You are on page 1of 8

TUGAS MAKALAH

Angka Kecukupan Gizi (AKG) dengan Pendekatan Sadar Gizi Keluarga

DI SUSUN OLEH :
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya yang telah
diberikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah berjudul “ Angka Kecukupan Gizi Dengan
Pendekatan Kadarzi”. Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah sebagian syarat untuk memenuhi
tugas mata kuliah ini.

Penulis mengucapkan teriman kasih sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu selaku dosen mata
kuliah. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait dibidang yang
ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam
proses penyusunan makalah ini.

Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masihlah jauh dari kata sempurna. Untuk itu maka
diharapkan semua kritik dan saran yang membangun agar makalah ini bisa tersusun lebih baik lagi.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Daftar Isi
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah gizi adalah masalah keadilan karena merupakan dampak dari kegagalan seseorang untuk
memenuhi haknya. Perlu perubahan cara pandang dari upaya untuk menangani anak-anak kelaparan
menjadi pembangunan ekonomi dengan fokus pada pemenuhan hak azasi manusia dan keadilan.
Transformasi pendekatan penanganan masalah gizi yang semula dilakukan masing-masing pemangku
kepentingan berubah menjadi pendekatan yang memungkinkan para pemangku kepentingan untuk
bekerja bersama melalui platform multi stakeholders dengan menggunakan prinsip-prinsip kerja yang
transparan (Direktur Bina Gizi, 2013).

Faktor umum terjadinya masalah gizi disebabkan oleh konsumsi pangan individu. Konsumsi
pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan, secara tunggal maupun beragam, yang dikonsumsi
seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan
sosiologis. Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar) atau untuk
memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis adalah untuk memenuhi kepuasan
emosional atau selera, sedangkan tujuan sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam
keluarga dan masyarakat. Konsumsi pangan merupakan factor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi
yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki
jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan.

Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang sangat
mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat
konsumsi, lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan
mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan
kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan
gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi. Apabila tubuh kekurangan zat
gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu
tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat
gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan
konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit
infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian

Status gizi balita masih menjadi perhatian khusus dari program pemerintah selain ibu hamil,
karena masalah pada balita berakibat pada kualitas sumberdaya manusia di Indonesia. Status gizi kurang
balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) (underweight) mengalami peningkatan dari 18,4%
menjadi 19,6% dari data tahun 2007 dan 2013. Gizi buruk (BB/U <-2 zscore) meningkat dari 5,4%
menjadi 5,7%. Adapun status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan
menurut umur (TB/U) menurun dari 39,8% menjadi 37,2%, tetapi angka tersebut masih lebih besar dari
target yaitu 20%. Sementara itu, wasting (BB/TB <-2 z-score) mengalami penurunan dari 13,65 menjadi
12,1 (Kemenkes RI, 2013a, 2018).

Salah satu program yang komprehensif dan terintegrasi baik di tingkat kabupaten, provinsi,
maupun tingkat nasional adalah KADARZI (Keluarga Sadar Gizi). KADARZI merupakan keluarga yang
mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi di tingkat keluarga melalui perilaku
penimbangan berat badan secara teratur, memberikan ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan, makan
beranekaragam, memasak menggunakan garam beryodium, dan mengonsumsi suplemen zat gizi mikro
(tablet tambah darah /kapsul vitamin A). Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) merupakan sikap dan perilaku
keluarga yang dapat secara mandiri mewujudkan keadaan gizi yang sebaik-baiknya tercermin dari
konsumsi pangan yang beraneka ragam dan bermutu gizi seimbang (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia., 2007)
PEMBAHASAN

A. Angka Kecukupan Gizi

Angka Kecukupan Gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (DRA) merupakan
kecukupan rata-rata zat gizi sehari bagi hampir semua orang sehat (97,5%) menurut golongan umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh aktifitas fisik, genetik dan keadaan fisiologis untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Di Indonesia, Angka Kecukupan Gizi (AKG) disusun dalam Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi (WNPG) setiap 5 tahun sekali sejak tahun 1978. AKG ini mencerminkan asupan rata-rata sehari
yang dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan perorangan/individu. Berbeda dengan kebutuhan
gizi ( requirement), menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh masing-masing
individu sehingga ada yang rendah dan tinggi yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Kegunaan AKG yang
dianjurkan adalah 1) untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi makanan bagi
penduduk. 2) untuk perencanaan dalam pemberian makanan tambahan maupun perencanaan makanan
institusi. 3) untuk perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional. 4) Acuan
pendidikan gizi; dan 5) Acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi.

Masalah gizi kurang (under nutrition) dan gizi lebih ( over nutrition ) saat ini di Indonesia
merupakan masalah yang sama-sama berbahaya. Apabila status gizi ditinjau dari tinggi badan, sebanyak
25,8 persen anak balita Indonesia pendek (SKRT 2004). Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda
kurang gizi yang berkepanjangan. Untuk masalah kelebihan gizi banyak terjadi di perkotaan yang tingkat
ekonominya tinggi, penyakit yang timbul adalah degeneratif karena pola konsumsi makanannya kurang
serat tetapi tinggi protein dan lemak (Supariasa, 2001).

Berdasarkan susenas tahun 2006 prevalensi status gizi kurang pada balita 20,1% pada tahun 1999,
19,08% pada tahun 2000, namun terjadi peningkatan menjadi 21,1% pada tahun 2002, 20,59% pada tahun
2003 dan 21,5% pada tahun 2005 (Depkes RI. 2005). Kekurangan gizi pada anak akan mengakibatkan
“Lost Generation” atau generasi yang hilang yaitu generasi dengan IQ yang relatife lebih rendah. Hal itu
dikarenakan bahwa anak pra sekolah yang bergizi buruk berisiko tinggi kehilangan sebagian potensinya
untuk menjadi Sumber Daya Manusia kelas satu karena menurunnya kemampuan intelektual anak
(Soekirman, 2000) .

B. Angka Kecukupan Gizi (AKG) dengan Pendekatan Sadar Gizi Keluarga

Untuk menetapkan status gizi seseorang diperlukan pengukuran untuk menilai berbagai tingkatan
apakah suatu masyarakat mengalami kekurangan gizi atau tidak. Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang
dianjurkan yaitu suatu kecukupan rata-rata zat gizi yang dikonsumsi setiap hari oleh seseorang menurut
golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan yang
optimal. Dalam menghitung kecukupan gizi yang dianjurkan umumnya sudah diperhitungkan faktor
keberagaman terhadap kebutuhan individu sehingga AKG merupakan nilai ratarata yang dicapai
penduduk dengan indikator yang sudah ditetapkan sebelumnya. Seseorang yang mengkonsumsi zat gizi
yang umumnya terkandung dalam bahan pangan berguna untuk memberikan energi kepada tubuhnya,
mengatur proses dan mekanisme tubuh, pertumbuhan tubuh dan memperbaiki jaringan tubuh. Beberapa
zat gizi kemungkinan menggantikan zat gizi lainnya yang umumnya mempunyai fungsi yang jelas di
dalam tubuh.

Kerawanan atau kecukupan pangan gizi dapat diukur dari prosentase Angka Kecukupan Gizi yang
terdiri dari persentase Angka Kecukupan Gizi terhadap Energi (AKE), persentase Angka Kecukupan Gizi
terhadap Protein (AKP), prosentase Angka Kecukupan Gizi terhadap lemak (AKL) dan Angka
Kecukupan Gizi terhadap unsur-unsur mikro (AKMikro). Prosentase AKE merupakan pembagian dari
AKE aktual dibagi dengan AKE normative dikali 100, sedangkan prosentase AKP merupakan pembagian
dari AKP aktual dibagi AKP normatif dikali 100. Dikatakan rawan gizi apabila prosentase AKE dan AKP
kurang dari 75 %. AKG normatif diperoleh dari Widyakarya Pangan dan Gizi tahun 2004, angka tersebut
direkomendasikan agar seseorang dapat hidup sehat dan dapat aktif menjalankan aktifitas sehari-hari
secara produktif. Karena di dalam makanan terkandung zat gizi (karbohidrat, lemak dan protein) untuk
memenuhi trifungsi makanan yaitu sebagai penghasil energi, untuk pembangun/pertumbuhan dan untuk
pengatur/pemelihara. Sedangkan untuk AKL, angka lemak aktual dihitung 15 % dari energi yang diserap
oleh responden, kemudian AKL aktual dibagi dengan AKL normatif (dengan melihat lampiran AKG
normatif).

Menurut strategi promosi Kadarzi yang telah dikemukakan Depkes RI pemberdayaan adalah
proses pemberian informasi secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan
sasaran, serta proses membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau
sadar (aspek knowledge). Informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai media seperti media cetak,
media elektronik, dan dapat melalui petugas kesehatan, dengan wilayah yang strategis berbatasan
langsung dengan Ibukota Bandar Lampung diharapkan Desa Hajimena akan mudah menerima informasi
mengenai perilaku Kadarzi.

Kadarzi adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi
setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut Kadarzi apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan
minimal dengan 5 indikator yaitu , menimbang berat badan secara teratur, memberikan Air Susu Ibu
(ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan (ASI Eksklusif), makan beraneka ragam,
menggunakan garam beryodium dan minum suplemen gizi (TTD, kapsul Vitamin A dosis tinggi) sesuai
anjuran (Depkes RI, 2007).
Daftar Pustaka

Septian, Denny, and Rosmalia Helmy. "Pengetahuan dan sikap keluarga dengan perilaku keluarga sadar
gizi (KADARZI)." Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik 9.1 (2017): 49-56.

Rodiah, Rodiah, Nining Arini, and Abdullah Syafei. "Pengaruh Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)
terhadap Status Gizi Balita." Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 7.3 (2018): 174-184.

SUYAHMI, SUYAHMI. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Keluarga Mandiri Sadar Gizi
(Kadarzi) Dengan Perilaku Sadar Gizi Pada Keluarga Balita Usia 6-59 Bulan Di Desa Buran
Kecamatan Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011.

Lathifah, Neneng Siti. "Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) di Lingkungan
Pulau Pasaran Kelurahan Kota Karang Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung." Jurnal
Kesehatan 7.1 (2016): 85-89.

Widad, Zubdatul. Hubungan Penerapan Perilaku Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) Dengan Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan (Studi DI Desa Jambearum Kecamatan Sumberjambe Kabupaten
Jember). Diss. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.

You might also like