You are on page 1of 3

Aldo Risky Pratama (H1041191035)

MAKALAH
KULTUR IN-VITRO SEL HEWAN

1. Pendahuluan
Kultur sel merupakan proses penghilangan atau perpindahan sel dari manusia, hewan, atau
tanaman ke dalam medium terkontrol yang sesuai sehingga dapat menunjang pertumbuhan
dari sel tersebut dan kultur jaringan sebenarnya bertujuan untuk membuat sel menjadi
individual dan bersifat monolayer (Sumaryam et al., 2011). Pemanfaatan kultur sel ini
secara luas dalam kehidupan mencakup segala bidang dengan berbagai macam tujuan
didalamnya, seiiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dimasa
sekarang. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana tahapan dalam
melakukan metode kultur in-vitro sel hewan.
2. Pembahasan
Kultur in-vitro merupakan metode yang dikembangkan dengan dasar dari bidang ilmu
bioteknologi. Penerapan kultur in-vitro ini dapat dilakukan pada tingkat jaringan hingga
ke sel dari makhluk hidup, disesuaikan dengan kebutuhan. Sel yang akan dilakukan
pengkultivasian dapat diperoleh secara langsung dari jaringan ataupun diperoleh dengan
proses enzimatik maupun mekanik. Sel yang digunakan dalam penerapan kultur sel ini
dapat digunakan dari jaringan yang sedang mengalami gangguan fisiologis ataupun pada
jaringan yang normal (Sumiati et al., 2009).
Kultur sel dapat berupa kultur sel primer maupun cell line. Kultur sel primer merupakan
pengkultivasian sel makhluk hidup yang diperoleh dari organisme aslinya, sedangkan sel
line merupakan proses kulltur yang dilakukan terhadap sel hewan yang diperoleh dari
subkultur pertama dari kultur primer. Contoh dari penerapan kultur sel primer adalah
pembuatan sel primer isolasi kelenjar lambung. Tahapan dalam pembuatan sel primer
kelenjar lambung adalah melakukan pengambilan sampel kelenjar lambung manusia sehat.
Sampel kelenjar yang sudah diperoleh dicuci dengan Hank’s Buffer Saline Solution (HBSS)
dingin sementara itu lemak serta jaringan ikat lainnya sudah dihilangkan dari bagian yang
akan dilakukan pengkulturan. Selanjutnya sampel dipotong dengan ukuran sekitar 5mm,
setelah itu lakukan pencucian dengan HBSS sebanyak 8-10 kali sampai supernatannya
bersih dan diinkubasi dengan larutan pengkelat (air suling dengan 5,6 mM Na2HPO4; 8,0
mM KH2PO4’ 96,2 mM NaCl; 1,6 mM KCl; 43,4 mM sukrosa; 54,9 mM D-sorbitol; 0,5
mM DL dithiothreitol, 2 mM EDTA) selama 30 menit dengan suhu 37°C pada shaking
Aldo Risky Pratama (H1041191035)

platform. Supernatan yang sudah diinkubasi dipindahkan, untuk fragmen jaringannya


ditempatkan dalam cawan petri dan diperas dengan lembut menggunakan slide kaca untuk
mengisolasi kelenjar lambung. Kelenjar yang sudah diisolasi, disuspensi dalam medium
yang mengandung 10% fetal calf serum (FCS, Biochrom) disimpan dalam tabung dan
dibiarkan mengendap selama 1 menit sebelum supernatan yang mengandung sebagian
besar kelenjar terisolasi dipindahkan ke tabung baru. Setelah lima kali dicuci, kelenjar
dihitung di bawah mikroskop dan disentrifugasi selama 5 menit (250 × g) untuk kemudian
dicuci kembali sebanyak tiga kali dengan Dulbecco yang telah dimodifikasi media Eagle/
F12 (ADF; Infitrogen). Pembuatan immortal cell line dapat dilakukan dengan pendekatan
yang berbeda beda, diantaranya adalah melalui proses telomerase reverse transcriptase
(TERT), mutase sel cek poin (p53/pRb), dan onkogen serta onkoprotein (Khumairoh et al.,
2016).
Kultur sel terdiri atas kultur monolayer dan kultur suspensi. Metode kultur monolayer
biasanya digunakan pada jenis sel yang melekat, sedangkan metode kultur suspensi
sebaliknya (Aljauhari et al., 2017). Metode kultur in-vitro sel hewan ini merupakan suatu
tahapan yang dilakukan dengan menempatkan sel hidup ke dalam suatu media yang
terkontrol yang dapat menunjang perekembangan dari sel tersebut. Ada beragam tipe
media yang sudah diketahui hingga saat ini, media tersebut tergolong kedalam media
kultur natural jika media tersebut berasal dari alam, penggunaaan media natural yang
masih digunakan hingga saat ini seperti serum, tryptose phosphate broth danlaktalbumin
hidroksilat yang diperoleh dari hidrolisis enzimatis protein susu. Terdapat kriteria yang
digunakan dalam pembuatan media kultur untuk pertumbuhan sel. Konstituen dasar dari
media kultur yang paling banyak digunakan adalah BSS (Balanced Sald Solution) yang
disusun dari garam anorganik, natrium bikarbonat dan suplemen glukosa. Untuk membuat
media kultur yang kompleks, misalnya medium Eagle MEM (Minimum Esential Medium)
diperlukan penambahan bahan-bahan seperti asam amino, vitamin, dan mineral (Andiana
et al., 2017).
Pertumbuhan sel yang dilakukan pada metode kultur in-vitro ini dipengaruhi juga oleh
beberapa factor, yang dikenal dengan factor pertumbuhan. Factor pertumbuhan (Growth
factor) merupakan bagian pokok yang mempunyai sifat-sifat mitogenic dan morfogenik.
Bagian pokok ini penting dalam mengontrol proliferasi berbagai macam sel. Penerapan
factor pertumbuhan ini dilakukan atas beberapa pertimabngan seperti derajat keaktifan
terhadap mitosis; cara kerjanya yang langsung dan tidak langsung; tempat asal atau
Aldo Risky Pratama (H1041191035)

sumbernya sumbernya terdapat dan tempat kerjanya atau sasaran jaringannya (Soeroso,
2000).

3. Daftar Pustaka
Soeroso, A, J, 2000, ‘Pertumbuhan Sel Otot Embrio Ayam Ras dan Buras Dalam Media Serum
Kelinci dan Serum Domba’, Animal Production, Vol. 2, No. 2, hal. 75-82
Aljauhari, M, M, Asri, T, M & Trimulyono, G, 2013, ‘Media Alternatif untuk Pertumbuhan
Sel Midgut Spodoptera litura’, Lentera Bio, Vol. 2, No. 2, hal 161-165
Andiana, M, Rahmawati, Y & Andayani, S, S, 2017, ‘Kultur Sel Baby Hamster Kidney (Bhk)
Menggunakan Media Dulbecco’s Modified Eagle Medium (DMEM)’, BIOTROPIC
The Journal of Tropical Biology, Vol. 1, No. 1, hal 10-17
Khumairoh, I & Puspitasari, M, I, 2016, ‘Kultur Sel’, Jurnal Farmaka, Vol. 14, No. 2, hal 98-
110
Sumiati, T, Gardenia, L & Sunarto, A, 2009, ‘Pembuatan Kultur Sel Primer Dari Sirip Ekor
Ikan Mas (Cyprinus carpio)’, Jurnal Riset Akuakultur, Vol. 4, No, 1, hal 107-116
Sumaryam, Kusyairi, Oetami, S, Suprapto, H, & Vries, C, G, 2011, ‘Kultur Sel Otak Dan
Matalkan Kerapu (Chromileptes altivelis) Untuk Replikasi Viral Nervous Necrosis
(VNN)’, Berita Biologi, Vol. 10, No. 4, hal 505-510

You might also like