You are on page 1of 4

I.

PENGERTIAN
Sindrom Parkinson merupakan efek samping ekstrapiramidal lain yang
agak lazim yang dapat dimulai berjam-jam setelah dosis pertama
neuroleptik atau dimulai secara berangsur-angsur setelah pengobatan
bertahun-tahun.
Parkinsonisme terjadi akibat blockade dopamine pada ganglia basalis.
Parkinsonisme adalah sindrom klinis yang ditandai dengan tremor,
bradikinesia, kekakuan otot, dan ketidakstabilan postural.

II. PATOFISIOLOGI
Parkinsonisme akibat neuroleptik melibatkan penghambatan reseptor
D2 dalam kaudatus pada akhir neuron dopamine nigrostriatal, yaitu neuron
yang sama yang berdegenerasi pada penyakit Parkinson idiopatik. Pasien
yang lanjut usia dan wanita berada dalam resiko tertinggi untuk mengalami
parkinsonisme akibat neuroleptik.

III. PENYEBAB
Parkinsonisme merupakan salah satu efek samping ekstrapiramidal
dari penggunaan obat antipsikotik yang disebabkan karena adanya
gangguan keseimbangan antara transmisi asetilkolin dan dopamine pusat.

IV. GEJALA
Gejala parkinson akan timbul lebih sering pada orang dewasa atau
lansia dan dapat muncul secara bertahap. Gejala klinis sindrom Parkinson,
diantaranya :
1. Akinesia
Meliputi wajah topeng, kejedaan dari gerakan spontan,
penurunan ayunan lengan pada saat berjalan, penurunan kedipan, dan
penurunan mengunyah yang dapat menimbulkan pengeluaran air liur.
Pada bentuk yang lebih ringan, akinesia hanya terbukti sebagai suatu
status perilaku dengan jeda bicara, penurunan spontanitas, apati dan
kesukaran untuk memulai aktifitas normal, kesemuanya dapat
dikelirukan dengan gejala negative skizofrenia.
2. Tremor
Khususnya saat istirahat, secara klasik dari tipe penggulung pil.
Tremor dapat mengenai bibir dan otot-otot perioral yang disebut
sebagai “sindrom kelinci”. Keadaan ini dapat dikelirukan dengan
tardive diskinesia, tapi dapat dibedakan melalui karakter lebih ritmik,
kecenderungan untuk mengenai rahang daripada lidah dan responnya
terhadap medikasi antikolinergik.
3. Kekakuan otot / rigiditas
Merupakan gangguan pada tonus otot, yaitu derajat ketegangan
yang ada pada otot. Gangguan tonus otot dapat menyebabkan
hipertonia. Hipertonia yang berhubungan dengan parkinsonisme akibat
neuroleptik adalah tipe pipa besi (lead-pipe type) atau tipe roda gigi
(cogwheel type). Istilah tersebut menggambarkan kesan subjektif dari
anggota gerak atau sendi yang terkena.

V. PENGOBATAN
Gejala parkinson tidak akan muncul jika obat dihentikan, penghentian
obat akan dilakukan secara bertahap terlebih dahulu. Kemunculan gejala
tersebut juga dapat ditekan dengan pemberian obat antikolinergik seperti
triheksifenidil, sulfas atropine, atau dipenhidramin injeksi. Preparat
antikolinergik yang paling sering digunakan dalam praktek sehari-hari
yaitu Triheksifenidil (Artane) dengan dosis oral 3x2 mg / hari. Bila tetap
tidak berhasil mengatasi efek samping tersebut, disarankan untuk
mengganti jenis antipsikotik dengan APG-2 yang lebih sedikit
kemungkinan mengakibatkan efek samping ekstrapiramidal, salah satunya
parkinsonisme.

DAPUS :
Jarut, Y.M., Fartimawali, Wiyono, W.I., 2013, Tinjauan penggunaan Antipsikotik
pada Pengobatan Skizofrenia di RS Prof. Dr. V. L. Ratumbuysang Manado Periode
Januari –Maret 2013, Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi Unsrat, Vol 2(3): 54-57

Yuliati, M. D. 2016. Pola Penggunaan Antipsikotik dan Gambaran Efek Samping


pada Pasien Rawat Inap Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Kalimantan Selatan. Skripsi Program Sarjana. Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarbaru.

Antipsikotik
Penggunaan Antipsikotik sebagai farmakoterapi digunakan untuk mengatasi
gejala psikotik dengan berbaagai etiologi, salah satunya skizofrenia. Antipsikotik
diklasifikasikan menjadi antipsikotik generasi pertama dan antipsikotik generasi
kedua.

Antipsikotik Generasi Pertama


Antipsikotik generasi pertama merupakan antipsikotik yang bekerja dengan
cara memblok reseptor dopamin D2. Antipsikotik ini memblokir sekitar 65% hingga
80% reseptor D2 di striatum dan saluran dopamin lain di otak. Jika dibandingkan
dengan antipsikotik generasi kedua, antipsikotik ini memiliki tingkat afinitas, risiko
efek samping ekstrapiramidal dan hiperprolaktinemia yang lebih besar.
Antipsikotik generasi pertama efektif dalam menangani gejala positif dan
mengurangi kejadian relaps. Sebanyak 30% pasien skizofrenia dengan gejala akut
menghasilkan sedikit atau tanpa respon terhadap pengobatan antipsikotik generasi
pertama. Antipsikotik generasi pertama memiliki efek yang rendah terhadap gejala
negatif.
Antipsikotik generasi pertama menimbulkan berbagai efek samping, termasuk
ekstrapiramidal akut, hiperprolaktinemia serta tardive dyskinesia. Efek samping
tersebut disebabkan oleh blokade pada jalur nigrostriatal dopamine dalam jangka
waktu lama. Antipsikotik generasi pertama memiliki afinitas yang rendah terhadap
reseptor muskarinik M1 Ach, histaminergik H1 dan norepinefrin a1 yang memicu
timbulnya efek samping berupa penurunan fungsi kognitif dan sedasi secara
bersamaan.
Antipsikotik generasi kedua, seperti risperidone, olanzapine, quetiapine,
ziprasidon aripriprazol, paliperidone, iloperidone, asenapine, lurasidone dan klozapin
memiliki afinitas yang lebih besar terhadap reseptor serotonin daripada reseptor
dopamin. Sebagian besar antipsikotik generasi kedua menyebabkan efek samping
berupa kenaikan berat badan dan metabolisme lemak. Klozapin merupakan
antipsikotik generasi kedua yang efektif dan tidak menimbulkan efek samping
ekstrapiramidal. Oleh karenanya, klozapin digunakan sebagai agen pengobatan lini
pertama pada penderita skizofrenia. Namun, klozapin dikaitkan dengan peningkatan
risiko hematotoksis yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, beberapa
antipsikotik generasi kedua (risperidone, olanzapine, quetiapine dan ziprasidone)
digunakan sebagai terapi tambahan untuk meningkatkan khasiat klozapin tanpa
diskrasia darah.
Antipsikotik generasi kedua, seperti paliperidone, asenapine, iloperidone dan
lurasidone telah mendapatkan persetujuan FDA (Food and Drug Administration)
Amerika Serikat. Aktivitas farmakologi obat tersebut mirip dengan antipsikotik
generasi kedua lainnya, kecuali lurasidone yang diketahui memiliki afinitas yang
lebih tinggi pada reseptor 5-HT7 (Ishibashi et al., 2010).

Chisholm-Burns, M. A. et al., 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth


Edition. New York: McGraw-Hill Education.
Foster et al., 2017. Combination Antipsychotic Therapies An Analysis From a
Longitudinal Pragmatic Trial. Journal of Clinical Psychopharmacology, 37(5) p:595-
599

You might also like