You are on page 1of 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Millenium Development Goals (MDG’s) atau tujuan pembangunan

millennium adalah upaya untuk memenuhi hak-hak dasar kebutuhan manusia melalui

komitmen bersama antara 189 negara anggota PBB untuk melaksanakan 8 (delapan)

tujuan pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai

pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu,

memerangi penyebaran HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, kelestarian

lingkungan hidup, serta membangun kemitraan global dalam pembangunan (BPPN,

2007).

Salah satu upaya dari negara-negara dunia dalam menurunkan angka

kematian anak dan meningkatkan kesehatan ibu adalah dengan mentargetkan

eliminasi tetanus neonatorum. Sebanyak 104 dari 161 negara berkembang telah

mencapai keberhasilan itu. Tapi, karena tetanus neonatorum masih merupakan

persoalan signifikan di 57 negara berkembang lain, UNICEF, WHO dan UNFPA

pada Desember 1999 setuju mengulur eliminasi hingga 2005. Target eliminasi tetanus

neonatorum adalah satu kasus per seribu kelahiran di masing-masing wilayah dari

setiap negara. WHO mengestimasikan 59.000 neonatus seluruh dunia mati akibat

tetanus neonatorum. (WHO, 2010).

1
2

Tetanus adalah salah satu penyakit yang paling beresiko menyebabkan

kematian bayi baru lahir. Tetanus yang menyerang bayi usia di bawah satu bulan,

dikenal dengan istilah tetanus neonatorum yang disebabkan oleh basil Clostridium

Tetani. Penyakit ini menular dan menyebabkan resiko kematian sangat tinggi. Bisa

dikatakan, seratus persen bayi yang lahir terkena tetanus akan mengalami kematian.

(Kusmariadi, 2009).

Pada tahun 2007, Filipina dan Indonesia mencatatkan jumlah kasus tetanus

neonatorum tertinggi di antara 8 negara ASEAN. Jumlah penderita di kedua-dua

negara tersebut melebihi 100 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk,

angka tertinggi kasus tetanus neonatorum terjadi di Kamboja; Indonesia menduduki

urutan ke-5. Jumlah kasus tetanus neonatorum di Indonesia pada tahun 2007

sebanyak 175 kasus dengan angka kematian (case fatality rate (CFR) 56% (Depkes

RI, 2008).

Tetanus ibu dan bayi baru lahir didunia merupakan penyebab penting dari

kematian ibu dan bayi, sekitar 180.000 kehidupan di seluruh dunia setiap tahun,

hampir secara eksklusif di negara-negara berkembang. Meskipun mudah dicegah

dengan maternal immunization, dengan vaksin, dan aseptis obstetri tetanus ibu dan

bayi tetap sebagai masalah kesehatan masyarakat di 48 negara, terutama di Asia dan

Africa (Anariyusmi, 2010).

Di negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini terkait

erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus

memang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki
3

kondisi kesehatan rendah. Lihat saja data organisasi kesehatan dunia (WHO) yang

menunjukkan, kematian akibat tetanus di negara berkembang adalah 135 kali lebih

tinggi dibandingkan negara maju (Anariyusmi, 2010).

Kasus tetanus neonatorum di Indonesia masih tinggi, data tahun 2007

sebesar 12,5 per 1000 kelahiran hidup; sedangkan target Eliminasi Tetanus

Neonatorum (ETN) yang ingin dicapai adalah 1 per 1000 kelahiran hidup (Survey

Penduduk Antar-Sensus (Supas, 2008)

Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan

menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di

perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian

tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9

tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi <

12 bulan. Angka kematian keseluruhan antara 6,7-30%. (BAPPENAS, 2010).

Kebijakan kesehatan anak di Indonesia difokuskan pada intervensi-

intervensi layanan kesehatan meliputi : Meningkatkan cakupan imunisasi campak,

menerapkan strategi kesehatan anak pada tingkat keluarga, manajemen Terpadu

Balita Sakit (MTBS), peningkatan gizi pada anak, penguatan peran keluarga, dan

meningkatkan upaya perubahan perilaku, meningkatkan pelayanan kesehatan

neonatal dan ibu, memperkuat dan meningkatkan kualitas layanan kesehatan,

meningkatkan mobilisasi partisipasi masyarakat melalui kegiatan posyandu, dan

memadukan strategi lintas sektor untuk mempercepat pencapaian target penurunan


4

angka kematian balita, bayi maupun neonatal, peningkatan akses layanan kesehatan

(BAPPENAS, 2010).

Di Indonesia, program imunisasi telah dimulai sejak abad ke 19 untuk

membasmi penyakit Tetanus neon Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada

tahun 1972 dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan negara bebas

cacar. Imunisasi ada dua macam, yaitu imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif

adalah pemberian kuman atau kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan

tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Penyuntikan sejumlah

antibodi, sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah

penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka

kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi

tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama

masa kandungan (Depkes RI, 2010).

Tetanus disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri yang disebut

Clostridium tetani. Tetanus juga bisa menyerang pada bayi baru lahir (Tetanus

Neonatorum) pada saat persalinan dan perawatan tali pusat. Tetanus merupakan salah

satu penyebab kematian bayi di Indonesia. Akan tetapi masih banyak calon ibu di

masyarakat terutama yang tinggal di daerahdaerah terpencil berada dalam kondisi

yang bisa disebut masih "jauh" dari kondisi steril saat persalinan. Hal inilah yang bisa

menimbulkan risiko ibu maupun bayinya terkena tetanus.


5

Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program

eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategi

yang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah 1)

pertolongan persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT yang

tinggi dan merata; dan 3) penyelenggaraan surveilans. Beberapa permasalahan

imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada wanita usia subur yaitu pelaksanaan skrining

yang belum optimal, pencatatan yang dimulai dari kohort WUS (baik kohort ibu

maupun WUS tidak hamil) belum seragam, dan cakupan imunisasi TT2 bumil jauh

lebih rendah dari cakupan K4. Cakupan imunisasi TT2 selama tahun 2003-2007 tidak

mengalami perkembangan, bahkan cenderung menurun. Namun sejak dua tahun

terakhir terjadi peningkatan cakupan imunisasi TT2+, dari 26% pada tahun 2007

menjadi 42,9% pada tahun 2008, kemudian meningkat lagi menjadi 62,52% pada

tahun 2009 (Kemenkes RI. 2009) .

Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan

menyumbangkan 20% kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di

perkotaan dan 11-23/100 kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian

tetanus pada anak di rumah sakit 7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9

tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18% kelompok > 10 tahun, dan sisanya pada bayi <

12 bulan. Angka kematian keseluruhan antara 6,7-30%. Pada umumnya kasus itu,

penggunaan gunting yang kotor dan berkarat oleh para bidan atau dukun bayi saat

memotong tali pusar bayi adalah penyebabnya (Yusmi, 2011).


6

Indikator derajat kesehatan dapat dinilai dari Angka Kematian Bayi (AKB),

Angka Kematian Ibu (AKI), umur harapan hidup dan angka kematian balita (Depkes

RI, 2005). Oleh karena itu, persalinan ibu harus mendapatkan fasilitas dan partisipasi

seperti tenaga professional, pelayanan kesehatan, partisipasi masyarakat setempat dan

lainnya. Dikarenakan faktor-faktor AKI dan AKB, pemerintah terus berupaya

menekan angka kematian bayi dan ibu salah satunya dengan cara Imunisasi. Di dalam

hal ini penulis akan lebih memfokuskan kepada salah satu penyakit yang cukup

banyak merenggut korban jiwa baik ibu dan balita, yaitu Imunisasi Tetanus Toxoid

(TT). (Depkes RI, 2007)

Secara spesifik program imunisasi Tetanus Toxoid (TT) minimal 92,5%

secara merata akan diberikan pada ibu hamil di seluruh desa atau kelurahan pada

tahun 2010. Dimaksudkan agar terjadinya eliminasi (Pengurangan Jumlah Penderita)

tetanus pada bayi baru lahir dibawah satu per 1000 kelahiran bayi yang lahir hidup

(Tetanus Neonatorum) dalam satu tahun. (Fahmi, 2006)

Dari hasil studi pendahuluan di daerah Ogan Ilir khususnya di Puskesmas

Indralaya target cakupan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil 2010

sebanyak 640. Untuk TT 1 saat ini mencapai 595 ibu atas sebesar 93%, sedangkan

untuk TT2 sebamyak 576 ibu hamil atau sebesar 90%. Sedangkan untuk target

cakupan imunisasi Tetatanus Toxoid ( TT ) pada ibu hamil tahun 2011 sebanyak 730,

untuk TT1 dari bulan Januari – April 2011 telah mencapai 215 ibu hamil dan TT 2

sebanyak 119 (Puskesmas Indralaya, 2011).


7

Berdasarkan data diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai ” Hubungan Pendidikan, Pengetahuan, dan Pendapatan Keluarga Ibu

dengan Kelengkapan Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Ibu Hamil di

Puskesmas Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2011”

1.2 Perumusan Masalah

Adakah hubungan antara Pendidikan, Pengetahuan, dan Pendapatan Keluarga

Ibu dengan Kelengkapan Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Ibu Hamil

di Puskesmas Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2011?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya hubungan antara pendidikan, pengetahuan dan

pendapatan keluarga ibu dengan kelengkapan pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid

(TT) pada ibu hamil di Puskesmas Indralaya tahun 2011.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Diketahuinya hubungan antara pendidikan ibu dengan kelengkapan pemberian

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil di Puskesmas Indralaya

tahun 2011.

1.3.2.2 Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu dengan kelengkapan

pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil di Puskesmas

Indralaya tahun 2011.


8

1.3.2.3 Diketahuinya hubungan antara pendapatan keluarga ibu dengan kelengkapan

pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil di Puskesmas

Indralaya tahun 2011.

1.4 Manfaat penelitian :

1.4.2 Bagi peneliti

Menambah pengetahuan penulis tentang hubungan antara pendidikan,

pengetahuan dan pendapatan keluarga dengan kelengkapan pemberian

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil.

1.4.3 Bagi ibu-ibu hamil

Terutama bagi ibu-ibu hamil dapat mengerti dan memahami manfaat

imunisasi Tetanus Toxoid (TT) bagi dirinya dan janin yang dikandungnya

sehingga ke depannya di dalam masyarakat bisa lebih aktif lagi baik dalam

segi kegiatan pemeriksaan ibu hamil itu sendiri maupun dari segi penyuluhan-

penyuluhan dari kinerja nyata program pemerintah.

1.4.4 Bagi Akbid Pemkab Muara Enim

Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan referensi pustaka kepada

mahasiswa di Indonesia terutama di Akademi bidang Kebidanan seperti

Akademi Kebidanan Pemkab Muara Enim.

1.4.5 Bagi Puskesmas Inderalaya


9

Menjadi bahan masukan dan sumber informasi tentang hubungan antara

pendidikan, pengetahuan dan pendapatan keluarga dengan kelengkapan

pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil.

1.5 Ruang Lingkup

Banyak faktor yang mempengaruhi pemberian imunisasi TT, seperti faktor

ekonomi, jarak pelayanan kesehatan, pengetahuan, pekerjaan, pendidikan, paritas ibu

media informasi, adat istiadat dan budaya mengingat keterbatasan-keterbatasan peneliti

maka peneliti hanya membahas pendidikan ibu, pengetahuan dan tingkat pendapatan

keluarga sebagai variabel independent dalam penelitian hubungan antara pendidikan,

pengetahuan dan pendapatan keluarga ibu dengan kelengkapan pemberian imunisasi

Tetanus Toxoid (TT) pada ibu hamil di Puskesmas Indralaya tahun 2011
10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Imunisasi

2.1.1 Pengertian Imunisasi

Imunisasi adalah prosedur rutin pemberian vaksinasi yang akan melindungi

anak terhadap penyakit tertentu. Vaksin yang diberikan akan menstimulir sistim

kekebalan tubuh bayi untuk memproduksi zat anti guna melawan penyakit tersebut,

sehingga anak menjadi kebal atau bila terkena sakit menjadi ringan dan tidak

menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Anak memerlukan imuniasi untuk

menjaga kesehatannya dan memeberi perlindungan menyeluruh terhadap penyakit-

penyakit berbahaya yang sering terjadi pada tahun-tahun awal kelahiran dan

pertumbuhan anak (Suririnah, 2010).

Imunisasi (vaksinasi) merupakan aplikasi prinsip-prinsip imunologi dan

merupakan upaya ilmiah yang dilakukan untuk meningkatkan sistem kekebal tubuh

(Wahab, 2002).

2.1.2 Tujuan Imunisasi

Menurut Wahab (2002) tujuan Imunisasi adalah untuk memberikan kekebalan

kepada seseorang agar dapat mencegah penyakit yang dapat menyebabkan kematian

oleh penyakit yang sering berjangkit. Vaksin yang efektif harus memiliki hal-hal

berikut ini:

11
12

1. Merangsang timbulnya imunitas yang tepat.

2. Stabil dalam penyimpanan.

3. Mempunyai imunogenesitas yang cukup

2.1.3 Tetanus Toxoid (TT)

Tetanus adalah penyakit kekakuan otot (Spasme) yang disebabkan oleh

eksotoksin (Tetanospasmin) dari organisme penyebab penyakit tetanus dan bukan

oleh organismenya sendiri (Widoyono, 2008)

2.1.3.1 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani yang merupakan

bakteri gram-positif berbentuk batang dengan spora pada sisi ujungnya sehingga

mirip pemukul genderang. Bakteri tetanus bersifat obligant anaerob, yaitu berbentuk

vegetatif pada lingkungan tanpa oksigen dan rentan terhadap panas serta disinfektan.

Pada lingkungan yang tidak kondusif bakteri akan membentuk spora yang tahan

terhadap panas termasuk perebusan. Sporanya dapat bertahan hidup bertahun-tahun

dan berada dimana saja seperti tanah, debu, serbuk antiseptik, bahkan peralatan

operasi. (Widoyono, 2008).

2.1.3.2 Penularan

Tetanus masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka yang dalam

dengan suasana anaerob (tanpa oksigen), sebagai berikut:

1. kecelakaan

2. luka
13

3. karies gigi

4. radang telinga tengah

5. pemotongan tali pusat

2.1.3.3 Gejala dan Tanda

Menurut Widoyono (2008) gejala awal yang muncul adala kekakuan otot

rahang untuk mengunyah, sehingga anak sukar membuka mulut untuk makan dan

minum. Kekakuan ini pada neonatus sering menyulitkan saat menyusui karena mulut

bayi kaku. Gejala lain yang muncul adalah :

1. Sulit menelan, gelisah, mudah terkenah infeksi

2. kekakuan otot wajah

3. kekuan otot tubuh

4. kekakuan otot tubuh

5. kejang-kejang.

2.1.3.4 Pengobatan

Setiap penderita tetanus harus dirawat dirumah sakit untuk mendapatkan

pelayanan dengan fasilitas tertentu, pengobatan di rumah sakit umumnya meliputi :

1. Pemberian antibiotik

2. Pemberian anti kaku

3. Perawat luka atau penyakit penyebab infeksi

4. Pemberian antitetanus serum (Widoyono, 2008).


14

2.1.3.5 Pencegahan

Upaya pencegahan yang baik maka angka kesakitan dan angka kematian yang

disebabkan oleh tetanus dapat diturunkan, upayaupaya tersebut adalah:

1. Imunisasi aktif dengan toksoid

2. Perawatan luka

3. Persalinan yang bersih (Widoyono, 2008).

2.1.4 Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

2.1.4.1 Pengertian

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) adalah suatu proses memberikan kekebalan

aktif terhadap penyakit tetanus (Idanati, 2005).

Tetanus adalah salah satu penyakit yang paling beresiko mengakibatkan

kematian. Penyebabnya, basil Clostridium Tetani yang bersifat anaerob (tidak dapat

tumbuh ketika berhubungan bebas dengan udara) dan memproduksi toksin yang

disebut Tetanospasmin. Tetanospasmin ini bersifat neurotropik sehingga bisa

mengakibatkan ketegangan dan spasm/ kekakuan otot (Hassan, 2007)

(b) Tujuan Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

Tujuan diberikannya Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) menurut Idanati (2005),

adalah untuk mencegah berkembangnya efek samping yang ditimbulkan oleh bakteri

tetanus yaitu Clostridium tetani.

(c) Cara Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)


15

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) dapat dilakukan dengan di injeksikan

intramuskuler/ subkutan dalam jarak pemberian (interval) Imunisasi TT1 dengan TT2

adalah minimal 4 minggu. (Saifudin dkk, 2007).

(d) Dosis Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

Vaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan

suspensi. Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam.

Jarum suntik dan syringe yang steril harus digunakan pada setiap penyuntikan.

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) untuk pencegahan terhadap tetanus/ tetanus neonatal

terdiri dari 2 dosis primer 0,5 ml yang diberikan secara intramuskuler atau subkutan

yang dalam dengan interval 4 minggu yang dilanjutkan dengan dosis ke tiga pada 6 -

12 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan kekebalan terhadap tetanus pada wanita

usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis ke empat diberikan 1 tahun

setelah dosis ke tiga, dan dosisi ke lima diberikan 1 tahun setelah dosis ke empat.

Imunisasi TT dapat secara aman diberikan selama masa kehamilan bahkan pada

periode trimester pertama (Hadinegoro, 2008)

(e) Jadwal Pemberian Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) pada Ibu Hamil Depkes RI,

2007. Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi:

1. Pemberian pertama : Segera setelah kehamilan terdeteksi

2. Pemberian kedua : Sebulan setelah pemberian vaksin pertama, dan paling

lambat dua minggu sebelum waktu kelahiran

3. Pemberian ketiga : 6-12 bulan setelah pemberian vaksin kedua, atau selama

masa kelahiran berikutnya


16

4. Pemberian keempat : 1 tahun setelah pemberian ketiga, atau selama masa

kehamilan berikutnya

5. Pemberian kelima : 1 tahun setelah pemberian keempat, atau selama masa

kehamilan berikutnya.

(f) Efek Samping

Efek samping imunisasi yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca

Imunisasi (KIPI) atau Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu

kejadian sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga berhubungan

dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca imunisasi terbagi atas empat

macam, yaitu kesalahan program/ tehnik pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin,

faktor kebetulan dan penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi

menjadi dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti suntikan. Gejala

sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan, lemas, rewel dan menangis

yang berkepanjangan. (Depkes, 2006). Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari,

ini akan sembuh sendiri dan tidak diperlukan tindakan/ pengobatan (Depkes RI,

2006).

2.1.4.2 Macam-macam Imunisasi

Seperti yang penulis kutip dari salah satu penulis di situs kesehatan yaitu

Sugiyono (2005) menyebutkan bahwa Imunisasi terdiri atas dua macam yaitu:

(a) Imunisasi Aktif


17

Imunisasi aktif adalah imunisasi yang dilakukan dengan merangsang

tubuh membentuk zat antibodi sendiri setelah dalam tubuh dimasukkan

virus atau kuman yang sudah dimatikan atau dilemahkan, misalnya

Imunisasi Campak, BCG, DPT, Polio dan HB.

(b) Imunisasi Pasif

Imunisasi pasif adalah proses penyuntikan zat antibodi ke dalam tubuh.

Artinya tubuh tidak memproduksi antibodi karena telah mendapat supply

dari Imunisasi pasif ini. Contohnya adalah inject ATS (Anti Tetanus

Serum) pada orang yang mengalami kecelakaan.

2.1.5 Macam-macam Kekebalan dalam Tubuh

Ada dua macam kekebalan di dalam tubuh untuk melawan penyakit menurut

buku Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, karangan Notoatmodjo yaitu:

(a) Kekebalan tidak Spesifik (Non Spesific Resistance)

Yang dimaksud dengan Kekebalan tidak Spesifik adalah pertahanan tubuh

pada manusia yang secara alamiah dapat melindungi badan dari suatu

penyakit. Misalnya kulit, air mata, cairan-cairan khusus yang keluar dari

perut (usus), adanya refleks-refleks tertentu, misalnya batuk, bersin dan

sebagainya.

(b) Kekebalan Spesifik (Spesific Resistance)


18

Yang dimaksud dengan Kekebalan Spesifik adalah pertahanan tubuh pada

manusia yang didapat dari luar tubuh atau setelah mendapat imunisasi

tertentu. Kekebalan spesifik dapat diperoleh dari 2 sumber, yakni :

1. Genetik

Adalah kekebalan yang berasal dari sumber genetik atau bawaan lahir,

misalnya : orang kulit hitam (negro) cenderung lebih resisten terhadap

penyakit malaria jenis vivax. Contoh lain, orang yang mempunyai

hemoglobin S lebih resisten terhadap penyakit plasmodium falciparum

daripada orang yang mempunyai hemoglobin AA.

2. Kekebalan yang diperoleh (Acquired Immunity)

Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang

bersangkutan. Kekebalan dapat bersifat aktif dan dapat bersifat pasif.

Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari penyakit

tertentu. Misalnya anak yang telah sembuh dari penyakit campak, ia

akan kebal terhadap penyakit campak. Kekebalan pasif juga dapat

diperoleh melalui imunisasi yang berarti ke dalam tubuhnya

dimasukkan organisme.Pathogen (bibit) penyakit.

Kekebalan pasif diperoleh dari ibunya melalui plasenta. Ibu yang telah

memperoleh kekebalan terhadap penyakit tertentu misalnya campak,

malaria dan tetanus maka anaknya (bayi) akan memperoleh kekebalan

terhadap penyakit tersebut untuk beberapa bulan pertama. Kekebalan

pasif juga dapat diperoleh melalui serum antibodi dari manusia atau
19

binatang. Kekebalan pasif ini hanya bersifat sementara (dalam waktu

pendek saja).

2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemberian Imunisasi Tetanus

Toxoid (TT) pada Ibu Hamil

2.2.1 Pendidikan

Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku,

semakin tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan

kesehatan semakin diperhitungkan. (Depkes RI, 2006)

Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu

pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.

Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan ibu. (Muhammad, 2005)

Hasil penelitian imunisasi Widiastuti, 2006 menunjukkan bahwa semakin tinggi

pendidikan ibu maka cakupan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) nya akan semakin

lengkap.

Pemahaman ibu atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan ibu. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan seorang ibu, maka semakin pintarlah ia di dalam menjaga

kesehatannya dalam hal ini untuk melakukan tindakan Imunisasi (TT) Tetanus

Toxoid. (Muhammad, 2005)


20

Dinas Pendidikan Republik Indonesia memutuskan pendidikan wajib belajar 9

tahun yang terdiri atas Sekolah Dasar (SD), Madrasah Ibtidayah (MI), Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTS). Program wajib

belajar dicanangkan agar seluruh masyarakat Indonesia mengenyam sekolah minimal

SD atau sederajat dan SMP atau sederajat, sehingga pendidikan dikategorikan sebagai

brikut:

1. Tinggi : Bila pendidikan ≥ SLTP

2. Rendah : Bila pendidikan ibu < SLTP

(Dinas Pendidikan Republik Indonesia, 2010).

Penelitian Widiastuti, (2006) mengenai hubungan tingkat pendidikan ibu

terhadap Tetanus Toxoid menunjukan persentase ibu yang tidak sekolah, cakupan

imunisasi Tetanus Toxoid (TT) nya lengkap adalah 60,7%. Nilai ini lebih rendah jika

dibandingkan dengan ibu yang pendidikannya tinggi yaitu 80,2%. Karena ibu-ibu

yang berpendidikan memperoleh dari pendidikan dan informasi penyuluhan.

2.2.2 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2005), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui

panca indera manusia yaitu : pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia didapat melalui mata dan telinga. Pengetahuan

yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu :


21

2.2.3 Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

2.2.4 Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi

tersebut secara benar.

2.2.5 Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

2.2.6 Analisis ( analysis )

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

2.2.7 Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

2.2.8 Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.


22

Penggukuran pengetahuan dapat di dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang inggin diukur dari subjek peneliti atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat

disesuaikan dengan tingkatan tersebut diatas.

2.2.9 Pendapatan keluarga

Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers dalam Rokhana (2005),

Ada beberapa definisi pengertian pendapatan dari para ahli antara lain. pendapatan

adalah seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik dari pihak lain

maupun dari hasil sendiri. Dengan dinilai sejumlah uang atas harga yang berlaku pada

saat itu.

Menurut Azrul (2005), terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang

berbeda berdasarkan status sosial ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua)

hal, yaitu :

a. Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit

atau mendapatkan pelayanan kesehatan.

b. karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimilik

Sedangkan yang dimaksud pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah

pendapatan yang berupa uang dan barang yang diperoleh orang tua dan anggota

keluarga lainnya yang bersumber dari kerja pokok dan kerja sampingan. Skala

interval pendapatan keluarga dibagi menjadi 3 (tiga).

1. > Rp. 850.000,00 : Dikategorikan pendapatan tinggi


23

2. Rp. 450.000 < Rp. 850.000,00 : Dikategorikan pendapatan sedang

3. < Rp. 450.000,00 : Dikategorikan pendapatan kurang

(Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers dalam Rokhana, 2005)

Menurut hasil kesimpulan penelitian Idwar (2006), menyebutkan bahwa ibu

dengan pendapatan keluarga yang tinggi mempunyai resiko 2,324 kali untuk

melakukan imunisasi TT dibandingkan dengan ibu dengan pendapatan keluarga yang

rendah disebabkan kurangnya informasi yang diterima ibu yang pendapatan keluarga

yang rendah dibandingkan dengan ibu yang status pendapatan keluarga karena tidak

mampu membayar transportasi dan imunisasi Tetanus Toxoid (TT).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep yang berhubungan dengan imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

pada ibu hamil, pendidikan, pengetahuan, dan pendapatan keluarga.

Karena keterbatasan peneliti, maka penelitian hanya meneliti variabel

independen yaitu pendidikan, pengetahuan dan pendapatan keluarga yang

dihubungkan dengan variabel dependen yaitu imunisasi TT pada ibu hamil, maka

kerangka konsep serta variabel dalam penelitian ini secara sistematis sebagai berikut :

Variabel Independent Variabel Dependent

Pendidikan
Imunisasi TT
Pengetahuan Pada Ibu Hamil

Pendapatan keluarga

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Variabel Independen

3.2.1.1 Pendidikan

a. Definisi : Jenjang pendidikan formal terakhir yang dicapai oleh ibu saat

24
25

dilakukan penelitian (Depdikbud, 2010).

b. Cara ukur : Studi Dokumentasi

c. Alat Ukur : Check list

d. Hasil ukur : 1. Tinggi, jika pendidikan ibu > SLTP

2. Rendah, jika pendidikan ibu < SLTP

e. Skala Ukur : Ordinal

(Dinas Pendidikan Republik Indonesia, 2010).

3.2.1.2 Pengetahuan

a. Pengertian : segala/hal yang di ketahui oleh responden tentang

Imunisasi TT (Notoatmodjo, 2005)

b. Cara ukur : Wawancara

c. Alat Ukur : Kuisioner

d. Hasil Ukur : 1. Baik, jika dapat menjawab ≥ 7 pertanyaan

dengan benar dari 10 pertanyaan yang diberikan

2. Kurang, jika dapat menjawab < 7 pertanyaan

dengan benar dari 10 pertanyaan yang diberikan.

(Notoatmodjo, 2005)

e. Skala Ukur : Ordinal

3.2.1.3 Pendapatan keluarga

a. Pengertian : penghasilan yang di terima keluarga dalam sebulan

b. Cara ukur : Wawancara


26

c. Alat ukur : check list

d. Hasil ukur : 1. Tinggi, jika pendapatan perbulan > Rp. 850.000,00

2. Sedang, jika pendapatan perbulan Rp. 450.000 <

Rp. 850.000,00

3. Rendah, jika pendapatan perbulan < Rp. 450.000,00

(Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers dalam Rokhana, 2005)

e. Skala ukur : Ordinal

3.3.2 Variabel Dependen

3.3.2.1 Pemberian Imunisasi TT

a. Pengertian : Ibu- ibu yang mendapatkan imunisasi TT sebanyak

dua kali selama kehamilan.

b. Cara ukur : Melihat KMS.

c. Alat ukur : KMS

d. Hasil ukur : 1. Tidak lengkap bila tidak mendapatkan imunisasi TT

sebanyak dua kali.

2. Lengkap bila mendapatkan imunisasi TT sebanyak dua kali

e. Skala ukur : Ordinal

3.3 Hipotesis

3.3.1 Ada Hubungan Pendidikan Dengan Kelengkapan Pemberian Imunisasi

Tetanus Toxoid (TT) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Indralaya Tahun 2011.
27

3.3.2 Ada Hubungan Pengetahuan Dengan Kelengkapan Pemberian Imunisasi

Tetanus Toxoid (TT) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Indralaya Tahun 2011.

3.3.3 Ada Hubungan Pendapatan keluarga Dengan Kelengkapan Pemberian

Imunisasi Tetanus Toxoid (TT) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Indralaya

Tahun 2011.
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini menggunakan metode survey analitik dengan pendekatan

Cross sectional, dimana variabel independen (pendidikan, pengetahuan dan

pendapatan keluarga) dan variabel dependen (imunisasi TT pada ibu hamil) yang

dikumpulkan secara bersamaan, dengan menggunakan format pengisian data

Notoatmodjo (2010).

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu hamil Januari – April 2011 yang telah

memperoleh TT1 dan TT 2 sebanyak 215 (Puskesmas Indralaya, 2011).

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitiannya yaitu ibu-ibu hamil telah mendapatkan TT2 yaitu pada

bulan Januari – April 2011 di Puskesmas Indralaya yaitu sebanyak 119 orang,

4.3 Lokasi Dan Waktu Penelitian

4.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Indralaya kelurahan Indralaya

Kabupaten Ogan Ilir

28
29

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – Juli 2011

4.4 Teknik Dan Instrumen Pengambilan data

4.4.1 Teknik Pengambilan data

4.4.1.1 Data Primer

Yaitu dikumpulkan dengan cara wawancara berstruktur dalam pembentukan

pengisian kuisioner dengan mengunakan data pertanyaan yang disiapkan

kepada responden.

4.4.1.2 Data Sekunder

Yaitu data data yang diperoleh dari KMS ibu dan data Puskesmas Indralaya.

4.4.2 Instrumen Pengambilan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data ini menggunakan KMS

dan wawancara.

4.5 Pengolahan Data

a. Editing (Pengecekan Data)

Adalah meneliti kembali apakah isian dalam kuesioner cukup baik dan

dapat segera di proses lebih lamjut. Editing langsung di lakukan di tempat

penggumpulan data, sehingga jika terjadi kesalahan maka upaya pembetulan

dapat segera dilaksanakan.


30

b. Coding (Pengkodean)

Adalah usaha mengklasifikasikan jawaban atau hasil yang ada menurut

macamnya ke bentuk yang lebih ringkas dengan menggunakan kode.

c. Processing (Pemprosesan Data)

Data-data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabel (tabulasi data).

d. Cleaning Data (Pembersihan Data)

Setelah ditabulasi data-data tersebut diperiksa untuk menghindari

kesalahan.

4.6 Analisa Data

4.6.1 Analisa Univariat

Data yang dianalisa dengan menggunakan tabel distribusi dan presentasi yang

dilakukan terhadap setiap variabel pendidikan, pengetahuan dan pendapatan keluarga

dengan kelengkapan pemberian Imunisasi TT pada ibu hamil.

4.6.2 Analisa Bivariat

Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan secara silmutan anatara

variabel independen dan untuk dependen. Pada analisa bivariat ini akan menggunakan

uji statistik Chi-Square test dengan batas kemaknaan P Value α > 0,05 bila P value <

0,05 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dan variabel dependen

(Haston, 2006)
31

Pengolahan data dan analisa data menggunakan uji chi kuadrat (Chi square)

dengan rumus sebagai berikut :

X2 
 fo  fe  2
fe

Keterangan:

X2 : Nilai Chi kuadrat

fo : frekuensi yang sampel yang diamati

fe : frekuensi yang sampel diharapkan

You might also like