You are on page 1of 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN TRAUMA KEPALA BERAT (TKB) DI RUANG ICU

Disusum Oleh : Ayu Fitria Karmila

Nim : 202013003

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA

2021
A. Konsep Trauma Kepala Berat (TKB)
1. Definisi
Trauma kepala berat adalah trauma kepala yang mengakibatkan penurunan
kesadaran dengan skor GCS 3-8, mengalami amnesia > 24 jam (Haddad, 2012).
Menurut Brain Injury Association Of America (2009), trauma kepala adalah
suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital atau degenerative, tetapi
disebabkan oleh benturan fisik dari luar yang dapat mengakibatkan kerusakan
kemampuan kognitif maupun fisik.
Trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma
tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena robekanya subtansia
alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik, serta edema serebral disekitar
jaringan otak (Batticaca, 2008).
2. Anatomi Fisiologi Sistem
a. Anatomi
Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang, masing-masing tulang kecuali
mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis jaringan
fibrosa yang mengunci piringan tulang yang bergerigi. Sutura mengalami
osifikasi setelah umur 35 tahun. Pada atap tengkorak, permukaan luar dan dalam
dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan spongiosa yang disebut diploie terletak
diantaranya. Terdapat variasi yang cukup besar pada ketebalan tulang tengkorak
antar individu. Tengkorak paling tebal dilindungi oleh otot. (Westmoreland,
1994).
Jenis-jenis Tulang tengkorak:
- Os Frontale
- Os Parietal dextra dan sinistra
- Os Occipital
- Os Temporal dextra dan sinistra
- Os Ethmoidale
- Os spenoidale
- Maxila
- Mandibula
- Os Zigomatikum dextra dan sinistra
- Os Platinum dextra dan sinistra
- Os Nasal dextra dan sinistra
- Os Lacrimale dextra dan sinistra
- Vomer
- Concha dextra dan sinistra

b. Fisiologi
Fungsi tengkorak (Westmoreland, 1994) adalah:
- Melindungi otak , indra penglihatan dan indra pendengaran
- Sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kepala

- Sebagai tempat penyangga gigi

3. Etiologi

Gambar 1. Penyebab Trauma Kepala


Trauma kepala dapat disebabkan oleh beberapa peristiwa,
diantaranya:
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Benturan pada kepala.
c. Jatuh dari ketinggian dengan dua kaki.
d. Menyelam di tempat yang dalam.
e. Olahraga yang keras.
f. Anak dengan ketergantungan.
Cedera pada trauma capitis dapat terjadi akibat tenaga dari luar (Arif Musttaqin,
2008) berupa:
a. Benturan/jatuh karena kecelakaan

b. Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan
panas. Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak, cedera
muskuloskeletal dan kerusakan organ.

4. Patofisiologi
Fase pertama kerusakan serebral paska terjadinya trauma kepala ditandai oleh
kerusakan jaringan secara langsung dan juga gangguan regulasi peredaran darah
serta metabolisme otak. Pola ischaemia-like ini menyebabkan asumsi asam laktat
sebagai akibat dari terjadinya glikolisis anaerob. Selanjutnya, terjadi peningkatan
permeabilitas pembuluh darah diikuti dengan pembentukan edema. Akibat
berlangsungnya metabolism anaerob, sel-sel otak kekurangan cadangan energy yang
turut menyebabkan kegagalan pompa ion di membrane sel yang bersifat energy-
dependent (Werner dan Engelhard, 2007). Fase kedua dapat dijumpai depolarisasi
membrane terminal yang diikuti dengan pelepasan neurotransmitter eksitatori
(glutamate dan asparat) yang berlebihan (Werner dan Engelhard, 2007).
Patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala
primer dan cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi
dampak kerusakan jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari
cedera kepala primer, misalnya akibat dari hipoksemia, iskemia dan perdarahan.

Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma misalnya pada epidural


hematoma, berkumpulnya antara periosteun tengkorak dengan durameter, subdural
hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan
subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah berkumpulnya darah didalam
jaringan cerebral. Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi
karena gangguan autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi
jaringan cerebral dan berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007)
5. Manifestasi Klinik
Tanda gejala pada TKB adalah:
a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

6. Mekanisme Cedera

Mekanisme cedera /trauma kepala, meliputi:


a. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang tidak bergerak, contohnya pada
orang yang diam kemudian dipukul atau dilempar.
b. Deselerasi
Jika kepala yang bergerak membentur benda yang diam, contohnya pada kepala
yang menabrak dinding .
c. Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, contoh
adanya fraktur pada tulang kepala, kompressi, ketegangan atau pemotongan pada
jaringan otak.
7. Klasifikasi Cedera Kepala
Klasifikasi Cedera Kepala ( Arif Muttaqin, 2008 )
a. Cedera Kepala Primer
Cedera Kepala Primer mencakup: Fraktur tulang, cedera fokal, cedera otak
difusa, yang masing-masing mempunyai mekanisme etiologis dan fatofisiologis
yang unik.
b. Kerusakan Otak Sekunder
Cedera kepala berat seringkali menampilkan gejala abnormalitas/gangguan
sistemik akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan-keadaan ini merupakan
penyebab yang sering pada kerusakan otak sekunder.

c. Edema Serebral
Tipe yang terpenting pada kejadian cedera kepala adalah edema vasogenik dan
edema iskemik
d. Pergeseran Otak (Brain Shift)
Adanya sat massa yang berkembang membesar (Haematoma, abses atau
pembengkakan otak) disemua lokasi dalam kavitas Intra Kranial, biasanya akan
menyebabkan pergerakan dan distorsi otak.
8. Pemeriksaan penunjang
a. Foto polos kepala
Indikasi dilakukannya pemeriksaan meliputi jejas lebih dari 5 cm, luka tembus
(peluru/tajam), deformasi kepala (dari inspeksi dan palpasi), nyeri kepala yang
menetap, gejala fokal neurologis, gangguan kesadaran.
b. CT-Scan
Indikasi CT-Scan adalah:
1) Nyeri kepala menetap atau muntah-muntah yang tidak menghilang setelah
pemberian obat-obatan analgesia.
2) Adanya kejang-kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapat pada lesi
intrakranial dibandingkan dengan kejang general.
3) Penurunan GCS lebih dari 1 dimana factor-faktor ekstrakranial telah
disingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena syok, febris, dll).
4) Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai.

5) Luka tembus akibat benda tajam dan peluru.


6) Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS
(Sthavira, 2012).
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI digunakan untuk pasien yang memiliki abnormalitas status mental yang
digambarkan oleh CT-Scan. MRI telah terbukti lebih sensitive daripada CT-Scan,
terutama dalam mengidentifikasi lesi difus non hemoragig cedera aksonal.
d. X-Ray
X-Ray berfungsi mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan /edema), fragmen tulang (Rasad, 2011).
e. BGA ( Blood Gas Analyze)
Mendeteksi masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
intra kranial (TIK).
f. Kadar elektrolit
Mengoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan intra
kranial (Musliha, 2010).
9. Komplikasi
Komplikasi trauma kepala berat dapat meliputi :
a. Perdarahan intra cranial
b. Kejang
c. Parese saraf cranial

d. Meningitis atau abses otak


e. Infeksi
f. Edema cerebri
g. Kebocoran cairan serobospinal
10. Penatalaksanaan
a. Resusitasi jantung paru ( circulation, airway, breathing = CAB) Pasien dengan
trauma kepala berat sering terjadi hipoksia, hipotensi dan hiperkapnia akibat
gangguan kardiopulmoner. Oleh karena itu urutan tindakan yang benar adalah:
1) Sirkulasi (circulation)
Hipotensi menyebabkan iskemik yang dapat mengakibatkan kerusakan
sekunder. Hipotensi disebabkan oleh hipovolemia akibat perdarahan luar,
ruptur organ dalam, trauma dada disertai temponade jantung atau
pneumotoraks dan syok septic. Tindakan adalah menghentikan perdarahan,
perbaikan fungsi jantung dan mengganti darah yang hilang dengan plasma atau
darah.
2) Jalan nafas (airway)
Bebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke belakang dengan posisi kepala
ekstensi dengan memasang orofaryngeal airway (OPA) atau pipa
endotrakheal, bersihkan sisa muntahan, darah, lendir atau gigi palsu. Isi
lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindarkan aspirasi
muntahan.
3) Pernafasan (breathing)

Gangguan pernafasan dapat disebabkan oleh kelainan sentral dan perifer.


Kelainan sentral dalah depresi pernafasan pada lesi medulla oblongata,
pernafasan cheyne stokes, ataksik dan central neurogenic hyperventilation.
Penyebab perifer adalah aspirasi, trauma dada, edema paru, emboli paru,
infeksi. Gangguan pernafasan dapat menyebabkan hipoksia dan hiperkapnia.
Tindakan dengan pemberian O2 kemudian cari dan atasi factor penyebab dan
kalau perlu memakai ventilator.
b. Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat didasarkan atas
patokan pemantauan dan penanganan terhadap “6 B”(Arif Muttaqin 2008), yakni:
1) Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan penderita. Adanya
obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan dengan tindakan-tindakan :
suction, inkubasi, trakheostomi. Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila
perlu, merupakan tindakan yang berperan penting sehubungan dengan edema
cerebri.
2) Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah
(Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi yang menurun
mencirikan adanya suatu peninggian tekanan intracranial, sebaliknya tekanan
darah yang menurun dan makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya
syok hipovolemik akibat perdarahan dan memerlukan tindakan transfusi.
3) Brain
Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata, motorik dan
verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan implikasi
perbaikan/perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih mendalam mengenai
keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-
gerakan bola mata.
4) Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter) mengingat
bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu rangsangan untuk
mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung lebih meningkat.
5) Bowel
Produksi urine perlu dipantau selama pasien dirawat. Bila produksi urine
tertampung di vesika urinaria maka dapat meningkatkan tekanan intra cranial
(TIK).
6) Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Trauma Kepala Berat (TKB)


1. Pengkajian
Pengkajian Kegawatdaruratan :

a. Primary Survey
1) Airway dan Cervical control
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur
mandibula atau maksila, fraktur larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan
“chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
2) Breathing dan Ventilation
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi:fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
3) Circulation dan Hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan informasi
mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan nadi.
b) Kontrol Perdarahan
4) Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
5) Exposure dan Environment control
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jejas.
b. Secondary Survey
1) Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana
timpani, cedera jaringan lunak periorbital
2) Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
3) Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Score (GCS)

4) Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan
EKG
5) Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
6) Pelvis dan ekstremitas
Kaji adanya fraktur, denyut nadi perifer pada daerah trauma, memar dan cedera yang
lain
7) Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia,
ataksia, cara berjalan tidak tegang.
8) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
9) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
10)Makanan/cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera. Tanda : muntah, gangguan
menelan.
11)Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau
mengalami gangguan fungsi.
12)Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan
pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti
ketajaman.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
13)Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
14)Pernafasan
Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas
berbunyi)
15)Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
16)Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartria.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin ada


Diagnosa keperwatan yang lazim muncul pada pasien dengan TKB adalah:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema
serebral, peningkatan tekanan intra cranial (TIK)
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kegagalan otot pernafasan

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 1. Intervensi Keperawatan


No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Resiko NOC : 1. Monitor TIK
ketidakefektifan Circulation status a. Berikan info
perfusi jaringan Tissue Prefusion : pada orang
cerebral berhubungan cerebral terdekat pasien
dengan edema cerebral Kriteria Hasil : b. Monitor status
1. Perfusi jaringan neurologi
cerebral c. Monitor intake
- TIK normal dan output
- Tidak ada nyeri 2. Manajemen edema
kepala cerebral
- Tidak ada a. Monitor adanya
kegelisahan kebingungan,
- Tidak ada keluhan pusing
penurunan b. Monitor status
tingkat pernafasan,
kesadaran frekuensi dan
- Tidak ada kedalaman
gangguan pernafasan
refleks saraf c. Kurangi
2. Status neurologi stimulus dalam
- Kesadaran lingkungan
normal pasien
- TIK normal d. Berikan sedasi
- Pola bernafas sesuai
normal kebutuhan
- Ukuran dan 3. Monitor neurologi
reaksi pupil a. Monitor
normal tingkat
- Laju pernafasan kesadaran
normal (GCS)
- Tekanan darah b. Monitor
normal refleks batuk
dan menelan
c. Pantau ukuran
pupil,bentuk,
kesimetrisan
4. Monitor TTV
5. Posisikan head up
(30- 40 derajat)
6. Beri terapi O2 sesuai
anjuran medis
7. Kolaborasi pemberian
terapi medis
2. Pola nafas tidak NOC : 1. Airway
efektif berhubungan 1. Respiratory status Management
dengan kegagalan otot : Ventilation - Monitor adanya
pernafasan 2. Respiratory status keluhan pusing,
: Airway patency sakit kepala,
3. Vital sign Status mual, muntah,
Kriteria Hasil : gelisah
1. Irama pernafasan Beri posisi
normal head up 30-40
2. Frekuensi derajat untuk

pernafasan normal Memaksimalkan


3. TTV dalam batas Ventilasi.
normal - Keluarkan sekret
Tidak ada tanda dengan suction.
sesak - Monitor alat
Ventilator pada
pasien .
2. Oxygen Therapy
- Pertahankan
jalan nafas yang
paten
- Monitor aliran
Oksigen
- Monitor adanya
Tanda- tanda
Hypoventilasi
3.Vital Sign
Monitoring
- Monitor
TD,suhu,RR
- Identifikasi
penyebab dari
perubahan Vital
Sign
- Kolaborasi
pemberian
4. Therapy medis

4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah
direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan keperawatan
mandiri merupakan tindakan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan
bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lainnya. Sedangkan tindakan kolaborasi
adalah tindakan keperawatan berdasarkan hasil keputusan bersama dengan dokter
atau tenaga kesehatan lainnya (Mitayani,2010). Implementasi keperawatan pada
studi kasus inidisesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah hasil perkembangan berdasarkan tujuan
keperawatan yang hendak dicapai sebelumnya (Mitayani, 2010). Evaluasi yang
digunakan mencakup dua bagian yaitu evalusi formatif yang disebut juga evaluasi
proses dan evaluasi jangka pendek adalah evaluasi yang dilaksanakan terus menerus
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi keperawatan pada
studi kasus ini disesuaikan dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan prioritas.
Adapun rujukan nilai normal dari kriteria hasil dari Nursing Output
Clasification yang telah ditentukan adalah:
a. Tekanan intra cranial (TIK) normal : < 15 mmHg (8-18 cmH20) untuk orang
dewasa
b. Tidak ada nyeri kepala
c. Tidak ada kegelisahan
d. Tidak ada penurunan tingkat kesadaran ( compos mentis)
e. Tidak ada gangguan reflex saraf (Brainstem Positif)
f. Pola bernafas normal /tidak sesak
g. Ukuran dan reaksi pupil normal, seimbang dan reaktif kiri dan kanan
h. Laju pernafasan normal
i. Tekanan darah normal

DAFTAR PUSTAKA

Aghakhani, N., Azami, M., Jasemi, M. et al.(2013). Epidemiology of Traumatic Brain


Injur in Urmia, Iran. Iranian Red Crescent Medical Journal, vol.15(no.2),
pp.173-4.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.

Batticaca, F. B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Brain Injury Association of America. (2009). Types of Brain Injury.
http://www.biausa.org/pages/type of brain injury. html. [Accessed 20
Juni 2018].
Dharma, K.K. 2011. Metode Penelitian Keperawatan. Jakarta: Panduan
MelaksanakanMenerapkan Hasil Penelitian.
Deswani. 2009. Asuhan Keperawatan dan Berdikir Kritis. Jakarta: Salemba Medika.

Haddad, S.H., & Arabi, Y.M. 2010. Critical care manajementof severe traumatic brain
injury in adults. Scan J Trauma ResuscEmerg Med 20 (12) :1-15.
Irawan H, Setiawan F, Dewi, DewantoG . (2010). Perbandingan Glasgow Coma Scale
dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien Trauma
Kepala di Rumah Sakit Atma Jaya. Majalah Kedokteran
Indonesia.http://indonesia.digitaljournals.org/diakses 20 Juni 2018

Moleong, lexy j. 2010. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosda karya

Muttaqin, A. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika. NANDA.

2015. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia:


NANDA International.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TRAUMA

KEPALA BERAT DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

A. BIODATA
1. Identitas pasien
Nama : Tn.J
Tanggal masuk rumah sakit : 17 Okt 2021
Tanggal pengkajian : 18 Okt 2021
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 16 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Siswa
Status pernikahan : Belum menikah
Diagnose medis : Trauma capitis berat
2. Identits penanggung jawab
Nama : Tn. B
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Hubungan dengan pasien : Ayah pasien Alamat
B. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan utama : pasien datang dengan penurunan kesadaran
b. Riwayat keluhan utama: pasien dengan riwayat kecelakaan lalulintas pada
tanggal 27-10-21 jam 10.30 Wib.
c. Terapi/ operasi yang sudah dilakukan : telah dilakukan pemasangan IVFD
2 jalur, pembidaian pada area fraktur, CT-Scan kepala dan pemeriksaan
darah rutin di IGD RSUD

2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


a. Penyakit berat yang pernah diderita : tidak ada
b. Pernah dirawat di RS : tidak pernah
c. Pernah operasi : tidak pernah
d. Obat – obatan yang pernah dikonsumsi: tidak ada
e. Alergi : tidak ada
f. Kebiasaan merokok/ alkohol/ lainnya : tidak ada
g. BB sebelum sakit : 38 kg

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Keluarga pasien mengatakan di keluarga ada riwayat penyakit hipertensi yaitu kakek
pasien. Keluarga juga mengatakan ada riwayat diabetes mellitus dikeluarga. Tidak
ada riwayat penyakit menular seperti TBC.
Genogram :

38

16

Keterangan :
: laki- laki : pasien

: perempuan : menikah

: meninggal : tinggal serumah


4. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum
Keadaan umum pasien lemah dan terdapat penurunan kesadaran
b. Kesadaran
Tingkat kesadaran pasien semi koma GCS E1V1M3 nilai 5
c. Tanda-tanda vital
TD : 100/ 70 mmHg
HR : 91/ menit
RR :17 x/ menit
S : 37,5 oC
SpO2 : 90 %
d. Kepala
Bentuk menshocephal, terdapat luka terbuka di os temporal sinistra sepanjang 10
cm, tanda hitam belakang telinga (bathel sign) di bagian sinistra.
e. Penglihatan
Mata simetris,sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, raccoon eyes di mata
sinistra, pupil anisokor 2/4, reaksi cahaya ++/--.
f. Pendengaran
Bentuk simetris, terdapat cairan darah dari telinga sinistra
g. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada secret, tidak ada sinusitis, tidak ada darah, pernafasan
cuping hidung positif

h. Tenggorokan dan mulut

Terpasang ventilator dan endo tracheal tube, bibir lembab, gigi ada yang tanggal,
tidak ada stomatitis, tidak ada tonsillitis.
i. Leher

Tidak ada pembengkakan kelenjar, tidak ada peningkatan JVP.

j. Pernafasan(breathing)

1) Inspeksi

a) Terpasang ventilator

b) Bentuk dada simetris, tidak ada lesi maupun jejas Frekuensi nafas 17
x/menit

c) Tidak nampak retraksi dinding dada

d) Pernafasan cuping hidung positif

e) Payudara dan puting normal


2) Palpasi
a) Vokal fremitus teraba di ICS 4 Tidak teraba massa
b) Tidak ada pengembangan dada abnormal
3) Perkusi
a) Cairan : tidak ada dullnes
b) Udara : sonor
4) Auskultasi
Suara nafas vesikuler, terdapat suara tambahan stridor Tidak ada krepitasi,
tidak ada wheezing
k. Kardiovaskuler(bleding)
1) Inspeksi
Tidak ada edema ekstremitas, tidak ada edema palpebra, tidak ada asites
2) Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS 4
3) Perkusi
Pekak, tidak ada perbesaran jantung
4) Auskultasi
1) BJ 1 dan BJ 2 normal
2) Lainnya: akral dingin, CRT < 3 detik
l. Pencernaan
1) Inspeksi
a) Turgor kulit elastis, bibir lembab
b) Rongga mulut normal, tidak ada stomatitis
c) Abdomen tidak nampak jejas maupun massa, tidak nampak pembuluh
kapiler
2) Auskultasi
Bising usus 12 x/ menit Bunyi vaskuler tidak ada Bunyi peristaltic usus
normal
3) Perkusi
Tympani

4) Palpasi

Tidak teraba massa


m. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas Tidak ada deformitas
2) Ekstremitas bawah
Tidak terdapat deformitas di bagian sinistra, terdapat fraktur di os femur
sinistra
n. Kulit
Bersih, warna kulit sawo matang, akral dingin, turgor kulit baik.
o. Genitalia
Normal, bersih, terpasang kateter urine

5. ACTIVITY DAILY LIVING


a. Nutrisi
1) Sebelum dirawat
Pasien makan 3x sehari dengan lauk pauk habis satu porsi
2) Setelah dirawat
Pasien terpasang NGT dan masih dialirkan
b. Eliminasi BAB
1) Sebelum dirawat
Pasien BAB 1x sehari, konsistensi lembek, tidak ada darah
2) Setelah dirawat Pasien belum BAB

c. BAK

1) Sebelum dirawat

Pasien biasa BAK 5-6 kali sehari, warna kekuningan, tidak


bercampur darah.
2) Setelah dirawat

Pasien terpasang katetern urine, warna urin kekuningan, tidak


bercampur darah. Urin output 200-300 ml/ 7 jam
d. Olahraga dan aktivitas
1) Pasien tidak pernah berolahraga
2) Pasien hanya beraktivitas di rumah dan di sekolah
e. Istirahat dan tidur
1) Sebelum dirawat
Pasien biasa tidur 8 jam sehari, tidak sering terbangun
2) Setelah dirawat
Pasien mengalami penurunan kesadaran
f. Personal higyene
1) Pasien biasa mandi 2 x sehari menggunakan sabun, gosok gigi
menggunakan pasta gigi.
2) Setelah dirawat pasien belum mandi

6. POLA INTERAKSI SOSIAL


Orang terdekat pasien adalah keluarga. Bila ada masalah
pasien mendiskusikan dengan keluarga.

7. KEGIATAN KEAAMAAN

Pasien biasa sholat 5 waktu dan mengaji di masjid. Setelah sakit pasien
mengalami penurunan kesadaran
8. KEADAAN PSIKOSOSIAL SELAMA SAKIT
Keluarga pasien menganggap sakit sebagai ujian. Harapan keluarga pasien
lekas sembuh dan pulang kerumah Keluarga pasien berinteraksi dengan baik
dengan petugas kesehatan
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Foto thorax : tidak ada
2) CT Scan :
 Tampak lesi hiperdens luas pada lobus frontalis kanan disertai
perifocal edema disekitarnya
 Tampak pula lesi hiperdens mengisi ventrikel lateralis terutama kiri
sampi ventrikel empat
 Sulci dan gyri obliterasi
 Pons dan cerebellum normal
 Tak tampak klasifikasi abnormal
 Tampak deviasi midline sejauh 7,4 mm
 Orbita dan mastoid baik
 Penebalan mukosa sinus maxilaris bilateral
 Tampak diskontinuitas os zygomaticum kanan, dinding sinus maxilaris
kanan,nasofrontalis dan nasomaxilaris

10. OBAT

Tabel 1 Daftar obat

Nama obat Dosis Waktu pemberian


Pantoprazole 2 x 1 vial 06.00 18.00
Furosemide 2 x 2 ampul 06.00 18.00
Ceftriaxon 2 x 1 vial 06.00 18.00
Domperidone 3 x 10 mg 06.00 14.00 22.00
Ketorolac 3 x 1 amp 06.00 14.00 22.00
Antrain 3 x 1 amp 06.00 14.00 22.00
Asam tranexamat 3x 1 amp 06.00 14.00 22.00
Paracetamol infuse 3x 500 mg 06.00 14.00 22.00
Morfina 2 amp dalam 20 cc 1 cc/ jam/ siring pump
IVFD Kaen 3B : Asering (2:2) / hari

C. ANALISA DATA

Tabel 2.Analisa Data

Tanggal /
No Data fokus Problem Etiologi
jam
1 18 Okt Ds : Resiko Edema
2021
Do : keadaan umum ketidakefektif cerebral
lemah, kesadaran semi an perfusi
koma, GCS 5, CT Scan jaringan
hasil: Intracerebral dan cerebral
intraventrikular
hematoma, terdapat luka
terbuka di os temporal
sinistra sepanjang 10 cm,
bathel sign di bagian
sinistra, raccoon eyes
dimata sinistra, pupil
anisokor 2/4 RC ++/--,
terdapat cairan darah di
telinga sinistra, terpasang
infuse RL 20 tpm di
lengan kanan, terdapat
fraktur di os femur
sinistra, terpasang kateter
urine, terpasang nasal
gastric tube, terpasang endo
tracheal tube dan ventilator.
TD : 100/70 mmHg HR
: 91 x/ menit RR
: 17x/ menit
S : 37,5 O C SpO2 : 90
%
Urine output 200 cc-300 cc
/7 jam
2. Ds : - Pola nafas Kegagalan
Do : keadaan umum lemah, tidak efektif otot
kesadaran semi koma, pernafasan
pernafasan cuping hidung
positif, , terdapat suara
tambahan stridor, terpasang
endo tracheal tube,
terpasang ventilator
TD : 100/70 mmHg
HR : 91 x/ menit
RR: 17x/ menit
S : 37,5 O C SpO2 : 90 %
Urine output 200 cc-300 cc
/7 jam
D. PRIORITAS DIAGNOSE

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema cerebral


2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kegagalan otot pernafasan

E. INTERVENSI KEPERAWATAN NIC NOC

Tabel 3.3 Intervensi

DIAGNOSA
NO NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Resiko NOC : 1. Monitor TIK
ketidakefektifan - Circulation status a. Monitor adanya
perfusi jaringan - Tissue Prefusion Cerebral keluhan sakit
cerebral berhubungan kepala, mual,
dengan edema Kriteria Hasil : muntah, gelisah
cerebral 1. Perfusi jaringan cerebral b. Monitor status
- Tekanan intra cranial neurologi
normal c. Monitor intake dan
- Tidak ada nyeri kepala output
- Tidak ada kegelisahan 2. Manajemen edema
- Tidak ada gangguan cerebral
refleks saraf a. Monitor adanya
2. Status neurologi kebingungan,
- Kesadaran normal keluhan pusing
- Tekanan intra cranial b. Monitor status
normal pernafasan,
- Pola bernafas normal frekuensi dan
- Ukuran dan reaksi kedalaman
pupil normal pernafasan
- Laju pernafasan c. Kurangi stimulus
normal dalam lingkungan
- Tekanan darah normal pasien
d. Berikan sedasi
sesuai kebutuhan
3. Monitor neurologi
a. Monitor tingkat
kesadaran (GCS)
b. Monitor refleks
batuk dan menelan
c. Pantau ukuran
pupil,bentuk,
kesimetrisan
4. Monitor TTV
5. Posisikan head up (30-
40 derajat)
6. Beri terapi O2 sesuai
anjuran medis
7. Kolaborasi pemberian
terapi medis
2 Pola nafas tidak efektif NOC : 1. Airway Management
berhubungan dengan - Respiratory status :  Pertahankan bukaan
kegagalan otot Ventilation jalan nafas
pernafasan - Respiratory status :  Beri posisi head up
Airway patency 30-40 derajat
- Vital sign Status untuk

Kriteria Hasil :  Memaksimalkan

1. Irama pernafasan normal ventilasi.

2. Frekuensi pernafasan  Keluarkan secret


normal dengan suction.
3. TTV dalam batas normal  Monitor alat
4. Tidak ada tanda sesak ventilator
Pasien tidak mengeluh 2. Oxygen Therapy
sesak  Pertahankan jalan
nafas yang paten
 Monitor aliran
Oksigen
 Monitor adanya
tanda-tanda
hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
 Monitor TD, Suhu,
RR
 Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign
4. Kolaborasi pemberian
therapi medis

F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tabel 3.4 Implementasi dan Evaluasi

No Tanggal Paraf
Implementasi keperawatan Jam Catatan perkembangan
Dx / Jam Perawat
1 18 Okt 1. Memonitor tekanan 14.00 S :- O :
2021 intra kranial - Keadaan umum lemah,
10.00 - Memonitor status - Tingkat kesadaran
neurologi Semi Koma , GCS 5
- Memonitor intake - Refleks saraf (Reflex
dan output Bra instem 7)
2. Memanajemen edema
cerebral - Vital sign
- Memonitor status TD : 100/ 70 mmHg
pernafasan, frekuensi HR : 91 x/ menit RR :
dan 17x/ menit
kedalaman S : 37,5 o C
pernafasan - Reaksi Pupil, Pupil 2/4,
- Mengurangi stimulus RC++/--
dalam lingkungan A:Resiko
pasien ketidakefektifan
- Memberikan sedasi perfusi jaringan
sesuai kebutuhan cerebral belum
3. Memonitor neurologi teratasi.
- Memonitor tingkat P : lanjutkan intervensi
kesadaran (GCS)
- Memonitor refleks
batuk dan menelan
- Memantau ukuran
pupil,bentuk,kesime
trisan
4. Memonitor TTV
5. Memposisikan head up
(30- 40 derajat)
6. Memberi terapi O2
sesuai anjuran medis (O2
Ventilator dengan mode
SIMV)
7. Memberikan terapi
kolaborasi medis
18 Okt 1. Airway Management 14.00 S: - O:
2021  Mempertahankan - Keadaan umum
Jam 10.10 bukaan jalan nafas lemah,
 Memberi posisi head - Ventilasi: RR 17x/
up 30-40 derajat menit, irama nafas
untuk teratur, suara nafas
 Memaksimalkan stridor.
ventilasi. - Airway patency:
 Mengeluarkan secret pernapasan cuping
dengan suction. hidung, (+) ventilator

 Memonitor alat (+), penggunaan otot

ventilator bantu pernafasan (-)

2. Oxygen Therapy - SpO2 : 90 %

 Mempertahankan - Vital Sign: TD: 100/70

jalan nafas yang mmHg, HR : 91 x/

paten menit, RR: 17x/ menit,


S: 37,5oC
 Memonitor aliran
A: pola nafas tidak
Oksigen
efektif
 Memonitor adanya
belum teratasi.
tanda-tanda
P: lanjutkan intervensi
hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
 Monitor TD, suhu,
RR
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
 Kolaborasi
pemberian therapi
medis
2 19 Okt 1. Memonitor Tekanan 14.00 S:-O:
2021 intra kranial - Keadaan umum lemah
Jam 08.00 - Memonitor status - Tingkat kesadaran Semi
neurologi koma GCS 5
- Memonitor intake - Refleks saraf (Reflex
dan output Bra Instem 7)
2. Memanajemen edema -Vital sign
cerebral TD : 115/ 90 mmHg
- Memonitor status HR : 92 x/ menit RR
pernafasan, : 17x/ menit
frekuensi dan S : 37,8O C
kedalaman - ReaksiPupil , Pupil2/3,
pernafasan RC++/--
- Mengurangi A:Resiko
stimulus dalam Ketidakefektifan
lingkungan pasien perfusi jaringan
- Memberikan sedasi cerebral belum
sesuai kebutuhan teratasi.
3. Memonitor neurologi P :lanjutkan intervensi
- Memonitor tingkat
kesadaran (GCS)
- Memonitor refleks
batuk dan menelan
- Memantau ukuran
pupil,bentuk,
kesimetrisan
4. Memonitor TTV
5. Memposisikan head up
(30- 40 derajat)
6. Memberi terapi O2
sesuai anjuran medis
(O2 Ventilator dengan
mode SIMV)
7. Memberikan terapi
hasil kolaborasi medis
20 Okt 1. Airway Management 14.00 S:-O:
2021  Mempertahankan - Keadaan umum
09.10 bukaan jalan nafas lemah,
WIB  Memberi posisi head - Ventilasi: RR
up 30-40 derajat 17x/menit, irama nafas
untuk teratur, suara nafas
 Memaksimalkanvent stridor.
ilasi. - Airway patency:

 Mengeluarkan secret pernapasan cuping

dengan suction. hidung (+) ventilator

 Memonitor alat (+), penggunaan otot

ventilator bantu pernafasan (-)

2. Oxygen Therapy - SpO2 : 90 %


- Vital Sign: TD: 115/
 Mempertahankan
90 mmHg, HR : 92
jalan nafas yang
x/ menit,
paten
- RR: 17x/ menit, S:
 Memonitor aliran
37,8oC
Oksigen
A:pola nafas tidak efektif
 Memonitor adanya
belum teratasi.
tanda-tanda
P: lanjutkan intervensi
hypoventilasi
3. Vital SignMonitoring
 Monitor TD, Suhu,
RR
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
4. Kolaborasi pemberian
therapi medis
3 21 Okt 1. Memonitor 14.00 S:-O:
2021 tekanan intra cranial - Keadaan umum
- Memonitor lemah
status neurologi - Tingkat kesadaran
- Memonitor Semi koma GCS 6
intake dan output - Refleks saraf
2. Memanajemen edema (Reflex Brainstem 9)
cerebral -Vital sign
- Memonitor TD : 130/ 75 mmHg
status pernafasan, HR : 85 x/ menit
frekuensi RR : 17x/ menit
dan kedalaman S : 37 O C
pernafasan ReaksiPupil , Pupil2/3,
- Mengurangi RC++/++
stimulusdalam A:Resiko
lingkungan pasien ketidakefektifan
- Memberika sedasi perfusi jaringan
sesuai kebutuhan cerebral
3. Memonitor neurologi belum teratasi.
- Memonitor P: lanjutkan intervensi
tingkat kesadaran
(GCS)
- Memonitor
refleks batuk dan
menelan
- Memantau
ukuran
pupil,bentuk,
kesimetrisan
4. Memonitor TTV
5. Memposisikan head
up (30- 40 derajat)
6. Memberi terapi O2
sesuai anjuran medis
(O2 Ventilator dengan
mode SIMV)
Memberikan terapi
kolaborasi medis
10.00 WIB 1. Airway Management 14.00 S: - O:
 Mempertahankan - Keadaan
bukaan jalan nafas umum lemah,
 Memberi posisi - Ventilasi:
head up 30-40 RR
derajat untuk 17x/menit, irama

 Memaksimalkan nafas teratur, suara

ventilasi. nafas stridor.

 Mengeluarkan - Airway patency:

secret dengan pernapasan cuping

suction. hidung (+) ventilator

 Memonitor (+), penggunaan otot

alat ventilator bantu pernafasan (-)

2. Oxygen Therapy - SpO2 : 100 %


- Vital Sign: TD: 130/
 Mempertahankan
75 mmHg, HR: 85 x/
jalan nafas
menit, RR: 17x/
yang paten
menit, S: 37 oC
 Memonitor
A:pola nafas tidak
aliran Oksigen
efektif belum
 Memonitor
teratasi.
adanya tanda-tanda
P: lanjutkan intervensi
hypoventilasi
3. Vital Sign Monitoring
 Monitor TD, Suhu,
RR
4. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign
5. Kolaborasi pemberian
therapi medis
G. Evaluasi Perkembangan Asuhan Keperawatan Selama 3 Hari

1. Diagnosa Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

No NOC Hari I Hari II Hari III


1 Tingkat kesadaran Semi koma,GCS 5 Semi koma GCS Semi koma ,GCS
(E1V1M3) 5 (E1V1M3) 6 (E1V1M4)
2 Refleks saraf Reflex Brainstem (7) Reflex Brainstem Reflex Brainstem
(7) (9)
3 Vital sign T=100/70 T=115/90 T=130/75
HR= 91x/menit HR= 92x/menit HR= 85x/menit
RR=17x/menit RR=17x/menit RR=17x/menit
S=37,5oC S=37,8oC S=37,oC
4 Reaksi pupil Pupil 2/4,RC++/-- Pupil2/3,RC++/-- Pupil
2/3RC++/++

2. Diagnosa Pola nafas tidak efektif

No NOC Hari I Hari II Hari III


1 Ventilasi
- RR 17x/menit 17x/menit 17x/menit
- Irama Nafas Teratur Stridor Teratur Teratur
- Suara nafas Stridor Stridor
2 Airway patency
- Pernapasan + + +
cuping hidung (ETT+ventilator) (ETT+ventilator) (ETT+ventilator)
- penggunaan - - -
otot bantu
pernafasan

You might also like