You are on page 1of 6
LEGAL NEWS: VIEWS MAY 2018 TIPPEE & SECONDARY TIPPEE: CELAH DALAM PENGATURAN INSIDER TRADING DI INDONESIA BY NADYA MUTHIA WULANDARI (FHUI 2016) & SHIDQI RADIYATAMA (FHUI 2017) STAFF OF CAPITAL MARKET AND SECURITIES DIVISION EDITOR: ANDREW ATMADJA, S.H. LAYOUT DESIGN BY PMPR BLS FHUI 2018 f asar modal, dapat diartikan secara umum merupakan tempat bertemunya permintaan dan penawaran yang mana memperdagangkan surat berharga (efek), seperti saham, obligasi, dan efek-efek lainnya.’ Kegiatan pasar modal dilakukan pada lantai bursa saham,? yang mana investor akan menjual atau membeli efek milik Emiten. Untuk melakukan kegiatan tersebut, maka investor membutuhkan informasi yang akurat dan lengkap sesuai dengan keadaan dari perusahaan* yang disebut sebagai Informasi atau Fakta Material.4 Oleh karena itu, mengenai informasi, harus ada prinsip keterbukaan (full disclosure), karena informasi merupakan hal yang sangat penting bagi investor untuk menganalisis dan mendapat keuntungan dalam melakukan penawaran jual atau beli atas suatu efek.> Di Indonesia, prinsip keterbukaan ini diatur dalam beberapa peraturan Otoritas Jasa Keuangan, yang membagi_ jenis-jenis keterbukan informasi, yaitu informasi yang diperkirakan dapat mempengaruhi harga efek,° laporan perusahaan Sari yang diambil dari hakikat pasar modal, M.rsan Nasarudin & Indra Surya. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Edis | (akarta: Kencana, 2004), him. 10 ® Bursa saham adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk komoditas tertentu dengan penyelenggara melalui prosedur perantara, Ibid, hlmt Nasarudin, SH, M. Irsan, dkk, Aspek Hukum Pasar Modal indonesia, Edis |, (Jakarta: Kencana, 2004), him, 280 Menuirut Pasal 1 butir 7 LU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiva, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga Efek pada Bursa Efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau Pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut. Iman Sjahputra Tunggal, Tanya-Jawab Aspek Hukum Pasar Modal di indonesia Tunggal, (Jakarta: Harvarindo, 2000), him. 13 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.3! Tahun 2015 publik atas kepemilikan dan setiap perubahan kepemilikan atas saham Perusahaan tertentu,’ informasi tentang permohonan pernyataan pailit,? dan keterbukaan informasi mengenai biaya penawaran umum.° Pesatnya aktivitas perdagangan efek dalam pasar modal memungkinkan munculnya _ pelanggaran-pelanggaran, salah satunya adalah insider trading atau bisa disebut dengan “perdagangan orang dalam”.'° Insider trading adalah perdagangan yang dilakukan oleh pihak yang tergolong sebagai “orang dalam” (insider) dengan mempergunakan informasi perusahaan yang belum dipublikasikan (non public information), dimana informasi tersebut merupakan informasi material yang —memiliki pengaruh terhadap _ perkembangan harga efek.” Walaupun Otoritas Jasa Keuangan telah memberikan rekomendasinya bagi — perusahaan terbuka untuk memiliki kebijakan untuk mencegah terjadiya insider trading,” dengan cara misalnya memisahkan secara tegas data dan/atau informasi yang bersifat rahasia dengan yang bersifat publik, serta membagi tugas dan tanggung jawab atas pengelolaan informasi dimaksud secara proporsional dan efisien, akan tetapi praktik insider trading masing — seringkali _ terjadi seolah-olah tidak mengindahkan rekomendasi tersebut. Di Indonesia, ketentuan mengenai insider trading ini diatur dalam Pasal 95 Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 CC ——=—— dapat dilihat bahwa menurut UUPM seseorang dapat dikatakan _ telah melakukan insider trading apabila telah memenuhi minimal tiga unsur yaitu: (a) adanya orang dalam, (b) informasi material yang belum tersedia bagi masyarakat atau belum disclosure, dan (c) melakukan transaksi karena informasi material. Tippee dan Secondary Tippee dalam Insider Trading Pelaku dari insider trading dapat dibedakan menjadi dua pihak, yaitu pertama, pihak yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun tidak langsung dari emiten atau disebut juga sebagai pihak yang berada dalam fiduciary position, dan kedua, pihak yang menerima informasi dari orang dalam dari pihak pertama (fiduciary position) atau dikenal dengan Tippees.* Pihak pertama merupakan pelaku insider trading yang menempatkan posisi-posisi sebagai orang terpercaya untuk mengemban tugas dan tanggung Jawab melakukan pengurusan sehari-hari Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan (fiduciary duty) dari perusahaan atau emiten. Adapun posisi tersebut diisi oleh jabatan-jabatan, seperti direksi, komisaris, pemegang saham, pegawai perusahaan, dan orang-orang yang karena kedudukan atau profesinya memungkinkan untuk mendapatkan informasi (fiduciary position). Dalam hal ini, yang dimaksud dimaksud dengan “kedudukan” adalah jabatan pada lembaga, institusi, atau badan pemerintah,® sedangkan yang dimaksud dengan “hubungan_ usaha” adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha, antara lain hubungan nasabah, pemasok, kontraktor, pelanggan, dan kreditur.'* Pihak kedua merupakan orang-orang yang menerima informasi dari orang dalam/pihak langsung, baik secara pasif maupun aktif, secara melawan hukum maupun tidak = =melawan = hukum memperoleh informasi yang kemudian menggunakan informasi tersebut untuk membeli saham (efek) demi keuntungan pribadi. Orang yang demikian disebut sebagai tippee.” Ketentuan mengenai tippee ini, sebagian'® sudah diatur pada Pasal 97 ayat (1) UUPM. Selanjutnya, terdapat istilah yang disebut dengan secondary tippee yang merupakan orang-orang yang menerima informasi dari tippee yang nantinya juga akan digunakan untuk menjual atau membeli efek di pasar modal. Secondary tippee inilah yang menjadi perhatian besar dalam pemberantasan praktik insider trading di Indonesia yang mana UUPM yang dimiliki Indonesia belum komprehensif mengatur hal __ ini. TIPPEE SECONDARY TIPPEE Penerima info dari orang Penerima info dari Tippee dalam Ketentuannya sebagian diatur UUPM. Tidak di atur UUPM Terhubung dengan orang Tidak sama sekali dalam berhubungan dengan orang dalam Dapat dijerat pidana Tidak dapat dijerat pidana uuPM UUPM ‘abel | Perbedaan Tippee dan Secondary Tippee dalam insider Trading CC ——=—— Kelemahan UUPM dalam Menjerat Pelaku Insider Trading (Tippee dan Secondary Tippee) UUPM sudah mengatur tentang praktik insider trading, yang tertuang pada Pasal 95 serta penjelasannya tentang orang dalam atau insider yang sudah disebutkan di atas. Orang dalam tersebut dapat dikategorikan sebagai traditional insider? yang mana _pasti mempunyai informasi atau fakta material. Kemudian diatur pada Pasal 96, yang menekankan pada _larangan bagaimana “orang dalam” pada Pasal 95 dilarang untuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pembelian atau penjualan atas efek yang dimaksud; atau memberi informasi orang dalam kepada pihak mana pun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk =melakukan pembelian atau penjualan atas efek. Larangan praktik insider trading juga diatur dalam Pasal 97 ayat (1) UUPM, yang menyatakan bahwa setiap pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dari orang dalam secara melawan hukum dan kemudian memperolehnya_ dikenakan _ larangan yang sama dengan larangan bagi orang dalam sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 95 dan Pasal 96 (dianggap melakukan insider trading). Namun, terdapat pengecualian pada Pasal 96 mengenai Pihak yang memperoleh informasi orang dalam/insider yang diatur pada Pasal 97 ayat (2), dimana para pihak yang berusaha untuk memperoleh informasi orang dalam dan kemudian = memperolehnya _tanpa melawan hukum_ tidak dikenakan larangan yang berlaku bagi orang dalam Pasal 95 dan Pasal 96 UUPM, sepanjang informasi tersebut disediakan oleh Emiten atau Perusahaan Publik tanpa pembatasan. Mengacu pada uraian yang dibahas, berkaitan dengan tippee, UUPM hanya mengatur terkait seorang tippee yang mendapatkan informasi dengan usahanya atau secara sengaja, tetapi tidak mengatur mengenai tippee yang secara tidak sengaja memperoleh informasi orang dalam yang kemudian mempergunakannya untuk melakukan perdagangan efek. Pengaturan secondary tippee pun demikian, tidak terdapat aturan-aturan mengenai hal ini untuk menjerat orang-orang yang di luar pihak yang = sudah_disebutkan, menggunakan informasi dari tippee yang kemudian mempergunakan maupun menyebarkan informasi tersebut. Kekosongan hukum dalam UUPM ini tentunya sangat merugikan investor-investor lainnya yang melakukan perdagangan efek secara fair dan membuka peluang untuk terjadinya praktik insider trading. Satu hal yang menyebabkan tidak tercakupnya tippee (yang secara tidak sengaja) dan secondary tippee dalam ketentuan insider trading dalam UUPM adalah semangat UUPM yang masih menggunakan teori fiduciary duty sebagai faktor yang menentukan orang dalam.® Pengaturan insider trading seharusnya memakai misappropriation theory seperti digunakan di Amerika Serikat yaitu teori yang menekankan pada penyalahgunaan informasi sehingga siapapun yang memiliki CC ——=—— informasi non-publik dan kemudian menggunakannya untuk kepentingan pribadinya dalam perdagangan efek dianggap sama dengan melakukan insider trading Insider Trading di Amerika Serikat Salah satu kasus insider trading di Amerika Serikat adalah kasus yang menimpa Raj Rajaratnam, seorang manajer investasi hedge fund yaitu kontrak kolektif privat yang dikenakan biaya imbal jasa berbasis kinerja dan biasanya ditawarkan secara_terbatas kepada investor kelas atas. Pada tanggal 16 Oktober 2009, U.S Securities and Exchange Commission (“SEC”), sebuah badan yang menjalankan fungsi pengawasan pasar modal di Amerika Serikat, menggugat Rajaratnam dan firma hedge fund yang dimilikinya yakni Galleon Management LP, atas dugaan konspirasi besar pada transaksi insider trading. SEC juga mendakwa 6 orang lainnya yang termasuk dalam konspirasi besar ini termasuk senior executives pada perusahaan |BM, Intel dan McKinsey Company. Pada kasus_ ini, Rajaratnam adalah seorang manajer investasi hedge fund yang mengatur investasi besar individu. la bukanlah pihak dalam — perusahaan —(baik perusahaan Intel, IBM, dan McKinsey Company) ataupun pihak yang memiliki hubungan perusahaan dengan perusahaan-perusahaan tersebut. Rajaratnam bertindak sebagai Tippees, yaitu pihak yang menerima informasi orang dalam dari pihak pertama. Dari gugatan yang diajukan SEC, dapat dilihat bahwa Rajaratnam mendapat informasi dari berbagai pihak termasuk senior executive, Tipper A (saksi yang dilindungi oleh SEC) yang memberikan informasi material non-publik kepada Rajaratman dan pihak lain yang memiliki hubungan pekerjaan dengan perusahaan yang sahamnya diperdagangkan oleh Rajaratnam. Dalam putusan _hakim, dinyatakan bahwa Rajaratnam melanggar Section 17 (a) of The Securities Act of 1933, Section 10 (b) of The Securities Act of 1934 and Exchange Act Rule (SEC Rule) 10b-5. Secara singkat, bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh Rajaratnam = menurut putusan hakim tersebut adalah bahwa adanya perdagangan efek yang dilakukan oleh orang dalam, dimana Rajaratnam mendapat inside information yaitu informasi material perusahaan yang belum terbuka untuk umum yang kemudian dimanfaatkan oleh Rajaratnam untuk mendapatkan keuntungan yang besar dalam transaksi perdagangan saham_ selama_ kurun waktu) tahun 2009-2011 _ sebesar $25.000.000 (dua puluh lima juta Dolar Amerika Serikat). Apabila dikonstruksikan kasus tersebut terjadi di Indonesia, kejahatan insider trading tersebut tidak mudah ditemukan apalagi dibuktikan dan diselesaikan di pengadilan karena tidak didukung oleh sistem hukum yang ada pada saat ini di Indonesia. UUPM menganut fiduciary duty dimana UUPM hanya menjangkau pelaku _ insider trading dalam kapasitas fiduciary duty, sehingga para pelaku yang masuk ke dalam kategori misappropriation theory (seseorang yang menyalahgunakan informasi rahasia milik orang lain untuk CC ——=—— keuntunganpribadinya dalam __ hal transaksi pasar modal dapat dikatakan telah melakukan tindak pidana kejahatan tentang kerahasiaan informasi) hampir dapat dipastikan terhindar dari cengkeraman UUPM. Teori tersebut belum diterapkan di Indonesia sehingga pihak lain yang bukan orang dalam, tetapi_ menggunakan informasi orang dalam yang diperolehnya tidak secara sengaja tidak dapat dihukum. Sebagai upaya pemberantasan insider trading dan meningkatkan fairness dalam perdagangan efek di Indonesia, sudah seharusnya pembuat undang-undang memperluas cakupan insider trading, tidak hanya sebatas pihak-pihak yang termasuk dalam fiduciary duty tetapi juga setiap pihak yang baik secara sengaja maupun tidak sengaja, dengan melawan hukum maupun tanpa melawan hukum, mendapatkan informasi non-publik, dan = menyalahgunakan informasi tersebut untuk keuntungan pribadinya (misappropriation theory). Dengan demikian, terlepas_—_ dari banyaknya alur = informasi =maupun siasat-siasat_ yang digunakan, orang yang tercakup dalam misappropriation theory bisa dianggap melakukan insider trading dan dapat dikenakan tuntutan pidana. DAFTAR PUSTAKA |. BUKU, Simanjuntak S.H. M.H., Cornelius dan Natalie Mulia S.H. M.Kn. Organ Perseroan Terbatas. Cet. 1 Jakarta: Sinar Grafika, 2009, Langevoort, Donald C. Insider Trading Regulation. Edisi 1989. New York: Clark Boardman Company, Ltd, 1989. Hasoloan, Jimmy. Ekonomi Moneter. Cet. 1. Yogyakarta: Deepublish, 2014. Nasarudin S.H., M. Irsan dan Indra Surya, S.H., LL.M. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia. Edisi |, Jakarta: Kencana, 2004 Nasution, Bismar. Hukum Pasar Modal. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1999 Tunggal, Iman Sjahputra. Tanya-Jawab Aspek Hukum Pasar Modal di Indonesia Tunggal. Jakarta: Harvarindo, 2000. Fuady, Munir. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum). Cet. 2. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001. Il, SKRIPSI/TESIS/DISERTAS| Hapsari, Ira. “Tinjauan Hukum dalam Penanganan Insider Trading di Amerika Serikat (Studi Kasus: SEC Vs Rajaratnam).” Skripsi Sarjana Universitas Indonesia. Depok, 2012. Wulansari, Dinda. Insider Trading menurut Undang-Undang Pasar Modal. Skripsi Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya, 2009. Puspitasari, Dyah. Marina. _Keabsahan Transaksi_ Bursa oleh Tippee dan Seccondary Tippee. Tesis Magister Universitas Airlangga. Surabaya, 2017. lll. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Indonesia. Undang-Undang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995. LN No. 64 Tahun 1995. TLN No. 3608. Indonesia. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21 Tahun 2011. LN No. 11 Tahun, 2011. TLN No. 5253. IV. INTERNET U.S. Securities and Exchange Commission. “SEC Charges Billionaire Hedge Fund Manager Raj Rajaratnam with Insider _Trading” https://www.sec.gov/news/press/2009/2009-22 htm, diakses pada 24 Maret 2018. Haidar, Fadilah. “Perlindungan Hukum bagi Investor Terhadap Praktik Kejahatan Insider Trading pada Pasar Modal di indonesia” http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/citahukum/a rticle/view/231. diakses pada 25 Maret 2018.

You might also like