You are on page 1of 11

Studi Kasus

Terapi Insomnia Kronik Tanpa Obat

Oleh :

Shelly Iskandar
I. Pendahuluan

Tidur adalah suatu fenomena yang penting dari kehidupan. Kira-kira sepertiga

kehidupan manusia dijalankan dengan tidur. Gangguan tidur dapat menyebabkan

menurunnya daya tahan tubuh, menurunkan prestasi kerja, mudah tersinggung,

depresi, kurang konsentrasi, dan kelelahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi

keselamatan dan kualitas hidup diri sendiri dan orang lain (1-3).

Diantara berbagai jenis gangguan tidur, insomnia merupakan gangguan jiwa

terbanyak. Insomnia adalah gangguan kuantitas atau kualitas tidur yang dirasakan oleh

pasien berdasarkan suatu kondisi tertentu yang mungkin berhubungan dengan

gangguan waktu tidur yang terukur. Survei yang dilakukan menunjukkan bahwa

prevalensi 1 tahun gangguan insomnia pada orang dewasa adalah 30 sampai 45% (1).

Penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa wanita lebih sering

mengalami insomnia dibandingkan dengan pria (2 : 1). Pertambahan usia juga

menyebabkan bertambahnya pula angka kejadian gangguan tidur. Di Skotlandia, 45%

dari wanita yang berusia lebih dari 75 tahun mempunyai kebiasaan meminum obat

tidur secara teratur untuk mengatasi ganguan tidurnya sehingga menimbulkan

ketergantungan obat (1). Hal ini tentu saja akan menimbulkan permasalahan baru yaitu

adiksi dan efek samping obat. Walaupun perkembangan obat-obat baru seperti

ramelteon tidak menyebabkan adiksi, terdapat sejumlah pasien yang mengkhawatirkan

efek adiksi ini.

Kasus yang akan dibahas berikut ini adalah insomnia kronik pada wanita usia

pertengahan yang tidak mau mengatasi gangguan tidurnya dengan meminum obat

akibat takut mengalami adiksi terhadap obat seperti teman-temannya yang lain.

1
II. Laporan Kasus

Pasien adalah seorang perempuan, berusia 60 tahun, WNI keturunan Cina,

beragama Kristen, belum menikah, bekerja sebagai sekretaris senior di universitas

swasta. Pasien tinggal bersama dengan adik perempuannya yang juga tidak menikah

dan seorang pembantu rumah tangga. Kehidupan sosial baik. Tidak ada masalah

perekonomian. Riwayat persalinan normal, riwayat tumbuh kembang, tidak didapatkan

adanya kelainan. Menopause terjadi saat penderita berusia 52 tahun. Pasien datang

dengan keluhan utama sulit tidur.

Sejak 2 bulan yang lalu, pasien merasa sulit tidur. Pasien mulai masuk ke

tempat tidur sejak pukul 22 tetapi baru bisa tertidur pada pukul 1 pagi. Pasien

kemudian terbangun sekitar jam 5 pagi dan tidak dapat tidur kembali. Pasien merasa

tidurnya tidak pulas. Hal tersebut terjadi setiap hari sehingga pasien sering mengantuk

di tempat kerja dan merasa pekerjaannya terganggu. Walaupun demikian pasien

mengatakan tidak merasa cemas, kehilangan minat, ataupun merasa kesenanganan

pada hobinya berkurang.

Pasien mulai merasa sulit tidur sejak memiliki masalah dengan rekan

sekerjanya. Pasien merasa marah karena rekan sekerjanya sering menjelek-jelekan

pasien di depan atasan. Saat ini pasien merasa bisa menghadapi permasalahan dengan

rekan sekerjanya tersebut. Pasien berusaha untuk tidak menghiraukan perlakuan rekan

sekerjanya tersebut dan berpendapat Tuhan adalah yang maha adil yang akan

menunjukkan yang baik sebagai yang baik dan tidak baik sebagai yang tidak baik.

Pasien belum pernah ke dokter untuk keluhan ini sebelumnya karena pasien

takut mengkonsumsi obat-obatan untuk mengatasi gangguan tidurnya. Pasien takut

mengalami ketergantungan pada obat-obatan seperti beberapa temannya.

2
Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat penyakit lambung sebelumnya ada namun jarang terjadi

 Riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya disangkal

 Riwayat merokok, minum alkohol, dan menggunakan obat-obatan lainnya

tidak ada

 Riwayat cemas, jantung berdebar-debar tidak ada

 Riwayat penurunan berat badan > 1 kg/ minggu tidak ada

 Riwayat adanya keringat malam tidak ada

 Riwayat penyakit serupa sebelumnya tidak ada

 Riwayat menderita penyakit berat sebelumnya atau dirawat di rumah sakit

tidak ada.

Riwayat penyakit dalam keluarga

 Riwayat keluhan serupa pada keluarga tidak ada

 Ayah dan Ibu menderita hipertensi

Keluhan sistemik

 sistem lokomotor : sering merasa tegang di bagian pundak

 sistem respiratorius : tidak ada keluhan

 sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan

 sistem digestivus : kadang-kadang perut terasa kembung

 sistem urogenitalia : tidak ada keluhan

 sistem hemopoetik : tidak ada keluhan

 sistem endokrin & metabolisme : tidak ada keluhansistem saraf :

kadang-kadang merasa kesemutan pada kedua

belah tanganPemeriksaan fisik

3
Kesadaran : kompos mentis

Tekanan darah : 150/80

Nadi : 92 kali/menit

Suhu : 36,7 oC

Pernafasan : 20 kali/menit

Keadaan umum : baik

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 53 kg

Bentuk badan : dalam batas normal

Cara berjalan dan mobilitas : baik

Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal

Pemeriksaan fisik khusus akupunktur medik

Pemeriksaan titik nyeri spontan : tidak ada

Pemeriksaan titik nyeri pasif

Daerah wajah-kepala-leher-kuduk : titik Jianjing (GB 21) kanan dan kiri

Daerah toraks atas : tidak ada

Daerah ekstremitas superior : tidak ada

Daerah toraks bawah : tidak ada

Daerah lumbosakral : tidak ada

Daerah ekstremitas inferior : tidak ada

Pemeriksaan laboratorium

Hemoglobin : 12 g/dL

Leukosit : 7.600/ L

LED : 24 mm

Hematokrit : 38 %
4
GDP : 96 mg/dL

Choleterol total : 190 mg/dL

Cholesterol HDL : 35 mg/dL

Cholesterol LDL : 95 mg/dL

Trigliserid : 100 mg/dL

Asam urat : 4,6 mg/dL

Titik akupunktur yang digunakan

 Mengikuti daerah titik nyeri tekan pasif  Jianjing (GB 21) kiri dan kanan

 Berdasarkan bukti klinik  Shenmen (HT 7), Shenmen (telinga), Baihui (GV 20)

dan Neiguan (PC 6) (4)

Jarum ditinggal selama 30 menit. Perangsangan mekanik dilakuan setiap 5

menit sekali sampai 30 menit. Penusukan dilakukan selama 30 menit, satu sesi terapi

terdiri dari 12 kali terapi, dilakukan seminggu dua kali

Mekanisme kerja akupunktur untuk mengatasi insomnia masih belum diketahui

secara pasti. Hipotesis yang diajukan adalah karena akupunktur dapat meningkatkan

produksi melatonin (5). Melatonin berfungsi mengontrol irama sirkardian dan pada

umumnya disekresi pada malam hari sehingga menyebabkan seseorang tertidur (1).

Psikoedukasi

 Pasien dianjurkan untuk keluar dari ruang tidur jika tidak dapat tertidur dalam

waktu 20 menit. Pasien dianjurkan untuk kembali ke tempat tidur jika merasa

benar-benar mengantuk. Pola ini dilakukan berulang-ulang sepanjang malam.

Pasien harus menghindari aktivitas lain seperti membaca ataupun menonton

televisi.

5
 Pasien diberi terapi tingkah laku mengenai manfaat tidur, apa yang diharapkan dari

tidur sehingga persepsi pasien tentang tidur menjadi lebih baik.

 Pasien diminta untuk bangun pada jam yang sama setiap hari tanpa

memperhitungkan lamanya tidur dan tidak beristirahat pada siang hari.

 Berolah raga secara teratur, tetapi tidak dilakukan menjelang waktu tidur.

 Mengurangi makan dan minum menjelang waktu tidur

 Melakukan metode relaksasi seperti meditasi

Evaluasi dan tindak lanjut

1. Terapi ke –1

Setelah penusukan nyeri tekan pasif berkurang.

2. Terapi ke-2

Tekanan darah 170/80 mmHg. Nyeri tekan pasif timbul kembali, penderita masih

sulit tidur, belum ada perubahan. Keluhan disertai dengan kembung dan nyeri di

bawah payudara kiri. Penusukan titik akupunktur yang diberikan bertambah karena

terdapat titik nyeri spontan di bawah payudara kiri dan titik tekan pasif bertambah

yaitu di T5 sampai dengan T7. Untuk mengatasi kembung, berdasarkan hasil

penelitian, ditambahkan titik Zu San Li. Penderita disarankan untuk makan teratur

dan menghindari makanan yang pedas, asam, dan berminyak.

3. Terapi ke-3

Tekanan darah 160/80. Nyeri di bawah payudara kiri berkurang, kembung tidak

ada, tetapi penderita masih sulit tidur. Terapi sama dengan terapi ke-2.

4. Terapi ke-4

Tekanan darah 170/80. Nyeri di bawah payudara kiri semakin berkurang dan

kembung tidak ada. Gangguan tidur belum membaik.

6
5. Terapi ke-5

Tekanan darah 150/80. Nyeri dan kembung sudah tidak ada. Gangguan tidur sudah

mengalami perbaikan. Waktu yang diperlukan untuk tertidur menjadi 1,5 jam

tetapi tidur dirasakan belum cukup pulas.

6. Terapi ke-6

Tekanan darah 170/90. Waktu untuk tertidur sudah semakin membaik menjadi 1

jam tetapi perut terasa kembung kembali. Pasien merasa tidak vit, seperti akan

terserang flu.

7. Terapi ke-7

Tekanan darah 150/80. Semalam tidur sering terbangun.

8. Terapi ke-8

Tekanan darah 150/80. Waktu untuk tertidur 1 jam dan tidak terbangun selama

tidur. Gangguan yang dirasakan adalah merasa tidurnya masih belum pulas.

9. Terapi ke-9

Tekanan darah 160/80. Pundak kanan terasa nyeri. Waktu untuk tertidur 1 jam dan

tidak terbangun selama tidur. Gangguan yang dirasakan adalah merasa tidurnya

masih belum pulas

10. Terapi ke-10

Tekanan darah 150/80. Waktu untuk tertidur 1 jam dan tidak terbangun selama

tidur. Tidur dirasakan sudah lebih pulas.

III. Pembahasan

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV)

mendefinisikan insomnia sebagai keluhan mengenai kuantitas, kualitas, atau waktu

tidur setidaknya 3 kali dalam seminggu minimal 1 bulan (6). Peneliti lain
7
mendefinisikan insomnia sebagai waktu yang diperlukan untuk tertidur lebih dari pada

30 menit, efektivitas tidur kurang dari 85%, atau gangguan tidur lebih dari pada 3 kali

seminggu. Insomnia dinyatakan kronik insomnia terjadi lebih dari 1 bulan (3). Pada

penderita ini, waktu yang diperlukan untuk tertidur sekitar 3 jam dan tidur dirasakan

tidak pulas. Keluhan terjadi setiap hari selama 2 bulan. Dari data tersebut dapat

disimpulkan bahwa penderita ini memenuhi kriteria DSM IV dan dapat didiagnosis

menderita insomnia kronik.

Tidur dibagi menjadi tidur rapid eye movement (REM) dan tidur bukan REM.

Tidur bukan REM memiliki 4 tahap. Tahap 3 dan 4 merupakan tahap tidur restoratif,

yang juga disebut gelombang lambat atau tahap tidur delta. Penurunan waktu dalam

tahap 3 dan 4 menurunkan kualitas tidur. Tidur tahap 5 disebut tidur REM. Pada saat

seseorang bertambah usia, tahap 3 dan 4 dari tidur berkurang, dan fase 1 menjadi lebih

panjang sehingga tidur tahap restoratif menjadi berkurang. Bangun tengah malam juga

menjadi semakin sering sehingga tidur menjadi terputus-putus. Oleh karena itu

keluhan sulit tidur menjadi lebih sering pada orang tua (3).

Berdasarkan uraian di atas, insomnia pada pasien ini mungkin tidak hanya

disebabkan oleh permasalahan pasien dengan rekan sekerjanya, gangguan tidur juga

mungkin disebabkan oleh penambahan usia. Tahap tidur restoratif pada penderita ini

berkurang sehingga penderita merasa tidurnya tidak pulas. Hal ini menyebabkan

penderita sering mengantuk pada waktu bekerja.

Gangguan tidur dapat dibagi menjadi gangguan instrinsik dan ekstrinsik.

Gangguan ekstrinsik meliputi higiene tidur, penggunaan narkoba, dan stres situasional.

Gangguan intrinsik meliputi insomnia psikofisiologik, insomnia primer atau idiopatik,

apnea obstruktif saat tidur, gangguan tidur akibat rotasi kerja, dan gangguan irama

sirkardian. Gangguan irama sirkardian meliputi gangguan fase tidur tahap lanjut dan
8
gangguan fase tidur tipe lambat. Insomnia pada penderita ini dapat digolongkan

sebagai insomnia ekstrinsik karena gangguan tidurnya disebabkan oleh stres

situasional. Gangguan depresi dan anxietas pada pasien belum bisa ditegakan karena

tidak memenuhi kriteria diagnosis untuk kedua gangguan tersebut berdasarkan PPDGJ

III (7).

Penyakit saluran cerna dan muskuloskletal dapat juga memperberat gangguan

tidur (8, 9). Seiring dengan perbaikan gangguan fisik tersebut, gangguan tidur pada

pasien juga semakin berkurang.

Riwayat keluarga juga berhubungan dengan gangguan tidur ini. Lebih dari 30%

penderita insomnia memiliki riwayat keluarga yang memiliki gangguan tidur terutama

pada saudara perempuannya (1). Pada penderita ini sepertinya faktor genetic tidak

begitu berperan karena tidak terdapat riwayat keluarga pasien yang menderita

insomnia.

Hipertensi yang terjadi pada penderita ini merupakan hipertensi tipe ringan dan

tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya. Hipertensi pada pasien ini mungkin

disebabkan oleh insomnia sehingga untuk mengatasi hipertensinya yang perlu

dilakukan adalah mengatasi insomnianya terlebih dahulu.

Setelah terapi akupunktur, psikoedukasi, dan perubahan higiene tidur, pasien

mengalami perbaikan walaupun memerlukan tahapan terapi yang cukup lama. Hal ini

menunjukkan bahwa penaganan komprehensif sangat diperlukan bagi penderita

insomnia.

Akupunktur sebagai terapi tahap pertama untuk gangguan tidur khususnya pada

pasien yang tidak menginginkan terapi farmakologi perlu dipertimbangkan. Selain itu

pengembangan obat insomnia yang tidak menimbulkan adiksi perlu ditingkatkan agar

efek samping terapi insomnia pada pasien dapat diminimalkan.


9
Referensi

1. Moore CA, Williams RL. Sleep Disorders. In: Saddock BJ, Saddock VA, editors.

Kaplan & Saddock's Comprehensive Textbook of Psychiatry. Philadelphia:

Lippincot Will & Wilkins; 2000. p. 1677-99.

2. Reeder CE, Franklin M, Bramley TJ. Current Landscape of Insomnia in Managed

Care. Am J Manag Care. 2007;13:S112-S6.

3. Ringdahl EN, Pereira SL, Delzell JL. Treatment of Primary Insomnia. J Am Board

Fam Pract 2004;17:212-9.

4. Cheuk DKL, Yeung WF, Chung KF, Wong V. Acupuncture for insomnia.

Cochrane Database of Systematic Reviews. 2007(3).

5. Attele AS, Xie JT, Yuan CS. Treatment of Insomnia: An Alternative Approach.

Altern Med Rev 2000;5(3):249-59.

6. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV. American Psychiatric

Association; 1994.

7. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta:

Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Unika Atma Jaya; 2001.

8. Lamberg L. Ilness, not age itself, most often the trigger of sleep problems in older

adults. JAMA. 2003;290(3):319-24.

9. Wellsburg JE, Winkelman JW. Sleep Disorders. In: Wise MG, Rundell JR, editors.

Textbook of consultation-liaison psychiatry: psychiatry in the medical ill. 2nd ed.

Washington: American Psychiatric Publishing; 2002. p. 495-513.

10

You might also like