You are on page 1of 12

Caring

I. Pengertian

Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat adalah ilmu
kesehatan tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau The Health Science of
Caring (Lindberg,1990:40). Secara bahasa, caring dapat diartikan sebagai tindakan
kepedulian dan curing dapat diartikan sebagai tindakan pengobatan. Namun, secara
istilah caring dapat diartikan memberikan bantuan kepada individu atau sebagai advokasi
pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Sedangkan curing adalah
upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya untuk mengobati klien. Dalam
penerapannya, konsep caring dan curing mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya:
1. Caring merupakan tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekunder. Maksudnya
seorang perawat lebih melakukan tindakan kepedulian terhadap klien daripada memberikan
tindakan medis. Oleh karena itu, caring lebih identik dengan perawat.
2. Curing merupakan tugas primer seorang dokter dan caring adalah tugas sekunder.
Maksudnya seorang dokter lebih melibatkan tindakan medis tanpa melakukan tindakan
caring yang berarti. Oleh karena itu, curing lebih identik dengan dokter.
3. Dalam pelayanan kesehatan klien yang dilakukan perawat, ¾ nya adalah caring dan ¼ nya
adalah curing.
4. Caring bersifat lebih “Healthogenic” daripada curing.
Maksudnya caring lebih menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di
dalam praktiknya, caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan pengetahuan perilaku
manusia untuk meningkatkan derajat kesehatan dan untuk menyediakan pelayanan bagi
mereka yang sakit.
5. Diagnosa dalam konsep curing dilakukan dengan mengungkapkan penyakit yang diderita
sedangkan diagnosa dalam konsep caring dilakukan dengan identifikasi masalah dan
penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien.

II. Tujuan
Tujuan caring adalah membantu pelaksanaan rencana pengobatan/terapi dan membantu
klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi kebutuhan dasarnya,
mencegah penyakit, meningkatkan kesehatan dan meningkatkan fungsi tubuh sedangkan
tujuan curing adalah menentukan dan menyingkirkan penyebab penyakit atau mengubah
problem penyakit dan penanganannya.

III. Perilaku Caring Yang Dapat Ditemui Dalam Tatanan Keperawatan


Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari kebudayaan,
nilai-nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap keperawatan yang
berhubungan dengan caring adalah kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan,
memahami klien, caring dalam spiritual, dan perawatan keluarga.
1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya yang
merupakan sarana untuk mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring. Menurut
Fredriksson (1999), kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di” berarti
kehadiran tidak hanya dalam bentuk fisik, melainkan juga komunikasi dan pengertian.
Sedangkan “ada dengan” berarti perawatan selalu bersedia dan ada untuk klien (Pederson,
1993). Kehadiran seorang perawat membantu menenangkan rasa cemas dan takut klien
karena situasi tertekan.
2. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat
mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Ada dua jenis
sentuhan, yaitu sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak. Sentuhan kontak merupakan
sentuhan langsung kullit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan
kontak mata. Kedua jenis sentuhan ini digambarkn dalam tiga kategori :
a) Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan sentuhan ini. Perlakuan
yang ramah dan cekatan ketika melaksanakan prosedur akan memberikan rasa aman
kepada klien. Prosedur dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan
klien.
b) Sentuhan Pelayanan (Caring)
Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan klien, memijat
punggung klien, menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam pembicaraan
(komunikasi non-verbal). Sentuhan ini dapat mempengaruhi keamanan dan
kenyamanan klien, meningkatkan harga diri, dan memperbaiki orientasi tentang
kanyataan (Boyek dan Watson, 1994).
c) Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk melindungi
perawat dan/atau klien (fredriksson, 1999). Contoh dari sentuhan perlindungan adalah
mencegah terjadinya kecelakaan dengan cara menjaga dan mengingatkan klien agar
tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus digunakan secara
bijaksana.
3. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan merupakan kunci,
sebab hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan
membantu perawat dalam memahami dan mengerti maksud klien dan membantu
menolong klien mencari cara untuk mendapatkan kedamaian.
4. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien. Memahami
klien sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis.
Memahami klien merupakan pemahaman perawat terhadap klien sebagai acuan
melakukan intervensi berikutnya (Radwin,1995). Pemahaman klien merupakan gerbang
penentu pelayanan sehingga, antara klien dan perawat terjalin suatu hubungan yang baik
dan saling memahami.
5. Caring Dalam Spiritual
Kepercayaan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan fisik
seseorang. Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik, baik melalui hubungan
intrapersonal atau hubungan dengan dirinya sendiri, interpersonal atau hubungan dengan
orang lain dan lingkungan, serta transpersonal atau hubungan dengan Tuhan atau
kekuatan tertinggi.
Hubungan caring terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien dapat memahami
satu sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan yang baik dengan melakukan
hal seperti, mengerahkan harapan bagi klien dan perawat; mendapatkan pengertian
tentang gejala, penyakit, atau perasaan yang diterima klien; membantu klien dalam
menggunakan sumber daya sosial, emosional, atau spiritual; memahami bahwa hubungan
caring menghubungkan manusia dengan manusia, roh dengan roh.
6. Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi keperawatan sering
bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi informasi dengan perawat untuk
menyampaikan terapi yang dianjurkan. Menjamin kesehatan klien dan membantu
keluarga untuk aktif dalam proses penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota
keluarga. Menunjukkan perawatan keluarga dan perhatian pada klien membuat suatu
keterbukaan yang kemudian dapat membentuk hubungan yang baik dengan anggota
keluarga klien.
Transcultural Nursing
I. Pengertian
Transcultural Nursing adalah suatu keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek
keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya
atau keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
II. Konsep Transcultural Nursing
Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis yang difokuskan pada
prilaku individu atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan
perilaku sehat dan perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya.
(Leininger, 2002).
Konsep Utama Transcultural Nursing:
Care : perawat memberikan bimbingan dukungan kepada klien à untuk meningkatkan
kondisi klien
Caring : tindakan  mendukung, berbentuk aksi atau tindakan  
Culture : perawat mempelajari, saling share/berbagi pemahaman tentang kepercayaan
dan budaya klien
Cultural care : kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, norma/ kepercayaan
Nilai kultur : keputusan/kelayakan  untuk bertindak
Perbedaan kultur : berupa variasi-variasi pola nilai yang ada di masyarakat mengenai
keperawatan
Cultural care university : hal-hal umum dalam sistem nilai, norma dan budaya
Etnosentris : keyakinan ide, nilai, norma, kepercayaan lebih tinggi dari yang lain
Cultural Imposion  : kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan kepercayaan
kepada klien
III. Peran dan Fungsi Transkultural
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu ,
penting bagi perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) .
Misalnya kebiasaan hidup sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan ,
pergaulan social , praktik kesehatan , pendidikan anak  ekspresi perasaan , hubungan
kekeluargaaan , peranan masing – masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam
sub – kultur .
Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya menganut
pandangan kelmpok kultur yang lebih besar atau memberi makna yang berbeda . Kebiasaan
hidup juga saling berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan
dari dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-
natal dari dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental
dengan hal – hal yang dianggap tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingnya pengaruh kultur
terhadap pelayanan perawatan . Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative
baru ; ia berfokus pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan
dan hubungannya dengan perawatannya . Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa
transcultural nursing merupakan suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan
maupun kesamaan nilai – nilai budaya ( nilai budaya yang berbeda ras , yang mempengaruhi
pada seseorang perawat saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan
transkultural adalah berkaitan dengan praktik budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan
pengobatan rakyat (tradisional) . Caring practices adalah kegiatan perlindungan dan bantuan
yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah
berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan
kesehatannya . Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya
( kultur ) , baik di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan –
persamaan . Lininger berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola praktik
transkultural dengan kemajuan teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan
perawatan dan kesehatan orang banyak dan berbagai kultur.
IV. Contoh-contoh aplikasi traskultural nursing pada beberapa masalah          kesehatan
A.    Aplikasi transkultural pada masalah penyakit kronik
Penyakit kronik adalah penyakit yang timbul bukan secara tiba-tiba, melainkan akumulasi
dari sesuatu penyakit hingga akhirnya menyebabkan penyakit itu sendiri. (Kalbe medical
portal) Penyakit kronik ditandai banyak penyebab. Contoh penyakit kronis adalah diabetes,
penyakit jantung, asma, hipertensi dan masih banyak lainnya. Ada hubungan antara penyakit
kronis dengan depresi. Depresi adalah kondisi kronis yang mempengaruhi pikiran seseorang,
perasaan dan perilaku sehingga sulit untuk mengatasi peristiwa kehidupan sehari-hari.
Seseorang yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita penyakit
kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma. Penyebab depresi itu sendiri kompleks,
terkait dengan lingkungan interaksi seseorang maupun kepribadiaannya sendiri. Beberapa
faktor penyebab umum adalah:

• Faktor herediter • Trauma 


• Isolasi atau kesepian • Pengangguran
•  konflik Keluarga • Kesulitan penyelesaian
• Stres • Nyeri

Berbagaijenis depresi memerlukan cara yang berbeda dalam jenis pengobatannya. Untuk depresi
ringan, dapat dianjurkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam kasus depresi
parah, dianjurkan untuk mengkonsumsi obat dan psikoterapi. Salah satu pendekatan yang
muncul menjadi lebih umum untuk segala bentuk depresi adalah manajemen diri. Manajemen
diri mengacu pada strategi orang menggunakan untuk berurusan dengan kondisi mereka. Dimana
seseorang melibatkan tindakan, sikap atau tujuan dalam mengambil atau membuat keputusan
untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
      Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat saat ini amat
beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pengobatan tradisional juga merupakan sub unsur
kebudayaan masyarakat sederhana yang telah dijadikan sebagai salah satu cara pengobatan.
Pengobatan inilah yang juga menjadi aplikasi dari transkultural dalam mengobati suatu penyakit
kronik. Pengobatan tradisional ini dilakukan berdasarkan budaya yang telah diwariskan
turun-temurun. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1.            Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan dukun untuk
menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang diremas dan airnya dimasak
sebanyak setengah gelas.
2.            Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat disembuhkan
dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan lalu memetik daun untuk dibuat
ramuan untuk diminum dan dioleskan ke seluruh tubuh.

2.      Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri menurut keperawatan adalah
apapun yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada
kapanpun individu mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien nyeri adalah bahwa
semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri adalah
berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien berdasarkan
apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah melakukan pengkajian
tentang latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:
a.      

Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri diharuskan untuk
tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat memperparah dan menyebabkan nyeri
berlangsung lama. Menurut pandangan umat Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk
mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu badan lurus
dan dimiringkan ke sebelah kanan. Hal ini menurut sunah rasul. Dengan posisi tersebut
diharapkan dapat meredakan nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak
tertindih badan sehingga dapat bekerja maksimal.
b.      Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada beberapa
obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari obat yang diberikan oleh
dokter. Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari burung siburuk yang digunakan oleh
masyarakat Batak.
c.       Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat atau
semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun, harus diperhatikan
bahwa apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang
merugikan penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering didatangi
orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.
Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap mempertahankan baik
buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural sebaiknya dikonsultasikan kepada pihak
medis agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

3.            Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental


Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat sebagai penyakit
jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-barat. Adanya variasi yang luas dari
kelompok sindroma dan nama-nama untuk menyebutkannya dalam berbagai masyarakat dunia,
Barat maupun non-Barat, telah mendorong para ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk
menyatakan bahwa penyakit jiwa adalah suatu ‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu hasil
dari angota-anggota masyarakat yang ‘beres’ yang merasa bahwa mereka membutuhkan sarana
untuk menjelaskan, memberi sanksi dan mengendalikan tingkahlaku sesama mereka yang
menyimpang atau yang berbahaya, tingkahlaku yang kadang-kadang hanya berbeda dengan
tingkahlaku mereka sendiri. Penyakit jiwa tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan semata-
semata suatu masalah sosial belaka. Memang benar-benar ada gangguan dalam pikiran, erasaan
dan tingkahlaku yang membutuhkan pengaturan pengobatan.(Edgerton 1969 : 70). Nampaknya, sejumlah
besar penyakit jiwa non-barat lebih dijelaskan secara personalistik daripada naturalistik.
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat
dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar luas bahwa
pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat
mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah satu dari dua kategori
besar tersebut. Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi, kepercayaan-
kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam salah satu kategori.
Misalnya, susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas di Amerika Latin dan
merupakan angan-angan. Seseorang mungkin menjadi takut karena bertemu dengan hantu, roh,
setan, atau karena hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan mati tenggelam.
Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah tentu bersifat personalistik. Namun, kejadian-
kejadian tersebut sering merupakan suatu kebetulan atau kecelakaan belaka bukan karena
tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan akan kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-
agen apa pun.
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan pemikiran-
pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena agen. Kebanyakan
pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun atau tabib-tabib yang sudah
dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan gangguan mental, hampir seluruh masyarakat
desa mendatangi dukun-dukun karena mereka percaya bahwa masalah gangguan jiwa/mental
disebabkan oleh gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya melakukan pengobatan dengan cara
mengambil dedaunan yang dianggap sakral, lalu menyapukannya ke seluruh tubuh pasien. Ada
juga yang melakukan pengobatan dengan cara menyuruh pihak keluarga pasien untuk membawa
sesajen seperti, berbagai macam bunga atau binatang ternak.

Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman adalah
seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah seorang wadam
atau homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara budaya diarahkan pada bentuk-
bentuk konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-orang lain yang mungkin
menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai abnormal oleh para warga
masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam pengobatan,
shaman biasanya berada dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan
dengan roh pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham kebudayaan
relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan utama dalam
arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah sesuatu yang bersifat
kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku abnormal
tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam masyarakat mereka,
kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka. Namun, jika mereka mengganggu,
mereka akan dibawa ke sutu temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu
khusus (2 x 2 kaki) dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka
dan sebuah pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-budaya umumnya
tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada tahapan penelitian untuk
membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer dari gejala sekunder. Misalnya, gejala-
gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih dulu dan merupakan inti dari
gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi individu terhadap penyakitya ; gejala-
gejala tersebut berkembang karena ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya
yang berubah (M
Nurse Caring Behavior
1. Persepsi klien wanita ( Riemen, 1986 )
v  Berespon terhadap keunikan klien
v  Memahami dan mendukung perhatian klien
v  Hadir secara fisik
v  Memiliki sikap dan menunjukkan prilaku yang membuat klien merasa dihargai sebagai manusia
v  Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
v  Menunjukkan perhatian yang memberi kenyamanan dan merelaksasi klien
v  Bersuara halus dan lembut
v  Memberi perasaan nyaman
2. Persepsi klien pria ( Riemen, 1986 )
v  Hadir secara fisik sehingga klien merasa dihargai
v  Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
v  Membuat klien merasa nyaman, relaks, dan aman
v  Hadir untuk memberi kenyamanan dan memenuhi kebutuhan klien sebelum diminta
v  Menggunakan suara dan sikap yang baik, halus, lembut dan menyenangkan
3. Persepsi klien kanker dan keluarga ( Mayer, 1986 )
v  Mengetahui bagaimana memberikan injeksi dan mengelola peralatan
v  Bersikap ceria
v  Mendorong klien untuk menghubungi perawat bila klien mempunyai masalah
v  Mengutamakan atau mendahulukan kepentingan klien
v  Mengantisipasi pengalaman pertama adalah yang terberat
4. Persepsi klien dewasa yang dirawat ( Brown, 1986 )
v  Kehadirannya menentramkan hati
v  Memberikan informasi
v  Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan profesional
v  Mampu menangani nyeri atau rasa sakit
v  Memberi waktu yang lebih banyak dari yang dibutuhkan
v  Mempromosikan otonomi
v  Mengenali kualitas dan kebutuhan individual
v  Selalu mengawasi klien

5. Persepsi dari keluarga


v  Jujur
v  Memberikan penjelasan dengan jelas
v  Selalu menginformasikan keluarga
v  Mencoba untuk membuat klien nyaman
v  Menunjukkan minat dalam menjawab pertanyaan
v  Memberikan perawatan emergensi bila perlu
v  Menjawab pertanyaan anggota keluarga secara jujur, terbuka dan ikhlas
v  Mengijinkan klien melakukan sesuatu untuk dirinya sebisa mungkin
v  Mengajarkan keluarga cara memelihara kondisi fisik yang lebih nyaman

You might also like