You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MILETUS

A. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
mnetabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia (kadar glukosa darah tinggi)
(Black & Hawks, 2012).
Dari beberapa definisi diatas tentang DM dapat diambil kesimpulan
bahwa DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal
(dalam hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan
melibatkan metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang
diproduksi dengan baik, karena proses autoimmune, dipengaruhi secara
genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi
sel-sel yang memproduksi insulin.

B. Klasifikasi
a. Diabetes Tipe I (IDDM)
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa
yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring
keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin
(glukosuria). Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
b. Diabetes Tipe II (NIDDM)
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel.
Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu
rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel,
dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan
akan insulin maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes
tipe II.
c. Diabetes tipe lain
Tipe ini disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik
(kerusakan genetik sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit pada
pankreas, obat-obatan, bahan kimia, infeksi, dan lain-lain.
d. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa
darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali
normal. Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami
oleh si Ibu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil.
b. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi berdasarkan klasifikasi, antara lain :
a. Diabetes Mellitus tipe 1/ IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM tipe 1 ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas; faktor
genetik; imunologi; dan mungkin pula lingkungan (virus) diperkirakan
turut menimbulkan distruksi sel beta.
1. Faktor genetic
Penderita DM tipe I mewarisi kecenderungan genetik kearah DM
tipe I, kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki
tipe HLA (Human Leucocyt Antigen) tertentu. Resiko meningkat
20 x pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 atau DR4.
2. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana anti bodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi jaringan tersebut sebagai jaringan
asing.
3. Faktor lingkungan
Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat
menimbulkan destruksi sel beta.
b. DM tipe II / NIDDM
1. resistensi insulin
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang
dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat
bekerja secara optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga
memaksa pancreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin
lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak
adekuat guna mengkompensasi peningkatan resistensi insulin,
maka kadar glukosa darah akan meningkat, pada saatnya akan
terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik pada DMT2
semakin merusak sel beta di satu sisi dan memperburuk resistensi
insulin di sisi lain, sehingga penyakit DMT2 semakin progresif.
2. Disfungsi Sel Beta Pankreas
Pada perjalanan penyakit DMT2 terjadi penurunan fungsi sel beta
pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga
terjadi hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya.
Hiperglikemia kronik juga berdampak memperburuk disfungsi sel
beta pankreas. Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta
pankreas dapat memproduksi insulin secukupnya untuk
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin. Pada saat
diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas tidak dapat
memproduksi insulin yang adekuat untuk mengkompensasi
peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu fungsi sel
beta pankreas yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari
perjalanan DMT2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan
amiloid, akibatnya produksi insulin mengalami penurunan
sedemikian rupa, sehingga secara klinis DMT2 sudah menyerupai
DMT1 yaitu kekurangan insulin secara absolut.
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga memegang peranan penting dalam
terjadinya penyakit DMT2. Faktor lingkungan tersebut adalah
adanya obesitas, banyak makan, dan kurangnya aktivitas fisik.
Peningkatan berat badan adalah faktor risiko terjadinya DMT2.
Walaupun demikian sebagian besar populasi yang mengalami
obesitas tidak menderita DMT2. Penelitian terbaru telah menelaah
adanya hubungan antara DMT2 dengan obesitas yang melibatkan
sitokin proinflamasi yaitu tumor necrosis factor alfa (TNFα) dan
interleukin-6 (IL-6), resistensi insulin, gangguan metabolisme asam
lemak, proses selular seperti disfungsi mitokondria, dan stres
retikulum endoplasma.
c. Diabetes mellitus Kehamilan (GDM)
Adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul atau mulai diketahui
selama pasien hamil. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai
hormone disertai pengaruh metabolic terhadap toleransi glukosa, maka
kehamilan memang merupakan keadaan diabetogenetik.
d. Faktor Resiko Diabetes Melitus , yaitu :
1. Overweight (BMI ≥ 25 kg/m2)
2. Riwayat DM pada first degree relative
3. Populasi etnis risiko tinggi
4. Pernah melahirkan bayi dengan BBL > 9 lb (± 4 kg) atau
didiagnosis GDM
5. Hipertensi ( ≥ 140/90)
6. Kadar Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl (0,90 mmol/l) dan/atau kadar
trigliserida ≥ 250 mmol/dl.
D. Patofisiologi
Sebagian besar patologi diabetes militus dihubungkan dengan efek utama
kekurangan insulin yaitu:
1. Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah smpai tinggi 300-1200
mg/100 mili.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga
menyebabka kelainan mekanisme lemak maupun pengendapan lipid pada
dinding vaskuler.
3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
a) Hiperglikemia
Hiperglikemia didifinisikan sebahai kadar glukosa yang tinggi
pada rentang non puasa sekitar 140-160/100 mili darah. Dalam keadaan
insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan di
fasilitasi (oleh insulin) untuk masuk kedalam sel tubuh. Glukosa itu
kemudian di olah untuk menjadi bahan emnergi.apabila bahan energi yang
di butuhkan oleh tubuh masih ada sisa akan di simpan sebagai glukogen
adalah sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses
glikogenisis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat
mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes militus proses ini tidak
dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di
darah (hiperglikemia) (long 1996:I 1) Secara rinci terjadinya proses
glikemia karna defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai
berikut:
1) Transport gula yang melintas membran sel-sel berkurang.
2) Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap
kelebihan glukosa dalam darah.
3) Glikolisis (pemecahan glukosa)meningkat sehingga cadanga glikogen
berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke darah secara terus menerus
melebihi kebutuhan.
4) Glukogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat)
meningkat dan lebih baanyak lagi glukosa hatiyang tercurah kedalam
darah hasil pemecahan asam amino dan lemak (kong,1999:I 1)
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai
mikrooorganisme dengan cepat separti jamur dan bakteri,karena
mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya akan
glukosa. Setiap timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme
peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat
mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan
mengakibatkan pendetrita diabetes militus mudah mengalami infeksi oleh
bakteri dan jamur.
b) Hiperosmolarisasi
Hiperosmolarisasi adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada
plasma sel karna adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan
osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya penningkatan
konsentrasi larutan pada zat cair.
Pada penderita diabetes miletus terjadinya hiperosmolaritas karena
peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi
terbanyaknya adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan
berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan
reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225mg/menit). Kelebihan ini
kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin
(glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis
menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (dieresis asmotik). Dan
berakibat peningkatan volume air (poliuria). Proses seperti ini
mengakibatkan dehidrasi dengan ekstra seluler dan juga di ruangan
intraseluler.
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan
370-380 mosmols/di dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi
ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (K.HHN).
c) Starvasi seluler
Starvasi seluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel
karena glukosa sulit masuk padahal disekelilingi sel banyak sekali glukosa.
Kalau meminjam istilah peribahasa “kelaparan ditengah lumbung padi.”
Ada banyak bahan makanan tetapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya
glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu
insulin.
Dampak dari strarvasi seluler akan terjadi proses konpensasi sellurer
untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :
1) Defines insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-
jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan
jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa,sel-sel otot metabolisme
cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa
dan energy mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton).
Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot,kelemahan otot dan
rasa mudah lelah.
2) Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme
protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan
untuk glukonegenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan
dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh. Protein dan asam amino yang
melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O
serta glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis
protein.
Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino
menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen
(sebagai unsur pemecahan protein) tidak digunakan kembali untuk semua
bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan diekskresikan dalam
urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada keseimbangan
negative nitrogen. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi
kurus,penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian
jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau ada cidera).
3) Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolism
lemak (lipolisis) asam lemak bebas,trigliserida dan gliserol yang
meningkatkan bersirkulasi dan menyediaka substart bagi hati untuk
proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel.
Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organic (keton),
sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer PH
darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi
keadaan asidosis metabolic. Diuresis osmotik menjadi bertambah buruk
dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang
meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh banyak
kehilangan protein.
Adanya starvasi selluler akan meningkatkan mekanisme
penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya
rasa ingin makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan
memunculkan gejala klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan
produksi energy. Dan kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah
satunya dapat timbul impotensi dan organ tubuh yang lain seperti
persarafan perifer dan mata (muncul rasa baal dan mata kabur).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik yang sering di jumpai pada pasien diabetes militus
yaitu:
1. Poliuri
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga
klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsia (Peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat besar
dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentrasi ke plasma yang
hiperttonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran
ADH (antideuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3. Rasan lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien
diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan sebagian
besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energy.
4. Polifagia (peningkatan rasa lapar).
5. Kelainann kulit : Gatal, bisul-bisul Kelainan kulit berupa gatal-gatal,
biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan kulit seperti diketiak dan dibawah
payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.
6. Kesemutan rasa baat akibat terjadinya neuropati.
Pada penderita diabetes miletus regenerasi sel persarafan mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari usur
protein. Akibatnya banak sel persarafan terutaama perifer mengalami
kerusakan.
7. Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energy metabolic
yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung
secara optimal.
8. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein
dan unsure makanan yang lain. Pada penderita diabetes miletus bahan
protein banyak di formulasikan untuk kebutuhan energy sel sehingga
bahan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh
juga dapat diakibatkan oleh perumbuhan mikroorganisme yang cepat pada
penderita diabetes miletus.
9. Pada laik-laki terkadang mengeluh impotensi
Ejakulasi dan dorongan seksualitas laki-laki banyak di pengaruhi oleh
peningkatan hormone toteron. Pada kondisi optimal (periodic hari ke3)
maka secara otomatis akan meningkatkan dorongan sesual. Penderita
diabetes miletus mengalami penurunan produksi hormone seksual akibat
kerusakan testoteron dan system berperanan. Mata kabur yang disebabkan
katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia. Mungkin juga disebabkan kelainan pada corpus vitreum
F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan gula darah pada pasien diabetes mellitus antara lain;
a) Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl
Kreteria diagnostic untuk DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam dua
kali pemeriksaan. Atau >140 mg/dl disertai gejala klasik.
b) Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl
digunakan untuk skrining atau evaluasai pengobatan buakn didiagnostik
c) Gula darah sewaktu <140 mg/dl
Digunakan untuk skrining bukan diagnosa
2. Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
GD<155 mg/dl 1/2 jam. 1 jam ½ jam > 200 mg/dl, 2 jam <140 mg/dl.
TTGO dilakukan hanya pada pasien yang telah bebas dan diet dan
beraktivitas fisik 3 hari sebelum tes tidak dianjurkan pada (hiperglikemi
yang sedang puasa. (2) orang yang mendapat thiazide, dilatin, propanolol,
lasik, thyroid, estrogen, pil KB, steroid. (3) pasien yang dirawat atau sakit
akut atau pasien inaktif.
3. Tes toleransi glukosa intravena (TTGI)
Dilakukan jika TTGI merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan
gastrointensinal yang mempengaruhi absobsi glukosa.
4. Tes toleransi kontison glukosa
Digunkan jika TTGO tidak bermakna, kortinos menyebabkan peningkatan
kadar gula darah abdormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer
pada orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140
mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
5. Glycosatet hemoglobin
Bangunan dalam memantau kadar glukosa darah rata-rata selama lebih
dari 3 bulan.
6. C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 4-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.
Untuk mengukur proinsulin (produks samping yang tak aktif secara
biologis) dari pembentukan insulin dapat membantu mengetahui sekresi
insulin.
7. Insulin serum puaasa; 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml, tidak
digunakan secara luas dalam klinik, dapat digunakan dalam diagnose
banding hipoglikemia atau dalam penelitian diabetes.
Kreteria diagnostik menurut WHO
Pada sedikitnya dua kali pemeriksaan didapatkan hasil sebagai berikut.
1) Glukosa plasma sewaktu > 200mg/dl ( 11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa > 140 mg/dl ( 7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasmadari sempel yang diambil dua jam kemudian sesudah
mengonsumsi 75 gram karbohidrat ( dua jam postprandial [pp]) lebih dari
200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Penderita diabetes tipe 1 tidak dapat membuat insulin karena sel-sel
beta prankeas mereka merusak atau hancur. Oleh karena itu, membutuhkan
suntikan insulin untuk memungkinkan tubuh mereka untuk memproses
glukosa dan menghindari komplikasi dari hiperglikemia.
Penderita diabetes tipe 2 tidak merespons dengan baik atau resistan
terhadap insulin. Membutuhkan suntikan insulin untuk membantu
memproses gula sehingga mencegah komplikasi jangka panjang dari
penyakit ini. Penderita diabetes tipe 2 mungkin pertama diobati dengan
obat oral, bersama dengan diet dan olahraga. Oleh karena diabetes tipe 2
adalah kondisi progresif, semakin lama seseorang memiliki itu, semakin
besar kemungkinan mereka akan membutuhkan insulin untuk menjaga
kadar gula darah.
Berbagai jenis insulin yang digunakan untuk mengobati diabetes
adalah sebagai berikut;
1. Rapid-acting insulin
Ini mulai bekerja kira-kira 15 menit setelah injksi dan puncak pada
sekitar 1 jam tapi harus bekerja selama dua sampai empat jam. Obat ini
biasanya diberikan sebelum makan dan di samping insulin long-acting.
Contoh obat adalah sebagai berikut seperti Insulin lispro (humalog) jenis
ini hanya membutuhkan waktu sekitar 15-30 menit untuk mencapai
pembuluh darah dan mampu menurunkan kadar gula darah dalam 30-60
menit, dan dpat menjaga gula darah dalam normal selama 3-5 jam
2. Short-acting insulin
Ini di mulai bekerja kira-kira 30 menit setelah injeksi dan puncak pada
sekitar dua sampai tiga jam tapi akan terus bekerja selama tiga sampai
enam jam. Obat ini biasanya diberikan sebelum makan dan di samping
insulin long-acting. Salah satu contoh obat adalah
Regular atau novolin yang mampu mencapai pembuluh darah dalam
waktu 30-60menit, bekerja cepat dengan menghabiskan waktu 2-5 jam,
dan mempertahankan kadar gula darah hingga 5-8 jam
3. Intermediate-acting insulin
Dimulai bekerja sekitar dua sampai empat jam setelah injeksi dan puncak
kira-kira 4-12 jam kemudian dan terus bekerja selama 12-18 jam. Obat
ini biasanya diminum dua kali sehari dan disamping insulin rapid-acting
atau short-acting.
4. Long-acting insulin
Ini mulai bekerja beberapa jam setelah injeksi dan bekerja selama kurang
lebih 24 jam. Jika perlu, sering digunakan dalam kombinasi dengan
insulin rapid-acting atau short-acting. Salah satu contoh obatnya ialah
Lantus,tuojeo. Mampu mencapai pembuluh darah dalam 1-1,5 jam dan
mempertahankan kadar gula darah selama kurang lebih 20 jam
2. Diet dan Nutrisi
Makan makan yang beraneka ragam yang bisa menjamin terpenuhinya
kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
a) Sumber Zat tenaga
Sumber zat tenaga antara lain beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi
jalar, kentang, sagu, roti, dan mie. Makanan sumber zat tenaga sangat
penting menunjang aktivitas sehari-hari.
b) Sumber zat pembangunan
Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan nabati
antara lain kacang-kacangan, tempe, tahu, makan sumber zat pembangun
sumber dari hewani antara lain telur, ikan, ayam, daging, dan susu. Zat
pembangun berperan penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
kecerdasan seseorang
c) Sumber zat pengatur
Makan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buah-
buahan. Makanan ini mangandung berbagai vitamin dan mineral yang
sangat berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
d) Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energy
Kebutuhan energy menyandang diabetes bergantung pada umur,
jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan kegiatan fisik, keadaan
penyakit serta pengobatannya. Energi yang dibutuhkan menyatakan
dengan satuan kalori. Susunan makanan yang baik untuk penyandang
diabetes mengandung jumlah kalori yang sesuai dengan kebutuhan
masing-masing orang. Komposisi makan terserbut adalah sebagai berikut
:
a. 10-15% Protein
b. 20-25% Lemak
c. 60-70% Karbohidrat
e) Makanlah makanan sumber karbohidrat sebagian dan kebutuhan energy
(pilihlah karbohidrat kompleks dan serat, serta batasi karbohidrat
sederhana)
f) Karbohidrat kompleks atau tepung-tepungan
Makanan sumber karbohidrat kompleks adalah padi-padian (beras,
jagung, gandum), umbi-umbian (singkong,ubi jalar, kentang), dan sagu.
g) Karbohidrat sederhana
Makanan sumber karbohidrat sederhana adalah gula, sirup, cakes, dan
selai. Karbohidrat sederhana juga terdapat pada buah, sayuran, dan susu.
Bagi penderita diabetes anjuran konsumsi tidak lebih dari 5% total kalori
(3-4 sendok) makan sehari.
h) Serat
Serat adalah bagian karbohidrat yang tidak dapat dicerna/ serat banyak
terdapat pada buah-buahan, sayuran, padi-padian, dan produksi sereal.
Makanan cukup serat member keuntungan padsa penderita diabetes,
dengan alasan sebagai berikut;
a. Perasaan kenyang dan puas yang membantu mengendalikan nafsu
makan dan penurunan berat badan.
b. Makanan tinggi serat biasanya rendah kalori.
c. Membantu buang air besar secara teratur.
d. Mempertlambat penyerapan glukosa darah sehingga mempunyai efek
pada penurunan glukosa darah.
e. Menurunkan kadar lemak darah,
i) Batasi konsumsi lemak, minyak, dan santan sampai seperempat
kecukupan energy
Penyandang diabetes mempunyai resiko tinggi untuk terkena
penyakit jantung dan pembuluh darah. Karena itu lemak dan kolesterol
dalam makanan perlu dibatasi. Untuk itu jangan terlalu bnayak makan
makanan gorengan. Apabila ingin, batasi tidak lebih dari satu lauk saja
yang di goreng pada setiap kali makan. Selebihnya dapat dimasak dengan
cara lain semisalnya seperti dipanggang, dikukus, direbus, dan dibakar.
Kurangi mengkonsumsi makanan tinggi kolesterol seperti otok, kuning
telur, ginjal, hati, daging berlemak, keju dan mentega.
j) Gunakan garam yang beryodium (gunakan garam secukupnya saja)
Penyandang diabetes yang mempunyai tekanan darah tinggi
(hipertensi) sehingga perlu berhati-hati pada asupan nutrisi. Anjuran
asupan nutrisi untuk penyandang diabetes sama sepeti untuk orang
normal yaitu ±3.000 mg/hari yaitu kira-kira 6-7 gram satu sendok teh)
yang digunakan.
k) Makanlah makanan sumber zat besi (Fe)
Untuk menghindsari anemia yang banyak diderita oleh semua
orang penyandang diabetes maka perlu mengkonsumsi cukup zat besi.
Bahan makanan sumber zat besi antara lain sayuran berwarna hijau dan
kacang-kacangan.
l) biarasan makan pagi
Pada penyandang diabetes terutama yang menggunakan obat
penurun glokosa darah ataupun suntikan insulin, tidak makan pagi akan
sangat beresiko. Oleh karena dapat menyebabkan hipoglikemia
(penurunan kadar gula darah).
m) hidrasi minuman beralkohol
Kebiasanan minum-minuman beralkohol dengan mengakibatknan
terhambatnya proses penyerapan zat gizi dan hilangnya zat gizi yang
penting bagi tubuh.
3. Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur, 3-4 kali tiap minggu selama ± 0,5
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Cotinous Rhytmical, Interval, Progressive,
Endurance Training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, lari, renang, bersepeda, dan mendayung. Sedapat mungkin mencapai
zona sasaran atau zona latihan, yaitu 75-85% denyut nadi maksimal

H. Komplikasi
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut antara lain hipoglikemia (kadar glukosa darah yang
abnormal rendah), ketoasidosis diabetik, dan sindrom HHNK
(hiperosmolar non ketotik)
a) Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50
hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3,3 mmol/1) akibatnya karena pemberian
insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang
terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berlebihan.
b) Ketoasidosis diabetik terjadi oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
c) Sindrom hiperglikemia hiperosmoler non ketosis (HHNK)
yaitu keadaan yang dideminasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran.
2. Komplikasi jangka panjang
a) Komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner / jantung
koroner yang disebabkan perubahan arterosklrerotik dalam pembuluh
arteri koroner, pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus
ditempat lain dalam sistem pembuluh darah dan penyakit vaskuler
perifer disebabkan perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah
besar pada ekstremitas bawah.
Gangren Kaki Diabetik
 Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah
proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001).
 Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini
akan memudahkan terjadinya gangren.
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM
akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa
pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa
tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi
sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan
diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel /
jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan
fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi
pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin.
Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal
dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.
 Faktor-faktor lain yang berpengaruh atas terjadinya gangren
kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen :
a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :
a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh
faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang
berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan
infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya
KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki,
sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang
mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik
juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki
pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran
darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh
darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.
Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat
berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari,
denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya
penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika
sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993).
Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD
akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga
faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhadap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat,
status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit
dan diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada
luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya
yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya
riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis
yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh
penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging,, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah
penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan
pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah
terjadi infeksi.
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.
c. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan
merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Hudak dan Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, edisi VI, volume
II. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Price, Sylvia Anderson. 2000. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit. Edisi 4.. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner
dan Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.
Asman. 1996. .Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: balai
penerbit FKUI.
Baradero ,M, dkk., 2009, Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Endokrin, EGC, Jakarta.
Black & Hawks. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. jakarta. elsevier.

You might also like