You are on page 1of 41

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY

DIPLEGI DI RSU HAJI SURABAYA

Disusun oleh :

Kelompok 7

Ayunda Sherina Mahardi Putri (P27226018111)

Frenti Febriana Hariati (P27226018120)

Riswanda Khoiruddin Imawan (P27226018136)

Alfa Zamrotin Malaniale Maidi (P27226018150)

Armitha Akhadiany (P27226018156)

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN FISIOTERAPI

JURUSAN FISIOTERAPI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN

SURAKARTA

2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa pertumbuhan anak merupakan masa yang sangat riskan bagi setiap

kehidupan anak. Oeh karena itu, sangat penting untuk memperhatikan seluruh

aspek yang mendukung maupun yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan anak. Masalah yang sering ditemui pada tumbuh kembang anak

diantaranya yaitu cerebral palsy (CP). Cerebral palsy (CP) merupakan kelainan

atau kerusakan pada otak yang bersifat non-progresif yang terjadi pada proses

tumbuh kembang. Kelainan atau kerusakan tersebut dapat terjadi pada saat di

dalam kandungan (prenatal), selama proses melahirkan (natal), atau setelah proses

kelahiran (postnatal). Cerebral Palsy pada umunya dikenal sebagai gangguan yang

memiliki efek pada gerakan dan postur.

Berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian

Kesehatan RI pada tahun 2010 menunjukkan jumlah penyandang CP pada anak

usia 24-59 bulan adalah 0,09% dari jumlah keseluruhan penduduk Indonesia

dengan usia yang sama (Infodatin, 2014).

Cerebral palsy tipe spastic akan mengakibatkan otot-otot menjadi kaku.

Menurut Dorlan (2005), Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh,

paralisis bilateral. Cerebral Palsy Spastik Diplegi adalah suatu gangguan tumbuh

kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya kerusakan pada otak yang

terjadi pada periode sebelum, selama dan sesudah lelahiran yang ditandai dengan
kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih berat dari pada anggota gerak

atas.

Penyebab cerebral palsy spastik diplegi yaitu karena adanya kerusakan

area 6 yang merupakan jalur ekstra piramidalis yang berfungsi untuk

menghaluskan gerakan, sehingga akan terjadi gerakan yang tangkas, harmonis dan

efektif, sehingga kerusakan pada area ini menyebabkan spastisitas. Permasalahan

utama yang dialami oleh penderita CP spastik diplegia adalah (1) adanya

gangguan distibusi tonus postural (spastisitas) terutama kedua tungkainya, (2)

adanya gangguan koordinasi, (3) adanya gangguan keseimbangan, (4) terdapat

gangguan jalan yang menyebabkan penderita mengalami (5) gangguan fungsional.

Selain itu penderita juga dapat mengalami problem penyerta seperti retardasi

mental, gangguan penglihatan, gangguan intelektual serta potensial terjadi

kontraktur (deformitas).

Fisioterapi pada kasus CP berperan dalam memperbaiki postur, mobilitas

postural, control gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar. Cara yang

digunakan yaitu dengan mengurangi spastisitas, memperbaiki pola jalan, dan

mengajarkan pada anak gerakan-gerakan fungsional sehingga diharapkan anak

mampu mandiri untuk melakukan aktifitasnya sehari-hari (Wikipedia Project,

2007). Berdasarkan kasus CP diplegi yang terdapat di RSU Haji Surabaya,

intervensi yang diberikan pada kasus tersebut antara lain neurosenso, massage

ekspresi, dan Neuro Developmental Treatment (NDT).

Neurosenso adalah untuk mendorong perkembangan motorik dan personal

anak (Nawang, 2010). Neurosenso bertujuan untuk mengaktifkan motor program


yang dialami dan genetik dan seluruh mekanisme perkembangan anak,

mengaktifkan brain body intregation mechanisme, membuat exercise terpadu yang

bersifat individual untuk anak-anak dan orang dewasa yang memiliki masalah

dalam perkembangan gerak, emosi, motifasi dan pembelajaran.

Massage ekspresi dilakukan dengan cara pemberian pijatan lembut pada

seluruh bagian wajah, dan terkadang diberikan tekanan dengan tujuan untuk

memberikan stimulasi pada bagian yang membutuhkan tekanan. Stimulasi pijat

pada bayi cukup bulan dan batita berupa massage ekspresi dilakukan selama 15

menit dengan 6 kali pengulangan tiap gerakan.

NDT adalah suatu teknik yang dikembangkan oleh Karel dan Bertha

Bobath pada tahun 1997. Metode ini khususnya ditujukan untuk menangani

gangguan system saraf pusat pada bayi dan anak-anak. Agar lebih efektif,

penanganan harus dimulai secepatnya, sebaiknya sebelum anak berusia 6 bulan.

Hal ini sesungguhnya masih efektif untuk anak pada usia yang lebih tua, namun

ketidaknormalan akan semakin tampak seiring dengan bertambahnya usia anak

dan biasanya membawa terapi pada kehidupan sehari-hari sangat sulit dicapai).

Dasar dari tehnik terapi latihan dengan metode pendekatan NDT yaitu

menginhibisi pola spastisitas dan fasilitasi pola-pola sikap dan gerakan. Melalui

tindakan inhibisi spastisitas dan fasilitasi maka akan dicapai tonus yang mendekati

normal dan diharapkan anak dapat bergerak bebas serta pengalaman sensoris akan

bertambah banyak.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis akan

menjabarkan bagaimana “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Cerebral Palsy

Diplegia di RSU Haji Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar berlakang diatas, maka rumusan masalah yang diambil

adalah bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy

Diplegia di RSU Haji Surabaya

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penatalaksanaan

fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Diplegia di RSU Haji Surabaya.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini antara lain sebagai berikut.

1. Bagi Penulis

Penulis agar dapat mengetahui dan memahami bagaimana pentalaksanaan

fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Diplegia

2. Bagi Masyarakat

Agar masyarakat dapat mengetahui lebih banyak tentang Cerebral Palsy

dan bagaimana cara mengenali anak-anak yang terkena Cerebral Palsy serta
memperluas wawasan masyarakat agar lebih tanggap untuk mencegah anak-

anaknya dari resiko Cerebral Palsy.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Pengertian

Cerebral palsy (CP) adalah gangguan akibat terjadinya kerusakan pada

otak janin atau bayi yang mempengaruhi perkembangan gerak dan postur, sering

disertai dengan adanya permasalahan sensasi, persepsi, kognisi dan sikap dengan

tanda awal cerebral palsy yang biasanya muncul dibawah usia 2 tahun. (ICD 10,

2015).

Cerebral palsy spastik diplegi merupakan salah satu jenis cerebral palsy

tipe spastik, biasanya diakibatkan karena adanya kerusakan pada white matter atau

substansia alba di daerah periventricular dan mengakibatkan gangguan terutama

kedua tungkai lebih berat daripada ekstremitas atas, sehingga menimbulkan

masalah keseimbangan, koordinasi dalam berdiri, dan gangguan gaya berjalan,

selain itu pada saat posisi berdiri disertai dengan gangguan seperti adanya

peningkatan lordosis lumbar, pelvic tilting ke anterior, hip dengan posisi internal
rotasi, kedua lutut fleksi, terdapat intoeing, dan kaki equinovalgus (Tecklin,

2015).

2. Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak merupakan bagian paling utama dari seluruh sistem saraf dan

memiliki peran penting dalam mengendalikan beragam fungsi kehidupan. Otak

terdiri dari 100 – 200 milyar sel aktif yang saling terkoneksi. Bagian ini dilindungi

oleh tiga selaput pelindung yang berada di dalam tulang tengkorak (Irfan, 2010).

a. Otak besar (cerebrum)

Otak besar (cerebrum) terbagi menjadi dua belahan hemisfer terdiri dari

substansia grisea dan substansia alba. Korteks merupakan bagian terluar dari

substansia grisea, ada celah dalam yang memisahkan kedua hemisfer tersebut

namun tetap bersatu dalam corpus calosum yaitu substansia alba yang

berisikan serabut saraf dan merupakan bagian terbesar dari korteks motorik, di

bawahnya lagi dapat dijumpai substansia grisea atau basal ganglia (Pearce,

2010). Otak besar (cerebrum) terbagi menjadi beberapa lobus yaitu lobus

frontalis, temporalis, parietalis, dan lobus oksipitalis.

b. Otak kecil (cerebellum)

Otak kecil terletak di fosa serebri posterior di bawah tentorium serebellum

yaitu duramater yang memisahkannya dari lobus oksipital serebellum. Bagian

ini berperan sebagai pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot serta

mengendalikan kontraksi otot- otot volunter secara optimal.

c. Corteks cerebri
Corteks cerebri merupakan bagian terluas dari otak yang menutup total

hemispherium cerebri. Struktur ini terdiri dari substansia grisea dan

diperkirakan mengandung sekitar sepuluh milyar neuron. Daerah permukaan

corteks cerebri luas akibat adanya penonjolan-penonjolan (gyrus). Bagian

tersebut terdiri dari campuran sel saraf, serabut saraf , neuroglia dan pembuluh

darah (Putz, 2006).

Corteks cerebri dibagi menjadi 4 bagian yaitu : (1) lobus frontalis : area 4

merupakan daerah motorik yang utama. Area 6 merupakan bagian sirkuit

traktus ekstrapiramidalis. Area 8 berhubungan dengan pergerakan mata dan

perubahan pupil. Area 9, 10, 11 dan 12 adalah daerah asosiasi frontalis. Lesi

pada area 4 dan 6 menyebabkan terjadinya abnormalitas pada tonus otot yang

berupa spastisitas, (2) lobus parientalis : area 1,2, dan 3 merupakan daerah

sensorik postcentralis yang utama. Area 5 dan 7 ialah daerah asosiasi sensorik,

(3) lobus temporalis : area 41 adalah daerah auditorius primer. Area 42

merupakan corteks cerebri auditorius sekunder, atau asosiatif. Area 38, 40, 20,

21 dan 22 adalah daerah asosiasi, (4) lobus occipitali s: area 17 yaitu cortex

striata, cortex visual yang utama. Area 18 dan 19 merupakan daerah asosiasi

visual (Jacobson, 2008).

d. Ganglia basalis

Ganglia basalis merupakan sekelompok massa substansia grisea yang

terletak di dalam setiap hemispherium cerebri (Putz, 2006). Massamassa

tersebut adalah corpus striatum, nucleus amygdala dan claustrum. Nucleus

caudatus dan nucleus lentiformis bersama fasiculus interna membentuk corpus


striatum yang merupakan unsur penting dalam sistem extrapyramidal. Fungsi

dari ganglia basalis adalah sebagai pusat koordinasi dan keseimbangan yang

berhubungan dengan keseimbangan postur, gerakan otomatis (ayunan lengan

saat berjalan) dan gerakan yang membutuhkan keterampilan (Jacobson, 2008).

e. Traktus piramidalis

Traktus piramidalis adalah traktus yang melewati piramida medulla

oblongata, traktus ini dibentuk oleh serabut saraf frontospinalis dan

sentrospinalis. Berfungsi sebagai kontrol gerak yang berhubungan dengan

gerakan terampil dan motorik halus (Snell, 2011).

f. Traktus ekstrapiramidalis

Sistem ekstrapiramidal dianggap sebagai suatu sistem fungsional dengan

tiga lapisan integrasi yaitu kortikal, striatal (basal ganglia) dan tegmental.

Fungsi utama dari sistem ekstrapiramidalis berhubungan dengan gerakan yang

berkaitan dengan pengaturan sikap tubuh dan integrasi otonom (Snell, 2011).

g. Homunkulus

Homunkulus merupakan area pergerakan tubuh yang dipresentasikan

dengan bentuk terbalik di area korteks motorik, bagian ini menggambarkan

area otak yang berfungsi untuk menginervasi bagian tubuh tertentu, dan

terbagi menjadi homunkulus motorik yang terletak pada gyrus presentralis

berfungsi untuk mengeksekusi gerakan, area ini membentuk sebuah jalur

desenden ke medulla spinalis, apabila area motorik ini mengalami kerusakan,

maka akan menyebabkan kelainan pada bagian tubuh yang diinervasi oleh
area otak tersebut (Snell, 2011), bagian lainnya ialah homunkulus sensorik

yang terletak pada area gyrus postsentralis, area ini merupakan area

somatosensoris untuk menerima rangsang yang datang dari panca indra (Snell,

2011).

Kelainan yang muncul pada cerebral palsy spastik diplegi mempunyai ciri

bagian ekstremitas bawah lebih berat dari ekstremitas atas, sehingga

berdasarkan gambar 2.2 dapat disimpulkan bahwa pada cerebral palsy spastik

diplegi letak kerusakan otak terjadi pada bagian superior–medial serebri yang

mempersarafi bagian tersebut (Snell, 2011).

Gambar 2.1 Struktur Otak Manusia Dari Samping

3. Patofisiologi

Sebagaimana telah diketahui sebelumnya, bahwa cerebral palsy

merupakan kondisi neurologis yang disebabkan oleh cedera pada otak yang terjadi

sebelum perkembangan otak sempurna yakni sampai usia 2 tahun. Cerebral palsy

dapat disebabkan oleh cedera otak yang terjadi selama periode prenatal, perinatal,

atau postnatal. Pada beberapa literatur menjelaskan bahwa cerebral palsy spastik

diplegi terjadi karena adanya gangguan pada otak akibat perdarahan atau
haemorage dan periventricular leukomalacia (PVL) pada area substantia alba atau

white matter yang merupakan area terbesar dari korteks motorik. Periventricular

leukomalacia adalah salah satu kondisi dimana terdapat lesi nekrosis koagulatif

pada white matter yang terletak dekat dengan ventrikel lateral akibat menurunnya

kadar oksigen dan aliran darah pada bagian tersebut. Dalam sebuah sumber

dijelaskan bahwa bayi yang lahir prematur dan memiliki berat lahir rendah

(BBLR) beresiko tinggi mengalami gangguan tersebut (Sankar dan Mundkur,

2005).

4. Etiologi

Penyebab cerebral palsy dapat dikelompokkan ke dalam masa prenatal,

perinatal, dan postnatal (Tecklin, 2015).

a. Prenatal

Prenatal atau yang dikenal dengan masa dalam kandungan sangat

rentan terhadap infeksi seperti infeksi TORCH. Pada masa ini terjadi

masalah ketika terjadi prematuritas (usia kehamilan kurang dari 36

minggu), epilepsi ibu, perdarahan pada trimester ketiga, serviks

inkompeten, BBLR (kurang dari 2500 gram), hipertiroidisme, trauma,

penyalahgunaan narkoba, kehamilan ganda, insufisiensi plasenta, dan

toksemia berat (Tecklin, 2015).

b. Perinatal

Perinatal yaitu masa dimana terjadi kelahiran yang disebabkan

karena persalinan yang lama dan sulit, hipoksia, bradikardia, ketuban

pecah dini, pendarahan vagina saat persalinan (Tecklin, 2015).


c. Postnatal (0-2 tahun)

Postnatal adalah masa sesudah bayi dilahirkan sekitar usia 0-2

tahun yang disebabkan karena infeksi SSP, hipoksia, trauma kepala,

hiperbilirubinemia, koagulopati, seizure (Berker, et al, 2010). Dalam

banyak kasus etiologi cerebral palsy spastik diplegi masih bersifat

idiopatik, namun penyebab gangguan anak tersebut sering dikaitkan

dengan riwayat adanya kelainan gentik, malformasi kongenital otak,

infeksi atau demam ibu, adanya trauma pada masa prenatal, perinatal

ataupun postnatal, dan iskemik. Selain itu anak dengan cerebral palsy

spastik diplegi biasanya memiliki riwayat lahir prematur dan berat badan

lahir rendah (BBLR) (Tromantono, et al, 2016).

5. Klasifikasi cerebral palsy

Kasus cerebral plasy dapat di klasifikasikan berdasarkan kondisi yang

nampak, dengan berpedoman pada hal berikut (Noegroho, 2016) :

a) Berdasarkan gambaran neuro-fisiologi

Variasi masalah neurologis pada anak cerebral palsy dapat dikelompokkan

dalam beberapa istilah berikut ini :

1) Athetoid

Dikenal juga dengan istilah cerebral palsy diskinetik atau gerak,

jadi tangan anak atau kakinya bergerak melengkung-lengkung,

sikapnya abnormal dan gerakanya involunter dengan sendirirnya.

Refleks neonatalnya menetap. Kerusakan terjadi di ganglia basalis

2) Ataxic
Adanya gangguan koordinasi, gerakannya melengkung juga tapi

biasanya gangguan ditulang belakangnya, lehernya kaku dan tampak

melengkung. Gangguan ini biasanya menunjukkan perkembangan

motorik yang terlambat sehingga kehilangan keseimbangan yang dapat

terlihat saat anak belajar duduk. Kerusakan otaknya di serebellum

(daerah otak kecil).

3) Spastic

Merupakan bentuk cerebral palsy terbanyak (70%-80%).

Kerusakan terjadi di traktus kortikospinalis (darah korteks), anak

mengalami kelumpuhan yang kaku, refleksnya menggigil, misalnya

refleks moro (salah satu refleks pada bayi) yang sering terjadi, baik

dirangsang maupun tidak ada refleks yang menetap padahal

seharusnya hilang diusia tertentu tapi masih ada, misalnya refleks

mengenggam pada bayi. Normalnya menghilang diusia 3-4 bulan, tapi

pada anak cerebral palsy ini muncul atau tetap ada.

4) Rigid

Pada tipe ini didapat kekakuan otot, tetapi tidak seperti pada tipe

spastik, gerakannya tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik

lebih tampak. Letak kerusakan jenis ini di daerah pyramidal dan

extrapyramidal. Cerebral palsy jenis rigid ini terjadi akibat adanya

pendarahan di dalam otak

5) Dystonic
Pada cp tipe ini ada yang ototnya kaku dan ada juga yang lemas.

Kerusakan otaknya berada pada bagian korteks (bagian lapisan luar

otak) dan di ganglia basalis.

6) Mixed

Sering ditemukan pada seorang anak yang mempunyai lebih dari

satu bentuk CP yang dijabarkan tersebut. Bentuk campuran yang

sering dijumpai adalah spastic dan athetoid

b) Berdasarkan tipe tonus Variasi tipe tonus yang bisa diamati saat

assessment dimana fisioterapis harus melakukan palpasi, maka akan

ditemukan tiga kategori sebagai berikut

1) Hipertonus

Hipertonus yaitu keadaan otot yang kerasa dan kaku

2) Hipotonus

Hipotonus yaitu keadaan otot yang lembek atau lemah.

3) Fluktuatif

Fluktuatif yaitu keadaan otot yang naik turun kadang hipertonus kan

hipotonus

c) Berdasarkan pattern trunk

1) Flexi , yaitu posisi punggung selalu melengkung seperti bayi atau

membungkuk

2) Ekstensi Yaitu posisi punggung melengkung terngadah

3) Kombinasi Yiatu posisi pungggung tidak lurus gabungan melengkung

yang sifatnya mluntir.


d) Berdasarkan topografi/ distribus otot

1) Monoplegi

Monoplegi adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tapi

salah satu anggota gerak lebih hebat dari sebelumnya.

2) Hemiplegi

Hemiplegi adalah kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh dan

anggota gerak yang dibataasi oleh garis tengah yang didepan atau

dibelakang, misalnya tang kiri, kaki kiri. Pergerakan anggota gerak

berkurang, fleksi (menenkuk) lengan pada siku, lengan tetap

mengepal.

3) Triplegi

Triplegi adalah kelemahan pada kedua ekstremitas bawah dan

satu sisi ekstremitas atas.

4) Quadriplegi

Quadriplegi adalah kelumpuhan pada keempat anggopta

geraknya , dua kaki dan dua tangan lumpuh

5) Diplegi

Diplegi adalah kelumpuhan dua anggota gerak yang

berhubungan, biasanya anggota gerak bawah. Misalnya tungkai bawah

tapi dapat pula kedua anggota gerak atas

6. Manifestasi klinis cerebral palsy spastic diplegi

Ada 3 jenis manifestasi klinis pada cerebral palsy menurut beker dan yalcim

(2010), diantaranya yaitu sebagai berikut:


a) Neurogical : Kelemahan otot, tonus otot abnormal, gangguan

keseimbangan, gangguan selective control, pathological reflexes,

gangguan sensation

b) Muscle : Kontraktur, deformitas

c) Associated Problem: masalah intelektual, epilepsy, visual problems,

hearing loss, gangguan bicara dan komunikasi, gangguan menelan,

gangguan nafsu makan, gangguan pernafasan dan Incontinence.

B. Problematik Fisioterapi

Menurut International Classification of Functioning, disability and Health

Children and Youth (ICF-CY) diagnosis kesehatan kepada pasien terutama pada

bidang kefisioterapian dibagi menjadi tiga, yaitu impairment, functional

limitation, dan participation of retriction. Diagnosis fisioterapi yang terjadi pada

anak cerebral palsy spastic diplegi meliputi :

1. Impairment

Problematika level impairment pada pasien cerebral palsy spastic diplegi

antara lain: (1) adanya abnormalitas pola gerakan karena adanya abnormalitas

tonus otot pada kedua tungkai, (2) adanya gangguan distribusi tonus otot sehingga

menyebabkan terjadinya kelemahan diekstremitas, terutama ekstremitas bawah,

(3) adanya gangguan postural normal karena adanya spastisitas pada kedua

tungkai dengan pola adduksi dan internal rotasi panggul, fleksi lutut, serta plantar

fleksi kaki.

2. Functional limitation
Problematik level fungsional limitation pada pasien cerebral palsy spastic

diplegi yaitu gangguan dalam aktivitas sehari-hari dan gangguan fungsional

seperti gangguan dalam berdiri, dan berjalan.

3. Participation of restriction

Problematika level participation of restriction pada kondisi cerebral palsy

spastic diplegi yaitu pasien mengalami hambatan dalam berinteraksi dan bermain

karena adanya gangguan pola gerak pada kedua tungkai

C. Intervensi Fisioterapi

1. Neuroseonso

Neuro senso atau neuro senso motor reflex development &

synchronization (NSMRD&S) adalah suatu intervensi dengan memberikan

stimulasi sensoris berupa taktil (seluruh tubuh) sebagai jalan utama semua

rangsangan atau stimulus yang masuk. Neuro senso bertujuan melatih proses

persepsi, integrasi dan asosiasi sensoris melalui aktivitas gerak, diharapkan dapat

memperbaki sikap, perilaku gerak dan sensory feedback sehingga anak dapat

menjalankan fungsi dan tugas perkembangan sesuai dengan tahanpan

perkembangan. Selain itu pemberian stimulasi juga bertujuan sebagai relaksasi

dan meningkatkan hubungan antar pasien dan terapis (Masgutova & Sadowska,

2015). Pemberian pengulangan stimulasi reflex secara berkali-kali membuat otak

akan memerintahkan “ini adalah cara yang terbaik untuk perlindungan diri”.

Dengan demikian, pola reflex yang belum matang atau reflex yang berfungsi tapi

belum memadai serta menjadi bagian perlindungan diri yang non-produktif, maka
perkembangan dan kematangan ketrampilan motoris dan perilaku akan

terpengaruh (Labaf & Shamsoddini, 2015).

2. Neuro developmental treatment

Pertama kali dikenalkan dengan istilah pendekatan Bobath yang

dikembangkan oleh Berta Bobath seorang fisioterapis, dan dr. Karel Bobath di

akhir 1940-an, untuk memenuhi kebutuhan orang-orang dengan gangguan gerak.

NDT dianggap sebagai pendekatan management terapi yang komprehensif

diarahkan ke fungsi motor sehari-hari yang relevan. NDT biasanya dipakai untuk

rehabilitasi pada bayi, cerebral palsy, down syndrome dan gangguan

perkembangan motorik lainnya. Pendekatan NDT berfokus pada normalisasi otot

hipertonus atau hipotonus.

Teknik Neuro Development Treatment (NDT) ini sering digunakan pada

kasus-kasus gangguan motorik dan keseimbangan akibat post trauma cerebri dan

post immobilisasi lama. Dalam pertumbuhan dan perkembangan motorik dikenal

dua terminologi, yatu keterlambatan perkembangan motorik atau motor delay dan

kelainan motorik (motorik disorder). Keterlambatan perkembangan motorik dapat

disebabkan oleh kurangnya stimulasi, sosial emosi, malnutrisi syndrom down dan

microsefalus dan sebagainya. Dalam metode ini, faktor yang sangat penting

adalah righting rection dan equilibrium reaction yaitu penggunaan pola

perkembangan motoris yang normal. Berikut diuraikan prinsip dasar Neuro

Development Treatment (NDT) adalah sebagai berikut:

a) Inhibisi
Inhibisi atau menghambat, yaitu menghambat pola gerak abnormal atau

sikap tubuh abnormal.Tekniknya disebut juga RIP (Refleks Inhibiting Postur).

Dengan mengatur posisi penderita kita dapat menghambat aktifitas reflex

abnormal tertentu, misalnya untuk menghambat spastisitas fleksor, kita

mengatur posisi anak dalam posisi ekstensi.

b) Fasilitasi

Teknik ini anak- anak difasilitasi untuk mengenal pola gerakan yang

normal serta bagaimana memposisikan tubuhnya secara normal. Fasilitasi

yang dimaksud di sini juga berupa fasilitasi berupa mainan kepada anak-anak

yang bertujuan untuk mengarahkan posisi dan postur anak secara normal.

Fasilitasi merupakan suatu bentuk bantuan yang diberikan untuk

memudahkan pasien dalam melaksanakan aktivitasnya sehari – hari, hal ini

dapat dilakukan dengan teknik positioning. Fasilitasi adalah salah satu cara

yang menggunakan kontrol sensory dan proprioceptive untuk mempermudah

gerakan. Pemberian fasilitasi adalah bagian dari satu proses belajar secara

aktif (IBITA, 2008) dimana individu memungkinkan untuk mengatasi inersia,

inisiatif, melanjutkan atau menyelesaikan satu tugas fungsional. Pemberian

fasilitasi digunakan untuk membantu individu dalam pemecahan masalah,

memungkinkan dia untuk melakukan gerakan yang sebaik mungkin selama

bekerja.

c) Stimulasi

Merangsang daerah tertentu untuk mendapatkan reaksi atau respon dari

pasien. Stimulasi merupakan suatu bentuk pemberian rangsangan yang terdiri


dari dua bentuk antara lain: stimulasi verbal (dengan aba – aba, suara/bunyi –

bunyian), stimulasi non verbal (menggunakan rangsang taktil dan

propioseption). Teknik ini biasanya diberikan pada keadaan flacid/hypotonus.

Tekniknya dapat berupa proprioseptif dan taktil dengan menggunakan tepukan

(tapping), penekanan sendi (kompresi/ aproximasi), traksi sendi, penahanan

berat (weight bearing), gosokan es secara cepat dan stroking.

3. Massage ekspresi

Melakukan pemijatan pada area wajah secara lembut dan sedikit

penekanan untuk memberikan stimulasi. Stimulasi pijat pada bayi cukup bulan

dan batita, dilakukan selama 15 menit. Gerakan boleh dilakukan tidak

berurutan dan dapat dihentikan sebelum semua rangkaian selesai jika bayi/

batita tidak menghendaki. Tiap gerakan dilakukan 6 kali.


BAB III

LAPORAN STATUS KLINIS

LAPORAN STATUS KLINIS FT PEDIATRI

NAMA MAHASISWA : Mahasiswa RSU Haji Surabya

N.I.M : P27226018120

TEMPAT PRAKTIK : RSU Haji Surabaya

PEMBIMBING : Ftr. Anik Muwarni Darajatun

Tanggal Pembuatan Laporan :

□ Initial Asesment □ Re-Evaluasi □ Discharge

No.MR: 909906

Hari/Tanggal Pemeriksaan : Senin, 06 September 2021 Jam : 10.00 WIB

I. Identitas Pasien

Nama : An. R H

Tempat/Tgl Lahir : Surabaya, 22 September 2019

Nama Ayah : Tn S

Nama Ibu : Ny F

Alamat : Gununganyar Sawah, RT 01, Surabaya

No. Telp Rumah :-

No Hp : 085648429128

Diagnosis Medis : Cerebral Palsy Diplegia spastik


II. PemeriksaanUmum

a) Suhu tubuh : 36 oC

b) Tekanan darah : tidak dilakukan

c) Denyut nadi : 85 x/menit

d) Pernafasan : 32 x/menit

e) Status Gizi : Baik BB/TB : 8 kg/ 76cm

f) Lingkar Kepala : 42 cm

III. Pemeriksaan Fisioterapi

a. Anamnesis :

 Keluhan utama : Orang tua pasien mengeluhkan anaknya

belum mampu merangkak dan berdiri sendiri

 RPS : Pasien datang ke fisioterapi saat berusia 23

bulan Orang tua pasien menceritakan bahwa anak pada usia 12 bulan

sudah mampu tengkurap dan duduk secara mandiri. Namun, saat

anak berusia 12 bulan pertama kalinya mengalami kejang. Setelah

mengalami kejang anak mengalami kesulitan untuk bangkit dari

terlentang ke duduk. Lalu anak mengalami kejang kembali pada uisa

13, 14, 22 bulan.

 Riwayat pre natal : Saat kehamilan ibu sulit untuk makan hingga masa

kelahiran.
 Riwayat natal : Lahir cukup bulan, berat badan lahir

normal (3,5 kg), lahir menangis

 Riwayat post natal : Epilepsi pada saat usia 12,13,14,22 bulan

 RPD (Riwayat Penyakit Dahulu): Tidak ada

 RPK (Riwayat Penyakit Keluarga): Tidak ada anggota keluarga yang

memiliki riwayat tersebut

 Riwayat Imunisasi: Rutin dan lengkap

 Riwayat Psikososial: Pasien memiliki keluarga serta lingkungan yang

mendukung sehingga mempunyai interaksi psikososial yang baik.

 Riwayat Tumbuh Kembang: Pada usia hingga 12 bulan tumbuh

kembang pasien sudah mampu duduk mandiri kemudianpasien

mengalami kejang pada usia 12 bulan sehingga saat ini pasien hanya

mampu untuk mengesot.

b. Kesan awal saat pertama bertemu klien :

Atensi : mampu memberikan atensi terhadap informasi

yang dberikan

Emosi : awal terapi pasien menangis namun setelah iu

dapat untuk ditenangkan

Motivasi : selama terapi berlangsung, motivasi pasien masih

kurang

Problem solving : belum mampu merubah pola mengesot menjadi

merangkak
Komunikasi : dapat menanggapi komunikasi namun pasien

belum mampu mengucapkan kata dengan jelas dan bermakna kepada

terapis dan dengan orang dilingkungan keluarga

Kognisi : mampu mengolah informasi atau instruksi selama

terapi

c. Kemampuan sensorik :

1. Kemampuan sensorik taktik : hipersensitif

2. Kemampuan sensorik vestibular : kurang baik

3. Kemampuan sensorik visual : baik

4. Kemampuan sensorik auditory : baik

5. Kemampuan sensorik penciuman : baik

6. Kemampuan sensorik propioseptif : kurang baik

7. Kemampuan sensorik gustatory : kurang baik

d. Kondisi keseimbangan :

Statis : mampu untuk mempertahankan keseimbangan statis saat

posisi duduk dengan postur kifosis

Dinamik : belum mampu untuk mempertahankan keseimbangan

dinamis saat duduk dan diberi dorongan

e. Kemampuan dan ketidakmampuan pasien

1) Sesuai dengan umur Kronologis

Usia pasien saat ini 27 bulan dimana seharusnya pasien mampu untuk

memakai baju, berbicara dengan dimengerti, dapat menunjuk suatu


gambar, dapat memanggil teman, melempar bola keatas, menyusun 6-

8 kubus kemudian mampu merangkak, berdiri, berjalan, berlari serta.

Namun, saat ini pasien hanya mampu untuk duduk dan berkata "mah"

2) Terlambat tidak sesuai dengan usia perkembangan

Pada saat ini pasien belum mampu untuk merangkak, berdri, berjalan,

berlari, sehingga perlu bantuan untuk transfer ammbulasi.

f. TonusPostural

- Ekstremitas atas: Tonus normal

- Ekstremitas bawah: Hipertonus

g. Pola Postural ( dari kranial ke kaudal) atau Pengamatan Posisi dan

Pola Gerak

Terlentang : ekstensi elbow, wrist, shoulder, hip, knee dan

ankle

Telungkup : fleksi elbow, hip (eksorotasi dan ekstensi), fleksi

knee, eversi ankle, sudah dapat mengangkat kepala

Berguling : fleksi elbow, fleksi knee

Ke duduk : Hip (eksorotasi dan ekstensi), fleksi knee, fleksi

wrist

Duduk : hip eksorotasi dan knee endorotasi, fleksi wrist,

knee fleksi, ekstensi elbow


Merangkak, ngesot bila ada : hip ekstensi dan eksorotasi, fleksi knee,

fleksi wirst, fleksi elbow

Berdiri : belum mampu

Ke berdiri : belum mampu

Berjalan : belum mampu

h. Pemeriksaan khusus (menggunakan assesment tools

GMFM/ASWORTH/Reflex/Sensori/AIM/EIDP,dll)

1. Spastisitas ada

Skala asworth:

a) Upper Extremity

- Dextra: 0

- Sinistra: 0

b) Lower extremity

- Dextra : 1

- Sinistra : 1

2. Tonus postural: tinggi

3. Reflek tingkat mid brain

a. Neck labyrinthe : (-)

b. Body righting : (+)

c. Optical righting : (+)

4. Reflek tingkat cortical

a. Paracute : (+)
b. Equilibrum prone : (+)

c. Supine and sitting : (+)

d. All fours : (+)

e. Standing : (+)

5. GMFM

Merupakan salah satu sarana pemeriksaan yang sudah

distandarisasi untuk mengukur perubahan fungsi motorik kasar

pada anak CP. Penilaian menggunakan kriteria sebagai berikut :

Nilai 0 tidak dapat melakukan.

Nilai 1 dapat melakukan tapi awalnya saja.

Nilai 2 dapat melakukan sebagian

Nilai 3 dapat melakukan semuanya

Berbaring dan berguling (Total dimensi A : 38/51 )x 100 = 74%

Duduk (Total dimensi B: 35/60)x 100 = 58 %

No Item yang dinilai Nilai


1. Terlentang: kepala tegak lurus : kepala dipegang dan diputar 3
tangan dan kaki simetris:
2. Terlentang: tangan digerakan ke tengah jari-jari bertautan 3
3. Terlentang: angkat kepala 45° : 3
4. Terlentang: hip dan lutut kanan fleksi penuh: 1
5. Terlentang: hip dan lutut kiri fleksi penuh: 1
6. Terlentang: tangan kanan menggapai, meraih mainan: 3
7. Terlentang: tangan kiri menggapai, meraih mainan: 3
8. Terlentang: berguling ke kanan: 3
9. Terlentang: berguling ke kiri: 3
10. Terlentang: mengangkat kepala tegak: 2
11. Tengkurap dengan tumpuan lengan: angkat kepala tegak, elbow 2
ekstensi, dada diangkat:
12. Tengkurap dengan tumpuan lengan: berat badan dibebankan pada 1
tangan kanan, lengan kiri kedepan:
13. Tengkurap dengan tumpuan lengan: berat badan dibebankan 1
pada tangan kiri, lengan kanan kedepan:
14. Tengkurap: berguling ke kanan: 3
15. Tengkurap: berguling ke kiri: 3
16. Tengkurap: berputar ke kanan 90°menggerakan tangan dan kaki: 2
17. Tengkurap: berputar ke kiri 90° menggerakan tangan dan kaki: 2

Duduk
No Item yang dinilai Nilai
1. Terlentang, tangan digenggam oleh terapis, badan diangkat 1
sendiri ke posisi duduk dengan mengontrol kepala
2. Terlentang, berguling ke kanan ke posisi duduk 0
3. Terlentang, berguling ke kiri ke posisi duduk 0
4. Duduk di matras, leher dipegang oleh terapis, kepala diangkat 1
tegak tahan 3 detik
5. Duduk di matras, leher dipegang oleh terapis, angkat kepala ke 0
posisi setengah tagak, tahan 10 detik
6. Duduk di matras: lengan dipegang, tahan 5 detik 2
7. Duduk di matras: tahan lengan rileks, 3 detik 3
8. Duduk di matras: mainan kecil diletakan di depan,badan 1
membungkuk, menyentuh mainan tegak kembali tanpa bantuan
orang lain
9. Duduk di matras menyentuh mainan yang diletakan 2
45° di sebelah kanan belakang kembali ke posisi awal
10. Duduk di matras menyentuh mainan yang diletakan 45° di 2
sebelah kiri belakang kembali ke posisi awal
11. Duduk di sebelah kanan: tahan, lengan rileks 5 detik 1
12. Duduk di sebelah kiri: tahan, lengan rileks 5 detik 1
13. Duduk di matras: membungkuk menuju posisi tengkurap gerakan 1
dikontro
14. Duduk di matras, kaki diletakan di depan: ke posisi four point ke 2
kanan
15. Duduk di matras, kaki diletakan di depan: ke posisi 2
four point ke kiri
16. Duduk di matras: berputar 90°tanpa bantuan lengan 0
17. Duduk di bangku: tahan lengan dan kaki rileks, 10detik 1
18. Berdiri lalu duduk di atas bangku kecil 1
19. Di lantai dan berusaha duduk di atas bangku kecil 0
20. Di lantai dan berusaha mencapai duduk di atas bangku besar 1

6. DDST

a. Personal sosial

- Memakai t shirt

- Menyebut nama teman

- Cuci dan mengeringkan tangan

- Gosok gigi dengan bantuan

- Memakai baju

b. Adaptif - Motor halus

- Menara 8 kubus

- Meniru garis vertical

- Menara 6 kubus

c. Bahasa

- Bicara semua dimengerti

- Mengetahui 2 kegiatan

- Menyebut 4 gambar

- Bicara sebagian dimengerti

- Menunjuk 4 gambar

- Bagian badan
- Menyebut 1 gambar

- Kombinasi kata

d. Motor kasar

- Melempar bola tangan ke atas

- Melompat

Pasien belum mampu melakukan setiap sektor yang dinilai

sehingga adanya keterlambatan tumbuh kembang anak

7. PemeriksaanPenunjang ( MRI, CT Scan, BERA, EEG,ECG dll ):

MRI : Epilepsi

8. Deformitas/ kecacatan :

Tidak ada kecacatan pada anggota gerak maupun pada tubuh anak
IV. Underlying Procces (Clinical Reasoning)
V. Diagnosis FisioterapiBerdasarkan ICFCY

a. Body structure

- S110 (structure of brain)

- S399 (structure involved in voice and speech, unspecified)

- S790 (structure of lower extremity)

- S540 (structure of intestine)

b. Activity and Participation

- d133 (acquiring language)

- d310 (communicating with receiving-nonverbal message)

- d330 (speaking)

- d350 (conversation)

- d420 (transferring oneself)

- d446 (fine foot use)

- d710 (basic interpersonal interactions)

- d730 (relatif with strangers)

- d810 (informal education)

c. Enviromental factor

- e115 (products and technology for education)


- e320 (friends)

- e420 (individual attitudes of friends)

A. Impairment :

Adanya kerusakan jaringan diakibatkan adanya kerusakan pada white matter

atau substansia alba di daerah periventricular dan mengakibatkan gangguan

terutama kedua tungkai lebih berat dari pada ekstremitas atas, sehingga

menimbulkan masalah keterlambatan perkembangan hipertonus AGB,

hipermobile ankle joint, dan hipersensitif tactile

B. Functional limitation :

Pasien belum mampu merangkak, berdiri, berjalan, berlari

C. Participation restriction:

Terhambatnya aktivitas social dan bermain bersama dengan anak seusianya.

VI. Tujuan Fisioterapi

a) Tujuan jangka pendek :

1. Menstabilkan ankle joint

2. Merubah pola mengesot menjadi merangkak

3. Memberbaiki tonus otot

4. Menurunkan hipersensitif tactile

b) Tujuan jangka panjang :

1. Px dapat mempunyai perkembangan sesuai usia

2. Dapat transfer ambulasi secara mandiri

VII. Rencana Intervensi Fisioterapi


1. NDT (Fasilitasi, Inhibisi, dan Stimulasi)
2. Neurosenso
3. Massage Ekspresi
VIII. Pelaksanaan Fisioterapi

1. Inhibisi spastisitas

a. Inhibisi adduktor dan endorotasi Hip

Posisi pasien: duduk long sitting, posisi terapis duduk dibelakang pasien.

Posisi terapis: memegang pada bagian medial lutut, lalu tungkai di gerakan

keluar dan punggung pasien di dorong ke depan seperti posisi duduk tegak.

Dilakukan 8 kali hitungan dan 8 kali pengulangan.Inhibisi endorotasi, pronasi,

dan adduksi lengan

b. Inhibisi plantar flexi Ankle

Posisi pasien: duduk long sitting

Posisi terapis: posisi terapis duduk dibelakang pasien dan yang satunya duduk

didepan kaki pasien (caudal). Terapis yang di depan kaki pasien (caudal)

menggerakan kaki pasien ke arah dorsi flexi dengan pengangan pada tumit

dan jari-jari kaki.

Dilakukan 8 kali hitungan dan 8 kali pengulangan.Inhibisi plantar fleksi

pergelangan kaki

c. Inhibisi flexi - ekstensor Hip dan Knee

Posisi pasien: dipangkuan terapis,

Posisi terapis: duduk dibelakang pasien. Terapis menggerakan kaki pasien

kearah flexi dan ekstensi bergantian dengan kaki kiri, pengang terapis pada lutut

kanan dan kiri pasien.


Dilakukan 8 kali hitungan dan 8 kali pengulangan..

2. Stimulasi

Pada pasien ini stimulasi yang diberikan berupa aproximasi pada sendi

elbow, wrist, hip, knee dan ankle. Pada elbow dan wrist stimulasi untuk

posisi merangkak. Stimulasi elbow dan wrist, posisi pasien tidur

terlentang, posisi terapis disamping lengan pasien, pegangan terapis pada

elbow dan tangan yang satunya pada telapak tangan pasien, kemudian

terapis memberikan penekanan pada elbow dan wrist

3. Fasilitasi

a. fasilitasi: latihan merangkak

Posisi bayi : sujud

Angkat pelvis dari kanan-kiri akan timbul respon berupa bayi jadi posisi

merangkak, angkat 1 sisi pelvis (lateral elevasi pelvis) kanan akan timbul

respon berupa tungkai homolateral dan lengan homolateral ke depan, teruskan

dengan pelvis kiri, akan timbul respon berupa tungkai homolateral dan lengan

homolateral ke depan (timbul gerakan merangkak).

b. Fasilitasi menumpu on elbow

Posisi bayi : tengkurap

Stimulasi : Ekstensikan kepala (satu tangan FT’s pada dagu, tangan

satunya pada kepala belakang bagian atas) akan timbul respon berupa bayi

akan mengekstensikan kedua lengan sehingga kepala dan badan terangkat.

c. Latihan Rocking
Posisi bayi : tengkurap on hand

Stimulasi : Fleksikan kepala (satu tangan FT’s pada dagu, tangan satunya

pada kepala belakang bagian atas) akan timbul respon berupa kedua

panggul (hip) fleksi dan kedua bahu fleksi (posisi sujud)

4. Neurosenso

a. Posisi pertama terlentang, mengusap kedua telapak tangan terapis

dengan lembut ketubuh anak dengan urutan: ubun-ubun ke mata ke

telinga, ke hidung, ke mulut, ke leher, ke shoulder ke elbow, ke wrist,

lalu kembali lagi ke wrist ke elbow ke shoulder ke pelvic ke knee ke

ankle dan keluar dari jari-jari kaki. Dilakukan penekanan pada setiap

sendi dilakukan 3x pengulangan. Lakukan juga pada posisi

tengkurap.

b. Gerakan 2: Bintang halus dan bintang gelombang

Cara: Meletakkan telapak tangan kiri di pusar sebagai pusat dengan tangan

kanan mengusap halus kearah:

a) Atas 3x sampai incisura jugularis.

b) Kanan 3x sampai shoulder dextra.

c) Kiri 3x sampai shoulder sinistra.

d) Serong kanan bawah 3x sampai SIAS dextra.

e) Serong kiri bawah 3x sampai SIAS sinistra

c. Setelah semua gerakan sudah dilakukan, tangan yang diumbilikus


bersama tangan yang satunya mengusap kebelakang pelvic sampai

kedua tangan bertemu.

d. Arah gerakan halus dan pengulangan sama seperti bintang halus, namun

diberi gelombang yang dibentuk dari telapak tangan gerakan seperti ulat

berjalan.

e. Gerakan 3 : Grounding/usapan angka satu

Cara: Meletakkan kedua tepak tangan pada masing masing

shoulder lalu memberikan penekanan ringan dan seret kedua telapak

tangan dengan wrist, pindah ke shoulder lagi kemudian pindah seret

kedua telapak tangan ke pelvic. Lalu pindah pelvic dan seret tepak

tangan ke ankle. Setiap gerakan lakukan 3 kali pengulangan.

f. Gerakan 4 : Usapan angka 8

Cara: Arah gerakan seperti angka bintang halus namun terdapat

tangan membentuk angka 8 dari medial ke lateral, teknik gerakkan

ini dapat diaplikasikan pada lengan atas, lengan bawah, tungkai atas,

tungkai bawah dapat juga dilakukan satu gerakan untuk gabungan

lengan atas dan lengan bawah.

g. Gerakan 5

Terapis menggunakan bagian lateral tangan untuk menekan

daerah persendian AGA dan AGB arah penekanan dekat dengan

persendian yang akan ditekan. Lakukan selama 3x pengulangan.

IX. Edukasi
- Edukasi kepada ortu pasien agar pasien dipantau pada saat demam

tinggi karena dapat terjadi kejang sehingga pasokan oksigen yang

menuju ke otak berkurang

- Anak diposisikan yang benar yakni dengan memfleksikan salah satu

tungkai ke posterior sedangkan kaki yg berlawanan di fleksikan ke

medial

- Washlap punggung kaki dan mainan puzzle level mudah

X. Home Program

a) Release otot dorsal pedis dan hamstring

b) Patterning merangkak

c) Anak diajak ngobrol dan komunikasi

XI. Evaluasi

a. Sesaat (setelah fisioterapi):

Pasien masih melakukan pola mengesot, jadi masih belum mampu merangkak

b. Berkala (mingguan/ bulanan):

Pasien masih belum mampu merangkak, jadi masih menggunakan pola

mengesot
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penanganan fisioterapi pada pasien dengan umur 27 bulan

selama 4 bulan terapi dengan diagnosa CP spastik diplegi dengan menggunakan

NDT (Fasilitasi, Inhibisi, dan Stimulasi), Neurosenso, dan Massage Ekspresi yaitu

: (1) tidak ada penurunan spastisitas dari awal pemeriksaan sampai akhir,dan (2)

tidak didapatkan adanya peningkatan kemampuan fungsional pada semua dimensi

diukur dengan gross motor functional measurement (GMFM). Penanaman

pengalaman motoris dan sensoris dari gerakan-gerakan dasar fungsional atau

gerakan sikap normal, serta penanaman kemampuan fungsional membutuhkan

waktu yang lama, dan bisa sampai bertahun-tahun. Durasi dan frekuensi terapi

merupakan faktor penting pada penanganan CP menggunakan NDT. Hasil terbaik

diperoleh pada durasi terapi ≥12 bulan dengan frekuensi >1 kali setiap minggu.

Disarankan untuk meningkatkan frekuensi dan durasi terapi untuk pemulihan

yang lebih baik. Sehingga, untuk meningkatkan nilai kemampuan fungsional anak

cerebral palsy harus memerlukan waktu yang lama dan intensitas yangn lebih

banyak.

B. Saran

Pada bagian akhir makalah ini penulis ingin mengembangkan saran-saran

yang berkaitan dengan kondisi CP spastik diplegi, agar keberhasilan dalam

penanganan dapat tercapai. Untuk mendapat hasil yang optimal dalam

penanganan CP spastik diplegi disarankan (1) sebaiknya latihan dilakukan


sesering mungkin baik dalam hal intensitas maupun frekuensi latihan, (2)

disarankan fisioterapi bisa memberi latihan dengan kreatif dan variatif agar anak

tidak bosan saat latihan, (3) fisioterapi harus mempunyai pengetahuan luas tentang

ilmu tumbuh kembang anak normal dan berbagai ilmu mengenai fisioterapi dalam

pediatri saat ini.


DAFTAR PUSTAKA

Berker, N. dan Yalcin, S. 2010; The Help Guide to Cerebral Palsy, edisi kedua, USA:
Global Help Organization, diakses tanggal 25 Juni dari
https://storage.googleapis.com/global-help-publications/books/help cphelp.pdf
Irfan, M, 2010, Fisioterapi bagi Insan Stroke, Yogyakarta: Graha Ilmu, halaman 12-
15.
Pearch, E, 2010; Anatomi dan fisiologi untuk Paramedis, edisi 1, Jakarta: Percetakan
CV Prima Grafika.
Snell, R, 2011; Neuroanatomi Klinik (Clinical Neuroanatomy), Edisi 7, Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Sankar, C dan Mundkur, N, 2005; Cerebral Palsy–Definition, Classification, Etiology
and Early Diagnosis, Indian Journal of Pediatrics, india: Department of
Developmental Pediatrics, Bangalore Children's Hospital.
Tecklin, S, 2015; Pediatric Physical Theraphy; Edisi 5, Lippincott Williams &
Wilkins, a Wolters Kluwer business, Philadelpia, hal 205 – 211
Tramontano, M, Alessandra, I, 2016; The Effect of Vestibular Stimulation on Motor
Functions of Children With Cerebral Palsy, Journal Motor Control, Italia:
Human Kinetics Inc

You might also like