Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 4 Sosiologi Komunikasi
Kelompok 4 Sosiologi Komunikasi
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan kasihNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ”KAITAN ANTARA PERUBAHAN SOSIAL DAN PERUBAHAN
MASSA” tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pengajar pada mata kuliah Sosiologi
Komunikasi di Universitas Sam Ratulangi Manado. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai kajian Sosiologi Komunikasi.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dosen mata kuliah
Sosiologi Komunikasi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
Pendahuluan
kekhususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau
komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh mempengaruhi antara para individu,
individu dengan kelompok maupun antar kelompok. Mengingat masyarakat sebagai obyek
kajian, maka mempelajari sosiologi komunikasi tidak akan bisa melepaskan diri dengan media
interaksi sosial yaitu, lembaga sosial serta media massa dan norma-norma sosial yang
mengaturnya.
Perubahan Sosial
Perubahan sosial adalah proses sosial yang di alami oleh anggota masyarakat serta
semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan
masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-
pola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau
Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan
unsur-unsur budaya dan sistem sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur
budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba
mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat,
Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek sebagai berikut yakni
perubahan pola pikir masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, perubahan budaya materi.
Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut persoalan sikap masyarakat
terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya disekitarnya yang berakibat terhadap
pemetaraan pola-pola pikir yang dianut oleh masyarakat sebagai sebuah sikap yang modern.
Contohnya, sikap terhadap pekerjaan bahwa konsep dan pola pikir lama tentang pekerjaan
adalah sektor formal (menjadi pegawai negeri), sehingga konsep pekerjaan di bagi menjadi 2,
yaitu sektor formal dan informal. Saat ini terjadi perubahan terhadap konsep kerja lama di mana
pekerjaan konsep tidak sebagai sektor formal (menjadi pegewai negeri), akan tetapi
bekerja tidak saja di sektor formal, akan tetapi dimana saja yang penting menghasilkan uang
yang maksimal, dengan demikian konsep kerja menjadi sektor formal, yaitu bekerja di
pemerintahan, sektor swasta yaitu bekerja di perusahaan swasta besar, sektor informal yaitu
bekerja di sektor informal, seperti wiraswasta kecil. Kedua, perubahan perilaku masyarakat
sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru. Ketiga, perubahan budaya materi
menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat. Masyarakat memulai
kehidupan mereka pada suatu fase yang disebut primitif dimana manusia hidup secara terisolir
dan berpindah-pindah disesuaikan dengan lingkungan alam dan sumber makanan yang
1. Fase Agrokultural, ketika lingkungan alam mulai tidak lagi mampu memberi dukungan
terhadap manusia, termasuk juga karena populasi manusia mulai banyak, maka pilihan
budayanya bercocok tanam disuatu tempat dan memanen hasil pertanian itu serta
2. Fase Tradisional, masyarakat hidup secara menetap di suatu tempat yang di anggap
sungai, di pantai, di lereng bukit, di dataran tinggi, di dataran rendah, dan sebagainya.
Kemudian mulai mengenal kata “Desa” dimana beberapa kelompok kecil masyarakat
memilih menetap dan saling berinteraksi satu dengan manusia lainnya sehingga
3. Fase Transisi, kehidupan desa sudah sangat maju, isolasi kehidupan hampir tidak
ditemukan lagi dalam skala luas, transportasi sudah lancar walaupun untuk masyarakat
desa tertentu masih menjadi masalah. Pengguna media informasi sudah mulai merata,
namun secara geografis masyarakat transisi berada dipinggiran kota serta serta hidup
mereka masih secara tradisional, termasuk pola berfikir dan sistem sosial lama masih
silih berganti digunakan dan mengalami penyesuaian dengan hal-hal yang baru dan
inovatif. Umumnya masyarakat transisi bersifat ambigu terhadap sikap, pandangan, dan
4. Fase Modern, ditandai dengan peningkatan kualitas perubahan sosial yang lebih jelas
kehidupan individual yang sangat menonjol. Sistem religi dan kontrol sosial
masyarakat serta sistem kekerabatan mulai diabaikan. Masyarakat sudah mulai hidup
satu dua masyarakat modern yang memiliki ciri masyarakat postmodern walaupun
belum memiliki kenampakan tersebut, namun hal itu bersifat temporer dan meniru
itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-pandangan terhadap diri dan
masyarakat sosial yang berbeda dengan masyarakat modern atau masyarakat sebelum
itu.
a. Memiliki pola hidup nomaden artinya kehidupan mereka yang terus bergerak dari satu
mendeteksi dimana tempat tinggal menetapnya. Hal ini disebabkan karena kesibukan
mereka dengan berbagai usaha dan bisnis, akhirnya mereka bisa saja memiliki rumah
b. Secara sosiologis mereka berada pada titik nadir antara struktur dan agen yaitu pada
kondisi tertentu orang postmodern patuh pada strukturnya, namun pada sisi lain ia
mengekspresikan dirinya sebagai agen yang mereproduksi struktur atau paling tidak
agen yang terlepas dari strukturnya. Berdasarkan hal tersebut, maka berdasarkan
pengamatan “orang luar” sesungguhnya pribadi postmodern adalah pribadi yang secara
permanen ambivalensia atau mereka yang ambigu dalam pilihan-pilihan hidup mereka.
pilihan hidup yang demokratis dan ekspresi dari kebebasan pribadi orang-orang
kosmopolitan.
c. Manusia postmodern lebih suka menghargai privasi dan kegemaran mereka melebihi
apa yang mereka anggap berharga dalam hidup mereka, dengan demikian kegemaran
sekuler, memiliki pemahaman nilai-nilai sosial yang subyektif dan liberal sehingga
cenderung terlihat sangat mobile pada seluruh komunitas masyarakat dan agama.
traditional, atau bahkan back to religi, namun karena pemahaman mereka yang luas
tentang persoalan kehidupan maka “gerakan kembali” itu memiliki perspektif yang
berbeda dengan orang lain yang selama ini sudah dan sedang ada di wilayah tersebut.
Massa
Makna kata massa mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, yang komponen-komponannya
sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, makna massa sama dengan suatu
Menurut Dennis McQuail, kata massa berdasarkan sejarah mempunyai dua makna, yaitu positif
dan negatif. Makna negatifnya adalah berkaitan dengan kerumunan (mob), atau orang banyak
yang tidak teratur, bebal, tidak memiliki budaya, kecakapan dan rasionalitas. Makna positif,
yaitu massa memiliki arti kekuatan dan solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat
Blumer dalam McQuail, mengemukakan ada empat komponen sosiologis yang mengandung
1. Anggota massa adalah orang-orang dari kelas sosial yang berbeda jenis pekerjaan yang
kekayaan yang beraneka atau berasal dari segala lapisan kehidupan dan dari seluruh
tingkatan sosial.
2. Terdiri dari individu-individu yang anonim
3. Anggota massa terpisah satu dengan yang lainnya, biasanya secara fisik anggota massa
terpisah satu sama lainnya dan hanya terdapat sedikit interaksi atau penukaran
pengalaman antar anggota-anggota massa dimaksud.
4. Keorganisasian bersifat longgar dan tidak mampu bertindak bersama atau secara
kesatuan, seperti hanya suatu kerumunan (crowd).
Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan
lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media
massa adalah (1) sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis; (2) sebagai institusi
publik yang bekerja sesuai aturan yang ada; (3) keikutsertaan baik sebagai pengirim atau
penerima adalah sukarela; (4) menggunakan standar profesional dan birokrasi; dan (5) media
sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan.
Kehidupan masyarakat kota, pada umumnya, satu sama lain, tidak saling mengenal dan
kebutuhan yang dilandasi pada hubungan sekunder, sehingga secara real media massa telah
menjadi salah satu kebutuhan dalam berinteraksi di dalam masyarakat perkotaan satu dengan
lainnya.
Berdasarkan ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media untuk
menarik sebanyak mungkin khalayaknya. Hal ini tidak hanya dipengaruhi kebutuhan khalayak
massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk sebagai
industri yang membutuhkan dana besar melalui iklannya. Budaya massa dibentuk disebabkan:
Pada umumnya budaya massa dipengaruhi oleh budaya populer. Pemikiran tentang
budaya populer menurut Ben Agger dapat dikelompokkan pada empat aliran (a) budaya
dibangun berdasarkan kesenangan namun tidak substansial dan mengentaskan orang dari
kejenuhan kerja sepanjang hari; (b) kebudayaan populer menghancurkan nilai budaya
tradisional; (c) kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Marx kapitalis;
dan (d) kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes dari atas.
Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya
menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh
kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh di
masyarakat. Seperti Kapten Medison Avenue yang menggunakan media untuk menjual produk
melalui studio dan televisi.
Budaya juga memiliki nilai yang membedakan satu budaya dengan budaya lainnya.
Budaya yang memiliki nilai tinggi dibedakan dengan budaya yang memiliki nilai di bawahnya.
Namun dalam budaya populer, ‘perangkat media massa’ seperti pasar rakyat, film, buku,
televisi, dan jurnalistik akan menuntun perkembangan budaya pada ‘erosi nilai budaya’.
Sedangkan kelompok konservatif seperti Edmund Burke mengatakannya dengan ‘erodi
peradaban berharga’. Sedangkan Allan Bloom dalam bukunya The Clossing of The American
Mind mengartikulasikan pemahaman kaum neokonservatif, di mana paham ini menyalahkan
kebudayaan baru sebagai yang merusak kebudayaan tradisional. Kebudayaan populer tidak
hanya secara langsung disalahkan bagi penantang inteligensia publik dan melemahkan keadaan
normal, namun justru kritik neokonservatif semakin mempekeruh suasana dengan tidak
menunjukkan sikap penyelamatan terhadap budaya tradisional.
Sampai saat ini kaum konservatif dan neokonservatif terus menyerang kebudayaan
populer, namun anehnya kekuatan budaya populer semakin kuat dengan begitu besar
pengarunya kepada miliaran manusia. Dan anehnya pula kebudayaan populer lebih banyak
berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi pusat ideologi masyarakat dan
kebudayaan, padahal budaya populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan.
Budaya populer juga menjadi bagian dari budaya elite dalam masyarakat tertentu.
Sejauh itu pula budaya populer dipertanyakan konsepnya yang konkret, serta pengaruhnya
yang lebih dirasakan seperti umpamanya apa perbedaan antara modernisasi dan
posmodernisasi. Begitu pula pertarungan konseptual antara kebudayaan tinggi dan kebudayaan
pop. Pertanyaan itu juga ditujukan kepada bagaimana pendekatan metodik hegemonisasi dan
dorongan pembebasan dari kebudayaan populer. Dalam kata lain kekuatan hegemonisasi
budaya menguasai unsur-unsur penting dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Richard Dyers, hiburan merupakan respons emosi jiwa dan perkembangan
implikasi emosi diri, merupakan suatu tanda keinginan manusia yang meronta-ronta ingin
ditanggapi dengan memenuhinya.
Prinsip-prinsip yang menonjol dalam hiburan adalah kesenangan yang tertanam dan
menjelma dalam kehidupan manusia, sehingga pada saat lain akan menjelma membentuk
budaya manusia. Dan akhirnya kesenangan itu menjadi larut dalam kebutuhan manusia yang
lebih besar, bahkan kadang menjadi eksistensi kehidupan manusia. Kesenangan juga membuat
manusia manja dan terbiasa dengan kehidupan yang aduhai dan serba mengagumkan.
Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia dalam dunia yang
serba tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi sesuatu tujuan yang lebih konkret dari apa
yang diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan di saat dunia tipuan ini dapat dimanipulasi
oleh industri, maka tipuan itu menjadi abadi dalam dunia fana. Contohnya, teknologi film telah
sampai pada tingkat di mana kefanaan menjadi sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera
manusia sebagai kenyataan konkret. Kemajuan teknologi telekomunikasi telah membentuk
dunia ini sekecil telur burung merpati. Batas-batas budaya dan negara menjadi musnah.
Kekuasaan tertinggi di dunia tidak lagi terletak pada kepemilikan, akan tetapi pada penguasaan.
Dalam dunia kapitalisme, hiburan dan bahkan budaya telah menjelma menjadi industri.
Pada konteks ini, Theodore Adorno dan Max Horkheimer mengatakan budaya industri adalah
media tipuan. Mereka percaya, bahwa hilangnya kepribadian yang tulus seperti kemampuan
menggambarkan keadaan yang nyata karena budaya telah berubah menjadi alat industri serta
menjadi produk standar ekonomi kapitalis. Dunia hiburan telah menjadi sebuah proses
reproduksi kepuasan manusia dalam media tipuan. Hampir tidak ada lagi perbedaan antara
kehidupan nyata dan dunia yang digambarkan dalam film yang dirancang menggunakan efek
suara dengan tingkat ilusi yang sempurna sehingga tak terkesan imaginatif.
Proses reproduksi juga terjadi pada saat budaya hiburan mampu mereproduksi tatanan
baru dalam interaksi individu dan keluarga di masyarakat. Umpamanya bagaimana sebuah
Telenovela mampu mereproduksi hubungan perselingkuhan sebagai bagian yang dulu ditolak
masyarakat, saat ini menjadi samar-samar. Keadaan serupa juga tergambarkan secara
gamblang dalam film-film Hollywood tahun 2005 yang mengunggulkan kehidupan
homoseksual itu justru menjadi film terbaik dan menperoleh Piala Oscar 2006. Kehidupan
seksual sejenis yang ditakuti oleh umumnya keluarga, menjadi sesuatu yang tidak termasuk
sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian baik-buruk sebuah karya seni. Artinya, dalam
budaya hiburan, makna bisa saja terlepas dari nilai sebuah benda, dan nilai begitu tidak penting
di saat berhadapan dengan makna benda tersebut.
Para sejarawan begitu sulit menentukan kaidah-kaidah dasar tentang kesalahan, sama
susahnya dengan menentukan kaidah-kaidah dasar mengenai kebenaran. Kemerdekaan pribadi
menjadi ukuran utama dan dalam dunia postmodern, ukuran ini menjadi semakin tidak jelas.
PENUTUP
Kesimpulan
Kaitan perubahan sosial dan perubahan massa terletak pada hubungan antara perubahan
sosial sendiri yang ditimbulkan oleh dalam konteks ini yaitu media massa. Media massa yang
juga berkaitan dengan budaya massa dan budaya popular inilah yang juga turut berpengaruh
terhadap perubahan massa dimana perubahan massa sendiri tentunya akan berpengaruh
terhadap perubahan sosial. Perubahan massa yang ditimbulkan dari media massa serta
timbulnya budaya massa dan budaya popular perlu dihubungkan sebagai bagian dari kajian
sosiologi komunikasi. Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses komunikasi disebarkan
suatu ide (lama ataupun baru) yang diharapkan dapat diterima oleh komunikan untuk dapat
dilaksanakan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Maka dari itu perlu
dipahami apa sosiologi komunikasi itu sendiri yang turut membahas kaitan antara perubahan
sosial dan perubahan massa.
Komunikasi melalui media massa baik media cetak maupun elektronik, memberikan
peranan yang cukup penting dalam suatu perubahan sosial. Sejalan dengan gerak lajunya
modernisasi, sarana komunikasi; dalam hal ini komunikasi media massa perlu mendapat
perhatian yang serius. Media massa dapat mengukuhkan norma-norma budaya dengan
informasiinformasi yang disampaikan setiap hari. Selain itu, media massa dapat mengaktifkan
perilaku tertentu apabila informasi yang disampaikannya sesuai dengan kebutuhan individu
serta tidak bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Media massa bahkan dapat
menumbuhkan norma budaya baru dalam perilaku selama norma tersebut tidak dihalangi oleh
hambatan-hambatan sosial budaya. Selain itu, Pesan-pesan pembangunan tidak sedikit yang
disalurkan kepada masyarakat melalui berbagai media massa, agar masyarakat menerima dan
mendukung gerak pembangunan dalam setiap aspek kehidupan yang telah diprogramkan oleh
pemerintah. Dengan demikian media massa menjadi bagian penting yang berpengaruh
langsung terhadap perubahan massa menuju ke bagian perubahan sosial.
Saran
Masih minimnya kajian mengenai kaitan perubahan sosial dan perubahan massa
menjadi kendala dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian-kajian
atau penelitian lebih lanjut mengenai pembahasan materi kelompok empat ini. Dibutuhkannya
masukkan ataupun saran akan sangat bermanfaat sehingga penulis serta pembaca dan partisipan
dapat memberikan sumbangsih lebih mengenai kajian sosiologi komunikasi.
Daftar Pustaka
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Radja Grafindo Persada, 2002
Hernawan, W. (2012). Pengaruh Media Massa Terhadap Perubahan Sosial Budaya Dan