Professional Documents
Culture Documents
Analisa Perbandingan Beban Batas Dan Beban Layan (Load Factor) Dalam Tahapan Pembentukan Sendi Struktur Gelagar Menerus
Analisa Perbandingan Beban Batas Dan Beban Layan (Load Factor) Dalam Tahapan Pembentukan Sendi Struktur Gelagar Menerus
Tugas Akhir
Disusun oleh
Disetujui oleh :
Pembimbing
Ir.Besman Surbakti,MT
NIP. 130 878 004
Tugas Akhir
Disusun oleh
Disetujui oleh :
Tugas Akhir
Disusun oleh
Pembimbing :
Ir.Besman Surbakti,MT
NIP. 130 878 004
Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara
Telah diketahui bahwa analisa dan desain berdasarkan Teori Linier Elastis
beberapa material tertentu seperti baja, untuk mengalami deformasi setelah titik
lelehnya terlampaui.
batas (runtuh) dan beban layan dalam tahapan pembentukan sendi-sendi plastis
pada struktur gelagar menerus secara analitis berdasarkan teori plastis, dengan
memberikan beban terpusat dan beban merata pada struktur tersebut. Analisis
hubungan rumusan faktor beban (load factor) dengan besarnya lendutan yang
terjadi.
Dari hasil yang diperoleh, terlihat bahwa analisa secara plastis pada
struktur menghasilkan beban runtuh serta lendutan yang lebih besar jika
Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
penulisan tugas akhir ini. Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam
ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang studi Struktur pada Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah : “Analisa perbandingan Beban
Batas Dan Beban Layan (Load Factor) Dalam Tahapan Pembentukan Sendi-Sendi
ketidak sempurnaan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis, mengharapkan
kritik dan saran dari bapak dan ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa.
4. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, sebagai Sekertaris Departemen Teknik Sipil
6. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik
7. Bapak, Ibu, Abang dan Kakak pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara (Kak Lince, Bang Jul, Bang Nawi).
Ibunda Suparti, yang selama ini selalu berusaha memberikan segala yang
Nining Nurhayati, Puji Kartika Sari dan adik-adikku Mutia Wigati dan
Samuela, Faiz, Mabrur, Abang-Abang ’02 Bang Ai, Bang Irfan, Bang
bantuannya.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga tugas akhir ini dapat berguna
Hormat Saya,
Penulis
ABSTRAK................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR NOTASI.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL.......................................................................ix
BAB I : PENDAHULUAN
I.1 Umum dan Latar Belakang................................................................1
I.2 Permasalahan.....................................................................................3
I.3 Manfaat dan Tujuan...........................................................................5
I.4 Pembatasan Masalah..........................................................................6
I.5 Metodologi Penulisan........................................................................7
BAB II : TEORI DASAR
II.1 Hubungan Tegangan dan Regangan...................................................8
II.2 Menentukan Garis Netral Profil.......................................................13
II.3 Hubungan Momen Kelengkungan....................................................15
II.4 Analisis Penampang
II.4.1. Modulus Elastis.....................................................................21
II.4.2. Modulus Plastis.....................................................................22
II.5 Faktor Bentuk...................................................................................23
II.6 Sendi Plastis
II.6.1. Umum....................................................................................25
II.6.2. Bentuk Sendi Plastis..............................................................28
II.7 Analisa Struktur Secara Plastis
II.7.1. Pendahuluan..........................................................................31
II.7.2. Perhitungan Struktur..............................................................33
II.7.3. Metode Kerja Virtual.............................................................35
BAB III : ANALISA BEBAN RUNTUH
III.1 Umum...............................................................................................36
III.2 Analisis Tahap Demi Tahap.............................................................38
III.3 Metode Statis....................................................................................44
7
P = Beban layan
Pb = Beban batas
k = Kelengkungan
A = Luas penampang
E = Modulus Elastisitas
f = Faktor bentuk
S = Modulus penampang
Z = Modulus plastis
I = Inersia penampang
y = Tinggi serat
t = Tebal flens
T = Tebal web
10
σ = Tegangan normal
σy = Tegangan leleh
11
Gbr. (2.8) : Distribusi tegangan pada keadaan leleh dan keadaan plastis pada
profil IWF
Gbr. (2.11.a) : Bentuk sendi plastis pada balok dengan pembebanan terpusat
Gbr. (2.12.a) : Bentuk sendi plastis pada balok dengan pembebanan terbagi rata
12
Gbr. (3.6) : Mekanisme dan diagram momen yang bersesuaian untuk balok
sederhana
Gbr. (3.8) : Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan sendi
dan jepit dengan beban terpusat
Gbr. (3.9) : Letak momen maksimum pada balok bertumpuan sendi dan jepit
Gbr. (3.10) : Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan jepit
dengan pembebanan terpusat
Gbr. (3.11) : Mekanisme runtuh dan diagram momen pada balok dengan
perletakan jepit-jepit
Gbr. (3.12) : Mekanisme runtuh dan bidang momen yang bersesuaian pada balok
Gbr. (3.13) : Mekanisme runtuh dan bidang momen yang bersesuaian pada balok
13
Gbr. (3.15) : Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok tumpuan jepit-jepit
Gbr. (3.16) : Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok menerus
Gbr. (4.2) : Penjabaran momen dalam dan sudut rotasi pada ujung-ujung batang
14
Telah diketahui bahwa analisa dan desain berdasarkan Teori Linier Elastis
beberapa material tertentu seperti baja, untuk mengalami deformasi setelah titik
lelehnya terlampaui.
batas (runtuh) dan beban layan dalam tahapan pembentukan sendi-sendi plastis
pada struktur gelagar menerus secara analitis berdasarkan teori plastis, dengan
memberikan beban terpusat dan beban merata pada struktur tersebut. Analisis
hubungan rumusan faktor beban (load factor) dengan besarnya lendutan yang
terjadi.
Dari hasil yang diperoleh, terlihat bahwa analisa secara plastis pada
struktur menghasilkan beban runtuh serta lendutan yang lebih besar jika
PENDAHULUAN
analisis struktural yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama, menjadi
suatu bangunan yang kuat, mudah dalam pelaksanaan dan memenuhi fungsi serta
mengenal adanya dua macam analisa didalam perencanaan struktur, yaitu analisa
elastis dan analisa plastis. Pada analisa elastis diasumsikan bahwa ketika struktur
dibebani maka tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan leleh (yield stress)
dimana tegangan serat terluar tepi atas dan serat terluar tepi bawah adalah linear.
Sementara itu, deformasi yang terjadi akibat beban yang bekerja akan dapat
kembali pada bentuk semula ketika gaya tidak lagi diberikan. Deformasi elestis
15
Hubungan ini hanya berlaku pada keadaan elastis dan mengindikasikan suatu
leleh (yield stress) yang telah menjalar kebagian dalam serat penampang. Pada
daerah plastis Hukum Hooke (Hooke’s Law) sudah tidak berlaku lagi. Plastisitas
ini sendiri merupakan suatu metoda yang menggambarkan deformasi pada suatu
Pada analisa plastis, bila beban pada struktur diperbesar maka untuk
beban secara bertahap menyebabkan daerah serat yang mengalami tegangan leleh
akan semakin bertambah. Hingga pada suatu beban plastis (beban batas), maka
seluruh serat penampang akan mengalami tegangan leleh. Akibatnya pada bagian
tersebut akan terjadi perubahan sudut (rotasi) yang besar secara terus menerus
walau tanpa diberikan penambahan beban, keadaan ini kemudian disebut sebagai
pembentukan sendi plastis. Untuk suatu struktur apabila telah tecapai sejumlah
sendi plastis tetentu maka struktur tersebut akan mengalami keruntuhan (Failure);
momen yang terjadi pada kondisi ini disebut sebagai momen plastis.
16
antara beban batas (ultimate) dan beban layan dalam tahapan pencapaian sendi-
sendi plastis pada struktur bentang menerus sampai sesaat sebelum terjadinya
1.2.permasalahan
telah disebutkan diatas, suatu struktur akan mengalami keruntuhan jika telah
mencegah hal tesebut maka diperlukan analisa dan perhitungan yang matang
mengenai besarnya kapasitas beban batas (ultimate), kapasitas rotasi sendi plastis
di setiap titik yang mungkin terjadi sendi plastis, dan juga perhitungan sejumlah
17
Pb Pb
L/2 L/2
Pb
c) Mekanisme keruntuhan 3
Sendi plastis
18
pendekatan nilai (besaran) factor beban (load factor), yaitu perbandingan antara
beban batas dan beban layan pada struktur bentang menerus. Adapun dipilihnya
jenis struktur bentang menerus ini dikarenakan sering dijumpainya bentuk stuktur
ini dilapangan baik seperti jembatan maupun struktur balok menerus pada
Dalam tugas akhir ini penulis bertujuan untuk melakukan analisa dan
perhitungan mengenai besaran load factor pada suatu struktur bentang menerus,
plastis, sehingga pada akhirnya kita dapat melihat dan menganalisa besaran (nilai)
beban maksimum/batas (yang kemudian disebut sebagai beban plastis) yang dapat
Dengan demikian, manfaat praktis yang bisa diperoleh dari hasil tulisan ini
adalah optimalisasi kinerja struktur baik dari segi kenyamanan, terlebih lagi dari
19
tersebut, maka dalam Tugas Akhir ini penulis membatasi permasalahan yang akan
Pb 2Pb Pb/L
EI 2EI 3EI
A B C D E F G
L 3L 4L
20
Metode yang digunakan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah dengan
cara analitis. Disamping itu juga digunakan program komputer Microsoft Exel
penentuan nilai faktor beban plastis yang akan dibahas nantinya; serta untuk
21
TEORI DASAR
Hooke pada tahun 1678. Dalam hukum hooke dijelaskan bahwa apabila suatu baja
lunak ditarik oleh gaya aksial tertentu pada kondisi temperatur ruang maka
dengan tegangan ataupun dengan beban aksial yang diberikan, kondisi tersebut
• σ = ……………………………………………………… (2.1)
• ε= ………………………………………………….. (2.2)
• σ = E. ε …………………………………………………… (2.3)
A = luas profil
Lo = panjang mula-mula
22
A
σyu
σu A’ B
ε
0
εy ερ
GAMBAR 2.1
Daerah pertama yaitu OA, merupakan garis lurus dan menyatakan daerah
linier elastis. Kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau
umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σ, dan daerah leleh datar.
Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’, tidaklah terlalu berarti sehingga
pengaruhnya sering diabaikan. Lebih lanjut, tegangan pada titik A disebut sebagai
23
kondisi plastis. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum tegangan sedikit
ditentukan terletak pada regangan 0.014 atau secara praktis dapat ditetapkan
titik B ini didefinisikan sebagai Es. Dititik M, tegangan mencapai nilai maksimum
yang disbut sebagai tegangan tarik ultimit (ultimate tensile strength). Pada
proses pengerjaan pembuatan baja dan temperatur baja pada saat percobaan.
empat jenis baja dengan kadar karbon yang berbeda, data yang dihasilkan
24
%C σ (N/mm2 ) σya / σy εs / εy Es / Ey
0.28 340 1.33 9.2 0.037
0.49 386 1.28 3.7 0.058
0.74 448 1.19 1.9 0.070
0.89 525 1.04 1.5 0.098
Dari table 2.1 dapat dilihat bahwa semakin besar tegangan lelehnya maka
akan semakin besar kadar karbon yang dibutuhkan. Tegangan leleh bahan akan
berpengaruh pada daktilitas bahan. Semakin tinggi tegangan leleh maka semakin
dan εy, dimana εs adalah regangan strain hardening dan εy adalah regangan leleh.
gambar 2.2. lintasan tarik dan tekan adalah sama. Hal ini menunjukkan suatu
keadaan yang disebut efek Bauschinger, yang pertama kali diperkenalkan oleh J.
25
GAMBAR2.2
Efek Bauschinger
dengan mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas (strain hardening) dan efek
gambar 2.3. Keadaan semacam ini sering disebut sebagai keadaan hubungan
26
σy
o
ε
εy
-σy
GAMBAR 2.3
Garis netral untuk tampang yang sama pada kondisi elastis tidak akan
sama dengan kondisi garis netral pada saat kondisi plastis. Pada kondisi elastis,
garis netral merupakan garis yang membagi penampang menjadi dua bagian yang
sama luasnya. Pada kondisi plastis, garis netral ditinjau sebagai berikut:
27
D1
A1 Z1
Z2
A2 D2
σy
GAMBAR 2.4
• Sehingga A1 = A2 = ½ A
• Selanjutnya Z1 = S1/A1
Z2 = S2/A2
28
• Mp = D1 ( Z1+Z2 )
Mp = y . ½ A ( Z1+Z2 )
Pada saat terjadi sendi plastis pada suatu struktur dengan perletakan
sederhana, struktur akan berotasi secara tidak terbatas. Sebelum gaya luar bekeja,
bahwa material penyusun balok adalah homogen dan diasumsikan bahwa balok
29
A1 B1 C1
O
M M
A C
y a B
b
a1 c1
b1
A1 C1
B1
GAMBAR 2.5
Kelengkungan balok
30
Titik A, B, dan C akan tertekan, sedangkan titik A1, B1, dan C1 akan meregang.
Perpanjangan titik A1-A, B1-B, dan C1-C akan mengalami perpotongan pada titik
• ab = (ρ - y) φ
• a1 b1 = ρ . φ
regangan pada arah memanjang di suatu serat sejauh y dari sumbu netral dapat
dinyatakan sebagai :
• ε =
• ε = ............................................................................................... ( 2.6 )
pada bagian diatas garis netral berada pada kondisi tekan, sedangkan pada kondisi
dibawah garis netral berada pada kondisi tarik. Dengan ε = /E, maka :
• =
= ............................................................................................. ( 2.7 )
Tegangan tarik pada serat bawah dan tegangan tekan pada serat atas adalah :
• =
31
• y = D/2
• = = ................................................................................. ( 2.8 )
σy
D/2
z garis netral
D/2
B σy
GAMBAR 2.6
32
mencapai tegangan leleh. Sedangkan serat sejauh z dari garis netral belum
berada pada kondisi elastis dan besarnya momen dalam dapat dicari dari resultan
Jika z = D/2, hanya serat terluar saja yang mengalami / mencapai kondisi
leleh dan besar momen dalam yang ditahan disebut sebagai momen leleh (My).
• My = S . y......................................................................................... ( 2.9 )
• K = εy / z......................................................................................... ( 2.10 )
• Ky = 2 εy / D...................................................................................... (2.11 )
Dimana :
Pada penampang IWF seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.6, ketika
balok mengalami lentur maka bagian sayap (flens) atas akan memendek dan
elastis menuju plastis ada tiga keadaan penting yang harus di periksa yaitu ketika
33
dinotasikan sebagai f.
(M/My) c
(K/Ky)
GAMBAR 2.7
Hubungan momen-kelengkungan
Dari gambar 2.7 dapat dilihat bahwa suatu kurva hubungan momen
nilai momen (M) akan semakin mendekati f . My apabila harga K semakin besar.
Bila nilai My mencapai nilai faktor bentuk f maka harga K akan mencapai harga
tidak terhingga, dimana ini manandakan bahwa nilai z dalam parsamaan (2.10)
34
Pada bagian ini akan diberikan paparan yang lebih mendetail tentang
distribusi tegangan pada keadaan leleh menuju kondisi plastis penuh yang
σy σy
T 1 1
2 2
D/2
t
D
2 2
1 1
B σy σy
GAMBAR 2.8
Distribusi tegangan pada keadaan leleh dan keadaan plastis pada profil IWF
M = 2M1 + 2M2
M = 2BT ½+
M = 1/2 (BT)(D – T) y
35
M= y/D –
σy =
–
SX = =
SX = – ....................................................... (2.12.a)
Mp = 2M1 + 2M2
Mp = 2 +2 y
Mp = – y
Mp = – y
σy =
–
Zx = =
Zx = – ………………………………………... ( 2.12 )
pada saat keadaan leleh (My) dan kapastas momen pada keadaan plastis (Mp)
• …………………………..………………………….. ( 2.13 )
Mp = f . My
Mp / My = f
f= .
–
f= ………………………………………………………. ( 2.14 )
–
37
D B t T Ix Zx
Profil IWF (mm) (mm) (mm) (mm) (cm4) (cm3) f
100x50 100 50 5 7 187 37.5 1.220
100x100 100 100 6 8 383 76.5 1.167
125x60 125 60 6 8 413 66.1 1.226
125x125 125 125 6.5 9 847 136 1.155
150x75 150 75 5 7 666 88.8 1.155
150x100 150 100 6 9 1020 138 1.170
150x150 150 150 7 10 1020 219 1.147
175x90 175 90 5 8 1210 139 1.176
175x125 175 125 5.5 8 1530 181 1.152
175x175 175 175 7.5 11 2880 330 1.141
200x100 200 100 5.5 8 1840 184 1.185
200x150 200 150 6 9 2690 277 1.144
200x200 200 200 8 12 4720 472 1.137
250x125 250 125 6 9 4050 324 1.177
250x175 250 175 7 11 6120 502 1.145
250x250 250 250 9 14 10800 867 1.130
300x150 300 150 6.5 9 7210 481 1.182
300x200 298 201 9 14 13300 893 1.132
300x300 300 300 10 15 20400 1360 1.126
350x175 350 175 7 11 13600 775 1.167
350x250 340 250 9 14 21700 1290 1.139
350x350 350 350 12 19 40300 2300 1.127
400x200 400 200 8 13 23700 1190 1.165
400x300 390 300 10 16 38700 1980 1.132
400x400 400 400 13 21 66600 3330 1.124
450x200 450 200 9 14 33500 1490 1.183
450x300 440 300 11 18 56100 2550 1.140
500x200 500 200 10 16 47800 1910 1.194
500x300 488 300 11 18 71000 2910 1.146
600x200 600 200 11 17 77600 2590 1.223
600x300 588 300 12 20 118000 4020 1.161
700x300 700 300 13 24 201000 5760 1.169
800x300 800 300 14 26 292000 7290 1.183
900x300 900 300 16 28 411000 9140 1.206
38
Standar deviasi ( )
= 0.01
= 1.147
II.6.1. Umum
(rotasi) pada suatu struktur yang berlangsung secara terus-menerus sebelum pada
Dengan timbulnya sendi plastis pada suatu struktur maka sifat dari
timbulnya satu sendi plastis akan membuat konstruksi menjadi labil dan
runtuh.
2. Pada suatu konstruksi hiperstatis berderajat n, bila timbul satu sendi plastis
39
Dengan timbulnya sendi plastis pada suatu konstruksi maka momen yang
semula dihitung dengan cara elastis harus dihitung kembali sesuai dengan
normal pada penampang profil IWF seperti tergambar pada gambar 2.9. berikut
ini:
y y y y
(1-
My Mep Mp
y y y
Gambar 2.9.
40
akhirnya mencapai keadaan momen plastis (MR plastis). Pada penampang ini
terjadi distribusi tegangan leleh yang diawali dari serat terluar. Gambar 2.9
Perhatikan tegangan dan regangan yang terjadi pada gambar 2.10 berikut:
yB σy σy
D/2(1- )
D/2 M M
.D/2
K
D/2
σy σy
GAMBAR 2.10
Diagram Tegangan Regangan
R = Jari-jari kelengkungan
= Regangan
41
• = ………………….……………………………………….. (2.15)
• = …………………………………………………………… (2.16)
terjadi keruntuhan.
Kita tinjau proses terjadinya sendi plastis dan panjang plastis (lp) pada
42
Gambar 2.11.a
Bentuk sendi plastis pada balok dengan pembebanan terpusat
MR = Mp ( 1 - )
MR = Mp ( 1 – βα2 )
(1- ) = ( 1 – βα2 )
x = βLα2
α = βL
f(x) = βL
f(x) = βL
Gambar 2.11.b
Lengkung sendi plastis beban terpusat
43
O
g.n
x
lp
Gambar 2.12a
MR = Mp ( 1 - )
MR = Mp ( 1 – βα2 )
α
(1- ) = ( 1 – βα2 )
f(x) = βLx
x = βL α
2 2 2
α = βLx
f(x) = βLx β
Gambar 2.12.b.
44
II.7.1. Pendahuluan
yang dapat dipikul oleh suatu struktur ketika mengalami keruntuhan. Keruntuhan
jika kondisinya labil, disini telah terbentuk lebih dari n buah sendi plastis.
Keruntuhan parsial terjadi apabila sendi plastis yang terjadi pada mekanisme
struktur masih hiperstatis dengan derajat yang lebih rendah dari semula.
yang berbeda. Setiap mekanisme keruntuhan itu menghasilkan beban runtuh yang
runtuh terkecil.
kedalam kondisi mekanisme runtuhnya sangat berkaitan dengan derajat statis tak
tentu yang ada dalam struktur tersebut. Dalam hal ini dapat dibuat rumusan
sebagai berikut :
n = r + 1…………………………………………………………………… (2.17)
45
dengan r = 0 dan n = 1
GAMBAR 2.13.a
Mekanisme Keruntuhan Balok
Struktur diatas hanya memerlukan sebuah sendi plastis untuk mencapai
P
GAMBAR 2.13.b
3. Untuk balok struktur perletakan jepit- jepit (struktur statis tak tentu
GAMBAR 2.13.c
Mekanisme Keruntuhan Balok
Pada struktur perletakan ini diperlukan tiga buah sendi plastis untuk
47
Momen lentur dalam struktur tidak ada yang melampaui momen batas
(Mp).
dianalisa memiliki faktor beban (λ) yang memiliki nilai yang lebih kecil
dari harga yang sebenarnya (λc), dirumuskan λ≤ λc, sehingga ha sil yang
dihasilkan mungkin aman atau benar, karena hasil yang diperoleh lebih
bahwa harga faktor bebannya akan lebih besar atau sama dengan harga
Sehingga nilai yang dihasilkan mungkin benar atau mungkin tidak aman.
48
tersebut diatas sehingga akan diperoleh nilai faktor beban eksak dari
mekanisme struktur yang ditinjau : λ = λc. Pada teorema ini terdapat tiga
a) Metode statis
∆i = Deformasi struktur
Tan θ = θ
Faktor beban, atau yang sering kita sebut sebagai faktor keamanan (safety
factor) dapat dirumuskan dalam beberapa cara. Umpamanya pada teori elastis,
faktor ini dirumuskan sebagai tegangan leleh di bagi dengan tegangan izin, σy/σ;
atau dapat pula dirumuskan sebagai beban pada kondisi tegangan leleh dibagi
dengan beban kerja. Beban kerja didefinisian sebagai beban yang menimbulkan
beban kerja; yang ekivalen dengan momen plastis dibagi dengan momen elastis,
Mp/M. Dari uraian sebelumnya, kita ketahui bahwa momen plastis sama dengan
σy.Z = σy .S.f, dan momen elastis sama dengan σy .S. Sehingga dengan
Harga faktor beban (load faktor) untuk balok diatas dua tumpuan
sederhana dapat kita lihat dalam tabel 3.1. Dari table ini dapat diinterpretasikan
bahwa sebuah balok persegi panjang yang didesain dengan metode elastis yang
tegangan izinnya sebesar 20 ksi, tidak akan runtuh hingga beban yang bekerja
50
Faktor Faktor
Penampang σ(ksi) MPa σy/σ
bentuk beban
Rolled 20 138 33/20 1,12 1,85
Segi-empat 20 138 33/20 1,50 2,48
Segi-empat 24 165 33/24 1,50 2,06
Segi-empat 26 179 33/24 1,50 1,90
lingkaran 30 207 33/30 1,70 1,87
akan kita peroleh faktor 1,90. Demikian juga, dapat kita lihat bahwa penampang
lingkaran dengan tegangan izin 30 ksi, akan mempunyai faktor beban 1,87 yang
Bagian 2.1 dari AISC18 menggunakan faktor beban 1,70 untuk balok yang
terletak diatas dua tumpuan maupun balok menerus. Sedangkan faktor beban
untuk portal adalah 1,85 bila menahan beban mati dan beban hidup saja; dan 1,4
bila struktur tersebut menahan beban ini ditambah beban gempa ataupun beban
angin.
Faktor (koefisien) 1,70 ini diambil berdasarkan pada tegangan izin sebesar
0,66 σy, dan faktor bentuknya adalah 1,12 yang berasal dari penampang rolled w
shapes. Jadi,
51
Harga ini dipakai dalam desain plastis, dimana beban rencana atau beban
kerja dapat diperoleh dari beban plastis (beban runtuh) dibagi dengan faktor
beban.
Struktur pertama yang kita tinjau adalah sebuah balok dengan kedua ujung
terjepit, seperti tergambar dibawah. Geometri dan beban dari struktur ini
penampang Mp, dan beban meratanya ditetapkan sebesar w per panjang satuan.
diperhatikan.
w/satuan panjang
A B
C
L
Gambar 3.1. balok yang kedua ujungnya terjepit
Pertama, kita ketahui bahwa sampai beban tertentu, struktur masih bersifat
kedua momen terbesar pada kedua tumpuan A dan B telah mencapai kapasitas
52
tumpuan tersebut tidak berubah; tetapi dititik ini akan terjadi rotasi. Keadaan ini
menunjukkan bahwa sturktur tersebut bertingkah laku seperti balok statis tertentu,
dimana bidang momen yang bersesuaian dapat kia gambarkan pada gambar 1.7.b.
Tampak bahwa momen pada kedua tumpuan adalah sebesar nol dan
momen ditengah bentang adalah w’L2/8. Sedangkan w’ adalah faktor beban yang
baru. Dengan memperhatikan gambar tersebut, kita dapat mengetahui bahwa nilai
MC = Mp/2 + w’L2/8
dimana momen ini akan menjadi sama dengan kapasitas momen plastis Mp, bila
plastis ini, dapat kita pastikan bahwa struktur tersebut akan mengalami keruntuhan
(collapse). Jadi, dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa beban runtuhnya adalah:
Wc = 16 Mp/L2
Meskipun dari analisa contoh ini belum dapat kita ketahui kisaran nilai
factor beban (load factor), namun disini kita bisa langsung mengetahui nilai beban
My = y. S
53
A B Mp
C A
wL2/12 Mp/2
L
a. kondisi pertama
w/l’
A B Mp
C
w’L2/8 Mp
L
b. kondisi kedua
Selain dengan uraian diatas, kita dapat pula menggunakan metode moment
- - ………………………………………………………. (3.1)
- - ……………………………………………………… (3.2)
∆c = - - …………………………………………………..... (3.3)
nol. Dengan memasukkan harga-harga ini kedalam persamaan diatas, kita peroleh:
54
peroleh :
Sedangkan besarnya lendutan yang terjadi dititik ini dapat kita tentukan
dan menghasilkan :
∆c = wL4/348EI……………………………………………………………….. (3.6)
secara serentak akan terjadi sendi plastis pada tumpuan A dan B, dimana
bebannya mencapai 12Mp/L2. Hal ini juga berarti bahwa momen pada kedua
tumpuan tersebut sama dengan kapasitas momen plastis dari penampangnya, Mp.
Selanjutnya dari persamaan (3.3) dapat kita tentukan besarnya lendutan ditengah
bentang, yakni :
∆c = – = ……………………………………… (3.7)
MB Mp
MA wL2/8
Mp
MC C
sendi plastis yang ketiga, dan dari gambar ini dapat kita pastikan letak sendi
55
Mp = wL2/8 – Mp
Atau
Mp = wL2/16
Maka
∆c = ……………………………………………………………. (3.9)
yang merupakan besarnya lendutan pada kondisi plastis, sebelum struktur tersebut
mengalami keruntuhan.
y
b
c (a) lendutan
Selama proses dari kondisi kedua hingga kodisi ketiga tidak terjadi perubahan
momen pada tumpuannya, tetapi telah kita ketahui bahwa beban dan momen
adanya redistribusi momen dalam struktur. Hubungan antara beban (w) terhadap
lendutan ditengah bentangan (∆c), yang dinyatakan oleh kurva oycb yang terdapat
beban
c b
16Mp/L
y oy : elastis
12Mp/L
yc : elastoplastis
cb : keruntuhan plastis
lendutan
o
Ternyata garis lendutan yang terjadi setelah titik C adalah horizontal. Ini
sesuai dengan kenyataan, bahwa lendutan pada kondisi plastis akan terus
57
yang umum digunakan dalam penentuan nilai factor beban (perbandingan beban
batas/runtuh terhadap beban layan) dari beberapa jenis struktur yang ditinjau
Metode yang sering disebut juga dengan cara grafostatis ini berdasarkan
teorema batas bawah, dimana distribusi momen disetiap penampangnya tidak ada
Daerah elastis dibatasi sampai titik leleh saja, yaitu hingga titik yang mempunyai
nilai momen maksimum sama dengan momen leleh (yield moment) yang dalam
gambar tersebut dinyatakan oleh titik a. Beban pada kondisi ini disebut sebagai
beban leleh ;
58
Mp = momen plastis
Wc = beban keruntuhan
L/2 L/2
wL/4
(c)Bidang momen
Gambar 3.6. Mekanisme dan diagram momen yang bersesuaian untuk balok
sederhana
akan sama dengan faktor bentuk f. Daerah dalam garis c - b merupakan daerah
59
w
c b
4Mp/L
a oc : elastis
4Mp/fL
o
Gambar (3.7). Hubungan beban lendutan
Umumnya, diagram momen dari struktur statis tak tentu dapat dipisahkan
dalam dua bagian, yaitu momen yang ditimbulkan oleh beban luar dengan
menganggap struktur sebagai konstruksi statis tertentu; dan yang diakibatkan oleh
momen dalam atau reaksi perletakan. Diagram yang pertama disebut momen
bebas (free moment), dan yang kedua sebagai momen reaktan (reactant moment),
60
b a
L
Mp
Gambar 3.8. Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan sendi
dan jepit dengan beban terpusat
Mp + (b/L) Mp = (W.a.b)/L
Mp = (W.a.b)/(L+b)
Wc = (L + b) Mp/(a.b)…………………………………………...….. (3.10)
61
bahwa secara umum sendi plastis akan terbentuk pada tumpuan jepit dan dibawah
beban titik.
Sedangkan, bila struktur ini menahan beban terbagi rata, perlu dianalisa
lagi letak momen maksimum yang terjadi padanya, karena secara otomatis letak
sederhana. Tetapi telah kita ketahui, bahwa momen maksimum terjadi, bila
dMx/dx = 0 telah terpenuhi pada suatu penampang berjarak x dari tumpuan yang
kita tinjau, karena gaya lintang pada titik ini bernilai nol. Sekarang kita
w/satuan panjang
A B
L
(a)struktur
x
Mp
Mp
(b)bidang momen
w/satuan panjang Mp
Mp
L-x x
Gambar 3.9. Letak momen maksimum pada balok bertumpuan sendi dan jepit
dengan pembebanan terbagi rata
62
(1/2) W (l – x)2 – Mp – Mp = 0
(1/2) W x2 – Mp = 0
(1/2) W x2 = Mp
dan bila persamaan ini diselesaikan, akan kita peroleh letak momen maksimum
yang diukur dari tumpuan B, yaitu :
x = ( 2 – 1) L = 0,4142 L
0,5W (0,4142L)2 = Mp
Atau :
(3.10), terdapat persamaan momen elastis yang ditunjukkan oleh gambar (3.10.b),
63
Mp Mp
a b Mp
L
(d) Momen resultan
(b) Struktur pembebanan
Wab2/L2
- - Wa2b/L2
- Mp
+ Wa2b2/L2
+ Wab/L
Gambar (3.10) Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan jepit
dengan pembebanan terpusat
Mp + Mp = (Wab)/ L
2Mp = (Wab)/L
Wc = 2 MpL/(ab)…………………………………………………………..…(3.12)
ketika terjadi keruntuhan dapat kita tetapkan seperti gambar (3.11.c). letak momen
64
Mp + Mp = WL2/8
Dan
Wc = 16Mp/L2……………………………………………………………..…(3.13)
w/satuan
A B (d) Struktur pembebanan
C
L
(b) Mekanisme runtuh
wL2/8
III.3.4.Balok menerus
sebelumnya. Akan tetapi terdapat beberapa hal penting yang perlu kita perhatikan,
antara lain :
65
momen plastis bentangan tengah dan tepi berbeda. Mula-mula, akan kita tinjau
akan menyerupai persoalan sebuah balok yang memiliki tumpuan jepit dan sendi.
66
L L 1.5L 1.5L L L
Mp Mp
- -
Mp + + Mp
c d
- -
+
e
(c – e)Bidang momen
- -
+ 0,5Mp 0,75M +
+
1,5Mp
67
Mp + 0,5 Mp = 0,5 wL
Mp = 0,33 wL
Atau :
Wc = 3Mp/L
Mp + 0,5 Mp = 0,75 wL
Mp = 0,50 wL
Maka :
Wc = 2 Mp/L
tumpuan B tidak akan lebih besar dari Mp. Bidang momen untuk mekanisme ini
diperlihatkan pada gambar (3.12) c, dan kita ketahui bahwa problemanya akan
keseimbangannya adalah :
Mp + 1,5 Mp = 3/2 wL
Maka :
Mp = 0,6 wL
Atau :
Wc = 5 Mp/3L……………………………………………...................(3.14)
68
bahwa mekanisme runtuh yang pertama kali terjadi akan terletak pada bentang
yang tidak sama besar, sendi plastis akan terjadi pada titik yang terletak pada
Untuk balok menerus yang memikul beban merata dapat kita lihat gambar
bentang A – B :
Wc = 1,67 Mp/L2
Mp + Mp = (1/8) 3 wL2
Mp = (9/16) wL2
69
Wc = 1,77 Mp/L2
2 Mp + (4/3) Mp = 4 wL2
Mp = 1,2 wL2
Sehingga :
Wc = 0,833 Mp/L2……………………………………………………(3.15)
terkecil. Jadi, sekali lagi dapat kita katakan bahwa bentang C – D merupakan
bentang kritis.
70
L L 3L L 2L
2Mp
Mp Mp -
- -
2Mp + + 2Mp
b c
Mp
d
(b – d)Bidang momen
(f)Mekanisme keruntuhan
71
Dapat kita lihat dari uraian sebelumnya, bahwa metode statis sangat baik
untuk menyelesaikan berbagai problema keruntuhan pada balok dan struktur yang
hanya memiliki satu atau dua redundan. Akan tetapi, metode ini akan banyak
redundan. Cara lain yang dapat kita lakukan adalah meninjau keseimbangan
penyelesaian yang berdasarkan prinsip ini akan lebih cepat. Pada saat runtuh
menjalani kerja-luar sebesar w. Kerja-luar total dari seluruh beban adalah ∑wδ,
yang diserap oleh setiap sendi plastis melalui perubahan sudut θ. Energy dari
masing-masing sendi plastis yang disebut sebagai kerja dalam adalah sebesar
Mpθ. Dengan demikian, kerja dalam untuk seluruh sendi menjadi ∑ Mpθ. Kondisi
keseimbangan menghendaki kerja luar harus sama dengan kerja dalam, sehingga
menghasilkan persamaan :
∑wδ = ∑ Mpθ…………………………………………………….………….(3.16)
Dalam metode ini, kita perlu memperkirakan letak sendi plastisnya, dan
berdasarkan teorema batas atas, beban runtuh yang dihasilkan akan sama ataupun
lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Dengan demikian, inti persoalan dalam
metode ini adalah menentukan harga faktor beban yang paling kecil atau kapasitas
72
Karena dalam tugas akhir ini penulis hanya membahas mengenai struktur
balok menerus, maka disini kita hanya akan membahas tentang mekanisme balok
w/satuan panjang
A B
L
(a)struktur
Θ α
Θ+α
X L-x
Gambar (3.14). Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok bertumpuan
sendi-jepit
dihasilkan beban runtuh wc = 11,66 Mp/L2. Ternyata, baik metode statis maupun
wδ = - Mp (-θ) + Mp 2θ – Mp (-θ)
w θ L/2 = 4Mpθ
kita peroleh :
wc = 8Mp/L
jika a = b = L/2, disubstitusikan kedalam persamaan (3.12), akan kita peroleh hasil
yang sama besar.
74
θ θ
L/2 L/2 2θ
L
- Mp - Mp
Gambar (3.15). Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok tumpuan jepit-jepit
Disini akan kita gunakan contoh yang ada pada pasal (III.3.4). untk
bentang A – B :
3wL2θ = 5Mp θ
hingga diperoleh :
wc = 1,66Mp/L2
Untuk bentang B – C :
menghasilkan : wc = 1,77Mp/L2
3wL 6wL
w/satuan panjang
B C D
A
2Mp Mp 2Mp
L L 3L L 2L
θ θ θ/2
θ
2θ 3θ/2
θ θ
2θ
Gambar (3.16). Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok menerus
76
APLIKASI
Pada Bab III tugas akhir ini, penulis telah memaparkan analisa mengenai
besaran beban runtuh dari setiap struktur yang kita tinjau, yang kita analisa
berdasarkan metode statis (cara grafostatis), dan metode kerja virtual. Adapun dari
analisa tersebut, kita bisa mengetahui formulasi dan besaran beban runtuh
dengan My = σy . S
σy = tegangan leleh
S = section modulus
Adapun pada bab aplikasi ini, penulis akan memaparkan secara lebih
terperinci mengenai analisa faktor beban (load factor), yang merupakan ukuran
perbandingan antara beban ultimate / beban batas (runtuh) dengan beban layan,
77
P = beban layan`
Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa semua jenis balok atau
kerangka kaku statis tak tentu . Bila balok atau kerangka kaku dideformasikan,
istilah lain, sudut antara garis singgung keberbagai cabang kurva elastik yang
bertemu disebuah sambungan tetap sama seperti sudut distruktur yang belum
terdeformasi.
ujung yang bekerja di ujung A dibatang AB ditandai sebagai MAB; dan yang
diujung B dari batang AB sebagai MBA. Momen ujung searah jarum jam yang
bekerja pada batang tersebut dianggap positif, sedangkan yang melawan arah
78
suku-suku rotasi ujung dan pembebanan yang bekerja pada batang tersebut
A B
L/2 L/2
L
Gambar 4.1. Struktur bentang sederhana
Bila kita jabarkan momen dalam dan perputaran sudut pada ujung batang
P
θB
A B
θA
L/2 L/2
L
=
P
A B
θA1 θB1
A B
79
θA2 θB2
A B
Gambar 4.2. Penjabaran momen dalam dan sudut rotasi pada ujung-ujung batang
dalam arah positifnya, yang searah jarum jam. Untuk keseimbangan, jumlah
semua momen yang bekerja pada setiap sambungan harus sama dengan nol. Jadi :
θA = - θA1 + θA2
……………………………………………………...…....(4.1)
θB = θB1 – θB2
θA1 = θB1 =
…...........................……...…....(4.3)
θA2 = θB2 =
θA = –
……………………………………………………...….........(4.4)
θB = - +
80
Struktur balok menerus yang akan kita tinjau disini ditunjukkan pada
Pb 2Pb Pb/L
EI 2EI 3EI
A B C D E F G
L 3L 4L
81
Mp = 4PL.........................................................................................(4.7)
a. Analisa elastis
MAC = - + θC
MCA = + θC
MCE = - (2 θC + θE )
...............................................(4.9)
MEC = + ( θC + 2θE )
MEG = - + ( 2θE + θG )
MGE = + ( θE + 2θG )
82
MCA + MCE = 0
- θC + (2 θC + θE ) = 0
θC + θE = .....................................................................(4.10)
MEC + MEG = 0
θC + θE + θG = .....................................................(4.11)
Sedangkan :
MGE = 0
+ ( θE + 2θG ) = 0
θE + θG = - .....................................................................(4.12)
Jika persamaan (4.10), (4.11), dan (4.12) kita selesaikan dengan cara matriks,
20/3 4/3 0 θC
θC = θE =
...............................................(4.13)
83
MAC = -
MCA =
MCE = -
MEC =
MEG = -
MGE = 0
Pb/L
Pb 2Pb
A B C D E F G
L 3L 4L
0,743 Pb L
84
elastis (elastic analysis). Dalam hal ini, dicari lendutan pada bentang kritis
ΔF =
= 0,46523 ................................................................................(4.14)
tepatnya pada titik yang mengalami momen terbesar (dalam hal ini dititik E), yang
- ME = Mp
Pb = 2,028 P.........................................................................................(4.15)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa batang struktur tidak akan mengalami
kondisi leleh (yielding) pertama kalinya, hingga beban yang dipikul struktur
sebagai berikut :
= 0,9435 PL3/EI
ΔF = = 0,4784 L ...................................................................(4.16)
85
Dalam tahapan ini kita akan menganalisa besarnya faktor beban tambahan
terbentuk sendi plastis dititik E. Penurunan rumus dalam analisa ini didasarkan
slope deflection (akan tetapi dimodifiksi dengan melibatkan efek atau pengaruh
rotasi ubahan sudut, , pada tiap titik tumpuan yang timbul sebagai akibat dari
MAC = - θC
MCA = - θC
MCE = (-2 θC + E)
...............................................(4.17)
MEC = ( -θC + 2 E)
MEG = (-2 E+ θG )
MGE = (- E + 2θG )
= E/5.............................................................................................. (4.18)
MAC = - E = - 8 RE
86
MEC = - MEG = E = 48 RE
MGE = 0
Dimana : RE = (EI/20L) E
ΔF =
= - 0,8211 E L
ΔF = - 16,4224 RE L2/EI
MA = - 8 RE
......................................... (4.20)
87
MC = - 16 RE
MD = RE
................................................. (4.20)
ME = - 48 RE
MF = 0,743 Pb L – 19,8816 RE
Sedangkan :
dimana :
RE = (EI/20L) E
Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, agar tercapai sendi plastis
berikutnya, dalam hal ini di titik F, maka momen hasil superposisi pada titik E dan
- 48 RE = - 4 PL
0,743 Pb L – 19,8816 RE = 4 PL
88
Pb = 3,6267 P ...................................................................................(4.22)
RE = - 0,06565 PL.................................................................................(4.23)
E = - 1,313 PL2/EI
ΔF = 2,7654 PL3 / EI
ΔF = 1,4023L ....................................................................................(4.24)
akan terbentuk jika beban yang dipikul struktur tersebut mengalami penambahan
89
runtuh (collapse), dan kondisi ini akan tercapai sesaat setelah beban yang dipikul
dari analisa ini dapat kita lihat pada grafik hubungan beban-lendutan pada gambar
(4.5) :
Pb/P
4.0 Sendi F
3.5
3.0
Pb 2Pb Pb/L
2.5
Sendi E A B C D E G
F
2.0
X = 0.4142L
1.0 EI 3EI
2EI
A B C D E F G
0.5
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4
Indeks lendutan,
90
dengan contoh diatas, hanya saja panjang setiap bentangnya sedikit diubah untuk
Struktur balok menerus yang akan kita tinjau disini ditunjukkan pada
Pb 2Pb Pb/L
EI 2EI 3EI
A B C D E F G
L 2L 3L
Mp = 9/4PL.......................................................................................(4.25)
EI/L = 1,183PL...................................................................................(4.26)
91
MAC = - + θC
MCA = + θC
MCE = - (2 θC + θE )
...............................................(4.27)
MEC = + ( θC + 2θE )
MEG = - + ( 2θE + θG )
MGE = + ( θE + 2θG )
dimana θC, θE, dan θG, masing-masing menyatakan rotasi pada titik C, E,dan G.
MCA + MCE = 0
- θC + θE = 0
θC + θE = .....................................................................(4.28)
MEC + MEG = 0
92
Sedangkan :
MGE = 0
+ ( θE + 2θG ) = 0
θE + θG = - .....................................................................(4.30)
Jika persamaan (4.28), (4.29), dan (4.30) kita selesaikan dengan cara matriks,
8 2 0 θC
2 8 2 θE =
0 2 4 θG
θC = θE =
...............................................(4.31)
θG = -
MAC = -
MCA =
MCE = -
93
MEG = -
MGE = 0
Pb/L
Pb 2Pb
A B C D E F G
L 2L 3L
0,635 Pb L
elastis (elastic analysis). Dalam hal ini, dicari lendutan pada bentang kritis
ΔF =
= 0,14595 ................................................................................(4.32)
94
tepatnya pada titik yang mengalami momen terbesar (dalam hal ini dititik E), yang
- ME = Mp
Pb = 1,902 P.........................................................................................(4.33)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa batang struktur tidak akan mengalami
kondisi leleh (yielding) pertama kalinya, hingga beban yang dipikul struktur
sebagai berikut :
= 0,2776 PL3/EI
ΔF = = 0,2347 L ...................................................................(4.34)
b.analisa elasto-plastis
Dalam tahapan ini kita akan menganalisa besarnya faktor beban tambahan
terbentuk sendi plastis dititik E. Penurunan rumus dalam analisa ini didasarkan
95
rotasi ubahan sudut, , pada tiap titik tumpuan yang timbul sebagai akibat dari
MAC = - θC
MCA = - θC
MCE = (-2 θC + E)
...............................................(4.35)
MEC = ( -θC + 2 E)
MEG = (-2 E+ θG )
MGE = (- E + 2θG )
= E/4.............................................................................................. (4.36)
MAC = - E = - RE
MCA = - MCE = - E = - 2 RE
MEC = - MEG = E = 7 RE
MGE = 0
Dimana : RE = (EI/2L) E
96
ΔF =
= - 0,6736 E L
ΔF = - 1,3472 RE L2/EI
MA = - RE
MB = RE
MC = - 2 RE
................................................. (4.38)
MD = RE
ME = - 7 RE
MF = 0,635 Pb L– 2,8994 RE
Sedangkan :
97
dimana :
RE = (EI/2L) E
Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, agar tercapai sendi plastis
berikutnya, dalam hal ini di titik F, maka momen hasil superposisi pada titik E dan
- 7 RE = - 9/4 PL
Pb = 2,829 P ...................................................................................(4.40)
RE = - 0,5193 PL.................................................................................(4.41)
E = - 1,0386 PL2/EI
ΔF = 1,485 PL3 / EI
ΔF = 1,2552L ....................................................................................(4.42)
akan terbentuk jika beban yang dipikul struktur tersebut mengalami penambahan /
Pada titik ini, gelagar EFG membentuk suatu mekanisme dan akhirnya runtuh
(collapse), dan kondisi ini akan tercapai sesaat setelah beban yang dipikul oleh
analisa ini dapat kita lihat pada grafik hubungan beban-lendutan pada gambar
(4.8).
99
4.0
3.5
Sendi F
3.0
2.5
Sendi E
Pb 2Pb Pb/L
2.0
A B C D E F G
1.5
X = 0.4142L
Pb 2Pb
1.0 Pb/L
0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4
Indeks lendutan,
100
Pada bagian sebelumnya, kita telah menganalisa besaran load factor dari
tiga buah contoh bentang menerus yang telah dibuat, dimana nilai load factor dari
jika dituangkan dalam bentuk contoh soal dengan struktur pembebanan yang sama
dengan contoh bentang menerus diatas dan diselesaikan dengan metode kerja
Mp 2Mp 3Mp
A B C D E F G
4m 12m 16m
L1 = 4 m Mp1 = Mp P1 = λ 10 ton
L2 = 12 m Mp2 = 2 Mp P2 = λ 20 ton
101
Dimana : λ = Pb / P
B = 300
T
D = 488
t T = 18
D
t = 11
σy = 2400 kg/cm2
B
Jika kita selesaikan dengan cara mekanisme kerja virtual), maka terlebih
antara lain:
• Mekanisme A – C
pembebanan terpusat, dan memiliki kapasitas momen plastis penampang Mp, sehingga
λ 10 ton
Mp
Struktur pembebanan
θ θ
2θ
102
Mekanisme runtuh
sebagai berikut :
∑wδ = ∑ Mpθ
Sehingga :
λ 10 . 2 θ = 4 Mp θ
λ=
• Mekanisme C – E
pembebanan terpusat, dan memiliki kapasitas momen plastis penampang 2 Mp, sehingga
λ 10 ton
2Mp
Struktur pembebanan
θ θ
2θ
Mekanisme runtuh
Maka :
103
λ=
• Mekanisme E – G
memikul beban terbagi rata sebesar 2,5 ton/m, dan memiliki kapasitas momen
2,5/m
E G
3Mp
16m
Struktur pembebanan
θ1 θ2
θ1+θ2
Dimana x = 0,4142 L
X L-x x = 6,6272m
Mekanisme runtuh
Maka :
λ = 0,0493 Mp
memiliki nilai λ(load factor) yang terkecil, sehingga disimpulkan bahwa bentang
104
sebagai berikut :
λ = 0,0493 Mp
Dimana Mp adalah kapasitas momen plastis penampang dalam satuan ton.m, yang
Mp = Zx . σy
Zx = –
Zx = 2910 cm3
Maka :
Mp = 6984000 kgcm
= 69,84 ton m
Sehingga :
λ = 0,0493 . 69,84
= 3,4431
Dari contoh soal ini dapat kita simpulkan bahwa struktur pada bentang
kritis akan mencapai mekanisme runtuhnya, sesaat setelah beban yang dipikul
mengalami peningkatan sebesar 244,31%, dan hasil ini tidak jauh berbeda
dengan hasil yang kita peroleh pada analisa contoh bentang menerus diatas, yakni
sebesar 262,67%.
105
Faktor beban, atau yang sering kita sebut sebagai faktor keamanan (safety factor)
dapat dirumuskan dalam beberapa cara. Umpamanya pada teori elastis, faktor ini
dirumuskan sebagai tegangan leleh di bagi dengan tegangan izin, σy/σ; atau dapat
pula dirumuskan sebagai beban pada kondisi tegangan leleh dibagi dengan beban
kerja. Beban kerja didefinisian sebagai beban yang menimbulkan tegangan izin
maksimum.
Rumusan yang digunakan pada teori plastis menyatakan bahwa faktor keamanan
kerja; yang ekivalen dengan momen plastis dibagi dengan momen elastis, Mp/M.
Dari uraian sebelumnya, kita ketahui bahwa momen plastis sama dengan σy.Z = σy
.S.f, dan momen elastis sama dengan σy .S. Sehingga dengan mensubstitusikan
istilah ini (faktor beban dan faktor keamanan); dimana biasanya faktor beban
pembesaran beban akibat adanya pengaruh beban dinamis. Namun demikian, pada
1.4D
L = beban hidup
W = beban angin
E = beban gempa
0,5 jika L < 5 kPa
γL =
1 jika L > 5kPa
beban yang dihitung berdasarkan teori plastis ini, kita hanya akan memasukkan
107
Mp 2Pb Pb
L L
besarnya nilai rotasi sendi plastis dititik-titik sendi plastis pada struktur tersebut
a.analisa elastis
b. analisa elasto-plastis
a. analisa elastis
Mp = 0,5 PL........................................................................................(4.43)
MAC = - MCA = +
…………………....(4.45)
MCE = - MEC = +
A B C D E
L L
17 PbL/64
7 PbL/64
6 PbL/64
12 PbL/64
18 PbL/64
Pada tahap ini, terlebih dahulu kita menganalisa beban sebesar apa yang bisa
= - PbL2/64EI ...........................................................................................(4.46)
MAC = -18PbL/64
MEC = 6PbL/64
109
momen (momen area method). Berdasarkan gambar (4.4), lendutan pada titik B,
=0
sehingga :
= .......................................................................................(4.47)
tepatnya pada titik yang mengalami momen terbesar (dalam hal ini dititik A),
-MA = Mp
18 PbL/64 = 0,5 PL
Pb = 1,78 P …..……….......................................................................(4.48)
Dari sini dapat disimpulkan bahwa batang struktur tidak akan mengalami
kondisi leleh (yielding) pertama kalinya, hingga beban yang dipikul struktur
ΔB = x 1,78 PL3/EI
= 0.0220 PL3/EI
110
ΔB = = 0,0061 L ...................................................................(4.49)
b.analisa elasto-plastis
Dalam tahapan ini kita akan menganalisa besarnya faktor beban tambahan
terbentuk sendi plastis dititik A. Penurunan rumus dalam analisa ini didasarkan
slope deflection (akan tetapi dimodifiksi dengan melibatkan efek atau pengaruh
rotasi ubahan sudut, , pada tiap titik tumpuan yang timbul sebagai akibat dari
= A/4.............................................................................................. (4.51)
MAC = - A = - 28 RA
MCA = - MCE = - A = - 8 RA
MEC = A = 4 RA
Dimana : RA = (EI/8L) A
111
= AL + A
= AL + AL
= AL
ΔB = RAL =
MA = -18 28 RA
MB = 17 10 RA
MD = 7 2 RA
ME = -6 4 RA
112
24 ΔB = 19 30 RA ..................................................................(4.54)
dimana :
RA = (EI/8L) A
Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, agar tercapai sendi plastis
berikutnya, dalam hal ini di titik B, maka momen hasil superposisi pada titik A
dan B harus sama dengan nilai kapasitas momen plastisnya, sehingga didapat 2
- 18 PbL/64 – 28 RA = - 0,5 PL
Pb = 1,85 P .......................................................................................(4.55)
RA = - 0,00076 PL.................................................................................(4.56)
A = - 0,00608 PL2/EI
113
ΔB / L = 0,0239 PL2 / EI
....................................................................................(4.57)
ΔB = 0,0066 L
akan terbentuk jika beban yang dipikul struktur tersebut mengalami penambahan
Dengan cara yang sama, untuk menganalisa syarat tercapainya sendi plastis
MA = - 18 PbL/64 – 28 RA – 10 RB
MB = 17 PbL/64 – 10 RA – 7 RB
MC = - 12 PbL/64 + 8 RA – 4 RB .............................................................(4.58)
MD = 7 PbL/64 + 2 RA - RB
ME = - 6 PbL/64 – 4 RA + 2 RB
24 ΔB = 19 30 RA .............................................................................(4.59)
114
terbentuk adalah pada titik C, yang terbentuk pada saat momen lentur pada titik
Sehingga diperoleh :
- 18 PbL/64 – 28 RA – 10 RB = - 0,5 PL
17 PbL/64 – 10 RA – 7 RB = - 0,5 PL
- 12 PbL/64 + 8 RA – 4 RB = - 0,5 PL
Dari 3 buah persamaan dengan 3 variable diatas, didapatkan hasil sebagai berikut :
Pb = 2,00 P ....................................................................................(4.60)
RA = - 0 0078 PL
RB = 0.0156 PL
Dari persamaan diatas, rotasi sendi dan lendutan dapat kita hitung sebagai
berikut :
B= 0,0347 rad
ΔB = 0,0145 L .............................................................................(4.61)
115
runtuh (collapse), dan kondisi ini akan tercapai sesaat setelah beban yang dipikul
oleh struktur tersebut mengalami peningkatan beban sebesar 100%. Hasil dari
analisa dapat kita lihat pada grafik hubungan beban-lendutan pada gambar (4.13) :
w/w0
Sendi C
2.0 Sendi A
θ θ
Sendi B 2θ
1.5
A E
B D
1.0 C
0.5
Indeks lendutan,
116
maka diketahui beban runtuh struktur tersebut : Pb = 2,0 P, yang artinya struktur
tersebut masih mampu memikul pembesaran beban sebesar 2 kali beban layan
(dengan kata lain memiliki faktor beban sebesar 2,0), yang jika dikaitkan dengan
mati saja :
1.4D
sebesar 1,4 yang ditetapkan dalam peraturan, jika dianalisa secara plastis.
117
V.1. Kesimpulan
menghasilkan load faktor yang semakin besar pula; baik dalam tahapan
runtuhnya.
2. Pada jenis contoh bentang menerus tiga perletakan yang dianalisa pada
118
4. Pada jenis contoh kedua bentang menerus empat perletakan yang dianalisa
V.2. Saran
yang lebih kompleks dan akurat, misalnya dengan menganalisa portal sederhana,
bertingkat, maupun portal beratap lancip (gable frame), sehingga bisa memperluas
119
120