Professional Documents
Culture Documents
Instalasi Dan Produksi Biobriket
Instalasi Dan Produksi Biobriket
Latar Belakang:
Dewasa ini, dengan perkembangan teknologi medis yang dapat memperpanjang harapan
hidup manusia, dan didorong teknologi produksi sumber bahan pangan modern,
menyebabkan peningkatan drastis jumlah populasi penduduk dunia. peningkatan populasi ini,
menghadapkan manusia pada tantangan terbesarnya, yaitu keterbatasan bahan baku. Demand
yang tinggi ini mendorong manusia untuk mengeksploitasi sumber daya yang ada untuk
mencapai keuntungan semaksimal mungkin. dan untuk mengolah bahan baku ini hingga
menjadi produk, diperlukan energi.
Berdasarkan Badan Statistik Amerika Serikat, diperkirakan jumlah penduduk dunia pada
januari 2018 mencapai 7.53 Miliar Jiwa. Kemudian dikutip dari Census US, diperkirakan
jumlah penduduk dunia pada tahum 2020 mencapai 7.7 Miliar lebih. Dikutip dari Global
demographic trends and future carbon emissions. Tren peningkatan jumlah penduduk ini
akan terus meningkat dan diperkirakan pada tahun 2050, jumlah penduduk dunia akan
mencapai 9.735 Miliar.
Dengan meningkatnya jumlah penduduk dunia dapat dipastikan bahwa kebutuhan energi
juga akan ikut meningkat seiring bertambahnya tahun. Padahal produksi energi saat ini, masih
didominasi oleh sumber energi fosil yang terbatas, seperti minyak bumi, batubara, dan gas
alam. dimana, pembangkit listrik ini menghasilkan emisi karbon yang tinggi, sebagai contoh,
diketahui dari Hasil penelitian Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN)-BATAN pada
tahun 2013, faktor emisi PLTU batubara di Indonesia senilai 1,140 kg per kWh listrik yang
dihasilkan.
Gambar 1 Biobriket sebagai Bahan Substitusi Arang untuk Barbeque, dan Biopellet sebagai
Bahan Bakar Co-Firing di PLTU
Diketahui, kapasitas produksi listrik PLTU banten sebesar 3 x 315 MW, PLTU indramayu
sebesar 3 x 330 MW, dan PLTU Rembang sebesar 2 x 315 MW. Emisi karbon ini dapat
menyebabkan pemanasan global, dampak dari pemanasan global ini yaitu meningkatnya
permukaan laut, meluasnya kekeringan, dan perubahan jadwal pergantian musim. Solusi dari
masalah emisi gas rumah kaca ini adalah co-firing. Dengan penggunaan co-firing biopellet
pada PLTU batubara, emisi karbon dari PLTU ini dapat dikurangi. untuk biobriket, lebih
sering digunakan untuk barbeque. Karena apinya yang tahan lama. Selain menjaga
lingkungan. Terdapat juga dorongan dari pemerintah seperti program carbon tax, dan carbon
trading.
Sejak tahun 2015, Negara Republik Korea Selatan sudah menerapkan Carbon Trading.
Atau The Korean Emissions Trading Scheme (K-ETS), dimana perusahaan memiliki batas
emisi karbon maksimal masing-masing, bila melewati batas maksimum tersebut, maka
perusahan harus membeli porsi ekstra bagi emisi karbonnya. Dan bagi industri yang tidak
menggunakan seluruh jatah emisi karbonnya, dapat menjualnya ke perusahaan lain yang
sudah melewati batas maksimum emisi karbonnya. Hal ini dilakukan korea untuk mencapai
2050 : Carbon neutral goal.
Untuk Indonesia sendiri, sejak tahun 2021 ini, pemerintah mengesahkan UU HPP,
didalamnya terdapat kebijakan carbon tax dengan mekanisme pajak yang didasari oleh batas
emisi (cap and tax), dan peraturan ini akan berlaku sejak 1 april 2022. Dengan biaya Rp.30
per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). dengan adanya pajak karbon ini, pemerintah
berharap industri dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pada tahun 2030, Indonesia menargetkan penurunan emisi karbon hingga 41% sebagai
kontribusi terhadap Paris Agreement, sebuah perjanjian internasional untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca dengan tujuan membatasi kenaikan suhu global 2oC hingga akhir abad
ke 21. Hal ini memperkuat potensi untuk dikembangkannya industri biobricket dan biopellet
di Indonesia. Berikut , di bawah ini terdapat grafik berisi tren kenaikan Greenhouse Gas
emission khususnya di Indonesia.
Pelaksanaan Kegiatan:
a. Penentuan Lokasi dan Pengukuran tanah
Gambar 3 Denah Instalasi Industri Integrated Farming System di KHDTK
Pada denah diatas, Gedung produksi biobriket berada di samping Gedung produksi
mikroalga. Lokasi pembangunan biobriket membutuhkan lokasi yang memiliki tanah datar
dan terbuka. Kondisi tanah lempung di KHDTK memberikan tantangan baru dalam instalasi
Gedung biobriket ini. tanah lempung (clay) dapat mengembang ketika menyerap air dan
mengkerut/mengeras saat kering (Akbar, A., 2017). Tanah jenis ini rentan terhadap fluktuasi
kelembapan tanah. Fluktuasi inilah yang menyebabkan struktur bangunan diatasnya kurang
stabil. Oleh karena itu digunakan fondasi jalur/Strip untuk menjaga kestabilan gedung biobriket
ini.
Gambar 4 Pengukuran Tanah dan Pembagian Lokasi Instalasi Unit Produksi Biobriket dan
Biopellet
Setelah ditemukan lokasi instalasi biobriket yang dirasa cocok, dilakukan proses
pengukuran tanah. Pengukuran tanah ini sendiri dilaksanakan pada 4 agustus 2021. Luas tanah
yang didedikasikan untuk produksi biobriket adalah 17 x 10 m. sedangkan untuk rumah
produksi biobriket sendiri ukurannya 10 x 10 m. untuk sisanya dijadikan halaman untuk parkir,
menaruh genset dan tungku pembakaran.
b. Instalasi Listrik
Dalam proses instalasi unit produksi biobriket, diperlukan beberapa utilitas pendukung
produksi. Salah satunya adalah listrik. Usaha yang dilakukan dalam upaya instalasi listrik ini
adalah dengan menghubungi PLN untuk pemasangan listrik. untuk usaha pendaftaran instalasi
ini dimulai sejak tanggal 12 agustus 2021. Sambil menunggu pemasangan listrik, maka suplai
listrik menggunakan lost stroom.
Gambar 5 (Kiri) Pemasangan Listrik Sementara Melalui Rumah Warga dan (Kanan)
Pemasangan Listrik Permanen Menggunakan Tiang Pal
Manfaat:
Tersedianya sarana laboratorium lapangan dan tempat untuk memproduksi biobriket dan
biopellet bagi mahasiswa dan dosen yang ingin melakukan penelitian maupun magang.