kuat, keluhan baal c. kaji CRT, perhatikan
dapat terkontrol, fase waktu pengisian kapiler,
pengisian kapiler <2 lihat ada/tidaknya sianosis
detik, vasokonstriksi perifer, tanda
perifer berkurang, vasokonstriksi jaringan,
saturasi oksigen ukur pertambahan
perifer >90% bengkak, tanda kematian
jaringan perifer pada
ekstremitas yang ALI
d. perhatikan tingkat
efektifitas terapi yang telah
didapatkan klien
e. minimalkan penekanan
pada area ekstremitas
(kurangi penekanan akibat
pakaian, selimut) yang
mengalami ALI
f. menurunkan posisi tungkai
yang mengalami ALI lebih
rendah dari posisi kepala

2. Nyeri Akut berhubungan dengan penurunan sirkulasi arteri dan oksigenasi


jaringan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan a. Frekuensi nafas 16-20 a. Monitor tanda-tanda vital,
tindakan x/menit terutama frekuensi nafas.
keperawatan b. Frekuensi nadi 60-100 b. Kaji skala, frekuensi,
x/menit intensitas, dan penyebab
diharapkan
c. Klien mengatakan nyeri nyeri pada ekstremitas
gangguan rasa berkurang/terkontrol yang mengalami ALI
nyaman (nyeri) d. Skala nyeri 2-4 c. Kaji pola aktivitas yang
dapat teratasi e. Sianosis pada ekstremi- masih dapat ditoleransi
tas yang mengalami oleh klien, serta
ALI berkurang mekanisme mengatasi
nyeri yang dapat
dilakukan oleh klien
secara mandiri
d. Ajarkan/ingatkan klien
teknik relaksasi nafas
dalam dan pengalihan
fokus
e. Berikan kompres hangat
bila diperlukan
f. Berikan posisi yang
nyaman pada klien
g. Minimalkan aktivitas
khususnya daerah
ekstremitas yang
mengalami ALI
h. Kolaborasi pemberian
terapai analgetik sesuai
indikasi

3.Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular


Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan a. Pasien berpartisipasi a. Motivasi pasien dalam
tindakan pada aktivitas yang menggerakkan anggota
keperawatan diinginkan tubuhnya
b. Pasien dapat b. Jelaskan akibat dari
diharapkan
memenuhi perawatan immobilisasi
gangguan diri sendiri c. Jelaskan manfaat latihan
mobilitas fisik c. Pasien mencapai gerak aktif
dapat teratasi peningkatan toleransi d. Ajarkan untuk melakukan
aktivitas yang dapat rentang gerak aktif pada
diukur, ini dibuktikan anggota gerak yang sehat
dengan menurunnya e. Evaluasi tingkat
kelemahan dan kemampuan pasien dalam
kelelahan menggerakkan anggota
badannya yang sehat
f. Rubah posisi pasien tiap 2
jam dan libatkan
kemampuan pasien
g. Kolaborasi dengan
fisioterapi dalam
melakukan latihan

4.Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi dan


program pengobatan
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan a. Ekspresi wajah a. Catat adanya kegelisahan
tindakan menunjukkan rileks b. dan adanya rasa ketakutan
keperawatan b. Pasien mengatakan atau menyangkal dalam
penurunan ansietas mengikuti program medik
diharapkan cemas
atau perasaan takut c. Orientasikan dan
klien dapat teratasi c. Pasien mengerti dan informasikan tentang
mampu menjalani semua prosedur yang
koordinasi dengan akan dilakukan terhadap
tenaga kesehatan pasien
dalam pengobatan d. Informasikan dan jelaskan
tentang kondisi dan
prognosis pasien dengan
kolaborasi

5. Resiko Perdarahan berhubungan dengan pemberian antikoagulan (heparin)


Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan a. Tidak ada tanda-tanda a. Kaji adanya tanda-tanda
tindakan perdarahan: hematuri, perdarahan: hematuri,
keperawatan perdarahan gusi, perdarahan gusi,
hematoma dan perdarahan ditempat lain
diharapkan
perdarahan di tempat dan hematoma
perdarahan tidak lain b. Observasi tanda-tanda
terjadi b. Tanda-tanda vital vital : TD, HR, RR
dalam batas normal c. Pertahankan IV line
c. Nilai PT/APTT dalam dalam kondisi lancar
batas normal d. Kolaborasi pemeriksaan
laboratorium PT/APTT
dan pertahankan nilai
PT/APTT dalam batas
normal selain itu cek Hb

2.4.3 Implementasi Keperawatan


Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang
telah ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara
optimal (Patricia A. Potter, 2009). Tindakan keperawatan tersebut
dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri, oleh perawat secara mandiri
atau mungkin bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya misalnya ahli
gizi dan fisioterapis. Hal ini sangat tergantung jenis tindakan,
kemampuan/keterampilan pasien serta perawat itu sendiri.
Proses implementasi keperawatan terdiri dari 5 tahap, yaitu:
a. Mengkaji ulang pasien
b. Menelaah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan
c. Mengidentifikasi bidang bantuan
d. Mengimplementasi intervensi keperawatan
e. Mengkomunikasikan intervensi keperawatan
Rencana keperawatan biasanya mencerminkan tujuan intervensi
keperawatan. Setelah itu respon pasien terhadap pengobatan di catat di
lembar catatan. Dengan menuliskan waktu dan rincian tentang
intervensi mendokumentasikan bahwa prosedur telah diselesaikan.
Pada saat tenaga keperawatan memberikan asuhan keperawatan,
proses pengumpulan dan analisa data berjalan terus-menerus guna
perubahan atau penyesuaian tindakan keperawatan. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perawatan aantara lain fasilitas
/ alat yang ada, pengorganisasian pekerjaan perawat serta lingkungan
fisik dimana harus dilakukan.
2.4.4 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta
pengkajian ulang rencana keperawatan (Patricia A. Potter, 2009).
Langkah-langkah evaluasi terdiri dari pengumpulan data-data
perkembangan pasien, mengintrepetasikan perkembangan pasien,
membandingkan data keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
dengan kriteria pencapaian tujuan yang ada telah ditetapkan, mengukur
dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang
berlaku.
a. Tujuan tercapai, tujuan tercapai apabila pasien menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan sesuai dengan
kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
b. Tujuan tercapai sebagian, tujuan tercapai sebagian adalah bila pasien
menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan hanya
sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
c. Tujuan sama sekali tidak tercapai, tujuan sama sekali tidak tercapai
jika pasien menunjukkan perubaha perilaku perkembangan
kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.

Evaluasi dari revisi rencana perawatan dan berfikir kritis sejalan


dengan hasil evaluasi, penyesuaian terhadap rencana asuhan dibuat
sesuai dengan keperluan. Setelah melakukan evaluasi keperawatan tahap
selanjutnya adalah mencatat hasil tindakan keperawatan. Dokumentasi
asuhan keperawatan merupakan bukti jadi pelaksanaan keperawataan
yang menggunakan metode pendekatan proses keperawatan dan catatan
respon klien terhadap tindakan medis, tindakan keperawatan atau reaksi
klien terhadap penyakitnya.

You might also like