Professional Documents
Culture Documents
MANAJEMEN FISIOTERAPI
GANGGUAN FUNGSIONAL PARU-PARU BERUPA SESAK NAPAS
DAN BATUK DARAH E.C DESTROYED LUNG TUBERCULOSIS
SEJAK 10 TAHUN YANG LALU
OLEH:
HALAMAN PERSETUJUAN
i
Yang bertandatangan di bawah ini, menerangkan bahwa mahasiswa berikut:
Gangguan Fungsional Paru-Paru Berupa Sesak Napas dan Batuk Darah e.c Destroyed
Lung Tuberculosis Sejak 10 Tahun yang Lalu” pada bagian Balai Besar Kesehatan Paru
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan laporan studi
kasus dengan judul “Manajemen Fisioterapi Gangguan Fungsional Paru-Paru Berupa
Sesak Napas dan Batuk Darah e.c Destroyed Lung Tuberculosis Sejak 10 Tahun yang
Lalu”
Penyusunan laporan studi kasus ini merupakan salah satu tugas pada pelaksanaan
Program Studi Pendidikan Profesi Fisioterapi Fakultas Keperawatan Universitas Hasanuddin.
Melalui penyusunan laporan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman lebih tentang
patofisiologi dan penatalaksanaan fisioterapi kardiopulmonal pada kasus Penyakit Paru
Obstruktif Kronik yang ditemui penyusun pada saat melakukan praktek lapangan yang akan
bermanfaat pada masa yang akan datang.
Dalam penyusunan laporan studi kasus ini, banyak ditemui tantangan dan hambatan yang
mendasar. Namun semua itu dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan, bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini sudah selayaknya
penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada para instruktur klinis di Unit Fisioterapi
Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar dan edukator klinis yang telah membimbing
dalam penyusunan laporan studi kasus ini.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa laporan studi kasus
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penyusun
memohon maaf yang sebesar-besarnya dan membuka diri untuk segala saran dan kritik yang
sifatnya membangun sehingga dapat dilakukan perbaikan untuk pencapaian hasil yang lebih
baik. Akhirnya, penyusun berharap semoga laporan studi kasus dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Makassar, 30 November 2021
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Anatomi dan Fisiologi Paru-Paru .................................................. 1
BAB II ANALISIS KEPUSTAKAAN BERDASARKAN KASUS
A. Kerangka/Mind Mapping Teori .................................................... 10
B. Definisi Penyakit Destroyed Lung ................................................ 10
C. Etiologi .......................................................................................... 11
D. Epidemiologi ................................................................................. 13
E. Klasifikasi...................................................................................... 14
F. Patomekanisme .............................................................................. 15
G. Manifestasi Klinis ......................................................................... 16
H. Pemeriksaan dan Penegakan Diagnosis ........................................ 16
I. Diagnosis Banding ........................................................................ 19
J. Penatalaksanaan Fisioterapi .......................................................... 20
K. Kerangka/Mind Mapping Teknologi Fisioterapi .......................... 23
BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI
A. Data Umum Pasien ....................................................................... 24
B. Assessment .................................................................................... 24
C. Pemeriksaan Spesifik FT .............................................................. 26
D. Diagnosa FT .................................................................................. 28
E. Program Fisioterapi ....................................................................... 29
F. Evaluasi dan Modifikasi ................................................................ 30
G. Home Program ............................................................................. 31
H. Kemitraan...................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
paru yang paling parah dimana terjadinya penurunan volume paruh dan saluran napas
pada pasien dengan penurunan fungsi paruh yang progresif, gagal napas, dan disabilitas
paru. yang jarang terjadi, dan mengakibatkan perubahan ireversibel pada parenkim
paru (Hong yun, et all 2021). Kondisi ini paling sering menyebabkan inflamasi kronik
pada paru seperti bronkiektasis, tuberkulosis, pneumonia nekrosis, abses paru, infeksi
Pada tahun 2019, 10 juta orang menderita TB dan 1,4 juta orang meninggal karna
paru-paru jarang terjadi. Kerusakan paru dengan obstruksi bronkus, kolaps lobus,
atelectasis, fibrosis dan hiperinflamasi paru bilateral. Sisi kiri paru lebih sering terjadi
karena bronkus kiri lebih Panjang dan lebih sempit dan memiliki jalur yang lebih
horizontal yang membuat drainase secret dari paru – paru menjadi sulit. (Hafsat Umar,
et all 2021)
Problematika yang muncul pada kondisi destroyer lung ini ditandai dengan
batuk kronik produktif, sputum purulen, heamoptisis dispnea, dan demam. Pengobatan
yang dapat dilakukan dengan cara farmakologi dan non farmakologi seperti chest terapi
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada
di atas rusuk (rib) pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru terbagi
menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat
dengan jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar
sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments. Paru-paru kanan dan
dan sangat elastis. Permukaan paru-paru halus, bersinar, dan membentuk beberapa
oleh garis-garis yang lebih ringan (fisura). Setiap paru memiliki bentuk kerucut yang
terdiri dari bagian puncak (apeks), dasar (basis), tiga perbatasan, dan dua permukaan.
Puncak (apeks pulmonis) memiliki permukaan halus dan tumpul. Puncak apeks
menonjol ke atas dalam leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Dasar (basis pulmonis)
memiliki permukaan luas, konkaf, dan terletak di atas diafragma, yang memisahkan
paru-paru kanan dari lobus kanan hati, dan paru-paru kiri dari lobus kiri hati, lambung,
dan limpa. Karena diafragma sebelah kanan lebih tinggi daripada di sisi kiri,
kecekungan dasar paru kanan lebih dalam dari yang di sebelah kiri. Basis pulmonalis
paru turun selama inspirasi dan naik selama ekspirasi (Snell, 2012).
2
Gambar 1. Anatomi Paru
Sumber: Seeleys Essential Anatomy, 2016
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi
adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan
lancar dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru.
Menurut fungsinya, otot pernapasan dibedakan menjadi otot inspirasi, yang terdiri dari
otot inspirasi utama dan tambahan, serta otot ekspirasi. Yang termasuk dalam otot
Selama pernapasan normal dan tenang (quiet breathing), tidak ada otot
pernapasan yang bekerja selama ekspirasi, hal ini akibat dari daya lenting elastis paru
dan dada. Namun pada keadaan tertentu, di mana terjadi peningkatan resistensi jalan
nafas dan resistensi jaringan, misalnya saat serangan asma, otot ekspirasi dibutuhkan
kontribusinya. Dalam keadaan ini, otot ekspirasi yaitu m. rectus abdominis memberikan
efek tarikan ke arah inferior yang sangat kuat terhadap costa bagian bawah, pada saat
3
yang bersamaan otot ini dan otot abdominal lain menekan isi abdomen ke arah
1. Mekanisme Bernapas
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan
tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-
paru manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan
4
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli dan
atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah.
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke
d. Pengaturan ventilasi
berkontraksi, tulang kosta dan sternum akan tertarik ke atas, karena tulang kosta
atas akan membesar dan memperbesar diameter transversal rongga dada bagian
bawah. Pada saat inspirasi ini, diafragma berkontraksi sehingga turun, akibatnya
(dalam keadaan normal negatif) menjadi lebih negatif: -2.5 menjadi -6 mmHg,
lalu jaringan elastis pada paru akan meregang, dan paru akan mengembang
memenuhi kapasitas rongga dada. Pada saat ini tekanan udara di alveolus adalah
-1,5 mmHg (lebih rendah dari tekanan atmosfir). Udara akan masuk ke dalam
eksternal akan relaksasi. Tulang kosta dan sternum akan turun. Lebar dan
panjang rongga dada akan berkurang. Kapasitas rongga dada akan berkurang.
mmHg. Jaringan elastis paru akan kembali ke keadaan semula. Tekanan udara
pada alveolus saat ini adalah +1,5 mmHg (lebih tinggi dari tekanan udara).
5
Pada keadaan pernafasan paksa, tepatnya saat inspirasi, otot cuping
hidung dan otot glotis akan berkontraksi untuk membantu masuknya udara ke
dalam paru-paru. Otot pada leher akan berkontraksi, tulang kosta pertama akan
bergerak ke atas (dan sternum bergerak naik dan ke depan). Pada saat ekspirasi
kosta akan menurun lebih dari pernafasan normal. Otot abdominal juga
a. Volume Tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi pada
dewasa.
6
c. Volume Cadangan Eskpirasi adalah jumlah udara yang masih dapat
d. Volume Residu, yaitu volume udara yang masih tetap berada dalam paru-
Kapasitas paru merupakan gabungan dari beberapa volume paru dan dibagi
Besarnya ± 3500 ml, dan merupakan jumlah udara yang dapat dihirup
volume residu. Besarnya ± 2300 ml, dan merupakan besarnya udara yang
udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah terlebih dahulu
banyaknya.
d. Kapasitas Vital paksa (KVP) atau Forced Vital Capacity (FVC) adalah
maksimum yang diikuti oleh ekspirasi paksa minimum. Hasil ini didapat
7
e. Volume ekspirasi paksa satu detik (VEP1) atau Forced Expiratory Volume
in One Second (FEV1) adalah volume udara yang dapat dikeluarkan dengan
ekspirasi maksimum per satuan detik. Hasil ini didapat setelah seseorang
f. Kapasitas Paru Total, sama dengan kapasitas vital + volume residu. Besarnya
mungkin dengan inspirasi paksa. Volume dan kapasitas seluruh paru pada
wanita ± 20 – 25% lebih kecil daripada pria, dan lebih besar pada atlet dan
orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis
(Guyton, 2011).
Klasifikasi Nilai
Normal KVP≥ 80%, VEP1/KVP≥75%
Gangguan Obstruksi VEP1< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 70% nilai prediksi
Gangguan Campuran KVP< 80% nilai prediksi, VEP1/KVP< 75% nilai prediksi
tubuh, posisi selama pengukuran kapasitas vital, kekuatan otot pernafasan dan
pengembangan paru dan rangka dada. Volume udara normal dalam paru
bergantung pada bentuk dan ukuran tubuh. Posisi tubuh juga mempengaruhi
volume dan kapasitas paru, biasanya menurun bila berbaring, dan meningkat
bila berdiri. Perubahan pada posisi ini disebabkan oleh dua faktor, yaitu
8
kecenderungan isi abdomen menekan ke atas melawan diafragma pada posisi
berbaring dan peningkatan volume darah paru pada posisi berbaring, yang
berhubungan dengan pengecilan ruang yang tersedia untuk udara dalam paru-
paru.
Fungsi paru dapat digolongkan menjadi dua yaitu gangguan fungsi paru
nilai VEP1/KVP kurang dari 70% dan menderita gangguan fungsi paru restriktif
bila nilai kapasitas vital kurang dari 80% dibanding dengan nilai standar
(Majumder, 2015)
9
BAB II
Kaliber bronkus
menyempit Destroyed Lung
B. Definisi
merupakan komplikasi TB jangka Panjang yang dapat terjadi akibat progresivitas PTB
primer atau reaktivasi TB (Hafsat Umar Ibrahin et all 2021). Sedangkan menurut
Hendra Herizal 2012 Destroyed lung merupakan kondisi yang jarang terjadi pada
10
C. Etiologi
adalah TB yang progresif dan pengobatan yang tidak adekuat, sehingga menyebabkan
komplikasi berupa tuberkulosis (TB) destroyed lung (Eren, 2003). Destroyed lung
merupakan penyebab kematian yang sering ditemukan pada pasien TB, sebanyak
jaringan paru berat yang terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis
tahun dan pengobatan yang tidak adekuat, dan biasanya mengarah pada obstruksi
D. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) telah ada sejak ribuan tahun dan sampai dengan saat ini
masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat didunia didunia walaupun
course) telah diterapkan di banyak Negara sejak tahun 1995 (Hetti Rusmini et al,
2018). Lima negara dengan insiden kasus tertinggi yaitu India, Indonesia, China,
Philipina, dan Pakistan. Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi
dalamnya dan 25% nya terjadi di kawasan Afrika. Badan kesehatan dunia
mendefinisikan negara dengan beban tinggi/high burden countries (HBC) untuk TBC
11
Satu negara dapat masuk dalam salah satu daftar tersebut, atau keduanya,
bahkan bisa masuk dalam ketiganya. Indonesia bersama 13 negara lain, masuk dalam
besar dalam menghadapi penyakit TBC. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak
420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin,
jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4 kali lebih besar dibandingkan
laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan. Begitu juga yang terjadi di
negara-negara lain. Hal ini terjadi kemungkinan karena laki-laki lebih terpapar pada
faktor risiko TBC misalnya merokok dan kurangnya ketidakpatuhan minum obat.
Survei ini menemukan bahwa dari seluruh partisipan laki-laki yang merokok sebanyak
68,5% dan hanya 3,7% partisipan perempuan yang merokok (Kemenkes, 2017).
E. Patomekanisme
yang progresif, luas dan ireversibel serta kerusakan pada fungsi paru. Foto toraks yang
menunjukkan penghancuran parenkim paru yang progresif, luas dan ireversibel akibat
TB paru disebut TB luluh paru. TB luluh paru (Destroyed lung) merupakan hasil dari
TB progresif kronis menahun serta pengobatan yang tidak adekuat dan dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas kronis dengan kombinasi kolaps paru distal,
nekrosis dan infeksi sekunder. Hingga saat ini, tidak ada pedoman pengobatan tersedia
timbulnya desktruksi jaringan paru oleh proses tuberculosis. Kemungkinan lain adalah
12
kedalam parenkim paru, lalu makrofag aktif. Peradangan yang berlangsung lama ini
menyebabkan proses proteolisis dan beban oksidasi sangat meningkat untuk jangka
lama sehingga destruksi matriks alveoli terjadi cukup luas menuju kerusakan paru
menahun dan mengakibatkan gangguan faal paru yang dapat dideteksi secara
nonspesifik yang luas. Peradangan yang berlangsung lama ini menyebabkan gangguan
faal paru berupa adanya sputum, terjadinya perubahan pola pernapasan, relaksasi
menurun, perubahan postur tubuh, berat badan menurun, dan gerak lapang paru
kerusakan jaringan, nekrosis, dan penyebaran bakteri lebih lanjut (Sailaja, 2015).
IL-2 yang selanjutnya merangsang limfosit T lain untuk bereplikasi, matang, dan
memberi respons lebih baik terhadap antigen. Limfosit T supresi (TS) mengatur
keseimbangan imunitas melalui peranan yang kompleks dan sirkuit imunologik. Bila
sehingga timbul anergi dan prognosis jelek. Pada makrofag aktif, metabolisme
13
membran sel dan dinding sel myobacterium tuberculosis. Beberapa hasil infeksi
tetap terjadi proses infeksi yang dapat mendestruksi matriks alveoli. Diduga proses
elektron pada suatu struktur mengakibatkan fungsi molekul akan berubah (Aida,
2016). Sasaran oksidasi adalah protein jaringan ikat, sel epitel, sel endotel, dan anti
protease. Sel neutrofil melepas beberapa protease, yaitu: 1) Elastase, yang paling kuat
memecah elastin dan protein jaringan ikat lain sehingga sanggup menghancurkan
dan dilepas bersama elastase; 3) Kolagenase, cukup kuat tetapi hanya bisa memecah
aktivator, urokinase dan tissue plasmin activator yang merubah plasminogen menjadi
plasmin. Plasmin selain merusak fibrin juga mengaktifkan proenzim elastase dan
sistem imun diaktifkan untuk jangka lama, akibatnya beban proteolisis dan beban
oksidasi sangat meningkat untuk waktu lama sehingga destruksi matriks alveoli cukup
luas menuju kerusakan paru menahun (kronik) dan gangguan faal paru yang akhirnya
14
F. Manifestasi Klinis
klinis dari TB destroyed lung ini adalah dispnea progresif, hemoptisis dan penurunan
berat badan. Penyebab kematian pada TB destroyed lung adalah hemoptisis massif
dan gagal napas. Obstruksi pernapasan pada pasien TB destroyed lung merupakan
manifestasi dari rusaknya beberapa fitur anatomi paru, misalnya keruksakan bronkus
akibat fibrosis yang luas atau striktur endobronkial. Selain itu, adanya proses fibrosis
pada pasien TB destroyed lung juga mengakibatkan pengurangan volume paru. Salah
satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keadaan malnutrisi adalah serum
albumin. Albumin merupakan protein utama dalam plasma manusia dan membentuk
sekitar 60% protein plasma total. Sekitar 40% albumin terdapat dalam plasma dan
60% sisanya terdapat di ruang ekstrasel. Kadar serum albumin rendah merupakan
prediktor penting dari mordibitas dan mortalitas (Hetty Rusmini et all, 2019).
pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua
a. Gejala respiratorik meliputi batuk yang sudah lebih 2-3 minggu. Batuk dapat berupa
batuk kering, batuk dengan sputum, hingga batuk darah. Selain itu, gejala
b. Gejala sistemik meliputi demam yang biasanya menyerupai demam influenza, tapi
kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. Gejala sistemik yang lain
berupa malaise, keringat malam, anorexia, dan berat badan yang menurun (PDPI,
2016).
15
Pemeriksaan fisis tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior, serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah,tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberculosis, walaupun dengan harga yang
darah mempunyai hasil yang tidak sensitif dan spesifik. Selain itu, dapat dilakukan tes
terutama pada anak-anak atau balita. Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold
standart adalah pemeriksaan sputum BTA. Pemeriksaan ini mampu mendiagnosis dan
mengevaluasi pengobatan yang telah diberikan. Kriteria sputum BTA positif apabila
kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam satu sputum (Amin & Bahar, 2014).
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-
16
4) Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan
bronkus.
pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk
2) P (pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasilitas
pelayanan kesehatan.
BACTEC ini adalah metode radiometrik. Sistem ini dapat menjadi salah satu
diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan
e. Uji Peroksidase Anti Peroksidase(PAP) merupakan salah satu jenis uji yang
pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak
17
f. Uji Immunochromatographic Tuberculosis (ICT) merupakan uji serologi untuk
antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila
setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen
infeksi TB dan kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberculin dapat
negatif pada anak TB berat dengan alergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, dll).
h.Teknik Polymerase Chain Reaction. Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui
amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada
(PDPI, 2016).
1) Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah,
5) Adanya kalsifikasi,
18
overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit.
Dibawah ini adalah Contoh kasus foto thoraks dan CT Scant Destroyed left
lung
A B
Foto toraks A dan B berturut-turut adalah foto toraks proyeksi AP dan lateral
kiri; tampak bayangan rongga lusen bersepta multipel, berdinding tebal disertai
CT Scan Thoraks dengan kontras; pada lung window tampak Lesi kistik
dinding yang menebal di hampir seluruh paru kiri disertai bagain padat di
19
dengan gambaran ground glass di seluruh lapang paru kanan; tidak tampak
pembesaran KGB
torakotomi kiri.
H. Diagnosis Banding
2. Tuberkulosis empyema
3. Stenosis bronchia
I. Penatalaksanaan Fisioterapi
lung diantaranya:
1. Terapi O2 (oksigen)
Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya pengobatan
jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetap adekuat dengan cara
PaO2 > 60 mmHg atau SaO2 > 90% untuk mencegah dan mengatasi
Menurunkan kerja napas dan miokard, serta menilai fungsi pertukaran gas. Terapi
20
oksigen merupakan salah satu terapi pernapasan dalam mempertahankan
menurunkan kerja pernapasan dan menurunkan beban kerja otot jantung (miokard).
Micro Wave Diathermy (MWD) adalah salah satu terapi heating yang
arus bolak balik frekuensi 2450 MHz dengan panjang gelombang 12,25 cm.
Pengurangan rasa nyeri dapat diperoleh melalui efek stressor yang menghasilkan
3. Nebulizer
Nebulizer adalah alat yang digunakan untuk mengubah obat dalam bentuk cairan
menjadi aerosol stabil. Bersamaan dengan cairan dapat dapat diberikan juga obat
hal yang pertama diberikan dengan tujuan untuk memperbaiki hipoksemi dan
4. Chest Fisioterapi
Chest Fisioterapi yaitu upaya untuk membersihkan jalan napas dari mukus/
sekresi yang berlebih. Chest fisioterapi terdiri dari breating exercise, postural
drainage, perkusi/ tapotement, batuk efektif dan active exercise (Malesker et al.,
2020).
5. Breathing exercise
21
digunakan meliputi :Diaphragmatic Breathing Exercise, Pursed Lip Breathing, dan
mengurangi sesak napas dan mengurangi kerja dari suatu pernapasan, yang
Mobilisasi sangkar toraks adalah suatu bentuk latihan aktive movement pada
trunk dan extremitas yang dilakukan dengan deep breathing yang bertujuan untuk
7. Coughing exercise
Coughing exercise atau batuk efektif merupakan suatu metode batuk dengan
benar, dimana pasien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah dan
dapat mengeluarkan dahak secara maksimal dari jalan napas dan area paru. Selain
itu coughing exercise menekankan inspirasi maksimal yang dimulai dari ekspirasi.
22
pasien untuk mengeluarkan sekresi mukus dari jalan napas (Mahler & Croitoru,
2019).
8. IR (Infra Red)
yaitu epidermis dan dermis. Pemberian Infra Red Luminous diberikan dengan
intensitas sesuai dengan toleransi dari pasien tersebut, dimana pasien merasakan
hangat pada area yang diterapi. Penyinaran diberikan secara tegak lurus pada area
yang diterapi pada jarak 30-45 cm dan dengan dosis terapi selama 10-15 menit
Pemeriksaan Fisik
- Auskultasi Gejala Klinis:
- Fremitus - Batuk/batuk darah
- Perkusi - Sesak napas
- Lingkar thoraks - Nyeri dada
- NYHA, MET,HRS-A, - Wheezing/Ronkhi
Indeks Barthel, Skala
Borg, dan Six Minutes
Walking Test Destroyed Lung
Problem FT
- Sesak napas
Modalitas Terpilih
- Batuk berdahak
- Spasme otot pernapasan - MWD
- Keterbatasan mobilisasi thorak - Breathing Exercise
- Gangguan Postur
- Chest terapi
- Gangguan ADL
- Terapi O2
- Six Minutes Walking Exercise
Meningkatkan kemampuan - Nebulizer
- Streatching Exercise
aktivitas fisik individu
Gambar 6. Kerangka/Mind Mapping Teknologi
Fisioterapi
23
BAB III
MANAJEMEN FISIOTERAPI
Usia : 43 tahun/12/07/1978
Pekerjaan : Wiraswasta
No RM : 039148
Agama :-
Hobby :-
Vital Sign
Saturasi Oksigen : 99 %
Berat Badan : 73 Kg
B. Assesment
1. Keluhan Utama
2. Riwayat Penyakit
24
- Tahun 2011 pasien pertama kali batuk berdarah
3. Inspeksi: Statis
a. Postur Kifosis
e. Protraksi Shoulder
Inspeksi: Dinamis
b. Sedikit kifosis
4. Palpasi
a. Tenderness : -
c. Suhu : Normal
d. Kontur : Normal
Terganggu saat beraktivitas ringan, berjalan lama dan naik turun tangg
6. Pemeriksaan Penunjang
25
5 RBC 5,01 3,50-5,50
6 HGB 14,3 g/dL 11-16 g/dL
7 PLT 243 100-300
Interpretasi: Mengindikasikan adanya proses inflamasi/ respon peradangan
• Destroyed Lung
• Tulang intak
C. Pemeriksaan Spesifik FT
1. Derajat Sesak
Hasil :8
Selisih
Titik Ukur Inspirasi Awal Ekspirasi
Insp Eksp
Axilla 96 95 94 1 1
P. Mamas 100 99 98 1 1
Xypoid 98 96 97 1 1
3. Auskultasi
Kiri Kanan
Spirometri
Vas Ronchi Whes Vas Ronchi Whes
Apical
Mild Zone √ √
Low Zone √ √
26
Posterior √ √
Interpretasi : Terdapat penyempitan jalan napas pada lobus apical paru sinistra.
4. Spirometri
6. Pemeriksaan Nyeri
Nyeri dada saat batuk dan beraktivitas dengan skala Vas: 3 (Nyeri ringan)
1) Batuk =3
2) Sesak napas =2
27
9) Keadaan Asma mengganggu Aktivitas Sosial = 4
Hasil : VO2Max: 41
D. Diagnosa FT
a. Impairment
Body Structure. Spasme pectoralis mayor dan minor, upper trapezius, protracted
Body Function Sesak napas, retensi sputum, nyeri dada, dan keterbatasan
ekspansi thoraks
b. Functional Limitation
E. ProgramFisioterapi
28
F: 1x/10 hari
I: 8 hitungan, 3x repetisi
T: Diaphragmatic Breathing
exc
T: 2 menit
F: 1x/10 hari
I: 8 hitungan, 3x repetisi
T: Active Shoulder Flex &
Abduction
T: 2 menit
4. Spasme otot Stretching Exercise F : 1x/10 hari
I : 8 hit 3 rep
T : Stretching Otot
Aksesoris Pernapasan
(SCM, Pectoralis,
scalene, dan trapezius)
T : 3 menit
5. Gangguan postur (Protraksi Exercise Therapy F : 1x/10 hari
dan Kyphosis) I : 8 hit 3 rep
T : Active Shoulder
Retraction & Bugnet exc
T : 3 menit
6. Retensi sputum Exercise Therapy F: 1x/10 hari
I: Senyamannya Pasien
T: Postural Drainage Right
Apical Segment (Semi-
Lying)
T: Selama terapi
F: 1x/10 hari
I: 5 kali pengulangan
T: Huffing
T: Toleransi Pasien
7. Gangguan ADL Exercise Therapy F: 1x/10 hari
I: Toleransi pasien
T: Edukasi Home Exercise
T: Toleransi pasien
Sumber: Data Primer, 2021
Adapun hasil evaluasi dan modifikasi terhadap program fisioterapi yang telah
diberikan pada klien tersebut, adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Evaluasi Fisioterapi
Evaluasi Sesaat
Problem Interpretasi
No Parameter Kategori Sebelum Setelah
FT
Intervensi Intervensi
Kapasitas Tekanan 110/90
1. Vital sign -
fungsi Darah mmHg
29
cardio- 71 Tidak
pulmonal Denyut Nadi -
kali/menit dilakukan
1 (inspirasi)
1 cm Upper chest 1
(ekspirasi)
1(inspirasi) Tidak
Lingkar
2. 1 cm Middle chest 1 dilakukan
toraks
(ekspirasi)
1 (inspirasi)
1 cm Lower chest 1
(ekspirasi)
Sesak Sesak napas
5. Borg Scale - 8 8 sangat berat
napas
Gangguan Tidak
6. Inspeksi - Kifosis - dilakukan
Postur
Gangguan Tidak
6 minutes
7. ADL - 20 m - dilakukan
walking test
berjalan
G. Home Program
Pasien diberikan edukasi berupa latihan pernapasan, dan latihan berjalan untuk
30
F : 1x sehari
pernapasan perut
T : 3 menit
2. Latihan bejalan
F : 2x/hari
I : toleransi pasien
T : Pasien berjalan selama 6 menit jika merasa sesak dan lelah maka latihan
berjalan dihentikan
T : Toleransi pasien
H. Kemitraan
Kolaborasi dan kemitraan dengan dokter spesialis paru sangat penting dalam hal
mengenali kondisi umum, tanda dan gealah, patofisiologi pasien, serta dalam
peresepan obat.
b. Dokter Radiologi
Hasil radiologi memegang peran yang penting, terutama dalam kasus yang
diagnosis pasien. Pada kasus ini pasien belum memiliki hasil radiologi.
c. Ilmu Gizi
31
Seorang ahli gizi sangat dibutuhkan dalam mengontrol status gizi seorang
d. Apoteker
e. Psikologi
32
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI. (2020). Laporan
Kinerka Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 206. Retrieved
from https://e-renggar.kemkes.go.id/file2018/e-performance/1-465827-3tahunan-768.pdf
Mahler, B., & Croitoru, A. (2019). Pulmonary rehabilitation and tuberculosis: A new approach
for an old disease. Pneumologia, 68(3), 107–113. https://doi.org/10.2478/pneum-2019-
0024
Prastyanto, D., & Kushartanti, W. (2016). Pengaruh Latihan Pernafasan Buteyko Terhadap
Arus Puncak Ekspirasi (APE) Pada Penderita Asma. Medikora, 15(2).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2016. PPOK. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika.
Puspasari, F. (2019). Asuhan keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Pustaka Baru Press.
Sutrisna, M., Pranggono, E. H., & Kurniawan, T. (2018). Pengaruh Teknik Pernapasan
Buteyko terhadap ACT. Jurnal Keperawatan Silampari.
https://doi.org/10.31539/jks.v1i2.22
Sari, LWI. 2015. Perbedaan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Sebelum Dan Sesudah Pelatihan
Senam Lansia Menpora Pada Kelompok Lansia Kemuning, Banyumanik. Semarang
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Yunus, I. P. P. F. (2013). Anatomi dan Fisiologi Pleura. Jakarta: Departemen Pulmonologi Dan
Ilmu Kedokteran Respirasi.
33