Professional Documents
Culture Documents
VERTIGO
Penyusun :
Liva Fernita (0102000904)
Ludi Dhyani R (0102000912)
Moderator :
Dr. Eva Dewati, Sp.S
KEPANITERAAN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
JAKARTA 2007
2
BAB I
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Fatimah
Usia : 53 tahun
Alamat : Kalibata kec. Pancoran Jakarta Selatan
Agama : Islam
Pekerjaan : ibu rumah tangga
No. RM : 309 37 67
Masuk RS : 27 Desember 2006 jam 02.37
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pusing berputar sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS).
Riwayat Perjalanan Penyakit
Satu hari SMRS pasien sedang menuruni tangga, kemudian mendadak merasa pusing
dan ruangannya seperti berputar. Membaik dengan berbaring dan menutup mata.
Namun pusing berputar tersebut kembali lagi ketika pasien merubah posisi tidurnya
terutama ke sebelah kiri. Tidak membaik dengan obat anti hipertensi dan panadol.
Diperberat dengan suara ramai. Disertai keringat dingin. Mual (+), muntah (+) 1 x isi
makanan, tidak menyemprot. Keluhan semakin memberat, kemudian pasien dibawa
ke RSCM. Terdapat gangguan pendengaran di sebelah kiri, telinga berdenging (+) di
telinga kiri. Tidak terdapat penglihatan ganda, bicara pelo, mulut mencong,
kelemahan tubuh sesisi, baal/kesemutan maupun tersedak. Riwayat trauma kepala
sebelumnya tidak ada. Riwayat demam sebelumnya tidak ada. Riwayat infeksi telinga
sebelumnya tidak ada. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat pusing berputar sebelumnya tidak ada. Hipertensi sejak 12 tahun yang lalu,
tidak terkontrol, hanya minum obat jika sakit kepala. DM terdiagnosis sejak 5 bulan
yang lalu, tidak berobat. Riwayat minum obat anti kejang, aspirin dan antibiotik tidak
ada.
3
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi (+) adik pasien, DM disangkal.
Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan
Pekerjaan pasien adalah ibu rumah tangga. Suami tidak bekerja. Jumlah anak 8 orang.
Kebiasaan merokok (-), minum alkohol (-).
4
5555 5555
5555 5555
Refleks fisiologis :
++ ++
++ ++
Refleks patologis -/-
Sensibilitas : baik, hipestesi (-), parestesi (-)
Fungsi saraf otonom : inkontinensia uri et alvi (-)
5
TRM : kaku kuduk (-), Lasegue >700 / >700 , Kernig >1350 / >1350
N. Kranialis : parese (-)
Motorik : tonus (N), trofi (N), klonus -/-
5555 5555
5555 5555
Refleks fisiologis :
++ ++
++ ++
Refleks patologis -/-
Sensibilitas : baik, hipestesi (-), parestesi (-)
Fungsi saraf otonom : inkontinensia uri et alvi (-)
Nistagmus horizontal (+) ke kanan derajat 1 lamanya < 2 menit.
Tes koordinasi : baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (27 Desember 2006)
Hb 13,9 g/dL (12-14)
Ht 41% (40-48)
Leukosit 12.600/ul (5000-10000) ↑
Trombosi 255.000/ul (150000-400000)
t
MCV 81 fl (82-92) ↓
MCH 27 pg (27-31)
MCHC 34 g/dl (32-36)
Ureum 18 mg/dl (20-40) ↓
Kreatinin 0,8 mg/dl (0,5-1,5)
GDS 203 mg/dl (70-200) ↑
Elektrolit
Na 144 meq/l (135-147)
K 3,2 meq/l (3,5-5,5) ↓
Cl 104 meq/l (100-106)
RESUME
Wanita 53 tahun datang dengan keluhan utama pusing berputar sejak 1 hari
SMRS yang membaik dengan berbaring dan menutup mata namun kembali pusing
6
ketika merubah posisi tidur terutama ke sebelah kiri. Mual (+), muntah (+) 1 x isi
makanan, tidak menyemprot. Pusing berputar tidak membaik dengan obat anti
hipertensi dan panadol. Diperberat dengan suara ramai. Pusing dipengaruhi perubahan
posisi (+), gangguan pendengaran (+), telinga berdenging (+), penglihatan ganda (-),
bicara pelo (-), mulut mencong (-), kelemahan tubuh sesisi (-), baal/kesemutan (-),
tersedak (-). Riwayat trauma (-), demam (-). Pasien memiliki riwayat hipertensi dan
DM tidak terkontrol.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan hipertensi (TD 180/130 mmHg), parese
nervus kranialis (-), gangguan motorik, sensorik dan otonom (-), nistagmus horizontal
(+) ke kanan derajat 1, tes koordinasi baik. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukositosis, peningkatan GDS dan hipokalemi.
DIAGNOSIS KERJA
• Klinis : Vertigo Posisional Benigna
• Topis : Kanalis Semisirkularis
• Etiologis : idiopatik
• Patologis: idopatik
PENATALAKSANAAN
Rencana diagnostik
BAEP (Brainstem Auditory Evoked Potential)
EKG
Rontgen Thorax PA
Rencana terapi
Elevasi kepala 300
IVFD NaCl 0,9% / 12 jam
Mertigo 3x1 tab
Silum 2x1 tab
Vometa 3x1 tab
Ranitidin 2x1 amp
Captopril 2x25 mg
7
FOLLOW UP
(27 Desember 2006 Jam 05.00)
Lab : K 3,2 GDS 203 L 12600
Sikap : KSR 2x1, cek GDP dan GD2jPP di ruangan
(27 Desember 2006 Jam 08.15)
S : pusing berputar berkurang, mual (-), muntah (-). Sebelumnya pasien mengorek-
ngorek kuping dengan cotton bud. HT (+) sejak 14 tahun yang lalu, kontrol tidak
teratur.
O : tampak sakit sedang, compos mentis
TD : 220/130 mmHg Nafas : 20x/menit Nadi : 96x/menit Suhu : afebris
Status Neurologis
GCS = E4M6V5 = 15
Pupil bulat, isokor, diameter 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+
TRM : kaku kuduk (-), lasegue >70°/>70°, kernig >135°/>135°
N. kranialis : parese (-)
Motorik : 5555 5555
5555 5555
Refleks fisiologis : ++ ++
++ ++
Refleks patologis : -
Sensorik : hipestesi (-), parestesi (-)
Otonom : inkontinensia (-)
Nistagmus (+) komponen cepat ke kanan
A : - vertigo vestibuler tipe perifer
- HT urgency
P : - IVFD Astringen/12 jam
- Mertigo 3x1 tab
- Silum 2x1 tab
- Vometa 3x1 tab
- Kaptopril 3x25 mg
8
TD : 190/120 mmHg Nafas : 20x/menit Nadi : 84x/menit Suhu : afebris
(28 Desember 2006)
S Pusing berkurang, muntah (-)
O TSS, CM
TD 180/110 mmHg, nadi 84 x/menit, pernafasan 20x/menit, suhu 260C
GCS E4 M6 V5 = 15
Pupil : bulat, isokor, diameter 3mm / 3mm, RCL +/+, RCTL +/+
TRM : kaku kuduk (-), Laseque >700 / >700 , Kernig >1350 / >1350
N. Kranialis : parese (-)
Motorik : parese (-)
Sensibilitas : baik
Refleks fisiologis : ++/++
Refleks patologis : -/-
Fungsi saraf otomom : inkontinensia uri et alvi (-)
A Vertigo vestibularis tipe perifer
P Elevasi kepala 300
IVFD NaCl 0,9% / 12 jam
Mertigo 3x1 tab
Silum 2x1 tab
Vometa 3x1 tab
Ranitidin 2x1 amp
Captopril 3x25 mg
PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
9
BAB II
TINJAUAN UMUM
10
FISIOLOGI KESEIMBANGAN
Informasi yang berguna untuk alat keseimbangan tubuh akan ditangkap oleh
reseptor vestibuler, visual dan proprioseptik. Dari ketiga jenis reseptor tersebut,
reseptor vestibuler yang punya kontrobusi paling besar, yaitu lebih dari 50% disusul
kemudian reseptor visual dan yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Arus informasi berlangsung intensif bila ada gerakan atau perubahan gerakan
dari kepala atau tubuh. Akibat gerakan ini menimbulkan perpindahan cairan
endolimfe di labirin dan selanjutnya bulu (silia) dari sel rambut (hair cells) akan
menekuk. Tekukan bulu menyebabkan permeabilitas membran sel berubah sehingga
ion kalsium menerobos masuk ke dalam sel (influks). Influks Ca akan menyebabkan
terjadinya depolarisasi dan juga merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator
(dalam hal ini glutamat) yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris ini lewat
saraf aferen (vestibularis) ke pusat-pusat alat keseimbangan tubuh di otak.
Melvil Jones menggambarkan proses transduksi dan transmisi ini sebagai
berikut: head acceleration head angular velocity endolymph displacement
cupular angle cilia bending receptor cell potential synaptic action generator
potential primary afferent action potentials CNS perception
VOR/posture/perception. Impuls yang dibawa saraf aferen tersebut selanjutnya
dihantarkan ke inti vestibularis, selanjutnya ke otak kecil, korteks serebri, hipotalamus
dan pusat otonomik di formasio retikularis.
Meskipun banyak ragamnya neurotransmiter yang menghubungkan pusat-
pusat alat keseimbangan tubuh, namun pada garis besarnya impuls aferen dihantarkan
oleh susunan saraf yang menggunakan neurotransmiter eksitator, misalnya glutamat,
aspartat, asetilkolin, histamin, substansi P dan neuropeptida lainnya. Sedangkan
impuls eferen dihantarkan lewat susunan saraf yang menggunakan neurotransmiter
inhibitor, antara lain : GABA, glisin, noradrenalin, dopamin dan serotonin.
Pusat integrasi alat keseimbangan tubuh pertama diduga di inti vestibularis
menerima impuls aferen dari proprioseptik, visual dan vestibuler. Serebelum selain
merupakan pusat integrasi kedua juga diduga merupakan pusat komparasi informasi
yang sedang berlangsung dengan informasi gerakan yang sudah lewat, oleh karena
memori gerakan yang pernah dialami masa lalu diduga tersimpan di vestibuloserebeli.
Selain serebelum, informasi tentang gerakan juga tersimpan di pusat memori
prefrontal korteks serebri.
11
DEFINISI VERTIGO
Vertigo merupakan keluhan subjektif dalam bentuk sensasi atau ilusi gerakan
atau rasa gerak berputar dari tubuh atau kepala atau lingkungan sekitarnya dengan
gejala lain yang timbul terutama dari sistem otonom. Vertigo terjadi oleh karena
adanya ketidakseimbangan antara data yang diterima oleh otak dari mata,
proprioseptif dan sistem vestibuler. Kontribusi terbesar adalah dari vestibuler yaitu
50%, kemudian visual dan terkecil dari proprioseptif. Vertigo dapat digolongkan
sebagai salah satu bentuk gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi di
ruangan.
Vertigo dapat berasal dari kelainan di sentral (batang otak, serebelum atau
otak) atau di perifer (telinga dalam atau saraf vestibular). Kita perlu membedakan
kedua jenis vertigo ini, karena terapi dan prognosisnya dapat berbeda.
Vertigo Sentral
Gangguan di batang otak atau di serebelum biasanya merupakan vertigo jenis
sentral. Untuk menentukan apakah gangguan berada di batang otak, kita selidiki
apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di batang otak, misalnya
diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik. Banyak penderita
yang mengeluhkan rasa lemah. Kita perlu membedakan antara kelemahan umum
dengan kelemahan yang disebabkan oleh gangguan di batang otak.
Gangguan atau disfungsi serebelum kadang-kadang sulit ditentukan. Misalnya
stroke serebelar gejalanya dapat menyerupai gangguan vestibuler perifer. Perlu dicari
gejala gangguan serebelar lainnya seperti gangguan koordinasi. Penderita gangguan
serebelar mungkin mempunyai kesulitan dalam melaksanakan gerakan supinasi dan
pronasi tangannya secara berturut-turut (disdiadokokinesia).
Vertigo Perifer
Berdasarkan lokasinya, penyebab vertigo perifer dibagi menjadi :
1. telinga bagian luar : serumen, benda asing
2. telinga bagian tengah : retraksi membran timpani, otitis media purulenta akuta,
otitis media dengan efusi, labirintitis, kolesteatoma,
rudapaksa dengan pendarahan
12
3. telinga bagian dalam : labirintitis akuta toksika, trauma, serangan vaskular, alergi,
hidrops labirin (morbus Meniere), mabuk gerakan, vertigo
postural
4. nervus VIII : infeksi, trauma, tumor
5. inti vestibularis : infeksi, trauma, perdarahan, trombosis arteria serebeli posterior
inferior, tumor, sklerosis multipleks.
Vertigo fisiologis
Terjadi pada orang normal, saat : 1) otak dikonfrontasi oleh input yang
tumpang tindih antara ketiga sistem keseimbangan ; 2) sistem vestibuler di
konfrontasi oleh gerakan kepala yang tidak familier seperti saat mabuk laut; 3) posisi
kepala atau leher yang tidak biasa, misalnya saat mendangak untuk mengecet langit-
langit; 4) setelah berputar. Contoh lainnya, ialah mabuk darat, ketinggian, vertigo
visual saat melihat film dengan adengan kejar-kejaran, dan space sickness.
Vertigo patologis
Terjadi akibat adanya lesi dari salah satu atau gabungan dari sistem
vestibular, visual dan somatosensorik (serebelum).
Vertigo patologik, paling sering diakibatkan oleh disfungsi vestibuler baik
sentral (batang otak dan otak) maupun perifer (labirin dan N. vestibularis). Vertigo
disertai oleh mual, nistagmus, ketidakseimbangan, ataxia gait. Karena keluhan
memberat dengan gerakan kepala, maka pasien biasanya memegang kepala mereka.
13
Gambar : patofisiologi BPPV
DIAGNOSIS VERTIGO
Terapi yang rasional membutuhkan diagnosis yang akurat. tidak jarang terjadi,
bahwa walaupun kita telah melakukan segala upaya, kita tidak dapat menentukan
diagnosis penyebab. Saat ini tersedia berbagai ragam tes yang canggih, demikian juga
tes mengenai fungsi vestibuler. Namun, kita masih banyak dapat ditolong oleh
pengambilan anamnesis yang baik serta pemeriksaan fisik yang seksama.
Vertigo dapat didiagnosis dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil tes
auditori dan vestibular. Anamnesis dimulai dengan memperjelas keluhan utama
pasien apakah benar-benar pusing berputar atau perasaan berat, banyak pikiran atau
sefalgia primer. Perlu ditanyakan intensitas dan interval serangannya, pengaruh
lingkungan atau situasi, misalnya posisi kepala, tempat ramai, ketinggian. Adanya
keluhan telinga (tinitus, tuli, nyeri) juga perlu ditanyakan. Selain itu perlu ditanyakan
makanan atau minuman dan obat yang sedang digunakan.
Pada pemeriksaan fisik dicari adanya kelainan pada mata berupa nistagmus
atau strabismus. Beratnya nistagmus bervariasi. pada derajat I nistagmus hanya
muncul bila mata dilirikkan ke arah komponen cepat. Pada derajat II nistagmus
sudah terjadi bila mata memandang lurus ke depan. Pada derajat III nistagmus
telah muncul walaupun mata dilirikkan ke arah yang berlawanan dengan arah
komponen cepat.
Pemeriksaan yang lain adalah dengan pemeriksaan keseimbangan tubuh,
pemeriksaan rutin neurologi, pemeriksaan rutin otologi dan pemeriksaan fisik
14
diagnostik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah ENG
(elektronistagmografi), audiometri dan BAEP dan pemeriksaan tambahan lainnya.
TERAPI VERTIGO
Terapi vertigo terdiri dari :
1. Terapi kausal
Kebanyakan kasus vertigo tidak diketahui penyebabnya. Walaupun demikian
bilamana penyebabnya dapat ditemukan, maka terapi kausal merupakan pilihan
utama.
2. Terapi simtomatik
Terapi simtomatik ditujukan pada dua gejala utama, yaitu rasa vertigo
(berputar, melayang) dan gejala autonom (mual, muntah). Gejala-gejala tersebut
timbul paling berat pada vertigo vestibuler fase akut dan biasanya akan
menghilang dalam beberapa hari berkat adanya mekanisme kompensasi sentral.
Namun oleh karena pada fase ini pasien biasanya merasa cemas dan menderita
maka perlu diberikan obat simtomatik.
Oleh karena obat-obat supresan vestibuler dapat menghalangi mekanisme
kompensasi sentral maka pemberiannya secukupnya saja untuk mengurangi
gejala. Tujuannya agar pasien dapat segera dimobilisasi untuk melakukan latihan
rehabilitasi.
3. Terapi rehabilitatif
Tujuannya adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan kompensasi sentral
dan habituasi pada pasien dengan gangguan vestibuler. Mekanisme kerja terapi ini
adalah melalui :
substitusi sentral oleh sistem visual dan somatosensori untuk fungsi
vestibuler yang terganggu
mengaktifkan kendali pada tonus inti vestibuler oleh serebelum, sistem
visual dan somatosensori
menimbulkan habituasi yaitu berkurangnya respon terhadap stimulasi
sensorik yang diberikan berulang-ulang.
15
BAB III
TINJAUAN KHUSUS
16
berbulan-bulan sebelumnya. Pasien juga tidak mempunyai riwayat trauma kepala
sebelumnya, sehingga penyebab vertigo karena trauma kepala juga dapat
disingkirkan. Demikian juga vertigo fisiologis, dapat disingkirkan karena vertigo
muncul tidak saat pasien berada dalam kendaraan yang sedang berjalan. Pasien juga
tidak sedang mengkonsumsi obat-obat yang vestibulotoksik, seperti aminoglikosid,
antikonvulsan atau aspirin. Tumor dapat disingkirkan karena tidak terdapat gejala
peningkatan tekanan intrakranial maupun keterlibatan saraf kranial.
Dari gejala yang dialami pasien, yang lebih memungkinkan sebagai etiologi
adalah vertigo posisional benigna. Hal ini didukung oleh timbulnya vertigo bila
kepala mengambil posisi atau sikap tertentu, terutama saat berbaring ke kiri. Hal ini
mengindikasikan kelainan ada di telinga kiri. Pasien juga mengalami mual dan
muntah. Vertigo posisional benigna juga sering dijumpai pada wanita usia menengah
(40 dan 50-an tahun).
Beberapa kasus vertigo posisional benigna dijumpai setelah mengalami jejas
atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi. Pada
sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Pasien ini tidak
mengalami trauma kepala, infeksi telinga tengah maupun operasi. Sehingga penyebab
vertigo posisional benigna pada pasien ini masih idiopatik.
Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah Mertigo, Silum, Vometa,
Ranitidin, Captopril. Captopril diberikan sebagai antihipertensi. Vometa dan ranitidin
diberikan karena pasien mengalami mual dan muntah. Sebagai antivertigo diberikan
mertigo dan silum. Mertigo merupakan senyawa betahistin (suatu analog histamin)
yang dapat meningkatkan sirkulasi di telinga dalam dan inhibisi neuron polisinaptik
pada nervus vestibularis lateralis. Silum merupakan antagonis kalsium sehingga dapat
mengurangi eksitabilitas neuron.
Pasien yang mengalami vertigo kadang merasa cemas dan takut dan sering
memikirkan bahwa ia mungkin menderita penyakit yang berat, seperti tumor, stroke
atau penyakit jantung. Karena itu kepada penderita perlu dijelaskan mengenai
kelainannya serta prognosis yang umumnya baik. Namun kemungkinan bahwa
serangan akan berulang perlu diinformasikan kepada penderita sehingga mereka tidak
perlu takut atau cemas.
Pada pasien juga perlu diberikan terapi rehabilitatif berupa latihan vestibuler
(latihan posisional) untuk meningkatkan habituasi sehingga lama kelamaan vertigo
17
tidak akan terulang kembali. Latihan yang digunakan adalah metode Brandt-Daroff.
Caranya adalah pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan kaki tergantung. Lalu
tutup kedua mata dan berbaring dengan cepat pada salah satu sisi tubuh selama 30
detik, kemudian duduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh ke sisi lain
dengan cara yang sama, tunggu selama 30 detik, setelah itu duduk tegak kembali.
Lakukan latihan ini 5 kali pada pagi hari, dan 5 kali pada malam hari sampai 2 hari
berturut-turut tidak timbul vertigo lagi.
Prognosis pada pasien ini, quo ad vitam bonam karena kelainan vertigo
posisional benigna tidak mengancam nyawa. Quo ad functionam dubia ad bonam
karena fungsi vestibuler pasien masih dapat digunakan untuk menjaga keseimbangan
tubuh. Quo ad sanationam dubia ad bonam karena dengan latihan vestibuler yang
dilakukan rutin dan benar diharapkan vertigo tidak akan terulang lagi.
18
DAFTAR PUSTAKA
19