Professional Documents
Culture Documents
Norma-Norma Akad
Norma-Norma Akad
Dosen pengampu :
Rahmawaty, S.HI., M.SI
Disusun oleh :
Aslan Lantemona (20141002)
Mohamad Iksan Lamba (20141013)
Salwa Jilan I Firani (20141017)
Sinatrya Fidianto (20141027)
Fauzia Salsabila Hiola (20141028)
Fadillah Shafa Simbuka (20141031)
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam terminology ahli bahasa akad mencakup makna ikatan, pengokohan dan penergasan dari
satu pihak atau kedua belah pihak. Makna secara bahasa ini sangat sesuai sekali dengan apa yang
dikatakan oleh kalangan ulama fiqh, di mana kita mendapati kalangan ulam fiqh menyebut akad
adalah setiap ucapan yangkeluar sebagai penjelas dari dua keinginan yang ada kecocokan
sebagaimana mereka juga menyebut arti akad sebagai setiap ucapan yang keluar yang
menerangkan keinginan walaupun sendirian.
Abu BAkar Al-Jashshash berkata : “Setiap apa yang diikatkan oleh seseorang terhadap satu
urusan yang akan dilaksanakannya atau diikatkan kepada orang lain untuk dilaksanakan secara
wajib, karena makna asal dari akad adalah ikatan lalu dialihkan kepada makna sumpah dan akad
seperti akad jual beli dan yang lainnya maka maksudnya adalah ilzam (mengharuskan) untuk
menunaikan janji dan ini dapat terjadi jika ada harapan-harapan tertentu yang akan didapatkan
pada waktu-waktu tertentu. Dinamakan jual beli, nikah, sewa menyewa, dan akad –akad jual beli
yang lain karena setiap pihak telah memberikan komitmen untuk memenuhi janjinya dan
dinamakan sumpah terhadap sesuatu di masa mendatang sebagai akad karena pihak yang
bersumpah telah mengharuskan dirinya untuk memenuhi janjinya baik dengan berbuat ata
dengan meninggalkan.
Adapun makna akad secara syari’I yaitu: “Hubungan antara ijab dan qabul dengan cara yang
dibolehkan oleh syariat yang mempunyai pengaruh secara langsung.” Ini artinya bahwa akad
termasuk dalam kategori hubungan yang mempunyai nilai menurut pandangan syara’ antara dua
orang sebagai hasil dari kesepakatan antara keduannya yang kemudian dua keinginan itu
dinamakan ijab dan qabul.
Dan sebagian ulama fiqih mendefinisikan sebagai ucapan yang keluar untuk menggambarkan
dua keinginan yang ada kecocokan, sedangkan jika hanya dari satu pihak yang berkeinginan
tidak dimakan akad tapi dinamakan janji. Dengan landasan, ath-Thusi. Membedakan antara akad
dan janji, karena akad mempunyai makna meminta diyakinkan atau ikatan, ini tidak akan terjadi
kecuali dari dua belah pihak, sedangkan janji dapat dilakukan oleh satu orang.
a) Al-Aqid atau pihak-pihak yang berakad adalah orang, persekutuan atau badan
usaha yang memiliki kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Karena itu,
orang gila dan anak kecil yang belum mummayid tidak sah melakukan transaksi
jual beli, kecuali membeli sesuatu yang kecil-kecil atau murah seperti korek
api,korek kuping, dan lain-lain.
b) Shighat atau perbuatan yang menunjukkan terjadinya akad berupa ijab dan Kabul.
Dalam akad jual beli, ijab adalah ucapan yang diucapkan oleh penjual, sedangkan
Kabul adalah ucapan setuju dan rela yang berasal dari pembeli.
c) Al-Ma’qud alaih atau objek akad. Objek akad adalah amwal atau jasa yang
dihalalkan yang dibutuhkan masing-masing pihak
d) Tujuan pokok akad. Tujuan akad itu jelas dan diakui syara’ dan tujuan akad itu
terkait erat dengan berbagai bentuk yang dilakukan. Misalnya tujuan akad jual
beli adalah untuk memindahkan hak penjual kepada pembeli dengan imbalan.
Dengan menempatkan tujuan akad secara lahir dan batin pada waktu permulaan akad, maka
diharapkan akan lebih menuntut ke sungguhan dari masing-masing pihak yang terlibat sehingga
apa yang menjadi tujuan akad dapat tercapai.
Selain tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau
telah berakhir waktunya.
Fasakh terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut:
1. Di-fasakh(dibatalkan), karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang
disebutkan dalam akad rusak. Misalnya jual beli barang yang tidak memenuhi syarat
kejelasan.
2. Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau majelis.
3. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena menyesal atas akad
yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini desebut iqalah.
4. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak dipenuhi oleh pihak-pihak
bersangkutan. Misalnya, dalam khiyar pembayaran (khiyar naqd) penjual mengatakan,
bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, denga ketentuan apabila dalam waktu yang
ditentukan tidak membayar maka akad menjadi batal.
5. Karena habis waktunya seperti dalam akad sewa-menyewa brjangka waktu tertentu dan
tidak dapat diperpanjang.
6. Karena tidakk dapa izin pihak yang berwenang.
7. Karena kematian.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
REFERENSI