You are on page 1of 13

MALAKAH KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN RETADASI MENTAL PADA ANAK

Disusun oleh kelompok 4


1. Febry Andika NIM : 111711008
2. Naulita Wulandari NIM : 111711021
3. Ristina Agustin NIM : 111711029
4. Zulaihatin NIM : 111711038

Dosen Pembimbing:
Wasis Pujiati, S. Kep, Ns, M. Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH TANJUNGPINANG
TA 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga kelompok dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Retadasi Mental Pada Anak” sebagai tugas di mata kuliah keperawatan
anak dua.
Selama proses penyusunan makalah ini, kelompok mengalami berbagai
kendala, namun berkat bantuan dari beberapa pihak, maka makalah ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu kelompok ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Heri Priatna,, SSt. FT,SKM,S. Sos, MM,Sp.F.OM, selaku ketua Stikes
Hangtuah Tanjungpinang.
2. Yusnaini Siagian, S. Kep, Ns,. M. Kep, selaku waket 1 Stikes Hang tuah
Tanjungpinang.
3. Zakiah Rahman, S. Kep, Ns,. M. Kep, selaku Ka. Prodi Stikes Hang tuah
Tanjungpinang
4. Wasis Pujiati, S. Kep, Ns, M. Kep , selaku koordinator mata kuliah keperawatan
anak sekaligus Dosen Pembimbing.

Kelompok menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Tanjungpinang, 04 Oktober 2019

Kelompok empat
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi...................................................................................................4
B. Etiologi ..................................................................................................4
C. Klasifikasi ..............................................................................................6
D. Manifestasi Klinis ..................................................................................9
E. Faktor resiko ........................................................................................11
F. Komplikasi ..........................................................................................14
G. penatalaksanaan....................................................................................14
H. pencegahan ..........................................................................................15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian.............................................................................................25
B. Diangnosa Keperawatan........................................................................29
C. Intervensi Keperawatan.........................................................................30
D. Implementasi Keperawatan...................................................................30
E. Evaluasi Keperawatan............................................................................30
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................34
B. Saran ...................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................35
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau
tidak lengkap yang sering terjadi pada anak, terutama ditandai oleh adanya gangguan
selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara
menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Anak
retardasi mental memperlihatkan fungsi intelektual dan kemampuan dalam perilaku
adaptif di bawah usianya sehingga anak yang mengalami retardasi mental kurang
mampu mengembangkan keterampilan dan kebiasaan-kebiasaan yang dimiliki anak
usianya
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) atau
kemampuan intelektual, yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai aktifitas mental
(berfikir, menalar dan memecahkan masalah) (Robbins & Judge, 2009). Menurut
Gunarsa (2008), perkembangan dipengaruhi oleh faktor dalam (bawaan) dan faktor
luar (lingkungan, pengalaman, pengasuhan). Puspitasari, dkk. (2011) menambahkan
faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan kognitif anak adalah status gizi dan
faktor sosiodemografi yaitu pola asuh, lama pendidikan ibu, lama pendidikan ayah,
stuktur keluarga, dan jumlah anak
Hasil analisis dari Global Burden of Disease tahun 2004 dalam Kemenkes RI
(2014), didapatkan bahwa 15,3% populasi dunia mengalami disabilitas sedang, dan
2,9% mengalami disabilitas parah. Pada populasi usia 0-14 tahun prevalensinya
berturut-turut adalah 5,1% dan 0,7%. Sedangkan pada populasi usia 15 tahun atau
lebih, sebesar 19,4% dan 3,8%.Populasi penyandang disabilitas di Indonesia menurut
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2012 adalah sebesar 2,45%
(6.515.500 jiwa) dari 244.919.000 estimasi jumlah penduduk Indonesia dan retardasi
mental termasuk di dalamnya. Terjadi peningkatan prevalensi disabilitas termasuk
retardasi mental pada tahun 2003 sampai 2006 yaitu dari 0,69 % menjadi 1,38 %,
kemudian tahun 2009 sampai 2012 yaitu dari 0,92%menjadi 2,45 % dari total jumlah
penduduk di Indonesia (Kemenkes RI, 2014).
Pada data pokok Sekolah Luar Biasa di seluruh Indonesia tahun 2009, (BPS,
2010) dalam Kemenkes RI (2014) berdasarkan kelompok usia sekolah, jumlah
penduduk di Indonesia yang menyandang keterbelakangan mental adalah 62.011
orang. Dengan perbandingan 60% diderita anak laki-laki dan 40% diderita anak
perempuan. Dari jumlah tersebut anak yang terkena retardasi mental sangat berat
sebanyak 2,5%, anak retardasi mental berat sebanyak 2,8%, retardasi sedang
sebanyak 2,6%, anak retardasi mental ringan sebanyak 3,5% dan sisanya disebut anak
dungu. Retardasi mental banyak ditemukan pada anak yang berusia 5-6 tahun, dan
puncaknya pada golongan remaja umur 15 tahun (Maramis, 2005).
Tingginya kasus retardasi mental akan menyebabkan semakin banyak pula
kemampuan kognitif masyarakat yang terganggu. Jika kasus disabilitas (kecacatan)
terus meningkat, maka sumber daya manusia akan menurun dan kualitas penduduk di
Indonesia juga menurun. Menurut Puspitasari, dkk (2011), anak berusia 3-6 tahun
yang mengalami malnutrisi memiliki risiko 1,9 kali lebih besar untukmengalami
hambatan pertumbuhan dibandingkan anak yang status gizinya normal karena
malnutrisi pada anak akan mengganggu sistim informasi di dalam otak. Faktor
genetik hanya memiliki andil 30-40% dalam menentukan perkembangan otak dan
tingkat kecerdasan anak. Selebihnya, yang berperan adalah faktor lingkungan, antara
lain pemenuhan kebutuhan berbagai zat gizi yang diperlukan untuk menunjang proses
perkembangan otak anak.
Georgief (2007) menyatakan bahwa kekurangan gizi tertentu akan menyebabkan
disfungsi neuroanatomical, neurokimia, dan neurofisiologis pada manusia sehingga
akan memiliki efek pada perkembangan saraf. Pengaruh dari setiap kekurangan gizi
pada perkembangan otak akan diatur oleh prinsip waktu, dosis, dan durasi. Untuk
setiap wilayah tertentu, pemenuhan gizi awal memiliki efek lebih besar pada
proliferasi sel, sehingga mempengaruhi jumlah sel. Penelitian ini bertujuan untuk
Mengetahui kemampuan kognitif anak retardasi mental berdasarkan status gizi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari retadasi mental ?
2. Apa etiologi dari retadasi mental ?
3. Apa saja klasifikasi dari retadasi mental ?
4. Apa saja manifestasi klinis dari retadasi mental ?
5. Apa saja factor resiko dari retadasi mental ?
6. Apa saja komplikasi dari retadasi mental ?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari anak dengan retadasi mental ?
8. Bagaimana pencegahan dari retadasi mental ?

C. TUJUAN
1. Tujuan umum
Untuk menyelesaikan tugas kelompok pada mata kuliah Keperawatan Anak
dengan materi Asuhan Keperawatan Retadasi Mental pada Anak.
2. Tujuan khusus
Tujuannya untuk memberikan gambaran tentang:
a. Pengkajian keperawatan pada klien yang mengalami retadasi mental
b. Diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami retadasi mental
c. Intervensi keperawatan pada klien yang mengalami retadasi mental
d. Implementasi keperawatan pada klien yang mengalami retadasi mental
e. Evalusi keperawatan pada klien yang mengalami retadasi mental.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
American Association on Mental Deficiency (AAMD) membuat definisi
retardasi mental yang kemudian direvisi oleh Rick Heber (1961) sebagai suatu
penurunan fungsi intelektual secara menyeluruh yang terjadi pada masa
perkembangan dan dihubungkan dengan gangguan adaptasi sosial. Ada 3 hal
penting yang merupakan kata kunci dalam definisi ini yaitu penurunan fungsi
intelektual, adaptasi sosial, dan masa perkembangan. Penurunan fungsi intelektual
secara umum menurut definisi Rick Heber diukur berdasarkan tes intelegensia
standar paling sedikit satu deviasi standar (1 SD) di bawah rata-rata. Periode
perkembangan mental menurut definisi ini adalah mulai dari lahir sampai umur 16
tahun. Gangguan adaptasi sosial dalam definisi ini dihubungkan dengan adanya
penurunan fungsi intelektual. Menurut definisi ini tidak ada kriteria bahwa
retardasi mental tidak dapat diperbaiki seperti definisi retardasi mental
sebelumnya
retardasi mental adalah gangguan perkembangan otak yang ditandai
dengan nilai IQ di bawah rata-rata orang normal dan kemampuan untuk
melakukan keterampilan sehari-hari yang buruk. Retardasi mental juga dikenal
dengan nama gangguan intelektual.
Menurut Grossman retardasi mental adalah penurunan fungsi intelektual yang
menyeluruh secara bermakna dan secara langsung menyebabkan gangguan
adaptasi sosial, dan bermanifestasi selama masa perkembangan. Menurut definisi
ini penurunan fungsi intelektual yang bermakna berarti pada pengukuran uji
intelegensia berada pada dua deviasi standar di bawah rata-rata. Berdasarkan
kriteria ini ternyata kurang dari 3% populasi yang dapat digolongkan sebagai
retardasi mental. Periode perkembangan menurut definisi ini adalah mulai dari
lahir sampai umur 18 tahun. Gangguan adaptasi sosial menurut definisi ini secara
langsung disebabkan oleh penurunan fungsi intelektual

B. ETIOLOGI

Retardasi mental disebabkan oleh gangguan kondisi otak yang dapat terjadi
akibat beberapa faktor, di antaranya adalah:

1. Cedera, misalnya karena kecelakaan lalu lintas atau saat berolahraga.


2. Kelainan genetik, seperti sindrom Down dan hipotiroidisme.
3. Menderita penyakit yang memengaruhi fungsi otak, seperti infeksi pada otak
(misalnya meningitis) atau tumor otak.
4. Gangguan saat kehamilan, seperti kekurangan nutrisi selama hamil, infeksi,
penggunaan obat, atau preeklamsia.
5. Gangguan saat melahirkan, seperti kekurangan oksigen atau terlahir prematur.

Pada kasus tertentu, penyebab retardasi mental tidak diketahui secara pasti.

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi di bawah ini merupakan klasifikasi berdasarkan hasil penilaian IQ,
yaitu:
1. Retardasi Mental Ringan (mild): bila nilai IQ berkisar 70-55/50
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dididik (educable). Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu
menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari dan untuk wawancara klinik.
Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri secara independen
(makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung
kemih), meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran
normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah,
dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks
sosiokultural yang memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak
ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial, akan
terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal tidak mampu menguasai
masalah perkawinan atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri
dengan tradisi budaya
2. Retardasi mental sedang (moderate): bila nilai IQ berkisar antara 55/50 –
40/35
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat
dilatih (trainable). Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan
perkembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, serta pencapaian
akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan
ketrampilan motor juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya
membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di sekolah
terbatas, sebagian masih bisa belajar dasardasar membaca, menulis dan
berhitung
3. Retardasi mental berat (severe): bila nilai IQ berkisar antara 40/35 – 25/20
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi
mental sedang dalam hal gambaran klinis, penyebab organik, dan keadaan-
keadaan yang terkait. Perbedaan utama adalah pada retardasi mental berat ini
biasanya mengalami kerusakan motor yang bermakna atau adanya defisit
neurologis.
4. Retardasi mental sangat berat (Profound): bila nilai IQ berada di bawah 25/20
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat
terbatas kemampuannya dalam mengerti dan menuruti permintaan atau
instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya
mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.

D. MANIFESTASI KLINIS
Pasien anak biasanya datang dengan keluhan dismorfisme seperti
mikrosefali disertai dengan gagal tumbuh sesuai usia, tidak ada tanda-tanda khusus
secara fisik yang menunjukan kelainan intelektual. Kebanyakan anak dengan
gangguan intelektual sulit bersosialisasi dengan anak seumurnya, tidak
berkembang sesuai umurnya misalnya kurangnya pendengaran atau penglihatan,
postur yang tidak sesuai, atau sulit untuk duduk atau berjalan pada anak usia 6-18
bulan. Gangguan bicara dan bahasa paling banyak terjadi setelah usia 18 bulan.
Retardasi mental banyak teridentifikasi pada usia 3 tahun.

E. FAKTOR RESIKO

Faktor risiko terjadinya retardasi mental diantaranya:

1. Genetik: kelainan biologis yang memungkinkan terjadinya retardasi mental


seperti sindroma Down, sindroma Fragile-X
2. Sosioekonomik: pendidikan orang tua yang rendah ditambah dengan buruknya
nutrisi atau kemiskinan yang dapat berisiko menyebabkan retardasi mental.
3. Pengaruh lingkungan.
4. Kelainan Metabolik
5. Maternal substance abuse
6. Trauma atau penyakit (illness)
7. Idiopatik, kurang lebih 40%.
8. Infeksi maternal seperti infeksi Rubela, Cytomegalovirus, Sifilis genital

F. KOMPLIKASI
a. Gangguan kejiwaan
b. Gangguan kejang
c. Defisit komunikasi
d. Konstipasi
e. Gangguan hiperaktif
f. Serebral palcy

G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Obat-obat yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi mental
adalah terutama untuk menekan gejala - gejala hiperkinetik. Metilfenidat
(ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif.
Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, flufenazin, fluoksetin kadang -
kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan
belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat,
amfetamin, asam glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA)
2. Rumah Sakit / Panti Khusus
Penempatan di panti-panti khusus perlu dipertimbangkan atas dasar:
kedudukan sosial keluarga, sikap dan perasaan orangtua terhadap anak, derajat
retardasi mental, pandangan orangtua mengenai prognosis anak, fasilitas
perawatan dalam masyarakat, dan fasilitas untuk membimbing orangtua dan
sosialisasi anak. Kerugian penempatan di panti khusus bagi anak retardasi
mental adalah kurangnya stimulasi mental karena kurangnya kontak dengan
orang lain dan kurangnya variasi lingkungan yang memberikan kebutuhan
dasar bagi anak.
3. Psikoterapi
Psikoterapi dapat diberikan kepada anak retardasi mental maupun
kepada orangtua anak tersebut. Walaupun tidak dapat menyembuhkan
retardasi mental tetapi dengan psikoterapi dan obat-obatan dapat diusahakan
perubahan sikap, tingkah laku dan adaptasi sosialnya
4. Konseling
Tujuan konseling dalam bidang retardasi mental ini adalah
menentukan ada atau tidaknya retardasi mental dan derajat retardasi
mentalnya, evaluasi mengenai sistem kekeluargaan dan pengaruh retardasi
mental pada keluarga, kemungkinan penempatan di panti khusus, konseling
pranikah dan pranatal.
5. Pendidikan
Pendidikan yang penting disini bukan hanya asal sekolah, namun bagaimana
mendapatkan pendidikan yang cocok bagi anak yang terbelakang ini. Terdapat
empat macam tipe pendidikan untuk retardasi mental.
a. Kelas khusus sebagai tambahan dari sekolah biasa
b. Sekolah luar biasa C
c. Panti khusus
d. Pusat latihan kerja (sheltered workshop)

H. PENCEGAHAN
Dengan memberikan perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang potensial
dapat mengakibatkan retradasi mental, misalnya melalui imunisasi.
Konseling perkawinan, pemeriksaan kehamilan yg rutin, nutrisi yang baik
selama kehamilan, dan bersaling pada tenaga kesehatan yang berwewenang
maka dapat membantu menurunkan angka kejadian retradasi mental.
Demikian pula dengan mengentaskan kemiskinan dan membuka lapangan
kerja, memberikan pendidikan yang baik, memperbaiki senitasi lingkungann, ,
meningkatkan gizi keluarga, akan meningkatkan ketahanan terhadap
penyakit. Dengan adanya program BKB (Bina Keluarga dan Balita) yang
merupakan stimulasi metal dini dan bisa di kembangkan dan juga dideteksi
dini, maka dapat mengoptimalkan perkembangan anak.
Diagnosis ini sangat penting, dengan melakukan skrinning sedini
mungkin, terutama pada tahun pertama, maka dapat di lakukan intervensi
yang dini pula. Misalnya diagnosis dii dan terapi dini hiipotiroid, dapat
memperkecil kemungkinan retradasi mental. Deteksi dan intervensi dini pada
retradasi mental sangat membantu memperkecil retradasi yang terjadi.

You might also like