You are on page 1of 21
©) PROSIDING | Gane cine an Ee ; ___Diselenggarakan Program Studi Magister Pendidikan Sejarah Prognam Pascasarjana Fakultas Keguruan dan lmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret = = SS Pada S Kamisys2onmuni UKUIEOS-OOMMIE iGaWavit® P SiN Nsucs ni PROSIDING SEMINAR NASIONAL REDEVINISI PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH MENENGAH Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta 1 Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.030,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). LEO AGUNG S, DKK (Editor) REDEVINISI PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH MENENGAH PROSIDING SEMINAR NASIONAL REDEVINISI PEMBELAJARAN SEJARAH DI SEKOLAH MENENGAH Leo Agung S. Hariyono Maryanto AkhmadArifMusadad Dwi Ari Listiyani Suharman Sariyatun Y. Supriyadi Riyadi Sutijan ‘Nunuk Suryani, Saiful Bachri, Akhmad Arif Musadad Diterbitkan Oleh: CV. Pramudita Press Goresan Rt.2 Rw.8 Demakan, Mojolaban, Sukoharjo www,pramudita. wordpress.com email: penerbit.pramudita@gmail.com Editor : Leo Agung S. Layout & Desainr — : Riyadi Cetakan I, Agustus 2014 ISBN: 978-602-70417-3-8 167 hal + xi Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak karya ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin dari penerbit. @ Allright reserved KATA PENGANTAR nji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Fsa karena Program Studi S2 Pascusarjana FKIP UNS telah dengan berhasil menyelenggarakan Seminar Nasional dengan judul” Redevinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” pada tanggal 26 Juni 2014, yangmengilhami penerbitan buku ini Seminar ini bertujuan untuk merekatkan kembali hubungan keluarga besar Program Studi $2 Pascasarjana FKIP UNS dengan alumni yang dirancang sebagai temu kangen. Dalam kegiatan yang sama muatan akademis yang menjadi cirri khas Program Studi S2 Pascasarjana KKIP UNS terus dipertahan dengan merespon isu teraktual yakni kurikulum 2013, khususnya melihat bagaimana Kesiapan sekolah menengah baik itu SLTP dan SLTA sederajad menyikapi kebijakan pemerintah untuk memajukan_pendidikan nasional. Banyak hal yang harus dilakukan oleh para stake holder Khususnya para guru yang berkecimpung langsung dalam pengajaran sejarah, schingga diperlukan pemantik inspirasi untuk menemukan celah pengembangan diri dan profesi dalam rangka mensukseskan pembelajaran sejarah dalam kerangka kurikulum 2013. Seminar ini melibatkan pembicara wlama, key note speaker serta pemakalah pendamping yang diikuti oleh alumni pakar praktisi serta pemerhati pendidikan. Akhirnya melalui buku ini Ketua Program Studi $2 Pascasarjana FKIP UNS serta ketua panitia panitia kegiatan sekaligus editor buku ini mengueapkan terima kasih kepada semua pihak, mohon maaf apapbila dalam pelaksanaan terdapat Kesalahan, serta sebagai penutup kami ucapkan selamat membaca. DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi ‘Merenung Ulang Pembelajaran Sejatah di Sekolah, Oleh: Hariyono Pembelajaran Sejarah di SMA Antara Harapan dan Tantangan Ole: Maryanto Optimalisasi Kepemimpinan Guru dalam Pembelajaran Sejarah Berbasis Karakter Oleh: ABimadArifMusadad Merefleksi Pembelajaran Sejarah di SMA Berdasarkan Kurkikulum 2013 Oleh: Drei Ari Listiyani “Tradist Lisan sebagal Sejarah, Redifinisi Pembelajaran dalam Kurikalam 2013 Oleh : Leo Agung S. Kaum Samurai dan Ajaran Bushido dalam Perspektif Pendidikan Karakter Ole: Suharman Pengembangan Media Pembelajaran IPS sebagai Strategi Revitalisasi Kampoeng Batik Laweyan (Olek: Sariyatum Sumbangan SenimanPercandian bagi Pembinaan Moral Masyarakat Budaya Jawa Olek: ¥. Supriyadi Urgensi Regenerasi Nilai Kearifan Lokal Kuliner Tradisional Berbasis Sejarah di Sekolah Otek: Riya Pengembangan Model Instrumen Penilaian Pendidikan Karakter Terintegrasi di SD: Menyongsong Pelaksanaan Kurikulum 2013 Oleh: Sutin Model Pembelajaran Terpadu (Nested Model) Beberapa Mata Kuliah Dengan Institusi Mitra Untuk Meningkatkan Skill dan Entrepreunership Menunjang, Pencapaian Profil dan Kompetensi Lulusan Pendidikan Sejarah (lett: Nunuk Suryansi, dk ii 23 a 69 125 M43, 170 esti Seminar ferro "Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Meneng Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 Juni 2014 TRADISI LISAN SEBAGAI SEJARAH, REDIFINISI PEMBELAJARAN DALAM KURIKULUM 2013* Oleh : Dr. Leo Agung S., M.Pa’ * Makalah Disampaikan dalam rangka Seminar Nasional dan Temu Alumni Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Pendidikan Sejarah, pada Kamis 26 Juni 2013, ° Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP UNS endabuluan Sejarah adalah dialog yang berkelanjutan antara masa kini dan masa lampau untuk memahami dan merencanakan masa yang akan datang. Untuk menjamin mutu dialog, setiap sumber harus dibaca, ditelit dipelajari. memiliki metodologi dan _analisis mengenai apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya dengan baik. Hingga belakangan ini, para sejawan menolak menerima apa yang dan Masing-masing tidak didokumentasikan, dengan kata lain :"tanpa dokumen tidak ada sejarah”, yang merupakan respon baku atas setiap upaya untuk memasukkan sumber nondokumen ke dalam studi sejarah (Morrison, 2000). Bila sumber lisan dibatasi dan tidak dihargai sebagai sumber yang dapat 69 diverifikasi dan tidak dihargai sebagai sumber yang dapat diverifikasi secara benar, sama juga menutup pinta terhadap sebagian besar penduduk dunia yang lahir, dan mati untuk didokumentasikan dan diverifikasikan. Sejarah masyarakat yang terjajah, yang tidak berdaya, buruh wanita, dan_ etnis, anak-anak sangat jarang muncul dalam dokumen, Dengan berkembangnya _ penelitian lisan (tradisi lisan) dan penggunaannnya oleh para sejarawan, mereka yang tidak bersuara itu telah minoritas serta diberi suara dan dengan demikian ikut berbicara mengenai masa lampau. ‘Tradisi Lisan Manusia sebagai makhluk sostal memiliki kemampuan_ berkomunikasi menggunakan bahasa lisan maupun Conti ey Nasional tulisan, Komunikasi yang dilakukan oleh manusia ada kalanya berupa informasi, baik itu berupa informasi kekinian ataupun sebagai bentuk —_penyampaian informasi atas warisan masa lalu. Dalam — masyarakat mengenal tulisan, bukan _ berarti mereka tidak punya kemampuan untuk merekam dan mewariskan pengalaman masa lalinya, Walaupun penyampaian yang belum belum mengenal tulisan, akan tetapi proses pewarisan atas pengalaman masa lalu tersebut dilakukan secara lisan, proses pewarisan pengalaman masa alu secaralisan_ tersebut dikenal sebagai tradisi lisan. Apakah yang disebut Tradisi Lisan? Banyak orang yang hanya memahaminya sebatas__dongeng, legenda, mitos atau semacamnya, Bahkan, mendengar istilah “tradisi lisan” saja_ masih asing. Padahal, wadisi lisan dapat menjadi kekuatan kultural dan salah satu sumber utama yang penting dalam pembentukan identitas dan membangun peradaban. Bahwa tradisi lisan merupakan salah satu deposit kekayaan bangsa untuk dapat menjadi unggul dalam ekonomi ‘kreatif. Tradisi lisan dapat di artikan kebias adat_ yang berkembang dalam suatu komunitas masyarakat yang direkam sebagai an atau dan 70 "Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengeh” Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 Juni 2014 diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa lisan. Dalam tradisi lisan terkandung kejadian ~ kejadian sejarah, adat istiadat, cerita, dongeng, peribahasa, lagu, mantra, nilai moral, dan nilai keagamaan. Dalam Seminar Internasional Lisan ‘Vill di Tanjungpinang akhir Mei 2012 lalu, Robert Sibarani, guru besar Antropolinguistik Universitas Sumatera Utara, menyatakan bahwa persoalan yang dihadapi bangsa ini temyata tidak dapat diselesaikan dengan hanya mengandalkan teknologi modern dan kemajuan ilu pengetahuan yang datang dari dunia Barat dengan sumber-sumber tertulis. Dengan permasalahan di seputar hilangnya kedamaian di tengah-tengah masyarakat dan jauhnya rakyat dari kesejahteraan dibutuhkan pendekatan budaya yang berasal dari tradisi budaya sebagai warisan_leluhur dengan sumber-sumber lisan, yang. disebut dengan tradisi lisan (Henri Nurcahyo, 2012). Namun realitanya posisi tradisi lisan masih terpinggirkan, potensinya masih terabaikan, dan masih banyak yang menganggap bahwa tradisi lisan hanyalah peninggalan masa lala yang hanya cukup menjadi kenangan manis belaka. Tradisi lisan seolah-olah tidak relevan lagi dengan kehidupan modern Cenc Cag Nasional Pascasarjna Pendidikan Se yang semakin melaju sangat cepat in, Kemajuan — teknologi ternyata tidak disikapi secara arif sehingga semakin meminggirkan tradisi lisan. Tradisi berupa dongeng, kegenda, mitos dan sebagainya seringkali dianggap fiktif, padahal sangat terbuka kemungkinan besar untuk membuktikan bahwa dongeng, dan legenda itu merupakan fakta yang kebetulan tidak dituliskan. Pembuktian semacam itu tidak mungkin dilakukan _ketika ilmuwan dan peneliti Indonesia apriori selama posisi lisan mitos, terhadap kebenaran tradisi_lisan secara imiah, ~——Dibutuhkan dekonstruksi sikap tentang status tradisi lisan dalam khazanah dunia ilmiah Indonesia, Mefturut batasan yang diberikan oleh UNESCO dalam konvensinya di Paris, 17 Oktober 2003, tradisi lisan tergolong yang disebut Intangible Cultural Heritage (ICH) yang harus dilindungi. Salah satu wujud tradisi lisan adalah bahasa, yang merupakan salah kultural masyarakat Indonesia. Namun tradisi satu kekayaan_ lisan yang biasa disampaikan melalui bahasa dan diabadikan dalam naskah, terancam punah. Hal itu karena globalisasi Kepedulian pemerintah daerah kepada derasnya dunia luar. warisan seni dan budaya Nusantara A nm "Redefinist Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” UNS, 26 Juni 2014. pun masih kurang. Tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tadisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi Jain yang bukan lisan (non-verbal). Dengan pengertian ini, kata Robert Sibarani, tradisi lisan adalah tradisi kegiatan tradisional yang disampaikan secara lisan seperti kebiasaan menari dan bermain gendang atau yang seperti menggunakan media lisan kebiasaan mendongeng. Robert H Lowie Versus Jan Vasina ‘Terkiat dengan Tardisi _Lisan, Robert H. Lowie menyatakan penolakannnya terhadap munculnya penerimaan atas tradisi lisan sebagai sumber sejarah. Pada pertemuan tabunan American Folk-Lore Society pada tahun 1916, salah satu pernyataannya :” mereka yang meletakkan nilai_kesejarahan pada tradisi lisan berada dalam lingkaran kelompok yang ketinggalan zaman. Jikapun ada sejarah yang dapat diletakkan pada tradisi lisan, maka sejarah tidak lebih daripada sesuatu yang dapat disebut sebagai * itu sejarah_primitif”. Dengan kata lain, Robert H. Lowie dan kelompoknya Prosiding Seminar Rereae menekakan bahwa banyak dari tradisi lisan yang menjadi ingatan masyarakat primitif ita benar-benar tidak historis, dan sangat sulit_ untuk dibuktikan berdasarkan metodologis, objektif yang mengacu pada kenyataan empiris (Bambang Purwanto dalam Jan Vasina, 2014), Pendapat Robert H. Lowie tentu prinsip-prinsip sajaharus berhadapan dengan kenyataan yang berbeda _secara intelektual beberapa puluh tahun kemudian, ketika berhadapan dengan pendapat sejarawan Jan Vansina yang memposisikan tradisi lisan sebagai sejarah itu sendiri. Melalui buku yang diterbitkan pertama kali 1961 dalam bahasa Perancis : De la tradition orale : de method historique menghadirkan prinsip-prinsip baru dalam ‘penelitian masyarakat dan masa lampaunya. Ketika sebagian besar Antropolog dan Sejarawan masih berbicara tentang sejarah lisan sebagai pengumpulan data, Jan Vansina telah bergerak maju tanpa ragu dari memposisikan tradisi lisan sebagai sumber sejarah yang mampu menghadirkan faktafakta yang kredibel, sampai dengan kemudian mengasumsikan sebagai sejarah itu sendir, Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa testimoni yang berkembang dan diwariskan essai terus n "Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” _Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 juni 2014 secara turun temurun dalam ruang memori masyarakat~ pendukungnya, membentuk — tradist yang perjalanan —_sejarah masyarakatmya dari waktu ke waktu tanpa terikat oleh ada tidaknya tradisi tertulis, Menurut West Australian National University, paling Udak ada tiga hal penting yang dilakukan oleh Jan Vansina dalam bukunya Oral Tardition as History. Pertama, — mendefinisikan dan mengkategorikan bukti lisan sebagai sumber sejarah, sekaligus memberikan dapat digunakan untuk menulis sejarah. Kedua, membahas hubungan praktis antara ilmu sejarah, antropologi sosial dan ilmu-ilmu sosial relevan lisan merangkum Francis dari cara agar Tainnya yang bermanfaat untuk mengumpulakn testemoni lisan. Ketiga, menyiapkan jastifikasi teoritis atas koleksi dan penggunaan bukti- bukti lisan dalam penulisan sejarah. Berdasarkan ketiga kategori tersebut di atas, maka dinobatkan sebagai buku pertama yang = melakukan _ kajian sistematis terhadap persoalan seputar karya Jan Vansina secara penulisan sejarah masyarakat yang berada di luar tradisi tertulis (an Vansina, 2014). Tentu saja tidak semua pandangan dalam buku Oral Jan Vansina Cac Nasional dan Doortmount, aspek 1985) pertama, yang dipersoalkan masih terfokus pada utama sifat dari tradisi lisan itu sendiri. Jan seharusnya lebih memperhatikan konteks sosial dari keberadaan tradisi lisan itu. Baginya wadisi lisan bukan sekedar cermin dari masyatkat itu sendiri seperti yang dikemukakan Jan Vansina, melainkan “satu kesatuan dari masyarakat dan organisasinya”. Kedua, Jan Vansina dianggap kurang memperhatikan dua elemen penting yang berkembang akhir-akhir ini, seperti komersialisasi terhadap tradisi, dan —_berbagai kesulitan dalam mengumpulkan data tentang tradisi, sehingga membatasi Kredibilitas dan ketersediaan tardisi Vansina lisan, Ketiga, secara_metodologis masih menfokuskan pada sejarah untuk orang-orang besar, para bangsawan, dan penguasa Afrika, dan belum memberi ruang yang seimbang untuk orang kebanyakan, Jan Vansina memulai semuanya itu dari Afrika, sebuah wilayah kultural yang secara umum sering diasumsikan secara sebagai sesuatu yang tidak memiliki arti penting secara historis karena kesetiaannya intelektual pada tradisi lisan. Berbagai kenyataan BR "Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengsh”” Pascasariana Pendidikan Seiarah UNS, 26 Juni 2014 dari masa sebelum kekuasaan lampau yang terjadi kolonial dan modernitas Barat di wilayah ini, juga tidak diakul mengubahnya, Afrika memiliki sejarah. Demikian juga di Asia Tenggara, sejak tahun 1960-an banyak perhatian dan kegiatan dicurahkan pada sejarah lisan, Sejarah lisan diakui sebagai suatu cara untuk merekam dan mendokumuntasikan perkembangan sejarah dan gejala sosial tertentu, fa akan hilang tanpa disimpan dengan sebagai sejarah. Jan Vansina sehingga cara itu. Sejarah lisan juga dapat dilihat sebagai usaha untuk menangkap warna dan perasaan dari pengalaman manusia yang dapat memperdalan — pemahaman kita mengenai_ masa Dengan menangkap kenangan dari mereka yang tersebut, sejarah lisan menjalin antara masa kini dan masa Jampau. Adalah fungsi kearsipan yang pertama kali mendapat perhatian dari kalangan resmi, ketika bahwa ada kekosongan dalam arsip- arsip mengenai dua peristiwa penting di Asia Tenggara. Pertama, adalah Perang Dunia Il yang merupakan titik balik dalam Sejarah Asia Tenggara, di mana arsip yang sedikit dan tidak mencukupi. Selain lampau. pernah mengalami hal-hal disadarai tersedia sangat Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana Pendidikan Sejarah sejumlah surat kabar, juga sangat sedikit dokumen yang merekam tiga setengah tahun masa pendudukan Jepang. Kedua, adalah perjuangan melawan kolonialisme dan upaya merebut — kemerdekaan. —_Lagi-lagi dokumen yang memuat hal-hal itu Juga sangat_—sedikit tidak memuaskan, dan seringkali dokumen itu hanya memuat daftar admisntrasi kolonial. Sejarah lisan tidak saja akan mengisi kekosongan dalam kearsipan itu, tetapi juga akan menampilkan gambaran yang lebih lengkap dan lebih menyeluruh mengenal masa Jampau, yang terkait dengan rasa jati diri dan masa depan bangsa yang bersangkutan (Lim Pui Huen P dkk,, :2000).. Sejumlah lembaga Arsip Nasional di wilayah Asia tenggara ini sangat akatif dalam kegiatan itu dan program sejarah lisan telah di awali di Malaysia tahun 1963, Thailand tahun 1977, di tahun 1978. Indonesia, dan Indonesia Dengan demikian di metodologi yang dikembangkan oleh Jan Vansina itu sebenarnya bukan hal yang baru, Walaupun begitu dalam kenyataannya pemikiran kesejarahan Jan Vansina tidak — banyak historiografi mewarisi — tradisi Indonesia. Hegemon pendapat “tidak ada dokumen tertulis tidak ada sejarah” sangat kuat 74 Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” Juni 2014 mengakar dalam sejarah Indonesia, Pada hal kalau kita beberapa masyarakat Papua, Sulawesi, Sumatra dan bahkan Jawa yang selama ini dikaitkan dengan tradisi lisan, hanya hadir di dalam buku ketika mereka _berinteraksi dengan kelompok di dalam narasi besar tradisi tulisan. Mereka dianggap tidak memiliki sejarah sebelum ada dokumen tertulis dari orang luar, khususnya Barat yang _ bercerita tentang mereka, Akibatnya beberapa pedalaman yang ada disaentero Nusantara, tetap terabaikan dalam narasi besar Sejarah Indonesia sampai saat ini (Bambang Purwanto, 2014). Semua kenyataan ini seharusnya bahwa séjarawan tradisi_penulisan cermati kolompok Kalimantan, kolompok —masyarakat menyadarkan kita sudah — saatnya Indonesia mampu mengembangkan metodologi dan historiografi yang kesempatan kepada mereka yang semua, pada sentrisme memberi selama ini terabaikan untuk menjadi bagian narasi besar Sejarah Indonesia. Oleh karena itu, buku Tradisi Lisan Sebagai Sejarah karya Jan Vansina ini, akan memberikan jalan masuk dan sangat penting serta _ memberikan manfat bagi -—_—perkembangan Prosiding Ras Nasional historiografi Indonesia mendatang. masa B. Buku Jan Vansina dengan Judul “Tradisi Lisan Sebagai Sejarah” ini terdiri atas 7 Bab, yakni sb. Bab 1. Tradisi Lisan Sebagai Sebuah Proses Ungkapan tradisi lisan mengacu kepada sebuah proses dan kepada hasil proses tersebut. Hasilnya berupa pesan-pesan lisan yang berdasarkan pada pesan-pesan lisan terdahulu, paling tidak satu Prosesnya —_-berupa penyampaian pesan lewat perkataan yang berusia generasi. mulut ke mulut selama_beberapa waktu sampai_pesan__tersebut menghilang. Maka dari itu setiap tradisi lisan adalah sebuah versi pada satu masa, sebuah elemen dalam sebuah pengembangan lisan yang dimuai oleh Komunikasi awal. Sifat akan berbeda tergantung pada posisinya di dalam dari setiap versi proses secara keseluruhan. Proses Penciptaan Pesan Setiap kali manusia berbicara maka dihasilkan, pesan-pesan di mana beberapa pesan tersebut mungkin akan divlangi dan demikian mulaikan sebuah proses penyampaian. Seorang sejarawan dapat mengulangi dua jenis kelompok utama diantara pesan-pesan v 2 75 Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 Juni 2014 yang diualngi : (a) komunikasi yang menyamapikan berita, dan (b) yang — melambangkan sebuah penafsiran dari situasi_ yang sudah ada. Berita Inti dari berita adalah memberikan informasi mengenai sesuatu hal yang belum lama terjadi dan tidak diketahui oleh para pendengar. Berita harus menjadi sesuatu yang menarik bagi pendengarnya dan sering kali memiliki nilai sensasional. Semakin sensasional komunikasi berita tersebut semakin sering pula diulangi Point utamanya bahwa Komunikasi seperti. itu tidak berurusan dengan masa lampau, melainkan masa kini dan menandakan masa yang akan datang. tersebut datang dari saksi mata, kabar burung atau pengalaman internal seperti pengliatan, mimpi halusinasi. Penafsiran sebuah pengalaman Pesan tidak berurusan dengan berita, namun dengan mengungkapkan pengalaman. Hal ini mencakup —kenangan—_pribadi, komenter etiologis (penyebab atau asal usul sesuatu) mengenai objek yang sudah ada, _pernyataan linguistik, tradisi dan pernyataan literal. Kenangan, adalah hasil yang Infomasi atau paling umum dari ingatan manusia, Gear iayd Cr Nasional 3) Kenangan potongan dari sejarah kehidupan. Ulasan, penjelasan yang muncul di Kemudian hari dan merupakan pesan- pesan yang baru diciptakan. Di Roma ada patung tua dari seorang wanita yang dududk di atas benda yang kelihatan seperti singgasana kepausan_ ‘memunculkan legenda_menganai Paus Johanna, seorang paus — wanita, Kesenian lisan, adalah metapora dan bentuk. Kesenian lisan seperti puisi, lagu, pepatah, peribahasa dan kisah tunduk pada aturan ini, Mereka ™Menyatakan = pengalaman __situasi, pesan moral yang dapat dipetik, atau menyatakan perasaan mendalam yang berhubungan dengan mereka Dari sudut sejarawan bentuk merupakan hal yang penting. Sejarah Lisan Sumber-sumber yang dipakal oleh sejarawan lisan adalah kenangan, atau keterangan saksi mengenai kejadian dan situasi yang ada pada masa Kini, yakni hal-hal yang terjadi merupakan desas-desus selama masa _hidup para ini berbeda dengn tradisi lisan,d imana tradisi lisan tidak informan. Hal bersifat_ masa kini. Tradisi__lisan disebarkan dari mulut ke mulut, selama satu masa yang melalapui masa hidup dari para informan, © "Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengsh” Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 Juni 2014 potongan- b. Dinamika Proses Sejarah Lisan Pesan-pesan yang disampaikan melampaui generasi yang melahirkannya nerubah menjadi tradisi lisan. Kategori tradisi_ lisa, antara lain : (1) pidato yang dihafal, (2) @ibedakan menjadi gossip bersejarah, pribadi —(keluarga), —_—ketarangan kelompok, keterangan mengenai sal usul dan kejadian, dan keterangan- Keterangan komulatif (berupa daftar atau silsilah yang harus diperbaharui, Tradisi Lisan sebagai sebuah Sumber Sejarah Tradisi_lisan penyampaiannya dari keterangan, dapat tradisi selalu mulut ke mulut. Tradisi lisan sebagai suatu bukti. Dalam Tradisi lisan ada hubungan antara kejadian atau situaai yang diamati dan catatan yang dibuat sebagai hasil pengamatan terkait dengan kejadian atau urutan kejadian, Bab 2, Pertunjukan, Tradisi dan Teks ‘Tugas seorang sejarawan yang bekerja dengan dokumen tertulis dimulai pada saat dia menemukan “atau mengambil dokumen dan mulai 76 membacanya. Tapi bagi yang berurusan dengan tradisi lisan, keadaannya akan berbeda. Tradisi lisan dari pertunjukan, berhubungan sejarawan mulai kemudian dengan Prosiding Cec POMPRMI “Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengsh” Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 Juni 2014 sumber dan proses perekaman baru kemudian teks hasilnya. a, Pertunjukan Kegiatan Pertunjukan Contoh —pertunjukan adalah pengisahan _ kisah. Seorang pendongeng duku , — dikelilingi pendengar kemudian mula menceritakan sebuah kisah. Dia tidak hanya sekedar membacakan kisah, dia menaikan dan menurunkan suaranya sebagai untuk mendemostrasikan, Pendongeng tidak b. terkadang berdiri, berjalan menirukan gerakan dari bagian cerita yang dikisahkan. Contoh ; Puisi Eulogi (Afrika Timur) diteriakkan selama tarian perang oleh seorang prajurit yang keluar dari bariasnnya menuju daerah tarian. Kecepatan pengucapan, tinggi nada, dan sikap perang yang ditunjukkan merupakan bagian dari pertnjukan ini, Puisi Eulogi bagi raja Zulu dibacakan oleh seorang pujangga dalam sebauh perkumpulan/sarasehan. Pelaku Pertunjukan Ada beberapa orang yang mengkhususkan diri, dalam satu jenis uadisi tertentu, seperti dongeng. Contohnya Mazitatu Zenani, seorang wanita pendongenng yagn terfkenal. Dalam banyak Negara di Afrika Barat dapat ditemukan griot, sebuah kasta satu cara hanya dududk saja, ia 7 Khusus penyanyi dan pendongeng professional. Di Polinesia, _ kita temukan ha’a yang mengkhusukan diri dengan tradisi ritual kerajaan, Di Ghana, E. Meyerowit menyebutkan para spesialis.—: penyanyi, pemimpin upacara, panabuh gendang Kerajaan, peniup terompet Kerajaan, juru bicara raja dsb. mereka harus mengingat bagian tertentu dan menurunkannnya kepada penerus pejabatnya. Pertunjukan dan Tradisi Sebuah —pertunjukan —_ merupakan perwujudan yang normal dari sebuah tradisi. —secara._~—skeseluruhan. Pertunjukan tidak dilakukan di sebarang waktu. Dongeng, misalnya dikisahkan pada malam hari. Upacara Ritual Sigui (masyarakat Dagon, Mali) ditampilkan hanya satu kali dalam enam tahun. Frekuensi pengulangan membantu —mencegah —_kelupaan. Tujuan dari pertunjukkan sangat penting. Tujuan pertunjukan dalam Kaitannnya dengan tingkat ketepatan dengan pesan yang dikandungnya selalu diselediki. ngota motu harus Ingatan memiliki peranan penting dalam sebuah pertunjukan, Lord mengatakan apabila kita menyadari bagi sang penyanyi sedang mengarang sambil menyanyi, maka bagian yang paling mengagungkan dari_—penampilan. Coney Sr Nasional Pascasarjana Pendidikan Sejar tersebut adalah tingkat kecepatannya (mengarang sekaligus menyanyi). cc. Pencatatan Tradisi Pertunjukan yang terjadi kemudian dicatat, pertunjukan yang dicatat_sering memiliki keadaan yang berbeda dengan Keadaan biasa di mana pertunjukan tersebut_ di tampilkan, Pada suasana normal, dan Khususnya untuk —_-memperjelas keterangan bersejarah, atau kisah maka diadakan wawancara, peneliti namun dengan pelaku pertunjukan, d. Kesaksian dan Naskah Kesaksian lisan merupakan sekumpulan dari_—_pernyataan- pernyataan yang dibuat oleh satu Kelompok, mengenai sebuah topik. ‘Topiknya berupa serangkaian kejadian oleh orang yang bersaksi. Sifat dari kesaksian, tergantung pada Teks menandakan yang stabil, teks bersaksi lisan “sangat sang informan, terhadap sesuatu tetapi bukan suatu kesaksian. Kesaksian dapat diberikan secara lisan beberapa kali, yang kemudian disimpulkan. Bab 3. Penyampaian Pesan Pada saat sebuah kesaksian sudah terekam, maka ia dapat dipelajari dengan saksama. Tugas utamanya adalah untuk mengerti pesan utuh. Untuk itu, dibutuhkan 8 *Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” UN: Juni 2014 studi terhadap bentuk dan stuktur, Karena keduanya —_ mempengarubi penyampaian isi, Kemudian muncul sebuah analisis dalam dua tingkatan, yakni maka literal dan makna yang dimaksudkan, lebih lanjut kita dapat melihat — tujuan Setelah menentapkan yang dimaksudkan, kemudian membahas ‘hubungan antar pesan dengan sasaran utama dari sebuah pesan. Makna yang dimaksudkan adalah _pengertian mengenai_ makna sebuah _pesan, sedangkan sasaran adalah hal yang ingin dikomunikasikan sang pencerita kepada para pendengarnya. pesan, makna Bab 4. Pesan adalah Produk Sosial Komunikasi menganggap bahwa masyarakat setiap —pesan merupakan produk sosial. Oleh karena dan itu setiap pesan -pesan dari tradisi lisan memiliki “permukaan_ sosial”, Hal-hal itu penting bagi anggota masyarakat di mana tradisi tersebut diceritakan, berpendapat bahwa isi tradisi lisan Beberapa sosiolog merupakan sebuah produk sosial dari masa lalu dan terus berkembang ke masa sekarang. Setiap pesan —_tradisional memiliki tujuan dan fungsi tertentu. Contoh sebuah silstlah menandakan bahwa monarki adalah kerajaan Cer Cs Nasional bentuk pemerintahan yang sudah lama ada dan bahwa keluarga tertentu berhak untuk mendududki jabatan’ raja dan menikamti hak-hak dan kewajiban tertentu dan bahwa raja yang sedang berkuasa_—_ adalah pemegang sah jabatan pemerintahan. Silsilah ini memberikan kepada —_bentuk memberikan akses kepada persaingan legitimasi pemerintahan, untuk posisi raja. Semua ini adalah fungsi karena tradisi memiliki manfaat yang baik bagi monarki, keluarga yang berkuasa dan pemegang kekuasaan di zaman itu secara umum, Bab 5. Pesan Mengekpresikan Kebudayaan Setiap pesan merupakan bagian dari kebudayaan. Pesan-pesan__tersebut dinyatakan dalam bahasa dari sebuah kebudayaan dan dikandung, serta dimengerti dalam _istilah-istilah kognitif dan substantif dari sebuah kebudayaan. Kebudayaan sebagai suatu hal yang bersifat umum dalam benak — sekumpulan —orang-rang tertentu yang berada di lingkungan magyarakat. ai lingkungan —masyarakat — memiliki banyak gagasan, ide, nilai dan gambar yang sama , singkatnya mereka memiliki perwakilan yang bersifat kolektif pada diri mereka yang tidak Orang-orang 79 Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” ascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 Juni 2014 dijumpai pada kelompok lain, yang terkait dengan ruang dan waktu, Bab 6, Tradisi Sebagai Informan yang Diingat Berbeda dengan sumber-sumber Jainnnya, informasi yang ada dalam ingatan. Sepanjang waktu, tradisi lisan berada_ dalam ingatan, dan hanya akan ‘mencuat kembali saat dibutuhkan oleh keadaan, pada saat sekarang ataupun di masa depan. Informasi ini yang meliputi seluruh warisan budaya yang tradisi_ lisan terdiriatas membentuk kelompok besar, tinggal di dalam ingatan.Tradisi lisan hanya dibedakan terbaru lainnya oleh keyakinan bahwa berasal dari informasi mereka dari generasi sebelumnya, Selain itu, ingatan tidak hanya merupakan sistem, penyimpanan Mengingat — merupakan. memunculkan _kembali seperti komputer. kegiatan, yang telah terjadi di masa lampau, Bab 7. Tinjauan Terhadap Tradisi Lisan Tradisi lisan adalah pesan, meskipun kita harus mencari_nilai simbolis dan makna yang dimaksud. Sumber-sumber lisan dan tulisan memiliki perbedaan dalam kaitannya dengan subjektivitas pembuat pesan. Cert ey Perce Sumber-sumber lisan bersifat tidak nyata, bersifat nyata. Sumber-sumber nyata dapat bertahan dengan Keadaan tidakl), berubah —sering — waktu.— dan didefinisikan oleh sifat-sifat sebagai objek. Sementara tradisi lisan, sumber- sumber etmografi atau linguistik, maka2). tradisi harus _terus dipertunjukkan ulang mulaidari3), pemunculannya yang pertama sampai pada saat mereka direkam. Dengan demikian, tradisi lisan bukan saja merupakan sebuah sumber tentang masa Jampau, tetapi juga merupakan historiologi dari masa lalu. 4) sedangkan sumber tertulis lisan Pembelajaran Sejarah Lisan dalam KTSP dan Kurikulum 2013 Pembelajaran Sejarah Lisan dalam KTSP. Dengan tradisi 5). diberlakuknya KTSP 2006, lisan sebenarnya mendapat porsi yang cukup dalamb, Kurikulum Sejarah SMA, khususnya di Kelas X Semester I pada KD 1.2 Mendeksripsikan tradisi sejarah dalam masyarakat Indonesia masa pra aksara dan masa aksara (Kemendikans, 2006). Muncul Jejak Sejarah dalam Foklore, Mite, Legenda dsb . (Dananjaya, 1991, Leo Agung S. .2004) Foklore ialah kebudayaan manusia (kolektif) yang diwariskan secara "*Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 } 4 turun-temurun, baik dalam bentuk lisan maupun gerak isyarat. Ciri-ciri Folklor, antara lain : Penyebaran dan __pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni dengan tutur kata atau gerak isyarat atau alat pembantu pengikat lainnya. Folklor bersifat_ anonim, artinya penciptanya tidak diketahui. Folklor menjadi milik bersama dari Kolektif tertentu. Hal ini disebabkan perciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa+ memilikinya. Folklor bersifat_ tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau standart. Folklor hadir dalam verst-versi bahkan variasi-variasi yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebarannya secara isan sehingga _ mudah mengalami perubahan. Mite adalah cerita prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite selalu ditokohi oleh Dewa makhluk Peristiwanya terjadi di dunia lain... Mite mengisahkan — terjadinya semesta, dunia, manusia pertama, —_gejala kisah percintaan, hubungan kekerabatan Dewi Sri atau setengah — dewa. umumnya alam alam, dan sebagainya. Contoh : Oni ea fern Dd. 2). 3). 4), (Dewi padi), Nyai Roro Kidul (Dewi Laut Selatan) , Joko Tarub, Dewi Nawangwulan dan sebagainya. Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu cerita yang dianggap benar-benar_terjadi tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan Mite, Legenda ditokohi oleh manusia adakalanya mempunyai sifat- sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib. Peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian), dan sering dipandang sebagai sejarah kolektif. Legenda dapat dibagi menjadi empat kelompok : Legenda perorangan, contohnya cerita Panji, Jayaprana, Calon Arang dan sebagainya. Legenda setempat, yang erat hubungan dengan suatu tempat, seperti Legenda Sangkuriang (tentang Gunung ‘Tangkuban Perahu), legenda asal mula nama Rawa Pening Jawa Tengah, Rara Jonggrang dan sebagainya. Legenda keagamaan , Jegenda Wali Songo. Legenda tentang alam gaib , contohnya legenda tentang makhluk D. contohnya halus seperti peri, gendruwo, hantu dan sebagainya. sundel_bolong, Pembelajaran Sejarah Lisan dalam Kurikulum 2013 81 "Redefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 juni 2014 Muncuinya Kurikulum 2013 tanpaknya juga tidak jauh berbeda dengan KTSP. Untuk Sejarah (Sejarah Wajib) khususnya Kelas X, KD 3.2 : Memahami corak kehidupan masyarakat zaman pra aksara; dan KD 3.4: Menganalisis berdasarkan tipologi hasil budaya pra aksara Indonesia Indonesia termasuk yang berada di lingkungan terdekat. Jika jika dicemarti KD-KD tersebut mendekripsikan masala Tradisi Lisan, seperti Foklore, Mite, Legenda, dan Adat Istiadat. Dengan demikian, buku Tradisi Lisan sebagai Sejarah karya Jan Vansina ini sangat cocok juga sebagai acuan untuk memperluas cakrawalapengetahuan tentang kehidupan masa pra aksara khususnya terkait dengan tadisi lisan. Hal ini mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas dengan bereragam budaya lokal, dan perlu digali untuk memperkaya Sejarah Nasional dalam upaya memperkuat benteng dan jati diri bangsa di tengah-tengah masik derasnya arus golablisast dewasa ini. Penutup Tradsi isan memiliki peran ulang masa Jampau. Tradisi lisan merupakan bagian yang serupa dengan bagian yang dimainkan oleh sumber-sumber tertulis karena keduanya merupakan Cai? eae FOMEIE “Recefinisi Pembelajaran Sejarah di Sekolah Menengah” Pascasarjana Pendidikan Sejarah UNS, 26 Juni 2014 pesan masa lampau ke masa kini, dan menanggung beban atau pesan-pesan ini merupakan elemen menggantikan rekontruksi__sejarah. kunci dalam rekonstruksi sejarah. Oleh karena itu tradisi lisan tetap Dengan demikian tradisi lisan tetap penting dan relevan dengan merupakan sumber yang tidak dapat pembelajaran —Sejarah_—— dalam digantikan untuk rekonstruksi. Pada Kurikulum 2103 saat tidak ada tulisan, tradisi lisan Bahan Acuan Dananjaya, James. (1991). Foklor Indonesia, llmu Gosip, Dongeng , dan Lain-lain. Jakarta : Grafiti. Henri Nurcahyo. (2012). “Tradisi Lisan yang Terabaikan”. Jawa Pos. Surabaya, 10 Juni 2012. Jan Vansina. 2014, Tradisi Lisan Sebagai Sejarah. Yogyakarta : Ombak. Leo Agung S. (2004). Sejarah 1 untuk SMA/MA Berdasarkan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi. Surakarta : Sebelas Maret University Press Morrison, H. James. (2000). Perspektif Global Sejarah Lisan di Asia Tenggara. Jakarta : LP2ES. Lim Pui Huen P dkk. (2000). Sejarah Lisan di Asia Tenggara, Jakarta : Pustaka LP3ES 82

You might also like