You are on page 1of 12

MAKALAH SOSIOLOGI KOMUNIKASI

“KAITAN ANTARA PERUBAHAN SOSIAL DAN PERUBAHAN MASSA”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4:


GABRIELA LIANDO 19081105087
BRIAN PRATASIK 19081105055
CALVIN WATUSEKE 19081105019
JESICA SUMUAL 19081105047

ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan kasihNya penulis dapat
menyelesaikan makalah ”KAITAN ANTARA PERUBAHAN SOSIAL DAN PERUBAHAN
MASSA” tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas dosen pengajar pada mata kuliah Sosiologi
Komunikasi di Universitas Sam Ratulangi Manado. Selain itu, penulis juga berharap agar
makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca mengenai kajian Sosiologi Komunikasi.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada para dosen mata kuliah
Sosiologi Komunikasi. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Manado, 31 Agustus 2021

Kelompok 4
Pendahuluan

Sosiologi Komunikasi menurut Soerjono Soekanto (Soekanto, 2003: 423) merupakan

kekhususan sosiologi dalam mempelajari interaksi sosial yaitu suatu hubungan atau

komunikasi yang menimbulkan proses saling pengaruh mempengaruhi antara para individu,

individu dengan kelompok maupun antar kelompok. Mengingat masyarakat sebagai obyek

kajian, maka mempelajari sosiologi komunikasi tidak akan bisa melepaskan diri dengan media

interaksi sosial yaitu, lembaga sosial serta media massa dan norma-norma sosial yang

mengaturnya.

Perubahan Sosial

Perubahan sosial adalah proses sosial yang di alami oleh anggota masyarakat serta

semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan

masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-

pola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau

menggunakan pola-pola kehidupan, budaya, dan sistem sosial yang baru.

Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan

unsur-unsur budaya dan sistem sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur
budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba

mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat,

negara, dan dunia yang mengalami perubahan.

Hal-hal penting dalam perubahan sosial menyangkut aspek-aspek sebagai berikut yakni

perubahan pola pikir masyarakat, perubahan perilaku masyarakat, perubahan budaya materi.

Pertama, perubahan pola pikir dan sikap masyarakat menyangkut persoalan sikap masyarakat

terhadap berbagai persoalan sosial dan budaya disekitarnya yang berakibat terhadap

pemetaraan pola-pola pikir yang dianut oleh masyarakat sebagai sebuah sikap yang modern.

Contohnya, sikap terhadap pekerjaan bahwa konsep dan pola pikir lama tentang pekerjaan

adalah sektor formal (menjadi pegawai negeri), sehingga konsep pekerjaan di bagi menjadi 2,

yaitu sektor formal dan informal. Saat ini terjadi perubahan terhadap konsep kerja lama di mana

pekerjaan konsep tidak sebagai sektor formal (menjadi pegewai negeri), akan tetapi

dikonsepkan sebagai sektor yang menghasilkan pendapatan maksimal. dengan demikian,

bekerja tidak saja di sektor formal, akan tetapi dimana saja yang penting menghasilkan uang

yang maksimal, dengan demikian konsep kerja menjadi sektor formal, yaitu bekerja di

pemerintahan, sektor swasta yaitu bekerja di perusahaan swasta besar, sektor informal yaitu

bekerja di sektor informal, seperti wiraswasta kecil. Kedua, perubahan perilaku masyarakat

menyangkut persoalan perubahan sistem-sisten sosial, dimana masyarakat meninggalkan

sistem sosial lama dan menjalankan sistem sosial baru. Ketiga, perubahan budaya materi

menyangkut perubahan artefak budaya yang digunakan oleh masyarakat. Masyarakat memulai

kehidupan mereka pada suatu fase yang disebut primitif dimana manusia hidup secara terisolir

dan berpindah-pindah disesuaikan dengan lingkungan alam dan sumber makanan yang

tersedia. Terdapat beberapa fase dalam kehidupan manusia

1. Fase Agrokultural, ketika lingkungan alam mulai tidak lagi mampu memberi dukungan

terhadap manusia, termasuk juga karena populasi manusia mulai banyak, maka pilihan
budayanya bercocok tanam disuatu tempat dan memanen hasil pertanian itu serta

berburu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

2. Fase Tradisional, masyarakat hidup secara menetap di suatu tempat yang di anggap

strategis untuk penyediaan berbagai kebutuhan hidup masyarakat, seperti dipinggir

sungai, di pantai, di lereng bukit, di dataran tinggi, di dataran rendah, dan sebagainya.

Kemudian mulai mengenal kata “Desa” dimana beberapa kelompok kecil masyarakat

memilih menetap dan saling berinteraksi satu dengan manusia lainnya sehingga

menjadi kelompok besar dan menjadi komunitas desa.

3. Fase Transisi, kehidupan desa sudah sangat maju, isolasi kehidupan hampir tidak

ditemukan lagi dalam skala luas, transportasi sudah lancar walaupun untuk masyarakat

desa tertentu masih menjadi masalah. Pengguna media informasi sudah mulai merata,

namun secara geografis masyarakat transisi berada dipinggiran kota serta serta hidup

mereka masih secara tradisional, termasuk pola berfikir dan sistem sosial lama masih

silih berganti digunakan dan mengalami penyesuaian dengan hal-hal yang baru dan

inovatif. Umumnya masyarakat transisi bersifat ambigu terhadap sikap, pandangan, dan

perilaku mereka sehari-hari.

4. Fase Modern, ditandai dengan peningkatan kualitas perubahan sosial yang lebih jelas

meninggalkan fase transisi. Kehidupan masyarakat sudah mulai kosmopolitan dengan

kehidupan individual yang sangat menonjol. Sistem religi dan kontrol sosial

masyarakat serta sistem kekerabatan mulai diabaikan. Masyarakat sudah mulai hidup

dengan sistem mekanik, kaku, dan hubungan-hubungan ditentukan berdasarkan pada

kepentingan masing-masing elemen masyarakat.

5. Fase Postmodern, masyarakat secara financial, pengetahuan, relasi, dan semua

prasyarat sebagai masyarakat modern sudah dilampauinya. Walaupun terkadang ada

satu dua masyarakat modern yang memiliki ciri masyarakat postmodern walaupun
belum memiliki kenampakan tersebut, namun hal itu bersifat temporer dan meniru

kelompok-kelompok lain yang lebih mapan. Dan dapat disimpulkan masyarakat

postmodern adalah masyarakat dengan kelebihan-kelebihan tertentu dimana kelebihan

itu menciptakan pola sikap dan perilaku serta pandangan-pandangan terhadap diri dan

masyarakat sosial yang berbeda dengan masyarakat modern atau masyarakat sebelum

itu.

Sifat-sifat yang menonjol dari masyarakat postmodern:

a. Memiliki pola hidup nomaden artinya kehidupan mereka yang terus bergerak dari satu

tempat ke tempat lain menyebabkan orang sulit menemukan mereka termasuk

mendeteksi dimana tempat tinggal menetapnya. Hal ini disebabkan karena kesibukan

mereka dengan berbagai usaha dan bisnis, akhirnya mereka bisa saja memiliki rumah

di mana-mana di dunia ini.

b. Secara sosiologis mereka berada pada titik nadir antara struktur dan agen yaitu pada

kondisi tertentu orang postmodern patuh pada strukturnya, namun pada sisi lain ia

mengekspresikan dirinya sebagai agen yang mereproduksi struktur atau paling tidak

agen yang terlepas dari strukturnya. Berdasarkan hal tersebut, maka berdasarkan

pengamatan “orang luar” sesungguhnya pribadi postmodern adalah pribadi yang secara

permanen ambivalensia atau mereka yang ambigu dalam pilihan-pilihan hidup mereka.

Namun sesungguhnya pada pribadi-pribadi postmodern hal tersebut adalah pilihan-

pilihan hidup yang demokratis dan ekspresi dari kebebasan pribadi orang-orang

kosmopolitan.

c. Manusia postmodern lebih suka menghargai privasi dan kegemaran mereka melebihi

apa yang mereka anggap berharga dalam hidup mereka, dengan demikian kegemaran

spesifik mereka menjadi aneh-aneh dan unik.


d. Kehidupan pribadi yang bebas menyebabkan orang-orang postmodern menjadi sangat

sekuler, memiliki pemahaman nilai-nilai sosial yang subyektif dan liberal sehingga

cenderung terlihat sangat mobile pada seluruh komunitas masyarakat dan agama.

e. Pemahaman orang postmodern yang bebas menyebabkan cenderung melakukan

“gerakan kembali”. Pemahaman orang postmodern yang bebas pula menyebabkan

mereka cenderung melakukan gerakan back to nature, back to village, back to

traditional, atau bahkan back to religi, namun karena pemahaman mereka yang luas

tentang persoalan kehidupan maka “gerakan kembali” itu memiliki perspektif yang

berbeda dengan orang lain yang selama ini sudah dan sedang ada di wilayah tersebut.

Massa

Makna kata massa mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, yang komponen-komponannya

sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, makna massa sama dengan suatu

kumpulan orang banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas.

Menurut Dennis McQuail, kata massa berdasarkan sejarah mempunyai dua makna, yaitu positif

dan negatif. Makna negatifnya adalah berkaitan dengan kerumunan (mob), atau orang banyak

yang tidak teratur, bebal, tidak memiliki budaya, kecakapan dan rasionalitas. Makna positif,

yaitu massa memiliki arti kekuatan dan solidaritas di kalangan kelas pekerja biasa saat

mencapai tujuan kolektif.

Blumer dalam McQuail, mengemukakan ada empat komponen sosiologis yang mengandung

arti massa, yaitu:

1. Anggota massa adalah orang-orang dari kelas sosial yang berbeda jenis pekerjaan yang

berlainan, dengan latar belakang budaya yang bermacam-macam, serta tingkat

kekayaan yang beraneka atau berasal dari segala lapisan kehidupan dan dari seluruh

tingkatan sosial.
2. Terdiri dari individu-individu yang anonim
3. Anggota massa terpisah satu dengan yang lainnya, biasanya secara fisik anggota massa
terpisah satu sama lainnya dan hanya terdapat sedikit interaksi atau penukaran
pengalaman antar anggota-anggota massa dimaksud.
4. Keorganisasian bersifat longgar dan tidak mampu bertindak bersama atau secara
kesatuan, seperti hanya suatu kerumunan (crowd).

Konsep massa kemudian mengandung pengertian masyarakat secara keseluruhan


“masyarakat massa” (the mass society). Menurut McQuail, Massa ditandai oleh:

1. Memiliki agregat yang besar.


2. Tidak dapat dibedakan.
3. Sulit diperintah atau diorganisasi.
4. Refleksi dari khalayak Massa.

Media massa adalah institusi yang menghubungkan seluruh unsur masyarakat satu dengan
lainnya dengan melalui produk media massa yang dihasilkan. Secara spesifik institusi media
massa adalah (1) sebagai saluran produksi dan distribusi konten simbolis; (2) sebagai institusi
publik yang bekerja sesuai aturan yang ada; (3) keikutsertaan baik sebagai pengirim atau
penerima adalah sukarela; (4) menggunakan standar profesional dan birokrasi; dan (5) media
sebagai perpaduan antara kebebasan dan kekuasaan.

Kehidupan masyarakat kota, pada umumnya, satu sama lain, tidak saling mengenal dan
kebutuhan yang dilandasi pada hubungan sekunder, sehingga secara real media massa telah
menjadi salah satu kebutuhan dalam berinteraksi di dalam masyarakat perkotaan satu dengan
lainnya.

Dalam penyampaian berbagai produk tayangan, media massa berupaya menyesuaikan


dengan khalayaknya yang heterogen dan berbagai sosio-ekonomi, kultural, dan lainnya.
Produk media pun pada akhirnya dibentuk sedemikian rupa, sehingga mampu diterima oleh
banyak orang. Di sisi lain, media juga sering kali menyajikan berita, film, dan informasi lain
dari berbagai negara sebagai upaya media memberikan pilihan yang memuaskan bagi
khalayaknya. Produk media baik yang berupa berita, program keluarga, kuis, film, dan
sebagainya, disebut sebagai upaya massa yaitu karya budaya.

Berdasarkan ciri yang demikian, maka seni hiburan ini banyak diproduksi media untuk
menarik sebanyak mungkin khalayaknya. Hal ini tidak hanya dipengaruhi kebutuhan khalayak
massa yang heterogen, juga adanya kepentingan komersial media yang kini masuk sebagai
industri yang membutuhkan dana besar melalui iklannya. Budaya massa dibentuk disebabkan:

Pada umumnya budaya massa dipengaruhi oleh budaya populer. Pemikiran tentang
budaya populer menurut Ben Agger dapat dikelompokkan pada empat aliran (a) budaya
dibangun berdasarkan kesenangan namun tidak substansial dan mengentaskan orang dari
kejenuhan kerja sepanjang hari; (b) kebudayaan populer menghancurkan nilai budaya
tradisional; (c) kebudayaan menjadi masalah besar dalam pandangan ekonomi Marx kapitalis;
dan (d) kebudayaan populer merupakan budaya yang menetes dari atas.

Kebudayaan populer banyak berkaitan dengan masalah keseharian yang dapat


dinikmati oleh semua orang atau kalangan orang tertentu, seperti pementasan mega bintang,
kendaraan pribadi, fashion, model rumah, perawatan tubuh, dan semacamnya.

Sebuah budaya yang akan memasuki dunia hiburan, maka budaya itu umumnya
menempatkan unsur populer sebagai unsur utamanya. Dan budaya itu akan memperoleh
kekuatannya manakala media massa digunakan sebagai by pass penyebaran pengaruh di
masyarakat. Seperti Kapten Medison Avenue yang menggunakan media untuk menjual produk
melalui studio dan televisi.

Budaya juga memiliki nilai yang membedakan satu budaya dengan budaya lainnya.
Budaya yang memiliki nilai tinggi dibedakan dengan budaya yang memiliki nilai di bawahnya.
Namun dalam budaya populer, ‘perangkat media massa’ seperti pasar rakyat, film, buku,
televisi, dan jurnalistik akan menuntun perkembangan budaya pada ‘erosi nilai budaya’.
Sedangkan kelompok konservatif seperti Edmund Burke mengatakannya dengan ‘erodi
peradaban berharga’. Sedangkan Allan Bloom dalam bukunya The Clossing of The American
Mind mengartikulasikan pemahaman kaum neokonservatif, di mana paham ini menyalahkan
kebudayaan baru sebagai yang merusak kebudayaan tradisional. Kebudayaan populer tidak
hanya secara langsung disalahkan bagi penantang inteligensia publik dan melemahkan keadaan
normal, namun justru kritik neokonservatif semakin mempekeruh suasana dengan tidak
menunjukkan sikap penyelamatan terhadap budaya tradisional.

Sampai saat ini kaum konservatif dan neokonservatif terus menyerang kebudayaan
populer, namun anehnya kekuatan budaya populer semakin kuat dengan begitu besar
pengarunya kepada miliaran manusia. Dan anehnya pula kebudayaan populer lebih banyak
berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi pusat ideologi masyarakat dan
kebudayaan, padahal budaya populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan.

Budaya populer juga menjadi bagian dari budaya elite dalam masyarakat tertentu.
Sejauh itu pula budaya populer dipertanyakan konsepnya yang konkret, serta pengaruhnya
yang lebih dirasakan seperti umpamanya apa perbedaan antara modernisasi dan
posmodernisasi. Begitu pula pertarungan konseptual antara kebudayaan tinggi dan kebudayaan
pop. Pertanyaan itu juga ditujukan kepada bagaimana pendekatan metodik hegemonisasi dan
dorongan pembebasan dari kebudayaan populer. Dalam kata lain kekuatan hegemonisasi
budaya menguasai unsur-unsur penting dalam kehidupan masyarakat.

Sebagaimana yang dijelaskan bahwa budaya populer lebih banyak mempertontonkan


sisi hiburan, yang kemudian mengesankan lebih konsumtif. Richard Dyer, mengatakan hiburan
merupakan kebutuhan pribadi masyarakat yang telah dipengaruhi oleh struktur kapitalis.
Hiburan menyatu dengan makna-makna hiburan dan saat ini didominasi oleh musik. Saat ini
musik merupakan perangkat hiburan yang lengkap yang dipadukan dengan berbagai seni
lainnya. Hampir tidak dapat ditemui sebuah hiburan tanpa mengabaikan peran musik,
sebaliknya musik menjadi sebuah bangunan hiburan yang besar dan paling lengkap. Sehingga
komposit dunia musik menjadi sebuah seni pertunjukan profesional yang menghasilkan uang
dan menciptakan lapangan kerja yang luas.

Menurut Richard Dyers, hiburan merupakan respons emosi jiwa dan perkembangan
implikasi emosi diri, merupakan suatu tanda keinginan manusia yang meronta-ronta ingin
ditanggapi dengan memenuhinya.

Prinsip-prinsip yang menonjol dalam hiburan adalah kesenangan yang tertanam dan
menjelma dalam kehidupan manusia, sehingga pada saat lain akan menjelma membentuk
budaya manusia. Dan akhirnya kesenangan itu menjadi larut dalam kebutuhan manusia yang
lebih besar, bahkan kadang menjadi eksistensi kehidupan manusia. Kesenangan juga membuat
manusia manja dan terbiasa dengan kehidupan yang aduhai dan serba mengagumkan.

Konteks sosial semacam ini lebih cenderung membawa manusia dalam dunia yang
serba tipuan. Maksudnya, kadang kefanaan menjadi sesuatu tujuan yang lebih konkret dari apa
yang diperjuangkan oleh manusia itu sendiri. Dan di saat dunia tipuan ini dapat dimanipulasi
oleh industri, maka tipuan itu menjadi abadi dalam dunia fana. Contohnya, teknologi film telah
sampai pada tingkat di mana kefanaan menjadi sesuatu yang dapat ditangkap oleh indera
manusia sebagai kenyataan konkret. Kemajuan teknologi telekomunikasi telah membentuk
dunia ini sekecil telur burung merpati. Batas-batas budaya dan negara menjadi musnah.
Kekuasaan tertinggi di dunia tidak lagi terletak pada kepemilikan, akan tetapi pada penguasaan.

Dalam dunia kapitalisme, hiburan dan bahkan budaya telah menjelma menjadi industri.
Pada konteks ini, Theodore Adorno dan Max Horkheimer mengatakan budaya industri adalah
media tipuan. Mereka percaya, bahwa hilangnya kepribadian yang tulus seperti kemampuan
menggambarkan keadaan yang nyata karena budaya telah berubah menjadi alat industri serta
menjadi produk standar ekonomi kapitalis. Dunia hiburan telah menjadi sebuah proses
reproduksi kepuasan manusia dalam media tipuan. Hampir tidak ada lagi perbedaan antara
kehidupan nyata dan dunia yang digambarkan dalam film yang dirancang menggunakan efek
suara dengan tingkat ilusi yang sempurna sehingga tak terkesan imaginatif.

Proses reproduksi juga terjadi pada saat budaya hiburan mampu mereproduksi tatanan
baru dalam interaksi individu dan keluarga di masyarakat. Umpamanya bagaimana sebuah
Telenovela mampu mereproduksi hubungan perselingkuhan sebagai bagian yang dulu ditolak
masyarakat, saat ini menjadi samar-samar. Keadaan serupa juga tergambarkan secara
gamblang dalam film-film Hollywood tahun 2005 yang mengunggulkan kehidupan
homoseksual itu justru menjadi film terbaik dan menperoleh Piala Oscar 2006. Kehidupan
seksual sejenis yang ditakuti oleh umumnya keluarga, menjadi sesuatu yang tidak termasuk
sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian baik-buruk sebuah karya seni. Artinya, dalam
budaya hiburan, makna bisa saja terlepas dari nilai sebuah benda, dan nilai begitu tidak penting
di saat berhadapan dengan makna benda tersebut.
Para sejarawan begitu sulit menentukan kaidah-kaidah dasar tentang kesalahan, sama
susahnya dengan menentukan kaidah-kaidah dasar mengenai kebenaran. Kemerdekaan pribadi
menjadi ukuran utama dan dalam dunia postmodern, ukuran ini menjadi semakin tidak jelas.

PENUTUP

Kesimpulan

Kaitan perubahan sosial dan perubahan massa terletak pada hubungan antara perubahan
sosial sendiri yang ditimbulkan oleh dalam konteks ini yaitu media massa. Media massa yang
juga berkaitan dengan budaya massa dan budaya popular inilah yang juga turut berpengaruh
terhadap perubahan massa dimana perubahan massa sendiri tentunya akan berpengaruh
terhadap perubahan sosial. Perubahan massa yang ditimbulkan dari media massa serta
timbulnya budaya massa dan budaya popular perlu dihubungkan sebagai bagian dari kajian
sosiologi komunikasi. Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses komunikasi disebarkan
suatu ide (lama ataupun baru) yang diharapkan dapat diterima oleh komunikan untuk dapat
dilaksanakan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh komunikator. Maka dari itu perlu
dipahami apa sosiologi komunikasi itu sendiri yang turut membahas kaitan antara perubahan
sosial dan perubahan massa.

Komunikasi melalui media massa baik media cetak maupun elektronik, memberikan
peranan yang cukup penting dalam suatu perubahan sosial. Sejalan dengan gerak lajunya
modernisasi, sarana komunikasi; dalam hal ini komunikasi media massa perlu mendapat
perhatian yang serius. Media massa dapat mengukuhkan norma-norma budaya dengan
informasiinformasi yang disampaikan setiap hari. Selain itu, media massa dapat mengaktifkan
perilaku tertentu apabila informasi yang disampaikannya sesuai dengan kebutuhan individu
serta tidak bertentangan dengan budaya yang ada di masyarakat. Media massa bahkan dapat
menumbuhkan norma budaya baru dalam perilaku selama norma tersebut tidak dihalangi oleh
hambatan-hambatan sosial budaya. Selain itu, Pesan-pesan pembangunan tidak sedikit yang
disalurkan kepada masyarakat melalui berbagai media massa, agar masyarakat menerima dan
mendukung gerak pembangunan dalam setiap aspek kehidupan yang telah diprogramkan oleh
pemerintah. Dengan demikian media massa menjadi bagian penting yang berpengaruh
langsung terhadap perubahan massa menuju ke bagian perubahan sosial.

Saran
Masih minimnya kajian mengenai kaitan perubahan sosial dan perubahan massa
menjadi kendala dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian-kajian
atau penelitian lebih lanjut mengenai pembahasan materi kelompok empat ini. Dibutuhkannya
masukkan ataupun saran akan sangat bermanfaat sehingga penulis serta pembaca dan partisipan
dapat memberikan sumbangsih lebih mengenai kajian sosiologi komunikasi.
Daftar Pustaka

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Radja Grafindo Persada, 2002

Hernawan, W. (2012). Pengaruh Media Massa Terhadap Perubahan Sosial Budaya Dan

Modernisasi Dalam Pembangunan. KOM & REALITAS SOSIAL, 4(4).

You might also like