Professional Documents
Culture Documents
Skripsi Hukum Pidana Rapijai-1
Skripsi Hukum Pidana Rapijai-1
SKRIPSI
OLEH:
Muhammad Rapijai
140200094
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT yang maha pengasih lagi
maha penyayang atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayahnya sehingga
pihak yang tidak ada hentinya memberikan semangat dan motivasi. Maka
sepantasnya Penulis ucapkan rasa terimakasih yang tulus dari hati paling kepada
Ayahanda tercinta Sajimin Sinaga dan Ibunda tercinta Aslinawati Br. Purba
serta ketiga kakak kandung Penulis yaitu Juniarti Br Sinaga (almarhumah), Heri
Wijaya Sinaga, dan Nasir Salasa Sinaga (almarhum) atas curahan kasih sayang
yang tiada henti, semangat, dukungan serta doa-doanya sehingga Penulis dapat
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dorongan semangat
i
1. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., selaku Rektor Universitas Sumatera
Utara;
5. Dr. Mohammad Ekaputra, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Penulis;
7. Dr. Jefrizawaty, S.H., M.Hum selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Hukum
8. Dr. Affila, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Hukum
dengan setulus hati telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam
10. Eva Syahfitri Nasution, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang
ii
pikirannya dalam membimbing penulis serta memberikan kritik dan arahan
11. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera
12. Seluruh keluarga besar HMI (himpunan mahasiswa islam) FH USU, yang
telah banyak membantu Penulis mulai dari awal perkuliahan serta dukungan
moril dan materiil dalam penyusunan skripsi ini, penulis bersyukur dan
besar HMI, tanpa kalian Penulis akan sulit untuk menjalani dan
S.H,. Ganang Aji Pratama,. S.H,. Azwar Ibrahim Nasution,. Rizki Harahap,
S.H,. Mahmud Isaq Kurnia Sandi, S.H,. Syauqi Azmi Syuza Damanik, S.H,.
14. Kepada Sri Utami S.Pd yang telah banyak mesupport dan membantu penulis
dari dukungan moril dan materil mulai awal perkuliahan hingga penulis dapat
Aritonang,. S.H, yang telah banyak membantu dan mensupport penulis dari
awal masuk kuliah sampai penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
iii
16. Keluarga besar Ikatan Mahasiswa Hukum Pidana (IMADANA) Fakultas
Hukum USU Stambuk 2014, yang telah berjuang dan bekerjasama dengan
penelitian ini;
Sumatera Utara tercinta ini tapi tidak sama keluarnya kalian tetap ku anggap
18. Semua pihak yang telah membantu dengan sukarela yang tidak dapat penulis
sebutkan satu per satu. Semoga segala bantuan dan kebaikan tersebut dapat
penulis sadari masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu penulis
mengharapkan masukan serta kritik dan saran yang membangun untuk lebih
menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata dari penulis semoga penelitian penulisan
skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berguna bagi pembaca sekalian.
MUHAMMAD RAPIJAI
NIM: 140200094
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah......................................................................................7
Indonesia
(KUHP) ...................................................................................42
v
B. Konsepsi Secara Bersama Sama Melakukan Perbuatan Pidana
Pemerasan ...............................................................................................70
2. Dakwaan .............................................................................................78
4. Tuntutan .............................................................................................84
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................101
B. Saran ......................................................................................................10
vi
DAFTAR PUSTAKA
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) bahwa “Negara Indonesia
tujuan untuk mewujudkan tatanan kehidupan bangsa yang aman serta tentram,
Terlebih dengan kondisi perekonomian negara kita yang sulit saat ini,
sanksi. Dalam rumusan tersebut ditentukan beberapa unsur atau syarat yang
menjadi ciri atau sifat khas dari larangan tadi sehingga dengan jelas dapat
Suatu kenyataan hidup bahwa manusia itu tidak sendiri. Manusia hidup
yang tidak mungkin selalu dapat dipenuhi sendiri. ‡ Dalam kehidupan sehari-hari
harus dimintakan kepada pelaku kejahatan atau pelaku tindak pidana. Namun
tindak pidana atau kejahatan. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah cara
‡
Ibid, hlm. 1
3
peristiwa pidana dan mana yang tidak dianggap sebagai peristiwa pidana, dapat
berubah-ubah dan tergantung dari keadaan, tempat dan waktu atau suasana serta
berhubungan erat dengan perkembangan pikiran dan pendapat umum. Apa yang
pada suatu waktu di tempat itu dianggap sebagai perbuatan yang harus dicela
berubah dan dianggap sebagai kejahatan.** Sebaliknya, apa yang tadi dianggap
sebagai suatu kejahatan di waktu yang lain, karena keadaannya berubah dianggap
cara itu dengan melakukan kejahatan-kejahatan yang dalam berbagai bentuk dan
jenisnya, salah satu dari bentuk kejahatan itu ialah tindak pidana pemerasan yang
yang kerap sekali di barengi dilakukan secara bersama-sama atau ikut serta
Tindak pidana pemerasan diatur dalam Bab XXIII Pasal 368 Kitab
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa
sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang
satu orang maupun lebih dari satu orang, dimana apabila dilakukan oleh lebih dari
satu orang berdasarkan ketentuan pasal 55 dan pasal 56 KUHP, peran mereka
bisa terlibat lebih dari satu orang. Hukum pidana mengatur hal tersebut dalam
masalah penyertaan melakukan tindak pidana. Dimana salah satu yang dapat
menghambat tujuan hukum itu berjalan dengan baik, yakni adanya penyertaan
dari dua macam tindak pidana pemerasan (affersing) dan tindak pidana
yang sama, yaitu suatu perbuatan yang bertujuan memeras orang lain. Justru
karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana ini biasa diatur dalam bab
yang sama. Apabila orang menyebut bahwa kedua tindak pidana tersebut
mempunyai sebutan sendiri yaitu “pemerasan” untuk tindak pidana yang diatur
dalam Pasal 368 KUHP, oleh karena itu memang dalam KUHP sendiri pun juga
menggunakan kedua nama tersebut untuk menunjuk pada tindak pidana yang
disertai kekerasan dan ancaman terhadap sesorang dengan maksud agar sesorang
yang barang dengan mudah untuk menyerahkan sesuatu barang yang dikuasi di
bawah kekerasan dan ancaman, sesorang menyerahkan barang tidak ada jalan lain
kecuali untuk menyerahkan sesuatu barang kepada pelaku kekerasan dan dengan
disertai ancaman.‡‡
beberapa istilah, antara lain; turut campur dalam peristiwa pidana (Tresna), turut
berbuat delik (Karni), turut serta (Utrecth) dan deelneming (Belanda) complicity
merupakan terdapat dua orang atau lebih yang melakukan tindak pidana atau
pidana, yaitu:
1. Pelaku (dader)
2. Penyuruh (doenpleger)
4. Membujuk (uitlokker)
5. Pembantu (medeplichtige)
‡‡
Isnu Gunadi, Joenadi Effendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Kencana,
Jakarta, 2014), hlm, 136.
§§
Abdul Salam Siku, Hukum Pidana II (Ciputat; Pustaka Rabbani Indonesia, 2015), hlm.
44.
6
data kasus pemerasan yang pernah terjadi di wilayah hukum Polda Sumut. Untuk
di dalam tabel yang didasarkan atas laporan masuk kepada Kepolisian Sektor
Utara dimana data tersebut di rekapitulasi pihak Polda Sumut. Selanjutnya Penulis
sebagaimana yang telah diuraikan di atas merupakan salah satu aspek penting
untuk mengetahui secara pasti apakah suatu perbuatan memang suatu perbuatan
pidana atau tidak. Perbuatan pidana, peristiwa pidana, tindak pidana, perbuatan
***
Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah
Sumatera Utara
7
bahwa telah terjadinya suatu peristiwa pelanggaran tata peraturan hukum pidana
melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu yang dilarang, dan berbentuk negatif,
berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi yang
2534/Pid.B/2018/PN.Mdn)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan sebagai usaha dalam
melakukan penelitian yang lebih baik, terstruktur, terarah, serta lebih mudah
†††
Edi Setiadi, Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2013), hlm. 59.
‡‡‡
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 5.
8
Medan No 2534/Pid.B/2018/PN.Mdn?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian penulisan skripsi yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut :
Medan No 2534/Pid.B/2018/PN.Mdn.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, hasil dari penelitian ini diharapkan
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
c. Hasil penelitian ini diharapkan pula dapat menjadi referensi dan acuan
bagi para pihak yang pada kesempatan lain mempunyai minat yang sama
2. Manfaat Praktis
E. Keaslian Penulisan
belum pernah diteliti dan juga belum pernah ditulis oleh siapapun dalam bentuk
yang sama, namun objek kajian mengenai skripsi ini sudah ada diteliti namun
dengan judul dan tinjauan permasalahan oleh putusan yang berbeda sehingga
penelitian penulisan skripsi ini adalah asli dalam hal tidak ada judul yang sama
Rumusan Masalah :
10
1686/Pid.B/2010/PN.Mks?
1686/Pid.B/2010/PN.Mks?
Rumusan masalah :
terungkap dipersidangan ?
pemidanaan ?
89/Pid.B/2017/PN.Sgm).
Rumusan masalah :
11
89/Pid.B/2017/PN.Sgm?
Putusan No.144/Pid.B/2016/PN.Sgn).
Rumusan masalah :
223/Pid.B/2015/PN.Wtp).
Rumusan masalah :
223/Pid.B/2015/PN.WTP ?
Rumusan masalah :
Pidana?
F. Tinjauan Kepustakaan
a. Hukum Pidana
menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk kedalam tindak pidana,
melakukannya.§§§ Dalam hukum pidana terdapat dua hal yaitu (1) hukum pidana
materiil (substantive criminal law) dan (2) hukum pidana formil (law of criminal
procedure). Hukum pidana materiil yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan
(law of criminal execution), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai
bagaimana suatu sanksi pidana yang telah dijatuhkan terhadap seorang pelanggar
yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
b) Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar
tersebut.
****
Mahrus Ali, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm, 5.
††††
Rahman Syamsuddin dan Ismail Aris, Merajut Hukum di Indonesia, (Jakarta : Mitra
Wacana Medika, 2014), hal, 192.
‡‡‡‡
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Bina Aksara . 2002), hlm, 1.
14
penderitaan.§§§§
sendiri, melainkan sudah terletak pada norma lain dan sanksi pidana. Diadakan
dan kesusilaan.*****
Pidana (KUHP) terdapat pada Pasal 10 KUHP, yang terdiri atas 2 (dua)
jenis,yaitu:
1) Pidana Pokok
Pidana pokok yaitu hukuman yang terlepas dari hukuman lain, berarti
yaitu hukuman yang tidak dapat dijatuhkan tanpa ada hukuman pokok (tidak
mandiri).†††††
a) Pidana mati
urutan pertama jenis dari pidana pokok yang dalam prakteknya undang-undang
masih memberikan alternatif dengan hukuman seumur hidup atau penjara selama-
§§§§
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prestasi Pustakaraya, 2006),
hlm. 216-217.
*****
Ibid.
†††††
Bab II Pidana Pasal 34 KUHPidana.
15
lamanya dua puluh tahun (lihat Pasal 340 KUHP). Berdasarkan Pasal 67, Pasal
244, dan Pasal 263 KUHAcara Pidana, terhadap putusan (hukuman) mati dapat
b) Pidana penjara
penjara adalah suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang
dikaitkan dengan sesuatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar
peraturan tersebut.
Perihal mengenai hukuman penjara telah diatur dalam Pasal 12 KUHP, yang
mengatur:
pilihan hakim sendiri boleh dipidana dengan pidana mati, atau pidana
penjara seumur hidup dan penjara sementara dan dalam hal masa lima
belas tahun itu dilampaui, sebab pidana ditambah, karena ada gabungan
16
4) Lamanya pidana itu sekali-kali tidak boleh lebih dari dua puluh tahun
c) Pidana kurungan,
dalam hal hukuman melebihi satu tahun, sebab ditambah karena ada
3) Pidana kurungan tidak boleh lebih lama dari satu tahun empat bulan
d) Pidana denda
3) Pidana denda juga merupakan jenis pidana alternatif dari pidana penjara;
2. Hukuman-Hukuman Tambahan
KUHP penjatuhannya oleh hakim tidak dapat dijatuhkan secara terpisah (tidak
untuk kepentingan hukum. Mengacu pada KUHP dan KUHAP akan memberikan
penafsiran yang berbeda daiam memberikan dua jenis fungsi dan maksud dari
(penyidik Polri dan atau penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi kewenangan
sidang pengadilan), atau dengan kata lain bahwa maksud dari penyitaan dalam
2) Jika seseorang dipidana karena melakukan kejahatan tiada dengan sengaja atau
3) Pidana rampasan itu boleh juga dijatuhkan atas orang yang bersalah yang
disita.
Pasal 195 KUHAP menyatakan bahwa semua putusan pengadilan sah dan
Ketentuan ini, dalam hukum acara pidana sering disebut sebagai asas-asas umum
dilakukan secara lisan dan dalam bahasa Indonesia yang dimengerti oleh
b) la wajib menjaga supaya tidak dilakukan hal atau diajukan pertanyaan yang
untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwa anak-
anak.
5) Hakim ketua sidang dapat menentukan bahwa anak yang belum mencapai
1. Tindak pidana
untuk istilah bahasa Belanda “Strafbaarfeit” atau “Delict” untuk terjemahan itu
dalam bahasa Indonesia disamping istilah “Tindak Pidana” juga dipakai dan
beredar istilah lain baik dalam buku ataupun dalam peraturan tertulis yang penulis
jumpai antara lain: Perbuatan yang dapat dihukum, Perbuatan yang boleh
1. Suatu perbuatan manusia yang dalam hal ini meliputi kejahatan pelanggaran,
3. Perbuatan tersebut dilakukan oleh manusia yang dapat bertanggung jawab atau
berlaku di Indonesia, ada istilah dalam bahasa asing yaitu delict yang berarti
§§§§§
E.Y. Kanter, Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta:
Alumni AHMPTHM, 1992), hlm. 187.
******
Chairul Huda, Dari Tindak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggujawaban Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2008) hlm. 12.
20
suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan pelaku ini
alasan sebagai berikut : “Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh
suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Dapat
juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh satu aturan
dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam itu harus diingat larangan
pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat
dengan hukum atau tidak sesuai dengan larangan-larangan atau keharusan hukum
††††††
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : Refika
Aditama, 2003), hlm. 55.
‡‡‡‡‡‡
Moeljatno, Op.Cit., hlm. 54.
§§§§§§
Andi Zainal Abidin Farid, Bentuk – Bentuk Khusus Perwujud Delik (Percobaan ,
Penyertaan, Dan Gabungan Delik) Dan Hukum Penitensier, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2006), hlm. 224.
21
tindakan tersebut dapat diancam dengan suatu pidana yang bermaksud memberi
efek jera, baik bagi individu yang melakukannya maupun bagi orang lain yang
mengetahuinya.
(dunia).††††††† Berikut ini kumpulan unsur-unsur yang ada dalam tindak pidana:
Menurut Moeljatno yang merupakan unsur atau elemen tindak pidana adalah.‡‡‡‡‡‡‡
Menurut Lamintang, unsur delik terdiri atas dua macam, yakni unsur
diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke
dalamnya segala sesuatu yang yang terkandung di dalam hatinya”. Sedang yang
*******
Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, (Jakarta: P.T Eresco,
1996), hlm. 50.
†††††††
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana : Edisi Revisi, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
hlm. 64.
‡‡‡‡‡‡‡
Moeljatno, Op.Cit, hlm. 69-70.
22
2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang
5. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat didalam rumusan
dalam kejahatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus
3. Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu
yaitu:
§§§§§§§
P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, ( Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1997), hlm. 184.
23
1. Unsur Objektif, yaitu unsur yang terdapat di luar pelaku (dader) yang dapat
berupa :
a. Perbuatan, baik dalam arti berbuat maupun dalam arti tidak berbuat. Contoh
Pasal 242, Pasal 263 dan Pasal 362 KUHP. Di dalam ketentuan Pasal 362
b. Akibat, yang menjadi syarat mutlak dalam delik materiil. Contoh unsur
objektif yang berupa suatu "akibat" adalah akibat-akibat yang dilarang dan
dan Pasal 338 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP misalnya, unsur
dimaksud dalam ketentuan Pasal 160, Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP.
Dalam ketentuan Pasal 282 KUHP misalnya, unsur objektif yang berupa
2. Unsur Subjektif, yaitu unsur yang terdapat dalam diri si pelaku (dader) yang
berupa:
mengerti akan nilai perbuatannya dan karena juga mengerti akan nilai
perbuatannya itu.
3) Orang itu harus sadar perbuatan mana yang dilarang dan perbuatan mana
Tingkah laku dalam tindak pidana terdiri dari tingkah laku aktif atau positif
yang abstrak, dan dalam bentuk tingkah laku kongkrit. Dimaksudkan tingkah laku
abstrak ialah didalam tingkah laku abstrak dapat terdiri wujud-wujud tingkah laku
banyaknya. Banyak tindak pidana yang menyebutkan unsur tingkah laku dengan
ajaran Wederrechtelijk dalam arti formil, suatu perbuatan hanya dapat dipandang
unsur delik yang terdapat dalam rumusan delik menurut undang-undang. Adapun
menurut ajaran Wederrechtelijk dalam arti meteriil, apakah suatu perbuatan itu
ditinjau dari ketentuan hukum yang tertulis melainkan harus ditinjau menurut
3. Unsur Kesalahan
pidana,maka kesalahan juga memiliki dua segi, yaitu segi psikologis dan segi
yuridis. Ditinjau dari psikologis kesalahan itu harus dicari dalam batin
********
Adami Chazawi, Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan & Batas
Berlakunya Hukum Pidana Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2005)
, hlm. 84.
††††††††
Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Cetakan pertama, (Jakarta :
Sinar Grafika, 2005), hlm, 44.
‡‡‡‡‡‡‡‡
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Raja Grafindo Press, 2001), hlm, 77.
26
perkataan pemerasan itu berasal dari kata dasar peras yang mendapat imbuhan
berupa awalan pe dan akhiran an. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata peras
itu sinonim dengan kata perah yang dapat berarti memijit atau menekan dan
menerjemahkan kata pemerasan dari kata dasar peras yang ditambah dengan
2. meminta uang dengan ancaman. Jadi istilah pemerasan berasal dari kata dasar
peras atau perah yang artinya mengeluarkan air dengan tangan atau alat.
Memeras adalah mengambil untung dari orang lain atau dalam arti meminta
perbuatan atau hal memeras orang lain untuk mendapatkan keuntungan dengan
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau
§§§§§§§§
Alfi Fahmi Adicahya, Kamus Hukum, (Jakarta: Bina Yustisia, 2001), hlm. 441.
*********
Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, Fifth Edition USA : West
Publishing Company.
27
2. Ketentuan Pasal 365 ayat (2), (3), dan (4) berlaku bagi tindak pidana
ini.‡‡‡‡‡‡‡‡‡
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain, secara melawan hukum,
memberikan suatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang itu
atau orang lain, atau supaya membuat utang atau menghapuskan piutang. §§§§§§§§§
pada pemerasan, untuk mendapatkan barang itu atau membuat utang atau
barang karena rayuan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat
memenuhi unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, yang
1. Unsur objektif
†††††††††
Pasal 368 Ayat 1 KUHP.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Pasal 368 Ayat 2 KUHP.
§§§§§§§§§
Andi Hamzah, Delik-delik tertentu (Speciale Delicten) KUHP, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2015),hlm. 76.
**********
Ibid, hlm.77.
28
kehendaknya sendiri. Atau dapat pula diartikan sebagai perbuatan (aktif dan
dalam hal ini menggunakan cara kekerasan atau ancaman kekerasan) yang
sifatnya menekan (kehendak atau kemauan) pada orang, agar orang itu
bukan, juga tidak harus orang yang menyerahkan benda, yang memberikan
paksaan, tidak harus sama dengan orang yang menyerahkan benda, yang
secara verbal atau secara fisik, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang
suatu barang dianggap telah ada apabila barang yang diminta oleh pemeras
tersebut telah dilepaskan dari kekuasaan orang yang diancam tanpa melihat
tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang diperas kepada
pemeras, penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan dilakukan oleh
memaksa orang yang diperas untuk membuat suatu perikatan atau suatu
sejumlah uang tertentu. Jadi, yang dimaksud memberi hutang dalam hal ini
orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat
dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang
2. Unsur Subjektif
maksud”, dalam hal ini adalah maksud untuk menguntungkan diri sendiri
dalam dirinya telah ada suatu kesadaran atau suatu kehendak yang telah
b. Untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Adapun yang dimaksud
baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula.
menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Adapun yang menjadi syarat
Menguntungkan diri adalah maksud dari petindak saja, dan tidak harus telah
perbuatan memaksa.
4. Penyertaan (deelneming)
cara, perbuatan menyertai atau menyertakan. Jelas bahwa makna dari istilah ini
31
ialah bahwa ada dua orang atau lebih yang melakukan suatu tindak pidana atau
dengan kata lain dua orang atau lebih mengambil bagian untuk mewujudkan suatu
Turut serta (deelneming) dari beberapa orang dalam perbuatan pidana dapat
Prodjodikoro, S.H. adalah turut sertanya seorang atau ebih pada waktu seorang
lain melakukan tindak pidana.§§§§§§§§§§ Secara luas dapat disebutkan bahwa seorang
turut serta ambil bagian dalam hubungannya dengan orang lain, untuk
oleh orang lain), atau setelah terjadinya suatu tindak pidana (menyembunyikan
††††††††††
Kanter, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonnesia dan Penerapannya, (Jakarta:
Storia Grafika, 2002), hlm. 336.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta Timur: Sinar
Grafika,2015), hlm. 243.
§§§§§§§§§§
Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hlm.108.
***********
Kanter, Op.Cit, hlm. 336.
32
sertamelakukan perbuatan;
sebagai berikut:
melakukan kejahatan.†††††††††††
arti kata “pesertaan” berarti turut sertanya seorang atau lebih pada waktu orang
bahwa dalam tiap tindak pidana hanya ada seorang pelaku yang akan kena
hukuman pidana.§§§§§§§§§§§
†††††††††††
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana di Indonesia ,(Jakarta: Sinar Grafika,
2014), hlm. 595.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP.
§§§§§§§§§§§
Wirjono, Op.Cit., (Bandung: PT Refika Aditama, 2003), hlm. 117.
33
a. Pengertian Pemidanaan
Pemidanaan bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap
pemberian sanksi dalam hukum pidana. Kata “pidana” pada umumnya diartikan
berikut:“Hukum pidana materil terdiri atas tindak pidana yang disebut berturut-
turut, peraturan umum yang dapat diterapkan terhadap perbuatan itu, dan pidana
yang diancamkan terhadap perbuatan itu. Hukum pidana formil mengatur cara
bagaimana acara pidana seharusnya dilakukan dan menentukan tata tertib yang
pemberian/penjatuhan pidana oleh hakim yang oleh Sudarto dikatakan berasal dari
ini.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
************
Leden Marpaung, Tindak pidana Terhadap Nyawa Dan Tubuh, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2005), hlm. 2.
††††††††††††
Muladi Dan Bardi Namawi, Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana, (Bandung :
Edisi Revisi, 1992 ), hlm. 1.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Sistem Pemidanaan Indonesia, (Jakarta :
Pradnya Paramita, 1993), hlm. 9.
34
1) Sistem Pemidanaan
Sistem dalam kamus umum bahasa Indonesia mengandung dua arti yaitu
seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk suatu
totalitas, dan juga dapat diartikan sebagai susunan yang teratur dari pada
pandangan, teori, asas dan sebagainya atau diartikan pula sistem itu
“metode”.§§§§§§§§§§§§
sempit/formal, tetapi juga dapat dilihat dalam arti luas/materiil. Dalam arti
Dalam arti luas/material, sistem pemidanaan merupakan suatu mata rantai proses
tindakan hukum dari pejabat yang berwenang, mulai dari proses penyidikan,
dengan sanksi pidana dan pemidanaan” (the statutory rules to penal sanctions and
punishment).*************
maka pemidanaan yang biasa juga diartikan “pemberian pidana“ tidak lain
§§§§§§§§§§§§
Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Bandung : Yrama Widya, 2003),
hlm. 565.
*************
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai, Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 1996), hlm, 129.
35
2) Tujuan Pemidanaan
antara para ahli hukum. Pada dasarnya terdapat tiga pokok pemikiran tentang
tujuan yang ingin dicapai dengan suatu pemidanaan, yaitu : untuk memperbaiki
pribadi dari penjahat itu sendiri, untuk membuat orang menjadi jera dalam
mampu melakukan kejahatan yang lain, yakni penjahat yang dengan cara-cara
hukum adat, serta aspek psikologi untuk menghilangkan rasa bersalah bagi yang
menjadi orang yang baik dan berguna, serta mampu untuk hidup
bermasyarakat:
masyarakat: dan
G. Metode Penelitian
Penulisan skripsi ini membutuhkan adanya data dan keterangan yang dapat
dijadikan bahan untuk menganalisa masalah yang ada. Untuk mendapatkan dan
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data
yang diselenggarakan oleh BPHN-Departemen Kehakiman di Jakarta, tanggal 5-7 Februari 1986.
Hlm. 3-4
§§§§§§§§§§§§§
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif :
Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 13.
37
berbagai data yang berhubungan dengan hal-hal yang diteliti, bea buku dan
Maksudnya, data-data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari buku-
buku yang relevan yang berkaitan dengan tindak pidana secara bersama-sama
(KUHP).†††††††††††††† Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data skunder. Data sekunder adalah data yang ditelusuri melalui telaah pustaka
**************
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana , 2011),
hal. 93-95.
††††††††††††††
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Rajawali, 1991), hlm. 24.
38
baik bersumber dari buku, majalah, jurnal, atau media elektronik dan media massa
Data sekunder merupakan data yang umumnya telah dalam keadaan siap
terbuat (ready made). Adapun sumber data berupa data sekunder yang biasa
digunakan dalam penelitian hukum normatif terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu bahan
teori yang diperoleh dari literatur hukum, hasil penelitian, artikel ilmiah,
dapat dilakukan dan digunakan sebagai salah satu data sekunder yang
termasuk sebagai bahan hukum sekunder. Hal ini tersebut karena wawancara
hukum sekunder.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum : Edisi Revisi, (Surabaya:
Kencana, 2006), hlm. 141.
39
dan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Biasanya bahan hukum tersier diperoleh dari kamus hukum, kamus bahasa
4. Analisis Data
komparatif, yaitu suatu metode yang menganalisa data-data atau pendapat yang
komprehensif.§§§§§§§§§§§§§§
Dalam hal ini penulis mencoba menganalisis dari segi pengertian, bentuk-
Data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder akan diolah dan dianalisis
adalah analisis kualitatif terhadap data verbal dan data angka secara deskriptif
dibahas dengan pendekatan yuridis formal dan mengacu pada konsep doktrinal
hukum. Data yang bersifat kualitatif yakni yang digambarkan dengan kata-kata
kesimpulan
H. Sistematika Penulisan
§§§§§§§§§§§§§§
Ibid, hlm. 2.
40
paparan mengenai penyertaan tindak pidana agar diperoleh gambaran yang jelas
(KUHP). Sistematika Penulisan ini akan disusun dalam 5 (lima) bab yang akan
dibagi dalam sub-sub bab, untuk mempermudah dalam memahami materi, yang
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan gambaran umum tentang penulisan
Pada bab ini penulis akan menjelaskan bagaimana pengaturan hukum di indonesia
untuk menanggulanginya.
41
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan tentang penerapan hukum pidana materil
BAB V PENUTUP
Pada bab ini berisi simpulan dari hasil penelitian beserta saran yang penulis
berikan.
DAFTAR PUSTAKA
42
BAB II
1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana untuk seluruh Indonesia, hukum
pidana materiil Indonesia menjadi seragam untuk seluruh tanah air. Menurut UU
No. 1 tahun 1946 Pasal 6, nama resmi dari KUHP awalnya adalah “Wetboek Van
adalah KUHP, dimana KUHP sendiri merupakan kodifikasi dari hukum pidana
dan berlaku untuk semua golongan penduduk, yaitu golongan timur asing,
bumiputera, dan Eropa. Dengan demikian dapat dikatakan ada suatu bentuk
Indonesia.†††††††††††††††
pemerasan, dimana yang disoroti oleh hukum pidana untuk orang yang
melakukan tindak pidana tersebut bisa dikenakan Pasal 368 ayat (1) KUHP.
(pemeras) dan merugikan bagi pihak lainnya (yang diperas). Pemerasan adalah
***************
Moeljatno, Op.Cit, hlm, 5.
†††††††††††††††
Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang : Yayasan Sudarto Fakulktas Hukum
Universitas Diponegoro, 1990), hlm, 16.
43
bahasa hukum yang rumusan pidananya ada dalam hukum positif. Bila dilihat kata
‘pemerasan’ dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar yaitu ‘peras’ yang
bisa bermakna leksikal, meminta uang dan jenis lain dengan ancaman.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
sesungguhnya telah diatur dalam KUHP dan beberapa Undang-Undang lain yang
sebenarnya terdiri dari dua macam tindak pidana, yaitu tindak pidana pemerasan
pidana tersebut mempunyai sifat yang sama, yaitu suatu perbuatan yang bertujuan
memeras orang lain. Justru karena sifatnya yang sama itulah kedua tindak pidana
ini biasanya disebut dengan nama yang sama yaitu “pemerasan” serta diatur dalam
bab yang sama. Dalam KUHP, ketentuan mengenai pemerasan dalam bentuk
pokok diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP, pemerasan yang diperberat diatur
dalam Pasal 368 ayat (2) KUHP, sedangkan pengancaman pokok diatur dalam
Pasal 369 KUHP dan pengancaman dalam kalangan keluarga diatur dalam Pasal
370 KUHP. Kedua macam tindak pidana tersebut mempunyai sifat yang sama,
yaitu suatu perbuatan bertujuan untuk mengancam orang lain, sehingga tindak
pidana ini diatur dalam bab yang sama yaitu Bab XXIII KUHP.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002. hlm. 855.
44
Kita hanya bisa tahu apakah perbuatan itu pemerasan atau pengancaman
dari bunyi setiap pasal-pasalnya. Jika diteliti, meski judul Bab XXIII KUHP
pidana/tindak pidana dalam bab tersebut adalah tindak pidana pemerasan, bukan
Pasal 368 ayat (1) KUHP). Dimaksud pemerasan menurut KUHP adalah dengan
maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum agar orang (yang
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun
menghapuskan piutang.
bisa berupa kekerasan, ancaman kekerasan (lihat Pasal 368 ayat (1) KUHP),
ancaman pencemaran baik dengan lisan maupun tulisan, atau ancaman akan
membuka rahasia (lihat Pasal 369 ayat (1) KUHP). §§§§§§§§§§§§§§§ Jadi yang
§§§§§§§§§§§§§§§
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2011), hlm. 30.
45
Berdasarkan Pasal 368 ayat (2) KUHP tindak pidana pemerasan diperberat
1. Tindak pidana pemerasan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah
rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya atau apabila pemerasan
dilakukan dijalan umum atau di atas kereta api atau rem yang sedang berjalan.
Ketentuan ini berdasarkan Pasal 368 ayat (2) ke-1 KUHPidana dengan
2. Tindak pidana pemerasan itu, dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama, sesuai dengan ketentuan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2)
memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau jabatan (seragam) palsu. Sesuai
dengan ketentuan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHPidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-4
KUHPidana ancaman pidannya sama dengan yang di atas, yaitu dua belas
tahun penjara.§§§§§§§§§§§§§§§§
****************
Pasal 368 ayat (2) ke-1KUHPidana.
††††††††††††††††
Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-2 KUHPidana.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-3 KUHPidana.
§§§§§§§§§§§§§§§§
Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (2) ke-4 KUHPidana
46
5. Tindak pidana pemerasan itu mengakibatkan matinya orang maka diatur dalam
ketentuan Pasal 368 Ayat (2) jo Pasal 365 Ayat (3) KUHPidana dengan
6. Tindak pidana pemerasan tersebut telah menimbulkan luka berat atau kematian
serta dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama dengan disertai
hal-hal yang memberatkan sebagaimana yang diatur dalam pasal 365 ayat (1)
dan ayat (2) KUHPidana. Berdasarkan Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (4)
KUHPidana tindak pidana pemerasan ini diancam dengan pidana yang lebih
berat lagi, yaitu dengan pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana selama
orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain dengan kekerasan atau
sebagian adalah milik orang lain, atau supaya memberikan hutang maupun
*****************
Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (3) KUHPidana.
†††††††††††††††††
Pasal 368 ayat (2) jo Pasal 365 ayat (4) KUHPidana.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politeia, 1988), hlm, 286.
§§§§§§§§§§§§§§§§§
Alweni, Kenny Mohammad, Kajian Tindak Pidana Pemerasan Berdasarkan
Pasal 368 Kuhp, Lex Crimen 2019, hlm, 51.
47
a. Memaksa
b. Orang lain
a. Dengan maksud
melakukan tekanan pada orang, sehingga orang itu melakukan sesuatu yang
berupa agar orang menyerahkan benda, atau orang lain memberi hutang,
untuk tidak menyerahkan benda, tidak memberi hutang maupun tidak untuk
dengan cara demikian itu membawa akibat bagi korban seperti rasa takut,
cemas dan hal ini menjadikan dirinya tidak berdaya. Keadaan ketidak
sebagainya tadi seperti yang di kehendaki si pelaku. Hal ini juga yang
tanpa ada rasa keberatan atau tertekan. Kini dapat disimpulkan bahwa
pada seseorang, yang dapat menimbulkan rasa takut atau rasa cemas,
sendiri (korban).
dengan unsur itu, persoalan yang muncul adalah kapan dikatakan ada
penyerahan suatu barang Penyerahan suatu barang dianggap telah ada apabila
barang yang diminta oleh pemeras tersebut, telah dilepaskan dari kekuasaan
orang yang diperas, tanpa melihat apakah barang itu sudah benar-benar
dikuasai oleh orang yang memeras atau belum. Pemerasan dianggap telah
terjadi, apabila orang yang diperas itu telah menyerahkan barang/benda yang
49
Penyerahan barang tersebut tidak harus dilakukan sendiri oleh orang yang
diperas kepada pemeras, penyerahan barang tersebut dapat saja terjadi dan
memaksa orang yang diperas umtuk membuat suatu perikatan atau suatu
uang tertentu. Jadi yang dimaksud dengan memberi hutang dalam hal ini
orang yang diperas, tetapi untuk membuat suatu perikatan yang berakibat
timbulnya kewajiban bagi orang yang diperas untuk membayar sejumlah uang
dari orang yang diperas kepada pemeras atau orang tertentu yang dikehendaki
oleh pemeras.
(4). Unsur “untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain”, yang dimaksud
bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain dari kekayaan semula, menambah
diri sendiri atau orang lain. Yang menjadi syarat bagi telah terjadinya atau
melainkan pada apakah dari perbuatan memaksa itu telah terjadi penyerahan
dari pelaku saja, dan tidak harus terwujud, maksud dimana sudah ada dalam
menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, ialah si
(menambah kekayaan) bagi dirinya sendiri atau orang lain dengan memaksa
a) Perbuatan; memaksa
adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta atau terlibatnya orang
atau orang-orang baik secara psikis maupun secara pisik dengan melakukan
masing-masing dari mereka berbeda satu dengan yang lain, demikian juga bisa
tidak sama apa yang ada dalam sikap batin mereka terhadap tindak pidana
§§§§§§§§§§§§§§§§§§
Pasal 55dan 56 Kuhpidana
52
yang satu menunjang perbuatan yang lainnya yang semuanya mengarah pada
tindak pidana yang dilakukan oleh lebih dari satu orang, yang mana antara orang
yang satu dengan yang lainnya terdapat hubungan sikap bathin dan/atau perbuatan
dan diterangkan dalam pasal 55 dan 56. Pasal 55 mengenai golongan yang disebut
dengan mededader (disebut para peserta atau para pembuat) dan pasal 56
a. Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta
melakukan perbuatan;
perbuatan.
*******************
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2002), hlm. 71.
†††††††††††††††††††
Mahrus Ali, Op.Cit, hlm, 122.
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Moeljatno, Op.Cit, hlm, 64.
53
melakukan kejahatan.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
Dari kedua pasal 55 dan 56 tersebut, dapatlah diketahui bahwa menurut KUHP
penyertaan itu dibedakan dalam dua kelompok yang terdiri dari lima bentuk yaitu:
55 ayat (1), yang dalam hal ini disebut dengan para pembuat (mededader),
adalah mereka:
(uitlokker).
§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
Lamintang P.A.F, hlm, 595.
54
kejahatan.********************
diketahui menurut sistem hukum pidana yang berlaku di Indonesia, bahwa perihal
siapa-siapa yang dapat membuat tindak pidana dan atau terlibat dalam
suatu tindak pidana terlobat lebih dari satu orang sehingga harus dicari
sebagai berikut;
Pelaku adalah orang yang melakukan seluruh isi delik. Apabila dua
dimaksud dengan pelaku adalah tiap orang yang melakukan/ menimbulkan akibat
yang memenuhi rumusan delik. Pelaku (pleger) dikategorikan sebagai peserta hal
ini karena pelaku tersebut dipandang sebagai salah seorang yang terlibat dalam
Pleger itu adalah orang yang karena perbuatannya yang melahirkan tindak
pidana itu, tanpa ada perbuatan pembuat pelaksana ini tindak pidana itu tidak
akan terwujud, maka dari sudut ini syarat seorang pleger harus sama dengan
memenuhi semua unsur tindak pidana, sama dengan perbuatan seorang dader.
Jadi tampak secara jelas bahwa penentuan seorang pembuat pelaksana ini adalah
didasarkan pada ukuran objektif. Jika demikian apa bedanya pleger ini dengan
dader. Perbedaan pleger dengan dader adalah, bagi seorang pleger masih
terlibat dengan seorang pembuat penganjur, atau terlibat secara fisik, misalnya
lain ini, perbuatannya haruslah sedemikian rupa sehingga perbuatannya itu tidak
peserta tidaklah mungkin terlibat bersama pembuat penyuruh, karena dalam hal
mededader.†††††††††††††††††††††
menyuruh melakukan itu. Dalam mencari pengertian dan syarat dari orang yang
yang ada didalam MvT WvS Belanda, yang menyatakan bahwa “yang menyuruh
melakukan adalah juga dia yang melakukan tindak pidana akan tetapi tidak secara
pribadi, melainkan perantaraan orang lain sebagai alat dalam tangannya, apabila
orang lain itu berbuat tanpa kesengajaan, kealpaan atau tanpa tanggungjawab
karena keadaan yang tidak diketahui, disesatkan atau tunduk pada kekerasan.
Dari keterangan Memorie van Teolichting (MvT) itu dapat ditarik unsur-
didalam tangannya.
Orang yang mengusai orang lain, sebab orang lain itu adalah sebagai
1) Tanpa kesengajaan;
kesengajaan. Dalam hal ini, pembantu ini tidak mengetahui tentang uang
2) Tanpa kealpaan;
jendela dan mengenai pemulung tersebut. Pada diri pembantu tidak ada
tidaklah mungkin ada dan tidak pernah ada orang yang berada dibawah
b. Karena disesatkan;
Sebagai hal yang juga penting, dari apa yang diterangkan oleh Memorie
van Teolichting (MvT) ialah bahwa jelas orang yang disuruh melakukan itu tidak
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid, hlm. 85.
58
dapat dipidana, sebagai konsekuensi logis dari keadaan subjektif (batin: tanpa
kesalahan atau tersesatkan) dan atau tidak berdaya karena pembuat materilnya
tindak pidana itu dilakukan oleh orang lain yang ada dalam kekuasaannya sebagai
alat, yang dia berbuat tanpa kesalahan dan tanpa tanggugjawab. Walaupun tetap
memperhatikan hal-hal yang ternyata subjektif, yakni dalam hal tidak dipidananya
kesalahan, dan dalam hal yang tidak dipertanggungjawabkan karena keadaan batin
orang-orang yang dipakai sebagai alat itu, yakni tidak tahu dan tersesatkan,
sesuatu yang subjektif. Sedangkan alasan karena tunduk pada kekerasan adalah
bersifat objektif.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
dengan sengaja turut berbuat atau turut mengejakan terjadinya sesuatu. Oleh
yang bersangkutan.
4. Penganjur (Uitlokker)
§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
Ibid, hlm. 86.
59
terletak pada:
KUHP
tersebut.
dianjurkan
60
5. Pembantuan (Medeplichtige)
Mengenai hal pembantuan diatur dalam 3 pasal, yakni pasal 56, 57 dan
pembantuan hanyalah pada pembantuan dalam hal kejahatan, dan tidak dalam
hal pelanggaran.
jenis yaitu :
pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP, dan ini mirip dengan turut
serta (medeplegen);
penganjuran (uitlokking).
61
BAB III
dan disebabkan adanya beberapa faktor yang mendorong seseorang atau lebih
dalam melakukan suatu kejahatan tersebut. Berikut ini adalah teori-teori yang
Teori ini beranggapan bahwa orang jahat dan bukan orang jahat dapat
a) Teori Lambrosso
Teori ini dipelopori oleh seorang profesor ilmu kedokteran forensik yang
rahangnya menonjol, roman mukanya yang lain daripada orang biasa ataupun
hidung yang biasa bengkok. Yang pada pokoknya penjahat dipandang suatu jenis
yaitu :**********************
pribadinya;
Menurut teori ini, sebab-sebab orang itu jahat karena orang tersebut
Menurut teori ini orang menjadi jahat karena adanya gangguan jiwa
seperti perasaan frustasi, keadaan terganggu dan gangguan jiwa lainnya. Tokoh
terkemuka dari teori ini adalah Sigmund Freund yang menitikberatkan ajarannya
pada frustasi dan alam tak sadar. Tiga prinsip dasar kalangan psikologi dalam
**********************
Topo Santoso, Kriminologi Cetakan Ketiga, (Jakarta: PT
Grafindo Persada, 2003), hlm, 12.
63
2) Tingkah laku dan motif-motif bawah sadar adalah jalin menjalin, dan
interaksi;
psikologis.
2. Teori Geografis
sosiologis dengan kata lain kejahatan merupakan suatu ekspresi dari kondisi-
kondisi sosial. Ajaran menyatakan bahwa kejahatan adalah adanya konflik antara
nilai-nilai dan mencapai puncaknya bila norma-norma yang ada tidak dapat
ekonomi lemah di dalam suatu daerah geografis daerah tertentu, seperti misalnya
besar dianggap juga sangat menonjol dilihat dari banyaknya kejahatan yang
Teori ini dipelopori oleh Quetlet dan A.M.Guery dari perancis yang
3. Teori Sosiologi
64
masyarakat.
teladan.
1)Terlantarnya anak-anak
2)Kesengsaraan
††††††††††††††††††††††
Ninik Widianti, Kejahatan Dalam Masyarakat Dan
Pencegahannya, (Jakarta: Bina Aksara : 1987), hlm. 59.
65
4)Demoralisasi seksual
5)Alkoholisme
6)Kurangnya peradaban
7)Perang
(2). Tingkah laku kriminal dipelajari dalam interaksi dengan orang lain
(3). Bagian terpenting dari mempelajari tingkah laku kriminal itu terjadi
suatu keadaan konkrit (seperti kerusakan genetik) tidak dapat menjadi sebab dari
sebab dari perilaku kejahatan adalah dengan cara menariknya dari kondisi-kondisi
kejahatan maka hal utama yang harus dipelajari adalah tindak pidana atau
67
yaitu :†††††††††††††††††††††††
4. Faktor kultural dan budaya lingkungan sekitar yang terbentuk dan berjalan
***********************
I.S Susanto, Kriminilogi, Genta Publishing, (Yogyakarta: 2011)
, hlm. 2.
†††††††††††††††††††††††
Kristian dan Yopi Gunawan, Tindak Pidana Korupsi, Kajian
Terhadap Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The United Nations Conventions
Againts Corruption (UNCAC), (Refika Aditama, Bandung : 2015), hlm. 48.
68
Selain itu, ada beberapa hal yang menunjang terjadinya tindak pidana
berikut:‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
yang berarti akibat dari suatu kelakuan yang dilarang oleh hukum, dimana crimal
criminal act (perbuatan pidana) orang itu juga harus mempunyai kesalahan.
bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum, baik sengaja
a. Faktor Ekonomi
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid, hlm. 57.
§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
Moeljatno, Loc.Cit, hlm. 6.
69
latar belakangnya.
b. Faktor Lingkungan
1) Lingkungan Keluarga
yang negatif.
2) Lingkungan Sosial
satu dengan manusia yang lainnya. Suatu hal yang mustahil apabila
jurnal dengan kasus pemerasan. Sejauh ini, pemerintah dan aparat penegak
dalam masyarakat.
dan makmur yang merata materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan
rakyat dalam suasana prikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dalam
diberikan Polri kepada masyarakat yaitu dengan cara menerima laporan dan
pengaduan apapun dari masyarakat dalam waktu 1x24 jam, Polri secara langsung
telah memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat dalam menjalankan
melakukan pemerasan dapat dilakikan dengan dua cara yaitu cara preventif
Upaya preventif adalah upaya pencegahan yang berarti bahwa polisi itu
dan keamanan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan dan
bertemunya unsur niat (N) dan unsur kesempatan (K). Usaha ini dilakukan
yang selama ini hanya bersifat reaktif tidak membawa dampak yang
************************
Untung S. Rajab, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia
Dalam SistemKetatanegaraan (Berdasarkan UUD 1945), (Bandung: CV. Utomo, 2003), Hlm. 1.
††††††††††††††††††††††††
Ibid , Hlm. 162.
72
kejahatan.‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
masing.
pemerasan.
masyarakat.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
lanjut terhadap kejahatan yang terjadi. Tujuan utamanya adalah agar seorang
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradailan Pidana,
(Medan:USU Press, 2009), Hlm. 31.
§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
73
pelaku kejahatan pada umumnya dan kejahatan pemerasan pada khususnya tidak
selaku pihak penegak hukum. Upaya yang harus dilakukan oleh masyarakat
dengan cara :
1. Membentuk satgas demurrage yang terdiri atas Tim Lidik Lapangan, Tim
Intelijen Keuangan (back-up oleh tim money loundry Mabes Polri), Tim
Survilance,
policy). Kebijakan kriminal inipun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas,
yaitu kebijakan social (social policy) yang terdiri dari kebijakan atau upaya-upaya
untuk kesejahteraan social (social welfare policy) dan kebijakan atau upaya-
*************************
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Dan Kebijakan
Penanggulangan
Kejahatan, (PT. Citra Aditya Bakti, bandung : 2010), hlm. 73.
†††††††††††††††††††††††††
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,
Op.Cit.,hlm, 45.
75
‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡‡
Ibid.
76
BAB IV
dimuat dalam KUHP dan merupakan salah satu sarana penal untuk
suatu tindakan yang dilakukan dengan tujuan untuk menguntungkan diri si pelaku
dengan melawan hak dengan cara memaksa orang lain dengan kekerasan atau
kepunyaan orang yang dipaksa tersebut, atau untuk membuat utang atau
menghapuskan piutang merupakan delik yang diatur dalam KUHP, maka sudah
pasti delik tersebut menimbulkan keresahan dalam masyarakat, dan pelaku nya
77
sudah tentu diberikan sanksi, yang mana dalam Pasal 368 pelaku tindak pidana
sembilan bulan.
yang merupakan bahan studi perkara dalam penulisan skripsi ini yaitu Putusan
hukum pidana materil yang dilakukan oleh jaksa maupun hakum, akan penulis
1. Kronologi Kasus
Medan sesuai tempat terjadinya perkara. Adapun kronologi kasus yang terjadi
Bahwa pada hari Kamis tanggal 02 Agustus 2018 sekira pukul 14.00 Wib
atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Agustus 2018, bertempat di
toko KAPUAS yang terletak di Jln. Rahmadsyah/ Japaris No. 50 A Kel. Kota
Matsum III Kec. Medan Kota atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain yang
RAHMAN als MAMAN masuk kedalam toko milik saksi korban Latif yang
78
bahwa terdakwa selaku pemuda sekitar ingin meminta uang untuk jaga malam di
sekitar Jl. Rahmadsyah / Japaris, kemudian saksi korban Latif tidak mau
sehingga atas penyataan tersebut saksi korban Latif merasa takut terancam
terhadap keamanan toko saksi Latif sehingga akhirnya saksi korban Latif
ribu rupiah) dan terdakwa juga menyerahkan 1 (satu) lembar kwitaasi tanda
paman terdakwa yang bernama CALEX, uang hasil pengutipan tersebut akan
diberikan CALEX kepada terdakwa, saksi Sudarwan als Kunang dan saksi
Faisal Rahman als Maman sebesar Rp. 150.000,- (seratus lima puluh ribu
bahwa ada pengutipan uang kepada pemilik toko- toko yang berada dijalan
Rahmadsyah Kel. Kota Matsum III Kec. Medan Kota sehingga saksi Tonny
Purba, SH., saksi Zul Hizri, SH., saksi Isherianto (selaku polisi pada
depan toko Gg. Kemala Kel. Kota Matsum III, Kec. Medan Kota menangkap
79
2. Dakwaan
Surat Dakwaan Adalah suatu-surat atau akte (acte van verwizing) yang
memuat urain perbuatan atau fakta-fakta yang terjadi, uraian yang akan
Surat dakwaan ada 5 (lima) jenis yaitu surat dakwaan tunggal , alternatif,
penuntut umum dalam kasus ini yaitu surat Dakwaan Tunggal. Dakwaan Tunggal
yang dimaksud adalah surat yang menyatakan atau menerangkan hanya satu
apabila tindak pidana yang dilakukan bersifat tunggal, tidak terdapat alternatif
melakukan pemerasan Abdul Rahim terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh
penuntutan terpisah) Pada hari Kamis tanggal 02 Agustus 2018 sekira pukul
80
14.00 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Agustus 2018,
Kel. Kota Matsum III Kec. Medan Kota atau setidak-tidaknya disuatu tempat lain
dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
supaya orang itu memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya
termasuk kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau
sebagai berikut :
Bahwa awalnya pada waktu dan tempat tersebut diatas terdakwa dan
tidak berapa lama kemudian disusul oleh saksi Sudarwan als Kunang dan
saksi Faisal Rahman als Maman masuk kedalam toko milik saksi korban Latif
Latif bahwa terdakwa selaku pemuda selaku pemuda sekitar ingin meminta uang
untuk jaga malam di sekitar Jl. Rahmadsyah / Japaris, kemudian saksi korban
TERJAMIN, sehingga atas penyataan tersebut saksi korban Latif merasa takut
(lima puluh ribu rupiah) dan terdakwa juga menyerahkan 1 (satu) lembar kwitaasi
MATSUM III. Apabila saksi korban Latif tidak memberikan uang maka saksi
Faisal Rahman als Maman masuk kedalam toko dan selanjutnya pemilik
toko memberikan uang kepada terdakwa, selain itu saksi Faisal Rahman als
Maman menunjukkan toko dan ruko yang akan diminta uangnya sedangkan
saksi Sudarwan als Kunang mengikuti terdakwa saja. Bahwa terdakwa, saksi
Sudarwan als Kunang dan saksi Faisal Rahman als Maman bukan petugas jaga
tersebut karena terdakwa disuruh oleh paman terdakwa yang bernama CALEX,
saksi Sudarwan als Kunang dan saksi Faisal Rahman als Maman sebesar Rp.
150.000,- (seratus lima puluh ribu rupiah), Bahwa pada pukul 15.00 Wib
pemilik toko- toko yang berada dijalan Rahmadsyah Kel. Kota Matsum III Kec.
Medan Kota sehingga saksi Tonny Purba, S.H., saksi Zul Hizri, S.H., saksi
kejadian di Jalan Radmasyah depan toko Gg. Kemala Kel. Kota Matsum III,
Kec. Medan Kota menangkap terdakwa, saksi SUDARWAN als KUNANG, dan
82
membawanya ke Polrestabes Medan untuk diproses lebih lanjut, Bahwa pada saat
dilakukan penangkapan disita dari terdakwa yaitu uang sebesar Rp. 365.000,-
(tiga ratus enam puluh lima ribu rupiah), 2 (dua) lembar kwitansi, 1 (satu) blok
3. Keterangan Saksi
Pengaturan mengenai keterangan saksi diatur dalam Pasal 185 ayat (2)
keterangan dari saksi yang jumlahnya lebih dari satu. Sehingga hakim dapat
untuk dinilai kesesuaiannya antara yang satu dengan yang lain. Karena dalam
Pasal 185 ayat (4) dibahas mengenai keterangan beberapa saksi yang berdiri
sendiri dalam persidangan, tanpa adanya hubungan antara yang satu dengan yang
lain, yang dapat mewujudkan suatu kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan
tertentu, sangatlah tidak berguna. Karena apabila kesaksian yang diberikan adalah
terdakwa.§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§§
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan
Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan
Kembali), Sinar Grafika, (Jakarta : 2000), hlm. 286-289.
83
1) Saksi LATIF;
2) Saksi MULYATI;
3) Saksi ISHERIANTO;
8) Saksi ENDRAYANI;
keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah adalah sebagai berikut :
yang para saksi anut, sehingga diharapakan hal yang diceritakan oleh
para saksi adalah yang sesungguhnya mereka dengar, lihat dan alami
sendiri.
84
Jadi dalam proses pembuktian dapat dipenuhi asas unus testis nullus
testis yang menyatakan bahwa satu saksi tidak dapat dianggap sebagai
4. Tuntutan
perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa
hari Kamis tanggal 6 Desember 2018 yang pada pokoknya mohon kepada Hakim
sendiri, kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang
Kesatu Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.
**************************
Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali, (Sinar Grafika,
Jakarta : 2012), hlm.286.
86
3) Menetapkan barang bukti berupa : Uang tunai sebesar Rp. 365.000 (tiga
ratus enam puluh ribu rupiah), Dirampas untuk Negara, 2 (dua) lembar
1. Pertimbangan Hakim
dengan Dakwaan tunggal yaitu dakwaan Kesatu terdakwa melanggar pasal 368
Tunggal yaitu melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1)
a. Barang siapa;
didakwakan oleh Penuntut Umum dan dari fakta-fakta hukum yang terungkap
terdakwa, petunjuk dan barang bukti yang disita dari para terdakwa bahwa pelaku
penuntut umum dan para terdakwa mengerti akan surat dakwaan tersebut
dan selama dalam proses persidangan berlangsung tidak dijumpai dalam diri
para terdakwa adanya alasan pemaaf atau alasan pembenar atas perbuatan para
b.1 : “Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain
dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
88
supaya orang itu memberikan barang yang sama sekali atau sebagiannya
termasuk kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau
menghapuskan piutang” ;
dari keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa serta barang bukti dan adanya
petunjuka maka diperoleh bermula pada waktu dan tempat tersebut diatas
terdakwa dan tidak berapa lama kemudian disusul oleh saksi Sudarwan als
Kunang dan saksi Faisal Rahman als Maman masuk kedalam toko milik saksi
pemuda sekitar ingin meminta uang untuk jaga malam di sekitar Jl. Rahmadsyah /
Japaris, kemudian saksi korban Latif tidak mau memperdulikan atas permintaan
puluh ribu rupiah) dan terdakwa juga menyerahkan 1 (satu) lembar kwitaasi
III. Apabila saksi korban Latif tidak memberikan uang maka saksi Faisal
Rahman als Maman masuk kedalam toko dan selanjutnya pemilik toko
memberikan uang kepada terdakwa, selain itu saksi Faisal Rahman als Maman
menunjukkan toko dan ruko yang akan diminta uangnya sedangkan saksi
Sudarwan als Kunang mengikuti terdakwa saja. Bahwa terdakwa, saksi Sudarwan
als Kunang dan saksi Faisal Rahman als Maman bukan petugas jaga malam atau
dibentuk pada tanggal 03 September 2010 sesuai dengan Surat Camat Medan
terdakwa disuruh oleh paman terdakwa yang bernama CALEX, uang hasil
als Kunang dan saksi Faisal Rahman als Maman sebesar Rp. 150.000,-
(seratus lima puluh ribu rupiah), Bahwa pada pukul 15.00 Wib berdasarkan
informasi masyarakat bahwa ada pengutipan uang kepada pemilik toko- toko
yang berada dijalan Rahmadsyah Kel. Kota Matsum III Kec. Medan Kota
sehingga saksi Tonny Purba, SH., saksi Zul Hizri, SH., saksi Isherianto
Jalan Radmasyah depan toko Gg. Kemala Kel. Kota Matsum III, Kec. Medan
ke Polrestabes Medan untuk diproses lebih lanjut, Bahwa pada saat dilakukan
penangkapan disita dari terdakwa yaitu uang sebesar Rp. 365.000,- (tiga ratus
90
enam puluh lima ribu rupiah), 2 (dua) lembar kwitansi, 1 (satu) blok kwitansi,
dengan temannya yang mana mereka bukanlah pihak yang bertanggung jawab
atas penjagaan lingkungan sekitar, maka itu adalah merupakan hasil kejahatan,
Menimbang, bahwa oleh karena seluruh unsur dari Pasal 368 ayat (1)
KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP telah sebagaimana yang dimaksud dalam
dengan tuntutan Penuntut Umum yang menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti
terdakwa masih bisa untuk disadari dan menyadari akan perbuatan yang telah
Penasehat Hukum terdakwa tersebut harus dinyatakan tidak beralasan hukum dan
harus dikesampingkan.
hukum perbuatan pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa, maka kepada
bersalah dan harus dijatuhi pidana penjara sedangkan dalam perkara ini
dijatuhkan;
terhadap Para Terdakwa dilandasi alasan yang sah, maka perlu ditetapkan
Menimbang, bahwa oleh karena barang bukti berupa Uang tunai sebesar
Rp. 365.000 (tiga ratus enam puluh ribu rupiah), maka barang bukti tersebut
haruslah dirampas untuk negara sedangkan 2 (dua) lembar kwitansi, 1 (satu) blok
kwitansi, 1 (satu) buah tas warna hitam Dirampas untuk dimusnahkan ,maka
Memperhatikan Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) KUHP,
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan
5. Amar Putusan
MENGADILI:
melakukan pemerasan”;
5. Menetapkan barang bukti berupa : Uang tunai sebesar Rp. 365.000 (tiga ratus
enam puluh ribu rupiah), Dirampas untuk Negara, 2 (dua) lembar kwitansi, 1
94
(satu) blok kwitansi, 1 (satu) buah tas warna hitam, Dirampas untuk
dimusnahkan;
terbukti secara sah melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1)
Karena :
(1). Telah memenuhi semua unsur yang ada dalam pasal tersebut.
(3). Terdapat pembuktian dengan semua barang bukti yang ada maupun melalui
maupun hakim yang menanagani perkara tindak pidana pemerasan dalam putusan
tersebut sudah tepat dalam melakukan penerapan hukum yang terdapat dalam
ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dalam hal ini, jaksa menuntut
terdakwa dengan Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
selesai adalah memang karena kehendak yang diinginkan oleh si pelaku, hal ini
merupakan salah satu syarat suatu kejahatan dapat dikatakan sebagai secara
kepada korban, yang mana apabila korban tidak memberikan uang maka
keamanan akan terancam guna memuluskan niat terdakwa untuk meminta uang.
Dengan melihat fakta yang ada dan kronologis yang terjadi dihubungkan
dengan Pasal-Pasal yang terdapat dalam KUHP maka terdakwa telah bersalah
hakim sudah tepat memutus perkara terdakwa dengan menjatuhi hukuman pidana
penjara selama 4 bulan dan 11 hari. Hal ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang
menuntut pidana penjara selama 7 bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam
tahanan. Dalam hal ini, hakim memperhatikan ketentuan Pasal 55 ayat (1) KUHP
tentang penyertaan bahwa yang mana dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP pidana
mengenai keadaan yang meringankan bagi terdakwa, maka hakim berhak untuk
hari. Dan berdasarkan posisi kasus sebagaimana telah diuraikan diatas, maka
hukum atau fakta yuridis. Dalam Undang-Undang pun telah ditetapkan hal-hal
yang harus dimuat dalam putusan. Inilah yang disebut sebagai pertimbangan yang
bersifat yuridis, yang digunakan hakim. Hal tersebut merupakan hal pokok yang
i. Identitas terdakwa
Hal lain yang mempunyai arti yang tak kalah penting dalam suatu proses
Keterangan saksi dapat dikategorikan sebagai alat bukti sepanjang keterangan itu
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, alami sendiri, dan harus
putusannya. Dijelaskan dalam Pasal 185 KUHAP, bahwa keterangan saksi dapat
diberikan secara tertulis. Dalam hal ini saksi memberikan keterangannya secara
terdakwa nyatakan dalam sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia
ketahui sendiri atau alami sendiri. Keterangan dari seorang terdakwa juga dapat
namun dalam ayat (2) Pasal 189 KUHAP disebutkan bahwa hal itu harus disertai
dengan persyaratan, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu niat bukti yang
Pengertian barang bukti disini adalah semua benda yang dapat dikenakan
barang bukti tidak termasuk alat bukti. Sebab undang-undang menetapkan lima
macam alat bukti yaitu: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan
akan menambah keyakinan hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa, dan sudah barang tentu hakim akan lebih yakin
apabila barang bukti itu dikenal oleh terdakwa ataupun saksi-saksi. Macam dari
i. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa seluruhnya atau sebagian yang
diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
ii. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana
pidana;
iv. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengantindak pidana yang
dilakukan.
hakim harus jeli dalam melihat unsur-unsur tersebut, apakah benar si terdakwa
sudah memenuhi semua unsur yang disebutkan dalam Pasal perundangan yang
99
mengatur mengenai tindak pidana yang didakwakan atau belum. Apabila sudah
Pertimbangan yang bersifat non yuridis terdiri dari beberapa hal. Dimana
dapat lahir dari suatu putusan yang dibuat oleh Majelis Hakim dalam suatu
(1). Latar belakang terdakwa serta agama atau keyakinan yang dianut terdakwa.
Hal yang mendasari terjadinya tindak pidana adalah hal yang mempunyai
kekuatan yang utama yaitu latar belakang terdakwa. Dimana yang disebut dengan
latar belakang terdakwa adalah suatu hal atau keadaan, yang karena adanya
pada diri terdakwa untuk melakukan tindak pidana. Karena dalam suatu perkara
keyakinan yang dianut terdakwa ternyata mempunyai arti penting pula bagi
hal-hal yang diajarkan dalam agama ataupun keyakinan terdakwa hakim dapat
dapat pula mempelajari hukuman apa yang menurut agama yang ia percayai
yang terdapat dalam setiap kepala putusan juga dapat mewakilkan bawasannya
100
dalam memutus setiap perkara, hakim tidak hanya mendasarkannya pada nilai
keadilan yaang tumbuh dalam kehidupan bermasyarakat namun juga atas dasar
nilai Ketuhanan, yang tentunya ada dalam agama ataupun kepercayaan yang
termasuk pula status sosial yang melekat pada terdakwa, merupakan hal yang
dan tingkat kedewasaan terdakwa, juga mempunyai arti penting bagi terlaksanya
suatu perbuatan pidana. Dimana usia ternyata tak dapat dijadikan patokan apabila
mempunyai usia dan tingkat kedewasaan yang selaras. Status sosial yang dimiliki
seseorang dalam pranata hidup di masyarakat juga mempunyai arti yang tak kalah
merasa punya kedudukan tersendiri dalam kehidupan sosialnya tentu akan terjadi
mempunyai arti penting. Keadaan psikis seseorang pada suatu waktu mempunyai
potensi yang besar terhadaap terjadinya tindak pidana oleh orang tersebut.
Keadaan psikis tersebut dapat dipengaruhi oleh perasaan seseorang, yang dapat
berubah apabila terpengaruh beberapa hal , misalnya karena adanya pengaruh dari
orang lain, adanya keadaan yang tidak mengenakkan hati, amarah dan emmosi
Hal ini merupakan suatu point yang tak kalah penting untuk dikaji,
karena akibat yang timbul dari suatu perkara yang sama yang dilakukan di tempat
yang berbeda atau di waktu yang berbeda maupun oleh orang yang berbeda dapat
terdakwa sudah pasti membawa korban atau kerugian dari pihak lain. Bahkan
akibat dari perbuatan terdakwa yang dilakukan tersebut dapat pula berpengaruh
buruk terhadap masyarakat luas, paling tidak keamanan dan ketentraman mereka.
Hal ini didasarkan pada pemeriksaan dalam persidangan dimana alat bukti
dan keterangan terdakwa yang saling berhubungan antara satu dengan yang
lainnya. Keterangan terdakwa yang mengakui secara jujur perbuatan yang telah
Medan menyatakan dalam amar putusannya bahwa terdakwa telah terbukti secara
pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama 4 bulan dan
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
melakukan pemerasan diatur dalam KUHP pasal 368 ayat (1) yang berbunyi “
kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat utang atau
paling lama sembilan bulan” jo pasal 55 ayat (1) Dipidana sebagai pembuat
tindak pidana: Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang
faktor kultural dan budaya lingkungan sekitar yang terbentuk dan berjalan
hal yang biasa; terbatasnya sumber daya manusia, dam lemahnya sistem
hidup.
melawan hak dengan cara memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancama
kepunyaan orang yang dipaksa tersebut, atau untuk membuat utang atau
terdakwa sudah tentu diberikan sanksi, yang mana dalam Pasal 368 KUHP
sembilan bulan, Dalam kasus ini pemerasan Jo pasal 55 ayat (1) KUHP.
B. Saran
Sebagai pelengkap dalam hal penulisan skripsi ini, maka penulis akan
memberikan beberapa saran yang terkait dengan penulisan skripsi ini sebagai
berikut :
yang dilakukan bukan dalam skala kecil melainkan skala yang besar.
pihak yang terkait dengan Polri dan Masyarakat dalam hal ini membantu
khususnya pada tindak pidana yang dilakukan oleh oknum – oknum dalam
supaya lebih cermat dan teliti melihat latar belakang terjadinya suatu
perkara, sehingga putusan dan lama pemidanaan agar tepat pada sasaran.
efisiensi dari penerapan hukum pidana materil yang ada di indonesia agar
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU :
Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian III Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2002
---------, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002
Farid, Andi Zainal Abidin, dan A. Hamza, Bentuk – Bentuk Khusus Perwujudan
Delik (Percobaan, Penyertaan dan Gabungan Delik) dan Hukum
penitensier. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006
Gunadi, Isnu dan Jonaedi Effendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,
Jakarta : Kencana. 2014
Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary, Fifth Edition USA : West
Publishing Company.
Huda, Chairul, Dari Tiadak Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggujawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Kencana, Jakarta. 2008
---------, E.Y. dan S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika, Alumni-PTHM. 1982
Kenny alweny, mohammad, kajian tindak pidana
Marpaung, Leden, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta : Sinar Grafika.
2005
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana : Edisi Revisi, Jakarta: Rineka Cipta. 2008
Santoso, Topo Dan Eva Achiani Zulfa, Kriminologi Cetakan Ketiga. Jakarta: PT
Grafindo Persada. 2003
Siku, Abdul Salam, HukumPidana II. Ciputat: Pustaka Rabbani Indonesia. 2015
---------, 1996, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: PT. Eresco. 1996
109
B. Peraturan Perundang-Undangan :