You are on page 1of 121

ANALISA PERBANDINGAN BEBAN BATAS DAN BEBAN

LAYAN (LOAD FACTOR) DALAM TAHAPAN


PEMBENTUKAN SENDI – SENDI PLASTIS PADA
STRUKTUR GELAGAR MENERUS

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk


menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh

JOKO TEGUH WARSITO


040404080

Disetujui oleh :

Pembimbing

Ir.Besman Surbakti,MT
NIP. 130 878 004

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK USU
2009

Universitas Sumatera Utara


ANALISA PERBANDINGAN BEBAN BATAS DAN BEBAN
LAYAN (LOAD FACTOR) DALAM TAHAPAN
PEMBENTUKAN SENDI – SENDI PLASTIS PADA
STRUKTUR GELAGAR MENERUS

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk


menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh

JOKO TEGUH WARSITO


04 0404 080

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing : Ketua Jurusan :

Ir.Besman Surbakti,MT Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan


NIP. 130 878 004 NIP. 130 905 362

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK USU
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


LEMBAR PENGESAHAN

ANALISA PERBANDINGAN BEBAN BATAS DAN BEBAN


LAYAN (LOAD FACTOR) DALAM TAHAPAN
PEMBENTUKAN SENDI – SENDI PLASTIS PADA
STRUKTUR GELAGAR MENERUS

Tugas Akhir

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk


menempuh ujian sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh

JOKO TEGUH WARSITO


04 0404 080

Pembimbing :

Ir.Besman Surbakti,MT
NIP. 130 878 004

penguji I: penguji II: penguji III :

Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan Ir. Sanci Barus,MT Ir. Robert Panjaitan


NIP:19561224 198103 1 002 NIP:19520901 198112 001 NIP : 131 127 009

Mengesahkan :
Ketua Departemen Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Prof.Dr.Ing Johannes Tarigan


NIP: 19561224 198103 1 002

BIDANG STUDI STRUKTUR


DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK USU
MEDAN
2010

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Telah diketahui bahwa analisa dan desain berdasarkan Teori Linier Elastis

belum mencerminkan faktor kekuatan struktur yang sebenarnya. Penyebabnya

adalah bahwa dalam merencanakan struktur tersebut, mengabaikan kemampuan

beberapa material tertentu seperti baja, untuk mengalami deformasi setelah titik

lelehnya terlampaui.

Dalam tugas akhir ini, penulis berusaha meninjau perbandingan beban

batas (runtuh) dan beban layan dalam tahapan pembentukan sendi-sendi plastis

pada struktur gelagar menerus secara analitis berdasarkan teori plastis, dengan

memberikan beban terpusat dan beban merata pada struktur tersebut. Analisis

yang dilakukan berdasarkan mekanisme keruntuhan suatu struktur dalam

mencapai beban runtuhnya. Pada akhirnya, penulis berusaha menemukan

hubungan rumusan faktor beban (load factor) dengan besarnya lendutan yang

terjadi.

Dari hasil yang diperoleh, terlihat bahwa analisa secara plastis pada

struktur menghasilkan beban runtuh serta lendutan yang lebih besar jika

dibandingkan secara elastis.

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan tugas akhir ini. Tugas akhir ini diajukan untuk memenuhi syarat dalam

ujian Sarjana Teknik Sipil Bidang studi Struktur pada Fakultas Teknik Universitas

Sumatera Utara.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah : “Analisa perbandingan Beban

Batas Dan Beban Layan (Load Factor) Dalam Tahapan Pembentukan Sendi-Sendi

Plastis Pada Struktur Gelagar Menerus”.

Penulis berusaha menyelesaikan tulisan ini sebaik mungkin, namun

penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangannya.

Keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pengalaman merupakan penyebab dari

ketidak sempurnaan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu penulis, mengharapkan

kritik dan saran dari bapak dan ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa.

Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan yang

diberikan untuk terselesainya tugas akhir ini kepada :

1. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT, sebagai pembimbing tugas akhir.

2. Bapak dosen penguji tugas akhir.

3. Bapak Prof. DR. Ing. Johannes Tarigan, sebagai Ketua Departemen

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, sebagai Sekertaris Departemen Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


5. Bapak Ir. Sanci Barus,MT, sebagai Ketua Bidang Studi Struktur Jurusan

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak, Ibu, Abang dan Kakak pegawai Departemen Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Sumatera Utara (Kak Lince, Bang Jul, Bang Nawi).

8. Kepada keluarga besarku, kedua orangtuaku, Ayahanda Dedy Suparno dan

Ibunda Suparti, yang selama ini selalu berusaha memberikan segala yang

terbaik kepada anak-anaknya, kakak-kakakku Evi Sutanti, Nurainun,

Nining Nurhayati, Puji Kartika Sari dan adik-adikku Mutia Wigati dan

Bayu Harry Siswoyo, terima kasih untuk perhatian, nasehat, semangat,

bantuan, dan dorongan yang telah diberikan.

9. Rekan-rekan seperjuanganku Amek, Wahyu, Meydi, Rahmat, Royhan,

Samuela, Faiz, Mabrur, Abang-Abang ’02 Bang Ai, Bang Irfan, Bang

Basirun, dan adik-adik pengurus PONDASI terima kasih untuk semua

bantuannya.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga tugas akhir ini dapat berguna

bagi kita semua. Amin.

Medan, 25 Februari 2010

Hormat Saya,

Penulis

(JOKO TEGUH WARSITO)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR NOTASI.................................................................................................vi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL.......................................................................ix
BAB I : PENDAHULUAN
I.1 Umum dan Latar Belakang................................................................1
I.2 Permasalahan.....................................................................................3
I.3 Manfaat dan Tujuan...........................................................................5
I.4 Pembatasan Masalah..........................................................................6
I.5 Metodologi Penulisan........................................................................7
BAB II : TEORI DASAR
II.1 Hubungan Tegangan dan Regangan...................................................8
II.2 Menentukan Garis Netral Profil.......................................................13
II.3 Hubungan Momen Kelengkungan....................................................15
II.4 Analisis Penampang
II.4.1. Modulus Elastis.....................................................................21
II.4.2. Modulus Plastis.....................................................................22
II.5 Faktor Bentuk...................................................................................23
II.6 Sendi Plastis
II.6.1. Umum....................................................................................25
II.6.2. Bentuk Sendi Plastis..............................................................28
II.7 Analisa Struktur Secara Plastis
II.7.1. Pendahuluan..........................................................................31
II.7.2. Perhitungan Struktur..............................................................33
II.7.3. Metode Kerja Virtual.............................................................35
BAB III : ANALISA BEBAN RUNTUH
III.1 Umum...............................................................................................36
III.2 Analisis Tahap Demi Tahap.............................................................38
III.3 Metode Statis....................................................................................44
7

Universitas Sumatera Utara


III.3.1. Balok Sederhana...................................................................44
III.3.2. Balok Bertumpuan Sendi dan Jepit......................................46
III.3.3. Balok yang Kedua Tumpuannya Jepit.................................49
III.3.4. Balok Menerus.....................................................................51
III.4 Metode Kerja Virtual
III.4.1. Balok Bertumpuan Sendi Jepit.............................................59
III.4.2. Balok yang Kedua Tumpuannya Jepit.................................60
III.4.3. Balok Menerus.....................................................................61
BAB IV : APLIKASI
IV.1 Penurunan Persamaan Slope Deflection..........................................64
IV.2 Analisa Faktor Beban
IV.2.1. Balok Menerus Tiga Perletakan...........................................68
IV.2.2. Balok Menerus Empat Perletakan........................................77
IV.2.3. Aplikasi dalam contoh soal………………………………..97
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan......................................................................................102
V.2 Saran................................................................................................103
DAFTAR PUSTAKA…………………………….……..…………………….104

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

P = Beban layan

Pb = Beban batas

Δ = Lendutan balok yang terjadi

k = Kelengkungan

ko = Kelengkungan pada saat elastoplastis

ky = Kelengkungan pada saat leleh

φ = Sudut kelengkungan balok

R = Jari-jari kelengkungan balok

M = Kapasitas momen lentur

Mp = Kapasitas momen dalam keadaan plastis

My = Kapasitas momen dalam keadaan elastic

Mep = Kapasitas momen dalam keadaan elasto-plastis

Mx = Momen pada saat elastis sejauh x

A = Luas penampang

Es = Modulus elastisitas pada saat strain-hardening

E = Modulus Elastisitas

Universitas Sumatera Utara


ε = Regangan umum

εy = Regangan pada keadaan leleh

εs = Regangan pada keadaan strain hardening

f = Faktor bentuk

l0 = Panjang bentang struktur sebelum dibebani

l = Panjang bentang struktur

S = Modulus penampang

Z = Modulus plastis

I = Inersia penampang

y = Tinggi serat

B = Lebar penampang profil IWF

D = Tinggi penampang profil IWF

t = Tebal flens

T = Tebal web

n = Jumlah sendi plastis untuk runtuh

r = Derajat statis tak tentu

lp = Panjang plastis pada balok

10

Universitas Sumatera Utara


α = Faktor daerah elastis pada penampang

λ = Faktor beban yang dihasilkan

λc = Faktor beban yang sebenarnya

σ = Tegangan normal

σy = Tegangan leleh

σult = Tegangan leleh maksimum

σyu = Tegangan leleh atas

θ = Ubahan sudut rotasi

= Ubahan sudut rotasi akibat timbulnya sendi plastis

RE = Variabel rotasi pada tumpuan E

11

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gbr. (1.1) : Jenis-jenis mekanisme keruntuhan pada struktur dengan dua


perletakan
Gbr. (1.2) : Struktur bentang menerus empat perletakan

Gbr. (2.1) : Hubungan Tegangan –Regangan untuk Baja lunak

Tabel (2.1) : Hubungan persentase karbon ( C ) terhadap tegangan

Gbr. (2.2) : Efek Bauschinger

Tabel (2.2) : Nilai faktor bentuk pada profil IWF


Gbr. (2.3) : Hubungan plastis ideal

Gbr. (2.4) : Penentuan letak garis netral secara plastis

Gbr. (2.5) : Kelengkungan balok

Gbr. (2.6) : Distribusi tegangan pada tampang profil IWF

Gbr. (2.7) : Hubungan momen-kelengkungan

Gbr. (2.8) : Distribusi tegangan pada keadaan leleh dan keadaan plastis pada
profil IWF

Gbr. (2.9) : Distribusi tegangan pada penampang IWF

Gbr. (2.10) : Diagram Tegangan Regangan

Gbr. (2.11.a) : Bentuk sendi plastis pada balok dengan pembebanan terpusat

Gbr. (2.11.b) : Lengkung sendi plastis beban terpusat

Gbr. (2.12.a) : Bentuk sendi plastis pada balok dengan pembebanan terbagi rata

Gbr. (2.12.b) : Kurva sendi plastis beban terbagi rata


Gbr. (2.13) : Mekanisme Keruntuhan Balok

12

Universitas Sumatera Utara


Gbr. (3.1) : Balok yang kedua ujungnya terjepit

Tabel (3.1) : Faktor beban untuk beberapa penampang

Gbr. (3.2) : Peningkatan momen dalam

Gbr. (3.3) : Diagram momen kondisi ketiga

Gbr. (3.4) : Bentuk lendutan dan mekanisme runtuhnya

Gbr. (3.5) : Hubungan beban lendutan

Gbr. (3.6) : Mekanisme dan diagram momen yang bersesuaian untuk balok
sederhana

Gbr. (3.7) : Balok bertumpuan sendi dan jepit

Gbr. (3.8) : Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan sendi
dan jepit dengan beban terpusat

Gbr. (3.9) : Letak momen maksimum pada balok bertumpuan sendi dan jepit

dengan pembebanan terbagi rata

Gbr. (3.10) : Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan jepit
dengan pembebanan terpusat

Gbr. (3.11) : Mekanisme runtuh dan diagram momen pada balok dengan
perletakan jepit-jepit

Gbr. (3.12) : Mekanisme runtuh dan bidang momen yang bersesuaian pada balok

menerus untuk beban terpusat

Gbr. (3.13) : Mekanisme runtuh dan bidang momen yang bersesuaian pada balok

menerus untuk beban kombinasi

13

Universitas Sumatera Utara


Gbr. (3.14) : Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok bertumpuan
sendi-jepit

Gbr. (3.15) : Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok tumpuan jepit-jepit

Gbr. (3.16) : Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok menerus

Gbr. (4.1) : Struktur bentang sederhana

Gbr. (4.2) : Penjabaran momen dalam dan sudut rotasi pada ujung-ujung batang

Gbr. (4.3) : Struktur bentang menerus tiga perletakan

Gbr. (4.4) : Distribusi momen lentur elastis

Gbr. (4.5) : Hubungan (respons) beban-lendutan

Gbr. (4.6) : Struktur bentang menerus empat perletakan

Gbr. (4.7) : Struktur pembebanan dan distribusi momen elastis bentang

menerus empat perletakan

Gbr. (4.8) : Hubungan (respons) beban-lendutan

Gbr. (4.9) : Struktur bentang menerus empat perletakan

Gbr. (4.10) : Struktur pembebanan dan distribusi momen elastis bentang

menerus empat perletakan

Gbr. (4.11) : Hubungan (respons) beban-lendutan

14

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Telah diketahui bahwa analisa dan desain berdasarkan Teori Linier Elastis

belum mencerminkan faktor kekuatan struktur yang sebenarnya. Penyebabnya

adalah bahwa dalam merencanakan struktur tersebut, mengabaikan kemampuan

beberapa material tertentu seperti baja, untuk mengalami deformasi setelah titik

lelehnya terlampaui.

Dalam tugas akhir ini, penulis berusaha meninjau perbandingan beban

batas (runtuh) dan beban layan dalam tahapan pembentukan sendi-sendi plastis

pada struktur gelagar menerus secara analitis berdasarkan teori plastis, dengan

memberikan beban terpusat dan beban merata pada struktur tersebut. Analisis

yang dilakukan berdasarkan mekanisme keruntuhan suatu struktur dalam

mencapai beban runtuhnya. Pada akhirnya, penulis berusaha menemukan

hubungan rumusan faktor beban (load factor) dengan besarnya lendutan yang

terjadi.

Dari hasil yang diperoleh, terlihat bahwa analisa secara plastis pada

struktur menghasilkan beban runtuh serta lendutan yang lebih besar jika

dibandingkan secara elastis.

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Umum dan Latar Belakang

Perkembangan teknologi perancangan konstruksi gedung sudah semakin

berkembang dan telah mempermudah manusia untuk melakukan pekerjaan

analisis struktural yang rumit dan membutuhkan waktu yang lama, menjadi

analisis yang mudah dan cepat.

Dalam mendesain bangunan seorang perencana dituntut untuk mendesain

suatu bangunan yang kuat, mudah dalam pelaksanaan dan memenuhi fungsi serta

kebutuhan bangunan. Salah satu faktor penting dalam perencanaan kekuatan

bangunan adalah mengenai daktilitas. Daktilitas struktur dipengaruhi oleh

daktilitas elemen-elemennya; jika elemen struktur dapat memanfaatkan

daktilitasnya dengan baik, maka demikan pula strukturnya secara keseluruhan.

Sehubungan dengan pemanfaatan sifat dakitilitas bahan tersebut, kita telah

mengenal adanya dua macam analisa didalam perencanaan struktur, yaitu analisa

elastis dan analisa plastis. Pada analisa elastis diasumsikan bahwa ketika struktur

dibebani maka tegangan yang terjadi lebih kecil dari tegangan leleh (yield stress)

dimana tegangan serat terluar tepi atas dan serat terluar tepi bawah adalah linear.

Sementara itu, deformasi yang terjadi akibat beban yang bekerja akan dapat

kembali pada bentuk semula ketika gaya tidak lagi diberikan. Deformasi elestis

mengacu pada hukum Hooke yang menyatakan bahwa:

15

Universitas Sumatera Utara


Dimana adalah tegangan yang bekerja, E adalah konstanta material yang

disebut sebagai Modulus Young dan adalah regangan yang dihasilkan.

Hubungan ini hanya berlaku pada keadaan elastis dan mengindikasikan suatu

kemiringan antara tegangan dan regangan yang dapat digunakan untuk

menentukan besarnya Modulus Young.

Sedangkan pada analisa plastis tegangan yang terjadi adalah tegangan

leleh (yield stress) yang telah menjalar kebagian dalam serat penampang. Pada

daerah plastis Hukum Hooke (Hooke’s Law) sudah tidak berlaku lagi. Plastisitas

ini sendiri merupakan suatu metoda yang menggambarkan deformasi pada suatu

material yang mengalami perubahan inelastis (inelastic changes) ketika diberikan

beban sebelum mengalami keruntuhan. Deformasi yang terjadi pada analisa

plastis bersifat permanen (tidak dapat kembali ke bentuk semula)

Pada analisa plastis, bila beban pada struktur diperbesar maka untuk

pembebanan tertentu sebagian serat akan mengalami tegangan leleh. Penambahan

beban secara bertahap menyebabkan daerah serat yang mengalami tegangan leleh

akan semakin bertambah. Hingga pada suatu beban plastis (beban batas), maka

seluruh serat penampang akan mengalami tegangan leleh. Akibatnya pada bagian

tersebut akan terjadi perubahan sudut (rotasi) yang besar secara terus menerus

walau tanpa diberikan penambahan beban, keadaan ini kemudian disebut sebagai

pembentukan sendi plastis. Untuk suatu struktur apabila telah tecapai sejumlah

sendi plastis tetentu maka struktur tersebut akan mengalami keruntuhan (Failure);

momen yang terjadi pada kondisi ini disebut sebagai momen plastis.

16

Universitas Sumatera Utara


Dalam hal ini penulis mencoba membahas mengenai analisa perbandingan

antara beban batas (ultimate) dan beban layan dalam tahapan pencapaian sendi-

sendi plastis pada struktur bentang menerus sampai sesaat sebelum terjadinya

keruntuhan. Pemanfatan penuh dari kapasitas plastis pada balok menerus

memerlukan suatu analisis yang meluas dari semua kemungkinan lokasi

tebentuknya sendi-sendi plastis; apabila beban terus ditambah sebelum terjadinya

keruntuhan pada struktur.

1.2.permasalahan

Selain direncanakan untuk menahan beban yang bekerja padanya,suatu

struktur juga dituntut dan diharapkan dapat memberikan keamanan dan

kenyamanan pada penggunanya. Faktor yang mempengaruhi keamanan struktur

diantaranya adalah terhindarnya struktur dari keruntuhan (collapse). Seperti yang

telah disebutkan diatas, suatu struktur akan mengalami keruntuhan jika telah

tercapai mekanisme keruntuhan stuktur itu sendiri, yaitu terbentuknya sejumlah

sendi-sendi plastis yang dibutuhkan untuk meruntuhkan struktur tersebut. Untuk

mencegah hal tesebut maka diperlukan analisa dan perhitungan yang matang

mengenai besarnya kapasitas beban batas (ultimate), kapasitas rotasi sendi plastis

di setiap titik yang mungkin terjadi sendi plastis, dan juga perhitungan sejumlah

kemungkinan mekanisme keruntuhan yang paling membahayakan struktur yang

mungkin terjadi (khususnya pada struktur portal dan gelagar menerus).

17

Universitas Sumatera Utara


P P

L/2 L/2 L/2 L/2

Pb Pb

a) Mekanisme keruntuhan 1 b) Mekanisme keruntuhan 2


Sendi plastis Sendi plastis

L/2 L/2

Pb

c) Mekanisme keruntuhan 3
Sendi plastis

Gambar 1.1 Jenis-jenis mekanisme keruntuhan pada struktur dengan dua


perletakan

18

Universitas Sumatera Utara


Untuk itu dalam memecahkan masalah ini, penulis mencoba menggunakan

Metode Analisa Sloope Deflection sebagai alat bantu dalam menganalisa

pendekatan nilai (besaran) factor beban (load factor), yaitu perbandingan antara

beban batas dan beban layan pada struktur bentang menerus. Adapun dipilihnya

jenis struktur bentang menerus ini dikarenakan sering dijumpainya bentuk stuktur

ini dilapangan baik seperti jembatan maupun struktur balok menerus pada

bangunan yang sering kita jumpai.

1.3.Manfaat dan Tujuan

Dalam tugas akhir ini penulis bertujuan untuk melakukan analisa dan

perhitungan mengenai besaran load factor pada suatu struktur bentang menerus,

dengan memperhitungkan sejumlah kemungkinan lokasi terbentuknya sendi

plastis, sehingga pada akhirnya kita dapat melihat dan menganalisa besaran (nilai)

beban maksimum/batas (yang kemudian disebut sebagai beban plastis) yang dapat

dipikul oleh struktur yang bersangkutan.

Dengan demikian, manfaat praktis yang bisa diperoleh dari hasil tulisan ini

adalah optimalisasi kinerja struktur baik dari segi kenyamanan, terlebih lagi dari

segi keamanan struktur, bahkan dengan tidak mengabaikan segi keekonomisan

dan efisiensi perencanaan struktur.

19

Universitas Sumatera Utara


1.4.Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan mengenai analisa load factor

tersebut, maka dalam Tugas Akhir ini penulis membatasi permasalahan yang akan

dibahas antara lain:

1. Balok pada struktur yang dianalisa merupakan bahan yang bersifat

homogen dan isotropis.

2. Penampang balok adalah profil IWF dengan perbandingan tertentu antara

tinggi, lebar profil, tebal badan, dan tebal sayap profil.

3. Tegangan geser dan gaya normal tidak ditinjau.

4. Analisa regangan tidak ditinjau.

5. Pengaruh komposisi bahan, temperatur, kecepatan regang bahan dan

residual stress tidak ditinjau.

6. Beban yang dipikul adalah beban terpusat dan beban merata.

7. Struktur yang ditinjau adalah struktur bentang menerus empat perletakan

sendi-jepit; dengan variasi nilai beban yang berbeda-beda antara satu

bentang dengan bentang lainnya, seperti gambar berikut :

Pb 2Pb Pb/L

EI 2EI 3EI
A B C D E F G

L 3L 4L

Gambar (1.2). Struktur bentang menerus empat perletakan

20

Universitas Sumatera Utara


1.5.Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah dengan

cara analitis. Disamping itu juga digunakan program komputer Microsoft Exel

untuk mempermudah operasi matriks dari penyelesaian persamaan dalam

penentuan nilai faktor beban plastis yang akan dibahas nantinya; serta untuk

penggunaan tabulasi data hasil perhitungan.

21

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TEORI DASAR

II.I.HUBUNGAN TEGANGAN DAN REGANGAN

Hubungan tegangan dan regangan pertama kali dikemukakan oleh Robert

Hooke pada tahun 1678. Dalam hukum hooke dijelaskan bahwa apabila suatu baja

lunak ditarik oleh gaya aksial tertentu pada kondisi temperatur ruang maka

material tersebut akan mengalami regangan yang nilainya berbanding lurus

dengan tegangan ataupun dengan beban aksial yang diberikan, kondisi tersebut

kemudian disebut sebagai kondisi elastis. Hubungan antara tegangan dan

ragangan dapat diiterpretasikan sebagai berikut:

• σ = ……………………………………………………… (2.1)

• ε= ………………………………………………….. (2.2)

• σ = E. ε …………………………………………………… (2.3)

Dimana: P = beban aksial

A = luas profil

Lo = panjang mula-mula

L = panjang batang setelah dibebani

E = modulus young/modulus kekenyalan

22

Universitas Sumatera Utara


Hubungan antara tegangan dan regangan untuk lebih jelasnya dapat diperlihatkan

pada gambar 2.1 berikut ini

A
σyu
σu A’ B

ε
0
εy ερ

GAMBAR 2.1

Hubungan Tegangan –Regangan untuk Baja lunak.

Daerah pertama yaitu OA, merupakan garis lurus dan menyatakan daerah

linier elastis. Kemiringan garis ini menyatakan besarnya modulus elastis atau

disebut juga modulus young, E. Diagram tegangan-regangan untuk baja lunak

umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σ, dan daerah leleh datar.

Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’, tidaklah terlalu berarti sehingga

pengaruhnya sering diabaikan. Lebih lanjut, tegangan pada titik A disebut sebagai

tegangan leleh, dimana regangan pada kondisi ini berkisar 0.0012.

23

Universitas Sumatera Utara


Dari grafik tesebut dapat terlihat bahwa bila regangannya terus bertambah

hingga melampaui harga ini , ternyata tegangannya dapat dikatakan tidak

mengalami pertambahan. Sifat dalam daerah AB ini kemudian disebut sebagai

kondisi plastis. Lokasi titik B, yaitu titik akhir sebelum tegangan sedikit

mengalami kenaikan, tidaklah dapat ditentukan. Tetapi, sebagai perkiraan dapat

ditentukan terletak pada regangan 0.014 atau secara praktis dapat ditetapkan

sebesar sepuluh kali besarnya regangan leleh.

Daerah BC merupakan daerah strain-hardenig, dimana pertambahan

regangan akan diikuti oleh sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu

hubungan tegangan-regangannya tidak bersifat linier. Kemiringan garis setelah

titik B ini didefinisikan sebagai Es. Dititik M, tegangan mencapai nilai maksimum

yang disbut sebagai tegangan tarik ultimit (ultimate tensile strength). Pada

akhirnya material akan putus ketika mencapai titik C.

Besaran-besaran pada gambar 2.1 akan tergantung pada komposisi baja,

proses pengerjaan pembuatan baja dan temperatur baja pada saat percobaan.

Tetapi factor-faktor tersebut tidak terlalu mempengaruhi besarnya modulus

elastisitas (E). Roderick dan Heyman (1951), melakukan percobaan terhadap

empat jenis baja dengan kadar karbon yang berbeda, data yang dihasilkan

ditampilkan pada table 2.1 :

24

Universitas Sumatera Utara


TABEL

Hubungan persentase karbon ( C ) terhadap tegangan

%C σ (N/mm2 ) σya / σy εs / εy Es / Ey
0.28 340 1.33 9.2 0.037
0.49 386 1.28 3.7 0.058
0.74 448 1.19 1.9 0.070
0.89 525 1.04 1.5 0.098

Dari table 2.1 dapat dilihat bahwa semakin besar tegangan lelehnya maka

akan semakin besar kadar karbon yang dibutuhkan. Tegangan leleh bahan akan

berpengaruh pada daktilitas bahan. Semakin tinggi tegangan leleh maka semakin

rendah daktilitas dari material tersebut. Daktilitas adalah perbandingan antara εs

dan εy, dimana εs adalah regangan strain hardening dan εy adalah regangan leleh.

Selanjutnya, apabila suatu material logam mengalami keadaan tekan dan

tarik secara berulang, diagram tegangan-regangannya dapat terbentuk seperti

gambar 2.2. lintasan tarik dan tekan adalah sama. Hal ini menunjukkan suatu

keadaan yang disebut efek Bauschinger, yang pertama kali diperkenalkan oleh J.

Bauschinger dalam makalahnya yang dipublikasikan pada tahun 1886.

25

Universitas Sumatera Utara


σy

GAMBAR2.2

Efek Bauschinger

Hubungan tegangan-regangan untuk keperluan analisis ini diidealisasikan

dengan mengabaikan pengaruh tegangan leleh atas (strain hardening) dan efek

Bauschinger, sehingga hubungan antara tegangan dan regangan menjadi seperti

gambar 2.3. Keadaan semacam ini sering disebut sebagai keadaan hubungan

plastis ideal (ideal plastic relation).

26

Universitas Sumatera Utara


σ

σy

o
ε
εy

-σy

GAMBAR 2.3

Hubungan plastis ideal

II.2. MENENTUKAN GARIS NETRAL PROFIL

Garis netral untuk tampang yang sama pada kondisi elastis tidak akan

sama dengan kondisi garis netral pada saat kondisi plastis. Pada kondisi elastis,

garis netral merupakan garis yang membagi penampang menjadi dua bagian yang

sama luasnya. Pada kondisi plastis, garis netral ditinjau sebagai berikut:

27

Universitas Sumatera Utara


σy

D1

A1 Z1

Z2
A2 D2

σy

GAMBAR 2.4

Penentuan letak garis netral secara plastis

D1 = A1. y .................................................................................................... ( 2.4 )

• D1 = A2. y ......................................................................................... ( 2.5 )

Agar terjadi kesetimbangan, maka : D1 = D2

• Sehingga A1 = A2 = ½ A

• Selanjutnya Z1 = S1/A1

Z2 = S2/A2

Dimana : S1 = statis momen pada bidang A1 terhadap garis netral plastis

S2 = statis momen pada bidang A2 terhadap garis netral plastis

D1 = resultan gaya tekan diatas garis netral plastis

D2 = resultan gaya tarik diatas garis netral plastis

Z1 = section modulus luasan 1

28

Universitas Sumatera Utara


Z2 = section modulus luasan 2

Untuk menentukan momen plastis batas digunakan :

• Mp = D1 ( Z1+Z2 )

Mp = y . ½ A ( Z1+Z2 )

II.3. HUBUNGAN MOMEN-KELENGKUNGAN

Pada saat terjadi sendi plastis pada suatu struktur dengan perletakan

sederhana, struktur akan berotasi secara tidak terbatas. Sebelum gaya luar bekeja,

balok masih dalam keadaan lurus.

Setelah gaya luar bekrja, balok akan mengalami pelenturan. Diasumsikan

bahwa material penyusun balok adalah homogen dan diasumsikan bahwa balok

hanya mengalami lentur murni tanpa gaya aksial.

29

Universitas Sumatera Utara


A B C

A1 B1 C1
O

M M

A C
y a B
b
a1 c1
b1
A1 C1
B1

GAMBAR 2.5

Kelengkungan balok

30

Universitas Sumatera Utara


Perubahan kelengkungan akibat lentur murni ditunjukkan oleh gambar 2.5.

Titik A, B, dan C akan tertekan, sedangkan titik A1, B1, dan C1 akan meregang.

Perpanjangan titik A1-A, B1-B, dan C1-C akan mengalami perpotongan pada titik

O. Sudut yang terbentuk akibat terjadinya perubahan kelengkungan dititik A dan

B atau B dan C, dinyatakan dengan φ. Kalau φ ini sangat kecil, maka :

• ab = (ρ - y) φ

• a1 b1 = ρ . φ

d eng an ρ ad alah jari-jari kelengkungan (Radius of curvature ). Sehingga,

regangan pada arah memanjang di suatu serat sejauh y dari sumbu netral dapat

dinyatakan sebagai :

• ε =

• ε = ............................................................................................... ( 2.6 )

dimana 1/ ρ menunjukkan kelengkungan ( K ). Tanda negatif menunjukkan bahwa

pada bagian diatas garis netral berada pada kondisi tekan, sedangkan pada kondisi

dibawah garis netral berada pada kondisi tarik. Dengan ε = /E, maka :

• =

= ............................................................................................. ( 2.7 )

Tegangan tarik pada serat bawah dan tegangan tekan pada serat atas adalah :

• =
31

Universitas Sumatera Utara


Dimana : S = Modulus penampang

• y = D/2

Akhirnya didapat : = dimana S . D/2 = I ( Momen Inersia).

• = = ................................................................................. ( 2.8 )

σy

D/2
z garis netral

D/2

B σy

= Daerah yang mengalami plastis

= Daerah yang berada pada kondisi elastis

GAMBAR 2.6

Distribusi tegangan pada tampang profil IWF

32

Universitas Sumatera Utara


Pada gambar 2.6 dapat dilihat bahwa regangan pada serat terluar telah

mencapai tegangan leleh. Sedangkan serat sejauh z dari garis netral belum

mengalami tegangan leleh. Dengan demikian daerah sejauh 2z materialnya masih

berada pada kondisi elastis dan besarnya momen dalam dapat dicari dari resultan

bagian elastis dan plastis.

Jika z = D/2, hanya serat terluar saja yang mengalami / mencapai kondisi

leleh dan besar momen dalam yang ditahan disebut sebagai momen leleh (My).

• My = S . y......................................................................................... ( 2.9 )

dimana S adalah Modulus penampang (section modulus ).

Dari persamaaan (2.6) dengan harga ε = εy , y = z , dapat diperoleh :

• K = εy / z......................................................................................... ( 2.10 )

Selanjutnya untuk z = ½ D diperoleh :

• Ky = 2 εy / D...................................................................................... (2.11 )

Dimana :

K = kelengkungan pada kondisi plastis sebagian ( partially plastic state ).

Ky = kelengkungan pada saat kondisi leleh.

Pada penampang IWF seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.6, ketika

balok mengalami lentur maka bagian sayap (flens) atas akan memendek dan

bagian sayap bawah akan memanjang / meregang. Selanjutnya selama proses

elastis menuju plastis ada tiga keadaan penting yang harus di periksa yaitu ketika

33

Universitas Sumatera Utara


tegangan leleh masih berada pada daerah sayap, telah melampaui sayap dan

seluruh serat pada bagian sayap telah mengalami leleh.

Perbandingan antara momen plastis (Mp) dan momen leleh (My)

menyatakan peningkatan kekuatan penampang akibat ditinjau pada kondisi plastis.

Perbandingan ini tergantung dari bentuk penampang (shape factor) yang

dinotasikan sebagai f.

(M/My) c

(K/Ky)

GAMBAR 2.7

Hubungan momen-kelengkungan

Dari gambar 2.7 dapat dilihat bahwa suatu kurva hubungan momen

terhadap kelengkungan ( M – K ), dimana dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa

nilai momen (M) akan semakin mendekati f . My apabila harga K semakin besar.

Bila nilai My mencapai nilai faktor bentuk f maka harga K akan mencapai harga

tidak terhingga, dimana ini manandakan bahwa nilai z dalam parsamaan (2.10)

sama dengan nol, dimana y = z, maka seluruh penampang serat mencapai

kondisi plastis penuh dan momen plastisnya adalah Mp = f . My.

34

Universitas Sumatera Utara


II.4. ANALISA PENAMPANG

Pada bagian ini akan diberikan paparan yang lebih mendetail tentang

distribusi tegangan pada keadaan leleh menuju kondisi plastis penuh yang

digambarkan pada gambar 2.8 pada halaman berikutnya :

σy σy
T 1 1
2 2
D/2
t
D

2 2
1 1
B σy σy

Tampang IWF (a) Momen elastis (b) Momen plastis

GAMBAR 2.8

Distribusi tegangan pada keadaan leleh dan keadaan plastis pada profil IWF

II.4.1. MODULUS ELASTIS ( sumbu X )

M = 2M1 + 2M2

M = 2BT ½+

M = 1/2 (BT)(D – T) y

35

Universitas Sumatera Utara


M= y

M= y/D –

σy =


SX = =

SX = – ....................................................... (2.12.a)

II.4.2. MODULUS PLASTIS

Mp = 2M1 + 2M2

Mp = 2 +2 y

Mp = – y

Mp = – y

σy =


Zx = =

Zx = – ………………………………………... ( 2.12 )

Jika menggunakan factor bentuk (shape factor) yang dinotasikan dengan f,

dimana f = Zx / Sx (untuk sumbu X) maka hubungan antara kapasitas momen

pada saat keadaan leleh (My) dan kapastas momen pada keadaan plastis (Mp)

akan menghasilkan persamaan berikut :


36

Universitas Sumatera Utara


• = = =f

• …………………………..………………………….. ( 2.13 )

II.5. FAKTOR BENTUK ( Shape Factor )

Faktor bentuk ( f ) merupakan indeks yang menyatakan perbandingan

antara momen plastis dan elastis.

Dari persamaan (2.13) diperoleh :

Mp = f . My

Mp / My = f

f= .


f= ………………………………………………………. ( 2.14 )

37

Universitas Sumatera Utara


TABEL 2.2

Nilai faktor bentuk pada profil IWF

D B t T Ix Zx
Profil IWF (mm) (mm) (mm) (mm) (cm4) (cm3) f
100x50 100 50 5 7 187 37.5 1.220
100x100 100 100 6 8 383 76.5 1.167
125x60 125 60 6 8 413 66.1 1.226
125x125 125 125 6.5 9 847 136 1.155
150x75 150 75 5 7 666 88.8 1.155
150x100 150 100 6 9 1020 138 1.170
150x150 150 150 7 10 1020 219 1.147
175x90 175 90 5 8 1210 139 1.176
175x125 175 125 5.5 8 1530 181 1.152
175x175 175 175 7.5 11 2880 330 1.141
200x100 200 100 5.5 8 1840 184 1.185
200x150 200 150 6 9 2690 277 1.144
200x200 200 200 8 12 4720 472 1.137
250x125 250 125 6 9 4050 324 1.177
250x175 250 175 7 11 6120 502 1.145
250x250 250 250 9 14 10800 867 1.130
300x150 300 150 6.5 9 7210 481 1.182
300x200 298 201 9 14 13300 893 1.132
300x300 300 300 10 15 20400 1360 1.126
350x175 350 175 7 11 13600 775 1.167
350x250 340 250 9 14 21700 1290 1.139
350x350 350 350 12 19 40300 2300 1.127
400x200 400 200 8 13 23700 1190 1.165
400x300 390 300 10 16 38700 1980 1.132
400x400 400 400 13 21 66600 3330 1.124
450x200 450 200 9 14 33500 1490 1.183
450x300 440 300 11 18 56100 2550 1.140
500x200 500 200 10 16 47800 1910 1.194
500x300 488 300 11 18 71000 2910 1.146
600x200 600 200 11 17 77600 2590 1.223
600x300 588 300 12 20 118000 4020 1.161
700x300 700 300 13 24 201000 5760 1.169
800x300 800 300 14 26 292000 7290 1.183
900x300 900 300 16 28 411000 9140 1.206

38

Universitas Sumatera Utara


Rata – rata sampel ( x ) = = 1.164

Standar deviasi ( )

= 0.01

Faktor bentuk rata –rata = 1.164 – (1.164 x 0.01)

= 1.147

Maka faktor bentuk ( f ) = 1.147

II.6. SENDI PLASTIS

II.6.1. Umum

Sendi plastis merupakan suatu kondisi dimana terjadi perputaran sudut

(rotasi) pada suatu struktur yang berlangsung secara terus-menerus sebelum pada

akhirnya mencapai keruntuhan yang diakibatkan oleh pembebanan eksternal.

Dengan timbulnya sendi plastis pada suatu struktur maka sifat dari

konstruksi tersebut akan berubah, sebagai contoh:

1. Bila konstruksi semula merupakan konstruksi statis tertentu, maka dengan

timbulnya satu sendi plastis akan membuat konstruksi menjadi labil dan

runtuh.

2. Pada suatu konstruksi hiperstatis berderajat n, bila timbul satu sendi plastis

maka konstruksi akan berubah derajat kehiperstatisannya. Kemudian untuk

39

Universitas Sumatera Utara


menjadikannya runtuh diperlukan sendi plastis dengan jumlah tertentu

sesuai dengan derajat hiperstatis dari suatu konstruksi

Dengan timbulnya sendi plastis pada suatu konstruksi maka momen yang

semula dihitung dengan cara elastis harus dihitung kembali sesuai dengan

perubahan sifat konstruksi yang ditimbulkan oleh sendi plastis tersebut.

Dalam hal ini, pertama-tama penulis akan meninjau distribusi tegangan

normal pada penampang profil IWF seperti tergambar pada gambar 2.9. berikut

ini:
y y y y

(1-

My Mep Mp

y y y

Profil IWF Situasi leleh Situasi elastoplastis Situasi plastis


(a) (b) (C) (d)

Gambar 2.9.

Distribusi tegangan pada penampang IWF

Dimana: My = Momen leleh

Mep = Momen elastoplastis/momen peralihan

40

Universitas Sumatera Utara


Mp = Momen plastis

Gambar 2.9 menunjukkan bahwa penampang telah mencapai momen tahanan

leleh (MRelastis) kemudian mengalami keadaan peralihan (elastoplastis) dan

akhirnya mencapai keadaan momen plastis (MR plastis). Pada penampang ini

terjadi distribusi tegangan leleh yang diawali dari serat terluar. Gambar 2.9

memperlihatkan tinggi bagian panampang yang mendapatkan distribusi tegangan

yang disebut sebagai jarak elastis ( D/2).

Perhatikan tegangan dan regangan yang terjadi pada gambar 2.10 berikut:

yB σy σy

D/2(1- )
D/2 M M
.D/2

K
D/2

σy σy

Profil IWF Diagram Regangan Diagram Tegangan


(a) (b) (c)

GAMBAR 2.10
Diagram Tegangan Regangan

Dari Gambar : K = kelengkungan =

R = Jari-jari kelengkungan

= Regangan

41

Universitas Sumatera Utara


y = Tinggi serat yang ditinjau dalam keadaan elastis (jarak plastis)

Maka tg K = (untuk sudut kecil tg K = K).

Dari persamaan (2.7) : =

Untuk y = , Didapat rumus untuk keadaan elastoplastis

• = ………………….……………………………………….. (2.15)

Rumus untuk keadaan leleh, dimana = 1 dan y = D/2 adalah:

• = …………………………………………………………… (2.16)

II.6.2. Bentuk Sendi Plastis

Sendi plastis akan membentuk suatu persamaan garis tertentu sebelum

terjadi keruntuhan.

Kita tinjau proses terjadinya sendi plastis dan panjang plastis (lp) pada

balok sepanjang L dengan pembebanan terpusat simestris

42

Universitas Sumatera Utara


O x

Gambar 2.11.a
Bentuk sendi plastis pada balok dengan pembebanan terpusat

MR = Mp ( 1 - )

MR = Mp ( 1 – βα2 )

(1- ) = ( 1 – βα2 )

x = βLα2

α = βL

f(x) = βL

f(x) = βL

Gambar 2.11.b
Lengkung sendi plastis beban terpusat
43

Universitas Sumatera Utara


Sekarang kita tinjau proses terjadinya sendi plastis dan panjang plastis

(lp) pada balok sepanjang L dengan pembebanan terbagi rata.

O
g.n
x

lp

Gambar 2.12a

Bentuk sendi plastis pada balok dengan pembebanan terbagi rata

MR = Mp ( 1 - )

MR = Mp ( 1 – βα2 )
α

(1- ) = ( 1 – βα2 )
f(x) = βLx
x = βL α
2 2 2

α = βLx

f(x) = βLx β
Gambar 2.12.b.

kurva sendi plastis beban terbagi rata

44

Universitas Sumatera Utara


II.7. ANALISA STRUKTUR SECARA PLASTIS

II.7.1. Pendahuluan

Analisa strukur secara plastis bertujuan untuk menentukan beban batas

yang dapat dipikul oleh suatu struktur ketika mengalami keruntuhan. Keruntuhan

struktur dimulai dengan terjadinya sendi plastis. Keruntuhan dapat bersifat

menyeluruh ataupun bersifat parsial.

Suatu struktur hiperstatis berderajat n akan mengalami keruntuhan total

jika kondisinya labil, disini telah terbentuk lebih dari n buah sendi plastis.

Keruntuhan parsial terjadi apabila sendi plastis yang terjadi pada mekanisme

keruntuhan tidak menyebabkan struktur hiperstatis menjadi statis tertentu. Jadi

struktur masih hiperstatis dengan derajat yang lebih rendah dari semula.

Suatu struktur statis tak tentu mampunyai sejumlah mekanisne keruntuhan

yang berbeda. Setiap mekanisme keruntuhan itu menghasilkan beban runtuh yang

berbeda. Sehingga akhirnya dipilihlah mekanisme yang menghasilkan beban

runtuh terkecil.

Jumlah sendi plastis yang dibutuhkan untuk mengubah suatu struktur

kedalam kondisi mekanisme runtuhnya sangat berkaitan dengan derajat statis tak

tentu yang ada dalam struktur tersebut. Dalam hal ini dapat dibuat rumusan

sebagai berikut :

n = r + 1…………………………………………………………………… (2.17)

45

Universitas Sumatera Utara


dimana : n = jumlah sendi plastis untuk runtuh

r = derajat statis tak tentu

1. Untuk struktur balok dua perletakan sendi-sendi (struktur statis tertentu)

dengan r = 0 dan n = 1

(a) Struktur pembebanan (b) Mekanisme runtuh

GAMBAR 2.13.a
Mekanisme Keruntuhan Balok
Struktur diatas hanya memerlukan sebuah sendi plastis untuk mencapai

mekanisme runtuhnya yaitu sendi plastis pada momen maksimum

(dibawah beban titik).

2. Struktur balok dua perletakan sendi-jepit (struktur statis tak tentu

berderajat satu) dengan r = 1 dan n = 2.

(a) Struktur pembebanan (b) Mekanisme runtuh

P
GAMBAR 2.13.b

Mekanisme Keruntuhan Balok


46

Universitas Sumatera Utara


Struktur perletakan ini memerlukan dua buah sendi plastis untuk

mencapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis pada sistem

perletakan tersebut akan terjadi pada titik dimana terjadinya momen

maksimum dan pada perletakan jepit.

3. Untuk balok struktur perletakan jepit- jepit (struktur statis tak tentu

berderajat dua) dengan r = 2 dan n = 3.

(b) Struktur pembebanan (b) Mekanisme runtuh

GAMBAR 2.13.c
Mekanisme Keruntuhan Balok

Pada struktur perletakan ini diperlukan tiga buah sendi plastis untuk

mencapai mekanisme keruntuhannya. Sendi plastis pada sistem

perletakan tersebut akan terjadi pada titik dimana terjadinya momen

maksimum dan pada kedua perletakan jepitnya.

II.7.2. Perhitungan Struktur

Pada prinsipnya jika suatu struktur mencapai kondisi keruntuhan maka

akan dipenuhi tiga kondisi berikut :

47

Universitas Sumatera Utara


1. Kondisi leleh (Yield Condition)

Momen lentur dalam struktur tidak ada yang melampaui momen batas

(Mp).

2. Kondisi keseimbangan (Equilibrium Condition)

Jumlah gaya-gaya dan momen dalam keadaan seimbang adalah nol

3. Kondisi mekanisme (Mecanism Condition)

Beban batas tercapai apabila terbentuk suatu mekanisme keruntuhan.

Ketiga kondisi diatas menjadi syarat dari teorema berikut :

1. Teorema batas bawah (Lower Bound Theorem)

Teorema batas bawah menetapkan atau menghitung distribusi momen

dalam struktur berdasarkan kondisi keseimbangan dan leleh. Beban yang

dianalisa memiliki faktor beban (λ) yang memiliki nilai yang lebih kecil

dari harga yang sebenarnya (λc), dirumuskan λ≤ λc, sehingga ha sil yang

dihasilkan mungkin aman atau benar, karena hasil yang diperoleh lebih

kecil atau sama dengan nilai faktor beban yang sebenarnya.

2. Teorema batas atas (Upper Bound Theorem)

Jika distribusi momen yang diperoleh dihitung berdasarkan syarat yang

memenuhi kondisi keseimbangan dan mekanisme, dapat dipastikan

bahwa harga faktor bebannya akan lebih besar atau sama dengan harga

sebenarnya, λc. jadi λ ≥ λc.

Sehingga nilai yang dihasilkan mungkin benar atau mungkin tidak aman.

48

Universitas Sumatera Utara


3. Teorema unik (Unique Theorem)

Distribusi momen untuk teorema ini akan memenuhi ketiga kondisi

tersebut diatas sehingga akan diperoleh nilai faktor beban eksak dari

mekanisme struktur yang ditinjau : λ = λc. Pada teorema ini terdapat tiga

metode yang dapat digunakan :

a) Metode statis

b) Metode kerja virtual (Virtual Work Method)

c) Metode distribusi momen (Momen Balancing Method)

II.7.3. Metode kerja virtual

Metode kerja virtual adalah metoda yang meninjau keseimbangan energi

dari struktur tersebut ketika mengalami mekanisme runtuhnya. Persamaan kerja

virtual ini dapat ditulis sebagai berikut :

∑ Wi . ∆i = ∑Mj . θj.................................................................................. (2.18)

Dimana : Wi = beban luar (beban terpusat atau terbagi rata)

∆i = Deformasi struktur

∆i = L/2 tan θ , untuk sudut yang kecil tan θ = θ

Tan θ = θ

Mj = Momen pada tampang kritis

θj = Sudut rotasi sendi plastis


49

Universitas Sumatera Utara


BAB III

ANALISA BEBAN RUNTUH (COLLAPSE)


III.1. Umum

Faktor beban, atau yang sering kita sebut sebagai faktor keamanan (safety

factor) dapat dirumuskan dalam beberapa cara. Umpamanya pada teori elastis,

faktor ini dirumuskan sebagai tegangan leleh di bagi dengan tegangan izin, σy/σ;

atau dapat pula dirumuskan sebagai beban pada kondisi tegangan leleh dibagi

dengan beban kerja. Beban kerja didefinisian sebagai beban yang menimbulkan

tegangan izin maksimum.

Rumusan yang digunakan pada teori plastis menyatakan bahwa faktor

keamanan merupakan hasil pembagian antara kapasitas beban maksimum dengan

beban kerja; yang ekivalen dengan momen plastis dibagi dengan momen elastis,

Mp/M. Dari uraian sebelumnya, kita ketahui bahwa momen plastis sama dengan

σy.Z = σy .S.f, dan momen elastis sama dengan σy .S. Sehingga dengan

mensubstitusikan harga-harga ini kedalam persamaan Mp/M, akan kita peroleh:

Faktor beban atau faktor keamanan =

Harga faktor beban (load faktor) untuk balok diatas dua tumpuan

sederhana dapat kita lihat dalam tabel 3.1. Dari table ini dapat diinterpretasikan

bahwa sebuah balok persegi panjang yang didesain dengan metode elastis yang

tegangan izinnya sebesar 20 ksi, tidak akan runtuh hingga beban yang bekerja

tersebut mencapai 2,48 kali beban yang direncanakan.

50

Universitas Sumatera Utara


Table 3.1. faktor beban untuk beberapa penampang

Faktor Faktor
Penampang σ(ksi) MPa σy/σ
bentuk beban
Rolled 20 138 33/20 1,12 1,85
Segi-empat 20 138 33/20 1,50 2,48
Segi-empat 24 165 33/24 1,50 2,06
Segi-empat 26 179 33/24 1,50 1,90
lingkaran 30 207 33/30 1,70 1,87

Sedangkan bila direncanakan untuk tegangan tegangan izin sebesar 26 ksi,

akan kita peroleh faktor 1,90. Demikian juga, dapat kita lihat bahwa penampang

lingkaran dengan tegangan izin 30 ksi, akan mempunyai faktor beban 1,87 yang

mendekati hasil sebelumnya.

Bagian 2.1 dari AISC18 menggunakan faktor beban 1,70 untuk balok yang

terletak diatas dua tumpuan maupun balok menerus. Sedangkan faktor beban

untuk portal adalah 1,85 bila menahan beban mati dan beban hidup saja; dan 1,4

bila struktur tersebut menahan beban ini ditambah beban gempa ataupun beban

angin.

Faktor (koefisien) 1,70 ini diambil berdasarkan pada tegangan izin sebesar

0,66 σy, dan faktor bentuknya adalah 1,12 yang berasal dari penampang rolled w

shapes. Jadi,

sf = σy/σ . f = (σy/0,66σy) . 1,12 = 1,70.

51

Universitas Sumatera Utara


Dengan sf adalah factor keamanan atau factor beban.

Harga ini dipakai dalam desain plastis, dimana beban rencana atau beban

kerja dapat diperoleh dari beban plastis (beban runtuh) dibagi dengan faktor

beban.

III.2.Analisis tahap demi tahap

Struktur pertama yang kita tinjau adalah sebuah balok dengan kedua ujung

terjepit, seperti tergambar dibawah. Geometri dan beban dari struktur ini

dinyatakan tanpa satuan, yaitu panjangnya dinyatakan dengan L, momen plastis

penampang Mp, dan beban meratanya ditetapkan sebesar w per panjang satuan.

Selanjutnya, tingkah laku struktur terhadap peningkatan bebannya akan

diperhatikan.

w/satuan panjang
A B
C
L
Gambar 3.1. balok yang kedua ujungnya terjepit

Pertama, kita ketahui bahwa sampai beban tertentu, struktur masih bersifat

elastis. Sehingga dengan menerapkan analisis elastis, kita dapat menentukan

besarnya momen tumpuan, MA = MB = wL2/12. Sedangkan momen ditengah

bentangnya adalah MC = wL2/24. Dengan menggunakan momen-momen ini, kita

dapat menggambarkan diagram momen, seperti gambar 1.7. Selanjutnya bila

kedua momen terbesar pada kedua tumpuan A dan B telah mencapai kapasitas

52

Universitas Sumatera Utara


momen plastisnya, akan kita peroleh beban w sebesar 12Mp/L2, yang

mengakibatkan terjadinya sendi plastis pada kedua ujung tumpuan ini .

Kemudian dengan penambahan beban berikutnya, nilai momen kedua

tumpuan tersebut tidak berubah; tetapi dititik ini akan terjadi rotasi. Keadaan ini

menunjukkan bahwa sturktur tersebut bertingkah laku seperti balok statis tertentu,

dimana bidang momen yang bersesuaian dapat kia gambarkan pada gambar 1.7.b.

Tampak bahwa momen pada kedua tumpuan adalah sebesar nol dan

momen ditengah bentang adalah w’L2/8. Sedangkan w’ adalah faktor beban yang

baru. Dengan memperhatikan gambar tersebut, kita dapat mengetahui bahwa nilai

momen maksimum di titik C adalah:

MC = Mp/2 + w’L2/8

dimana momen ini akan menjadi sama dengan kapasitas momen plastis Mp, bila

w’ mencapai 4 Mp/L2 atau w sebesar 16 Mp/L2.dengan terbentuk tiga buah sendi

plastis ini, dapat kita pastikan bahwa struktur tersebut akan mengalami keruntuhan

(collapse). Jadi, dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa beban runtuhnya adalah:

Wc = 16 Mp/L2

Meskipun dari analisa contoh ini belum dapat kita ketahui kisaran nilai

factor beban (load factor), namun disini kita bisa langsung mengetahui nilai beban

runtuhnya, dengan terlebih dahulu mengetahui dimensi gelagar dari struktur

tersebut, sehingga kita bisa menghitung kapasitas momen plastis penampang

tersebut berdasarkan persamaan (2.13) : Mp = f . My

Dimana : f = faktor bentuk penampang

My = y. S

53

Universitas Sumatera Utara


w/l’ wL2/8

A B Mp
C A

wL2/12 Mp/2
L
a. kondisi pertama
w/l’
A B Mp
C
w’L2/8 Mp
L

b. kondisi kedua

Gambar 3.2. Peningkatan momen dalam

Selain dengan uraian diatas, kita dapat pula menggunakan metode moment

area untuk menggambarkan analisis semacam itu. Metode ini menggunakan

persamaan-persamaan berikut ini sebagai persamaan dasarnya

- - ………………………………………………………. (3.1)

- - ……………………………………………………… (3.2)

∆c = - - …………………………………………………..... (3.3)

dengan , , dan ∆c berturut -turut menyatakan besarnya rotasi di titik A, B,

dan lendutan (defleksi) di titik C. Syarat kompatibilias pada kondisi elastis

menghendaki bahwa di titik A, dan B tidak terjadi rotasi, sehingga , bernilai

nol. Dengan memasukkan harga-harga ini kedalam persamaan diatas, kita peroleh:

MA = MB = wL2/12 …………………………………………………………... (3.4)

54

Universitas Sumatera Utara


Selanjutnya, dengan meninjau keseimbangan momen ditengah bentang, akan kita

peroleh :

MC = wL2/8 – (MA + MB)/2 = wL2/24……………………………………… (3.5)

Sedangkan besarnya lendutan yang terjadi dititik ini dapat kita tentukan

dengan mensubstitusikan harga kedua momen tersebut kedalam Persamaan (3.3),

dan menghasilkan :

∆c = wL4/348EI……………………………………………………………….. (3.6)

yang merupakan lendutan pada kondisi elastis.

Dengan memperhatikan diagaram momennya, dapat kita pastikan bahwa

secara serentak akan terjadi sendi plastis pada tumpuan A dan B, dimana

bebannya mencapai 12Mp/L2. Hal ini juga berarti bahwa momen pada kedua

tumpuan tersebut sama dengan kapasitas momen plastis dari penampangnya, Mp.

Selanjutnya dari persamaan (3.3) dapat kita tentukan besarnya lendutan ditengah

bentang, yakni :

∆c = – = ……………………………………… (3.7)

MB Mp
MA wL2/8
Mp
MC C

Gambar 3.3. Diagram momen kondisi ketiga

Adanya penambahan beban berikutnya dapat menyebabkan terbentuknya

sendi plastis yang ketiga, dan dari gambar ini dapat kita pastikan letak sendi

55

Universitas Sumatera Utara


tersebut adalah ditengah bentangan. Dengan demikian, momen dititik ini sama

dengan Mp, dan kita hasilkan :

Mp = wL2/8 – Mp

Atau

Mp = wL2/16

Maka

w = 16 Mp/L2 ………………………………………………………… (3.8)

bila kita substitusikan harga w dan MA = MB = Mp ini kedalam Persamaan (3.3),

kita dapat tentukan bahwa :

∆c = ……………………………………………………………. (3.9)
yang merupakan besarnya lendutan pada kondisi plastis, sebelum struktur tersebut

mengalami keruntuhan.

y
b
c (a) lendutan

(b) mekanisme runtuh

Gambar 3.4. Bentuk lendutan dan mekanisme runtuhnya


56

Universitas Sumatera Utara


Dengan menggabungkan bentuk ledutan dari semua kondisi tersebut, akan

terlihatlah peningkatan lendutan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar (3.4).

Selama proses dari kondisi kedua hingga kodisi ketiga tidak terjadi perubahan

momen pada tumpuannya, tetapi telah kita ketahui bahwa beban dan momen

ditengah bentangannya masih dapat bertambah. Keadaan ini dimungkinkan karena

adanya redistribusi momen dalam struktur. Hubungan antara beban (w) terhadap

lendutan ditengah bentangan (∆c), yang dinyatakan oleh kurva oycb yang terdapat

pada gambar (3. 5) berikut :

beban
c b
16Mp/L

y oy : elastis
12Mp/L
yc : elastoplastis
cb : keruntuhan plastis

lendutan
o

Gambar 3.5. hubungan beban lendutan

Ternyata garis lendutan yang terjadi setelah titik C adalah horizontal. Ini

sesuai dengan kenyataan, bahwa lendutan pada kondisi plastis akan terus

bertambah tanpa memerlukan penambahan beban lagi. Keadaan ini menunjukkan

bahwa struktur telah mencapai mekanisme runtuhnya.

57

Universitas Sumatera Utara


Untuk lebih jelasnya, disini penulis akan memaparkan beberapa metode

yang umum digunakan dalam penentuan nilai factor beban (perbandingan beban

batas/runtuh terhadap beban layan) dari beberapa jenis struktur yang ditinjau

khususnya struktur bentang, baik dari bentang sederhana hingga ke bentang

menerus yang menjadi pokok bahasan kita.

III.3. Metode statis

Metode yang sering disebut juga dengan cara grafostatis ini berdasarkan

teorema batas bawah, dimana distribusi momen disetiap penampangnya tidak ada

yang melampaui kapasitas momen plastisnya. Besarnya faktor beban, kita

tentukan dari diagram momen yang sesuai.

III.3.1. Balok sederhana

Sesuai dengan persamaan (2.17), struktur ini hanya memerlukan sebuah

sendi plastis untuk mencapai mekanisme runtuhnya. Mekanisme dan diagram

momen yang bersesuaian dapat dilihat pada gambar (3.6)

Sedangkan kurva beban-lendutannya kita gambarkan pada gambar (3.7).

Daerah elastis dibatasi sampai titik leleh saja, yaitu hingga titik yang mempunyai

nilai momen maksimum sama dengan momen leleh (yield moment) yang dalam

gambar tersebut dinyatakan oleh titik a. Beban pada kondisi ini disebut sebagai

beban leleh ;

Wy = 4Mp/L = 4Mp/f.L = Wc/f……………………………………….……… (3.9)

58

Universitas Sumatera Utara


Dimana : My = mommen leleh

Mp = momen plastis

Wc = beban keruntuhan

f = factor bentuk penampang (shape factor).

L/2 L/2

(c) Struktur pembebanan (b) Mekanisme runtuh

wL/4

(c)Bidang momen

Gambar 3.6. Mekanisme dan diagram momen yang bersesuaian untuk balok
sederhana

Dari persamaan (3.9), ternyata bahwa perbandingan antara Wc dengan Wy

akan sama dengan faktor bentuk f. Daerah dalam garis c - b merupakan daerah

59

Universitas Sumatera Utara


plastis, dimana rotasi maupun lendutan struktur bertambah terus tanpa adanya

penambahan beban lagi.

w
c b
4Mp/L

a oc : elastis
4Mp/fL

L0/2 cb : keruntuhan plastis

o
Gambar (3.7). Hubungan beban lendutan

III.3.2. Balok bertumpuan sendi dan jepit

Umumnya, diagram momen dari struktur statis tak tentu dapat dipisahkan

dalam dua bagian, yaitu momen yang ditimbulkan oleh beban luar dengan

menganggap struktur sebagai konstruksi statis tertentu; dan yang diakibatkan oleh

momen dalam atau reaksi perletakan. Diagram yang pertama disebut momen

bebas (free moment), dan yang kedua sebagai momen reaktan (reactant moment),

yang berturut-turut diperlihatkan pada gambar (3.8) c dan d, sebagai berikut :

60

Universitas Sumatera Utara


P

(a) Struktur pembebanan

b a
L

Mp (b) Momen resultan

Mp

(c) Momen bebas


Wab/L

(d) Momen reaktan


Mp

Gambar 3.8. Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan sendi
dan jepit dengan beban terpusat

Dari syarat keseimbangan, dapat kita turunkan persamaan momen dibawah

titik beban sebagai :

Mp + (b/L) Mp = (W.a.b)/L

Mp = (W.a.b)/(L+b)

Atau kita peroleh beban runtuh :

Wc = (L + b) Mp/(a.b)…………………………………………...….. (3.10)

61

Universitas Sumatera Utara


Dengan demikian, dari penyelesaian diatas dapat ditarik kesimpulan

bahwa secara umum sendi plastis akan terbentuk pada tumpuan jepit dan dibawah

beban titik.

Sedangkan, bila struktur ini menahan beban terbagi rata, perlu dianalisa

lagi letak momen maksimum yang terjadi padanya, karena secara otomatis letak

sendi plastis dibentangan akan terjadi tepat dibawah momen maksimum,dan

permasalahan ini tak dapat diselesaikan hanya dengan persamaan matematik

sederhana. Tetapi telah kita ketahui, bahwa momen maksimum terjadi, bila

dMx/dx = 0 telah terpenuhi pada suatu penampang berjarak x dari tumpuan yang

kita tinjau, karena gaya lintang pada titik ini bernilai nol. Sekarang kita

perhatikan terlebih dahulu gambar berikut :

w/satuan panjang

A B

L
(a)struktur
x
Mp

Mp

(b)bidang momen

w/satuan panjang Mp

Mp

L-x x

Gambar 3.9. Letak momen maksimum pada balok bertumpuan sendi dan jepit
dengan pembebanan terbagi rata

62

Universitas Sumatera Utara


Dengan menetapkan keseimbangan terhadap titik A, kita peroleh :

(1/2) W (l – x)2 – Mp – Mp = 0

(1/2) W (l – x)2 = 2Mp

Dari keseimbangan terhadap titik B, dihasilkan :

(1/2) W x2 – Mp = 0

(1/2) W x2 = Mp

Dengan menyamakan kedua persamaan ini, kita peroleh :

(1/2) W (l – x)2 = Wx2 + 2Lx – L2 = 0

dan bila persamaan ini diselesaikan, akan kita peroleh letak momen maksimum
yang diukur dari tumpuan B, yaitu :

x = ( 2 – 1) L = 0,4142 L

Selanjutnya beban runtuh dapat ditentukan dengan memasukkan harga


x = 0,4142L ini kedalam persamaan sebelumnya, sehingga :

0,5W (0,4142L)2 = Mp

Atau :

Wc = 11,66 Mp/L2…………………………………………….……. (3.11)

III.3.3. Balok yang kedua tumpuannya jepit

Untuk kondisi beban terpusat seperti yang ditunjukkan pada gambar

(3.10), terdapat persamaan momen elastis yang ditunjukkan oleh gambar (3.10.b),

dimana a dan b berturut-turut menyatakan jarak dari masing- masing tumpuannya.

63

Universitas Sumatera Utara


w

Mp Mp

a b Mp

L
(d) Momen resultan
(b) Struktur pembebanan

Wab2/L2
- - Wa2b/L2
- Mp

+ Wa2b2/L2

(e) Momen reaktan


(b) Diagram momen elastis

+ Wab/L

(c) Mekanisme runtuh


(e) Momen bebas

Gambar (3.10) Diagram momen yang bersesuaian untuk balok bertumpuan jepit
dengan pembebanan terpusat

Sehingga besar momen dititik beban dapat dirumuskan sebagai berikut :

Mp + Mp = (Wab)/ L

2Mp = (Wab)/L

Sehingga, beban runtuhnya adalah :

Wc = 2 MpL/(ab)…………………………………………………………..…(3.12)

Sedangkan bila struktur tersebut memikul beban merata, bidang momen

ketika terjadi keruntuhan dapat kita tetapkan seperti gambar (3.11.c). letak momen

64

Universitas Sumatera Utara


maksimum ataupun sendi plastisnya tentunya ditengah bentangan. Dengan

demikian, persamaan momen pada titik ini adalah :

Mp + Mp = WL2/8

Dan

Wc = 16Mp/L2……………………………………………………………..…(3.13)

w/satuan
A B (d) Struktur pembebanan
C
L
(b) Mekanisme runtuh

wL2/8

(c) Momen resultan


Mp
Mp
wL2/12

Gambar (3.11). Mekanisme runtuh dan diagram momen pada balok


dengan perletakan jepit-jepit

III.3.4.Balok menerus

Balok menerus dapat pula dianalisis dengan menggunakan prinsip

sebelumnya. Akan tetapi terdapat beberapa hal penting yang perlu kita perhatikan,

antara lain :

65

Universitas Sumatera Utara


• Setiap bentangan dapat memiliki bentuk atau ukuran penampang yang

berbeda, sehingga mungkin momenplastis penampangnya juga berlainan.

Keadaan ini dapat menyebabkan kapasitas momen plastis dititik sebelah

kiri dan kanan dari suatu tumpuan tidak sama.

• Setiap bentangan tergantung kondisi bebannya, mungkin tidak akan runtuh

secara bersamaan, sehingga bentangan tersebut harus kita periksa

tersendiri. Dalam keadaan tertentu, dimana kita inginkan suatu struktur

dengan pemakaian bahan yang relatuf hemat tergantung pada biaya

penyambungan dan sebagainya, kita perlu menetapkan ukuran penampang

dari bentangan tersebut sedemikian rupa sehigga akan terjadi mekanisme

runtuh yang bersamaan.

Perhatikanlah suatu balok menerus pada gambar (3.12), dimana kapasitas

momen plastis bentangan tengah dan tepi berbeda. Mula-mula, akan kita tinjau

mekanisme pada bentang A – B dan C – D. Bidang momen untuk kedua

mekanisme ini diperlihatkan pada gambar (3.12) b dan c, dimana persoalannya

akan menyerupai persoalan sebuah balok yang memiliki tumpuan jepit dan sendi.

66

Universitas Sumatera Utara


w 2w 1.5w
Mp B 1.5Mp C Mp D
A

L L 1.5L 1.5L L L

(a)Struktur dan pembebanan

(b)Mekanisme runtuh pada bentang pinggir

Mp Mp
- -
Mp + + Mp
c d
- -

+
e

(c – e)Bidang momen

- -

+ 0,5Mp 0,75M +
+
1,5Mp

(f)Mekanisme runtuh saat bentangan tengah runtuh

(g)Bidang momen saat bentangan tengah runtuh

Gambar (3.12). Mekanisme runtuh dan bidang momen yang bersesuaian


pada balok menerus untuk beban terpusat

67

Universitas Sumatera Utara


Persamaan keseimbangan dititik beban pada bentang A – B, adalah :

Mp + 0,5 Mp = 0,5 wL

Mp = 0,33 wL

Atau :

Wc = 3Mp/L

Sedangkan untuk bentang C – D adalah :

Mp + 0,5 Mp = 0,75 wL

Mp = 0,50 wL

Maka :

Wc = 2 Mp/L

Seandainya mekanisme runtuh terjadi pada bentang B – C, momen dalam

tumpuan B tidak akan lebih besar dari Mp. Bidang momen untuk mekanisme ini

diperlihatkan pada gambar (3.12) c, dan kita ketahui bahwa problemanya akan

menyerupai problema suatu balok yang kedua tumpuannya jepit. Persamaan

keseimbangannya adalah :

Mp + 1,5 Mp = 3/2 wL

Maka :

Mp = 0,6 wL

Atau :

Wc = 5 Mp/3L……………………………………………...................(3.14)
68

Universitas Sumatera Utara


Dengan membandingkan ketiga beban runtuh tersebut, dapat kita tentukan

bahwa mekanisme runtuh yang pertama kali terjadi akan terletak pada bentang

B – C dengan nilai beban runtuhnya ditunjukkan pada persamaan (3.14). Dengan

demikian, bentang ini merupakan bentang kritis. Ternyata bila kita

membandingkan momen plastisnya, bentang B – C merupakan bentang yang

memiliki nilai Mp terbesar.

Kesimpulannya, bila pada suatu tumpuan terdapat kapasitas momen plastis

yang tidak sama besar, sendi plastis akan terjadi pada titik yang terletak pada

bentangan yang lebih lemah (yang mempunyai kapasitas momen plastis

penampang yang lebih kecil).

Untuk balok menerus yang memikul beban merata dapat kita lihat gambar

(3.13). Berdasarkan kesimpulan tersebut, sendi plastis ditumpuan B dan C

berturut-turut akan terletak pada bentang B – A dan C – D. Persamaan untuk

bentang A – B :

2 Mp + 0,5 Mp = 1,5 wL2

Sehingga kita peroleh beban runtuh :

Wc = 1,67 Mp/L2

Untuk bentang B – C, lihat gambar (3.13) c.

Mp + Mp = (1/8) 3 wL2

Mp = (9/16) wL2

69

Universitas Sumatera Utara


Maka :

Wc = 1,77 Mp/L2

Selanjutnya, untuk bentang C – D (gambar 3.13.d) :

2 Mp + (4/3) Mp = 4 wL2

Mp = 1,2 wL2

Sehingga :

Wc = 0,833 Mp/L2……………………………………………………(3.15)

Perhatikan bahwa beban runtuh wc pada bentang C – D merupakan nilai yang

terkecil. Jadi, sekali lagi dapat kita katakan bahwa bentang C – D merupakan

bentang kritis.

70

Universitas Sumatera Utara


3wL 6wL
w/satuan panjang
B C D
A
2Mp Mp 2Mp

L L 3L L 2L

(a)Struktur dan pembebanan

2Mp
Mp Mp -
- -

2Mp + + 2Mp
b c

Mp

d
(b – d)Bidang momen

(f)Mekanisme keruntuhan

Gambar (3.13). Mekanisme runtuh dan bidang momen yang bersesuaian


pada balok menerus untuk beban kombinasi

71

Universitas Sumatera Utara


III.4. Metode Kerja Virtual

Dapat kita lihat dari uraian sebelumnya, bahwa metode statis sangat baik

untuk menyelesaikan berbagai problema keruntuhan pada balok dan struktur yang

hanya memiliki satu atau dua redundan. Akan tetapi, metode ini akan banyak

memakan waktu bila diterapkan pada struktur yang mempunyai beberapa

redundan. Cara lain yang dapat kita lakukan adalah meninjau keseimbangan

energi dari struktur tersebut ketika mengalami mekanisme runtuhnya. Proses

penyelesaian yang berdasarkan prinsip ini akan lebih cepat. Pada saat runtuh

(collapse), struktur akan mengalami deformasi, sehingga beban luar w akan

menjalani kerja-luar sebesar w. Kerja-luar total dari seluruh beban adalah ∑wδ,

yang diserap oleh setiap sendi plastis melalui perubahan sudut θ. Energy dari

masing-masing sendi plastis yang disebut sebagai kerja dalam adalah sebesar

Mpθ. Dengan demikian, kerja dalam untuk seluruh sendi menjadi ∑ Mpθ. Kondisi

keseimbangan menghendaki kerja luar harus sama dengan kerja dalam, sehingga

menghasilkan persamaan :

∑wδ = ∑ Mpθ…………………………………………………….………….(3.16)

Dalam metode ini, kita perlu memperkirakan letak sendi plastisnya, dan

mencoba beberapa mekanisme yang mungkin terjadi. Karena metode ini

berdasarkan teorema batas atas, beban runtuh yang dihasilkan akan sama ataupun

lebih besar dari nilai yang sebenarnya. Dengan demikian, inti persoalan dalam

metode ini adalah menentukan harga faktor beban yang paling kecil atau kapasitas

momen plastis yang terbesar.

72

Universitas Sumatera Utara


Mekanisme pada struktur kerangka dapat dibagi menjadi :

• Mekanisme balok (beam mechanism)

• Mekanisme panel (sway mechanism)

• Mekanisme kombinasi (combine mechanism), dan

• Mekanisme gable, yaitu mekanisme khusus yang terjadi pada portal

beratap lancip (gable frame).

Karena dalam tugas akhir ini penulis hanya membahas mengenai struktur

balok menerus, maka disini kita hanya akan membahas tentang mekanisme balok

(sway mechanism) saja.

III.4.1. Balok bertumpuan sendi-jepit

w/satuan panjang

A B

L
(a)struktur

Θ α

Θ+α

X L-x

Gambar (3.14). Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok bertumpuan
sendi-jepit

Dari gambar tersebut, dengan mengacu pada persaman (3.16), dihasilkan

formulasi beban runtuh :


73

Universitas Sumatera Utara


wc= ………………………………………...…………….(3.17)

Letak momen maksimum, yang juga merupakan letak sendi plastisnya

dapat kita tentukan dengan cara mendiferensiasikan persamaan ini terhadap x.

sehingga, kita peroleh :

x2 – 4Lx + 2L2 = 0……………………………………………………………(3.18)

persamaan kuadrat ini akan mempunyai jawab x = 0,5878 L

Dengan mensubstitusikan harga x ini kedalam persamaan (3.17), akan

dihasilkan beban runtuh wc = 11,66 Mp/L2. Ternyata, baik metode statis maupun

metode kerja virtual (metode kinematis), memberikan hasil penyelesaian yang

sama besar, yang artinya penyelesaian ini memenuhi teorema unik.

III.4.2. Balok yang kedua tumpuanya jepit

Diasumsikan bahwa semua penampangnya memiliki kapasitas momen plastis

yang sama besar. Dari persamaan kerja :

wδ = - Mp (-θ) + Mp 2θ – Mp (-θ)

w θ L/2 = 4Mpθ

kita peroleh :

wc = 8Mp/L

jika a = b = L/2, disubstitusikan kedalam persamaan (3.12), akan kita peroleh hasil
yang sama besar.

74

Universitas Sumatera Utara


w

θ θ

L/2 L/2 2θ
L

- Mp - Mp

Gambar (3.15). Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok tumpuan jepit-jepit

III.4.3. Balok menerus

Disini akan kita gunakan contoh yang ada pada pasal (III.3.4). untk
bentang A – B :

kerja luar = kerja dalam

3wLδ = 2Mp 2θ – Mp(-θ)

3wL2θ = 5Mp θ

hingga diperoleh :

wc = 1,66Mp/L2

Untuk bentang B – C :

kerja luar = kerja dalam

w3δL/2 = -Mp (-θ) + Mp (2θ) – Mp (-θ)

menghasilkan : wc = 1,77Mp/L2

Untuk bentang C – D, terbentuk persamaan :

6wL = -Mp (-θ) + 2Mp (3θ/2) – 2Mp (-θ/2)

dimana : wc = 0,833 w/L2 yang menentukan keruntuhan struktur ini


75

Universitas Sumatera Utara


Perhatikan gambar berikut ini :

3wL 6wL
w/satuan panjang
B C D
A
2Mp Mp 2Mp

L L 3L L 2L

θ θ θ/2
θ

2θ 3θ/2

θ θ

Gambar (3.16). Mekanisme keruntuhan dan sudut rotasi pada balok menerus

76

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

APLIKASI

Pada Bab III tugas akhir ini, penulis telah memaparkan analisa mengenai

besaran beban runtuh dari setiap struktur yang kita tinjau, yang kita analisa

berdasarkan metode statis (cara grafostatis), dan metode kerja virtual. Adapun dari

analisa tersebut, kita bisa mengetahui formulasi dan besaran beban runtuh

(collapse) secara langsung, dengan terlebih dahulu mengetahui dimensi dari

struktur yang kita tinjau, sehingga memberikan persamaan momen plastis

tampang sebagai berikut : Mp = f . My

dengan My = σy . S

dimana : Mp = momen plastis penampang

f = faktor bentuk penampang

My = momen elastis penampang

σy = tegangan leleh

S = section modulus

Adapun pada bab aplikasi ini, penulis akan memaparkan secara lebih

terperinci mengenai analisa faktor beban (load factor), yang merupakan ukuran

perbandingan antara beban ultimate / beban batas (runtuh) dengan beban layan,

yang pada tugas akhir ini kita notasikan sebagai berikut :

77

Universitas Sumatera Utara


λ=

dimana : λ = faktor beban (load factor)

Pb = beban batas/beban runtuh (collapse)

P = beban layan`

Dalam analisa ini, pendekatan nilai faktor beban diturunkan dari

persamaan slope deflection, yang secara umum digunakan untuk menganalisa

struktur statis tak tentu secara elastis.

IV.1. Penurunan persamaan slope deflection

Metode ini dapat digunakan untuk menganalisa semua jenis balok atau

kerangka kaku statis tak tentu . Bila balok atau kerangka kaku dideformasikan,

sambungan kakunya dianggap hanya berputar sebagai suatu keseluruhan. Dengan

istilah lain, sudut antara garis singgung keberbagai cabang kurva elastik yang

bertemu disebuah sambungan tetap sama seperti sudut distruktur yang belum

terdeformasi.

Rotasi sambungan searah jarum jam dianggap positif. Momen

ujung yang bekerja di ujung A dibatang AB ditandai sebagai MAB; dan yang

diujung B dari batang AB sebagai MBA. Momen ujung searah jarum jam yang

bekerja pada batang tersebut dianggap positif, sedangkan yang melawan arah

jarum jam dianggap negatif. Dengan penggunaan persamaan defleksi kemiringan,

78

Universitas Sumatera Utara


dimungkinkan untuk menyatakan momen ujung dari setiap sambungan dalam

suku-suku rotasi ujung dan pembebanan yang bekerja pada batang tersebut

Disini penulis akan menurunkan persamaan slope deflection dari bentang

sederhana sebagai berikut :

A B

L/2 L/2
L
Gambar 4.1. Struktur bentang sederhana

Bila kita jabarkan momen dalam dan perputaran sudut pada ujung batang

tersebut, akan kita peroleh gambaran sebagai berikut :

P
θB

A B
θA
L/2 L/2
L

=
P

A B

θA1 θB1
A B
79

Universitas Sumatera Utara


+

θA2 θB2
A B

Gambar 4.2. Penjabaran momen dalam dan sudut rotasi pada ujung-ujung batang

Dari gambar (4.2) diatas, terlihat bahwa momen-momen ini digambarkan

dalam arah positifnya, yang searah jarum jam. Untuk keseimbangan, jumlah

semua momen yang bekerja pada setiap sambungan harus sama dengan nol. Jadi :

θA = - θA1 + θA2
……………………………………………………...…....(4.1)
θB = θB1 – θB2

Menurut aturan super posisi :

MAB = M0AB + M’A


……………………………………………………...…....(4.2)
MBA = M0BA + M’B

Menurut cara balok konjugasi :

θA1 = θB1 =
…...........................……...…....(4.3)
θA2 = θB2 =

Dengan memasukkan persamaan (4.3) ke (4.1), diperoleh :

θA = –
……………………………………………………...….........(4.4)

θB = - +

Dengan menjawab persamaan (4.4) untuk M’A dan M’B :

80

Universitas Sumatera Utara


M’A = ( 2θA + θB )
…...........................……...….........................(4.5)
M’B = ( 2θB + θA )

Dengan memasukkan persamaan (4.5) ke (4.2), diperoleh hasil :

MAB = M0AB + ( 2θA + θB )


…....................................................(4.6)
MBA = - M 0
BA + ( 2θB + θA )

IV.2. Analisa faktor beban

IV.2.1. Balok menerus empat perletakan

Struktur balok menerus yang akan kita tinjau disini ditunjukkan pada

gambar (4.3) berikut :

Pb 2Pb Pb/L

EI 2EI 3EI
A B C D E F G

L 3L 4L

Gambar (4.3). Struktur bentang menerus empat perletakan

81

Universitas Sumatera Utara


Pertama-tama kita tentukan persamaan kapasitas momen plastis struktur yang

bersangkutan, sebagai berikut :

Mp = 4PL.........................................................................................(4.7)

EI/L = 1,972 PL..................................................................................(4.8)

Seperti cara sebelumnya, pendekatan nilai faktor beban (load factor),

dilakukan dengan dua analisa :

(a). analisa elastis

(b). analisa elasto-plastis

a. Analisa elastis

Dari penurunan persamaan slope deflection, didapat distribusi momen

elastis sebagai berikut :

MAC = - + θC

MCA = + θC

MCE = - (2 θC + θE )
...............................................(4.9)
MEC = + ( θC + 2θE )

MEG = - + ( 2θE + θG )

MGE = + ( θE + 2θG )

82

Universitas Sumatera Utara


dimana θC, θE, dan θG, masing-masing menyatakan rotasi pada titik C, E,dan G.

Dengan menetapkan syarat keseimbangan di titik C, didapat :

MCA + MCE = 0

- θC + (2 θC + θE ) = 0

θC + θE = .....................................................................(4.10)

Adapun syarat keseimbangan dititik E menghasilkan :

MEC + MEG = 0

θC + θE + θG = .....................................................(4.11)

Sedangkan :

MGE = 0

+ ( θE + 2θG ) = 0

θE + θG = - .....................................................................(4.12)

Jika persamaan (4.10), (4.11), dan (4.12) kita selesaikan dengan cara matriks,

diperoleh susunan matriks berordo 3x3 sebagai berikut :

20/3 4/3 0 θC

4/3 17/3 3/2 θE =


0 3/2 3 θG
-2PbL

Penyelesaian persamaan matriks diatas menghasilkan :

θC = θE =
...............................................(4.13)

83

Universitas Sumatera Utara


θG = -

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.13) diatas ke persamaan (4.9), didapat :

MAC = -

MCA =

MCE = -

MEC =

MEG = -

MGE = 0
Pb/L
Pb 2Pb

A B C D E F G
L 3L 4L

0,743 Pb L

Gambar (4.4). Struktur pembebanan dan distribusi momen elastis bentang


menerus empat perletakan

84

Universitas Sumatera Utara


Seperti cara sebelumnya, lendutan dicari dengan menggunakan analisa

elastis (elastic analysis). Dalam hal ini, dicari lendutan pada bentang kritis

(bentang E – G), yaitu lendutan dititik F, ΔF, sebagai berikut :

ΔF =

= 0,46523 ................................................................................(4.14)

Untuk tercapai kondisi leleh pertama kalinya pada struktur tersebut,

tepatnya pada titik yang mengalami momen terbesar (dalam hal ini dititik E), yang

nantinya disebut sebagai sendi plastis pertama,maka :

- ME = Mp

489 PbL/248 = 4PL

Pb = 2,028 P.........................................................................................(4.15)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa batang struktur tidak akan mengalami

kondisi leleh (yielding) pertama kalinya, hingga beban yang dipikul struktur

tersebut mengalami peningkatan beban sebesar 102.8%. Dengan

menggabungkan persamaan (4.14) dan (4.15), dihasilkan formulasi lendutan

sebagai berikut :

ΔF = 0,46523 x 2,028 PL3/EI

= 0,9435 PL3/EI

dengan mensubstitusikan persamaan tersebut ke dalam persamaan (4.8), didapat :

ΔF = = 0,4784 L ...................................................................(4.16)

85

Universitas Sumatera Utara


b.analisa elasto-plastis

Dalam tahapan ini kita akan menganalisa besarnya faktor beban tambahan

(load factor) untuk membuat/menimbulkan sendi-sendi plastis berikutnya setelah

terbentuk sendi plastis dititik E. Penurunan rumus dalam analisa ini didasarkan

pada persamaan-persamaan momen yang juga di adopsi dari teori persamaan

slope deflection (akan tetapi dimodifiksi dengan melibatkan efek atau pengaruh

rotasi ubahan sudut, , pada tiap titik tumpuan yang timbul sebagai akibat dari

terbentuknya sendi- sendi plastis) seperti yang tertulis sebagai berikut :

MAC = - θC

MCA = - θC

MCE = (-2 θC + E)
...............................................(4.17)

MEC = ( -θC + 2 E)

MEG = (-2 E+ θG )

MGE = (- E + 2θG )

Karena MCA + MCE = 0, maka dengan cara yang sama didapat :

= E/5.............................................................................................. (4.18)

dan jika disubtitusikan lagi kepersamaan (4.17) diatas, didapat :

MAC = - E = - 8 RE

86

Universitas Sumatera Utara


MCA = - MCE = - E = - 16 RE

MEC = - MEG = E = 48 RE

MGE = 0

Dimana : RE = (EI/20L) E

E = (20L/EI) RE............................................................................. (4.19)

Adapun persamaan lendutannya dapat diturunkan dengan menggunakan analisa

elastis seperti sebelumnya, sehingga untuk lendutan di F, misalnya, didapatkan

hasil sebagai berikut :

ΔF =

= - 0,8211 E L

atau jika dinyatakan dalam variabel rotasi sendi di E, RE, dihasilkan :

ΔF = - 16,4224 RE L2/EI

Dengan menggunakan prinsip superposisi, respons balok struktur tersebut

terhadap kombinasi dari beban-beban dan rotasi sendi plastis di E, dapat

diturunkan persamaan momen lentur sebagai berikut :

MA = - 8 RE
......................................... (4.20)

87

Universitas Sumatera Utara


MB = RE

MC = - 16 RE

MD = RE
................................................. (4.20)

ME = - 48 RE

MF = 0,743 Pb L – 19,8816 RE

Sedangkan :

ΔF = 0,46523 16,4224 RE L2/EI ..............................................(4.21)

dimana :

RE = (EI/20L) E

Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, agar tercapai sendi plastis

berikutnya, dalam hal ini di titik F, maka momen hasil superposisi pada titik E dan

F harus sama dengan nilai kapasitas momen plastisnya, sehingga didapat 2

persamaan berikut ini :

- 48 RE = - 4 PL

0,743 Pb L – 19,8816 RE = 4 PL

88

Universitas Sumatera Utara


Dengan metode eliminasi, diperoleh :

Pb = 3,6267 P ...................................................................................(4.22)

RE = - 0,06565 PL.................................................................................(4.23)

Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut kedalam persamaan (4.19),

didapat nilai rotasi sendi di titik E sebagai berikut:

E = - 1,313 PL2/EI

dan dengan mensubstitusikannya ke persamaan (4.8), didapat :

E = - 1,313 / 1,972 = - 0,666 rad

Sedangkan lendutannya kembali kita turunkan dengan mensubstitusikan

persamaan (4.22) dan (4.23), kepersamaan (4.21) sebagai berikut :

ΔF = 2,7654 PL3 / EI

lalu kita substitusikan lagi kepersamaan (4.8), menjadi :

ΔF / L = 2,7654/ 1,972 = 1,4023

ΔF = 1,4023L ....................................................................................(4.24)

Persamaan (4.22) menunjukkan bahwa, sendi plastis kedua (dititik F),

akan terbentuk jika beban yang dipikul struktur tersebut mengalami penambahan

/ peningkatan beban sebesar 262,67% dari beban layannya.

89

Universitas Sumatera Utara


Pada titik ini, gelagar EFG membentuk suatu mekanisme dan akhirnya

runtuh (collapse), dan kondisi ini akan tercapai sesaat setelah beban yang dipikul

oleh struktur tersebut mengalami peningkatan beban sebesar 262,67%. Hasil

dari analisa ini dapat kita lihat pada grafik hubungan beban-lendutan pada gambar

(4.5) :

Pb/P

4.0 Sendi F

3.5

3.0
Pb 2Pb Pb/L

2.5
Sendi E A B C D E G
F
2.0
X = 0.4142L

1.5 Pb 2Pb Pb/L

1.0 EI 3EI
2EI
A B C D E F G

0.5

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4

Indeks lendutan,

Gambar (4.5). Hubungan (respons) beban-lendutan

90

Universitas Sumatera Utara


Untuk selanjutnya penulis akan membuat satu contoh lagi yang sama

dengan contoh diatas, hanya saja panjang setiap bentangnya sedikit diubah untuk

melihat perbandingan kapasitas beban batas yang dihasilkan oleh masing-masing

struktur bentang menerus tersebut.

Struktur balok menerus yang akan kita tinjau disini ditunjukkan pada

gambar (4.6) berikut :

Pb 2Pb Pb/L

EI 2EI 3EI
A B C D E F G

L 2L 3L

Gambar (4.6). Struktur bentang menerus empat perletakan

Pertama-tama kita tentukan persamaan kapasitas momen plastis struktur yang

bersangkutan, sebagai berikut :

Mp = 9/4PL.......................................................................................(4.25)

EI/L = 1,183PL...................................................................................(4.26)

Seperti cara sebelumnya, pendekatan nilai faktor beban (load faktor),

dilakukan dengan dua analisa :

(a). analisa elastis

(b). analisa elasto-plastis

91

Universitas Sumatera Utara


a. Analisa elastis

Dari penurunan persamaan slope deflection, didapat distribusi momen

elastis sebagai berikut :

MAC = - + θC

MCA = + θC

MCE = - (2 θC + θE )
...............................................(4.27)
MEC = + ( θC + 2θE )

MEG = - + ( 2θE + θG )

MGE = + ( θE + 2θG )

dimana θC, θE, dan θG, masing-masing menyatakan rotasi pada titik C, E,dan G.

Dengan menetapkan syarat keseimbangan di titik C, didapat :

MCA + MCE = 0

- θC + θE = 0

θC + θE = .....................................................................(4.28)

Adapun syarat keseimbangan dititik E menghasilkan :

MEC + MEG = 0

92

Universitas Sumatera Utara


θC + θE + θG = .....................................................(4.29)

Sedangkan :

MGE = 0

+ ( θE + 2θG ) = 0

θE + θG = - .....................................................................(4.30)

Jika persamaan (4.28), (4.29), dan (4.30) kita selesaikan dengan cara matriks,

diperoleh susunan matriks berordo 3x3 sebagai berikut :

8 2 0 θC

2 8 2 θE =
0 2 4 θG

Penyelesaian persamaan matriks diatas menghasilkan :

θC = θE =
...............................................(4.31)
θG = -

Dengan mensubstitusikan persamaan (4.31) diatas ke persamaan (4.27), didapat :

MAC = -

MCA =

MCE = -

93

Universitas Sumatera Utara


MEC =

MEG = -

MGE = 0
Pb/L
Pb 2Pb

A B C D E F G
L 2L 3L

0,635 Pb L

Gambar (4.7). Struktur pembebanan dan distribusi momen elastis bentang


menerus empat perletakan

Seperti cara sebelumnya, lendutan dicari dengan menggunakan analisa

elastis (elastic analysis). Dalam hal ini, dicari lendutan pada bentang kritis

(bentang E – G), yaitu lendutan dititik F, ΔF, sebagai berikut :

ΔF =

= 0,14595 ................................................................................(4.32)

94

Universitas Sumatera Utara


Untuk tercapai kondisi leleh pertama kalinya pada struktur tersebut,

tepatnya pada titik yang mengalami momen terbesar (dalam hal ini dititik E), yang

nantinya disebut sebagai sendi plastis pertama,maka :

- ME = Mp

123 PbL/104 = 9/4PL

Pb = 1,902 P.........................................................................................(4.33)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa batang struktur tidak akan mengalami

kondisi leleh (yielding) pertama kalinya, hingga beban yang dipikul struktur

tersebut mengalami peningkatan beban sebesar 90,2%. Dengan

menggabungkan persamaan (4.32) dan (4.33), dihasilkan formulasi lendutan

sebagai berikut :

ΔF = 0,14595 x 1,902 PL3/EI

= 0,2776 PL3/EI

dengan mensubstitusikan persamaan tersebut ke dalam persamaan (4.26), didapat :

ΔF = = 0,2347 L ...................................................................(4.34)

b.analisa elasto-plastis

Dalam tahapan ini kita akan menganalisa besarnya faktor beban tambahan

(load factor) untuk membuat/menimbulkan sendi-sendi plastis berikutnya setelah

terbentuk sendi plastis dititik E. Penurunan rumus dalam analisa ini didasarkan

pada persamaan-persamaan momen yang juga di adopsi dari teori persamaan

95

Universitas Sumatera Utara


slope deflection (akan tetapi dimodifiksi dengan melibatkan efek atau pengaruh

rotasi ubahan sudut, , pada tiap titik tumpuan yang timbul sebagai akibat dari

terbentuknya sendi- sendi plastis) seperti yang tertulis sebagai berikut :

MAC = - θC

MCA = - θC

MCE = (-2 θC + E)
...............................................(4.35)

MEC = ( -θC + 2 E)

MEG = (-2 E+ θG )

MGE = (- E + 2θG )

Karena MCA + MCE = 0, maka dengan cara yang sama didapat :

= E/4.............................................................................................. (4.36)

dan jika disubtitusikan lagi kepersamaan (4.35) diatas, didapat :

MAC = - E = - RE

MCA = - MCE = - E = - 2 RE

MEC = - MEG = E = 7 RE

MGE = 0

Dimana : RE = (EI/2L) E

E = (2L/EI) RE............................................................................. (4.37)

96

Universitas Sumatera Utara


Adapun persamaan lendutannya dapat diturunkan dengan menggunakan analisa

elastis seperti sebelumnya, sehingga untuk lendutan di F, misalnya, didapatkan

hasil sebagai berikut :

ΔF =

= - 0,6736 E L

atau jika dinyatakan dalam variabel rotasi sendi di E, RE, dihasilkan :

ΔF = - 1,3472 RE L2/EI

Dengan menggunakan prinsip superposisi, respons balok struktur tersebut

terhadap kombinasi dari beban-beban dan rotasi sendi plastis di E, dapat

diturunkan persamaan momen lentur sebagai berikut :

MA = - RE

MB = RE

MC = - 2 RE

................................................. (4.38)
MD = RE

ME = - 7 RE

MF = 0,635 Pb L– 2,8994 RE

Sedangkan :

97

Universitas Sumatera Utara


ΔF = 0,2776 – 1,3472 RE L2/EI ..............................................(4.39)

dimana :

RE = (EI/2L) E

Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, agar tercapai sendi plastis

berikutnya, dalam hal ini di titik F, maka momen hasil superposisi pada titik E dan

F harus sama dengan nilai kapasitas momen plastisnya, sehingga didapat 2

persamaan berikut ini :

- 7 RE = - 9/4 PL

0,635 Pb L– 2,8994 RE = 9/4 PL

Dengan metode eliminasi, diperoleh :

Pb = 2,829 P ...................................................................................(4.40)

RE = - 0,5193 PL.................................................................................(4.41)

Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut kedalam persamaan (4.37),

didapat nilai rotasi sendi di titik E sebagai berikut:

E = - 1,0386 PL2/EI

dan dengan mensubstitusikannya ke persamaan (4.26), didapat :

E = - 1,0386 / 1,183 = - 0,878 rad


98

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan lendutannya kembali kita turunkan dengan mensubstitusikan

persamaan (4.40) dan (4.41), kepersamaan (4.39) sebagai berikut :

ΔF = 1,485 PL3 / EI

lalu kita substitusikan lagi kepersamaan (4.26), menjadi :

ΔF / L = 1,485/ 1,183 = 1,2552

ΔF = 1,2552L ....................................................................................(4.42)

Persamaan (4.40) menunjukkan bahwa, sendi plastis kedua (dititik F),

akan terbentuk jika beban yang dipikul struktur tersebut mengalami penambahan /

peningkatan beban sebesar 182,9% dari beban layannya.

Pada titik ini, gelagar EFG membentuk suatu mekanisme dan akhirnya runtuh

(collapse), dan kondisi ini akan tercapai sesaat setelah beban yang dipikul oleh

struktur tersebut mengalami peningkatan beban sebesar 182,9%. Hasil dari

analisa ini dapat kita lihat pada grafik hubungan beban-lendutan pada gambar

(4.8).

99

Universitas Sumatera Utara


Pb/P

4.0

3.5

Sendi F

3.0

2.5
Sendi E
Pb 2Pb Pb/L
2.0

A B C D E F G
1.5

X = 0.4142L
Pb 2Pb
1.0 Pb/L

0.5 EI 2EI 3EI


A B C D E F G

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 2.2 2.4 2.6 2.8 3.0 3.2 3.4

Indeks lendutan,

Gambar (4.8). Hubungan (respons) beban-lendutan

100

Universitas Sumatera Utara


IV.2.2. Aplikasi dalam contoh soal

Pada bagian sebelumnya, kita telah menganalisa besaran load factor dari

tiga buah contoh bentang menerus yang telah dibuat, dimana nilai load factor dari

tiap tahapan pembentukan sendi plastis sampai hubungannya dengan besarnya

lendutan dapat kita amati tahap demi tahapnya.

Adapun pada bagian ini kita akan melihat bagaimana pengaplikasiannya

jika dituangkan dalam bentuk contoh soal dengan struktur pembebanan yang sama

dengan contoh bentang menerus diatas dan diselesaikan dengan metode kerja

virtual (cara mekanisme), dengan memberikan data-data yang belum di ketahui

dalam contoh bentang menerus tersebut.

λ10 ton λ20 ton λ2,5 ton/m

Mp 2Mp 3Mp
A B C D E F G

4m 12m 16m

Gambar (4.9). Struktur bentang menerus empat perletakan

Dari gambar (4.9) diatas, ditentukan data-data sebagai berikut :

L1 = 4 m Mp1 = Mp P1 = λ 10 ton

L2 = 12 m Mp2 = 2 Mp P2 = λ 20 ton

101

Universitas Sumatera Utara


L3 = 16 m Mp3 = 3 Mp P1 = λ 2,5 ton/m

Dimana : λ = Pb / P

Digunakan profil IWF 500 x 300 dengan spesifikasi sebagai berikut :

B = 300
T
D = 488
t T = 18
D
t = 11

σy = 2400 kg/cm2
B

Tampang IWF Zx = 2910 cm3 (modulus plastis)

Jika kita selesaikan dengan cara mekanisme kerja virtual), maka terlebih

dahulu bentangan tersebut kita bagi kedalam beberapa mekanisme keruntuhan,

antara lain:

• Mekanisme A – C

Bentang A – C merupakan bentangan dengan perletakan jepit-jepit, dengan

pembebanan terpusat, dan memiliki kapasitas momen plastis penampang Mp, sehingga

didapat kondisi mekanisme sebagai berikut :

λ 10 ton

Mp

Struktur pembebanan

θ θ


102
Mekanisme runtuh

Universitas Sumatera Utara


Sesuai yang terdapat pada pasal 3.4, ditentukan persamaan kerja virtual

sebagai berikut :

∑wδ = ∑ Mpθ

Sehingga :

λ 10 . 2 θ = 4 Mp θ

λ=

• Mekanisme C – E

Bentang C – E juga merupakan bentangan dengan dua perletakan jepit, dengan

pembebanan terpusat, dan memiliki kapasitas momen plastis penampang 2 Mp, sehingga

memiliki mekanisme berikut :

λ 10 ton

2Mp

Struktur pembebanan

θ θ

Mekanisme runtuh

Maka :

103

Universitas Sumatera Utara


λ 20 . 6 θ = 7 Mp θ

λ=

• Mekanisme E – G

Sedangkan bentang E – G merupakan bentangan dengan perletakan jepit- sendi,

memikul beban terbagi rata sebesar 2,5 ton/m, dan memiliki kapasitas momen

plastis penampang sebesar 3Mp, sehingga memiliki mekanisme sebagai berikut :

2,5/m

E G
3Mp
16m

Struktur pembebanan

θ1 θ2

θ1+θ2
Dimana x = 0,4142 L
X L-x x = 6,6272m

Mekanisme runtuh

Maka :

λ 2,5 . L/2 . 6,6272 θ2 = 2 Mp θ1 + 3 Mp θ1 + 3 Mp θ2

λ 2,5 . 8 . 9,3728 θ1 = 5 Mp θ1 + 4,243 Mp θ1

λ = 0,0493 Mp

Dari ketiga mekanisme tersebut, terlihat bahwa mekanisme E – G

memiliki nilai λ(load factor) yang terkecil, sehingga disimpulkan bahwa bentang
104

Universitas Sumatera Utara


ini merupakan bentang kritis, sesuai yang kita dapat pada penganalisaan contoh

bentang menerus pada pasal IV.2.1 sebelumnya.Sedangkan λ(load factor) dihitung

sebagai berikut :

λ = 0,0493 Mp

Dimana Mp adalah kapasitas momen plastis penampang dalam satuan ton.m, yang

dapat kita hitung sebagai berikut :

Mp = Zx . σy

Zx = –

Dengan memasukkan nilai-nilai B, D, T, dan t, didapat :

Zx = 2910 cm3

Maka :

Mp = 2910 cm3. 2400 kg/cm2

Mp = 6984000 kgcm

= 69,84 ton m

Sehingga :

λ = 0,0493 . 69,84

= 3,4431

Dari contoh soal ini dapat kita simpulkan bahwa struktur pada bentang

kritis akan mencapai mekanisme runtuhnya, sesaat setelah beban yang dipikul

mengalami peningkatan sebesar 244,31%, dan hasil ini tidak jauh berbeda

dengan hasil yang kita peroleh pada analisa contoh bentang menerus diatas, yakni

sebesar 262,67%.

105

Universitas Sumatera Utara


IV.2.3. Aplikasi dalam hubungannya dengan peraturan pembebanan

 Umum mengenai faktor beban dan faktor keamanan

Faktor beban, atau yang sering kita sebut sebagai faktor keamanan (safety factor)

dapat dirumuskan dalam beberapa cara. Umpamanya pada teori elastis, faktor ini

dirumuskan sebagai tegangan leleh di bagi dengan tegangan izin, σy/σ; atau dapat

pula dirumuskan sebagai beban pada kondisi tegangan leleh dibagi dengan beban

kerja. Beban kerja didefinisian sebagai beban yang menimbulkan tegangan izin

maksimum.

Rumusan yang digunakan pada teori plastis menyatakan bahwa faktor keamanan

merupakan hasil pembagian antara kapasitas beban maksimum dengan beban

kerja; yang ekivalen dengan momen plastis dibagi dengan momen elastis, Mp/M.

Dari uraian sebelumnya, kita ketahui bahwa momen plastis sama dengan σy.Z = σy

.S.f, dan momen elastis sama dengan σy .S. Sehingga dengan mensubstitusikan

harga-harga ini kedalam persamaan Mp/M, akan kita peroleh:

Faktor beban atau faktor keamanan =

Akan tetapi, sebenarnya terdapat perbedaan yang jelas diantara kedua

istilah ini (faktor beban dan faktor keamanan); dimana biasanya faktor beban

cenderung menggambarkan/mengindikasikan kekuatan nominal struktur secara

aktual, sedangkan faktor keamanan biasanya menunjukkan besarnya kekuatan

struktur yang diperlukan, dan diharapkan bisa memikul beberapa kemungkinan

pembesaran beban akibat adanya pengaruh beban dinamis. Namun demikian, pada

penerapannya, sering kita dengar pada peraturan pembebanan, selalu dipakai


106

Universitas Sumatera Utara


istilah faktor beban untuk menyatakan angka pengali untuk beberapa jenis beban

pada setiap pengkombinasiannya, seperti yang terdapat pada beberapa kombinasi

pembebanan dalam peraturan pembebanan sebagai berikut :

Kombinasi Pembebanan pada LRFD dengan Analisis Elastis :

฀ 1.4D

฀ 1.2D + 1.6L + 0.5(La atau H)

฀ 1.2D + 1.6(La atau H) + (γLL atau 0.8W)

฀ 1.2D + 1.3W + γLL + 0.5(La atau H)

฀ 1.2D + 1.0E + γLL

฀ 0.9D + (1.3W atau 1.0E)

Dimana : D = beban mati

L = beban hidup

La = beban hidup atap

W = beban angin

E = beban gempa
0,5 jika L < 5 kPa
γL =
1 jika L > 5kPa

Adapun dalam kaitannya dengan pembahasan kita mengenai analisa faktor

beban yang dihitung berdasarkan teori plastis ini, kita hanya akan memasukkan

kombinasi pertama, dimana hanya memasukkan pengaruh beban mati saja.

107

Universitas Sumatera Utara


 Aplikasi pada jembatan bentang menerus (tiga perletakan)

Mp 2Pb Pb

L L

Gambar (4.10). Struktur bentang menerus tiga perletakan

Untuk menurunkan dan menyusun persamaaan momen-momen plastis dan

besarnya nilai rotasi sendi plastis dititik-titik sendi plastis pada struktur tersebut

maka dilakukan dengan analisa 2 tahap, yaitu:

a.analisa elastis

b. analisa elasto-plastis

a. analisa elastis

Terlebih dahulu kita tetapkan persamaan kapasitas momen plastis dari

struktur yang bersangkutan sebagai berikut:

Mp = 0,5 PL........................................................................................(4.43)

EI/L = 3,6 PL .......................................................................................(4.44)

` Dari persamaan slope deflection, didapat:

MAC = - MCA = +
…………………....(4.45)

MCE = - MEC = +

Dimana adalah rotasi pada titik C dalam keadaan elastis.


108

Universitas Sumatera Utara


2Pb Pb

A B C D E

L L

17 PbL/64
7 PbL/64

6 PbL/64
12 PbL/64
18 PbL/64

Gambar (4.12). Distribusi momen lentur elastis

Pada tahap ini, terlebih dahulu kita menganalisa beban sebesar apa yang bisa

mengakibatkan terbentuknya sendi plastis pertama, yaitu dititik A. Dari penurunan

pesamaan diatas, didapat :

MCA + MCE = 0, sehingga :

= - PbL2/64EI ...........................................................................................(4.46)

Jika persamaan (4.46) disubtitusikan ke persamaan (4.45), didapat :

MAC = -18PbL/64

MCA = -MCE = 12PbL/64

MEC = 6PbL/64

109

Universitas Sumatera Utara


Adapun lendutannya dapat diselesaikan dengan menggunakan metode luas

momen (momen area method). Berdasarkan gambar (4.4), lendutan pada titik B,

misalnya, yang dinotasikan dengan ΔB, didapat :

ΔB = θA L/2 – (2MA + MB)

=0

sehingga :

= .......................................................................................(4.47)

Untuk tercapai kondisi leleh pertama kalinya pada struktur tersebut,

tepatnya pada titik yang mengalami momen terbesar (dalam hal ini dititik A),

yang nantinya disebut sebagai sendi plastis pertama,maka :

-MA = Mp

18 PbL/64 = 0,5 PL

Pb = 1,78 P …..……….......................................................................(4.48)

Dari sini dapat disimpulkan bahwa batang struktur tidak akan mengalami

kondisi leleh (yielding) pertama kalinya, hingga beban yang dipikul struktur

tersebut mengalami peningkatan beban sebesar 78%. Dengan menggabungkan

persamaan (4.47) dan (4.48), dihasilkan formulasi lendutan sebagai berikut :

ΔB = x 1,78 PL3/EI

= 0.0220 PL3/EI
110

Universitas Sumatera Utara


dengan mensubstitusikan persamaan tersebut ke dalam persamaan (4.44), didapat :

ΔB = = 0,0061 L ...................................................................(4.49)

b.analisa elasto-plastis

Dalam tahapan ini kita akan menganalisa besarnya faktor beban tambahan

(load factor) untuk membuat/menimbulkan sendi-sendi plastis berikutnya setelah

terbentuk sendi plastis dititik A. Penurunan rumus dalam analisa ini didasarkan

pada persamaan-persamaan momen yang juga di adopsi dari teori persamaan

slope deflection (akan tetapi dimodifiksi dengan melibatkan efek atau pengaruh

rotasi ubahan sudut, , pada tiap titik tumpuan yang timbul sebagai akibat dari

terbentuknya sendi- sendi plastis) seperti yang tertulis sebagai berikut :

MAC = (-2 A+ ) MAC = (- A+ )


........................ (4.50)
MCE = MEC =

Karena MCA + MCE = 0, maka dengan cara yang sama didapat :

= A/4.............................................................................................. (4.51)

dan jika disubtitusikan lagi kepersamaan (4.50) diatas, didapat :

MAC = - A = - 28 RA

MCA = - MCE = - A = - 8 RA

MEC = A = 4 RA

Dimana : RA = (EI/8L) A

A = (8L/EI) RA............................................................................... (4.52)

111

Universitas Sumatera Utara


Adapun persamaan lendutannya dapat diturunkan dengan menggunakan metode

luas momen seperti sebelumnya, sehingga untuk lendutan di B, misalnya,

didapatkan hasil sebagai berikut :

ΔB = (θA - A)L/2 – (2MA + MB)

= AL + A

= AL + AL

= AL

atau jika dinyatakan dalam variabel rotasi sendi di A, RA, dihasilkan :

ΔB = RAL =

Dengan menggunakan prinsip superposisi, respons balok struktur tersebut

terhadap kombinasi dari beban-beban dan rotasi sendi plastis di A, dapat

diturunkan persamaan momen lentur sebagai berikut :

MA = -18 28 RA

MB = 17 10 RA

MB = -12 8 RA ........................................................... (4.53)

MD = 7 2 RA

ME = -6 4 RA

112

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan :

24 ΔB = 19 30 RA ..................................................................(4.54)

dimana :

RA = (EI/8L) A

Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, agar tercapai sendi plastis

berikutnya, dalam hal ini di titik B, maka momen hasil superposisi pada titik A

dan B harus sama dengan nilai kapasitas momen plastisnya, sehingga didapat 2

persamaan berikut ini :

- 18 PbL/64 – 28 RA = - 0,5 PL

17 PbL/64 – 10RA = 0,5 PL

Dengan metode eliminasi, diperoleh :

Pb = 1,85 P .......................................................................................(4.55)

RA = - 0,00076 PL.................................................................................(4.56)

Dengan mensubstitusikan persamaan tersebut kedalam persamaan (4.52),

didapat nilai rotasi sendi di titik A sebagai berikut:

A = - 0,00608 PL2/EI

dan dengan mensubstitusikannya ke persamaan (4.44), didapat :

113

Universitas Sumatera Utara


A = - 0,00608 / 3,6 = - 0,0017 rad

sedangkan lendutannya kembali kita turunkan dengan mensubstitusikan

persamaan (4.55) dan (4.56), kepersamaan (4.54) sebagai berikut :

ΔB / L = 0,0239 PL2 / EI

lalu kita substitusikan lagi kepersamaan (4.44), menjadi :

ΔB / L = 0,0239 / 3,6 = 0,0066

....................................................................................(4.57)
ΔB = 0,0066 L

Persamaan (4.55) menunjukkan bahwa, sendi plastis kedua (dititik B),

akan terbentuk jika beban yang dipikul struktur tersebut mengalami penambahan

/ peningkatan beban sebesar 85% dari beban layannya.

Dengan cara yang sama, untuk menganalisa syarat tercapainya sendi plastis

berikutnya, didapatkan persamaan momen-momen superposisi sebagai berikut :

MA = - 18 PbL/64 – 28 RA – 10 RB

MB = 17 PbL/64 – 10 RA – 7 RB

MC = - 12 PbL/64 + 8 RA – 4 RB .............................................................(4.58)

MD = 7 PbL/64 + 2 RA - RB

ME = - 6 PbL/64 – 4 RA + 2 RB

24 ΔB = 19 30 RA .............................................................................(4.59)

114

Universitas Sumatera Utara


Dimana : RA = (EI0/8L) A, dan RB = (EI0/8L) B

Seperti disebutkan sebelumnya, bahwa sendi plastis yang berikutnya

terbentuk adalah pada titik C, yang terbentuk pada saat momen lentur pada titik

(section) A, B, dan C mencapai (setara) dengan kapasitas momen plastis gelagar.

Sehingga diperoleh :

- 18 PbL/64 – 28 RA – 10 RB = - 0,5 PL

17 PbL/64 – 10 RA – 7 RB = - 0,5 PL

- 12 PbL/64 + 8 RA – 4 RB = - 0,5 PL

Dari 3 buah persamaan dengan 3 variable diatas, didapatkan hasil sebagai berikut :

Pb = 2,00 P ....................................................................................(4.60)

RA = - 0 0078 PL

RB = 0.0156 PL

Dari persamaan diatas, rotasi sendi dan lendutan dapat kita hitung sebagai

berikut :

A= -0,0174 rad dan

B= 0,0347 rad

ΔB = 0,0145 L .............................................................................(4.61)

115

Universitas Sumatera Utara


Pada titik ini, gelagar ABC membentuk suatu mekanisme dan akhirnya

runtuh (collapse), dan kondisi ini akan tercapai sesaat setelah beban yang dipikul

oleh struktur tersebut mengalami peningkatan beban sebesar 100%. Hasil dari

analisa dapat kita lihat pada grafik hubungan beban-lendutan pada gambar (4.13) :

w/w0
Sendi C

2.0 Sendi A
θ θ

Sendi B 2θ
1.5

A E
B D
1.0 C

0.5

0.005 0.010 0.015 0.020 0.025

Indeks lendutan,

Gambar (4.13). Hubungan (respons) beban-lendutan

Dari hasil analisa tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut :

Pembentukan sendi plastis pertama (di A) : Pb = 1,78 P ; atau λ = 1,78

116

Universitas Sumatera Utara


sendi plastis kedua (di B) : Pb = 1,85 P ; atau λ = 1,85

sendi plastis ketiga (di C) : Pb = 2,00 P ; atau λ = 2,00

maka diketahui beban runtuh struktur tersebut : Pb = 2,0 P, yang artinya struktur

tersebut masih mampu memikul pembesaran beban sebesar 2 kali beban layan

(dengan kata lain memiliki faktor beban sebesar 2,0), yang jika dikaitkan dengan

kombinasi pembebanan dari peraturan pembebanan yang hanya melibatkan beban

mati saja :

฀ 1.4D

Maka struktur ini dikatakan aman terhadap kemungkinan pembesaran beban

sebesar 1,4 yang ditetapkan dalam peraturan, jika dianalisa secara plastis.

117

Universitas Sumatera Utara


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

1. Bentang menerus dengan panjang bentang yang lebih besar akan

menghasilkan load faktor yang semakin besar pula; baik dalam tahapan

awal pembentukan sendi plastis maupun dalam pencapaian mekanisme

runtuhnya.

2. Pada jenis contoh bentang menerus tiga perletakan yang dianalisa pada

bab aplikasi sebelumnya, menetapkan bahwa struktur pada bentang kritis

akan mencapai mekanisme runtuhnya sesaat setelah beban yang diterima

struktur tersebut mengalami peningkatan sebesar 2 kali beban layannya,

dengan rincian tahapan pembentukan sendi plastis sebagai berikut: sendi

plastis pertama (di A) : Pb = 1,78 P ; atau λ = 1,78

sendi plastis kedua (di B) : Pb = 1,85 P ; atau λ = 1,85

sendi plastis ketiga (di C) : Pb = 2,00 P ; atau λ = 2,00

3. Pada jenis contoh pertama bentang menerus empat perletakan yang

dianalisa pada bab aplikasi sebelumnya, menetapkan bahwa struktur pada

bentang kritis akan mencapai mekanisme runtuhnya sesaat setelah beban

yang diterima struktur tersebut mengalami peningkatan sebesar 3,6267 kali

beban layannya, dengan rincian tahapan pembentukan sendi plastis sebagai

berikut: sendi plastis pertama (di E) : Pb = 2,028 P ; atau λ = 2,028

118

Universitas Sumatera Utara


sendi plastis kedua (di F) : Pb = 3,6267 P ; atau λ = 3,6267

4. Pada jenis contoh kedua bentang menerus empat perletakan yang dianalisa

pada bab aplikasi sebelumnya, menetapkan bahwa struktur pada bentang

kritis akan mencapai mekanisme runtuhnya sesaat setelah beban yang

diterima struktur tersebut mengalami peningkatan sebesar 2,829 kali beban

layannya, dengan rincian tahapan pembentukan sendi plastis sebagai

berikut: sendi plastis pertama (di E) : Pb = 1,902 P ; atau λ = 1,902

sendi plastis kedua (di F) : Pb = 2,829 P ; atau λ = 2,829

V.2. Saran

Dalam penurunan rumus (formulasi) beban runtuh maupun faktor beban

yang akan dikembangkan nantinya, hendaknya dibutuhkan contoh-contoh lain

yang lebih kompleks dan akurat, misalnya dengan menganalisa portal sederhana,

bertingkat, maupun portal beratap lancip (gable frame), sehingga bisa memperluas

kajian kita mengenai analisa struktur secara plastis ini.

119

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

1.Salmon, Charles G dan Johnson, John E. Struktur Baja : Disain Dan


Perilaku. Jilid I edisi kedua. University of Wisconsin. Madison. Erlangga. 1997

2.K.H,V. Sunggono,Ir. Buku Teknik Sipil. Nova-Bandung. 1995

3. Surbakti, Besman, Ir.Catatan Kuliah Plastisitas. Departemen Teknik


Sipil Fakultas Teknik USU. Medan.

4.Chakrabarty. Theory of Plasticity. Mc Graw Hill Book Company :


Second Edition.1988.

5. Zeman,P and Irvine, HM.Plastic Design : An Imposed Hinge Rotation


Approach. Berne Convention. Sydney. 1986.

6. Wahyudi, Laurentius dan Rahim, Syahril A. Metode Plastis : Analisis


Dan Desain.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1992.

7. Chu Kia Wang, Ph.D.Struktur Statis Tak Tentu. Erlangga. Jakarta.


1984.

120

Universitas Sumatera Utara

You might also like