You are on page 1of 15

DESAIN KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH

Ditunjukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Pengembangan Kurikulum SD/MI”

Disusun oleh kelomok 5:


1. Pangesti Dwi Aryani (203200220)
2. Pratama Nadiah Nur Anjani (203200221)

3. Prenttyan Shuffah Myulta Wakhidah (203200222)

Dosen Pengampu:

Bustanul Yuliani, M. Pd. I

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO
MARET 2022
A. Pendahuluan
Kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikankontribusi untuk
mewujudkan proses berkembangannya kualitas potensi peserta didik . Pengembangan
kurikulum perlu dilakukan karena adanya berbagai tantangan yang dihadapi, baik tantangan
intrernal maupun tantangan eksternal. Tantangan internal antara lain standar
pengelolaan,standar biaya, standar sarana prasarana, standar pendidik, tenaga
kependidikkan, standar isi, standar proses, standar penilaian, dan standar kompetensi
lulusan. Sedangkan tantangan eksternal yang dihadapi dunia pendidikan antara lain
berkaitan dengan tantangan masa depan, kompetensi yang diperlukan di masa depan,
persepsi masyarakat, dan perkembangan pengetahuan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Desain Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah?
2. Bagaimana Desain Kurikulum Sebagai Disiplin Ilmu?
3. Bagaimana Desain Kurikulum Berorientasi Pada Masyarakat?
4. Bagaimana Desain Kurikulum Berorientasi Pada Siswa?
5. Bagaimana Desain Kurikulum Teknologis?
6. Apa Saja Model- Model Desain Kurikulum?
C. Pembahasan
1. Pengertian Desain Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah
Desain berarti suatu proses perencanaan dan seleksi elemen, teknik, dan
prosedur dalam melakukan sesuatu yang mencangkup objek, konsep, dan upaya untuk
mencapai tujuan.1 Dalam arti umum, desain kurikulum adalah sebagian dari hasil suatu
pemikiran yang mendalam tentang hakikat pendidikan dan pembelajaran. 2 Merinci
pengertian tersebut bahwa desain merupakan psoes sistematik dan reflektif dalam
menerjemahkan prinsip belajar mengajar ke dalam suatu rancangan pembelajaran yang
mencakup materi intruksional, kegiatan belajar, sumber-sumber belajar dan sistem
evaluasi.3
Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau
komponen kurikulum. Desain kurikulum terkait penyusunan elemen atau komponen

1
Pratt, D. Curriculum Design and Development. (New York: Harcourt Brace, . 1980)
2
Ibid
3
Richey, Rita. C, Klein, James. D and Tracey Monica. W. The Instructional Design Knowledge Base.
(New York and London: Taylor and Francis Group, 2011)
kurikulum dalam perencanaan untuk memfasilitasi pengembangan potensi siswa agar
mencapai tujuan pendidikan. Dalam banyak literatur, ada empat komponen pokok
desain kurikulum, yaitu: Tujuan, mata pelajaran, materi ajar, kegiatann belajar atau
pengalaman belajar,organisasi atau susunan mata pelajaran, materi ajar dan kegiatan
belajar dan evaluasi. Desain kurikulum tersebut melibatkan tiga ide utama: filosofis,
teoritis, dan praktis. Filsafat memengaruhi ketiga ide utama tersebut. Ketiganya
berpengaruh pula pada interprestasi dan seleksi tujuan, seleksi dan organisasi konten
kurikulum, keputusan tentang strategi penyampaian konten kurikulum dan
pertimbangan tentang sistem evaluasi keberhasilan kurikulum yang sudah
dilaksanakan.4
Sebagai satu sistem,keempat komponen itu saling bersinergi antara satu
komponen dengan komponen yang lain. Artinya, satu komponen desain terkait
komponen lain sehingga jika satu komponen berubah menyebabkan perubahan pula
pada tiga komponen lain. Hal yang sama ditegaskan bahwa keempat komponen itu
saling berinteraksi satu sama lain, keputusan tentang satu komponen tergantung pada
keputusan yang diambil tentang komponen lain. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa desain kurikulum merupakan suatu pengorganisasian tujuan, isi, serta proses
belajar yang akan diikuti siswa pada berbagai tahap perkembangan pendidikan. Dalam
desain kurikulum akan tergambar unsur-unsur dari kurikulum , hubungan antara satu
unsur dengan unsur yang lainnya, prinsip-prinsip pengorganisasian, serta hal-hal yang
diperlukan dalam pelaksanaanya. 5
2. Desain Kurikulum Sebagai Disiplin Ilmu
Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses kognitif atau
pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan gagasan dan
melakukan proses penelitian ilmiah. Longstreet menyatakan bahwa kurikulum ini
merupakan desain kurikulum yang berorientasi atau berpusat pada pengetahuan (the
knowledge centered design), di desain berdasarkan struktur ilmu, sehingga disebut juga
sebagai kurikulum subjek akademik dengan penekanan pada pengembangan intelektual
anak didik.6 Para ahli berpandangan bahwa desain ini berfungsi untuk mengembangkan
proses kognitif atau kemampuan berpikir melalui latihan menggunakan gagasan atau

4
Zainal Arifin. Konsep dalam Model Pengembangan Kurikulum, cet. Ke-3. (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2013).
5
Ornstein, A.C. & Hunkins, F.P. Curriculum: Principles, Foundations and Issues. Englewood Cliffs,
(N.J.: Prentice Hall, 1988). Hal. 166.
6
Longstreet, W.S. dan Shane, H.G. Curriculum for a New Millennium. (USA: Allyn & Bacon, 1993).
melakukan penelitian ilmiah. 7
Terdapat tiga bentuk organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu
yaitu :
a. Subject Centered Curriculum
Dalam organisasi ini, bahan atau isi kurikulum disusun dalam bentuk
mata pelajaran yang terpisah-pisah dan tidak saling berhubungan satu sama lain
seperti mata pelajaran sejarah, fisika, matematika, biologi, dan sebagainya.
Mata pelajaran - mata pelajaran itu tidak berhubungan satu sama lain. Pada
pengembangan kurikulum didalam kelas atau pada kebiasaan belajar mengajar,
setiap guru hanya bertanggung jawab pada satu mata pelajaran yang
diberikannya.
b. Correlated Curriculum
1) Mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, tapi mata pelajaran ini
memiliki kedekatan/dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi
(broadfield). Mengorelasikan bahan atau isi materi kurikulum dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:
Pendekatan structural, dalam pendekatan ini, kajian atau pokok bahasan
ditinjau dari beberapa mata pelajaran sejenis misalnya, kajian suatu topik
tentang geografi, tidak semata-mata ditinjau dari sudut geografi saja,
akan tetapi juga ditinjau dari sejarah, ekonomi atau mungkin budaya.
2) Pendekatan fungsional, pendekatan ini didasarkan pada pengkajian
masalah yang berarti dalam kehidupan sehari - hari. Dengan demikian,
suatu topik tidak diambil dari mata pelajaran tertentu tetapi diambil dari
apa yang dirasakan perlu untuk anak, selanjutnya topik itu dikaji pada
beberapa mata pelajaran yang memiliki keterkaitan contohnya : masalah
kemiskinan ditinjau dari sudut ekonomi, geografi, dan sejarah.
3) Pendekatan daerah, pada pendekatan ini materi pelajaran ditentukan
berdasarkan lokasi atau tempat, seperti mengkaji daerah ibu kota ditinjau
dari keadaan iklim, sejarah, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
c. Integrated Curriculum
Pada organisasi yang menggunakan model integrated, nama-nama mata

7
Mc Neil, John, D. Curriculum a Comprehenshive Introduction. (Glenview Illinois: Scott,
Foresman/Little, Brown Higher Education 1990).
pelajaran atau bidang studi sudah tidak nampak. Belajar berangkat dari suatu
pokok masalah yang harus dipecahkan. Masalah tersebut dinamakan unit.
Belajar berdasarkan unit ini, bukan hanya menghafal sejumlah fakta, tetapi juga
mencari dan menganalisa fakta sebagai bahan untuk memecahkan masalah.
Belajar dengan model ini diharapkan dapat mengembangkangkan seluruh aspek
diri anak didik, seperti sikap, emosi atau keterampilan, tidak hanya aspek
intelektual mereka.8
3. Desain Kurikulum Berorientasi Pada Masyarakat
Bentuk rancangan kurikulum berorientasi pada masyarakat didasari oleh asumsi
bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani kebutuhan masyarakat. Oleh sebab
itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam menentukan isi kurikulum. Ada
tiga perspektif desain kurikulum yang berorientasi pada kehidupan mayarakat, yaitu:
a. Perspektif Status Quo
Dalam rancangan kurikulum ini diarahkan untuk melestarikan nilai-nilai
budaya masyarakat. Dalam perspektif ini kurikulum merupakan perencanaan
untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada anak didik sebgai
persiapan menjadi orang dewasa yang dibutuhkan dalam kehidupan
masyarakat. Yang dijadikan dasar oleh para perancang kurikulum adalah aspek-
aspek penting kehidupan masyarakat.
Salah satu tokoh yang berpengaruh dalam menentukan relevansi dengan
kebutuhan social masyarakat adalah Franklin Bobbit. Ia mengkaji secara ilmiah
berbagai kebutuhan masyarakat yang harus menjadi isi kurikulum. Bobbit
berpendapat bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal harus
mendidik anak agar menjadi manusia dewasa dalam masyarakatnya. Oleh
karena itu, perlu dikaji berbagai aktivitas yang dilakukan oleh orang dewasa,
dan itulah yang semestinya menjadi isi kurikulum yang harus diajarkan kepada
anak didik. Berdasarkan kajian ilmiah yang dilakukannya, Bobbit menemukan
kegiatan-kegiatan utama dalam kehidupan masyarakat yang disarankan untuk
menjadi isi kurikulum sebagai berikut:
1) Kegiatan berbahasa atau komunikasi social
2) Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan

8
Nana Syaodih Sukmadinata. Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek). Cet.11, (PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung: 2009), hal 14-16
3) Kegiatan dalam kehidupan social seperti bergaul dan berkelompok
dengan orang lain.
4) Kegiatan menggunakan waktu senggang dan menikmati rekreasi.
5) Usaha menjaga kesegaran jasmani dan rohani.
6) Kegiatan yang berhubungan dengan religius.
7) Kegiatan yang berhubungan dengan peran orang tua seperti
membesarkan anak, memelihara kehidupan keluarga yang harmonis.
8) Kegiatan praktis yang bersifat vokasional atau keterampilan tertentu.
9) Melakukan pekerjaan sesuai dengan bakat seseorang.
Menurut Bobbit, dalam kehidupan masyarakat tidak akan terlepas dari
aspek-aspek diatas, maka dari itu isi kurikulum mestinya menyangkut hal-hal
tersebut. Setiap kegiatan menurut Bobbit dapat dirinci lagi dalam kegiatan-
kegiatan yang lebih khusus untuk lebih mengarahkan tujuan dan kegiatan siswa
di sekolah. Disamping kegiatan-kegiatan yang harus dikuasai seperti apa yang
dilakukan oleh orang dewasa dalam perspective ini juga menyangkut desain
kurikulum untuk memberikan keterampilan sebagai persiapan untuk bekerja
(profesi). Oleh sebab itu, sebelum merancang isi kurikulum, para perancang
perlu terlebih dahulu menganalisis kemampuan apa yang harus dimiliki anak
didik sehubungan dengan tugas atau profesi tertentu. Dari hasil analisis itu
kemudian dirancang isi kurikulum yang diharapkan lebih efektif dan sesuai
dengan kebutuhan lapangan pekerjaan.
b. Perspektif Pembaharuan (Reformis)
Dalam perpektif pembaharuan ini kurikulum dikembangkan untuk lebih
meningkatkan kualitas masyarakat itu sendiri. Kurikulum reformis
menghendaki peran serta masyarakat secara total dalam proses pendidikan.
Pendidikan dalam prespektif ini harus untuk mengubah tatanan sosial
masyarakat. Menurut pandangan para reformis, dalam proses pembangunan
pendidikan sering digunakan untuk menindas masyarakat miskin untuk
kepentingan elit yang berkuasa atau untuk mempertahankan struktur sosial yang
sudah ada. Dengan demikian, masyarakat lemah akan tetap berada dalam
ketidakberdayaan. Oleh sebab itu, menurut aliran reformis, pendidika harus
mampu mengubah keadaan masyarakat itu. Baik pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal harus mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial
baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan
merata.
Paulo Freire dan Ivan Illich merupakan tokoh yang termasuk dalam
perspektif reformis. Mereka berpendapat bahwa kurikulum yang sekedar
mencari pemecahan masalah sosial tidak akan memadai. Kurikulum sebagai
rancangan pendidikan mestinya harus mampu merombak tata sosial dan
lembaga-lembaga sosial yang sudah ada dan membangun struktur sosial baru.
Mereka berpendapat bahwa sekolah yang dikembangkan Negara bersifat opresif
dan tidak humanistis serta digunakan sebagai alat golongan elit untuk
mempertahankan status quo.
c. Perspektif Masa Depan
Perspektif masa depan sering dikaitkan dengan kurikulum rekonstruksi
sosial, yang menekankan kepada proses mengembangkan hubungan antara
kurikulum dan kehidupan sosial, politik, dan ekonomi masyarakat. Model
kurikulum ini lebih mengutamakan kepentingan sosial daripada kepentingan
individu. Setiap individu harus mampu mengenali berbagai permasalahan yang
ada di masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan yang sangat cepat.
Dengan pemahaman tersebut akan memungkinkan setiap individu dapat
mengembangkan masyarakatnya sendiri.
Seorang pelopor desain kurikulum rekonstruksi sosial di antaranya
adalah Harold Rug sekitar tahun 1920-1930-an. Rug melihat adanya
kesenjangan antara kurikulum yang diberikan di sekolah dengan kenyataan di
masyarakat. Oleh karena masyarakat merupakan asal dan tempat kembalinya
para siswa, maka menurut Rug siswa harus memahami berbagai macam
persoalan di masyarakat. Melalui pengetahuan dan konsep-konsep baru yang
diperolehnya, diharapkan siswa dapat mengidentifikasi dan dapat memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan demikian, kurikulum sekolah akan
benar-benar memiliki nilai untuk kehidupan masyarakat.
Dalam perspektif ini tujuan utamanya adalah mempertemukan siswa
dengan masalah-masalah yang dihadapi umat manusia. Para ahli rekonstruksi
sosial percaya, bahwa masalah-masalah yang dihadapi masyarakat bukan hanya
dapat dipecahkan melalui “Bidang Studi” Sosial saja, akan tetapi oleh setiap
disiplin ilmu termasuk didalamnya, ekonomi, estetika, kimia, dan matematika.
Berbagai macam krisis yang dialami oleh masyarakat harus menjadi bagian dari
isi kurikulum.
Dalam proses mengimplementasikan kurikulum ini terdapat 3 kriteria
yang harus diperhatikan. Ketiganya menuntut pembelajaran nyata (real),
berdasarkan pada tindakan (action), dan mengandung nilai (values). Ketiga
kriteria tersebut adalah pertama, siswa harus memfokuskan kepada salah satu
aspek yang ada dimasyarakat yang dianggapnya perlu untuk dirubah; kedua,
siswa harus melakukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi masyarakat
tersebut; dan ketiga, tindakan siswa harus didasarkan kepada nilai (values),
apakah tindakan itu patut dilaksanakan atau tidak, apakah memerlukan kerja
individual atau kelompok atau bahakan keduanya.
Dalam mengorganisasi kegiatan belajar siswa disusun berdasarkan tema
utama. Selanjutnya tema tersebut dibahas ke dalam beberapa topic yang relevan.
Topik itulah yang selanjutnya ditindaklanjuti, dibahas,dan dicari
penyelesaiannnya melalui latihan-latihan dan kunjungan-kunjungan. Mengenai
evaluasi pembelajaran diarahkan kepada kemampuan siswa mengartikulasikan
isu atau masalah, mencari pemecahan masalah, mendefinisikan ulang tentang
problema, memiliki kemauan untuk mengambil tindakan-tindakan tertentu.
Oleh sebab itu, evaluasi pembelajaran kurikulum rekonstruksi sosial dilakukan
secara terus-menerus pada setiap saat. 9
4. Desain Kurikulum Berorientas Pada Siswa
Asumsi landasan kurikulum ini yaitu bahwa pendidikan diselenggarakan untuk
membantu ank didik. Oleh karena itu, pendidikan tidak boleh terlepas darikehidupan
anak didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepadasiswa sebagai
isi kurikulum. Segala sesuatu yang menjadi isi kurikulum tidak bolehterlepas dari
kehidupan siswa sebagai peserta didik. Dalam mendesain kurikulum yang berorientasi
pada siswa, Alice Crow menyarankan hal-hal berikut:
a. Kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan anak.
b. Isi kurikulum harus mencakup keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
dianggap berguna untuk masa sekarang dan masa yang akan dating
c. Anak hendaknya ditempatkan sebagai subjek belajar yang berusaha untuk
belajar sendiri. Artinya, siswa harus didorong untuk melakukan berbagai
aktivitas belajar, bukan hanya sekedar menerima informasi dari guru.

9
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1987), hal. 23-25
d. Diusahakan apa yang dipelajari siswa sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat
perkembangan mereka. Artinya, apa yang seharusnya dipelajari bukan
ditentukan dan dipandang baik dari sudut guru atau dari sudut orang lain akan
tetapi ditentukan dari sudut anak itu sendiri.
Terdapat dua perspektif yang berkaitan dengan desain kurikulum yang
berorientasi pada siswa, yakni perspektif kehidupan anak di masyarakat (The child-in-
society perspective) dan perspektif psikologi (The psychological
curriculum perspective).
a. Perspektif Kehidupan Anak di Masyarakat Francis Parker menganjurkan
siswa sebagai sumber kurikulum percaya bahwah akikat belajar bagi siswa
adalah apabila siswa belajar secara nyata dari kehidupan mereka di
masyarakat, sebagaimana dimulai dari apa yang pernah dialami siswa seperti
pengalaman dalam keluarga, lingkungan fisik dan lingkungan sosial mereka,
serta dari hal-hal yang ada di sekeliling mereka. Paker juga mengemukakan
bahwa desain dalam perspektif ini berbeda dengan kurikulum yang
konvensional, yang mana proses pembelajarannya menghafal dan menguasai
materi yang ada di buku cetak, tetapi siswa harus belajar mengetahui secara
sadar bagaimana kehidupan nyata di masyarakat. Contohnya seperti belajar
Geografi, siswa tidak hanya dituntut untuk membaca dan menghafal
sejumlah data,tetapi siswa juga harus memahami data-data Geografi melalui
karya wisata. Demikian pula dengan belajar tata bahasa, siswa tidak perlu
menghafal aturan bahasa, tetapi bagaimana aturan tata bahasa diterapkan
dalam percakapan sehari-hari.
b. Perspektif Psikologi Perspektif psikologi dalam desain kurikulum yang
berorientasi pada siswa seringdiartikan sebagai kurikulum yang bersifat
humanistik, yang muncul sebagai reaksi terhadap proses pendidikan yang
hanya mengutamakan segi intelektual. Menurut para ahli dalam perspektif
ini, tugas dan tanggung jawab pendidikan di sekolah bukan hanya
mengembangkan segi intelektual, tetapi mengembangkan seluruh pribadi
siswa sehingga dapat membentuk manusia yang utuh. Aliran humanis pun
percaya bahwa fungsi kurikulum adalah menyediakan berbagai pengalaman
belajar yang menyenangkan untuk setiap siswa sehinggadapat membantu
pengembangan pribadi siswa secara utuh dan menyeluruh. Tujuannya adalah
mengembangkan proses pertumbuhan yang ideal, integritas, dan otonomi
pribadi, sehingga tujuan intinya yaitu aktualisasi diri.
Terdapat tiga hal yang dilakukan oleh guru dalam mengimplementasikan
kurikulum ini:
a. Dengarkan secara menyeluruh berbagai ungkapan siswa;
b. Bersikap lemah lembut dan kasih sayang terhadap siswa; dan
c. Bersikap wajar dan alami terhadap siswa serta jangan berpura-pura. Kriteria
keberhasilan dalam kurikulum ini ditentukan oleh perkembangan anak
supaya menjadi manusia terbuka dan berdiri sendiri, dan mengevaluasi
berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah kegiatan tersebut
mampumemberikan nilai untuk kehidupan masa yang akan datang. Maka
proses pembelajaran menurut kurikulum ini ialah ketika memberikan
kesempatan kepadasiswa untuk tumbuh berkembang sesuai dengan potensi
yang dimilikinya.10

5. Desain Kurikulum Teknologis


Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih menekankan kepada
penggunaan alat-alat teknologis untuk menunjang efisiensi dan efektivitas pendidikan.
Kurikulumnya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat dan media, juga
model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat. Contoh-contoh
model pengajaran tersebut adalah pengajaran dengan bantuan film dan video,
pengajaran berprogram, mesin pengajaran, pengajaran modul. Pengajaran dengan
bantuan komputer, dan lain-lain.
Terdapat korelasi yang positif antara ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan akan berdampak positif terhadap teknologi yang
dihasilkan. Demikian pula sebaliknya, kemajuan teknologi juga berpengaruh besar
terhadap perkembangan model konsep kurikulum. Sukmadinata menyatakan bahwa
ciri-ciri kurikulum teknologis dapat ditemukan pada empat bagian yaitu pada tujuan,
metode, organisasi bahan, dan evaluasi. 11
6. Model-Model Desain Kurikulum
Problem centered design berpangkal pada filsafat yang mengutamakan peranan
manusia (man centered). Problem centered design menekankan manusia dalam

10
Wina Sanjaya. Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
(Jakarta:Kencana Prenada Media Group 2008). hal. 45-47
11
Abdullah Idi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008)
kesatuan kelompok yaitu kesejahteraan masyarakat dan menekankan pada
perkembangan peserta didik. Dalam kehidupan bersama ini manusia menghadapi
masalah-masalah yang harus dipecahkan bersama pula. Mereka berinteraksi,
berkooperasi, dalam memecahkan masalah-masalah sosial yang mereka hadapi untuk
meningkatkan kehidupan mereka, selain itu anak atau siswa adalah yang pertama dan
utama dalam pendidikan, sehingga kurikulum humanistik lebih memberikan tempat
utama kepada siswa. Siswa dipandang sebagai subjek yang menjadi pusat kegiatan
pendidikan, siswa memiliki potensi, kemampuan dan kekuatan untuk berkembang.
Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan peserta
didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of Living
Design, dan The Core Design.
a. The Area Of Living Design
Dalam prosedur belajar ini tujuan yang bersifat proses (process objectie)
dab yang bersifat isi (content objectivies) diintegrasikan. Ciri lain yaitu
menggunakan pengalaman dan situasi-situasi dari peserta didik
sebagaipembuka jalan dalam mempelajari bidang-bidang kehidupan. Desain
ini mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:
1) Merupakan the subject matter design tetapi dalam bentuk yang
terintegrasi. Pemisahan antara subject dihilangkan oleh problema-
problema kehidupan sosial.
2) Menyajikan bahan ajar yang relevan, untuk memecahkan masalah-
masalah dalam kehidupan.
3) Menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang profesional.
4) Motivasi belajar dari peserta didik.
Adapun kerugian dari desain ini adalah :
1) Penentuan lingkup dan sekeuens dari bidang-bidang kehidupan yang
sangat esensial sangat sukar.
2) Lemahnya integrasi kurikulum
3) Desain ini mengabaikan warisan budaya.
b. The Core Design
Dalam mengintegrasikan bahan ajar, mereka memilih mata pelajaran
tertentu sebagai inti (core). Pelajaran lainnya dikembangkan disekitar core
tersebut. Menurut konsep ini inti-inti bahan ajar dipusatkan pada kebutuhan
individual dan sosial. The Core Design juga disebut The Core Curriculum.
Mayoritas memandang core curriculum sebagai suatu model pendidikan yang
memberikan pendidikan umum. The core curriculum diberikan guru-guru yang
memilikipenguasaan dan berwawasan luas, bukan spesialis. Di samping
memberikan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan sosial, guru-guru
tersebut juga memberikan bimbingan terhadap perkembangan social pribadu
peserta didik. Ada beberapa variasi desain core curriculum yaitu :
1) The separate subject core.
Salah satu usaha untuk mengatasi keterpisahan antar mata
pelajaran, beberapa mata pelajaran yang dipandan mendasari atau menjadi
inti mata pelajaran lainnya dijadikan core.
2) The correlated core.
Model desain ini pun berkembang dari the separate subjects
design, dengan jalan mengintegrasikan beberapa mata pelajaran yang erat
hubungannya.
3) The fused core.
Kurikulum ini juga berpangkal dari separate subjects,
pengintegrasiannya bukan hanya anatara dua atau tiga pelajaran tetapi lebih
banyak. Dalam studi ini dikembangkan tema-tema masalah umum yang
dapat diinjau dari berbagai sudut pandang.
4) The actiity/experience core.
Model desain ini berkembang dari pendidikan progresif dan
learner centerd design-nya, design ini dipusatkan apada minat-minat dan
kebutuhan peserta didik.
5) The areas of living core.
Desain model ini berpangkal juga pada pendidikan progresif,
tetapi organisasinya berstruktur dan dirancang sebelumnya. Bentuk desain
ini dipandang sebagai core design yang paling murni dan paling cocok
untuk program pendidikan umum.
6) The social probelms core.
Model ini pun merupakan produk dari pendidikan progresif.
Dalam beberapa hal mode ini sama dengan the areas of living core.
Perbedaanya terletak pada the areas of licing core didasarkan atas kegiatan-
kegiatan manusia yang universal tetapi berisi hal yang controversial,
sedangan the social problems core didasarkan atas problema-problema yng
mendasar dan bersifat controversial. The areas of living core cenderung
memelihara dan mempertahankan kondisi yang ada, sedang the social
problems core mencoba memberikan penilaian yang sifatnya kritis dari
sudut sistem nilai sosial dan pribadi yang berbeda. 12
D. Kesimpulan
Desain kurikulum adalah menyangkut pola pengorganisasian unsur-unsur atau
komponen kurikulum. Desain kurikulum ini berfungsi untuk mengembangkan proses
kognitif atau pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui latihan menggunakan
gagasan dan melakukan proses penelitian ilmiah. Rancangan kurikulum yang berorientasi
pada masyarakat didasari oleh asumsi bahwa tujuan dari sekolah adalah untuk melayani
masyarakat. Oleh karena itu, kebutuhan masyarakat harus dijadikan dasar dalam
menentukan isi kurikulum. Teknologi pendidikan dalam arti teknologi alat, lebih
menekankan kepada penggunaan alat-alat teknologis untuk menunjang efisiensi dan
efektivitas pendidikan. Kurikulumnya berisi rencana-rencana penggunaan berbagai alat
dan media, juga model-model pengajaran yang banyak melibatkan penggunaan alat.
Kurikulum ini memiliki asumsi bahwa pendidikan diselenggarakan untuk membantu anak
didik. Kurikulum yang berorientasi pada siswa menekankan kepada siswa sebagai sumber
isi kurikulum. Problem centered design menekankan pada isi maupun perkembangan
peserta didik. Minimal ada dua variasi model desain kurikulum ini, yaitu The Areas Of
Living Design, dan The Core Design.

12
Robert S. Zais. Curriculum Principles and Foundations, (New York: Harper & Row Publisher,
1976). hal. 7.
Daftar Pustaka
Arifin, Zainal. (2013). Konsep dalam Model Pengembangan Kurikulum, cet. Ke-3. Bandung;
Remaja Rosdakarya.
Idi, Abdullah (2008). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Ibid, 16.
Longstreet, W.S. dan Shane, H.G. (1993). Curriculum for a New Millennium. USA: Allyn &
Bacon.
Mc Neil, John, D. (1990), Curriculum a Comprehenshive Introduction. Glenview
Illinois: Scott, Foresman/Little, Brown Higher Education.
Nana Syaodih Sukmadinata (1987: 23-25), Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Ornstein, A.C. & Hunkins, F.P. (1988: 166). Curriculum: Principles, Foundations and Issues.
Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall.
Pratt, D. (1980). Curriculum Design and Development. New York: Harcourt Brace..
Richey, Rita. C, Klein, James. D and Tracey Monica. W (2011). The Instructional Design
Knowledge Base. New York and London: Taylor and Francis Group.
Sanjaya, Wina. (2008: 45-47). Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sukmadinata, Nana Syaodih (2009: 14-16) . Pengembangan Kurikulum (Teori dan Praktek).
Cet.11, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Zais, Robert S, (1976: 7) Curriculum Principles and Foundations, New York: Harper & Row
Publisher.

You might also like