Professional Documents
Culture Documents
ID None
ID None
kebun masih rendah akibat serangan hama protein dan pembentukan komponen
Penggerek Buah Kakao (PBK), mutu volatil seperti pyrazin yang merupakan
produk masih rendah serta masih belum salah satu komponen flavor yang
optimalnya pengembangan produk hilir diinginkan.
kakao (Anonim, 2007).
Kalimantan Barat merupakan salah 2. METODE PENELITIAN
satu daerah sentra produksi kakao.
Bahan penelitian terdiri dari biji
Padatahun 2008 luas tanaman kakao
kakao, etanol, AgNO3, HCl, n-heksan,
sekitar 9.577 ha dengan produksi 2.081
buffer pH 4.00, buffer pH 7.00, dan buffer
ton. Dengan kondisi ini produktivtas hanya
0,2 ton/ha. Kabupaten Sanggau sebagai pH 9.00 serta bahan kimia lainnya untuk
analisis dan pengujian. Peralatan penelitian
salah satu sentra produksi kakao di
terdiri dari pisau, keranjang, kotak
Kalimantan Barat mempunyai luas areal
fermentasi, tali raffia, gunting. alat
3.919 (40,92% dari total) dan produksi 725
pemasta, alat pres lemak kakao, alat
ton (34,84% dari total) (Anonim, 2009).
pembubuk coklat, kain saring, ayakan
Kendala yang paling utama dalam
bubuk, talang stainlees steell dan peralatan
perbaikan mutu kakao adalah biji kakao
yang digunakan untuk analisis berupa
yang bermutu rendah dan jelek. Yusianto
timbangan analitik, tanur, oven listrik,
dkk. (1997) menyebutkan bahwa
sokhlet, labu ukur dan lain-lain.
rendahnya mutu biji kakao ini terutama
disebabkan oleh cara pengolahan yang Penelitian dilaksanakan di Desa
Pegadang Kecamatam Sekayam
kurang baik, seperti biji kakao yang tidak
Kabupaten Sanggau pada bulan Juli
difermentasi atau proses fermentasi yang
sampai dengan Oktober 2010 dengan
kurang sempurna. Oleh karena itu, untuk
melibatkan 40 orang petani kooperator,
meningkatkan nilai tambah kakao
masing-masing dengan luasan lahan 1
sekaligus meningkatkan pendapatan petani
hektar. Perlakuan dalam penelitian ini
kakao, dilakukan beberapa strategi
adalah lama fermentasi biji kakao, dengan
penelitian pasca panen. Tahap pertama
3 fase yaitu tanpa fermentasi, fermentasi
adalah penelitian untuk menyiapkan sarana
tidak sempurna selama 4 hari dan
dan teknologi pengolahan produk primer
secara kolektif (kelompok) sehingga fermentasi sempurna selama 5 hari
dengan menggunakan bak-bak fermentasi.
dihasilkan peningkatan mutu biji kakao.
Pengeringan dilakukan dengan cara
Tahap kedua adalah penelitian lanjutan
penjemuran selama 7-9 hari dalam keadaan
untuk mengembangkan produk olahan
matahari bersinar penuh (cuaca cerah). Biji
seperti pasta, lemak, dan bubuk coklat.
kakao kering kemudian diolah menjadi
Fermentasi biji kakao
produk setengah jadi coklat, yaitu pasta,
mengakibatkan sifat-sifat cita rasa bubuk
coklat berbeda-beda misalnya intensitas lemak dan bubuk coklat. Diagram alir
proses pengolahan coklat menjadi olahan
cocoa flavor, rasa pahit, ‘astringent’ dan
coklat setengah jadi dapat dilihat pada
keasaman. Asidifikasi biji kakao oleh asam
Gambar 1.
asetat selama fermentasi berlangsung
sangat penting untuk pengembangan flavor Biji Kakao Penyortiran
silinder. Hasil lemak coklat yang diperoleh komponen-komponen mudah menguap dan
sangat dipengaruhi oleh kondisi pasta beraroma khas coklat, termasuk di
coklat sebagai bahan baku kempa, seperti dalamnya golongan alkohol, eter, furan,
kadar lemak minimal 40-45%, kadar air tiazol, piron, asam, ester, aldehida, imin,
4%, dengan ukuran partikel pasta kurang amin oksazol, pirazin dan pirol (Misnawi,
dari 75 mm (Anonim, undated). Rendemen 2005).
lemak yang diperoleh dari pengempaan
Bubuk Coklat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
Bubuk coklat atau cocoa powder
lain suhu, kadar lemak, kadar air dan
diperoleh melalui proses penghalusan
pengempaan (Atmawinata, dkk. 1998).
bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan.
Tabel 3. Analisis mutu kimia lemak coklat Untuk memperoleh ukuran yang seragam,
Perlakuan setelah penghalusan perlu dilakukan
Parameter Non Fermentasi Fermentasi pengayakan. Bubuk coklat relatif sulit
(%) fermentasi tidak sempurna
sempurna
dihaluskan dibandingkan bubuk atau
Kadar lemak 95,47a 95,57a 98,87c tepung dari biji-bijian lain karena adanya
Kadar air 0,06 0,07 0,05 kandungan lemak. Lemak yang tersisa di
Ket.: Angka yang diikuti huruf yang sama pada dalam bubuk mudah meleleh akibat panas
lajur yang sama tidak berbeda nyata pada uji gesekan pada saat dihaluskan sehingga
sidik ragam (α = 0,05).
menyebabkan komponen alat penghalus
Berdasarkan kebutuhan kandungan bekerja tidak optimal. Pada suhu yang
lemak pada bubuk kakao berkisar 10-22% lebih rendah dari 340C, lemak menjadi
(bergantung pada jenis bubuk kakao yang tidak stabil menyebabkan bubuk mudah
diinginkan), maka recoveri lemak menjadi menggumpal dan membentuk bongkahan
lemak kakao seharusnya mencapai 78-90% (lump) (Mulato dkk., 2002).
(Mulato dan Widyotomo, 1999). Venter Proses fermentasi dapat menurunkan
dkk. (2007) mendapatkan hasil kakao kadar bahan bukan lemak, sehingga secara
sebesar 89% ada proses pengepresan relatif kadar lemak akan meningkat
umpan pasta. Analisis mutu organoleptik (Yusianto dkk., 1997). Hal ini juga tampak
lemak coklat berdasarkan rangking dapat pada bubuk coklat yang dibuat. Kadar
dilihat pada Tabel 4. lemak semakin meningkat dengan semakin
lamanya waktu fermentasi. Hasil analisis
Tabel 4. Analisis mutu organoleptik
mutu kimia bubuk coklat dapat dilihat pada
lemak coklat (uji rangking)
Perlakuan
Tabel 5.
Non Fermentasi Fermentasi Tabel 5. Analisis mutu kimia bubuk coklat
Parameter
fermentasi tidak sempurna Perlakuan
sempurna
Non Fermentasi Fermentasi
Warna 3 2 1 Parameter
fermentasi tidak sempurna
Aroma 2 2 1 sempurna
Rasa pahit 2 2 1
Kadar lemak 25,37a 31,57b 40,45c
(bitterness)
(%)
Fermentasi dimaksudkan untuk Kadar air 5,67a 4,13b 3,23c
(%)
menumbuhkan cita rasa, aroma dan warna pH 6,75c 5,45b 5,75b
yang baik karena selama fermentasi terjadi Ket.: Angka yang diikuti huruf yang sama pada
penguraian senyawa polifenol, protein, dan lajur yang sama tidak berbeda nyata pada
gula oleh enzim yang menghasilkan uji sidik ragam (α = 0,05).
senyawa calon aroma, perbaikan rasa dan
Hasil analisis kadar lemak dalam
perubahan warna (Widyotomo S. 2001).
bubuk coklat yang berkisar 25-40%bb
Komponen cita rasa khas coklat
masih relatif tinggi untuk standar bubuk
terbentuk selama penyangraian (roasting).
coklat. Umumnya kadar lemak dalam
Selama penyangraian, senyawa-senyawa
bubuk coklat berkisar 10-22% (Mulato,
pembentuk cita rasa bereaksi satu sama
dkk., 2004). Kadar lemak bubuk coklat
lain melalui reaksi Maillard, menghasilkan
yang masih relatif tinggi mungkin
disebabkan oleh beberapa hal, seperti suhu adalah 6,75 (Tabel 5). Perbedaan nilai pH
pada saat pengempaan yang kurang dari bubuk mengakibatkan perbedaan warna
35ºC dan tekanan kempa yang kurang kuat dan kegunaannya. Bubuk coklat dari biji
(karena proses kempa dilakukan secara yang difermentasikan termasuk bubuk
manual) sehingga lemak di dalam pasta natural yang berwarna cenderung lebih
pada saat dikempa tidak sepenuhnya terang daripada bubuk coklat dari biji non
terpisah dan masih terikat dalam bungkil fermentasi. Bubuk coklat natural cocok
coklat. digunakan dalam industri roti, sedangkan
Suhu sangat berpengaruh terhadap bubuk dengan pH di atas 6,0 biasanya
kadar air, dengan penambahan suhu yang digunakan untuk pembuatan minuman,
semakin tinggi sewaktu penyangraian, puding, dan es krim (Anonim, 2005).
maka kadar air bubuk coklat makin kecil Analisis mutu organoleptik bubuk coklat
dan akan memenuhi persyaratan syarat berdasarkan rangking dapat dilihat pada
mutu bubuk coklat (SNI 01-3747-1995), Tabel 6.
yaitu maksimum 5,0%. Kadar air bubuk Pada pH yang mendekati netral,
coklat yang didapatkan sebesar 3,23%bb senyawa-senyawa aroma khas coklat
untuk bubuk coklat yang difermentasi. terbentuk dengan intensif, sedangkan pada
Sementara untuk bubuk coklat non pH rendah (pH > 5,2) pembentukan aroma
fermentasi, kadar air masih diatas 5%bb khas coklat sangat terbatas. Keasaman juga
(Tabel 5). Hal ini kemungkinan lebih memberikan pengaruh cita rasa produk
disebabkan oleh kondisi penyimpanan akhir. Keasaman yang tinggi
yang kurang tepat sehingga produk meninggalkan rasa asam yang tidak
menyerap uap air dari luar. Menurut disukai (Misnawi, 2006).
Winarno (1997), kestabilan optimum
Tabel 6. Analisis mutu organoleptik
bahan makanan dapat tercapai jika kadar
bubuk coklat (uji rangking)
air bahan berkisar 3-7%, karena pada Perlakuan
keadaan tersebut bahan makanan tidak Non Fermentasi Fermentasi
Parameter
mudah terserang oleh ketengikan fermentasi tidak sempurna
(oksidasi) dan lebih tahan terhadap sempurna
serangan mikroorganisme seperti bakteri, Warna 3 2 1
Aroma 3 2 1
kapang, dan khamir. Menurut Lees (1983), Rasa pahit 3 2 1
Minifie (1949) dan Beckett (2000), selama (bitterness)
penyangraian akan terjadi perubahan- Tekstur 3 3 1
perubahan, antara lain perubahan-
Tabel 6 menunjukkan bahwa panelis
perubahan tekstur kulit biji sehingga
lebih menyukai bubuk coklat yang dibuat
memudahkan pengupasan kulit dan
dari biji kakao yang dilakukann fermentasi
pengurangan kadar air.
sempurna, baik dari segi warna, aroma,
Pada proses pengolahan bubuk
rasa pahit, dan tekstur. Panelis menilai
coklat, untuk menghasilkan kadar air
bahwa bubuk coklat yang dibuat dari biji
bubuk coklat kurang dari 5% mudah
kakao dengan fermentasi sempurna
dicapai dan bahkan dalam prakteknya
memiliki warna bubuk coklat bata dengan
kadar air 3% juga dapat dicapai. Kadar air
aroma dan rasa pahit yang khas coklat
bubuk coklat yang cukup tinggi sangat
serta tekstur bubuk yang halus.
tidak di inginkan. Apabila terjadi
Sebelum penyangraian, biji kakao
perubahan suhu dan kelembaban selama
memiliki rasa sepat, pahit, asam dan tanpa
penyimpanan atau pengiriman dapat
ada cita rasa khas coklat. Biji kakao yang
mengakibatkan kondensasi sehingga kadar
telah disangrai memiliki aroma coklat khas
air meningkat dan terjadi pertumbuhan
yang inten dengan rasa sepat, pahit dan
jamur pada bubuk coklat (Ranken, 1986).
asam yang rendah. Kualitas cita rasa coklat
Hasil pengukuran pH menunjukkan
sangat ditentukan oleh kondisi
bahwa pH bubuk coklat yang dibuat dari
penyangraian, khususnya pada waktu dan
biji yang difermentasi sebesar 5,45-5,75,
suhu penyangraian. Senyawa pembentuk
sedangkan pH bubuk coklat non fermentasi
Vol. 02, No. 01, Juni 2011 24 BIOPROPAL INDUSTRI
ISSN 2089-0877