Professional Documents
Culture Documents
Nim : 202013003
2021
A. Konsep Trauma Kepala Berat (TKB)
1. Definisi
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012).
Menurut Brain Injury Association Of America (2009), trauma kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau degenerative, tetapi
disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat mengakibatkan kerusakan
kemampuan kognitif maupun fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekanya subtansia
alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak (Batticaca, 2008).
2. Anatomi Fisiologi Sistem
a. Anatomi
Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang, masing-masing tulang kecuali
mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis jaringan
fibrosa yang mengunci piringan tulang yang bergerigi. Sutura mengalami
osifikasi setelah umur 35 tahun. Pada atap tengkorak, permukaan luar dan dalam
dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan spongiosa yang disebut diploie terletak
diantaranya. Terdapat variasi yang cukup besar pada ketebalan tulang tengkorak
antar individu. Tengkorak paling tebal dilindungi oleh otot. (Westmoreland,
1994).
Jenis-jenis Tulang tengkorak:
- Os Frontale
- Os Parietal dextra dan sinistra
- Os Occipital
- Os Temporal dextra dan sinistra
- Os Ethmoidale
- Os spenoidale
- Maxila
- Mandibula
- Os Zigomatikum dextra dan sinistra
- Os Platinum dextra dan sinistra
- Os Nasal dextra dan sinistra
- Os Lacrimale dextra dan sinistra
- Vomer
- Concha dextra dan sinistra
b. Fisiologi
Fungsi tengkorak (Westmoreland, 1994) adalah:
- Melindungi otak , indra penglihatan dan indra pendengaran
- Sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kepala
3. Etiologi
b. Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan
panas. Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak, cedera
muskuloskeletal dan kerusakan organ.
4. Patofisiologi
Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya trauma kepala ditandai oleh
kerusakan jaringan secara langsung dan juga gangguan regulasi peredaran darah
serta metabolisme otak. Pola ischaemia-like ini menyebabkan asumsi asam laktat
sebagai akibat dari terjadinya glikolisis anaerob. Selanjutnya, terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah diikuti dengan pembentukan edema. Akibat
berlangsungnya metabolism anaerob, sel-sel otak kekurangan cadangan energy yang
turut menyebabkan kegagalan pompa ion di membrane sel yang bersifat energy-
dependent (Werner dan Engelhard, 2007). Fase kedua dapat dijumpai depolarisasi
membrane terminal yang diikuti dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori
(glutamate dan asparat) yang berlebihan (Werner dan Engelhard, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.
6. Mekanisme Cedera
c. Edema Serebral
Tipe yang terpenting pada kejadian cedera kepala adalah edema vasogenik dan
edema iskemik
d. Pergeseran Otak (Brain Shift)
Adanya sat massa yang berkembang membesar (Haematoma, abses atau
pembengkakan otak) disemua lokasi dalam kavitas Intra Kranial, biasanya akan
menyebabkan pergerakan dan distorsi otak.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang
menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
b. CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat-obatan analgesia.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris, dll).
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.
a. Primary Survey
1) Airway dan Cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan
“chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan Ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan Hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Secondary Survey
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana
timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)
4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan
EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang
lain
7) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
9) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
10)Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah, gangguan
menelan.
11)Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
12)Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti
ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
13)Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14)Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
15)Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16)Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan keperawatan
mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan
bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada
studi kasus inidisesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi yang
digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga evaluasi
proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan terus menerus
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi keperawatan pada
studi kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
Adapun rujukan nilai normal dari kriteria hasil dari Nursing Output
Clasification yang telah ditentukan adalah:
a. Tekanan intra cranial (TIK) normal : < 15 mmHg (8-18 cmH20) untuk orang
dewasa
b. Tidak ada nyeri kepala
c. Tidak ada kegelisahan
d. Tidak ada penurunan tingkat kesadaran ( compos mentis)
e. Tidak ada gangguan reflex saraf (Brainstem Positif)
f. Pola bernafas normal /tidak sesak
g. Ukuran dan reaksi pupil normal, seimbang dan reaktif kiri dan kanan
h. Laju pernafasan normal
i. Tekanan darah normal
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Haddad, S.H., & Arabi, Y.M. 2010. Critical care manajementof severe traumatic brain
injury in adults. Scan J Trauma ResuscEmerg Med 20 (12) :1-15.
Irawan H, Setiawan F, Dewi, DewantoG . (2010). Perbandingan Glasgow Coma Scale
dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma
Kepala di Rumah Sakit Atma Jaya. Majalah Kedokteran
Indonesia.http://indonesia.digitaljournals.org/diakses 20 Juni 2018
Moleong, lexy j. 2010. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosda karya
A. BIODATA
1. Identitas pasien
Nama : Tn.J
Tanggal masuk rumah sakit : 17 Okt 2021
Tanggal pengkajian : 18 Okt 2021
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 16 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Siswa
Status pernikahan : Belum menikah
Diagnose medis : Trauma capitis berat
2. Identits penanggung jawab
Nama : Tn. B
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan pasien : Ayah pasien Alamat
B. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan utama : pasien datang dengan penurunan kesadaran
b. Riwayat keluhan utama: pasien dengan riwayat kecelakaan lalulintas pada
tanggal 27-10-21 jam 10.30 Wib.
c. Terapi/ operasi yang sudah dilakukan : telah dilakukan pemasangan IVFD
2 jalur, pembidaian pada area fraktur, CT-Scan kepala dan pemeriksaan
darah rutin di IGD RSUD
Keluarga pasien mengatakan di keluarga ada riwayat penyakit hipertensi yaitu kakek
pasien. Keluarga juga mengatakan ada riwayat diabetes mellitus dikeluarga. Tidak
ada riwayat penyakit menular seperti TBC.
Genogram :
38
16
Keterangan :
: laki- laki : pasien
: perempuan : menikah
Terpasang ventilator dan endo tracheal tube, bibir lembab, gigi ada yang tanggal,
tidak ada stomatitis, tidak ada tonsillitis.
i. Leher
j. Pernafasan(breathing)
1) Inspeksi
a) Terpasang ventilator
b) Bentuk dada simetris, tidak ada lesi maupun jejas Frekuensi nafas 17
x/menit
4) Palpasi
c. BAK
1) Sebelum dirawat
7. KEGIATAN KEAAMAAN
Pasien biasa sholat 5 waktu dan mengaji di masjid. Setelah sakit pasien
mengalami penurunan kesadaran
8. KEADAAN PSIKOSOSIAL SELAMA SAKIT
Keluarga pasien menganggap sakit sebagai ujian. Harapan keluarga pasien
lekas sembuh dan pulang kerumah Keluarga pasien berinteraksi dengan baik
dengan petugas kesehatan
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Foto thorax : tidak ada
2) CT Scan :
Tampak lesi hiperdens luas pada lobus frontalis kanan disertai
perifocal edema disekitarnya
Tampak pula lesi hiperdens mengisi ventrikel lateralis terutama kiri
sampi ventrikel empat
Sulci dan gyri obliterasi
Pons dan cerebellum normal
Tak tampak klasifikasi abnormal
Tampak deviasi midline sejauh 7,4 mm
Orbita dan mastoid baik
Penebalan mukosa sinus maxilaris bilateral
Tampak diskontinuitas os zygomaticum kanan, dinding sinus maxilaris
kanan,nasofrontalis dan nasomaxilaris
10. OBAT
C. ANALISA DATA
Tanggal /
No Data fokus Problem Etiologi
jam
1 18 Okt Ds : Resiko Edema
2021
Do : keadaan umum ketidakefektif cerebral
lemah, kesadaran semi an perfusi
koma, GCS 5, CT Scan jaringan
hasil: Intracerebral dan cerebral
intraventrikular
hematoma, terdapat luka
terbuka di os temporal
sinistra sepanjang 10 cm,
bathel sign di bagian
sinistra, raccoon eyes
dimata sinistra, pupil
anisokor 2/4 RC ++/--,
terdapat cairan darah di
telinga sinistra, terpasang
infuse RL 20 tpm di
lengan kanan, terdapat
fraktur di os femur
sinistra, terpasang kateter
urine, terpasang nasal
gastric tube, terpasang endo
tracheal tube dan ventilator.
TD : 100/70 mmHg HR
: 91 x/ menit RR
: 17x/ menit
S : 37,5 O C SpO2 : 90
%
Urine output 200 cc-300 cc
/7 jam
2. Ds : - Pola nafas Kegagalan
Do : keadaan umum lemah, tidak efektif otot
kesadaran semi koma, pernafasan
pernafasan cuping hidung
positif, , terdapat suara
tambahan stridor, terpasang
endo tracheal tube,
terpasang ventilator
TD : 100/70 mmHg
HR : 91 x/ menit
RR: 17x/ menit
S : 37,5 O C SpO2 : 90 %
Urine output 200 cc-300 cc
/7 jam
D. PRIORITAS DIAGNOSE
DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Resiko NOC : 1. Monitor TIK
ketidakefektifan - Circulation status a. Monitor adanya
perfusi jaringan - Tissue Prefusion Cerebral keluhan sakit
cerebral berhubungan kepala, mual,
dengan edema Kriteria Hasil : muntah, gelisah
cerebral 1. Perfusi jaringan cerebral b. Monitor status
- Tekanan intra cranial neurologi
normal c. Monitor intake dan
- Tidak ada nyeri kepala output
- Tidak ada kegelisahan 2. Manajemen edema
- Tidak ada gangguan cerebral
refleks saraf a. Monitor adanya
2. Status neurologi kebingungan,
- Kesadaran normal keluhan pusing
- Tekanan intra cranial b. Monitor status
normal pernafasan,
- Pola bernafas normal frekuensi dan
- Ukuran dan reaksi kedalaman
pupil normal pernafasan
- Laju pernafasan c. Kurangi stimulus
normal dalam lingkungan
- Tekanan darah normal pasien
d. Berikan sedasi
sesuai kebutuhan
3. Monitor neurologi
a. Monitor tingkat
kesadaran (GCS)
b. Monitor refleks
batuk dan menelan
c. Pantau ukuran
pupil,bentuk,
kesimetrisan
4. Monitor TTV
5. Posisikan head up (30-
40 derajat)
6. Beri terapi O2 sesuai
anjuran medis
7. Kolaborasi pemberian
terapi medis
2 Pola nafas tidak efektif NOC : 1. Airway Management
berhubungan dengan - Respiratory status : Pertahankan bukaan
kegagalan otot Ventilation jalan nafas
pernafasan - Respiratory status : Beri posisi head up
Airway patency 30-40 derajat
- Vital sign Status untuk
No Tanggal Paraf
Implementasi keperawatan Jam Catatan perkembangan
Dx / Jam Perawat
1 18 Okt 1. Memonitor tekanan 14.00 S :- O :
2021 intra kranial - Keadaan umum lemah,
10.00 - Memonitor status - Tingkat kesadaran
neurologi Semi Koma , GCS 5
- Memonitor intake - Refleks saraf (Reflex
dan output Bra instem 7)
2. Memanajemen edema
cerebral - Vital sign
- Memonitor status TD : 100/ 70 mmHg
pernafasan, frekuensi HR : 91 x/ menit RR :
dan 17x/ menit
kedalaman S : 37,5 o C
pernafasan - Reaksi Pupil, Pupil 2/4,
- Mengurangi stimulus RC++/--
dalam lingkungan A:Resiko
pasien ketidakefektifan
- Memberikan sedasi perfusi jaringan
sesuai kebutuhan cerebral belum
3. Memonitor neurologi teratasi.
- Memonitor tingkat P : lanjutkan intervensi
kesadaran (GCS)
- Memonitor refleks
batuk dan menelan
- Memantau ukuran
pupil,bentuk,kesime
trisan
4. Memonitor TTV
5. Memposisikan head up
(30- 40 derajat)
6. Memberi terapi O2
sesuai anjuran medis (O2
Ventilator dengan mode
SIMV)
7. Memberikan terapi
kolaborasi medis
18 Okt 1. Airway Management 14.00 S: - O:
2021 Mempertahankan - Keadaan umum
Jam 10.10 bukaan jalan nafas lemah,
Memberi posisi head - Ventilasi: RR 17x/
up 30-40 derajat menit, irama nafas
untuk teratur, suara nafas
Memaksimalkan stridor.
ventilasi. - Airway patency:
Mengeluarkan secret pernapasan cuping
dengan suction. hidung, (+) ventilator