You are on page 1of 11

TUGAS ESSAY

“PATOLOGI ANATOMI”

Oleh :

Nama : I Gede Wiyana


NIM : 020.06.0029
Kelas :A
Blok : Hematologi dan Imunologi
Tutor : dr. I Made Naris Pujawan, Sp.PA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
ANEMIA DEFISIENSI BESI

Latar Belakang

Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan
zat besi dalam darah, artinya konsentrasi hemoglobin dalam tubuh berkurang
karena terganggunya pembentukan sel-sel darah merah akibat kurangnya kadar
besi dalam darah. Anemia defisiensi zat besi merupakan tahap defisiensi besi
yang paling parah, yang ditandai dengan penurunan cadangan besi, konsentrasi
besi serum, dan saturasi transferin yang rendah dan konsentrasi hemoglobin atau
nilai hematokrit yang menurun.

Pembahasan

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya


penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron
store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.
Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer, besi serum menurun, TIBC
meningkat, saturasi transferrin.

Epidemiologi
Anemia defisiensi besi adalah jenis anemia yang paling umum di seluruh
dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Ada beberapa
populasi tertentu yang berisiko tinggi terhadap terjadinya hipoferemia dan ADB,
termasuk orang miskin, perempuan usia pinggiran, dan anak -anak. Kekurangan
zat besi pada anak-anak membuat berbagai macam kerugian, terutama gangguan
kognitif, yang mungkin tidak dapat diubah. Anak-anak negara-negara
berkembang mengalami infestasi parasit kronis yang mengakibatkan kehilangan
darah dan zat besi lebih besar dari asupan makanan. Pengobatan terhadap infeksi
akan meningkatkan nafsu makan, pertumbuhan, dan perbaikan anemia. Anemia
defisiensi zat besi juga terjadi pada individu dengan keracunan dan
pengobatannya adalah dengan menggunakan agen menurunkan kadar timbal
Prevalensi defisiensi zat besi meningkat pada anak-anak dengan kelebihan berat
badan.

Etiologi
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh salah satu di antara dua etiologi
yang berbeda atau kombinasi dari keduanya, yaitu asupan makanan yang kurang
atau kehilangan darah kronis. Keduanya tidak melibatkan adanya intrinsik
intrinsik dalam metabolisme besi. Namun, etiologi kedua ini dapat menguras
penyimpanan besi dan mengurangi sintesis hemoglobin. Penyebab lain dari ADB
adalah defisiensi metabolisme atau fungsi zat besi di mana berbagai gangguan
menyebabkan pendistribusian zat besi tidak adekuat pada sumsum tulang atau
gangguan penggunaan (atau penyerapan) zat besi di sumsum. Atau dapat pula
terjadi kondisi di mana penyimpanan mungkin cukup tapi distribusinya tidak
mencukupi dalam mempertahankan sintesis heme, sehingga menyebabkan
kekurangan zat besi fungsional atau relatif.
Patofisiologi

Anemia defisiensi besi adalah salah satu jenis anemia yang paling sering
dijumpai di dunia. Keadaan ini merupakan serangkaian proses yang diawali
dengan terjadinya deplesi pada cadangan besi, defisiensi besi dan akhirnya
anemia defisiensi besi. Seorang anak yang mula-mula berada di dalam
keseimbangan besi kemudian menuju ke keadaan anemia defisiensi besi akan
melalui 3 stadium yaitu: (1) stadium I: ditandai oleh kekurangan persediaan besi
di dalam depot. Keadaan ini dinamakan 11 stadium deplesi besi, pada stadium
ini baik kadar besi di dalam serum maupun kadar hemoglobin masih normal.
Kadar besi di dalam depot dapat ditentukan dengan pemeriksaan sitokimia
jaringan hati atau sumsum tulang. Kadar feritin/saturasi transferin di dalam
serumpun dapat mencerminkan kadar besi di dalam depot. (2) stadium II: mulai
timbul bila persediaan besi hampir habis. Kadar besi di dalam serum mulai
menurun tetapi kadar hemoglobin di dalam darah masih normal. Keadaan ini
disebut stadium defisiensi besi. (3) stadium III: keadaan ini disebut anemia
defisiensi besi. Stadium ini ditandai oleh penurunan kadar hemoglobin, mean
corpuscular volume (MCV), mean corpuscular hemoglobin (MCH), mean
corpuscular hemoglobin concetration (MCHC) disamping penurunan kadar
serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferin, dan
serum ferritin.

Faktor Resiko
• Kehilangan besi sebagai akibat pendarahan menahun berasal dari :
- Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID,
kanker lambung, kanker colon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi
cacing tambang.
- Saluran genitalia perempuan : menorrhagia, atau metrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas : hemoptoe
• Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat,
rendah vitamin C , dan rendah daging).
• Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
• Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik

Manifestasi Klinis
Gejala anemia defisiensi besi muncul secara bertahap, dan seseorang
umumnya tidak mencari bantuan medis hingga kadar hemoglobin turun menjadi
7 atau 8 g/dl. Gejala umumnya muncul secara tidak spesifik, termasuk kelelahan,
kelemahan, sesak yang terlihat. Ketika kondisi anemia defisiensi berlangsung
secara progresif dan menjadi lebih berat, terjadi perubahan struktural dan
fungsional pada epitel jaringan.
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada
anemia jenis lain adalah koilonychia, yaitu kuku sendok (spoon nail), kuku
menjadi rapuh, bergarisgaris vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip sendok.
Dan atrofi papil lidah, yaitu permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena
papil lidah menghilang. Perubahan ini dapat membaik setelah 1 sampai 2 minggu
terapi pengganti besi. Sudut-sudut mulut menjadi kering dan sakit (angular
stomatitis), dan pasien mungkin mengalami kesulitan menelan karena "web"
yang berkembang dari lendir dan sel-sel inflamasi pada kerongkongan. Lesi ini
menjadi kanker.

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis anemia defisiensi zat besi dapat diperoleh melalui pemeriksaan
darah. Tes hitung darah lengkap dapat menunjukkan jumlah sel darah merah,
kadar hemoglobin, dan hematokrit (persentase sel darah merah dalam darah).
Selain tes hitung darah lengkap untuk melihat anemia, tes darah lainnya juga
dapat dilakukan untuk:
• Melihat kadar zat besi dalam darah dan kadar ferritin (protein yang
menyimpan zat besi dalam tubuh)
• Melihat kemampuan tubuh dalam mengikat zat besi (transferrin and total
iron-binding capacity)
• Mengetahui jumlah sel darah merah tidak matang (retikulosit) yang
biasanya rendah pada anemia defisiensi zat besi
• Melihat ukuran dan bentuk sel darah merah melalui apusan darah tepi
(peripheral blood smear) untuk mengetahui apakah ukuran sel darah merah
lebih kecil dari normal dan warna darahnya lebih pucat, seperti yang umum
terjadi pada anemia defisiensi besi.
Penyimpanan besi juga diukur secara langsung dengan cara biopsy
sumsum tulang atau melalui metode tidak langsung dengan tes yang mengukur
kadar ferritin serum, saturasi transferrin atau total kapasitas pengikat besik
(total ironbinding capacity/ TIBC) sebagai pemeriksaan khas pada anemia
defisiensi besi. Setelah pemeriksaan darah menujukkan pasien mengalami
kekurangan zat besi, sejumlah pemeriksaan penunjang lain akan dilakukan
untuk memastikan penyebabnya. Pemeriksaan tersebut dapat berupa:
• Pemeriksaan feses atau tinja, jika anemia defisiensi besi dicurigai
disebabkan oleh perdarahan saluran cerna
• Endoskopi, untuk melihat sumber perdarahan dalam saluran pencernaan
• USG panggul, untuk melihat penyebab anemia defisiensi besi pada wanita
yang mengalami menstruasi dengan perdarahan berlebihan

Komplikasi
Anemia defisiensi besi umumnya tidak menimbulkan komplikasi. Akan
tetapi, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya jika tidak
segera diobati, yaitu:
• Masalah jantung, seperti gangguan irama jantung, yang dapat memicu
kardiomegali atau gagal jantung
• Komplikasi kehamilan, kelahiran prematur, atau berat badan lahir yang
rendah pada bayi jika anemia terjadi pada ibu hamil
• Gangguan pertumbuhan dan rentan terkena infeksi pada bayi atau anakanak
• Depresi

Tata Laksana
Farmakologi
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh
(iron replacemen theraphy).
1) Terapi Besi Per Oral
Merupakan obat piliham pertama (efektif, murah, dan aman). Preparat
yang tersedia : ferrosus sulphat (sulfas fenosus). Dosis anjuran 3 x 200 mg.
Setiap 200 mg sulfas fenosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian
sulfas fenosus 3 x 200 mg mengakibatkan absorpsi besi 50 mg/hari dapat
meningkatkan eritropoesis 2-3 kali normal.
Preparat yang lain adalah ferrosus gluconate, ferrosus fumarat, ferrosus
lactate, dan ferrosus succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi
efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas fenosus.

2) Terapi Besi Parenteral


Terapi ini sangat efektif tetapi efek samping lebih berbahaya, dan lebih
mahal. Indikasi yaitu
- Intoleransi terhadap pemberian oral, kepatuhan terhadap berobat rendah
- Gangguan pencernaan kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan
besi
- Penyerapan besi terganggu, seperti misalnya pada gastrektomi keadaan
dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup
dikompensasi oleh pemberian besi oral
- Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehamilan
trisemester tiga atau sebelum operasi
- Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoetin pada
anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik

Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex (mengandung 50


mg besi/ml) iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron
ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parental dapat
diberikan secara intrauskular dalam atau intravena. Efek samping yang dapat
timbul adalah reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah,
nyeri perut dan sinkop. Terapi besi parental bertujuan untuk mengembalikan
kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg.

Non-Farmakologi
• Diet
Sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama
yang berasal dari protein hewani.
• Vitamin C
Vitamin C diberikan 3 x 100 mg/hari untuk meningkatkan absorpsi
besi.
• Transfusi darah
Anemia defisiensi besi jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah yaitu pada:

- Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung.


- Anemia yang sangat simpomatik, misalnya anemia dengan gejala
pusing yang sangat menyolok.
- Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat
seperti pada kehamilan trisemester akhir atau preoperasi.

Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi umumnya baik atau dubia at bonam.
Prognosis juga bergantung pada penyakit penyerta dan komplikasi yang timbul.

KIE
Beberapa KIE yang dapat diberikan yaitu:
• Mencegah perdarahan
Perdarahan yang umum terjadi adalah perdarahan karena haid
atau gastrointestinal, segera konsultasikan ke dokter dan tangani
perdarahan bila ada sebelum terjadi anemia
• Suplemen besi pada wanita hamil
• Diet tinggi Fe
Makanan yang mengandung zat besi tinggi, seperti bayam, hati
ayam, ikan, sereal, kacang-kacangan, kentang, daging merah, makanan
laut, tahu, dan kedelai dapat membantu mencegah ADB. Hindari
makanan atau minuman yang dapat mengganggu penyerapan besi,
misalnya teh dan kopi.

Kesimpulan
Berdasarkan materi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Anemia
defesiensi besi merupakan anemia yang disebabkan karena rendahnya kadar
besi dalam tubuh yang bisa disebabkan karena berbagai hal salah satunya adalah
kurangnya konsumsi daging yang seharusnya mengandung vitamin B12 yang
mana vitamin tersebut berperan penting dalam sintesis dari hemoglobin itu
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins.
Edisi 9. Singapura: Elsevier Saunders.
Gartner, L. P. & Hiatt, J. L. 2014, Buku Ajar Berwarna Histologi, Edisi 3,
Singapore: Saunders Elsevier.
Guyton, A.C. & Hall, J.E., 2011, Textbook of Medical Physiology, Edisi 12,
Phladelphia: Saunders Elsevier.
Made Gian Indra Rahayuda. 2017. Serum Methylmalonic Acid dan
Homocystein Dalam Mendiagnosis Anemia Megaloblastik Akibat Defisiensi
Kobalmin dan Float Pada Travel Medicine. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Mansjoer, Arif . et all. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga.
Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid II. VI. Jakarta: Interna Publishing.
Sue E. Huether & Kathryan L. McCance, 2017. Buku Ajar Patofisiologi, Edisi
6, Volume 1, Singapore: Saunders Elsevier.
Vinay, Kumar. 2013. "Buku Ajar Patofisiologi Robbins". Edisi 9. Elsevier
World Health Organization. The Global Prevalence of Anaemia in 2011. WHO
Rep. 2015

You might also like