Professional Documents
Culture Documents
Infark Miokard Akut Siti Hardiyanti Kiyai Mardjo
Infark Miokard Akut Siti Hardiyanti Kiyai Mardjo
Disusun Oleh:
2. Etiologi
Infark miokard dapat disebabkan oleh :
a. Penyempitan kritis arteri koroner akibat ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit
akibat embolus atau trombus.
b. Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi.
c. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.
6. Penatalaksanaan
a. Tatalaksana umum
1) Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi
oksigen <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan
oksigen selama 6 jam pertama (Libby P et al, 2008).
2) Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
3) Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik
pilihan dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4
mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
4) Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi.
Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162 mg.
5) Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian
penyekat beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah
metoprolol 5 mg tiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung > 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR <
0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit
setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50
mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam
(Antman EM, et al. 2008).
b. Tatalaksana di rumah sakit (ICCU)
1) Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama
2) Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam
karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.
3) Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan
periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg,
atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari.
4) Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan
narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi,
sehingga dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet
tinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl
sodium sulfosuksinat (200 mg/hari) (Antman EM, et al. 2008).
7. Komplikasi
a. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan
pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut
remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung
secara klinis dalam hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang
jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang
mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan
tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya.
c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi
selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik
mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.
d. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat
(distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa
hipotensi.
e. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf
autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi
miokard ( Sudoyo et al. 2010).
C. KASUS
1. Pengkajian Kasus
Studi kasus dilakukan di RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang. Pada
tanggal 27-30 mei 2019 di ruangan ICCU. Pasien yang dirawat berinisial Tn. M.N.M
berusia 67 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama Kristen protestan, pekerjaan
pensiunan PNS, pendidikan terakhir sarjana, alamat Bakunase, No register 513460,
masuk rumah sakit pada tanggal 25 mei 2019 dengan diagnosa ST Evelasi Miokard
Infark (STEMI) Inferior, sumber informasi dari pasien, keluarga dan catatan
perawatan.
Hasil pengkajian pada tanggal 26 mei 2019 jam 19:00 didapatkan hasil,
keluhan utama saat masuk Tn. M.N.M mengatakan nyeri dada sebelah kiri tembus ke
punggung seperti di tindih benda berat dan ditusuk, nyeri muncul saat saat istirahan
maupun beraktivitas, skala nyeri 6, nyeri berlangsung selama ± 2-5 menit. Tn. M.N.M
mengatakan tubuh terasa lemas.
Sebelum sakit Tn.M.N.M mengatakan memiliki riwayat hipertensi tidak
terkontrol (diit, minum obat, kontrol) sejak 10 tahun terakhir dan memiliki kebiasaan
merokok sejak masih muda dengan menghabiskan 10 batang rokok/hari. Riwayat
kesehatan keluarga Tn. M.N.M mengatakan tidak ada anggota keluarga yang
mengalami penyakit yang sama.
Pengkajian Primer :
Airways (jalan napas) : tidak ada sumbatan jalan napas atau jalan napas Tn. M
bebas, Breathing (pernapasan) : Tn M tidak sesak napas, tidak menggunakan otot
tambahan, frekuensi pernapasan 24 x/menit, irama teratur, bunyi napas vesikuler,
Circulation : Nadi 88x/menit, irama teratur, denyut nadi kuat, TD 130/90 mmHg,
ekstremitas hangat, warna kulit kemerahan, pasien mengatakan nyeri dada,
karakteristik nyeri menyebar ke leher, CRT < 3 detik, tidak oedema, turgor kulit baik,
mukosa mulut kering, Disability : tingkat kesadaran composmentis, GCS E4M6V5
(total: 15), pupil isokor, reflek terhadap cahaya positif.
Pengkajian Sekunder :
Musculoskeletal : kekuatan otot 5, ADL (Activity of Daily Living) dibantu oleh
perawat dan keluarga, Kebutuhan nutrisi : Pasien mengatakan makan 3x sehari
dengan menghabiskan 1 porsi penuh dengan diit lemak jantung, Kebutuhan cairan:
oral air putih ± 1500 cc/24 jam, parenteral terpasang infuse NaCl 0,9% 500 cc/24 jam.
Pola eliminasi buang air kecil : Pasien terpasang kateter, jumlah urine output 700cc/7
jam, warna kuning jernih, tidak ada rasa sakit saat BAK. BAB : pasien mengeluh
belum BAB sejak 25 mei 2019, tidak ada diare, bising usus 10x/menit, perkusi
abdomen pekak, palpasi teraba masa pada kuadran kanan bawah, intoksikasi: tidak
ada riwayat alergi terhadap makanan, gigitan binatang, alkohol, zat kimia dan obat-
obatan. Pola istirahat dan tidur : Pasien mengatakan tidak terganggu.
Hasil pemeriksaan di dapatkan hasil pemeriksaan EKG 12 lead : II,III, aVF
gelombang ST elevasi (infark inferior). Didapatkan juga hasil pemeriksaan
laboratorium leukosit meningkat dengan hasil 13.71 10^3/ul (normal 4.0 – 10.0
10^3/ul) , troponin I meningkat dengan hasil 17.34 ug/L (< 0.60 ug/L). Selama dalam
proses perawatan Tn. M.N.M mendapatkan terapi infus NaCl 0,9% 7 tpm/IV,
ranitidine 2x1 ampul/IV, aspilet 80mg-0- 0/oral, clopidogrel 0-0-75 mg/oral,
simvastatin 0-0-20 mg/ oral, captopril 3x12,5 mg/oral, alprazolam 0,5 mg -0-0-1 /
oral, laxadin sirup 3 x C II, arixtra 2,5 mg/SC.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan Curah Jantung (D.0008)
b. Intoleransi Aktivitas (D.0056)
c. Hipervolemia (D.0022)
d. Defisit Nutrisi (D.0019)
e. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074)
Referensi:
https://hellosehat.com/jantung/anatomi-jantung/
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmr/article/view/22549/22240
PENGAMATAN 6 BULAN TERHADAP KEJADIAN KARDIOVASKULAR MAYOR
PADA PASIEN DENGAN INFARK MIOKARD AKUT DENGAN ELEVASI SEGMEN
ST (STEMI) DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI-
DESEMBER 2017
1
Gloria Ivena
Wilar 2Agnes L.
Panda 2Starry H.
Rampengan
Abstract Major Adverse Cardiovascular Events (MACE) are the end result of cardiovascular events
consisting of cardiovascular and non-cardiovascular death, stroke, recurrent myocardial infarction
(reinfarction), revascularization of percutaneous coronary intervention and rehospitalization. There has not
been many study reporting MACE in STEMI patients in Indonesia but it is considered important due to high
mortality in STEMI patients. Objective: To do a six-month observation of MACE in STEMI patients at Prof.
DR. R. D. Kandou General Hospital Manado in the period of January to December 2017. Methods: This
study is a descriptive observational study with a retrospective approachment and was conducted on October
to December 2018. This study samples were 58 patients that fulfill the inclusion criteria out of 132 STEMI
patients in total. Patients’ data were obtained from medical record and processed to determine the MACE
found in patients during six-month observation. Results: 58 patients were enrolled in this study, 24 patients
experienced MACE (41,4%) and 34 patients did not experience MACE (58,6%). The most frequently found
MACE in STEMI patients is all-cause mortality (33,3%), followed by revascularization (29,2%),
rehospitalization (29,2%), and reinfarction (8,3%). 43 patients were received Primary PCI (74,14%), 17 of
them experienced MACE (70,8%) and revascularization is mostly found in these patients. 6 patients were
received fibrinolytic therapy (10,34%) and one of them experienced MACE which is reinfarction (4,2%). 9
patients did not receive reperfusion therapy (15,52%) and 6 of them experienced MACE (25%) with the most
common MACE is all-cause mortality. The high rate of MACE in STEMI patients who received Primary PCI
may caused by the delay management of the patients. Conclusion: All-cause mortality is mostly found in
STEMI patients with MACE during six-month observation.
Keywords: Major Adverse Cardiovascular Events, STEMI
Abstrak Kejadian Kardiovaskular Mayor (KKM) merupakan hasil akhir dari kejadian kardiovaskular yang
terdiri dari kematian kardiovaskular dan non-kardiovaskular, stroke, infark miokard berulang, revaskularisasi
intervensi koroner perkutan primer berulang dan rehospitalisasi. Penelitian mengenai KKM pada pasien
STEMI di Indonesia masih jarang dilakukan namun dinilai penting dikarenakan tingginya mortalias pasien
STEMI meski telah mendapat perawatan di rumah sakit. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengamati
KKM selama 6 bulan yang terdapat pada pasien STEMI di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado periode
Januari- Desember 2017. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan
pendekatan retrospektif yang dilaksanakan pada Oktober 2018–Desember 2018. Sampel penelitian sebanyak
58 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dari 132 pasien STEMI. Data pasien didapatkan dari data rekam
medik dan kemudian diolah untuk diketahui kejadian kardiovaskular mayor pada pasien selama 6 bulan.
Hasil: Dari 58 pasien yang diteliti, 24 pasien mengalami KKM (41,4%) dan 34 pasien tidak mengalami
KKM (58,6%). KKM terbanyak adalah kematian (33,3%), diikuti revaskularisasi (29,2%), rehospitalisasi
(29,2%), dan infark miokard berulang (8,3%). Jumlah pasien yang mendapat terapi IKP Primer adalah
sebanyak 43 pasien dan yang mengalami KKM adalah sebanyak 17 pasien dengan KKM terbanyak adalah
revaskularisasi. Jumlah pasien yang mendapat terapi fibrinolitik adalah 6 pasien dan yang mengalami KKM
sebanyak 1 pasien dengan KKM infark miokard berulang. Jumlah pasien yang mendapat terapi non-
farmakologi adalah sebanyak 9 pasien, yang mengalami KKM sebanyak 6 pasien dengan KKM terbanyak
adalah kematian. Tingginya angka KKM pada pasien yang menerima IKP primer disebabkan oleh kelalaian
tim medis dalam menangani pasien. Kesimpulan: Kematian adalah KKM yang paling sering ditemukan pada
pasien STEMI selama 6 bulan pengamatan.
Kata kunci: Kejadian Kardiovaskular Mayor, STEMI
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
1
0
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
sampel penelitian, satu orang (4,2%) mengalami menjalani terapi fibrinolitik infark miokard
infark miokard berulang dan satu orang (4,2%) berulang. Sebanyak 6 orang (20,8%) menjalani
mengalami revaskularisasi. Untuk kelompok usia terapi non-reperfusi/farmakologi, 3 orang (12,5%)
40-49 tahun terdiri dari 3 orang (12,5%) yang diantaranya meninggal dunia, dua orang (8,3%)
mengalami KKM, satu orang (4,2%) meninggal mengalami rehospitalisasi dan 1 orang infark
dunia dan dua orang (8,3%) lainnya mengalami miokard berulang (4,2%).
rehospitalisasi. Untuk kelompok usia 50-59 tahun Seorang pasien STEMI dapat memiliki lebih dari
terdapat 9 orang (37,5%) yang mengalami KKM, satu faktor risiko. Berdasarkan faktor risiko yang
dua orang (8,3%) meninggal dunia, satu orang ada, terdapat 13 orang (54,2%) yang memiliki faktor
(4,2%) mengalami infark miokard berulang, empat risiko merokok, dimana 3 orang (12,5%) diantaranya
orang (16,7%) mengalami revaskularisasi dan dua meninggal dunia, 1 orang (4,2%) mengalami infark
orang (8,3%) lainnya mengalami rehospitalisasi. miokard berulang, 5 orang (20,8%) mengalami
Untuk kelompok usia 60-69 tahun terdapat 5 orang revaskularisasi dan 4 orang (16,7%) mengalami
(20,8%), 3 orang (12,5%) diantaranya meninggal rehospitalisasi. Untuk faktor risiko obesitas terdapat
dunia, satu orang (4,2%) mengalami revaskularisasi 8 orang (33,3%) yang mengalami obesitas, 5
dan satu orang (4,2%) lainnya mengalami diantaranya meninggal dunia (20,8%) dan 2 orang
rehospitalisasi. Untuk kelompok usia 70-79 tahun diantaranya (8,3%) mengalami revaskularisasi dan 2
terdapat 4 orang (16,7%), 1 orang (4,2%) orang (8,3%) mengalami rehospitalisasi.Untuk
diantaranya meninggal dunia, dua orang (8,3%) faktor risiko hipertensi, terdapat 16 orang (66,7%)
diantaranya mengalami rehospitalisasi, dan 1 orang dengan faktor risiko hipertensi, 5 orang diantaranya
(4,2%) mengalami revaskularisasi. Untuk kelompok (20,8%) meninggal dunia, 5 orang (20,8%)
usia 80-89 tahun, terdapat 1 orang (4,2%) yang mengalami revaskularisasi dan 6 orang diantaranya
meninggal dunia (25%). Untuk faktor risiko dislipidemia terdapat
Berdasarkan indeks masa tubuh, tidak ada pada 7 orang (29,2%), 3 orang (12,5%) diantaranya
sampel yang masuk dalam kategori kurus. Sebanyak meninggal dunia, 1 orang (4,2%) mengalami
8 orang (33,3%) memiliki indeks masa tubuh yang revaskularisasi, dan 3 orang (12,5%) mengalami
normal, dimana 2 orang (8,3%) meninggal dunia, rehospitalisasi. Untuk faktor risiko diabetes mellitus
dua orang (8,3%) mengalami revaskularisasi, dan terdapat pada 3 orang (12,5%), dimana 2 orang
empat orang (16,7%) mengalami rehospitalisasi. (8,3%) diantaranya meninggal dunia, 1 orang (4,2%)
Terdapat 8 orang (33,3%) yang memiliki indeks mengalami rehospitalisasi. Untuk faktor risiko
masa tubuh pra-obes, dua orang (8,3%) diantaranya riwajat PJK terdapat pada 1 orang (4,2%) yang
meninggal dunia, 2 orang (8,3%) diantaranya meninggal dunia.
mengalami revaskularisasi, satu orang (4,2%) Berdasarkan data diatas, pasien STEMI
mengalami rehospitalisasi. Terdapat 8 orang (33,3%) yang tidak memiliki faktor risiko adalah sebanyak 2
yang masuk dalam kategori obesitas, empat orang orang (8,3%), dimana 1 orang (4,2%) meninggal
(26,7%) diantaranya meninggal dunia, dua orang dunia, 1 orang (4,2%) mengalami infark miokard
(8,3%) diantaranya mengalami revaskularisasi, dua berulang. Pasien yang memiliki 1 faktor risiko
orang lainnya (8,3%) mengalami rehospitalisasi. adalah sebanyak 7 orang (29,2%) dimana 2 orang
Pada penelitian ini, dari 58 pasien yang (8,3%) diantaranya meninggal dunia, 1 orang (4,2%)
diteliti 43 diantaranya mendapat terapi IKP primer, 6 mengalami infark miokard berulang, 2 orang (8,3%)
pasien mendapatkan terapi fibrinolitik, dan 9 pasien mengalami revaskularisasi, dan 2 orang (8,3%)
tidak mendapatkan terapi reperfusi. Jumlah pasien mengalami rehospitalisasi. Terdapat 8 orang (33,3%)
yang mendapat terapi IKP Primer yang mengalami yang memiliki 3 faktor risiko, dimana 2 orang
KKM adalah sebanyak 17 pasien dengan KKM (8,3%) diantaranya meninggal dunia, 4 orang
terbanyak adalah revaskularisasi. Jumlah pasien (16,7%) mengalami revaskularisasi, dan 2 orang
yang mendapat terapi fibrinolitik yang mengalami (8,3%) mengalami rehospitalisasi. Terdapat 4 orang
KKM sebanyak 1 pasien dengan KKM infark (16,7%) yang memiliki 3 faktor risiko, 1 orang
miokard berulang. Jumlah pasien yang mendapat (4,2%) meninggal dunia, 1 orang (4,2%) mengalami
terapi non-farmakologi adalah sebanyak 9 pasien, revaskularisasi, dan 2 orang (8,3%) mengalami
yang mengalami KKM sebanyak 6 pasien dengan rehospitalisasi. Terdapat 2 orang (8,3%) yang
KKM terbanyak adalah kematian. memiliki 4 faktor risiko, 1 orang (4,2%) diantaranya
Terdapat 17 orang menjalani terapi reperfusi IKP meninggal dunia dan 1 orang (4,2%) mengalami
Primer (70,8%), 1 orang menjalani terapi fibrinolitik rehospitalisasi. Dan terdapat 1 orang (4,2%) yang
(4,2%), dan 6 orang (25%) menjalani terapi memiliki 5 faktor risiko dan pasien tersebut
farmakologi/tidak dilakukan terapi reperfusi. Dari 17 meninggal dunia.
orang (70,8%) yang menjalani terapi reperfusi IKP Berdasarkan penelitian yang telah
primer, 5 orang (20,8%) meninggal dunia, 5 orang dilakukan, pasien STEMI dengan KKM yang datang
(20,8%) rehospitalisasi, tidak ada yang mengalami dengan awitan serangan kurang dari 3 jam adalah
stroke, dan 7 orang (29,2%) menjalani sebanyak 3 orang (12,5%), dimana 2 orang (8,3%)
revaskularisasi. Sebanyak satu orang (4,2%) mengalami revaskularisasi, dan 1 (4,2%) orang
1
1
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
mengalami rehospitalisasi. Pasien yang datang yang diperoleh, 5 orang (29,4%) memiliki lesi di
dengan awitan 3 sampai 6 jam adalah sebanyak 4 LM, 4 orang (23,5%) diantaranya meninggal dunia,
(16,7%) orang dimana 1 orang (4,2%) mengalami dan 1 orang (5,9%) mengalami revaskularisasi.
infark miokard berulang, 2 (8,3%) orang mengalami Terdapat 17 orang (100%) yang memiliki lesi di
revaskularisasi, dan 1 orang (4,2%) mengalami LAD, dimana 5 orang (29,4%) diantaranya
rehospitalisasi. Pasien yang datang dengan meninggal dunia, 1 orang (5,9%) mengalami infark
awitan >6 sampai 9 jam adalah sebanyak 3 orang miokard berulang, 7 orang (41,2%) mengalami
(12,5%), dimana 2 orang (8,3%) meninggal dunia revaskularisasi, dan 4 orang (23,5%) mengalami
dan 1 orang (4,2%) mengalami rehospitalisasi. rehospitalisasi. Terdapat 15 orang (88,2%) yang
Pasien yang datang dengan awitan >9 sampai 12 jam memiliki lesi di LCx dimana 4 orang (23,5%)
adalah sebanyak 2 orang (8,3%), dimana 1 orang diantaranya meninggal dunia, 1 orang (5,9%)
(4,2%) meninggal dunia, dan 1 orang (4,2%) mengalami infark miokard berulang, 7 orang
mengalami revaskularisasi. Pasien yang datang (41,2%) mengalami revaskularisasi, dan 3 orang
dengan awitan lebih dari 12 jam adalah sebanyak 12 (17,6%) mengalami rehospitalisasi. Terdapat 13
orang (50%), dimana 5 orang (20,8%) meninggal orang (76,5%) yang memiliki lesi di RCA dimana 3
dunia, 1 orang (4,2%) mengalami infark miokard orang (17,6%) diantaranya meninggal dunia, 1 orang
berulang, 2 orang (8,3%) mengalami revaskularisasi, (5,9%) mengalami infark miokard berulang, 7 orang
dan 4 orang (16,7%) mengalami rehospitalisasi. (41,2%) mengalami revaskularisasi, dan 2 orang
Berdasarkan penelitian yang telah (11,8%) mengalami rehospitalisasi.
dilakukan, terdapat 14 pasien STEMI yang memiliki Dari data diatas, pasien dengan stenosis koroner
low TIMI risk score (58,3%), dimana 3 orang pada satu pembuluh darah (1VD) adalah sebanyak 2
(12,5%) meninggal dunia, 2 orang (8,3%) orang (11,8%), dimana 1 orang (5,9%) meninggal
mengalami infark miokard berulang, 5 orang dunia dan 1 orang (5,9%) lainnya mengalami
(20,8%) mengalami revaskularisasi dan 4 orang rehospitalisasi. Terdapat 2 orang (11,8%) dengan
(16,7%) mengalami rehospitalisasi. Pasien STEMI stenosis koroner pada dua pembuluh darah (2VD)
yang memiliki intermediate TIMI risk score adalah dimana, 1 orang (5,9%) meninggal dunia, 1 orang
sebanyak 9 orang (37,5%), dimana 4 orang (5,9%) mengalami rehospitalisasi. Terdapat 9 orang
meninggal dunia (16,7%), 2 orang (8,3%) (52,9%) dengan stenosis koroner pada tiga
mengalami revaskularisasi dan 3 orang (12,5%) pembuluh darah (3VD), 1 orang (5,9%) mengalami
mengalami rehospitalisasi. Pasien STEMI yang infark miokard berulang, 6 orang (35,3%)
memiliki high TIMI risk score adalah sebanyak 1 mengalami revaskularisasi, dan 2 orang (11,8%)
orang (4,2%) yang meninggal dunia. mengalami rehospitalisasi. Terdapat 4 orang (23,5%)
Pada pasien dengan lokasi infark anterior dengan stenosis koroner pada 3 pembuluh darah dan
didapatkan sebanyak 2 orang (8,3%), dimana pembuluh darah kiri (3VD+LM), 3 orang (17,6%)
keduanya meninggal dunia. Sebanyak 4 orang diantaranya meninggal dunia dan 1 orang (5,9%)
(16,7%) pasien dengan lokasi infark anteroekstensif, mengalami revaskularisasi.
dimana 1 orang (4,2%) meninggal dunia, 1 orang
(4,2%) mengalami infark miokard berulang, 1 orang
PEMBAHASAN
(4,2%) mengalami revaskularisasi dan 1 orang
Berdasarkan penelitian yang telah dil-
(4,2%) mengalami rehospitalisasi. Pasien dengan
akukan pada pasien STEMI di RSUP Prof. DR. R. D
lokasi infark di anteroseptal adalah sebanyak 9
Kandou, dari 132 kasus STEMI diambil 58 sampel
orang (37,5%), dimana 12 orang (37,9%) meninggal
yang memenuhi kriteria inklusi untuk dilakukan
dunia, 1 orang (2,3%) mengalami infark miokard
pengamatan kejadian kardiovaskular selama 6 bulan.
berulang, 2 orang (4,7%) mengalami revaskularisasi
Dari 58 sampel yang diteliti sebanyak 24 kasus
dan 3 orang (7%) mengalami rehospitalisasi. Pasien
mengalami KKM (41,4%) dan 34 kasus tidak men-
dengan lokasi infark inferior adalah sebanyak 4
galami KKM (58,6%).
orang (16,7%) dimana 1 orang (4,2%) meninggal
Berdasarkan hasil penelitian dapat
dunia, 2 orang (8,3%) mengalami revaskularisasi
diketahui bahwa jenis KKM tertinggi adalah ke-
dan 1 orang (4,2%) mengalami rehospitalisasi.
matian sebanyak 33,3%, diikuti dengan revaskular-
Pasien dengan lokasi infark inferoposterior adalah
isasi dan rehospitalisasi masing-masing sebanyak
sebanyak 4 orang (16,7%) dimana 2 orang (8,3%)
29,2%, infark miokard berulang sebanyak 8,3%, dan
mengalami revaskularisasi dan 2 orang (8,3%)
tidak ada pasien yang mengalami stroke 0%. Hal ini
mengalami rehospitalisasi. Pasien dengan lokasi
serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Prara
infark inferoanteroekstensif adalah sebanyak 1 orang
MR di RSUP Dr. M. Djamil Padang yang menya-
(4,2%) dimana pasien tersebut meninggal dunia.
takan bahwa kematian adalah KKM tertinggi
Dari 24 kasus STEMI yang mengalami
(11,2%) yang dijumpai pada pasien STEMI.10
KKM, 17 orang diantaranya menjalani tindakan
reperfusi IKP. Berdasarkan data angiografi koroner
1
2
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
Penelitian oleh Gayatri dkk yang dimuat serangan jantung pertama, pada usia rata-rata 71,8
dalam jurnal Cermin Dunia Kedokteran menyatakan tahun dibandingkan dengan laki-laki pada usia 65
prediktor mortalitas dalam rumah sakit pada pasien tahun. Semakin tua onset PJK pada wanita
STEMI adalah Killip 3 dan Killip 4, aritmia, STEMI dibandingkan dengan laki-laki dianggap karena
anterior, tanpa terapi reperfusi, gagal ginjal kronis, peran protektif dari estrogen pada endothelium vas-
takikardi, onset STEMI >12 jam dan diabetes meli- cular. Hipotesis ini berdasarkan pengamatan bahwa
tus.11 insiden infark miokard akut meningkat secara sub-
Berdasarkan jenis kelamin, laki-laki paling stansial pada wanita post menopause. Mekanisme
banyak mengalami kejadian kardiovaskular mayor yang kompleks bagaimana estrogen mempengaruhi
sebanyak 21 (87,5%) dibandingkan dengan per- risiko PJK masih belum dipahami dengan sempurna.
empuan sebanyak 3 kasus (12,5%), dengan KKM Namun, efek langsung dari estrogen pada system
tertinggi pada jenis kelamin perempuan adalah ke- vascular ermasuk peningkatan pelepasan nitrat
matian sebanyak 12,5%, revaskularisasi dan rehospi- oksida yang menyebabkan vasodiltasi, regulasi
talisasi pada laki-laki masing-masing sebanyak produksi prostaglandin, dan inhibisi proliferasi otot
29,2% dan infark miokard berulang sebanyak 8,3%. polos. Studi populasi menunjukan bahwa deplesi
Perempuan umumnya lebih tua ketika mendapatkan estrogen saat menopause meningkatkan disfungsi
1
3
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
endothel dan deposisi lipid pada pembuluh darah tercapainya kontak medis pertama. Hal ini dapat
yang dapat mempercepat perkembangan aterosklero- disebabkan oleh beberapa penyebab seperti letak
sis seiring berjalannya waktu.12 Penelitian oleh Dan- geografis rumah pasien yang jauh dari fasilitas
ny dkk menunjukkan pada kelompok perempuan kesehatan yang ada, pasien menunda untuk me-
usia tua (> 55 tahun) didapatkan adanya KKM yang meriksakan diri, atau pasien merupakan pasien ru-
lebih tinggi daripada kelompok usia yang lebih mu- jukan. Untuk meminimalisir keterlambatan pasien
da (< 55 tahun).13 ini maka diperlukan sosialisasi kepada masyarakat
Berdasarkan kelompok usia, kelompok usia mengenai cara mengenal gejala-gejala umum infark
50-59 tahun paling banyak mengalami kejadian kar- miokard akut dan ditanamkan untuk segera me-
diovaskular mayor sebanyak 9 kasus (37,5%), diiku- manggil pertolongan darurat. Keterlambatan pasien
ti dengan kelompok usia 60-69 tahun sebanyak 5 ini dapat mempengaruhi luaran klinis dari pasien
kasus (20,8%). Hal ini didukung oleh penelitian tersebut, karena jeda waktu tersebut menggam-
Wahyuni SH yang menyatakan terdapat hubungan barkan waktu iskemik total, sehingga perlu diku-
antara usia dengan KKM. Melalui analisis bivariat rangi menjadi sesedikit mungkin.7 Ketiga, dari
didapatkan bahwa pasien dengan SKA yang mem- semua pasien yang menjalani terapi reperfusi IKP,
iliki usia di atas 65 tahun memiliki risiko KKM 1,6 semuanya memiliki lesi di LAD, dan 4 orang pasien
kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki diantaranya memiliki lesi di LM. Penelitian oleh
usia di bawah 65 tahun.14 Hal ini terjadi oleh karena Versaci dkk. menyatakan bahwa pasien dengan lesi
elastisitas pembuluh darah yang semakin menurun. pada proksimal LAD memiliki risiko tinggi KKM
Pembuluh darah akan menjadi kaku seiring dengan karena LAD memberikan suplai darah sebesar 40
bertambahnya usia oleh karena terjadi pengapuran sampai dengan 50 persen ke miokardium ventrikel
pada dinding pembuluh darah dan adanya tumpukan kiri.17
kolesterol pada dinding bagian dalam pembuluh Berdasarkan faktor risiko, KKM terbanyak
darah yang terjadi karena kerusakan endotel (dis- ditemukan pada pasien yang memiliki riwayat
fungsi endotel).15 hipertensi sebesar 66,7%, diikuti oleh merokok, obe-
Berdasarkan indeks masa tubuh, jumlah sitas, dislipidemia, diabetes mellitus dan riwayat
KKM pada kategori normal, pra-obes dan obesitas PJK masing-masing 54,2%, 33,3%, 29,2%, 12,5%
adalah sebesar 33,3% untuk masing-masing kate- dan 4,2%. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
gori. Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah yang dilakukan oleh Nakanishi Rine dkk. yang
dilakukan sebelumnya oleh Bucholz EM dkk. yang dipublikasikan dalam American Heart Association
dipublikasikan dalam American Journal of Medicine Journal mengatakan dibandingkan dengan pasien
yang mengatakan ada suatu ―paradoks tanpa hipertensi, pasien hipertensi mengalami pen-
obesitas‖ pada pasien paska infark miokard akut ingkatan tingkat dan keparahan atherosklerosis
dimana se- makin tinggi IMT dihubungkan dengan koroner dan cenderung mengalami peningkatan
semakin rendahnya tingkat mortalitas, efek yang ini KKM.18
tidak dipengaruhi oleh karakteristik pasien dan Peningkatan tekanan darah sistemik mening-
sebanding pada usia, jenis kelamin dan katkan resistensi terhadap pemompaan darah dari
subkelompok diabe- tes.16 ventrikel kiri, sebagai akibatnya terjadi hipertropi
Berdasarkan jenis terapi, KKM terbanyak ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi.
terdapat pada pasien yang menjalani terapi IKP pri- Kebutuhan oksigen oleh miokardium akan mening-
mer sebanyak 70,8%, diikuti terapi farmakologi kat akibat hipertrofi ventrikel, hal ini mengakibat
sebanyak 25%, selanjutnya diikuti oleh terapi fi- peningkatan beban kerja jantung yang pada akhirnya
brinolitik sebanyak 4,2%. Hal ini tidak sejalan menyebabkan angina dan infark miokardium.19
dengan penelitian yang dilakukan di RSUP dr. M. Disamping itu juga secara sederhana dikatakan pen-
Djamil Padang oleh Prara MR dimana ia mendapat- ingkatan tekanan darah mempercepat aterosklerosis
kan proporsi KKM pada pasien STEMI yang dan arteriosclerosis, sehingga rupture dan oklusi
mendapat terapi reperfusi lebih kecil dibanding vaskuler terjadi 20 tahun lebih cepat daripada orang
pasien yang mendapat terapi reperfusi.10 Hal ini juga normotensi.20
tidak sejalan dengan teori yang ada dimana terapi Berdasarkan banyaknya faktor risiko, KKM
reperfusi dapat menurunkan angka morbiditas dan terbanyak ditemukan pada pasien dengan 2 faktor
mortalitas STEMI. risiko sebanyak 8 kasus (33,3%), diikuti oleh 1
Tingginya angka KKM pada pasien dengan faktor risiko (29,2%), 3 faktor risiko (16,7%), 0 dan
terapi reperfusi dapat disebabkan oleh beberapa 4 faktor risiko masing-masing sebanyak 8,3%, dan 5
faktor. Pertama, jumlah sampel penerima setiap jenis faktor risiko sebanyak 4,2%. Hal ini berbeda dengan
terapi yang tidak seimbang, dimana jumlah sampel pemahaman yang ada dimana semakin banyak faktor
penerima IKP primer jauh lebih banyak dibanding- risiko semakin besar probabilitas terjadinya KKM
kan dengan penerima terapi jenis lainnya. Kedua, pada pasien STEMI.
dari 18 kematian pada pasien dengan IKP primer, 11 Berdasarkan awitan, KKM terbanyak
diantaranya datang dengan awitan >3jam, dimana ditemukan pada pasien yang datang dengan awitan
terjadi keterlambatan antara awitan gejala hingga lebih dari 12 jam sebanyak 12 kasus (50%). Menurut
1
4
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
1
5
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
1
6
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
myocardial infarction in Europe: description of 15. Wagyu EA. Gambaran Pasien Infark Miokard
the current situation in 30 countries. Eur Heart dengan Elevasi ST (STEMI) yang Dirawat di BLU
J 2010; 31(8):943-957. RSUP PROF. DR. R. D. Kandou Manado
6. Dharma S, Andriantoro H, Purnawan I, et al.
Characteristics, treatment and in-hospital
outcomes of patients with STEMI in a
metropolitan area of a developing country: an
initial report of the extended Jakarta Acute
Coronary Syndrome registry. BMJ Open
2016;6:e012193. doi:10.1136/bmjopen-2016-
012193
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia (PERKI). 2018.
Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut.
Jakarta: PERKI. Available from:
http://www.inaheart.org/upload/file/Pedoma
n_t
atalaksana_Sindrom_Koroner_Akut_2015.pdf.
[diakses tanggal 23 Agustus 2018]
8. Ibanez B, James S, Agewall S, Antunes MJ,
Bueno H, et al. 2017 ESC Guidelines for the
management of acute myocardial infarction in
patients presenting with ST-segment
elevation
– Web Addenda. European Heart Journal.
2017. 1-8.
9. Arso IA, Setianto BY, Taufiq N, Hartopo AB
(2014). In-hospital Major Cardiovascular Event
between STEMI Receiving Thrombolysis
Therapy and Primary PCI. Acta Medica
Indonesiana - The Indonesian Journal of
Internal Medicine. 46:124-30
10. Prara, MR (2017). Kejadian Kardiovaskular
Mayor Selama Rawatan Pada Infark Miokard
Akut Dengan Elevasi Segmen ST (IMA-EST) di
RSUP DR. M. Djamil Padang. Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas.
11. Gayatri NI, Firmansyah S, Hidayat S, Rudiktyo
E. Prediktor Mortalitas dalam Rumah Sakit
Pasien Infark Miokard ST Elevasi (STEMI)
Akut di RSUD dr. Dradjat Prawiranegara
Serang, Indonesia. CDK-238. 43(3): 171-4.
2016.
12. Mehta LS, Beckie TM, DeVon HA, Grines CL,
Krumholz HM, Johnson MN, et al., Acute
Myocardial Infarction in Woman: A Scientific
Statement From the American Heart
Association. Circulation. 2016;133:916-947.
13. Danny S, Roebiono PS, Soesanto AM, Kasim
M. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
kardiovaskular mayor pada wanita pasca infark
miokard akut. Jurnal Kardiologi Indonesia 30:
pp.3-12. 2009.
14. Wahyuni SH. Usia, Jenis Kelamin dan Riwayat
Keluarga Penyakit Jantung Koroner Sebagai
Faktor Prediktor erjadinya Major Adverse
Cardiac Events Pada Pasien Sindrom Koroner
Akut. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah. 2014.
1
7
Jurnal Medik dan Rehabilitasi (JMR), Volume 1,Nomor 3, Januari 2019
1
8