You are on page 1of 20

MAKALAH

HADITS DHAIF DAN SEBAB – SEBAB KE DHOIFANNYA


Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas Ulumul hadits

Mata Kuliah : Ulumul Hadits

Dosen Pengampuh :
Dr. H. AHMAD THOYIB MAS’UDI, Ma., MM

Disusun Oleh :

ANIS SUROYAH
EKA QONITA

PASCASARJANA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAM A ISLAM QOMARUDDIN GRESIK
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang maha menguasai seluruh alam semesta beserta
isinya. Lagi maha berkehendak atas segala sesuatu, dan telah menjadikan manusia
sebaik-baiknya ciptaan yang diberikan akal untuk berfikir. Rasa syukur saya ucapkan
karena berkat rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabiyullah Muhammad
SAW kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya. Semoga
limpahan rahmat yang diberikan Allah kepada beliau sampai kepada kita semua.
Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah “Pengantar
Studi Hadits”. Namun, saya sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kekurangan baik isi maupun penulisan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat di gunakan sebagaimana mestinya.

Gresik, 25 Oktober 2021

ii
DAFTAR ISI

COVER ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I : PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan .................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN.............................................................................. 2
A. Pengertian Hadits Dhoif dan Kriteriannya ................................. 2
B. Macam-Macam Hadits Dhoif ...................................................... 3
C. Hukum Berhujjah dengan Hadits Dhaif ...................................... 13
BAB III : PENUTUP....................................................................................... 14
A. Kesimpulan ................................................................................. 14
B. Saran ............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa hadis merupakan sumber
hokum kedua setelah kitab suci Al Qur’an. Hadis merupakan perkataan perbuatan,
dan takrir Nabi Muhammad selama beliau menjadi Nabi dan Rasul. Karena itu
selain kita harus menjadikan Al Qur’an sebagai sumber hukum utama, kitapun
harus mempelajari dan menjadikan hadis sebagai pedoman dan penguat dari hokum
Al Qur’an.
Dan dalam hadis sendiri, terdapat tingkatan-tingkatan hadis dari hadis yang
shohih sampai hadis maudhu’.dan dalam menjadikannya (hadis) sebagai hujjah atau
sebagai sumber hukum, kita harus mengetahui terlebih dahulu tingkatan-tingkatan
hadis yang boleh dijadikan hujjah.
Apakah hadis yang tingkatannya lemah (hadis dhaif) dapat dijadikan hujjah
?, kadang sering kali kita bertanya bahkan belum mengerti apakah kita dapat
berhujjah dengan hadis pada tingkatan ini atau tidak.
Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mengangkat tema “Hadis Dhaif
dan Sebab-sebab ke dhoiffanya ”, yang dimaksudkan untuk dibahas lebih lanjut,
agar kita mengetahui arti dari hadis dhaif itu sendiri, sebab-sebabkedhaifannya, dan
bolehkah kita berhujjah dengan hadis dhaif.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Apakah pengertian Hadis dhaif dan kriteria-kriteria Hadis Dhaif ?
2. Apa saja macam-macam Hadis dhaif karena gugurnya rawi dan cacat pada
rawi atau matan ?
3. Bagaimana hukum berhujjah dengan Hadis Dhaif ?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Hadis Dhaif dan kriteria-kriteria Hadis Dhaif.
2. Untuk mengetahui macam-macam Hadis Dhoif karena gugurnya rawi dan
cacatnya rawi atau matan.
3. Untuk mengetahui dan memahami kehujjahan dalam mengamalkan hadis
Dhoif
1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Dhoif dan Kriteriannya


1. Pengertian Hadits Dhoif
Hadits Dhoif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit
yang tidak kuat1.
Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam
mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi, dan maksudnya
tidak berbeda. Beberapa definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
a) Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan
syarat-syarat hadits hasan.
b) Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits
maqbul(hadits shohih atau yang hasan)
c) Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif
adalah hadits yang salah satu syaratnya hilang.
Para ulama’ memberikan batasan bagi hadits dhoif :
‫الحديث الضعيف هو الحديث الذي لم يجمع صفات الحديث الصحيح و ال صفات الحديث‬
“hadits dhoif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits”.

2. Kriteria Hadits Dhoif


Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari
hadits shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya2,yaitu sebagai
berikut:
a) Sanadnya tidak bersambung
b) Kurang adilnya perawi
c) Kurang dhobithnya perawi
d) Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya

1
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998), hlm. 236.
2
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998), hlm. 237.

2
e) Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan
tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari
cacat.
Dengan demikian, hadits dhoif bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat
hadits shohih, juga tidak memenuhi persyaratan hadits hasan.
B. Macam-Macam Hadits Dhoif
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di golongkan menjadi hadits
dhoif di karenakan dua hal3, yaitu :
1. Hadits Dhoif karena gugurnya Rowi
Yang dimaksud dengan gugurnya rawi adalah tidak adanya satu, dua,
atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam satu sanad baik pada permulaan
sanad, pertengahan, ataupun akhirnya. Adapun hadits dhoif karena gugurnya
rawi di bagi menjadi beberapa macam, di antaranya :
a) Hadits Mursal
Hadits Mursal, menurut bahasa berarti hadits yang terlepas4.Yang
dimaksud terlepas yaitu hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in atau
hadits yang gugur rawinya di akhir sanad. Yang dimaksud dengan gugur
disini adalah nama sanad terakhirnya tidak disebutkan, dan yang dimaksud
rawi di akhir sanad yaitu rawi pada tingkat sahabat. Jadi hadits mursal
adalah hadits yang dalam sanadnya tidak menyebutkan sahabat nabi,
sebagai rawi yang seharusnya menerima langsung dari Rasulullah SAW.
Contoh Hadits Mursal :
‫بيننا و بين المنافقين شهود العشاء والصبح‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
.‫اليستطيعون‬
)‫(رواه مالك‬
Artinya :
“Rasulullah bersabda, “antara kita dengan kaum munafik (ada
batas), yaitumenghadiri jama’ah isya’ dan subuh : mereka tidak sanggup
menghadirinya.” (HR. MALIK)
Kebanyakan ulama’ memandang hadits mursal sebagai hadits dhoif
dan tidak diterima sebagai hujjah, tetapi sebagian kecil ulama’ termasuk

3
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998), hlm. 238.
4
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998), hlm. 240.

3
abu hanifah, malik bin annas dan ahmad bin hanbal, dapat menerima
hadits mursal menjadi hujjah bila rawinya adil.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa didalam hadis mursal yang
digugurkan adalah sahabat yang langsung menerima berita dari Rasulullah
SAW, sedang yang menggugurkan dapat juga seorang tabi’in atau sahabat
kecil. Oleh karena itu, ditinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari
sifat-sifat pengguguran hadis, hadis mursal terbagi menjadi :
1) Mursal Jaly yaitu bila pengguguran yang dilakukan oleh rawi
(tabi’in, adalah jelas sekali, dapat diketahui oleh umum, bahwa
orang yang menggugurkan tidak hidup sezaman dengan orang yang
digugurkan yang mempunyai berita.
2) Mursal Shahaby, yaitu pemberitaan sahabat yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi ia tidak mendengar atau
menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan.
3) Mursal Khafy, yaitu:
‫هو رواية من عا صر التابعى صحابيا ولكنه لم يسمع حديثا منه‬
“Hadis yang diriwayatkan oleh tabi’in, dimana tabi’in yang
meriwayatkan hidup sezaman dengan shahaby, tetapi ia tidak
pernah mendengar sebuah hadis pun daripadanya.”
Hukum hadis ini adalah dhaif. Berhujjah dengan Hadis Mursal,
Adapun pendapat dari para muhaddisin yaitu :
 Imam Malik dan Ahmad, menurut pendapat beliau, demikian
juga Abu Hanifah menerima hadis mursal sebagai hujjah.
Beliau beralasan menurut logika, bahwa rawi yang bersifat
adil lagi perwira, tentu tidak mau menggugurkan rawi-rawi
yang berada diantara dia dan nabi, sekiranya rawi yang
digugurkan itu bukan orang yang adil pula.
 Ulama Jumhur dan Asy Syafi’iy memandang bahwa hadis
mursal itu adalah dhaif, karenanya tidak dapat dibuat hujjah.
 Menurut Asy Syaukani bahwa yang benar, hadis mursal itu
tidak dapat dibuat hujjah secara mutlak, karena adanya
keragu-raguan dan tidak diketahui keadilan rawinya. Inilah
pendapat yang rajjih menurut muhadditsin.

4
b) Hadits Munqoti’
Menurut bahasa, hadits munqoti’ berarti hadits yang terputus. “hadis
yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat, dari satu tempat, atau gugur
dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.” Para
ulama’ member batasan hadits munqoti’ adalah hadits yang gugur satu
atau dua rowi tidak beriringan menjelang akhir sanadnya. Bila rawi diakhir
sanadnya adalah sahabat nabi, maka rawi menjelang akhir sanad adalah
tabi’in. jadi, hadits munqoti’ bukanlah rawi di tingkat sahabat yang gugur,
tetapi minimal gugur seorang tabi’in5.
Contoh hadits munqoti’ :
‫ بسم هللا و السالم على‬: ‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اذا ذخل المسجد قال‬
)‫ (رواه ابن ما جه‬.‫رسول هللا اللهم اغفرلى ذنوبى وافتح لى ابواب رحمتك‬
Artinya :
“Rasulullah SAW. Bila masuk kedalam masjid, membaca : dengan nama
Allah, dan sejahtera atas Rasulullah;ya Allah, ampunilah segala dosaku
dan bukakanlah bagiku segala pintu rahmatmu”. (HR. IBNU
MAJJAH)
Hukum Hadis Munqathi’. Hukum hadis munqathi’ tidak dapat dibuat
hujjah.

c) Hadis mudhal
Menurut bahasa, hadis mudhal berarti hadis yang sulit dipahami.
‫ما سقط من رواته اثنان او اكثر على التوالىسواء سقط الصحابى والتابعى او التابعى و‬
.‫تابعه اواثنان قبلهما‬
“hadis yang gugur rawi-rawinya, dua orang atau lebih, berturut –turut,
baik sahabat bersama tabi’iy, tabi’iy bersama tabi’iy tabi’iy,maupun dua
orang sebelum shohaby dan tabi’iy.”
Para ulama’ memberi batasan hadis mudhal adalah hadis yang gugur dua
orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya. Contoh hadis
mudhal yang gugur rawinya dua orang sebelum sahabat6, seperti hadis
Imam Malik yang termuat dalam kitab Muwattha’:

5
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998)
6
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998)

5
)‫ (رواه مالك‬.‫للملوك طعامه وكسوته بالمعروف‬
“Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik.” (H.R Malik)
Imam Malik, dalam kitabnya itu, tidak menyebut dua orang rawi yang
beriringan antara dia dan Abu Hurairah. Dua orang rawi yang gugur itu
diketahui melalui riwayat Imam malik di luar kitab Al Muwattha’.
Malikmeriwayatkan hadis yang sama yaitu “dari Muhammad bin Ajlan dari
Ayahnya, dari Abi Hurairah, dari Rasulullah.” Dua orang rawi yang gugur
beriringan adalah Muhammad bin Ajlan dan Ayahnya.

d) Hadis Muallaq

Hadis Muallaq menurut bahasa, berarti hadis yang tergantung. Menurut


istilah :
‫هو الذىيسقط من اول سنده راوفاكثر‬
“ Hadis-hadis yang gugur rawinya seorang atau lebih di awal sanad”
Keguguran (inqitha’) sanad pada hadis muallaq dapat terjadi pada sanad
yang pertama, pada seluruh sanad, atau pada seluruh sanad selain sahabat7.
Contoh Hadis Muallaq :
Bukhari berkata, kata malik, dan Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu
Hurairah, bahwa Rasulullah berkata :
)‫ (رواه البخارى‬.‫ال تفا ضلوا بين االنبياء‬
Artinya :
“janganlah kamu melebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (H.R
Bukhari)

Hukum hadis Muallaq


Hadis Muallaq di klasifikasikan kedalam hadis Dhoif8, disebabkan sanad
yang digugurkan tidak dapat diketahui sifat dan keadaannya secara
meyakinkan, baik mengenai kedlobitannya maupun keadilannya. Kecuali
bila yang digugurkan seorang sahabat yang sudah tidak diragukan lagi
tentang keadilannya.

7
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998), hlm. 238.
8
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998), hlm. 239.

6
Hadis Muallaq dapat dianggap shahih, apabila sanad yang digugurkan
disebutkan oleh hadis yang bersanad lain. Apabila seluruh sanad yang
dibuangnya adalah tsiqoh, perlu diadakan ta’dil (penetapan keadilan) rawi
yang samar-samar.

e) Hadis mudallas
Menurut bahasa, berarti menyembunyikan, mudallas berarti sesuatu yang
disembunyikan9. Adapun menurut istilah, maka sebagaian ulama' ahli hadits
memiliki beberapa pengertian sebagaimana berikut ini :
"Hadits Mudallas adalah menyamarkan aib atau cacat seorang rawi di
dalam isnadnya dan menampakkan kebaikan rawi di dalam isnadnya".
Ada pula yang berpendapat :
"Hadits Mudallas adalah hadits yang diriwayatkan berdasarkan adanya
rekayasa bahwa tidak ada aib (cela) di dalamnya".
Kedudukan Hadits Mudallas
Hadits Mudallas merupakan salah satu hadits yang digolongkan sebagai
hadits lemah atau hadits dhaif, di mana kedhaifannya juga bisa
dikategorikan cukup parah. Adapun mengenai kedudukan sebagai hujjah,
dasar, dan pedoman hukum, maka beberapa ulama' ahli hadits berbeda
sikap. Sebagian ulama' hadits menolak hadits mudallas dikarenakan
banyaknya cacat di dalamnya. Sebagian ulama' hadits masih memberikan
َ ‫( "ُ ْتع‬aku
pertimbangan, jika hadits tersebut dilafadzkan dengan kalimat "‫ِم‬
mendengar) atau sebagainya, maka masih dipertimbangkan untuk diterima..
Sedangkan jika menggunakan lafadz "‫( "ْ ِن‬dari), "‫( "َلا‬mengatakan), atau
sebagainya, maka semestinya tidak diterima.

2. Hadis Dhoif karena cacat pada rawi atau matan


Hadis yang bercacat rawi atau matannya, atau kedua-duanya digolongkan
hadis dhaif. Banyak macam cacat yang dapat menimpa para rawi atau menimpa
matan, diantaranya pendusta, pernah berdusta, fasiq, tidak di kenal, dan berbuat
bid’ah, merupakan cacat yang masing-masing dapat menghilangkan sifat dhabit
rawi. Banyak keliru, banyak faham, buruk hafalan, lalu mengusahakan hafalan

9
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998)

7
dan menyalahi raw-rawi yang dipercaya,juga merupakan cacat yang masing-
masing dapat menghilangkan sifat dhabit pada rawi10.
Adapun cacat matan misalnya, terdapat sisipan ditengah-tengah lafadz
hadis, atau lafadz hadis itu di putarbalikan sehingga member pengertian yang
berbeda dengan maksud lafadz yang sebenarnya. Diantara hadis Dhaif karena
cacat pada rawi atau matannya, yaitu :
a) Hadis Matruk atau Hadis Matruh
Dari segi bahasa, hadis matruk berarti yang ditinggalkan dan hadis
matruh berarti yang dibuang. Sedangkan, menurut istilah yaitu :
‫هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من يتهم بالكذب فى الحد يث‬
“ hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang
yang tertuduh dusta dalam perhaditsan.”
Para ulama’ memberikan batasan hadis matruk (hadis matruh) adalah
hadis yang di riwayatkan oleh orang yang tertuduh pernah berdusta
(baikberkenaan dengan hadis atau mengenai urusan lain), atau tertuduh
pernah mengerjakan maksiat, atau lalai, atau banyak fahamnya.
Contoh :
‫ لوال النساء لعبد هللا حقا‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
“rasulullah bersabda, “sekirannya tidak ada wanita,tentu Allah disembah
(ditaati) dengan sungguh-sungguh”.
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Yaqub bin Syufyan bin Asyim,
dengan sanad terdiri serentetan rawi, Muhammad bin Imran, Isa bin Ziyad,
Abdur Rahim bin Zaid dan ayahnya, Said bin Musayyab, dan Umar bin
Khattab. Di antara nama-mana dalam snad itu, Abdur Rahim dan Ayahnya
tertuduh pernah berdusta. Oleh karena itu, hadis diatas dikenal dengan
sebutan hadis matruk dan hadis matruh.

b) Hadis Majhul
Definisi hadis majhul adalah kata al-majhula artinya orang yang
tidak di ketahui jati dirinya atau sifat-sifatnya .Majhul mencakup dua hal:
1) Majhul Al-Ain artinya: seorang perawi yang disebut namanya dan
tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali seorang perawi saja.

10
Nawir Yuslem, Ulumul Hadist, (Mutiara Sumber Widiya: Jakarta, 1998)

8
Orang ini tidak diterima riwayatnya kecuali ada ulama yang
mengatakan bahwa ia adalah perawi yang dapat di percaya.
2) Majhul Al-Hal dinamakan juga Al-mastur (yang tertupi). Majhul Al-
Hal adalah seorang perawi yang mana ada dua orang atau lebih
meriwayatkan hadits darinya dan tidak ada ulama yang mengatakan
bahwa ia adalah perawi yang dapat di percaya. Riwayat orang seperti
ini menurut pendapat yang paling benar adalah ditolak.

c) Hadits mubham
Yang dimaksud dengan Hadits Mubham ialah:
ُ ‫َ َ ِ دِ َنسَْ َأ هِ ُِ َ ام ِف ا ََ َو‬ َ ‫َ أاكف فُ َ ام‬
َ ‫َكَ فٌ فا َأِ مم سَ اٍ مه‬
َ ٍ‫ل و‬ ‫ هً َ َ س ِف‬.
Hadits Mubham adalah hadits yang di dalam matan atau sanadnya
terdapat seorang rawi yang tidak dijelaskan apakah laki-laki atau
perempuan. Keibhaman rawi dalam hadits mubham tersebut, dapat terjadi,
karena tidak disebutkan namanya atau disebutkan namanya tetapi tidak
dijelaskan siapa sebenarnya yang dimaksud dengan nama itu, sebab tidak
mustahil bahwa nama itu dimiliki oleh beberapa orang, atau dapat terjadi
karena hanya disebutkan jenis keluarganya, seperti ibnun (anak laki laki)
ummun (ibu), khallun (paman) dan lain sebagainya yang sebutan sebutan
tersebut belum menunjukkan nama pribadi seseorang. Hadits mubham itu
ada yang terdapat pada matan, dan ada yang terdapat pada sanad. Contoh
hadits mubham yang terdapat pada matan ialah hadits ‘Abdullah bin ‘Amr
bin ‘Ash ra yang mewartakan :
Bahwa seorang laki laki telah bertanya kepada Rasulallah Saw
katanya: (perbuatan) Islam yang manakah yang paling baik? Jawab Nabi
Saw: ialah kamu merangsum makanan dan memberi salam kepada orang
yang telah kamu kenal dan yang belum kamu kenal. (HR. Bukhari Muslim).
Menurut penyelidikan As-Suyuthy bahwa orang laki laki yang bertanya
kepada Rasulalah itu ialah Abu Dzarr ra. Contoh hadits Mubham yang
terdapat pada sanad, seperti hadits Abu Dawud yang diterimanya dari:
Hajjaj dari seorang laki-laki dari Abu Hurairah ra dari Nabi
Muhammad Saw, sabda Rasulallah: orang mukmin itu adalah orang yang
mulia lagi dermawan. Di dalam hadits tersebut Hajjaj tidak menerangkan
nama rawi yang memberikan hadits kepadanya. Oleh karena itu sulit sekali
9
untuk menyelidiki identitasnya. Jika nama seorang rawi disebutkan dengan
jelas sekali, akan tetapi ternyata ia bukan tergolong orang yang sudah
dikenal keadilannya dan tidak ada rawi tsiwah yang meriwayatkan hadits
daripadanya, selain seorang saja, maka rawi yang demikian keadaannya
disebut dengan Majhul Al-‘Ain, dan hadits yang diriwayatkannya disebut
denga Hadits Majhul. Jika seorang rawi dikenal keadilannya dan
kedlabitannya atas dasar periwayatan orang orang yang tsiqah, akan tetapi
penilaian oran orang tersebut belum mencapai kebulatan suara, maka rawi
tersebut dinamakan Majhul Al-Hal dan haditsnya disebut Hadits Mastur.

d) Hadis Munkar
Hadis munkar dari segi bahasa, berarti hadis yang diingkari atau hadis
yang tidak dikenal. Sedangkan, menurut istilah :
‫هو الحد يث الذى ينفرد بروايته من فحش غلطه او اكثرت غفلته او بين فسقه بغير الكذب‬
“hadis yang menyendiri dalam periwayatan, yang diriwayatkan oleh orang
yang banyak kesalahan, banyak kelengahannya atau jelas kefasikannya
yang bukan karena dusta”.
Para ulama’ memberikan batasan hadis munkar adalah hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang lemah yang menyalahi (berlawanan dengan)
rawi yang kuat (kepercayaan).
Contoh :
‫من اقام الصالة واتى الزكاة و حج وصام وقرى الضيف (اضا فه و اكرمه) دخل الجنة‬
)‫(رواه ابن ابى حاتم‬
“barang siapa yang mendirikan salat, membayar zakat, mengerjakan haji,
berpuasa dan menghormati tamu, niscaya masuk surga.” (HR. Ibnu Abi
Hatim)
Hadis diatas dikatakan berasal dari Rasulullah, dan diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim dari serangkaian rawi-rawi yang lemah. Ibnu
Abi Hatim sendiri memandang hadis tersebut sebagai hadis munkar, karena
rawi-rawinya lemah dan matannya berlainan dengan matan hadis-hadis yang
lebih kuat.

e) Hadis Muallal

10
Muallal, dari segi bahasa, berarti yang terkena illat (penyakit atau
bencana). Para ulama’ member batasan hadis muallal adalah hadis yang
mengandung sebab-sebab tersembunyi (tidak mudah untuk diketahui) yang
menjatuhkan derajatnya. Illat yang menjatuhkan derajat hadis itu bisa
terdapat pada sanad atau pada matan, serta bisa pada keduanya.
Contoh :
‫ البيعان بالخيار مالم يتفرقا‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
Artinya :
“Rasulullah bersabda, “penjual dan pembeli boleh berkhiyar, selama
mereka belum berpisah”.
Hadis tersebut diriwayatkan Yala bin Ubaid bersanad Sufyan Ats
Tsauri, dari Amru bin Dinar, dari Ibnu Umar. Matan hadis diatas shahih,
tetapi sanadnya memiliki illat. Seharusnya bukan dari Amru bin Dinar,
melainkan dari Abdullah bin Dinar.

f) Hadis Mudraj
Hadis mudraj, dari segi bahasa, berarti hadis yang dimasuki sisipan.
Dari segi istilah hadis mudraj adalah hadis yang dimasuki sisipan, yang
sebenarnya bukan bagian hadis itu. Sisipan itu bisa pada sanad, matan, dan
bisa pada keduanya.
Contoh :
‫ انا زعيم والزعيم الحميل لمن امن بى واسام‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
)‫وجاهد فى سبيل هللا يبيت فى ريض الجنة (رواه النساء‬
Artinya :
“Rasulullah bersabda, “ saya adalah zaim dan zaim itu adalah penanggung
jawab dari orang yang beriman kepadaku, taat dan berjuang dijalan Allah,
dia bertempat tinggal di taman syurga.”
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Nasai, dan disebut hadis mudraj karena
ungkapan (‫ )والزعيم الحميل‬adalah sisipan, tidak berasal dari sabda Rasulullah
SAW.

g) Hadis Maqlub

11
Dari segi bahasa, hadis maqlub berarti, hadis yang diputar balik. Dari
segi istilah hadis maqlub adalah hadis yang terjadi pemutarbalikan pada
matannya atau pada rawi dalam sanadnya atau penukaran suatu sanad untuk
matan yang lain.
Bila hadis sebenarnya diriwayatkan oleh kaab bin Murrah
(misalnya), tetapi Kaab bin Murrah itu dibalik menjadi Murrah bin kaab
maka hadis itu disebut hadis maqlub.
Contoh pada matannya :
‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم اذا امرتكم بشىء فأتوه واذا نهيتكم عن شىء‬
)‫ (رواه الطبرانى‬.‫فاجتنيبوه ما استطعتم‬
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ apabila aku menyuruh kamu mengerjakan
sesuatu, maka kerjakanlah dia; apabila aku melarang kamu dari sesuatu,
maka jauhilah dia sesuai dengan kesanggupan kamu.” (HR. Thabarani)
Matan diatas, merupakan pemutarbalikan.berdasarkan hadis Bukhari
dan Muslim, Seharusnya hadis itu berbunyi :
‫ ما‬: ‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬: ‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه قال‬
.)‫ (رواه البخارى و مسلم‬. ‫نهيتكم عنه فاجتنيبوه وما امرتكم به فا فعلوه منه ما استطعتم‬
Artinya :
“dari Abu hurairah r.a ai berkata, :”saya mendengar Rasulullah SAW
bersabda,: apa-apa yang kami cegah dari kamu semua maka jauhilah dan
apa-apa yang kami perintahkan kepadamu sekalian perbuatlah menurut
kemampuannmu.” (HR. Bukhari-Muslim)

h) Hadits Mudhtharib
Munurut bahasa, mudhtharib berasal dari kata idhtharaba yang
berarti bergencang, kacau balau, bingung. Adapun menurut istilah, maka
diriwayatkan dalam banyak pengertiannya dengan kalimat yang berbeda-
beda, yang salah satunya adalah sebagai berikut, sebagaimana dalam Kitab
Minhatul Mugits, Bab Hadits Mudhtharib :
"Hadits yang bertentangan di dalam sanadnya, matannya, atau
keduanya, dikarenakan adanya penambahan atau pengurangan, yang tidak
dapat dikompromi atau ditarjih".

12
Ditarjih adalah dibandingkan dan diunggulkan kekuatannya
berdasarkan riwayat masig-masing. Apabila pertentangan tersebut dapat
dikompromi atau ditarjih, maka hadits tersebut tak lagi dinamakan
mudhtharib dan dapat diamalkan.

i) Hadis Syadz
Dari segi bahasa, hadis syadz berarti hadis yang ganjil. Para ulama’
member batasan hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang
dipercaya tetapi hadisnya berlainan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan
oleh sejumlah rawi yang juga dipercaya.
Contoh :
‫ (رواه‬.‫ يوم عرفه وايام التشريق ايام اكل وشرب‬: ‫قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
)‫موسى بن على‬
Artinya :
“ Rasulullah bersabda, “ hari arafah dan hari tasyrik adalah hari-hari
makan dan minum.”
Hadis diatas diriwayatkan oleh Musa bin Abi bin Kubah dengan sanad
dari serentetan rawi yang dipercaya, namun matan hadis tersebut ganjil, jika
dibandingkan dengan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh rawi-rawi yang
juga dipercaya. Pada hadis-hadis lain tidak dijumpai ungkapan (‫)يوم عرفة‬
keganjilan hadis diatas terletak pada ungkapan tersebut.

C. Hukum Berhujjah dengan Hadits Dhaif


Kecacatan hadis dhaif berbeda-beda, baik macamnya maupun berat
ringannya. Dari hadis-hadis yang mengandung cacat pada rawi(sanad) atau
matannya, yang paling rendah martabatnya ialah hadis Maudhu’, kemudian hadis
Matruk, hadis Munkar, hadis Muallal, hadis Mudraj, hadis Maqlub dan hadis-hadis
lain. Dari hadis-hadis yang gugur rawi atau sejumlah rawinya, yang paling lemah
adalah hadis Muallaq (kecuali hadis-hadis shohih, yang diriwayatkan secara
Muallaq oleh Bukhari dalam kitab sahihnya), hadis Mudhal, hadis Munqathi’,
kemudian hadis Mursal.
Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis Dhaif, yaitu :
1. Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik
yang berkenaan dengan masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan
13
syarat tidak ada hadis lain yang menerangkannya. Pendapat ini disampaikan
oleh beberapa imam, seperti: Imam Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan
sebagainya.
2. Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif dalam fadailul
‘amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal
yang dilarang. Abu Hafid Ibnu Hajar menjelaskan bahwa syarat
mengamalkan hadis dhaif ada tiga Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu
hadis dhaif yang tidak terlalu dhaif. Hadis dhaif yang bersangkutan berada
dibawah suatu dalil yang umum sehingga tidak dapat diamalkan hadis dhaif
yang sama sekali tidak memiliki dalil pokok. Hadis dhaif yang
bersangkutan diamalkan, namun tidak disertai keyakinan atas kepastian
keberadaannya, untuk menghindar penyandaran kepada Nabi Muhammad
SAW, sesuatu yang tidak beliau katakan.
3. Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang
berkaitan dengan fadailul amal (keutamaan amal- amal yang baik ) maupun
yang berkaitan dengan halal haram. Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi
Abu Bakar Ibnu Arabi.

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hadits Dhoif, menurut bahasa berarti hadits yang lemah artinya hadit yang
tidak kuat. Sedangkan secara istilah para ulama terdapat perbedaan rumusan dalam
mendefinisikan hadits dhoif ini akan tetapi pada dasarnya,isi, dan maksudnya tidak
berbeda. Beberapa definisi,diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadits shohih dan
syarat-syarat hadits hasan.
2. Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat hadits
maqbul(hadits shohih atau yang hasan)
3. Pada definisi yang ketiga ini disebutkan secara tegas,bahwa Hadits dhoif
adalah hadits yang salah satu syaratnya hilang.
Adapun kriteria hadits dhoif adalah dimana ada salah satu syarat dari hadits
shohih dan hadits hasan yang tidak terdapat padanya,yaitu sebagai berikut:
1. Sanadnya tidak bersambung
2. Kurang adilnya perawi
3. Kurang dhobithnya perawi
4. Ada syadz atau masih menyelisihi dengan hadits yang diriwayatkan oleh
orang yang lebih tsiqah dibandingkan dengan dirinya
5. Ada illat atau ada penyebab samar dan tersenbunyi yang menyebabkan
tercemarnya suatu hadits shohih meski secara dzohir terlihat bebas dari
cacat.
Secara garis besar yang menyebabkan suatu hadits di golongkan menjadi
hadits dhoif di karenakan dua hal, yaitu :
1. Gugurnya rawi dalam sanadnya
a) Hadis mursal
b) Hadis Munqathi’
c) Hadis Mudhal
d) Hadis Muallaq
e) Hadis mudallas
2. Hadis Dhaif karena cacat pada rawi atau matan.
a) Hadis Maudu’
b) Hadis Matruk dan Hadis Matruh
15
c) Hadis Munkar
d) Hadis Mudraj
e) Hadis Muallal
f) Hadis Maqlub
g) Hadis Syadz
Adapun pendapat Muhadditsin tentang kehujjahan hadis Dhaif, yaitu :
1. Pendapat pertama : hadis Dhaif dapat diamalkan secara mutlak, yakni baik
yang berkenaan dengan masalah halal haram, maupun kewajiban, dengan
syarat tidak ada hadis lain yang menerangkannya. Pendapat ini disampaikan
oleh beberapa imam, seperti : Imam Ahmad bin Hambal, Abu Dawud dan
sebagainya.
2. Pendapat kedua : dipandang baik mengamalkan hadis dhaif dalam fadailul
‘amal, baik yang berkaitan dengan hal-hal yang dianjurkan maupun hal-hal
yang dilarang. Abu Hafid Ibnu Hajar menjelaskan bahwa syarat
mengamalkan hadis dhaif ada tiga:
a) Telah disepakati untuk diamalkan, yaitu hadis dhaif yang tidak terlalu
dhaif.
b) Hadis dhaif yang bersangkutan berada dibawah suatu dalil yang
umum sehingga tidak dapat diamalkan hadis dhaif yang sama sekali
tidak memiliki dalil pokok.
c) Hadis dhaif yang bersangkutan diamalkan, namun tidak disertai
keyakinan atas kepastian keberadaannya, untuk menghindar
penyandaran kepada Nabi Muhammad SAW, sesuatu yang tidak
beliau katakan.
3. Pendapat ketiga : hadis dhaif sama sekali tidak dapat diamalkan, baik yang
berkaitan dengan fadailul amal maupun yang berkaitan dengan halal haram.
Pendapat ini di nisbatkan kepada Qadi Abu Bakar Ibnu Arabi.

B. SARAN
Adapun saran yang kami ambil dari makalah ini, yaitu : sebagai umat islam
yang baik, sebelum kita mengamalkan sebuah hadis untuk dijadikan sebuah hujjah,
hendaknya kita mengetahui dan memahami apakah hadis tersebut dapat dijadikan
hujjah ataupun tidak. Salah satunya dengan memperhatikan criteria-kriteria maupun
syarat sebuah hadis yang shohih maupun hadis yang dhaif dan mardud.
16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Muhammad, “ulumul Hadis/ Drs. H. Muhammad Ahmad; Drs. M. Mudzakir”.


Bandung : Pustaka Setia.
Rahman, Drs. Fatchur, “ Ikhtisar Musthalahul Hadits”. Cetakan :10. Bandung : PT.
Alma’arif.
Judul asli Ushul Al Hadits
Ajjaj Al Khatib, Dr. Muhammad. “Ushul Al Hadits”. Libanon : Dar al fikr, Beirut.
Ushul Al hadits. Pokok-pokok ilmu Hadits
Penerjemah : Drs. H. M Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq, S.Ag.
Diterbitkan : Penerbit Gaya Media Pratama, Jakarta.
Ismail, Drs. M.Syuhudi.” Pengantar ilmu Hadis”. Cetakan : 10. Bandung : Angkasa.
http://www.sarjanaku.com/2011/11/hadits-dhaif-pengertian-macam-macam.html. (Di
akses 28 Februari 2013).
Mahmud Ahmad Thahhan. Taisir Musthalah al-Hadits.

17

You might also like