You are on page 1of 19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian


IV.1.1 Deskripsi
Rumah Sakit Dustira adalah rumah sakit tipe B yang berada di Kota
Cimahi dan merupakan unit kesehatan bagi an dari Kesehatan Daerah Militer
(Kesdam) III/ Siliwangi. Rumah sakit ini melayani kesehatan prajurit Tentara
Nasional Indonesia (TNI), Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan masyarakat umum.
Pelayanan yang diberikan Rumah Sakit Dustira meliputi pelayanan rawat jalan
dan pelayanan rawat inap (Rumah Sakit Dustira, 2018).
Pelayanan pasien dengan rawat jalan meliputi pemeriksaan di Poliklinik
yang diberikan oleh dokter spesialis, diantaranya: Spesialis Anak, Spesialis
Penyakit Dalam, Spesialis Bedah Umum, Spesialis Bedah Urologi, Spesialis
Bedah Orthopedi, Spesialis Bedah Syaraf, Spesialis Bedah Plastik, Spesialis
Obstetri dan Ginekologi, Spesialis Jantung, Spesialis Gigi dan Mulut, Spesialis
Mata, Spesialis THT-KL, Spesialis Kulit dan kelamin dan Spesialis Kedokteran
Fisik dan Rehabilitasi, juga ditunjang oleh fasilitas penunjang lainnya, yaitu:
laboratorium, radiologi, apotek, fisioterapi, dan haemodialis, endoscopy unit
gawat darurat dan instalasi diagnostic radiologi. Rumah Sakit Dustira juga
melayani pelayanan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan dan Sosial)
yang memiliki 10 loket (Rumah Sakit Dustira, 2018).
Bagi pelayanan terhadap pasien dengan rawat inap, RS Dustira Kota
Cimahi mempunyai fasilitas tempat tidur sebanyak 497 tempat tidur, 16 ruangan
perawatan intensif dan fasilitas pelayanan dokter sebanyak 47 orang dokter
umum, 91 orang dokter spesialis, 14 orang dokter gigi dan 3 orang dokter gigi
spesialis (Rumah Sakit Dustira, 2018).

IV.1.2 Lokasi Rumah Sakit


RS Dustira terletak di Jalan dr. Dustira Nomor 1, termasuk dalam wilayah
kelurahan Baros, kecamatan Cimahi Utara, Kota Cimahi, Jawa Barat (Rumah
Sakit Dustira, 2018).

35
36

IV.2 Hasil Penelitian


IV.2.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di RS Dustira Kota Cimahi pada bulan April-
Mei 2018 dengan jumlah 48 sampel. Sampel yang dipilih telah memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi. Selanjutnya data akan dianalisis secara univariat, bivariat,
dan multivariat.

IV.2.2 Analisis Univariat


Analisis univariat dilakukan secara deskriptif untuk menilai karakteristik
demografi pasien dan setiap variabel yang diteliti. Analisis univariat pada
penelitian ini, data disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.

IV.2.2.1 Kejadian DM Tipe-2 pada Pasien Wanita di RS Dustira


Gambaran kejadian DM tipe-2 di poli penyakit dalam RS Dustira Kota
Cimahi dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10 Gambaran Kejadian DM Tipe-2 pada Wanita di RS Dustira


DM Frekuensi (n) Persentase (%)
Ya 27 56.3
Tidak 21 43.7
Total 48 100
Sumber: Data primer, 2018

Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa, sebagian besar pasien wanita


yang mengalami DM tipe-2 berdasarkan diagnosis dan gejala klinis adalah sebesar
56.3%, sedangkan yang tidak mengalami DM tipe-2 adalah sebesar 43.7%.

IV.2.2.2 Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia


Karakteristik pasien berdasarkan usia pasien yang berkunjung di poli
penyakit dalam RS Dustira Kota Cimahi dapat dilihat pada tabel 11.
37

Tabel 11 Gambaran Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia di RS Dustira


Usia Frekuensi (n) Persentase (%)

26-45 16 33.3
45-65 17 35.4

65 > 15 31.3
Total 48 100
Sumber: Data primer, 2018

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa, distribusi frekuensi usia pasien


wanita yang berkunjung di poli penyakit dalam RS Dustira Kota Cimahi sebagian
besar berusia 45-65 tahun yaitu sebesar 35.4%, sedangkan pasien yang berusia 26-
45 tahun yaitu sebesar 33.3% dan pada usia 65 > tahun yaitu sebesar 31.3%.

IV.2.2.3 Karakteristik Pasien Berdasarkan Riwayat Keluarga Menderita DM


Karakteristik pasien berdasarkan ada tidaknya riwayat keluarga yang
menderita DM dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12 Gambaran Karakteristik Pasien Berdasarkan Riwayat Keluarga


Menderita DM di RS Dustira
Riwayat Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)
Menderita DM
Ya 27 56.3

Tidak 21 43.7
Total 48 100
Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa, jumlah pasien yang memiliki


riwayat keluarga menderita DM yaitu sebesar 56.3% sedangkan pasien yang tidak
memiliki riwayat keluarga menderita DM yaitu sebesar 43.8%.

IV.2.2.4 Karakteristik Pasien Berdasarkan Aktivitas Fisik


Karakteristik pasien berdasarkan aktivitas fisik dibagi menjadi beberapa
tingkatan yang dapat dilihat pada tabel 13.
38

Tabel 13 Gambaran Karakteristik Pasien Berdasarkan Aktivitas Fisik di


RS Dustira
Aktivitas Fisik Frekuensi (n) Persentase (%)
Sangat Aktif 0 0
Aktif 13 27.0

Cukup aktif 9 18.8

Kurang aktif 12 25.0

Sangat kurang aktif 14 29.2

Total 48 100

Sumber: Data Primer, 2018

Berdasarkan tabel 13 menunjukkan bahwa, sebagian besar pasien memiliki


aktivitas fisik yang sangat kurang aktif yaitu sebesar 29.2%, pasien yang memiliki
aktivitas fisik kurang aktif yaitu sebesar 25%, pasien yang memiliki aktivitas fisik
cukup aktif sebesar 18.8%, dan pasien yang memiliki aktivitas fisik aktif sebesar
27.1%.

IV.2.2.5 Karakteristik Pasien Berdasarkan IMT


Karakteristik pasien berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) dapat dilihat
pada tabel 14.
Tabel 14 Gambaran Karakteristik Pasien Berdasarkan IMT di
RS Dustira
Indeks Masa Tubuh Frekuensi (n) Persentase (%)
Underweight 9 18.8
Normoweight 12 25.0
Overweight 12 25.0
Obese 1 15 31.2
Obese 2 0 0
Total 48 100
Sumber: Data sekunder, 2018
39

Berdasarkan tabel 14 menunjukkan bahwa, sebagian besar pasien memiliki


masalah berat badan berlebih atau IMT lebih dari normal seperti overweight dan
obese 1. Pasien yang memiliki IMT obese 1 yaitu sebesar 31.2 % dan pasien yang
memiliki IMT overweight yaitu sebesar 25%.

IV.2.2.6 Karakteristik Pasien Berdasarkan Status Hipertensi


Karakteristik pasien berdasarkan status hipertensi yang diderita dapat
dilihat pada tabel 15.

Tabel 15 Gambaran Karakteristik Pasien Berdasarkan Status


Hipertensi di RS Dustira
Hipertensi Frekuensi Persentase

Ya 30 62.5

Tidak 18 37.5

Total 48 100

Sumber: Data primer, 2018

Berdasarkan tabel 15 menunjukkan bahwa, sebagian besar pasien memiliki


status hipertensi yaitu sebesar 62.5%, sedangkan pasien yang tidak berstatus
hipertensi sebesar 37.5%.

IV.2.3 Analisis Bivariat


Analisis bivariat yang dilakukan pada penelitian ini adalah untuk melihat
hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis bivariat ini
menggunakan uji statistic chi-square. Apabila hasil analisis nilai p < 0,05 maka
H0 diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen yang diteliti.
Apabila hasil analisis nilai p > 0,05 maka H0 tidak diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen yang diteliti.
40

IV.2.3.1 Hubungan antara Usia dengan Kejadian DM Tipe-2

Tabel 16 Hubungan antara Usia dengan Kejadian DM Tipe-2 pada Pasien


Wanita di RS Dustira
DM Tipe-2
Usia Ya Tidak Total P Value
n % n % n %
26-45 13 81.3 3 18.8 16 100
46-65 9 52.9 8 47.1 17 100 0.025
> 65 5 33.3 10 66.7 15 100
Total 27 56.3 21 43.7 48 100
Sumber: Data primer, 2018

Berdasarkan tabel 16 menunjukkan bahwa, Pasien yang memiliki usia 26-


45 tahun sebagian besar menderita DM tipe-2 yaitu sebesar 81.3%, sedangkan
pada usia tersebut yang tidak menderita DM tipe-2 hanya sebesar 18.8%. Pasien
usia 46-65 tahun yang menderita DM tipe-2 sebesar 52.9%, sedangkan pasien
yang tidak menderita DM tipe-2 pada usia tersebut yaitu sebesar 47.1%. Pasien
usia >65 tahun yang menderita DM tipe-2 hanya sebesar 33.3%. Berdasarkan
hasil uji chi-square didapatkan P-value 0.025 (<0.05), artinya terdapat hubungan
yang bermakna antara usia dengan kejadian DM tipe-2 pada pasien wanita di RS
Dustira Kota Cimahi.

IV.2.3.2 Hubungan antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian DM Tipe-2

Tabel 17 Hubungan antara Riwayat Keluarga Menderita DM dengan


Kejadian DM Tipe-2 pada Pasien Wanita di RS Dustira
DM Tipe-2
Riwayat Keluarga Ya Tidak Total P Value
Menderita DM n % n % n %
Ya 20 74.1 7 25.9 27 100
Tidak 7 33.3 14 66.7 21 100 0.005
Total 27 56.3 21 43.7 48 100
Sumber: Data primer, 2018
41

Berdasarkan tabel 17 menunjukkan bahwa, pasien yang memiliki riwayat


keluarga sebagian besar menderita DM tipe-2 yaitu sebesar 74.1%. Pasien yang
tidak memiliki riwayat keluarga sebagian besar tidak menderita DM yaitu sebesar
66.7%. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan P-value 0.005 (<0.05), artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian DM
tipe-2 pada pasien wanita di RS Dustira Kota Cimahi.

IV.2.3.3 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe-2

Tabel 18 Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM Tipe-2


pada Pasien Wanita di RS Dustira
DM Tipe-2
Aktivitas Fisik Ya Tidak Total P Value
n % n % n %
Sangat Aktif 0 0 0 0 0 100
Aktif 1 7.7 12 92.3 13 100
Cukup Aktif 5 55.6 4 44.4 9 100
Kurang Aktif 9 75 3 25 12 100 0.00
Sangat Kurang 12 85.7 2 14.3 14 100
Aktif
Total 27 56.3 21 43.7 48 100
Sumber: Data primer, 2018

Berdasarkan tabel 18 menunjukkan bahwa, Pasien yang memiliki aktivitas


fisik aktif sebagian besar tidak menderita DM yaitu sebesar 92.3%. Pasien yang
memiliki aktivitas fisik cukup aktif sebagian besar menderita DM tipe-2 yaitu
sebesar 55.6% sedangkan pasien yang tidak menderita DM tipe-2 yaitu sebesar
44.4%. Pasien yang memiliki aktivitas fisik kurang aktif sebagian besar menderita
DM tipe-2 yaitu sebesar 75%. Pasien yang memiliki aktivitas fisik sangat kurang
aktif sebagian besar menderita DM tipe-2 yaitu sebesar 85.7%. Berdasarkan hasil
uji chi-square didapatkan P-value 0.000 (<0.05), artinya terdapat hubungan yang
bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian DM tipe-2 pada pasien wanita di
RS Dustira Kota Cimahi.
42

IV.2.3.4 Hubungan antara IMT dengan Kejadian DM Tipe-2

Tabel 19 Hubungan antara IMT dengan Kejadian DM Tipe-2 pada Pasien


Wanita di RS Dustira
DM Tipe-2
IMT Ya Tidak Total P Value
n % n % n %
Underweight 3 33.3 6 66.7 9 100
Normoweight 4 33.3 8 66.7 12 100
Overweight 10 83.3 2 16.7 12 100 0.033
Obese 1 10 66.7 5 33.3 15 100
Obese 2 0 0 0 0 0 100
Total 27 56.3 21 43.7 48 100
Data primer, 2018

Berdasarkan tabel 19 menunjukkan bahwa, Pasien yang memiliki IMT


underweight sebagian besar tidak menderita DM tipe-2 yaitu sebesar 66.7%,
pasien yang memiliki IMT normoweight sebagian besar tidak menderita DM tipe-
2 yaitu sebesar 66.7%, pasien yang memiliki IMT overweight sebagian besar
menderita DM tipe-2 yaitu sebesar 83.3%, dan pasien yang memiliki IMT obese 1
sebagian besar menderita DM tipe-2. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan
P-value 0.033 (<0.05), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara IMT
dengan kejadian DM tipe-2 pada pasien wanita di RS Dustira Kota Cimahi.

IV.2.3.5 Hubungan antara Status Hipertensi dengan Kejadian DM Tipe-2

Tabe 20 Hubungan antara Status Hipertensi dengan Kejadian DM Tipe-2


pada Pasien Wanita di RS Dustira
DM Tipe-2
Status Hipertensi Ya Tidak Total P Value
n % n % n %
Ya 22 73.3 8 26.7 30 100
Tidak 5 27.8 13 72.2 18 100 0.002
Total 27 56.3 21 43.7 48 100
Sumber: Data primer, 2018
43

Berdasarkan tabel 14 menunjukkan bahwa, pasien yang memiliki status


hipertensi mayoritas menderita DM tipe-2 yaitu sebesar 73.3% dan pasien yang
tidak memiliki status hipertensi mayoritas tidak menderita DM tipe-2 yaitu
sebesar 72.2%. Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan P-value 0.002
(<0.05), artinya terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan
kejadian DM tipe-2 pada pasien wanita di RS Dustira Kota Cimahi.

IV.2.4 Analisis Multivariat


Analisis multivariat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang paling
dominan mempengaruhi dengan kejadian DM tipe-2 pada pasien wanita di RS
Dustira Kota Cimahi menggunakan uji multiple regression logistic dengan metode
enter yaitu dengan memasukan semua variabel prediktor secara bersamaan.

Tabel 21 Daftar Variabel yang Masuk ke Dalam Analisis Multivariat


Variabel bebas P value

Usia 0.248

Riwayat keluarga 0.089

IMT 0.150

Hipertensi 0.528

Aktivitas fisik 0.007

Sumber: Data primer, 2018

Penelitian ini terdapat empat variabel yang memenuhi syarat untuk


dimasukkan ke dalam analisis multivariat dengan nilai p < 0.25 yaitu variabel usia
0.248 (p <0.25), riwayat keluarga 0.089 (p <0.25), IMT 0.150 (p <0.25) dan
aktivitas fisik 0.007 (p <0.25). Variabel hipertensi tidak dimasukan ke dalam
analisis multivariat karena memiliki nilai p > 0.25 sehingga dianggap sebagai
variabel perancu yang mempengaruhi hubungan antara independen dan dependen.
44

Tabel 22 Hasil Akhir Analisis Multivariat Faktor yang Paling Dominan


Mempengaruhi Kejadian DM Tipe-2 di RS Dustira
Variabel bebas P value OR 95% CI
Usia 0.148 2.267 0.749-6.865
Riwayat keluarga 0.085 5.180 0.797-33.669
IMT 0.151 0.535 0.228-1.256
Aktivitas fisik 0.003 0.255 0.104-0.627
Konstanta 0.459 8.641
Sumber: Data primer, 2018

Setelah dilakukan uji multiple regression logistic dengan metode enter,


hasil diatas terlihat bahwa variabel riwayat keluarga dengan nilai p-value 0.085
adalah variabel yang paling dominan mempengaruhi kejadian DM Tipe-2, diikuti
secara berurutan variabel usia, IMT dan aktivitas fisik. Kekuatan hubungan dari
variabel bebas (Usia, riwayat keluarga, IMT, hipertensi, aktivitas fisik) terhadap
variabel terikat (DM tipe-2) dapat dilihat dari nilai odds ratio. Kekuatan hubungan
variabel riwayat keluarga memiliki nilai odds ratio sebesar 5.180 (95% CI=0797-
33.669); artinya pasien wanita yang memiliki riwayat keluarga menderita DM
memiliki peluang sebesar 5.180 kali lebih tinggi terkena DM tipe-2 dibandingkan
pasien yang tidak memiliki riwayat keluarga menderita DM. Kekuatan hubungan
variabel usia memiliki nilai odds ratio 2.267 (95% CI=0.749-6.865); artinya
pasien wanita yang sudah memasuki usia >26 tahun memiliki peluang sebesar
2.267 kali lebih tinggi terkena DM tipe-2 dibandingkan pasien wanita yang
berusia <26 tahun. Kekuatan hubungan variabel IMT memiliki nilai odds ratio
0.535 (95% CI=0.228-1.256); artinya pasien wanita yang memiliki IMT lebih dari
kriteria normal memiliki peluang sebesar 0.535 kali lebih tinggi terkena DM tipe-
2 dibandingkan pasien wanita yang memiliki IMT normal. Kekuatan hubungan
variabel aktivitas fisik memiliki nilai odds ratio 0.255 (95% CI=0.104-0.627);
artinya pasien wanita yang memiliki aktivitas fisik yang kurang memiliki peluang
sebesar 0.255 kali lebih tinggi terkena DM tipe-2 dibandingkan pasien wanita
yang aktivitas fisiknya aktif.
45

Tabel 23 Model Overall Percentage & Nagelkerke R Square Analisis


Multivariat
Nagelkerke R Square Overall Percentage

0.640 79.2 %

Sumber: Data Primer, 2018

Nagelkerke R Square sebesar 0.640 yang berarti bahwa DM tipe-2 dapat


dipengaruhi oleh variabel usia, riwayat keluarga, IMT, dan aktivitas fisik sebesar
64 % sedangkan sisanya 36% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.
Overall percentage menunjukkan bahwa model regresi logistik yang digunakan
sudah cukup baik karena dapat memprediksi sebesar 79.2 % faktor-faktor yang
mempengaruhi DM tipe-2.

IV.3 Pembahasan
IV.3.1 Pembahasan Univariat
Peneliti melakukan analisis secara deskriptif untuk mengetahui gambaran
karakteristik pasien dan setiap variabel yang diteliti. Peneliti menggunakan lembar
questioner dan data rekam medis untuk menentukan status DM pada pasien.
Berdasarkan diagnosis dan gejala klinis yang dialami pasien sebanyak 56.3%
pasien adalah pasien yang mengalami DM tipe-2 dan sebanyak 43.8% tidak
mengalami DM tipe-2 namun memiliki risiko untuk mengalami DM tipe-2 di
masa yang akan datang apabila tidak dilakukan pencegahan lebih dini.
DM tipe-2 merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di Indonesia
baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan. DM tipe-2 di pedesaan
terjadi dikarenakan pengetahuan masyarakat desa mengenai penyakit DM baik
dari segi penyebab maupun gejala klinis masih sangat minim (Lail, 2014). DM
tipe-2 di perkotaan muncul karena perubahan pola makan di kota-kota yang telah
bergeser dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan
serat dari sayuran, ke pola makan ke barat-baratan, dengan komposisi makanan
yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam dan mengandung
sedikit serat. Cara hidup yang sangat sibuk dengan pekerjaan dari pagi hingga
malam pada orang yang bekerja di perkantoran dan hanya duduk di belakang meja
46

menyebabkan kurangnya waktu untuk berolahraga, sehingga pencegahan primer


harus dilakukan. Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada kelompok
yang memiliki faktor risiko, namun belum mengalami DM, tetapi berpotensi
untuk mengalami DM di masa yang akan datang dengan cara mengubah pola
hidup mereka (Sudoyo dkk, 2009).
Dari data yang diperoleh peneliti bahwa sampel data pasien wanita yang
berkunjung di poli penyakit dalam RS Dustira Kota Cimahi menunjukkan,
presentase pasien yang berusia 45-65 tahun yaitu sebesar 35.4%, sedangkan
pasien yang berusia 26-45 tahun sebanyak 33.3% dan yang berusia 65 > tahun
sebesar 31.3%. Hasil penelitian Trisnawati tahun 2013 di puskesmas kecamatan
Cengkareng Jakarta Barat, menunjukkan kondisi serupa yaitu kelompok usia
terbanyak yang mengalami DM tipe-2 adalah kelompok usia > 45 tahun sebanyak
75%, dan kelompok usia terendah adalah pada kelompok usia <45 tahun sebanyak
38,9 %. Kondisi serupa terjadi pada hasil penelitian yang dilakukan Fitriyani
tahun 2012 kelompok usia terbanyak yang mengalami DM tipe-2 di puskesmas
kecamatan Citangkil dan puskesmas kecamatan Pulo Merak adalah kelompok usia
>45 tahun yaitu sebanyak 6.4% dibandingkan pada usia < 45 tahun yaitu sebanyak
2.4%.
Pasien dalam penelitian ini yang memiliki riwayat keluarga menderita DM
tipe-2 yaitu sebanyak 56.3%, sedangkan pasien yang tidak memiliki riwayat
keluarga menderita DM tipe-2 sebanyak 43.8%. Kondisi serupa terjadi pada hasil
penelitian Syamiyah tahun 2014 menunjukkan bahwa, kelompok kasus wanita
yang menderita DM tipe-2 di puskesmas kecamatan Pesanggrahan sebanyak
54.4% memiliki riwayat keluarga menderita DM, sedangkan yang tidak memiliki
riwayat keluarga menderita DM sebanyak 45.5%. Hasil penelitian Sukmaningsih
tahun 2016 menunjukkan kondisi yang berbeda yaitu, kelompok kasus wanita
yang menderita DM tipe-2 di puskesmas Purwodiningratan Surakarta kelompok
kasus yang paling banyak adalah kelompok yang tidak memiliki riwayat keluarga
menderita DM yaitu sebanyak 57.5%, sedangkan kelompok kasus yang memiliki
riwayat DM sebanyak 42.5%.
Pasien dalam penelitian ini rata-rata memiliki aktivitas fisik yang rendah.
Pasien yang memiliki aktivitas sangat kurang aktif sebanyak 29.2%, sedangkan
47

yang memiliki aktivitas fisik kurang aktif sebanyak 25% dan yang memiliki
aktivitas fisik aktif hanya sebanyak 27.1%. Dalam penelitian lain yang dilakukan
Trisnawati tahun 2013 menunjukkan kondisi yang sama yaitu, pasien yang
menderita DM tipe-2 memiliki aktivitas fisik yang intensitasnya ringan yaitu
sebanyak 75.9%, sedangkan yang memiliki aktivitas fisik yang intensitasnya berat
sebanyak 42.9%. Kondisi yang serupa terjadi pada hasil penelitian Erniati tahun
2013, kelompok pasien yang menderita DM tipe-2 sebagian besar memiliki
aktivitas fisik yang kurang yaitu sebanyak 55.9%, sedangkan sebagian lainnya
memiliki aktivitas fisik yang cukup sebanyak 44.1%.
Berdasarkan tabel klasifikasi IMT dari WHO, sebagian besar pasien
memiliki masalah berat badan lebih dari kriteria normal. Kelompok pasien
terbanyak adalah yang memiliki IMT obese 1 yaitu sebanyak 31.1% diikuti
kelompok pasien yang memiliki IMT overweight yaitu sebanyak 25%, pasien
yang memiliki IMT normal yaitu sebanyak 25%, dan pasien yang memiliki IMT
underweight yaitu sebanyak 18.8%. Berdasarkan keterangan pasien saat
melakukan wawancara ke beberapa pasien yang memiliki IMT normal maupun
underweight pernah memiliki riwayat IMT lebih dari kriteria normal. Hasil
penelitian Trisnawati tahun 2013 menunjukkan kondisi serupa yaitu, kelompok
pasien yang menderita DM tipe-2 di puskesmas kecamatan Cengkareng Jakarta
barat sebagian besar memiliki IMT obese yaitu sebanyak 76.5%, sedangkan yang
memiliki IMT normal sebanyak 31.3% (Trisnawati, 2013). Penelitian yang
dilakukan Jorgy tahun 2015 menunjukkan hasil yang berbeda yaitu, sebagian
besar pasien yang menderita DM tipe-2 memiliki IMT normal sebanyak 53.6%,
diikuti pasien dengan dengan IMT overweight sebanyak 28%, pasien dengan IMT
obese sebanyak 10.6% dan pasien yang memiliki IMT underweight sebanyak
7.8% (Jorgy, 2015).
Pasien dalam penelitian ini yang memiliki status hipertensi sebanyak
62.5%, sedangkan pasien yang tidak berstatus hipertensi sebanyak 37.5%.
Penelitian yang dilakukan Trisnawati tahun 2013 di puskesmas Kecamatan
Cengkareng Jakarta Barat menunjukkan hasil yang sama yaitu, pasien yang
menderita DM tipe-2 yang memiliki status hipertensi sebanyak 81.5%, sedangkan
yang tidak berstatus hipertensi sebanyak 31.3%. Hasil yang berbeda terdapat pada
48

penelitian Syamiyah tahun 2014 di puskesmas Kecamatan Pesanggrahan yaitu,


kelompok pasien yang menderita DM tipe-2 yang tidak berstatus hipertensi
jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang berstatus hipertensi.
Pasien yang tidak berstatus hipertensi sebanyak 57.1%, sedangkan yang berstatus
hipertensi sebanyak 42.9% (Syamiyah, 2014).

IV.3.2 Pembahasan Bivariat


a. Hubungan antara Usia dengan Kejadian DM tipe-2
Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan nilai P-value 0.025 (<0.05),
artinya terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan kejadian DM
tipe-2 pada wanita di RS Dustira Kota Cimahi, karena pada penelitian ini
pasien yang menderita DM tipe-2 rata-rata berada pada usia 45-65 tahun,
Teori mengatakan bahwa seseorang yang berusia >45 tahun memiliki risiko
menderita DM dan intoleransi glukosa yang disebabkan oleh faktor
degeneratif yaitu menurunnya fungsi organ-organ tubuh, khususnya
kemampuan dari sel beta pankreas dalam memproduksi insulin untuk
memetabolisme glukosa (Betteng, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Trisnawati tahun 2013 bahwa, terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan kejadian DM tipe-2 dengan nilai P-value
<0.05 karena pada penelitiannya juga menunjukkan hasil yang sama yaitu,
rata rata yang menderita DM tipe-2 adalah pasien yang berusia >45 tahun.
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Jorgy tahun 2015 bahwa,
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara usia dengan kejadian
DM tipe-2 dengan hasil uji statistik nilai p <0.05, berdasarkan penelitiannya
kelompok usia > 45 tahun memiliki peluang 9.24 kali lebih besar mengalami
DM tipe-2 dibandingkan dengan kelompok usia 18-24 tahun.

b. Hubungan antara Riwayat Keluarga dengan Kejadian DM tipe-2


Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan P-value 0.005 (<0.05), artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dengan kejadian
DM tipe-2 pada wanita di RS Dustira Kota Cimahi. Hasil penelitian ini
menunjukkan sebagian besar pasien memiliki riwayat keluarga menderita
49

DM. Pasien yang menderita DM mempunyai pola familial yang kuat, risiko
menurunnya DM tipe-2 pada saudara kandung sebanyak 40% dan untuk anak
dan cucunya sebanyak 33%. jika orang tua menderita DM tipe-2 pasti
membawa (carrier) DM tipe-2 ke anak kandungnya (Price & Wilson, 2005).
Individu yang kedua orang tuanya menderita DM memiliki risiko sebesar
75% dan risiko untuk menderita DM apabila ibu menderita DM lebih besar
10-30% daripada ayah yang menderita DM, hal ini karena penurunan gen
sewaktu dalam kandungan cenderung lebih besar (Fitriyani, 2012). Menurut
teori mutasi gen mtDNA A3243G berperan dalam patogenesis terjadinya DM
tipe-2 yang diturunkan secara maternal. Mutasi gen mtDNA ini
mengakibatkan terjadinya gangguan proses fosforilasi oksidatif di
mitokondria di tingkat sel beta pankreas maupun di tingkat reseptor insulin
sehingga memicu terjadinya penurunan sekresi insulin dari sel beta pankreas
maupun resistensi insulin dan menyebabkan terjadinya DM tipe-2 (Yuliana,
2012). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Fatmawati tahun 2010 bahwa,
hasil analisis uji chi-square yang dilakukan menunjukkan nilai p-value <0.05
yang berarti terdapat hubungan antara riwayat keluarga menderita DM
dengan kejadian DM tipe-2 (Fatmawati, 2010). Hal ini diperkuat oleh
penelitian yang dilakukan Sukmaningsih tahun 2016 bahwa, hasil uji chi-
square yang dilakukan menunjukkan hasil p-value <0,05 yang berarti terdapat
hubungan yang signifikan antara riwayat keluarga menderita DM dengan
kejadian DM tipe-2 (Sukmaningsih, 2016).

c. Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian DM tipe-2


Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan P-value 0.000 (<0.05), artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan kejadian DM
tipe-2 pada wanita di RS Dustira Kota Cimahi. Menurut teori yang ada
aktivitas fisik memang berkaitan dengan kejadian DM tipe-2 jika asupan
energi dari makanan dengan pengeluaran energi melalui aktivitas fisik tidak
seimbang. Jika asupan bahan bakar metabolik yang berasal dari makanan
jumlahnya selalu lebih besar daripada pengeluaran energi melalui aktivitas
fisik, sehingga akan terjadi kelebihan bahan bakar metabolik di dalam tubuh,
50

kelebihan bahan bakar ini akan disimpan dalam bentuk triasilgliserol di


jaringan adiposa sehingga lama kelamaan akan timbul obesitas yang
merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan DM tipe-2 (Murray dkk,
2009). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Trisnawati
tahun 2013 yang menunjukkan hasil uji chi-square nilai p-value <0.05 yang
berarti, terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan
kejadian DM tipe-2 (Trisnawati, 2013). Bertentangan dengan penelitian yang
dilakukan Amalia tahun 2014 yang menunjukkan hasil uji chi-square nilai p-
value > 0.05 yang berarti, tidak ada hubungan yang bermakna antara orang
dengan aktivitas fisik rendah, sedang, maupun berat dengan kejadian DM
tipe-2. Hasil penelitiannya diasumsikan karena pasien penelitiannya adalah
lansia yang rata-rata aktivitas fisiknya hampir sama dan sebagian besar pasien
adalah pensiunan dan ibu rumah tangga sehingga tidak banyak pasien lansia
yang melakukan aktivitas fisik berat (Amalia, 2014)

d. Hubungan antara IMT dengan Kejadian DM tipe-2


Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan P-value 0.033 (<0.05), artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan kejadian DM tipe-2
pada wanita di RS Dustira Kota Cimahi. Pasien yang menderita DM tipe-2
rata-rata memiliki IMT lebih dari kriteria normal. Berdasarkan keterangan
pasien, yang memiliki IMT normal maupun underweight juga memiliki
riwayat IMT lebih dari kriteria normal sebelumnya namun mengalami
penurunan berat badan saat menderita DM. Orang yang mengalami obesitas
terjadi penumpukan asam lemak bebas atau triasilgliserol di jaringan adiposa
yang akan menurunkan translokasi transporter glukosa ke membran plasma,
dan menyebabkan terjadinya resistensi insulin pada jaringan otot dan adipose
(Garnita, 2012). Obesitas maupun kelebihan berat badan terjadi ketika asupan
bahan bakar metabolik yang berasal dari makanan jumlahnya selalu lebih
besar daripada pengeluaran energi melalui aktivitas fisik, seperti yang sudah
dibahas sebelumnya kelebihan bahan bakar ini akan disimpan dalam bentuk
triasilgliserol di jaringan adiposa sehingga lama kelamaan akan terakumulasi
dan timbul obesitas yang merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan
51

DM tipe-2 (Murray dkk, 2009). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Trisnawati tahun 2013 yang menunjukkan hasil uji chi-square
dengan nilai p-value < 0.05 yang berarti, terdapat hubungan yang signifikan
antara IMT dengan kejadian DM tipe-2 (Trisnawati, 2013). Penelitian yang
dilakukan Garnita tahun 2012 juga menunjukkan hasil yang sama yaitu uji
chi-square didapatkan nilai p-value < 0.05 yang berarti, terdapat hubungan
yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM.

e. Hubungan antara Hipertensi dengan Kejadian DM tipe-2


Berdasarkan hasil uji chi-square didapatkan P-value 0.002 (<0.05), artinya
terdapat hubungan yang bermakna antara hipertensi dengan kejadian DM
tipe-2 pada wanita di RS Dustira Kota Cimahi. Beberapa literatur mengaitkan
hipertensi dengan resistensi insulin. Hipertensi yang terjadi secara terus
menerus akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah arteri dan secara
perlahan lahan dinding arteri akan mengalami pengerasan atau penebalan
(Budiman dkk, 2015). Pengaruh hipertensi terhadap kejadian DM disebabkan
oleh penebalan pembuluh darah arteri yang menyebabkan diameter pembuluh
darah menjadi menyempit sehingga kondisi ini mengganggu proses
pengangkutan glukosa dari dalam darah ke jaringan jaringan (Trisnawati,
2013). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Jorgy tahun
2015 yang menunjukkan hasil uji chi-square dengan nilai p-value <0.05 yang
berarti, terdapat hubungan antara hipertensi dengan kejadian DM tipe-2.
Bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Amalia tahun 2014 yang
menunjukkan hasil uji chi-square dengan nilai p-value > 0.05 yang berarti,
tidak ada hubungan yang signifikan antara hipertensi dengan kejadian DM
tipe-2, hal ini dikarenakan penelitiannya hanya mengandalkan daya ingat
pasien sehingga terjadi bisa informasi (Amalia, 2014).
52

IV.3.3 Pembahasan Multivariat


IV.3.3.1 Faktor-Faktor yang Paling Dominan Berhubungan dengan Kejadian
DM Tipe-2
Setelah dilakukan analisis multivariat menggunakan uji multiple
regression logistic didapatkan bahwa faktor yang paling dominan berhubungan
dengan kejadian DM tipe-2 adalah faktor riwayat keluarga dengan odds ratio
sebesar 5.180 yang berarti pasien yang memiliki riwayat keluarga DM memiliki
peluang sebesar 5.180 kali lebih tinggi untuk mengalami DM tipe-2, diikuti secara
berurutan variabel usia dengan odds ratio sebesar 2.267 yang berarti semakin
bertambahnya usia terutama usia > 45 tahun pasien memiliki peluang sebesar
2.267 kali lebih tinggi untuk mengalami DM tipe-2 dibandingkan pasien yang
berusia < 45 tahun, selanjutnya IMT dengan odds ratio sebesar 0.535 yang berarti
apabila IMT lebih dari normal maka akan memiliki peluang sebesar 0.535 kali
lebih tinggi untuk mengalami DM tipe-2 dibandingkan pasien yang memiliki IMT
normal, dan selanjutnya adalah aktivitas fisik dengan odds ratio sebesar 0.255
yang berarti semakin berkurangnya aktivitas fisik maka akan memiliki peluang
sebesar 0.255 kali lebih tinggi untuk mengalami DM tipe-2 dibandingkan pasien
yang memiliki aktivitas cukup atau aktif. Penyebab riwayat keluarga menjadi
faktor yang paling dominan berhubungan adalah karena pola familial atau
penurunan gen dari orang tua yang kuat sehingga faktor ini berhubungan dengan
terjadinya DM pada seseorang, mengacu pada Price & Wilson (2005) menurut
teori dikatakan bahwa timbulnya penyakit DM tipe-2 sangat dipengaruhi oleh
faktor genetik. Mutasi gen mtDNA A3243G berperan dalam patogenesis
terjadinya DM tipe-2 yang diturunkan secara maternal dan mengakibatkan
terjadinya gangguan proses fosforilasi oksidatif di mitokondria di tingkat sel beta
pankreas maupun di tingkat reseptor insulin sehingga memicu terjadinya
penurunan sekresi insulin dari sel beta pankreas maupun resistensi insulin dan
menyebabkan terjadinya DM tipe-2 (Yuliana, 2012). Berdasarkan hasil penelitian
ini maka diharapkan pihak RS Dustira Kota Cimahi dapat melakukan tindakan
lebih lanjut untuk mengurangi angka kejadian DM tipe-2 maupun angka kematian
akibat DM tipe-2.
53

IV.4 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini tidak bisa digeneralisir untuk lokasi yang berbeda karena
setiap daerah memiliki karakteristik responden yang berbeda beda. Namun tidak
menutup kemungkinan untuk dikembangkan di tempat lain. Penelitian ini hanya
meneliti beberapa variabel dan tidak meneliti variabel-variabel seperti riwayat
melahirkan bayi >4kg pada wanita, riwayat merokok dan variabel lainnya
sehingga diharapkan penelitian selanjutnya dapat meneliti variabel-variabel yang
sebelumnya belum diteliti.

You might also like