You are on page 1of 16

ISSN 0215 - 8250 279

PEMBELAJARAN MODUL YANG BERWAWASAN


KONSTRUKTIVIS : UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN
BELAJAR MANDIRI DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA PADA
MATA KULIAH FISIKA KUANTUM

oleh
I Kade Suardana
Jurusan Pendidikan Fisika
Fakultas Pendidikan MIPA, IKIP Negeri Singaraja

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kualitas proses


perkuliahan fisika kuantum melalui penerapan modul yang berwawasan
konstruktivis dengan model belajar mandiri, meningkatkan hasil belajar
mahasiswa, dan mendeskripsikan respon mahasiswa terhadap model
pembelajaran yang telah diimplementasikan. Penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas yang melibatkan 27 orang mahasiswa Jurusan
Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja pada tahun akademik 2004/2005.
Tindakan dilakukan dalam dua siklus pembelajaran. Data dikumpulkan
dengan pedoman observasi, tes, kuesioner dan pedoman wawancara, serta
dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan
modul yang berwawasan konstruktivis dengan model belajar mandiri dapat
meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar mahasiswa. Hal tersebut
terjadi pergeseran pembelajaran ke arah pembelajaran mandiri yang
berpusat pada mahasiswa. Secara kuantitatif terjadi peningkatan hasil
belajar mahasiswa sebesar 11,8% (dari rerata skor 68,4 berkategori cukup
pada akhir tindakan siklus 1 menjadi 76,5 berkategori baik pada akhir
tindakan siklus 2). Respon mahasiswa terhadap model pembelajaran yang
diterapkan adalah positif.

Kata kunci : modul, konstruktivis, belajar mandiri.

______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 280

ABSTRACT

The purpose of this research was to increase the quality of the


quantum physics through the constructivism modules by the
implementation of self-directed learning model, to improve the student’s
achievement, and to describe the student’s response concerning the
application of implementation of constructional program. This research was
a classroom research which involved 27 students of the Physics Education
Department of IKIP Negeri Singaraja in the academic year 2004/2005.
This research was conducted in two cycles. The data were collected by
using observation check list, test, questionnaire and interview guide; and
they were analyzed descriptively. The result of this research indicated that,
the implementation of the constructivism modules by the self-directed
learning model can improve both the quality of the quantum physics
learning process, and the student’s achievement. The student’s
achievement quantitatively increased by 11.8%. It is indicated by the mean-
score of the final action of the first cycle i.e. 68.4 in an enough category to
75.6 in the final action of the second cycle in a good category. The
student’s response to the implementation of the instructional program was
positive.

Key words : modules, constructivism, self-directed learning

1. Pendahuluan
Mata kuliah fisika kuantum, bobot 3 SKS, salah satu mata kuliah
bidang studi (MKB) di Jurusan Pendidikan Fisika yang mengalami
permasalahan yang cukup serius, baik dalam kualitas proses pembelajaran
maupun hasil belajar yang dicapai mahasiswa. Terbukti, dalam tiga tahun
akademik berturutan (Tabel 1), rerata hasil belajar mahasiswa pada mata
kuliah ini berkisar antara 2,12 sampai dengan 2,42 pada skala lima.

______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 281

Tabel 1 . Keadaan Kelulusan dan Nilai Rerata Hasil Belajar Mahasiswa


Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja pada Mata
Kuliah Fisika Kuantum
Tahun Jumlah Jumlah Mahasiswa Bernilai Nilai
Akademik mahasiswa A B C D E Rata-Rata
2001/2002 25 2 5 13 4 1 2,12
2002/2003 36 5 10 16 5 0 2,42
2003/2004 30 3 5 18 3 1 2,20

Berdasarkan Tabel 1, dapat diinformasikan bahwa terdapat lebih


dari 50% mahasiswa dalam tiap tahun akademiknya tidak berhasil lulus
dengan nilai minimal berkategori B. Rendahnya hasil belajar mahasiswa
tersebut merupakan indikator rendahnya penguasaan mereka terhadap
konsep-konsep mata kuliah fisika kuantum. Jika dibiarkan, hal ini
dikhawatirkan akan sangat mempengaruhi kualitas penguasaan mahasiswa
dalam materi mata kuliah fisika lanjut, yang memprasyaratkan penguasaan
konsep mata kuliah fisika kuantum yang dikenal sebagai ‘ilmu dasar’ bagi
penelaahan gejala dan sifat berbagai sistem mikroskopik (Krane, 1992;
Tjia, 1999).
Hasil wawancara dengan mahasiswa yang pernah mengikuti
perkuliahan fisika kuantum menunjukkan bahwa hampir 78% mahasiswa
kurang termotivasi untuk mengikuti perkuliahan mata kuliah ini, tetapi
mereka sangat takut tidak lulus. Mereka menganggap bahwa fisika
kuantum merupakan bagian dari mata kuliah yang sulit, materinya
kebanyakan bersifat non observable. Mereka menyadari akan pentingnya
kualitas penguasaan konsep mata kuliah ini karena sangat membantu untuk
dapat mengikuti perkuliahan fisika lanjut. Mereka mengeluhkan tentang
dirinya, bahwa mereka dapat mengerti dan memahami materi perkuliahan
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 282

yang disajikan dosen, tetapi setelah dihadapkan pada permasalahan


mengenai materi perkuliahan tersebut lebih-lebih menyangkut
penerapannya, mereka tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapi
tersebut. Ungkapan ini mengindikasikan bahwa hasil belajar mahasiswa
pada mata kuliah ini tidak bersifat tahan lama dan berkelanjutan.
Akibatnya, mahasiswa tidak mampu menerapkan konsep-konsep yang
diperolehnya dalam situasi baru, sehingga pemahaman konsep-konsep
materi pada mata kuliah fisika lanjut menjadi kurang yang berimplikasi
pula pada rendahnya hasil belajar yang dicapai mahasiswa.
Berkaitan dengan perkuliahan fisika kuantum, terdapat beberapa
permasalahan yang berhasil diidentifikasi. Pertama, metode ekspositori
masih dominan digunakan dalam perkuliahan. Secara tersembunyi, dosen
berasumsi bahwa “pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran
dosen ke pikiran mahasiswa”. Sistem pembelajaran yang teacher centered
ini cenderung untuk menghabiskan materi sesuai dengan target kurikulum,
sehingga mahasiswa akan menjadi pasif dan hanya menerima apa yang
diberikan oleh dosen. Hal ini akan berdampak pada kurangnya rasa percaya
diri mahasiswa, sehingga mahasiswa kurang termotivasi dalam proses
belajarnya. Di pihak lain Bodner (1986 : 6) menyatakan bahwa
pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran dosen ke
pikiran mahasiswa, melainkan dibangun secara aktif oleh mahasiswa
berdasarkan struktur kognitif yang telah ada. Kedua, mahasiswa yang
mengikuti perkuliahan fisika kuantum keadaanya sangat heterogen. Mereka
berbeda dalam hal bakat, kemampuan awal, kecerdasan, motivasi,
kecepatan belajar, dan dalam hal lainnya. Sistem perkuliahan dengan
metode ekspsitori yang masih dominan diterapkan dalam perkuliahan
belum mempertimbangkan tingkat perbedaan tersebut. Piaget (dalam
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 283

Santyasa, et. al., 1998) mengasumsikan bahwa seseorang tumbuh melewati


urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung
pada kecepatan yang berbeda. Oleh karena itu, dosen harus melakukan
upaya khusus untuk mengatur kegiatan kelas dalam bentuk individu-
individu dan kelompok-kelompok kecil dalam bentuk kelas utuh. Penerapan
modul dalam pembelajaran sangat memberikan peluang yang baik bagi
pebelajar pada usia dewasa dan dapat mengatasi perbedaan terutama dalam
kecepatan belajar bagi mahasiswa (Cipto Utomo dan Kies Ruijter, 1990).
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan menunjukkan bahwa
penerapan modul dalam perkuliahan fisika dapat meningkatkan hasil
belajar mahasiswa (Santyasa, et. al., 1998; Suardana, 2002). Ketiga,
kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal secara mandiri
sangat kurang. Hal ini terlihat dari jumlah mahasiswa yang tidak mampu
menjawab soal yang diberikan dalam latihan. Padahal, soal tersebut
merupakan hasil modifikasi dari contoh soal yang telah diberikan
penyelesaiannya. Hal ini disebabkan oleh belum optimalnya mahasiswa
dapat menggunakan kemampuan kognitifnya dan kemampuan
metakognitifnya Padahal, jika mahasiswa sendiri dapat mengembangkan
kemampuan belajar mandirinya, baik kemampuan kognitif maupun
kemampuan metakognitifnya, maka hasil belajar yang dicapai akan lebih
bermutu, asli, dan tahan lama (Rindjin, 1999; Silverman, 1995).
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, melalui
penelitian ini telah dilakukan optimalisasi perkuliahan fisika kuantum,
meliputi tiga hal pokok berikut ini. Pertama, proses perkuliahan dilakukan
melalui kerja kelompok, dimana mahasiswa dalam satu kelas dibagi
menjadi kelompok-kelompok kecil yang heterogen Kedua, setiap
mahasiswa pada kelompoknya difasilitasi dengan modul beserta lembar
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 284

kerja mahasiswa (LKM) model pemecahan masalah yang dikondisikan agar


mahasiswa dapat mengkonstruksi sendiri konsep-konsep yang
dipelajarinya. Ketiga, pemberian tugas individu secara intensif pada akhir
perkuliahan dalam bentuk soal esai terstruktur dengan tingkatan yang
berjenjang, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa berhasil
mengkonstruksi pengetahuan dan untuk dapat melatih serta meningkatkan
kemampuan belajar mandirinya.
Fokus permasalahan yang dicari jawabannya melalui penelitian ini
dapat dirumuskan seperti berikut. (1) Apakah penerapan modul yang
berwawasan konstruktivis dengan model pembelajaran mandiri dapat
meningkatkan kualitas perkuliahan fisika kuantum ? (2) Apakah penerapan
modul yang berwawasan konstruktivis dengan model pembelajaran mandiri
dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah fisika
kuantum? (3) Bagaimana respon mahasiswa terhadap perkuliahan fisika
kuantum dapat dioptimalkan kualitasnya ke arah yang lebih positif ?

2. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang melibatkan 27
orang mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri Singaraja, yang
memprogramkan mata kuliah fisika kuantum pada tahun akademik
2004/2005. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus pembelajaran,
yang tiap siklusnya terdiri atas empat tahapan, yaitu (1) perencanaan
tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) observasi dan evaluasi, dan (4)
refleksi. Masing-masing siklus dilaksanakan dalam lima kali pembelajaran
dan satu kali pelaksanaan tes akhir tindakan. Dalam siklus pertama
digunakan lima buah modul masing-masing dengan konsep (1) hipotesa de
Broglie dan prinsip ketidakpastian Heisenberg, (2) fungsi gelombang, nilai
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 285

harap dan fungsi distribusi momentum, (3) postulat dasar mekanika


kuantum dan interpretasinya, (4) operator dalam mekanika kuantum, dan
(5) nilai dan vektor eigen serta masalahnya dalam mekanika kuantum .
Dalam siklus kedua digunakan lima buah modul masing-masing dengan
konsep (1) persamaan Schroedinger dan interpretasinya, (2) penerapan
persamaan Schroedinger dalam sistem satu dimensi, (3) penerapan
persamaan Schroedinger dalam sistem tiga dimensi, (4) atom hidrogen dan
momentum sudut, dan 5) partikel identik.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah aktivitas belajar
mandiri, hasil belajar, dan respon mahasiswa. Data aktivitas belajar mandiri
mahasiswa yang digunakan sebagai indikator kualitas proses perkuliahan
dikumpulkan dengan pedoman observasi, kemudian dianalisis secara
deskriptif dengan kriteria keberhasilan tindakan terjadi perubahan
aktivitas pembelajaran yang semula berpusat pada dosen menjadi lebih
berpusat pada mahasiswa. Data hasil belajar mahasiswa dikumpulkan
dengan tes hasil belajar, dan dianalisis secara deskriptif yang
penyimpulannya didasarkan pada persentase dengan kriteria keberhasilan
tindakan yaitu persentase jumlah mahasiswa yang memperoleh nilai 4 (A)
dan 3 (B) dalam PAP skala lima (IKIP Negeri Singaraja, 2002:28) untuk
tiap siklusnya minimal 70%. Data respon mahasiswa dikumpulkan dengan
angket dan pedoman wawancara, dan dianalisis secara deskriptif dengan
kriteria keberhasilan tindakan adalah respon mahasiswa minimal
berkategori postif untuk tiap siklusnya..

______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 286

3. Hasil Penelitian dan Pembahasan


3.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus pembelajaran. Dalam
proses pembelajaran, 27 orang mahasiswa peserta kuliah fisika kuantum
dibagi dalam 9 kelompok kecil bersifat heterogen. Dalam setting kelas
setiap mahasiswa difasilitasi modul dan lembar kerja mahasiswa (LKM)
model pemecahan masalah. Dalam perkuliahan, dosen hanya memposisikan
diri sebagai fasilitator dan mediator, setiap saat dapat memasuki kelompok
mahasiswa yang memerlukan bantuan. Bantuan ini secara bertahap
dikurangi, agar mahasiswa mampu membelajarkan dirinya secara mandiri.
Koreksi berupa feedback terhadap hasil LKM diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh mahasiswa untuk memotivasi dirinya dan menjadi bahan
bimbingan belajar serta mengetahui secara tepat pada wilayah mana letak
kelebihan dan kelemahan mereka dalam menguasai konsep-konsep yang
telah dibelajarkan. Melalui tindakan ini diharapkan terjadi pengembangan
kemampuan metakognitif mahasiswa yang meliputi kemampuan mengajar
diri sendiri, penentuan tujuan dan perencanaan pencapaiannya, penguatan
diri, dan pemantuan dan evaluasi diri. Hasil observasi dan evaluasi
terhadap aspek aktivitas belajar mandiri mahasiswa yang mengindikasikan
kualitas proses perkuliahan pada tindakan siklus 1 menunjukkan bahwa
pada pertemuan awal mahasiswa masih belum tampak beraktivitas sesuai
harapan. Sebagian besar mahasiswa masih mengharapkan ceramah yang
disampaikan dosen, sehingga secara umum kegairahan belajar mahasiswa
masih relatih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan masih pasifnya
mahasiswa melakukan aktivitas belajar mandiri. Permasalahan yang akan
dipecahkan pada LKM belum terakomodasi karena modul yang dibagikan
masih belum dibaca sebelum perkuliahan. Dalam diskusi, aspek aktivitas
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 287

mengemukakan pertanyaan dan pendapat masih belum tampak. Hanya


beberapa mahasiswa dalam kelompoknya sesekali bertanya tentang suatu
konsep yang belum dipahami. Soal-soal latihan yanga ada pada bagian
akhir modul belum dikerjakan atas inisiatif sendiri, masih menunggu
instruksi-instruksi dari dosen. Feedback yang telah diberikan oleh dosen
terhadap hasil kerja mahasiswa pada LKM belum ditindaklanjuti kembali
dalam kelompoknya, mahasiswa langsung menyimpan hasil ini setelah hasil
koreksi dikembalikan. Keadaan ini berlangsung sampai pertemuan kedua
PBM. Sebelum pertemuan ketiga pada siklus 1 ini berlangsung, kepada
mahasiswa diberikan arahan-arahan tentang kegiatan-kegiatan yang harus
mereka lakukan. Tampaknya arahan-arahan yang diberikan membuahkan
hasil. Beberapa aspek aktivitas belajar mandiri yang belum tampak pada
pertemuan sebelumnya, mulai muncul walaupun intensitasnya belum
optimal. Mahasiswa dengan kemauannya sendiri untuk membaca dan
memahami isi modul, menjawab pertanyaan yang ada pada LKM,
walaupun bimbingan dari dosen masih diperlukan. Akibat perbaikan
rencana dan pelaksanaan tindakan sebagai hasil refleksi akhir tindakan
siklus 1, catatan mengenai aktivitas belajar mandiri mahasiswa pada siklus
2 ini, menunjukkan secara kualitatif mahasiswa memiliki tingkat aktivitas
belajar yang baik. Sebagian besar mahasiswa telah membaca modul yang
diberikan sebelum perkuliahan, sehingga pada saat tatap muka di kelas
sebagian besar mahasiswa mengawali perkuliahan dengan pertanyaan-
pertanyaan seputar permasalahan yang dijabarkan dalam LKM. Interaksi
baik antarmahasiswa dalam kelompoknya maupun antarkelompok, serta
dosen tampak kondusif. Proses perkuliahan berjalan lancar dan secara
umum mahasiswa tidak pernah metampakkan kesan bosan. Setelah
masalah-masalah yang disajikan dalam LKM dapat dipecahkan dengan
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 288

tuntas, mahasiswa dengan inisiatif dan kemauannya sendiri mengerjakan


soal-soal latihan yang terdapat pada bagian akhir modul. Koreksi terhadap
hasil kerja LKM mahasiswa yang diberikan oleh dosen telah ditindaklanjuti
dengan mendiskusikan kembali permasalahan yang ditemukan di luar jam
perkuliahan. Peran dosen terlihat makin berkurang bahkan dibilang sangat
kecil di akhir pertemuan pada siklus 2 ini, yaitu hanya sebatas membantu
mengarahkan logika berpikir mahasiswa dalam pemecahan masalah.
Hasil belajar yang dicapai oleh mahasiswa pada akhir tindakan
siklus 1 seperti yang dipaparkan pada Tabel 2 berada pada kategori cukup
dengan rerata skor 68,4; dengan persentase jumlah mahasiswa yang
mencapai skor pada kategori A dan B sebesar 48,1% lebih kecil dari
persentase jumlah mahasiswa yang mencapai skor pada kategori C, D, dan
E., yaitu sebesar 51,9%. Penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan
sebagai hasil refleksi di setiap akhir pembelajaran dan akhir tindakan siklus
1, tampaknya mulai membuahkan hasil. Hal ini ditunjukkan oleh hasil tes
akhir tindakan siklus 2 yang telah mencapai rerata skor 76,5 pada kategori
baik, mengalami peningkatan sebesar 11,8% dari rerata skor tes akhir
tindakan pada siklus 1. Persentase jumlah mahasiswa yang mencapai skor
pada kategori A dan B pada siklus 2 sebesar 74,1% lebih besar dari
persentase jumlah mahasiswa yang mencapai skor pada kategori C, D, dan
E sebesar 25,9%. Terjadi peningkatan sebesar 26% persentase jumlah
mahasiswa yang mencapai skor pada kategori A dan B pada siklus 2
terhadap perolehan hasil pada siklus 1.
Tabel 2. Skor hasil belajar mahasiswa selama pelaksanaan tindakan
Siklus Rerata Persentase dan kategori skor yang dicapai mahasiswa (%)
Skor A B C D E
Siklus 1 68,4 11,1 37,0 44,5 7,4 0
Siklus 2 76,5 22,2 51,9 25,9 0 0

______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 289

Hasil angket terbuka yang telah diberikan kepada mahasiswa pada


akhir tindakan siklus menunjukkan bahwa secara umum mahasiswa
memiliki sikap positif terhadap perkuliahan fisika kuantum melalui
penerapan modul yang berwawasan konstruktivis, karena alasan-alasan (1)
mahasiswa merasa jelas arah tujuan belajarnya, karena dicantumkan sasaran
belajar di awal modul, (2) mahasiswa didorong untuk mempersiapkan diri
dahulu sebelum perkuliahan, dan (3) modul dilengkapi dengan soal-soal
latihan, sebagai uji kemampuan mahasiswa dalam penguasaan konsep yang
telah dibelajarkan. Terhadap penyajian modul, beberapa saran yang
diajukan sebaiknya modul menggunakan bahasa yang lebih sederhana,
konsep-konsep dan rumus-rumus penting supaya diberikan penekanan fisis,
contoh soal diperbanyak variasinya serta berjenjang dari yang mudah ke
tingkat yang lebih sukar.

3.2 Pembahasan
Pengimplementasian belajar mandiri dalam penelitian ini
menggunakan modul yang berwawasan konstruktivis yang dilengkapi LKM
model pemecahan masalah. Penggunaan modul dalam proses perkuliahan
sangat memberikan peluang yang baik kepada mahasiswa pada usia dewasa
dan dapat mengatasi perbedaan utama dalam kecepatan belajarnya.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari perkuliahan dengan penerapan
modul, antara lain (1) meningkatkan motivasi mahasiswa, karena setiap
kali mengerjakan tugas pelajaran yang dibatasi dengan jelas dan sesuai
dengan kemampuan, (2) setelah pelajaran selesai dilakukan evaluasi, dosen
dan mahasiswa mengetahui benar, pada modul yang mana mahasiswa telah
berhasil dan pada bagian modul yang mana mereka belum berhasil, (3)
mahasiswa mencapai hasil sesuai dengan kemampuannya, (4) bahan
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 290

pelajaran terbagi lebih merata dalam satu semester, dan (5) pendidikan
lebih berdaya guna, karena bahan pelajaran disusun menurut jenjang
akademik.
Motivasi merupakan syarat awal bagi mahasiswa agar dapat
melakukan proses metakognisi secara berkelanjutan. Dari dalam diri
mahasiswa harus terlebih dahulu muncul motivasi yang kuat untuk belajar,
dalam artian mahasiswa perlu menyadari untuk apa belajar. Atas dasar
itulah diharapkan akan timbul upaya-upaya yang sungguh-sungguh, tidak
cepat bosan, merasa payah, frustasi, menyerah atau putus asa. Melalui
belajar mandiri si pebelajar akan (1) secara pribadi dapat memperbaiki
kemampuannya untuk belajar melalui pemanfaatan strategi metakognisi dan
motivasi, (2) secara proaktif dapat memilih, menentukan struktur dan
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, (3) dapat berperan penting
dalam memilih bentuk dan jumlah pengajaran yang diperlukan.
Kurangnya motivasi mahasiswa dalam proses pembelajaran
menyebabkan kurangnya aktivitas belajar yang berimplikasi pada
rendahnya hasil belajar yang dicapai mahasiswa. Hal ini terlihat dari masih
rendahnya hasil belajar mahasiswa pada akhir tindakan siklus 1. Pada awal
perkuliahan, sebagian besar mahasiswa masih mengharapkan ceramah yang
disampaikan oleh dosen, sebagian besar permasalahan yang dipecahkan
pada LKM belum terakomodasi karena modul yang dibagikan masih belum
dibaca sebelum perkuliahan. Kecenderungan ini juga tampak dari hasil
kerja LKM-1 dan LKM-2. Mahasiswa belum mampu menjawab secara
keseluruhan permasalahan-permasalahan yang ada dalam LKM. Dengan
kata lain, mahasiswa belum mampu mengungkap konsep-konsep yang ada
dalam modul, apalagi menerapkan dalam situasi baru. Sementara dari hasil
kerjanya terlihat hanya sebagian kecil dari mahasiswa baru dapat
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 291

mengemukakan kemampuan kognitif, meskipun terbatas pada beberapa


keterampilan tertentu, seperti pemusatan, mengumpulkan informasi,
mengingat dan mengorganisasi. Beberapa keterampilan kognitif lain seperti
menganalisis, mengintegrasi, dan mengevaluasi belum sepenuhnya tampak.
Berkat arahan-arahan yang telah diberikan, aktivitas-aktivitas yang belum
tampak pada pertemuan 1 dan pertemuan 2 mulai tampak walaupun
persentasenya belum optimal. Kegairahan belajar mahasiswa sudah tampak,
mahasiswa dengan dengan kemauannya sendiri mencoba membaca dan
memahami isi modul yang diberikan, menjawab pertanyaan yang diberikan
pada LKM, walaupun bimbingan dosen masih diperlukan. Suasana
perkuliahan mulai tampak kondusif. Soal-soal pada jenjang aplikasi mulai
dapat dikerjakan oleh sebagian besar mahasiswa.
Kendala-kendala yang diperoleh selama pelaksanaan tindakan siklus
1 digunakan sebagai bahan refleksi untuk pelaksanan perencanaan dan
tindakan pada siklus 2. Beberapa perbaikan perencanaan dan pelaksanaan
tindakan yang telah dilakukan pada siklus 2, antara lain (1) modul disusun
lebih sederhana dengan menekankan rumus-rumus penting serta interpretasi
fisisnya sehingga mahasiswa lebih mudah dapat memahami isi modu
tersebut melalui LKM, (2) diberikan lebih banyak contoh dan latihan soal
yang bersifat aplikatif sehingga mahasiswa lebih mampu menggunakan
konsep-konsep yang dipelajari dalam situasi baru, dan (3) modul beserta
LKM dibagiakan lebih awal dengan tujuan agar mahasiswa cukup waktu
untuk mempelajari modul sebelum tatap muka. Tampaknya, usaha yang
dilakukan ini membuahkan hasil. Terbukti pada siklus 2, rerata hasil belajar
mahasiswa yang dicapai telah berkategori baik (skor rerata 76,5) dengan
peningkatan persentase jumlah mahasiswa memperoleh skor kategori A dan
B sebesar 26% jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh pada siklus .
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 292

Padahal, karakteristik materi pada siklus 2 relatif lebih sulit daripada


materi pada siklus 1. Peningkatan ini diduga disebabkan oleh berkurangnya
dominasi dosen dan meningkatnya aktivitas belajar mandiri mahasiswa
dalam melakukan proses pembelajaran yang mengindikasikan bahwa telah
terjadi pergeseran pembelajaran yang awalnya berpusat pada dosen, teacher
centered, menjadi berpusat pada mahasiswa, student centered.
Mahasiswalah yang melakukan proses pembelajaran untuk menemukan
hukum-hukum, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sesuai dengan
sasaran belajar yang direncanakan. Dengan demikian, segenap potensi
yang dimiliki oleh mahasiswa baik fisik maupun mental telah
dikembangkan meskipun secara bertahap. Hal ini sesuai dengan hakikat
belajar mandiri bahwa melalui belajar mandiri mahasiswa akan mampu
meningkatkan kemampuan belajarnya, mulai dari tingkatan yang paling
sederhana (bertanya pada diri sendiri dan kemudian menjawab pertanyaan
itu) sampai pada merencanakan, mengendalikan, dan menilai hasil belajar
sendiri. Akibatnya, hasil belajar yang dicapai akan lebih bermutu, asli, dan
tahan lama. Hasil yang dicapai dalam penelitian ini relevan dengan temuan
Sandra (1999) dan Suardana (2002) yang menyatakan bahwa penerapan
model belajar mandiri secara efektif dapat meningkatkan hasil belajar
mahasiswa, dan temuan Santyasa, et. al.(1998) dan Suardana (2002) yang
menyatakan bahwa penerapan modul dalam perkuliahan fisika dapat
meningkatkan hasil belajar mahasiswa

4. Penutup
Berdasarkan pemasalahan dan hasil analisis data, dapat disimpulkan
hal-hal berikut. Pertama, penerapan modul berwawasan konstruktivistik
melalui pembelajaran mandiri dapat meningkatkan kualitas perkuliahan
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 293

fisika kuantum di Jurusan Pendidikan Fisika. Terjadi pergeseran


pembelajaran yang semula berpusat pada dosen menjadi berpusat pada
mahasiswa. Kedua, hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah fisika
kuantum pada tahun akademik 2004/2005 melalui penerapan modul
berwawasan konstruktivistik dengan model pembelajaran mandiri
berkategori cukup pada siklus 1 (rerata skor 68,4), dan berkategori baik
(rerata skor 76,5) pada siklus 2. Secara kuantitatif terjadi peningkatan
rerata skor hasil belajar mahasiswa sebesar 11,8%, dan peningkatan
persentase jumlah mahasiswa yang mencapai skor berkategori A dan B
sebesar 26% dari siklus 1 ke siklus 2. Ketiga, mahasiswa memiliki respon
positif terhadap perkuliahan fisika kuantum melalui penerapan modul
berwawasan konstruktivistik dengan model pembelajaran mandiri.
Berdasarkan temuan-temuan penelitian ini, diajukan saran untuk
para pembaca dan peneliti yang tertarik untuk mengembangkan model ini,
agar memperhatikan rancangan modul dan LKM baik secara konseptual
maupun operasional sehingga dapat mengarahkan mahasiswa menjadi
pebelajar mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Bodner, G.M. 1986. Constructivisme; A Theory of Knowledge. Journal of


Chemical Education. 63 (10). pp.5-11

IKIP. 2002. Pedoman Studi : Edisi FPMIPA. Singaraja: IKIP Negeri

Krane, K, 1992. Modern Physics. Singapore: John Wiley &Sonc, Inc.

Rindjin, Ketut. 1999. Belajar Secara Mandiri. Makalah disajikan dalam


Pelatihan Operasional Perbaikan dan Peningkatan Sistem
Pembelajaran di Sekolah, STKIP, Singaraja 5-6 Oktober 1999.
______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006
ISSN 0215 - 8250 294

Sandra Kerka. 1999. Self-Directed Learning. [Online] Available


http://www.utc.edu/Teaching Resource-Center.

Santyasa, I.Wayan, et.al. 1998. Penerapan Modul Berorientasi


Konstruktivisme dalam Perkulihan Fisika Dasar I Sebagai Upaya
Mengubah Miskonsepsi dan Meningkatkan Hasil Belajar
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP
Singaraja 1998/1999. Laporan penelitian. P3M STKIP Singaraja.

Silverman, M.P. 1995. Self-directed learning. Am J. Phys. 63 (6). pp.65-70

Suardana, I Kade, 2002. Upaya Meningkatkan Kemampuan Belajar


Mandiri Mahasiswa Jurusan Pendidikan Fisika IKIP Negeri
Singaraja Melalui Penerapan Modul Berwawasan Konstrukvisme
Pada Perkuliahan Matriks dan Ruang Vektor. Laporan Penelitian.
Lemlit IKIP Negeri Singaraja.

Tjia, M.O. 1999. Mekanika Kuantum. Bandung: ITB

Tjipto Utomo dan Kees Ruijter. 1990. Peningkatan dan Pengembangan


Pendidikan: Manajemen Perkuliahan dan Metode Perbaikan
Pendidikan. Jakarta : PT Gramedia.

______________ Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri Singaraja, No. 2 TH. XXXIX April
2006

You might also like