You are on page 1of 11

ISSN 2549-3922 EISSN 2549-3930 Journal of Regional and Rural Development Planning

Februari 2017, 1 (1): 42-52

Membangun dari Pinggiran:


Tinjauan dari Perspektif Ilmu Ekonomi Regional
To Develop from The Periphery:
A Review From the Perspective of Regional Economics

D. S. PRIYARSONO1*
1
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB
Darmaga, Bogor 16680; *Penulis korespondensi, e-mail: priyarsono@ipb.ac.id, priyarsono@yahoo.com
(Diterima: 15 Oktober 2016; Disetujui: 23 Desember 2016)

ABSTRACT

Based on the experiences of various countries that were analyzed by the World Bank,
regional development strategies can be classified into three classes based on the urbanization level
(low, middle, high), i. e., to increase density (to create economies of concentration), to reduce
distance (to develop connectivity), and to overcome division (to handle slump areas and the
accompanying problems), respectively. The policy of “to develop from the periphery” can be
interpreted as a strategy to increase the intensity of economic activities particularly in rural areas
in order to create economies of concentration, i.e., cost savings and other benefits that are created
by the concentration of economic activities in a region. This policy has been embarked
simultaneously with a very big scale of infrastructures development, especially those related to
transportation (roads, seaports, and airports). This article reports the results of a literature survey
on regional development theories that are related with the policy. This article also discusses the
Indonesian economic situations in which the policy has been implemented. In the later part of the
article several research questions are formulated suggesting directions of further studies for
empirically testing the hypotheses that can be derived from the research questions, especially those
related with the implementation of “to develop from the periphery” policy.
Keywords: economies of concentration, interregional connectivity, regional development strategy

ABSTRAK

Berdasarkan pengalaman berbagai negara yang dianalisis oleh Bank Dunia, strategi
pembangunan wilayah dapat dibedakan menurut tingkat urbanisasinya (rendah, sedang, dan tinggi),
yakni berturut-turut strategi membangun kepadatan (menciptakan economies of concentration),
strategi mengurangi jarak (membangun connectivity), dan strategi mengatasi penyekatan
(menangani kawasan kumuh dan berbagai persoalan yang menyertainya). Kebijakan “membangun
dari pinggiran” dapat ditafsirkan sebagai strategi meningkatkan intensitas kegiatan-kegiatan
ekonomi terutama di daerah pedesaan untuk menciptakan economies of concentration, yakni
penghematan yang timbul dari berkumpulnya kegiatan-kegiatan ekonomi di suatu wilayah.
Kebijakan ini dibarengi dengan upaya besar-besaran membangun infrastruktur, khususnya yang
berkaitan dengan transportasi (jalan raya, pelabuhan laut, dan pelabuhan udara). Artikel ini
melaporkan hasil studi pustaka tentang teori pembangunan wilayah yang berkaitan dengan
kebijakan tersebut. Selanjutnya, artikel ini juga membahas situasi perekonomian Indonesia di
sekitar penerapan kebijakan tersebut. Pada bagian akhir dikemukakan beberapa pertanyaan yang

42
Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

dapat ditindaklanjuti dengan perumusan hipotesis dan pengujian-pengujiannya berdasarkan


penelitian empiris, khususnya yang berkaitan dengan penerapan kebijakan “membangun dari
pinggiran”.
Kata kunci: keterhubungan antarwilayah, penghematan akibat konsentrasi, strategi pembangunan
wilayah

PENDAHULUAN maknanya berbeda dengan konsep to develop


from the periphery.3
Konsep “membangun dari pinggiran” Makalah ringkas ini dimaksudkan untuk
ramai dibicarakan publik pada tahun 2014 melaporkan hasil telaah pustaka (literature
ketika Ir. Joko Widodo, saat itu calon presiden, survey) sebagai upaya untuk memahami apa
mencanangkan serangkaian agendanya yang yang sesungguhnya dimaksudkan dalam butir
dikenal sebagai Nawa Cita (sembilan agenda). ketiga Nawa Cita tersebut dari sudut pandang
Agenda “membangun dari pinggiran” muncul Ilmu Ekonomi Regional. Untuk itu akan
pada urutan ketiga, selengkapnya berbunyi dipaparkan beberapa teori pembangunan
“Membangun Indonesia dari pinggiran dengan regional yang cukup relevan bagi konteks
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam Indonesia khususnya yang berkaitan dengan
kerangka negara kesatuan”. konsep “membangun dari pinggiran”. Adapun
Konsep tersebut sangat menarik untuk bahasan dengan latar belakang permasalahan
ditinjau dari berbagai perspektif. Khusus dari yang sama tetapi yang lebih bersifat analisis
perspektif Ilmu Ekonomi Regional, konsep kuantitatif (simulasi berbagai skenario dengan
tersebut menjadi istimewa karena tergolong model basis ekonomi) untuk menjajaki sejauh
amat langka dan amat jarang didiskusikan mana keberhasilan kebijakan tersebut dapat
dalam forum-forum akademis. Dalam ranah diperiksa pada laporan Priyarsono (2016).
publik yang lebih luas, misalnya bila kita Dalam buku teks yang cukup baku
gunakan mesin pelacak (search engine) dalam tentang pembangunan ekonomi regional yang
internet dengan kata kunci to develop from the berjudul Regional Economic Development:
periphery, maka yang kemungkinan besar Analysis and Planning Strategies (Stimson et
muncul adalah judul-judul makalah tentang al., 2006) dibahas secara cukup rinci beberapa
pembangunan negara-negara terbelakang di teori pokok dan model-model pembangunan
kawasan Eropa Timur. Tentulah makna to ekonomi regional dan evolusi strategi-strategi
develop from the periphery dalam konteks itu pembangunan regional, mulai dari era 1970-an
berbeda dengan makna yang dimaksudkan hingga era dewasa ini.4 Berikut ini diringkaskan
dalam butir ketiga Nawa Cita. butir-butir pentingnya.
Sebaliknya, bila kata kunci yang Pembangunan ekonomi regional dapat
digunakan dalam penelusuran adalah dipandang sebagai produk dan proses. Produk
membangun dari pinggiran, maka laman dan yang dimaksud di sini adalah hasil
dokumen yang dimunculkan mesin pelacak pembangunan ekonomi, misalnya penciptaan
dalam internet akan memunculkan banyak butir, kesempatan kerja, kemakmuran, investasi,
boleh dikatakan semuanya terkait dengan Nawa standar hidup, standar lingkungan kerja,
Cita. Dengan demikian, kembali dapat infrastruktur, dan hal-hal lain yang berkaitan
disimpulkan bahwa konsep “membangun dari dengan kehidupan, pekerjaan, dan investasi
pinggiran” adalah khas Indonesia dan
3
Untuk konteks Eropa, periksa Capello & Fratesi
(2011). Untuk konteks Aceh dan Papua, periksa Hill
(2014).
4
Sebagai pembanding, periksa Capello (2009,
2016).

43 Membangun dari Pinggiran...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

pada suatu wilayah (region). Adapun yang dengan cara stimulasi (merangsang) kegiatan
dimaksud dengan proses dalam hal ini adalah bisnis dan/atau penciptaan kesempatan kerja.
serangkaian kebijakan, perencanaan, analisis, Tentu saja, agar pemahaman menjadi lebih
strategi, dan alokasi sumber daya untuk lengkap, perspektif ini perlu diperluas dengan
pendukungan industri, pembangunan melibatkan berbagai aspek lain seperti faktor-
infrastruktur, pembinaan tenaga kerja, dan faktor sosio-kultural yang terukur secara
pengembangan pasar. Dengan demikian, kualitatif dan kuantitatif. Merangkum diskusi
persoalan utamanya adalah bagaimana tersebut, Stimson et al. (2006) merumuskan
memastikan bahwa proses tersebut definisi sebagai berikut.
menghasilkan produk seperti yang diharapkan.
Dalam perspektif teori ekonomi … Regional economic development is the
neoklasik, pembangunan ekonomi regional application of economic process and
kemudian dimaknai sebagai upaya resources available to a region that
results in the sustainable development of,
memfasilitasi proses penciptaan output (Q)
and desired economic outcomes for a
yang dimodelkan sebagai fungsi produksi Q = f region and that meet the values and
(K, L, T, …) dengan K capital, L labor, dan T expectations of business, of residents and
technology. Upaya tersebut dilaksanakan oleh of visitors.
pemerintah daerah atau organisasi/komunitas

At the Regional Level


Strategic Infra
stucture
At the Firm Level
Institutions  Service Capital Innovation Catalysts
Eternal Sources of Work  Planning  Facilities
 Financing
Wealth force  Information
Capabi
Export income lity
Building
 Income from external Drivers of Regional Development
Regional
investments and Growth
Capital
grants  Focus on Value Adding
stocks
 External investors  Investment
 Private capital  Effective Governance Exports
 Productivity and Perfomance
Internal  Asset Utilisation Managing
 Consumption Regional
Sources of  Population Growth
 Profits Risk
Wealth
 Dividends
 Savings Focusing on reducing the
 Assets leakage of capital
 Social capital
Dividends to Imports of Imports of Investment of
external investors production inputs consumption inputs savings elsewhere

Region has a lead/instrumental Region has a partnership Region has a facilitating/support


role role role

Gambar 1. Model proses pembangunan ekonomi regional


Sumber: Stimson et al. (2006).

Teori ekonomi berkembang secara bidang yang berbeda dalam hal perbandingan
evolusioner. Pada awalnya, seperti yang kandungan kapital dan tenaga kerja, maka
dimodelkan dalam Teori Ekonomi Neoklasik, proses ekonomi jangka panjang, mekanisme
proses ekonomi diandaikan berlangsung seperti harga, dan mekanisme akumulasi kapital
pada sebuah titik atau pada hamparan bidang diramalkan akan mengarahkan situasi pada titik
yang homogen. Kalau pun ada dua hamparan konvergensi, yakni kedua hamparan bidang itu

D. S. Priyarsono 44
Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

pada akhirnya akan menjadi hamparan bidang pembangunan ekonomi, yakni pertumbuhan
yang homogen dalam arti nisbah kapital kesempatan kerja, pendapatan, output produksi
berbanding tenaga kerja menjadi seragam. dan nilai tambah sesuai dengan besaran efek
Ramalan teori ini tidak mampu menjelaskan pengganda yang ditimbulkan.
keragaman antarlokasi, sesuatu yang Teori pembangunan wilayah yang amat
sesungguhnya adalah situasi spasial yang sangat terkenal berikutnya adalah Teori Kutub-kutub
alamiah. Namun, teori terus berkembang Pertumbuhan. Teori ini mengajukan buah
dengan setahap demi setahap pikiran bahwa strategi pembangunan ekonomi
mengakomodasikan aspek-aspek baru seperti perlu memfokuskan investasi pada suatu sektor
gejala-gejala ketidaksempurnaan pasar akibat tertentu, yakni kutub pertumbuhan, atau sektor
adanya eksternalitas dan penghematan akibat pertumbuhan, untuk memulai perputaran roda
skala (economies of scale). pembangunan. Lazimnya, kutub pertumbuhan
Teori-teori pembangunan regional suatu wilayah adalah industri dasar utama
bersandar pada Ilmu Ekonomi Regional yang wilayah tersebut. Ketika kutub ini mulai
secara eksplisit mempertimbangkan fakta berkembang, maka ia akan menarik sektor yang
ketidakseragaman sebaran sumber daya alam ada di belakangnya dan mendorong sektor di
(mengakui adanya natural-resource depannya. Artinya, sektor kutub yang
advantages), timbulnya penghematan akibat berkembang membutuhkan pasokan input dari
berkumpulnya kegiatan-kegiatan ekonomi pada sektor-sektor lain; di pihak lain sektor itu
suatu lokasi (economies of concentration), dan memasokkan output produksinya dengan
adanya biaya transportasi dan komunikasi. Di volume yang lebih besar kepada sektor-sektor
samping itu, teori-teori pembangunan regional yang membutuhkan produk itu. Proses ini
juga mempertimbangkan pengaruh faktor-faktor sering disebut sebagai import substitution,
sosial, budaya, dan kelembagaan. yakni menggantikan impor dengan produk hasil
Salah satu teori yang paling awal wilayah itu sendiri.
dibangun dalam Ilmu Ekonomi Regional adalah Dalam konteks multiregional dengan
Teori Basis Ekonomi (Economic Base Theory). kebijakan publik yang tepat, pusat-pusat kota
Diasumsikan bahwa kegiatan ekonomi dalam dapat menjadi kutub-kutub pertumbuhan.
sebuah wilayah dapat dipilah menjadi dua, Banyak negara sedang berkembang, termasuk
yakni: (1) komponen non-basis yang melayani Indonesia, menerapkan strategi ini untuk
kebutuhan konsumsi penduduk lokal, dan (2) mendesentralisasikan pertumbuhan ekonomi
komponen basis yang menghasilkan barang dan pusat ke daerah-daerah. Sebagai contoh, bila
jasa untuk konsumsi di luar wilayah tersebut. ada rencana mengembangkan wilayah Sulawesi
Tentu saja, asumsi itu bersifat ideal; dalam Utara, maka pemerintah pusat dapat
dunia nyata pemilahan secara tegas seperti itu menanamkan investasi publik pada suatu lokasi
sulit terjadi. Teori Basis Ekonomi meramalkan tertentu di wilayah itu, misalnya fasilitas
bahwa pembangunan terjadi melalui perluasan pengolahan hasil laut di Kota Bitung. Intinya,
sektor basis ekonomi karena pembangunan investasi itu harus terpusat di lokasi tertentu dan
demikian mempunyai efek pengganda bukan disebarkan merata ke semua kecamatan
(multiplier effect). Perluasan sektor basis di Provinsi Sulawesi Utara. Lokasi tertentu itu
ekonomi menarik aliran dana masuk ke wilayah disebut kutub pertumbuhan. Di seputar kutub
tersebut. Selanjutnya aliran dana itu pertumbuhan terdapat daerah belakang
membangkitkan konsumsi lokal yang berarti (hinterland) yang diharapkan menerima
meningkatkan pendapatan pemasok lokal. dampak positif dari penghematan yang tercipta
Kemudian, sebagian dari tambahan dana masuk karena terpusatnya kegiatan ekonomi di suatu
ini digunakan untuk konsumsi barang dan jasa lokasi tertentu (economies of concentration).
lokal. Demikianlah proses ini berlangsung Dampak positif itu disebut spread effects. Di
terus-menerus sehingga menciptakan pihak lain, ada dampak negatif yang dapat

45 Membangun dari Pinggiran...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

timbul dari adanya pusat pertumbuhan itu, yang akan dibangun. Berbagai upaya dilakukan
yakni timbulnya kelangkaan input-input untuk meningkatkan daya tarik wilayah dalam
produksi lokal yang meningkatkan harga- mengundang masuk perusahaan baru, mulai
harganya yang pada gilirannya mengurangi dari penyediaan infrastruktur, penyederhanaan
efisiensi ekonomi wilayah itu. Dampak negatif prosedur perizinan, penyediaan insentif
itu disebut backwash effects. Dalam jangka keringanan pajak, dan sebagainya. Cukup
panjang perlu dipastikan bahwa efek positif banyak studi yang mempelajari keefektifan dan
lebih besar daripada efektif negatif yang dampak positif dan negatif dari upaya-upaya
ditimbulkan oleh investasi publik tersebut. itu.
Salah satu teori yang paling sering Di pihak perusahaan, pemilihan lokasi
diterapkan untuk pembangunan ekonomi kegiatan usahanya (lokasi pabrik, lokasi kantor,
regional adalah accumulative causation theory lokasi gedung untuk pergudangan, dan
(teori penyebaban akumulatif). Teori ini sebagainya) lazimnya ditetapkan berdasarkan
menekankan peranan fokus pasar dan metode pertimbangan biaya minimum dan atau
yang tepat bagi suatu wilayah untuk menarik pertimbangan penerimaan (revenue)
kapital, tenaga terampil dan tenaga berkeahlian maksimum. Bergantung pada jenis usahanya,
dalam rangka membangun daya saing yang peminimuman biaya dapat berarti
mengungguli daerah-daerah lain. Langkah awal peminimuman biaya transportasi atau
yang diperlukan untuk pembangunan wilayah, pengangkutan barang, baik input maupun
menurut teori ini, adalah penetapan sektor basis output. Demikian pula, bergantung pada jenis
dan lokasi basis. Kapital dan perusahaan usahanya, pemaksimuman revenue dapat
diundang masuk ke wilayah itu untuk berakibat perusahaan berusaha mendekatkan
menggarap sektor basis dan lokasi basis diri pada lokasi berkumpulnya perusahaan-
tersebut. Akibatnya, kesempatan kerja diperluas perusahaan lain untuk menikmati penghematan-
dan ukuran populasi membesar. Seiring dengan penghematan (agglomeration economies); atau
itu jumlah tenaga kerja terampil yang masuk ke justru sebaliknya, perusahaan berusaha menjauh
wilayah itu meningkat. Maka, permintaan dari perusahaan-perusahaan lain untuk
barang dan jasa sektor non-basis juga menghindari persaingan lokasional (misalnya,
meningkat. Kesejahteraan penduduk daerah itu dalam konteks memperebutkan pelanggan).
meningkat. Perolehan pemerintah dari pajak di Di pihak rumah tangga, pemilihan lokasi
daerah itu meningkat. Penyediaan infrastruktur mukim dan lokasi kegiatan ekonomi dapat
lokal oleh pemerintah bisa ditingkatkan. berdasarkan peminimuman biaya transportasi
Demikianlah proses itu berulang secara dan atau pemaksimuman kenyamanan yang
akumulatif. Yang kritis dalam penerapan teori tersedia oleh karena adanya berbagai fasilitas
ini adalah kelangkaan wirausaha dan jiwa (amenities). Berbagai kemajuan dalam
kewirausahaan, pengembangan semangat teknologi informasi dan komunikasi ikut pula
pembelajaran dan pembangunan pendidikan, menentukan perilaku rumah tangga maupun
pengembangan kelembagaan serta kesediaan perilaku perusahaan dalam memilih lokasi
untuk menggunakan teknologi baru. Di mukim dan lokasi kegiatan ekonomi.
samping itu, perlu dipastikan bahwa ongkos Interaksi antara perilaku perusahaan dan
produksi di wilayah itu cukup rendah sehingga perilaku rumah tangga menghasilkan pola tata
menghasilkan daya saing (comparative ruang perkotaan dan pola lokasional antarkota.
advantage) yang tinggi relatif terhadap Central Place Theory menjelaskan pola-pola
wilayah-wilayah lainnya. lokasional kegiatan-kegiatan ekonomi, baik
Baik teori basis ekonomi, teori kutub yang dipicu oleh perilaku perusahaan, perilaku
pertumbuhan maupun accumulative causation rumah tangga, maupun perilaku pemerintah.
menekankan perlunya mengundang perusahaan Antara lain teori ini meramalkan terjadinya pola
baru untuk membangun industri di wilayah lokasional yang hirarkis di antara kota-kota.

D. S. Priyarsono 46
Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

Jumlah tempat pusat (central place, dapat (regional economic development practices),
berupa kota besar) lebih kecil daripada jumlah Bank Dunia menyarankan tiga strategi
tempat non-pusat (kota-kota kecil). Kegiatan- pendekatan pembangunan regional berdasarkan
kegiatan ekonomi di kota besar lebih besar tingkat urbanisasi (urbanization level) suatu
jumlahnya dan lebih beragam-ragam bila wilayah, yakni rendah, sedang, dan tinggi
dibandingkan dengan kota-kota yang lebih (World Bank, 2009). Wilayah terbelakang
kecil. dengan tingkat urbanisasi rendah memerlukan
Kota-kota kecil “melayani” kota-kota strategi membangun kepadatan (menciptakan
yang lebih besar dalam arti memasok input- economies of concentration). Untuk wilayah
input produksi yang lebih hulu; sebaliknya, dengan tingkat urbanisasi menengah, strategi
kota-kota besar memasok kota-kota kecil yang disarankan adalah strategi mengurangi
dengan produk-produk yang lebih hilir. Inovasi- jarak (membangun connectivity). Adapun
inovasi produksi yang menghasilkan barang- wilayah dengan tingkat urbanisasi tinggi
barang bernilai tinggi berlangsung di kota-kota disarankan menerapkan strategi mengatasi
besar yang lebih maju. Kota-kota kecil penyekatan (menangani kawasan kumuh dan
menghasilkan barang-barang yang lebih murah berbagai persoalan yang menyertainya). Pada
dengan teknologi yang lebih usang. bagian sintesis, pembahasan tentang hal ini
Demikianlah beberapa ramalan Central Place akan diperdalam lebih lanjut.
Theory yang dapat menjadi acuan dalam
perumusan kebijakan lokasi. Situasi di Sekitar Penerapan Konsep
Dewasa ini lahir konsep yang dianggap “Membangun dari Pinggiran”
mampu mewakili semua upaya pembangunan
Dari awal hingga pada titik ini teori-teori
ekonomi, yakni meningkatkan competitiveness
pembangunan regional yang dibahas di sini
atau daya saing. Upaya tersebut tidak terbatas
menekankan perlunya langkah-langkah strategis
pada keputusan-keputusan lokasional
berikut ini untuk membangun suatu
melainkan mencakup juga upaya-upaya lainnya
perekonomian regional: rumuskan kompetensi
termasuk kolaborasi, kerja sama strategis,
utama (core competencies) wilayah yang
kemitraan, resource sharing (berbagi sumber
dibangun yang terwujud dalam perumusan
daya) dan sebagainya. Competitiveness
sektor andalan dan tempat pusat (central place,
dibutuhkan untuk mencapai sustainable
growth pole), konsentrasikan sumber daya dan
regional development (pembangunan wilayah
sediakan berbagai infrastruktur untuk
yang berkelanjutan), namun perlu disertai
memfasilitasi pertumbuhan dan peningkatan
dengan kepemimpinan yang kuat, kebijakan
daya saing. Semua itu dilakukan dalam rangka
publik yang tepat dan efektif, inovasi,
mencapai tujuan mewujudkan pembangunan
pertumbuhan penduduk, dan substitusi impor.
berkelanjutan (sustainable development).
Dengan kata lain, pembangunan ekonomi
Walaupun dalam konsep sustainable
regional mengandung unsur-unsur daya saing
development terkandung secara implisit
usaha, kebijakan publik, dan unsur-unsur
perlunya pemerataan pembangunan, sedikit
kelembagaan atau regional milieu (lingkungan
sekali pembahasan yang menyangkut upaya-
regional) yang mencakupi social capital,
upaya sistematik, terencana, dan terukur untuk
loyalty and learning regions, power relations
memastikan pemerataan pembangunan
and controls in organizations, and
tersebut.5
organizational culture, norms and rules
(Stimson et al., 2006).
Dengan mempertimbangkan pelajaran- 5
Debat panjang tentang pembangunan yang
pelajaran yang telah terakumulasi dalam teori cenderung berbias ke kota (urban bias) telah
ekonomi regional (regional economic theories) didokumentasikan antara lain oleh Corbridge &
Jones (2009). Untuk kasus Indonesia, lihat Marcus
dan praktik pembangunan ekonomi regional & Asmorowati (2006).

47 Membangun dari Pinggiran...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

Penerapan konsep “membangun dari pelabuhan laut (secara lebih luas disebut “tol
pinggiran” dewasa ini dilingkupi oleh situasi laut”), dan sebagainya, di samping
semangat kebijakan fiskal yang menekankan infrastruktur-infrastruktur lainnya. Kebijakan
pembangunan infrastruktur khususnya dengan ini menekankan pentingnya wawasan jangka
tujuan mengembangkan konektivitas wilayah- panjang, dalam arti bahwa imbalannya (returns
wilayah pinggiran dengan wilayah-wilayah on investment) baru dapat dipetik lama setelah
yang secara ekonomis lebih berkembang. investasi ditanamkan. Pilihan ini menimbulkan
Dengan demikian, pembangunan infrastruktur permasalahan tersendiri dalam pengelolaan
tersebut terfokus pada pembangunan prasarana fiskal yang tidak ringan serta pengelolaan
dan sarana transportasi seperti jalan raya kepercayaan publik yang cukup berisiko.
(termasuk jalan tol), jembatan, bandar udara,

Gambar 2. Anggaran infrastruktur 2010-2016


Sumber: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/03/22/060000726/Jokowi.SBY.dan.Infrastruktur
(Diunduh 22 Desember 2016)

Pada Gambar 2 terlihat bahwa alokasi kegiatan ekonomi di daerah tertinggal yang
dana APBN untuk pembiayaan infrastruktur dalam hal ini direpresentasikan oleh daerah
secara konsisten naik dan secara tajam pedesaan.
melonjak dalam dua tahun terakhir ini. Dana Desa diwujudkan dalam bentuk
Demikian pula, persentasenya terhadap PDB hibah dari Pemerintah Pusat langsung ke tiap
juga terus meningkat, walaupun dalam desa di Indonesia dalam besaran merata
perbandingan secara internasional mendekati nilai sekitar Rp 1 Miliar per desa.
pembangunan infrastruktur di Indonesia masih Dengan jumlah desa se-Indonesia yang
tergolong tertinggal. Untuk pembahasan mencapai angka 72,944 [Gambar 3], total
persoalan ini, lihat misalnya Priyarsono (2014). jumlah Dana Desa per tahun dapat mencapai
Situasi kedua yang sangat terasa dalam angka yang sangat fantastis. Sejauh ini belum
penerapan konsep “membangun dari pinggiran” ada hasil studi komprehensif yang
dewasa ini adalah melonjaknya alokasi dipublikasikan yang melaporkan efektivitas
anggaran dalam APBN untuk “Dana Desa”. proyek besar ini. Namun demikian, beberapa
Sejalan dengan terbangunnya konektivitas laporan jurnalistik membahas indikasi-indikasi
daerah-daerah terbelakang dengan daerah- tentang berbagai kesulitan dalam pengelolaan
daerah pusat kegiatan ekonomi melalui dana sebesar itu. Salah satu masalah utamanya
pembangunan infrastruktur (sarana dan berakar pada kapasitas yang terbatas yang
prasarana transportasi), investasi publik di dimiliki oleh sebagian besar desa untuk
daerah pedesaan digalakkan. Dengan demikian pengelolaan proyek yang bernilai sebesar itu.
stimulasi ganda dilakukan secara serentak,
yakni membuka konektivitas dan mendorong

D. S. Priyarsono 48
Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

Gambar 3. Roadmap Dana Desa 2015-2019


Sumber: http://kppnmetro.org/dana-desa/ (Diunduh 22 Desember 2016).

Sintesis: penerapan kebijakan “membangun dari


Upaya Merumuskan Hakikat pinggiran”, yakni: (1) menggerakkan kegiatan
“Membangun dari Pinggiran” ekonomi di daerah-daerah pinggiran,
khususnya pedesaan, dan (2) membuka atau
“Membangun dari pinggiran” berciri
membangun konektivitas antarwilayah
memberikan prioritas tinggi pada daerah
khususnya konektivitas antara daerah pinggiran
pinggiran sebagai lawan dari daerah pusat.
dengan daerah pusat tempat berlangsungnya
Daerah pusat adalah daerah yang selama ini
kegiatan-kegiatan ekonomi secara intensif.
dikenal sebagai tempat berlangsungnya
Pengembangan konektivitas dilakukan dengan
kegiatan-kegiatan ekonomi yang paling
pembangunan infrastruktur khususnya yang
intensif. Belum ada definisi baku yang secara
berkaitan dengan sarana dan prasarana
ketat membatasi makna “daerah pinggiran”.
transportasi.
Namun demikian, secara intuitif makna itu
Sesungguhnya kerangka kebijakan
dapat dijelaskan dengan ilustrasi-ilustrasi.
tersebut selaras dengan rekomendasi yang
Daerah pusat adalah Pulau Jawa, daerah
disarankan oleh laporan hasil studi Bank Dunia
pinggiran adalah daerah di pulau-pulau lainnya.
(World Bank, 2009), yang mengkaji
Daerah pusat adalah Kawasan Barat Indonesia,
pengalaman berbagai negara dalam
daerah pinggiran adalah Kawasan Timur
pembangunan regional. Dalam laporan tersebut
Indonesia. Daerah pusat adalah kawasan-
geografi ekonomi suatu negara dipandang
kawasan perkotaan yang didominasi oleh
sebagai rangkaian kesatuan (kontinum)
industri manufaktur, daerah pinggiran adalah
kepadatan penduduk yang memunculkan
kawasan-kawasan pedesaan (kabupaten) yang
portofolio (alokasi fungsi-fungsi) tempat-
didominasi oleh sektor pertanian. Daerah pusat
tempat yang saling terkait. Kata kuncinya
adalah daerah ibukota negara dan sekitarnya,
adalah simbiosis, yakni hidup bersama dalam
daerah pinggiran adalah wilayah perbatasan
harmoni dan sinergi. Di puncaknya adalah kota
antara Indonesia dengan negara-negara
terbesar dari sebuah negara, dan di bawahnya
tetangga.
terdapat spektrum permukiman–kota-kota
Selanjutnya dapat dikemukakan adanya
dua modus utama yang digunakan untuk

49 Membangun dari Pinggiran...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

sekunder, pusat urban kecil, kota kecil, dan perlu diperlancar dengan penyediaan
pedesaan. infrastruktur transportasi yang memadai.
Bank Dunia menyusun klasifikasi Adapun wilayah dengan tingkat
perwilayahan berdasarkan tingkat urbanisasi, urbanisasi lanjut juga masih tetap perlu
yakni urbanisasi awal (wilayah dengan status berupaya membangun kepadatan (misalnya
urban kurang dari 25%), urbanisasi menengah melalui regulasi penggunaan lahan dan
(sekitar 50% bersifat urban), dan urbanisasi peningkatan mutu penyediaan layanan dasar)
lanjut (lebih dari 75% bersifat urban). Tiap dan mengurangi jarak (misalnya melalui
tingkat urbanisasi perlu memperoleh perlakuan peningkatan mutu manajemen logistik), namun
dari instrumen kebijakan regional yang khas. perlu ditambahi dengan upaya menghapuskan
Kebijakan regional pada wilayah dengan penyekatan-penyekatan. Yang dimaksudkan
tingkat urbanisasi awal perlu menekankan dengan penyekatan di sini adalah gejala-gejala
upaya pembangunan institusi untuk munculnya kawasan kumuh di perkotaan yang
membangun kepadatan. Upaya ini lazimnya disertai dengan peningkatan
dimaksudkan untuk menciptakan penghematan kejahatan-kejahatan dan persoalan-persoalan
akibat konsentrasi (economies of concentra- lainnya yang khas kota besar. Berbagai regulasi
tion). Ada ambang batas bawah bagi tingkat yang mengandalkan prinsip insentif dapat
kepadatan kegiatan-kegiatan ekonomi yang digunakan untuk mengelola berbagai persoalan
produktif yang perlu dipenuhi oleh sebuah yang khas kota besar tersebut.
wilayah agar supaya mampu berkembang. Bank Dalam kaitannya dengan kebijakan
Dunia menyebut beberapa kata kunci untuk “membangun dari pinggiran” dapat ditafsirkan
upaya membangun kepadatan ini, yakni hak bahwa yang kini tengah diupayakan adalah
atas tanah, pendidikan dasar, air bersih, dan membangun kepadatan, yakni mencapai
sanitasi. Penjaminan hak atas tanah dan ambang batas minimum tingkat kepadatan
penyediaan infrastruktur dasar untuk kegiatan-kegiatan produktif pada suatu
pendidikan dan kesehatan merupakan prasyarat wilayah, khususnya wilayah pinggiran, agar
bagi suatu wilayah dengan tingkat urbanisasi bisa tercipta surplus produksi yang kompetitif
awal untuk memperoleh manfaat dari untuk dipasokkan ke wilayah lain. Serentak
economies of concentration. dengan itu digalakkan pembangunan
Wilayah dengan tingkat urbanisasi infrastruktur dasar khususnya untuk mendorong
menengah tetap perlu berupaya membangun konektivitas antarwilayah, yakni pembangunan
kepadatan namun perlu ditambahi dengan prasarana angkutan seperti jalan darat,
upaya mengurangi jarak dengan membangun pelabuhan laut, dan pelabuhan udara.
infrastruktur transportasi. Penghematan akibat Persoalan muncul sewaktu kriteria
konsentrasi dapat dipilah menjadi economies of daerah pinggiran harus dirumuskan secara
localization (skala unit usaha yang besar dapat teknis. Agaknya yang telah ditempuh adalah
menciptakan penghematan), economies of pelaksanaan penyaluran dana desa dengan
agglomeration (berkumpulnya kegiatan- sasaran semua desa sebagaimana yang telah
kegiatan usaha sejenis akan menurunkan biaya dibahas pada bagian awal artikel ini. Di satu
produksi), dan economies of urbanization pihak hal ini dapat dipahami sebagai
(berkumpulnya kegiatan usaha berbagai jenis pelaksanaan asas desentralisasi pembangunan.
akan menurunkan biaya produksi). Namun di lain pihak hal ini dapat menimbulkan
Penghematan-penghematan tersebut melahirkan beberapa pertanyaan yang jawabannya dapat
surplus produksi, artinya hasil produksi di dihasilkan dari penelitian-penelitian empiris.
wilayah itu jauh lebih besar daripada yang Pertama, mana yang lebih efektif dari sudut
dibutuhkan oleh konsumen-konsumen pandang teori pembangunan wilayah (untuk
setempat. Oleh karena itu, pengangkutan tujuan pertumbuhan ekonomi atau pun tujuan-
surplus produksi tersebut ke luar wilayah itu tujuan pembangunan yang lain), menyebarkan

D. S. Priyarsono 50
Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

dana investasi publik (dana desa) secara merata namun di lain pihak masih terkendala oleh
ke semua desa atau menanamkan investasi ketersediaan data yang terbatas karena memang
publik di beberapa titik wilayah yang paling kebijakan ini belum berumur panjang.
potensial responsif terhadap investasi? Kedua,
dari sudut pandang pengelolaan anggaran Ucapan Terima Kasih
negara, apakah menggelontorkan dana desa Penulis menyampaikan terima kasih
yang sedemikian besar sudah merupakan kepada dua penelaah anonim dan editor yang
pilihan optimal? Ketiga, dari sudut pandang telah memberikan saran-saran perbaikan.
kemampuan aparat desa dalam mengelola Kesalahan yang mungkin masih ada dalam
anggaran yang sedemikian besar, sudahkah artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab
dipersiapkan secara memadai? penulis.

CATATAN PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

Pembahasan dalam tulisan ini hanya Capello, R. & Fratesi, U. (2011). Globalization and
melibatkan pertimbangan-pertimbangan dari Regional Growth in Europe: Past Trends and
sudut pandang Ilmu Ekonomi Regional. Future Scenarios. Springer-Verlag, Berlin
Padahal pilihan kebijakan “membangun dari Heidelberg.
pinggiran” mencakupi dimensi-dimensi lain Capello, R. (2009). Regional Growth and Local
termasuk dimensi pertimbangan Ilmu Ekonomi Development Theories: Conceptual
Evolution over Fifty Years of Regional
Politik.6 Kebijakan itu tentu sedikit atau banyak
Science. Geografie, Economie, Societe, 11
mempunyai landasan pertimbangan upaya
(1), 9-21.
percepatan pemerataan pembangunan Capello, R. (2016). Regional Economics. Edisi
antarwilayah yang dirasakan situasinya sudah kedua. New York: Routledge.
mencapai taraf mengkhawatirkan. Corbridge, S., & Jones, G. A. (2009). The
Kebijakan itu juga punya dimensi upaya Continuing Debate About Urban Bias: The
memperkuat integrasi bangsa melalui Thesis, Its Critics, Its Influence, and
peningkatan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Implications for Poverty Reduction.
Indonesia. Dari sudut pandang ketahanan Department of Geography and Environment,
nasional, kebijakan itu juga dapat memperkuat London School of Economics and Political
Science.
daerah-daerah pinggiran yang langsung
Crane, R. (2006). The practice of regional
berbatasan dengan wilayah negara tetangga,
development in Indonesia: Resolving central-
melalui peningkatan kesejahteraan ekonomi local coordination issues in planning and
masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah- finance. Public Administration and
wilayah itu. Development, 15 (2), 139-149.
Sebagai catatan penutup yang terakhir, Hill, H. (Editor). (2014). Challenges for Indonesia’s
perlu ditekankan bahwa pembahasan dalam Periphery. Singapore: ISEAS Publishing.
tulisan ini terbatas kemampuan prediksinya Marcus, A., & Asmorowati, S. Urban Poverty and
oleh karena tidak melibatkan analisis data the Rural Development Bias: Some Notes
empiris (hard evidence). Oleh karena itu, from Indonesia. Journal of Developing
Societies, 22 (2), 145-168,.
penelitian yang lebih mendalam dengan
Priyarsono, D. S. (2014). Beberapa Masalah dan
melibatkan analisis empiris dapat disarankan
Kebijakan Publik tentang Infrastruktur:
dilaksanakan sebagai tindak lanjut studi ini. Tinjauan dari Perspektif Ilmu Ekonomi.
Sudah dapat dipastikan bahwa studi empiris Orasi Ilmiah Guru Besar IPB. Bogor: IPB
bidang ini di satu pihak sangat bermanfaat, Press.
6
Periksa Crane (2006) untuk diskusi tentang
koordinasi pusat-daerah dalam perencanaan dan
keuangan konteks pra-desentralisasi.

51 Membangun dari Pinggiran...


Journal of Regional and Rural Development Planning, Februari 2017, 1 (1): 42-52

Priyarsono, D. S. (2016). The Jokowi’s “To Develop


From The Periphery” Policy: How
Effective?” Review of Indonesian Economic
and Business Studies, 7 (1), 47-59,
Stimson, R. J., Stough, R. R., & Roberts, B. H.
(2006). Regional Economic Development:
Analysis and Planning Strategies. Springer-
Verlag, Berlin Heidelberg.
World Bank. (2009). Laporan Pembangunan
Dunia 2009: Menata Ulang Geografi
Ekonomi. Jakarta: Salemba Empat.

D. S. Priyarsono 52

You might also like