You are on page 1of 22

Tugas Materi Keahlian Umum

Perbedaan Kandungan Elektrolit Air Susu Ibu (ASI) dan Susu


Formula Serta Kepentingan Klinisnya

Oleh
Annisa Trie Anna

A. Pendahuluan
Diantara para ibu yang memiliki anak bayi atau balita yang masih
menyusui, sering terjadi perdebatan mengenai air susu ibu yang dikenal
dengan singkatan ASI atau pemberian susu formula. Semua ibu setuju bahwa
ASI adalah yang terbaik untuk anak, namun bukan berarti bahwa memberi
susu formula berarti tidak ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Ada
banyak faktor yang menyebabkan seorang ibu memberikan susu formula
pada anaknya (Dewanto, Naomi EF. 2015).
Di masa lalu para ibu juga mengalami masalah yang sama dengan
para ibu dimasa sekarang. Seperti produksi ASI yang tidak mencukupi,
masalah pelekatan puting pada bayi, atau bahkan bayi yang tidak bisa
menambah berat badan hanya dengan mengkonsumsi ASI (Dewanto, Naomi
EF. 2015).
Pada tahun 1800-an, atau abad ke-19 para ibu yang mempunyai
masalah menyusui akan memperkerjakan seorang ibu susu bagi bayinya.
Atau meminta kerabat yang memiliki asupan ASI untuk menyusui anak
mereka. Jika hal itu tidak dapat dilakukan, maka bayi tersebut akan diberikan
susu sapi, atau susu formula buatan sendiri yang berasal dari susu sapi, sirup
jagung dan air. Hal ini dilakukan pada abad akhir abad ke-19 dan awal abad
ke-20, dari sinilah sejarah susu formula dimulai (Dewanto, Naomi EF. 2015)
Susu formula memberikan alternatif pengganti ASI untuk bayi.
Meskipun, susu formula diproduksi dengan menggunakan metode teknologi
tinggi, komposisinya sampai batas tertentu berbeda dari ASI, termasuk
perbedaan dalam elektrolit. Meningkatnya pengetahuan pada kandungan
mineral dalam ASI dan susu formula bayi karena bukti yang berkembang

1
tentang pentingnya mineral termasuk elektrolit dalam nutrisi manusia (
Kwiecień,M. et al. 2017).
B. Fungsi Elektrolit
Elektrolit adalah mineral bermuatan listrik yang terdapat di dalam
sel, jaringan, dan cairan tubuh, termasuk darah, urine, dan keringat. Elektrolit
dapat berupa kation, bermuatan positif dan anion, bermuatan negatif.
Elektrolit dalam cairan tubuh dapat berupa kation misalnya Na 2+, K+, Ca2+,
Mg2+ dan berupa anion misalnya Cl -, HCO3-, HPO4-, SO4-2, dan laktat. Pada
cairan ektrasel kation utama adalah Na+ dan anion utama adalah Cl - dan
HCO3-, sedangkan pada cairan intrasel kation utama adalah K +. Sebagian
besar proses metabolisme memerlukan dan elektrolit. Konsentrasi elektrolit
yang tidak normal dapat menyebabkan banyak gangguan fungsi tubuh.
(Darwis,D.et al. 2008)
Ada banyak jenis elektrolit dengan fungsinya masing-masing. Agar
semua organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, diperlukan asupan elektrolit
yang cukup.

 Natrium
Natrium adalah kation utama cairan ekstraseluler, dan merupakan juga
pengontrol utama volume ekstraseluler. Dia terlibat dalam pengaturan
osmolaritas, keseimbangan asam-basa,transpor aktif melintasi sel, dan
potensial membrane melintasi sel. (Guo, Mingruo and Gregory M. Hendricks.
2008)
Fungsi natrium adalah memelihara tekanan osmotik cairan
ekstraselular dan burhubungan dengan cairan tubuh serta membantu fungsi
neuromuskuler. (Darwis, D.et al. 2008)

 Kalium
Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat besar
dalam tubuh dan terbanyak berada di intrasel. Kalium berfungsi dalam
sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf, pengeluaran hormon, transpot
cairan, dan perkembangan janin. Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh
berada di dalam cairan intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L

2
dan konsentrasi kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi
kalium pada orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak
(Darwis, D.et al. 2008).
Kalium sangat dibutuhkan tubuh manusia dalam jumlah sedikit,
namun jika kadar kalium dalam darah berkurang dapat menyebabkan
beberapa gangguan dalam tubuh, seperti gangguan gastrointestinal,
gangguan sistim kardiovaskuler dan gangguan metabolisme. Jika kadar
kalium mengalami penurunan dapat menyebabkan beberapa gangguan
seperti kelemahan otot, penurunan kesadaran dan kelumpuhan otot atau
sistem pernapasan (Darwis, D.et al. 2008)
Fungsi kalium adalah memelihara keseimbangan osmotik dalam sel,
meregulasi aktifitas otot, enzim dan keseimbangan asam basa. Kalium
merupakan kation utama dalam sel. Gejala berkaitan dengan sistem saraf
dan otot jantung, rangka dan polos. Semua jaringan ini menggunakan kalium
untuk mengatur eksitabilitas selnya (Assa, 2012). Kalium dalam cairan
ekstraseluler adalah terlibat dalam transmisi impuls saraf, pemeliharaan
tekanan darah, dan kontrol kontraksi otot rangka (Guo, Mingruo and Gregory
M. Hendricks. 2008).

 Klorida
Klorida merupakan anion utama dari cairan ekstraseluler, ditemukan
lebih banyak pada kompartemen interstitial dan cairan limfoid daripada dalam
darah. Klorida juga merupakan bagian dari cairan sekresi lambung dan
pankreas, keringat, kantung empedu, dan air liur. Natrium dan klorida
merupakan komposisi elektrolit terbesar dalam cairan ekstraseluler dan
berperan dalam menentukan tekanan osmotik. Klorida diproduksi dalam
lambung, yang dikombinasikan. dengan hidrogen untuk membentuk adam
hidroklorida. Kontrol klorida tergantung dari intake klorida, ekskresi, dan
absorpsi ion tersebut dari ginjal. Klorida dalam jumlah kecil dibuang dalam
feses (Guyton A.C and Hall J.E, 2008)
Fungsi klorida adalah membantu regulasi volume darah, tekanan
arteri dan keseimbangan asam basa (asidosis-alkalosis). Kadar klorida
menurun misalnya sekresi cairan lambung yang berlebihan dapat

3
menyebabkan alkalosis metabolik, sedang retensi klorida atau makan dengan
garam berlebihan dapat menimbulkan hiperkloremia dengan asidosis
metabolik (Guyton A.C and Hall J.E, 2008).
 Kalsium
Sekitar 99% kalsium ini ditemukan di gigi dan tulang, memberikan
struktur dan kekuatan sebagai kalsium fosfat. Sisa kalsium ditemukan dalam
cairan ekstraseluler, struktur intraseluler, dan membran sel, dan terlibat dalam
beberapa fungsi pengaturan, seperti pemeliharaan detak jantung normal,
sekresi hormon, pembekuan darah, konduksi saraf, kontraksi otot, aktivasi
enzim, dan integritas membran. (Guo, Mingruo and Gregory M. Hendricks.
2008).

 Magnesium
Magnesium memainkan peran penting dalam berbagai proses
fisiologis, termasuk transmisi neuromuskular, otot kontraksi, protein dan
metabolism asam nukleat, dan sebagai kofaktor untuk banyak enzim.
Magnesium, bersama dengan kalsium dan fosfat, mendukung pertumbuhan
tulang. Defisiensi magnesium adalah hal yang tidak umum kecuali dalam
keadaan malnutri berat. (Guo, Mingruo and Gregory M. Hendricks. 2008).

 Fosfat
Fosfor adalah nutrisi penting bagi manusia, karena berperan dalam
fungsi biologis penting. Fosfor ada berupa fosfat organik dan anorganik di
semua jaringan dan cairan, dan sangat penting untuk banyak komponen
tubuh, termasuk lipid, protein, karbohidrat, dan asam nukleat, dan juga
berperan peranan penting dalam metabolisme. Ini adalah bagian penting dari
kalsium fosfat, komponen struktural utama gigi dan tulang. Kekurangan fosfor
dalam makanan biasanya tidak terjadi karena fosfor terkandung dalam
berbagai macam makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan. (Guo,
Mingruo and Gregory M. Hendricks. 2008).

 Bikarbonat

4
Jenis elektrolit ini berfungsi untuk menjaga pH darah tetap normal,
menyeimbangkan kadar cairan tubuh, dan mengatur fungsi jantung.
Normalnya, kadar bikarbonat dalam tubuh berkisar antara 22–30 mmol/L.
Jumlah bikarbonat dalam darah yang tidak normal dapat disebabkan oleh
gangguan pernapasan, gagal ginjal, asidosis dan alkalosis, serta penyakit
metabolik. (Guyton A.C and Hall J.E, 2008)

Tabel 1. Distribution Elektrolit pada cairan Intraseluler dan ektraseluler Tubuh

Dikutip dari Fluid and electrolyte Balance. Elmhurst University. Diunggah pada 22 Oktober
2021pada http://chemistry.elmhurst.edu/vchembook/250fluidbal.html

Gambar 1. Electrolyte and protein anion concentration in plasma, intertitial fluid, and
intracellular fluid (dikutip dari Sutrisno, R. 2020. Fluid, Electrolyte, And

5
Acid–Base Homeostasis)

C. Kandungan Elektrolit Air Susu Ibu (ASI)


Natrium, Kalium, Klorida, Kalsium, magnesium, fosfor, dan sulfat
merupakan elektrolit yang dibutuhkan dalam tubuh dan terkandung dalam
ASI. Penentu utama elektrolit dalam ASI adalah durasi laktasi, di mana
natrium dan klorida menurun, dan kalium, kalsium, magnesium, dan fosfat
bebas meningkat seiring waktu. (Guo, Mingruo and Gregory M. Hendricks.
2008)

Tabel 2. Konsentrasi elektrolit dalam susu manusia dan susu sapi

Dikutip dari Guo, Mingruo and Gregory M. Hendricks. 2008. Chemistry and
Biological Properties of Human Milk. Current Nutrition & Food Science, 2008,
4, 305-320

ASI mengandung elektrolit (natrium, kalium, klorida) sangat rendah


dibandingkan susu sapi. Kalium adalah kation intraseluler utama, dengan
konsentrasi 30 kali lebih besar di dalam sel daripada di cairan
ekstraselulerKonsentrasi natrium, kalium, dan klorida dalam ASI berkurang
dengan durasi menyusui. Telah diidentifikasi tidak ada hubungan antara
asupan ibu dan konsentrasi elektrolit ini dalam ASI. Natrium, kalium, dan
klorida dalam ASI hampir seluruhnya sebagai ion bebas. (Guo, Mingruo and
Gregory M. Hendricks. 2008)
Pada ASI sekitar 200 mg kalsium dalam rata-rata 750 ml sekresi
harian, yang tampaknya cukup untuk bayi cukup bulan, ini mungkin tidak

6
cukup untuk bayi prematur. Suplementasi 1000 mg kalsium/hari pada masa
menyusui wanita tidak mempengaruhi kalsium susu atau terkait laktasi
perubahan mineral tulang. Kandungan kalsium susu manusia meningkat pada
awal laktasi, dari 250 pada hari 1, menjadi 320 mg/L pada hari ke 5, dan tetap
konstan pada sekitar 300 mg/L sampai hari ke 36 laktasi. Studi tentang
konsentrasi kalsium selama menyusui mengungkapkan perkiraan penurunan
30% antara bulan pertama dan kesembilan laktasi. Tidak ada hubungan
antara konsumsi makanan ibu kalsium dan konsentrasinya dalam ASI. Ikatan
kalsium dengan fosfat dan kasein dalam ASI untuk menghasilkan hubungan
kalsium fosfat dalam subunit misel kasein, dan itu juga dapat mengikat sitrat,
atau ditemukan dalam bentuk terionisasi. Kalsium dalam ASI lebih mudah
diserap oleh saluran cerna bayi. Pada ASI mengandung magnesium dengan
konsentrasi sekitar 30-35 mg/L. Dengan kisaran normal asupan magnesium
diet, tidak ada hubungan antara konsumsi magnesium ibu dan konsentrasi
magnesium dalam ASI. Kandungan fosfor pada ASI meningkat dari 100 mg/L
pada hari 1 menjadi 170 mg/L dengan hari ke 8, dan menurun menjadi 130
mg/L pada hari ke 36 laktasi. (Guo, Mingruo and Gregory M. Hendricks.
2008).
Tidak seperti vitamin, kadar mineral dalam ASI tidak begitu
dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi ibu dan tidak dipengaruhi oleh
status gizi ibu. Mineral di dalam ASI memiliki kualitas yang lebih baik dan
lebih mudah diserap dibandingkan dengan mineral yang terdapat di dalam
susu sapi.

D. Perubahan Elektrolit Air Susu Ibu (ASI)


Air susu ibu (ASI) secara fisiologis lebih kecil kemungkinannya
menyebabkan gangguan elektrolit. Pembuatan susu formula diusahakan
semirip mungkin dengan Air susu Ibu, namun sulit menyamai kandungan ASI,
yang komposisinya berubah saat kolostrum dan susu transisi, yang
sebenarnya sesuai dengan kebutuhan fisiologis tubuh bayi (Christine Ansell,
et.1977).
Konsentrasi natrium tinggi pada 5 hari pertama (21 ± 5 mmol/liter),
tetapi turun menjadi rata-rata 15 mmol/liter di akhir minggu pertama dan 12
mmol/liter pada hari ke-10 (Gambar 2) (Christine Ansell, et.1977)
7
Gambar 2. Kandungan natrium pada ASI selama masa post partum. Dikutip dari
Christine Ansell. Ancil'la Moore. And H. I.Jarrie.1977. Electrolyte And Ph Changes In
Human Milk. Pediat. Res . : 1177-1179 ( 1977)

Pola kandungan kalium pada ASI, juga mirip dengan. dengan


konsentrasi natrium rata-rata awal 18,5 mmol/liter dan turun menjadi 15
mmol/liter pada hari ke-10 (Gambar 3). (Christine Ansell, et.1977)

Gambar 3. Kandungan kalium pada ASI selama masa post partum. Dikutip
dari Christine Ansell. Ancil'la Moore. And H. I.Jarrie.1977. Electrolyte And Ph
Changes In Human Milk. Pediat. Res . : 1177-1179 ( 1977)

Perbedaan yang cukup besar dalam komposisi kolostrum dan ASI


dini telah terbukti terjadi antara ibu yang berbeda dan juga pada ibu yang
sama pada hari yang berbeda. Komposisi air susu manusia bervariasi
berdasarkan keadaan laktasi. Konsentrasi natrium yang relatif tinggi dalam
beberapa hari pertama mungkin merupakan pertahanan yang penting

8
memperbaiki dehidrasi dan hiponatremia selama periode relatif yang haus
dan kelaparan. (Christine Ansell, et.1977)

E. Kandungan Elektrolit Susu Formula


Susu formula menurut WHO (2004) yaitu susu yang diproduksi oleh
industri untuk keperluan asupan gizi yang diperlukan bayi. Susu formula
kebanyakan tersedia dalam bentuk bubuk. Perlu dipahami susu cair steril
sedangkan susu formula tidak steril. Pemberian susu formula diindikasikan
untuk bayi yang karena sesuatu hal tidak mendapatkan ASI atau sebagai
tambahan jika produksi ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi. Penggunaan
susu formula ini sebaiknya meminta nasehat kepada petugas kesehatan
agar penggunaannya tepat (Nasar, dkk. 2005).
Walaupun memiliki susunan nutrisi yang baik, tetapi susu sapi sangat
baik hanya untuk anak sapi, bukan untuk bayi. Oleh karena itu, sebelum
dipergunakan untuk makanan bayi, susunan nutrisi susu formula harus
diubah hingga cocok untuk bayi. Sebab, ASI merupakan makanan bayi yang
ideal sehingga perubahan yang dilakukan pada komposisi nutrisi susu sapi
harus sedemikian rupa hingga mendekati susunan nutrisi ASI (Khasanah,
2011).
ASI dianggap sebagai sumber nutrisi yang optimal untuk bayi dan
menyediakan semua elemen nutrisi untuk pertumbuhan normal bayi dalam
bentuk yang sesuai untuk pencernaan. Ketika menyusui (ASI) tidak
mungkin, atau tidak cukup, susu formula sering digunakan sebagai
pengganti ASI dan memainkan peran yang sangat diperlukan dalam nutrisi
bayi (Larrañaga, SC and Navarro-Blasco L. 2008).
Formula bayi digambarkan sebagai pengganti ASI yang diproduksi
secara khusus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan didasarkan pada
komposisi ASI, yang merupakan makanan ideal untuk bayi. Di antara nutrisi
yang tersedia (misalnya, protein, lipid, dan karbohidrat) dalam susu formula
bayi, mineral termasuk elektrolit sangat penting untuk proses biologis dan
memainkan peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan normal.
Rekomendasi kandungan mineral termasuk elektrolit sangat penting selama
masa bayi dan anak usia dini karena tingkat pertumbuhan anak-anak yang
sangat tinggi, dan asupan mineral yang tidak mencukupi dapat
9
menyebabkan defisiensi yang dapat mengganggu fungsi tubuh (Ballard,
Olivia and Ardythe L. Morrow. 2013).
Pemahaman tentang persyaratan minimum dan asupan maksimum
yang diperbolehkan untuk nutrisi tertentu, terutama mineral, pada bayi
semakin berkembang. Tabel 1 menunjukkan kisaran asupan mineral yang
direkomendasikan oleh . Global Standard for the Composition of Infant Formula:
Recommendations of an ESPGHAN Coordinated International Expert Group
(Koletzko, et al. 2005).

Tabel 3. Rekomendasi kadar elektrolit pada susu formula

Dikutip dari Koletzko, et al. 2005. Global Standard for the Composition of Infant Formula:
Recommendations of an ESPGHAN Coordinated International Expert Group. Journal of
Pediatric Gastroenterology and Nutrition. Vol 41:584–599

F. Kebutuhan Elektrolit Bayi


Kebutuhan bayi akan mineral, termasuk elektrolit, berdasarkan angka
kecukupan gizi yang dianjurkan untuk masyarakat Indonesia yang selanjutnya
disingkat AKG adalah suatu nilai yang menunjukkan kebutuhan rata-rata zat
gizi tertentu yang harus dipenuhi setiap hari bagi hampir semua orang dengan

10
karakteristik tertentu yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat aktivitas fisik,
dan kondisi fisiologis, untuk hidup sehat.

Tabel 4. Angka Kecukupan Elektrolit yang dianjurkan (per hari) pada bayi
usia 0-6 bulan

Dikutip Dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2019 Tentang Angka Kecukupan Gizi Yang
Dianjurkan Untuk Masyarakat Indonesia

Ketersediaan elektrolit tampaknya dipengaruhi oleh tingkat pemecahan


protein di saluran pencernaan. Jika protein dicerna dengan buruk, seperti
pada bayi baru lahir dan bayi muda, maka ketersediaan hayati mineral
(termasuk elektrolit) akan tergantung pada ukuran protein yang melekat pada
mineral dan tingkat kelarutan kompleks (McQueen, Derrick. 1997).
Mineral yang tidak cukup tersedia secara hayati harus dilengkapi untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi bayi. Pemahaman kita tentang bioavailabilitas
mineral tertentu telah berkembang karena peningkatan substansial dalam
teknik yang digunakan untuk menilai penyerapan mineral, metabolisme,
distribusi, dan ekskresi. Beberapa faktor telah ditemukan berperan dalam
bioavailabilitas mineral, antara lain : (McQueen, Derrick. 1997)
 jumlah mineral dalam makanan,
 bentuk kimia mineral
 status gizi bayi, dan
 keberadaan dan jumlah mineral trace lainnya

11
G. Perbandingan Elektrolit ASI dan Susu Formula
Kandungan protein susu formula standar ditemukan dalam kompleks
dengan beberapa elektrolit utama (misalnya, Na, Cl, K, Ca, Mg, dan P).
Secara umum, sebagian besar susu formula mengandung elektrolit dalam
jumlah yang lebih besar daripada ASI (Tabel 5). Namun, yang lebih penting
daripada konsentrasi elektrolit dalam formula adalah bioavailabilitasnya, yang
mengacu pada tingkat penyerapan dan pemanfaatannya (McQueen, Derrick.
1997).

Tabel. 5 Perbandingan kadar elektrolit beberapa susu formula dengan ASI


dan susu sapi

Elektrolit yang terkandung pada ASI membentuk kompleks dengan


protein berat molekul rendah sehingga lebih mudah diserap oleh saluran
cerna bayi. Hal ini tidak terjadi pada susu formula dan susu sapi yang tidak
dimodifikasi. (McQueen, Derrick. 1997).

H. Kepentingan Klinis Perbedaan Elektrolit ASI dan Susu Formula


Meskipun pengganti ASI untuk bayi diproduksi dengan menggunakan
metode teknologi tinggi, komposisinya sampai batas tertentu berbeda dari
ASI; misalnya ASI tidak mengandung jumlah mineral yang tinggi secara
keseluruhan (asi menyumbang sekitar 0,2%) tetapi mereka dicirikan oleh

12
tingkat asimilasi yang sangat tinggi (Foda,M. et al. 2004, dan Soliman,
Ghada. 2005).
Di sisi lain, susu sapi mengandung jumlah mineral yang jauh lebih
tinggi sekitar 0,7% (Soliman, Ghada. 2005). Susu sapi mengandung 3 sampai
4 kali lebih banyak kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na) dan kalium
(K) daripada ASI (Soliman, 2005). Unsur-unsur makro ini bertanggung jawab
atas fungsi yang benar dari organisme yang sedang berkembang secara
intensif seperti mineralisasi tulang dan gigi yang benar dan kontraksi otot (Ca,
Mg), impuls saraf dan aktivasi berbagai perubahan enzimatik (Mg, K),
perubahan energy (Mg), menjaga keseimbangan osmotik dan asam basa
(Na) dan proses pembentukan darah (Mg) (Winiarska-Mieczan, A. 2014).
Bayi yang mendapat ASI menerima cukup Natrium untuk kebutuhan
pertumbuhan dan pengganti kehilangan melalui kulit dan urin. Kadar Natrium
dalam susu sapi adalah 3,6 kali dari kadar dalam ASI sehingga bayi yang
tidak mendapat ASI bila terjadi dehidrasi mudah mengalami kejang karena
hipernatremia. (Rulina Suradi, 2001)

Dehidrasi Hipernatremi
Dehidrasi hipernatremi adalah kondisi klinis yang jarang tetapi serius
pada bayi baru lahir dan bayi kecil. Biasanya disebabkan oleh diare, susu
formula bayi yang tidak disiapkan dengan benar, asupan cairan yang
berkurang. Gejala biasanya ringan sampai gejala neurologis terjadi.
Cheung Leung, dkk pada tahun 2009 melaporkan dua bayi yang
mengalami demam dan dehidrasi hipernatremik yang disebabkan oleh
pengentalan susu formula untuk meringankan gejala konstipasi, dan
persiapan formula yang ceroboh karena kebingungan mengenai ukuran
sendok, masing-masing. Dalam kasus pertama, status epileptikus terjadi
selama pengobatan awal, meskipun dengan pemantauan natrium serum
yang ketat. Pengentalan susu formula untuk meredakan gejala konstipasi,
meskipun terkadang efektif, namun berbahaya bagi bayi baru lahir atau
bayi kecil dan dapat menyebabkan dehidrasi hipernatremik. Ukuran
sendok yang disertakan dengan susu formula bayi komersial (30
mL/sendok atau 60 mL/sendok) harus satu pemahaman untuk

13
menghindari kesalahan selama persiapan, terutama oleh ibu yang belum
berpengalaman dan remaja. (Leung C, Chang WC, Yeh SJ. 2009)
Dehidrasi hipernatremik pada neonatus yang mendapat ASI
eksklusif akibat pemberian ASI yang tidak adekuat pernah dilaporkan
(Wang AC, Chen SJ, Yuh YS, Hua YM, Lu TJ, Lee CM. 2007). Sebagian
besar bayi baru lahir yang diberi ASI mendapatkan ASI yang mereka
butuhkan. Namun, sangat jarang asupan susu tidak mencukupi sebagian
besar sebagai akibat dari teknik menyusui yang buruk. (Van Dommelen P,
et al. 2014)
Manfaat ASI sudah sangat jelas dan termasuk penurunan insiden
banyak infeksi akut dan penyakit kronis serta peningkatan hasil
neurodevelomental. Namun, menyusui yang tidak mencukupi memiliki
komplikasi serius, yang paling penting adalah dehidrasi hipernatremik
berat. Hipernatremia diasumsikan sebagai komplikasi yang jarang dari
menyusui, tetapi laporan terbaru menunjukkan bahwa insiden tersebut
meningkat. (Suliman, Omer S M. 2015)
Pada minggu pertama kehidupan neonatus kehilangan berat badan
adalah normal sekitar 7% dari berat badan lahir melalui diuresis normal.
Neonatus harus mulai untuk mendapatkan berat badan setelah itu dan
mendapatkan kembali berat lahir mereka pada 10 hari pertama
kehidupan. Pada neonatus, hypernatremia dehidrasi dapat dicurigai
sebagai penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat lahir pada akhir
minggu pertama kehidupan. kami menyarankan, pemantauan ketat berat
badan dan status hidrasi bayi yang diberi ASI eksklusif dan intervensi dini
jika penurunan berat badan melebihi 10% dari berat lahir mengurangi
konsekuensi hipernatremia neonatus. Disarankanpemantauan ketat berat
badan dan status hidrasi bayi yang diberi ASI eksklusif dan intervensi dini
jika penurunan berat badan melebihi 10% dari berat lahir untuk
mengurangi konsekuensi dari hipernatremia neonatal. Selain itu,
pemantauan ini untuk mencegah pemberian susu formula yang tidak perlu
( Uddin, MB. et al. 2021).

Kebutuhan harian natrium untuk pertumbuhan adalah 0,5


mEq/kg/hari antara kelahiran dan tiga bulan. Untuk menutupi kehilangan
14
kulit, diperlukan tambahan 0,4-0,7 mEq/kg/hari, dengan sedikit tambahan
untuk kehilangan urin dan feses. Bayi yang diberi ASI matang menerima
natrium yang cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka untuk
pertumbuhan, kehilangan kulit dan kehilangan urin. Konsentrasi natrium
dalam ASI bervariasi seiring berjalannya periode laktasi dan tidak
bergantung pada diet ibu. Studi pada wanita menyusui yang dilakukan
oleh Neville et al, melaporkan bahwa penurunan yang signifikan dalam
natrium, klorida dan protein dan peningkatan laktosa mendahului
peningkatan besar dalam volume susu selama laktogenesis awal.

Studi komposisi elektrolit ASI telah menunjukkan nilai natrium rata-


rata 64,8 ± 4,4 mEq/L setelah melahirkan, turun menjadi rata-rata 21,4 ±
2,3 mEq/L pada hari ketiga postpartum (kolostrum) dan mendatar ke nilai
7 ± 2 mEq/L dalam dua minggu (susu matang). Berbagai hipotesis,
seperti produksi ASI berkurang atau pematangan ASI tertunda, telah
diajukan untuk menjelaskan mekanisme peningkatan konsentrasi natrium
ASI. Konsentrasi natrium klorida dan laktosa bergabung secara timbal
balik untuk mempertahankan osmolalitas susu pada tingkat yang sama
dengan darah. Setiap penurunan konsentrasi laktosa karena kegagalan
laktasi dapat menyebabkan peningkatan kandungan natrium dalam susu.
Beban natrium yang diekskresikan oleh bayi baru lahir kurang dari yang
diekskresikan oleh bayi yang lebih tua dan anak-anak, sehingga bayi baru
lahir sangat sensitif terhadap efek konsentrasi natrium serum yang tinggi.
Tingkat kehilangan air yang relatif lebih tinggi per kilogram berat badan
pada bayi, dan konservasi air yang kurang efisien karena
ketidakmatangan ginjal pada usia ini, membuat kelompok ini mengalami
dehidrasi. Dengan demikian, asupan natrium yang tinggi dengan
pemberian ASI yang tidak memadai dapat menyebabkan dehidrasi
hipernatremik pada bayi baru lahir (Ahmed, ZS. et al. 2012)
Dehidrasi hipernatremik karena pemberian ASI yang tidak adekuat
muncul secara klinis antara minggu pertama dan ketiga kehidupan.
Dehidrasi hipernatremik dapat terjadi pada anak pertama atau bahkan
pada bayi yang ibunya telah berhasil menyusui sebelumnya. Spektrum
tanda dan gejala termasuk iritabilitas, disfungsi SSP akut dan gagal pra-
15
ginjal. Dehidrasi hipernatremik dapat dicegah dengan pendidikan ibu
tentang teknik menyusui, dimulai pada periode antenatal (Ahmed, ZS. et
al. 2012).
Tatalaksana :
Membutuhkan penambahan free water, dengan perhitungan free
water defisit : 4 ml/kg untuk setiap kenaikan Na serum 1 mmol/L (di atas
145 mmol/L). Kecepatan penurunan tidak lebih dari 0.5 mEq/L/jam (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2011).
 Hemodinamik tidak stabil: NaCl 0.9% sampai volume intravaskular
terkoreksi
 Hemodinamik stabil: Dekstrose 5%, 0.45% NaCl, atau 0.2% NaCl
dengan D5%, jumlah sesuai perhitungan diatas.

Hiponatremia
Pemberian susu formula yang tidak sesuai aturan selain dapat
menyebabkan hipernatremia juga dapat menyebabkan hiponatremia.
Peningkatan volume air yang disengaja dalam formula bubuk cukup untuk
menghasilkan perubahan yang signifikan dalam kadar natrium plasma
pada pasien bayi. Pengenceran formula dapat terjadi karena berbagai
alasan. Paling sering untuk karena alasan ekonomi yaitu alasan untuk
menghemat membeli susu formula yang harganya mahal terutama bagi
masyarakat ekonomi lemah. Kasus hyponatremia pada bayi juga pernah
dilaporkan, pada bayi yang mendapatkan susu formula yang diencerkan
selama diare akut. Ini dulunya merupakan diagnosis yang langka di
Amerika Serikat, tetapi insiden hiponatremia pada bayi akibat
pengenceran susu formula meningkat. Hiponatremia dapat
diklasifikasikan sebagai ringan (130-134 mEq/L), sedang (125-129
mEq/L), atau berat (kurang dari 125 mEq/L). Hiponatremia yang diinduksi
oleh formula seringkali sulit dikenali secara klinis, karena gejala awal
keracunan air pada mereka yang berusia di bawah satu tahun mungkin
berupa perubahan perilaku. Gejala lain bisa termasuk kram otot, kedutan,
mual/muntah, koordinasi yang buruk, perubahan status mental, koma,
dan kejang. Banyak dari gejala-gejala ini sulit untuk diidentifikasi pada

16
pasien anak-anak muda. Komplikasi hiponatremia akut dengan
konsentrasi serum kurang dari 120 mEq/L dapat mencakup edema
serebral dan herniasi, setelah itu dapat terlihat postur obtunded. Selalu
pertimbangkan hiponatremia pada bayi yang mengalami kejang akut dan
suhu tubuh 36,5ºC (97,7ºF) atau kurang. Pasien-pasien ini membutuhkan
koreksi natrium.

Mineral utama yang terdapat di dalam ASI adalah kalsium yang


memiliki fungsi untuk pertumbuhan jaringan otot dan rangka, transmisi
jaringan saraf dan pembekuan darah. Walaupun kadar kalsium ASI lebih
rendah dari susu sapi, tapi tingkat penyerapannya lebih besar. Penyerapan
kalsium ini dipengaruhi oleh kadar fosfor, magnesium, vitamin D, dan lemak.
Perbedaan kadar mineral dan jenis lemak diatas yang menyebabkan
perbedaan tingkat penyerapan.

Tatalaksana
Hiponatremia dilakukan koreksi dengan cara sebagai berikut : (Ikatan
Dokter Anak Indonesia, 2011)

- Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0.6 x berat


badan; diberikan dalam 24 jam
- Kejang atau koma: Salin hipertonik 3% dosis 1.5-2.5 mmol/kg.
- Peningkatan serum Na dibatasi 8-12 mmol/L dalam 24 jam pertama

Hipokalsemia
Kadar Kalsium dalam ASI lebih rendah dari susu formula tetapi
penyerapan Kalsium dari ASI adalah 67% dibandingkan dengan 25% dari
susu formula. Hipokalsemia neonatal dan tetani lebih sering dilihat pada
bayi yang mendapat susu formula karena kadar fosfor dalam susu
formula lebih tinggi (rasio Kalsium-Fosfor dalam ASI adalah 2:1
sedangkan dalam susu sapi 1.2:1.0) yang mengakibatkan absorbsi
Kalsium berkurang dan ekskresinya bertambah. (Rulina Suradi, 2001)
Susu formula memiliki konsentrasi kalsium dan fosfor yang lebih
tinggi tetapi dengan bioavailabilitas kedua nutrisi yang lebih rendah

17
dibandingkan dengan ASI (Bozzetti & Tagliabue, 2009 ). Dalam ASI, rasio
kalsium-fosfor kira-kira 2:1, dengan rasio yang sama pada susu formula;
namun, jumlah absolut lebih tinggi dalam susu formula untuk menjelaskan
ketersediaan hayati yang berbeda. Kadar kalsium ASI tetap konstan
selama tahun pertama, namun kandungan fosfor menurun selama laktasi
(Bass and Chan, 2006 ).
Hipokalsemia adalah konsentrasi kalsium serum total < 8 mg/dL (< 2
mmol/L) pada bayi cukup bulan atau < 7 mg/dL (< 1,75 mmol/L) pada bayi
prematur. Etiologi Hipokalsemia Neonatus terjadi dalam 2 bentuk: Onset
dini (dalam 2 hari pertama kehidupan) dan Onset lambat (>3 hari).
Penyebab hipokalsemia onset lambat biasanya adalah konsumsi susu
sapi atau susu formula dengan kandungan fosfat yang terlalu tinggi,
peningkatan serum fosfat menyebabkan hipokalsemia. Gejala dan tanda
hipokalsemia neonatus jarang terjadi kecuali kalsium serum total < 7
mg/dL (< 1,75 mmol/L) atau kalsium terionisasi < 3,0 mg/dL (< 0,75
mmol/L). Tanda-tanda termasuk hipotonia, takikardia, takipnea, apnea,
malas menyusu, gelisah, tetani, dan kejang. (Kevin C. Dysart. 2021)
Pada penelitian yang dilakukan Umar Amin Qureshi, dkk selama
tahun 2017, didapatkan 14 bayi baru lahir dengan usia antara 5 dan 11
hari dengan sentakan mioklonik yang khas dan pada pemeriksaan kadar
kalsium darah didapatkan hipokalsemia parah. Mereka diberi susu
formula secara eksklusif atau dominan. Tetani neonatus klasik biasanya
terjadi antara usia 5 dan 10 hari. Itu secara historis diamati pada bayi
yang diberi susu sapi. Susu formula yang mengandung rasio kalsium-
Fosfor 1 dibandingkan dengan rasio kalsium-Fosfor 1,3 hingga 1,4 dalam
ASI. Namun, bayi baru lahir yang diberi susu formula yang mengandung
rasio kalsium-fosfor yang lebih besar yaitu 1,86. Fakta tidak ditemukan
bayi baru lahir dari kelompok usia yang sama yang menderita
hipokalsemia neonatus menunjukkan bahwa susu formula adalah salah
satu penyebab utama pada hipokalsemia neonatus (Qureshi UA, et al.
2020).
Bahkan dengan susu formula saat ini, bayi yang diberi susu formula
memiliki kalsium terionisasi serum yang lebih rendah dan fosfor serum
yang tinggi pada minggu pertama kehidupan dibandingkan bayi yang
18
diberi ASI. Perbedaan ini lebih berkorelasi dengan kandungan fosfor
absolut yang berbeda daripada rasio kalsium fosfor. Susu sapi
mengandung 956 mg/L fosfor dibandingkan dengan 150 mg/L dalam ASI.
Kandungan fosfor adalah 196 mg/L dari susu formula yang digunakan
pada penelian Umar Amin Qureshi, dkk . Tingkat fosfor serum rata-rata
diamati tinggi, mungkin karena kandungan fosfor yang relatif lebih tinggi
pada susu formula. Beban fosfat meningkatkan deposisi Kalsium dalam
tulang yang menyebabkan hipokalsemia. Respon normal terhadap
hipokalsemia adalah peningkatan sekresi hormone Paratiroid (Qureshi,
UA. et al. 2020).
Penyerapan kalsium fraksional dalam susu formula dinilai 40%
dibandingkan 60% dalam ASI selama 4 bulan pertama kehidupan yang
diamati oleh Nelson dan Fomon pada tahun 1993. Pengamatan
hipokalsemia pada bayi yang diberi susu formula mungkin juga
disebabkan oleh penyerapan gastrointestinal yang buruk dari kalsium
(Qureshi, UA. et al. 2020).
Tingkat vitamin D 25-OH dianggap cukup (sufficient) antara 75 dan
250 nmol/L, tidak cukup (insufficient) antara 50 dan 75 nmol/L, dan
kurang (deficient) jika kadar dibawah dari 50 nmol/L. Insufisiensi
paratharmon (PTH) didefinisikan sebagai serum utuh PTH (iPTH) kurang
dari 15 pg/mL (kisaran normal 15-68,3 pg/mL). Pada penelitaian Umar
Amin Qureshi, dkk juga didapatkan kekurangan vitamin D menyebabkan
hipokalsemia dan hipofosfatemia karena respon Insufisiensi paratharmon
pada ginjal. Vitamin D pada 9 Bayi baru lahir dalam penelitian tersebut
mengalami kekurangan (insufficient) atau tidak cukup (defficient). Vitamin
D melewati plasenta dan membentuk simpanan yang cukup pada bayi
baru lahir. (Qureshi UA, et al. 2020)
Pada penelitian tersebut semua bayi baru lahir diberi susu formula
(diperkaya vitamin D), vitamin D rendah pada neonatus hanya dapat
dijelaskan oleh transfer plasenta yang tidak memadai dari ibu yang
kekurangan vitamin D. Faktanya, vitamin D ibu yang diperiksa didapatkan
adalah kurang dari kadar normal. Lembah Kashmir adalah negara bagian
mayoritas Muslim, di dataran tinggi. Ibu berisiko tinggi mengalami
defisiensi vitamin D jika tidak ada suplementasi (Qureshi UA, et al. 2020).
19
Tatalaksana

- Hipokalsemia ringan/asimtomatik: dapat ditoleransi dengan baik,


pengobatan agresif menyebabkan cedera jaringan.
- Hipokalsemia berat/simtomatik:
- Kalsium glukonat (10%) 0.5-1.0 ml/kg IV perlahan dengan
kecepatan 0,5-1 ml/ menit
- Kalsium klorida (10%) 0.1-0.2 ml/kg IV perlahan dengan kecepatan
0,5-1 ml/menit
(Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011)

Hiperkalsemia
Hiperkalsemia adalah kalsium serum total > 12 mg/dL (> 3 mmol/L)
atau kalsium terionisasi > 6 mg/dL (> 1,5 mmol/L). Penyebab paling
umum adalah iatrogenik. Tanda-tanda gastrointestinal dapat terjadi
(misalnya, anoreksia, muntah, konstipasi) dan kadang-kadang lesu atau
kejang. Penyebab iatrogenik biasanya melibatkan kelebihan kalsium atau
vitamin D, atau kekurangan fosfat, yang dapat diakibatkan oleh
pemberian susu formula yang tidak tepat dalam waktu lama. Penyebab
lain dari hiperkalsemia neonatus termasuk: hipoparatiroidisme ibu,
nekrosis lemak subkutanhiperplasia paratiroid, fungsi ginjal yang tidak
normal, dan idiopatik. Hipoparatiroidisme ibu atau hipokalsemia ibu dapat
menyebabkan hiperparatiroidisme janin sekunder, dengan perubahan
mineralisasi janin (misalnya, osteopenia). Perawatan kondisi kronis
termasuk formula rendah kalsium dan vitamin D. (Kevin C. Dysart. 2021)
Pada bayi kecil, formula yang diperkaya yang memberikan kelebihan
kalsium dapat dengan cepat menyebabkan hiperkalsemia. Penipisan
fosfat dapat menyebabkan cacat pada mineralisasi dan hiperkalsemia,
dan di masa lalu sering diakibatkan oleh pemberian ASI pada bayi
prematur dengan berat badan lahir sangat rendah. Pengenalan fortifier
ASI, yang mengandung 30-40 mg/kg/hari fosfat, untuk bayi ini telah
menghilangkan semua masalah ini. Sebaliknya, penyebab yang jauh lebih
umum dari penipisan fosfat adalah dari nutrisi parenteral yang diberikan

20
secara tidak tepat. Hipofosfatemia menekan tingkat sirkulasi faktor
pertumbuhan fibroblas 23 (FGF23), hormon pengatur fosfat atau
"fosfatonin," dengan selanjutnya disinhibisi produksi kalsitriol.
Peningkatan kadar serum calcitriol merangsang penyerapan kalsium usus
dan mengaktifkan resorpsi tulang osteoklastik. (Lietman, Steven A et al.
2010)
Bayi sangat sensitif terhadap kelebihan dan kekurangan mineral,
sehingga makanan untuk penggunaan nutrisi tertentu yang dirancang
harus mengandung jumlah komponen yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan. ASI berubah komposisinya seiring bertambahnya usia bayi
dan kandungan komponennya selalu mencukupi kebutuhan fisiologi.
Namun, kandungan mineral dalam susu formula harus selalu disesuaikan
dengan usia bayi dengan mengubah resepnya. (Rulina Suradi, 2001)
Tatalaksana
Mengendalikan penyakit penyebab, rehidrasi, menurunkan kadar Ca
(Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2011).
- Infus normal saline untuk mengisi volume intravaskular (target
diuresis 2-3 ml/kgBB/
- jam)
- Furosemid (1-2 mg/kg setiap 6-12 jam)
- Penderita dengan gagal ginjal atau mengancam jiwa: dialisis

Elektrolit dalam ASI mengandung elektrolit (natrium, kalium, klorida)


lebih rendah dibandingkan susu sapi sehingga tidak memberatkan beban
ginjal. Pada bayi yang mendapatkan elektrolit buatan tinggi akan
mengakibatkan osmolalitas plasma yang tinggi. Hal ini akan membahayakan
karena fungsi ginjal pada bayi belum sempurna sehingga sukar untuk
diekskresikan, bila demam atau diare ringan (McQueen, Derrick. 1997)
Memang ASI adalah makanan terbaik yang dapat diberikan ibu pada
bayinya baik yang cukup bulan maupun yang kurang bulan. Komposisi ASI
dapat berubah sesuai dengan kebutuhan nutrisi bayi pada setiap saat. Susu
formula bayi komersial yang saat ini digunakan memberikan asupan mineral
yang cukup selama 6 bulan pertama kehidupan. Setelah itu, suplementasi
dengan makanan padat disarankan. Tingkat beberapa mineral dalam susu
21
formula bayi bisa jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ASI, Setiap diskusi
tentang nutrisi kecukupan formula bayi harus memperhitungkan beban zat
terlarut ginjal dari formula tersebut. Parameter ini menentukan kemampuan
bayi untuk memekatkan urin. Bayi muda, yang telah mengalami penurunan
kemampuan pemekatan urin, berisiko bila dihadapkan dengan beban zat
terlarut ginjal yang berlebihan. Formula bayi komersial, berbeda dengan susu
sapi, memiliki beban zat terlarut ginjal yang lebih rendah yang memungkinkan
batas aman untuk konsentrasi urin pada bayi. (Kwiecień M.,et al. 2017)
Tingkat beberapa mineral dalam susu formula bayi bisa jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan ASI, yang merupakan hasil dari asimilasinya yang
lebih rendah. Beberapa penelitian yang tersedia dalam literatur telah
menunjukkan bahwa susu formula bayi dan bayi memiliki komposisi mineral
yang seimbang. Ketika menafsirkan jumlah kalsium yang berlebihan dalam
susu formula bayi, faktor-faktor yang mengurangi penyerapan unsur ini harus
diperhitungkan, misalnya rendahnya asimilasi kalsium sebesar 38%
dibandingkan dengan kalsium 58% berasimilasi dari ASI. Juga, rasio kalsium-
fosfor yang kurang menguntungkan harus diperhatikan; pada susu formula bayi
bayi 1:3, sedangkan pada ASI sekitar 2:1. Dengan demikian, kelebihan unsur
ini tidak boleh mengganggu, terlebih lagi keseimbangan positif kalsium sangat
penting dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh (Kwiecień M.,et
al. 2017),

22

You might also like