You are on page 1of 24

MAKALAH

ANALISIS PERBEDAAN NU DAN MUHAMMADIYAH DALAM


BERIBADAH

Oleh :

FIDIA SALSABILA SHAFA AUDRI

(2102026111 / 1C )

MATA KULIAH ISLAM DAN MODERASI BERAGAMA

PROGAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN PELAJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat –Nya

kepada penulis sehingga makalah ini dapat terselesaikan. makalah analisis

perbedaan didalam beribadah NU dan Muhammadiyah penulis susun sebagai

salah satu persyaratan untuk mengikuti ujian tengah semester.

Makalah yang berjudul analisis perbedaan didalam beribadah Nu dan

Muhammadiyah ini mendeskripsikan secara obyektif.

Dalam penyusunan makalah ini penulis telah mendapatkan bantuan dari

beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis menucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang terlibat.

Tiada gading yang retak. Demikian pula pada makalah ini. Oleh karena

itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari pembaca makalah ini.

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................1

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ....................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 6

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................ 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdirinya Muhammadiyah ......................................... 7

2.2 Sejarah Berdirinya NU.............................................................

10

2.3 Perbedaan Antara NU dan Muhammadiyah ........................... 13

2.4 Titik Temu Antara NU dan Muhammadiyah ......................... 15

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ............................................................................ 20

3.2 Saran ...................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 22

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

NU dan Muhammadiyah adalah dua organisasi islam terbesar di Indonesia

dengan mengantongi jumlah massa masing-masing puluhan juta. keduanya

mempunyai pengalaman kesejarahan amat kaya. Dan proses kristalisasi sejarah

semakin mengutuhkan NU dan Muhammadiyah sebagai dua sosok organisasi

sosial keagamaan yang disegani. Yang pertama sering disebut oleh para pengamat

sejarah sebagai sebuah organisasi yang mewakili golongan muslim tradisional,

sedang yang kedua sering dikatakan sebagai perkumpulan yang mewakili muslim

modernis. Kalau NU lahir pada 31 januari 1926, maka Muhammadiyah lahir lebih

awal empat belas tahun, yaitu pada 18 nopember 1912.

Melihat kematangan usianya yang telah melebihi usia kemerdekaan

Republik Indonesia, keduanya jelas memiliki pengalaman interaksi dengan

lanskap sejarah keindonesiaan yang lengkap dan utuh. Keduanya merupakan

organisasi tujuh zaman (istilah Mas Surya Paloh). Keduanya sama-sama pernah

menjalani masa penjajahan Belanda, Pendudukan Jepang, Revolusi Kemerdekaan,

Demokrasi Parlementer, Demokrasi Terpimpin, Orde Baru, Dan Sekarang Era

Reformasi.

Dilihat dari sudut historitasnya, keduanya telah berperan cukup besar bagi

kelangsungan eksistensi Indonesia, tentunya dengan mengecualikan fase-fase

tertentu dimana langit-langit politik memang tak memberikan peluang bagi

4
keduanya untuk tampil sebagai pemain garda depan. Dan dengan tipologi yang

dimiliki masing-masing keduaya telah memberikan kontribusi yang tidak sedikit

dalam pengisian nilai-nilai religius kedalam lokus keindonesiaan.

Pada optik itulah, koinsidensi historis NU-Muhammadiyah yang terjadi ini

memiliki makna penting. Setelah melalui perjalanan panjang dengan segala suka

dan dukanya, maka kebersamaan waktu antara sidang tanwir Muhammadiyah dan

ulang tahun NU ke-76 inipun bisa dijadikan sebagai titik pijak untuk

mengoptimalkan secara serius (bukan semu) era keduanya dalam konteks sosio-

kultural. NU dan Muhammadiyah kini perlu untuk menfokuskan dan

mengorientasikan diri pada kerja-kerja kultural secara lebih maksimal.

Optimalisasi kerja kultural itu dapat dilakukan sekurang-kurangnya dalam

lima bentuk. Pertama, baik NU maupun Muhammdiyah secara kelembagaan tidak

perlu lagi menempatkan politik sebagai kepentingan tujuan yang dominan. NU

dengan koredornya “kembali ke Khithaah 1926” dan Muhamadiyah dengan

slogannya “High politics” atau “politik luhur”, perlu semakin dimantapkan

sebagai visi  dan cita pergerakan kultural, tanpa perlu terjebak pada pemenuhan

kepentingan-kepentingan politik yang bersifat jangka pendek, tentatif, dan sesaat.

Keduanya mesti mengkonsentrasikan gerakannya pada penggarapan masalah

sosial keagamaan, yang beberapa waktu lalu sempat terhenti akibat gonjang-

ganjing politik nasional yang telah memecah konsentrasi sebagian besar para

petinggi kedua organisasi ini. Sekarang tiba saatnya keduanya untuk bisa bekerja

sama dalam jalur-jalur pergerakan kultural.

5
1.2         Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya sebagai

berikut:

1.      Bagaimana Sejarah Berdirinya Muhammadiyah ?.

2.      Bagaimana sejarah berdirinya NU ?.

3.      Apa perbedan antara NU dan Muhammadiyah?

4.      Bagaimana titik temu antara NU dan Muhammadiyah?

1.3  Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penulisan paper

sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui Sejarah Berdirinya Muhammadiyah.

2. Untuk Mengetahui Sejarah Berdirinya NU.

3. Untuk Mengetahui Perbedan Antara NU dan Muhammadiyah.

4. Untuk Mengetahui Titik Temu Antara NU dan Muhammadiyah.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Berdirinya Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan DI Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal

8 Dzulhijjah 1330 H atau bertepatan dengan 18 November 1912 oleh seorang

yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KH Ahmad Dahlan.

            Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Kha

tib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam

amalan

yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinyauntuk mengajak mereka kembali kepa

da  ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu

beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya

sebagai Khatib dan para pedagang.

     Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya,

akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya

sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat

ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan

ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan

Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh

pelosok tanah air.

7
            Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau

juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang

disebut ”sinratul muntaha”. Pada siang hari pelajaran untuk anak – anak laki- laki

dan

perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-

ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai

tahun 1918 beliau telah mendirikan Sekolah Dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919

mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921

diganti namanya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah

menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930

namanya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.

Suatu ketika KH.Ahmad Dahlan menyampaikan usaha pendidikan setelah

selesai menyampaikan santapan rohani pada rapat pengurus Budi Utomo cabang

Yogyakarta. Ia menyampaikan keinginan mengajarkan agama Islam kepada para

siswa Kweekschool Gubernamen Jetis yang dikepalai oleh R. Boedihardjo, yang

juga pengurus Budi Utomo. Usul itu disetujui, dengan syarat di luar pelajaran

resmi. Lama-lama peminatnya banyak, hingga kemudian mendirikan sekolah

sendiri. Di antara para siswa Kweekschool Jetis ada yang memperhatikan susunan

bangku, meja, dan papan tulis. Lalu, mereka menanyakan untuk apa, dijawab

untuk sekolah anak-anak Kauman dengan pelajaran agama Islam dan pengetahuan

sekolah biasa. Mereka tertarik sekali, dan akhirnya menyarankan agar

8
penyelelenggaraan ditangani oleh suatu organisasi agar berkelanjutan sepeninggal

K.H. Ahmad Dahlan kelak.

Setelah pelaksanaan penyelenggaraan sekolah itu sudah mulai teratur,

kemudian dipikirkan tentang organisasi pendukung terselenggaranya kegiatan

sekolah itu. Dipilihlah nama "Muhammadiyah" sebagai nama organisasi itu

dengan harapan agar para anggotanya dapat hidup beragama dan bermasyarakat

sesuai dengan pribadi Nabi Muhammad saw. Penyusunan anggaran dasar

Muhamadiyah banyak mendapat bantuan dari R. Sosrosugondo, guru bahasa

Melayu Kweekschool Jetis. Rumusannya dibuat dalam bahasa melayu dan

Belanda. Kesepakatan bulat pendirian Muhamadiyah terjadi pada tanggal 18

November 1912 M atau 8 Zulhijah 1330 H. Tgl 20 Desember 1912 diajukanlah

surat permohonan kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, agar perserikatan

ini diberi izin resmi dan diakui sebagai suatu badan hukum. Setelah memakan

waktu sekitar 20 bulan, akhirnya pemerintah Hindia Belanda mengakui

Muhammadiyah sebagai badan hukum, tertuang dalam Gouvernement Besluit

tanggal 22 Agustus 1914, No. 81, beserta alamporan statuennya.

Muhammadiyah juga mendirikan organisasi untuk kaum perempuan

dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad

Dahlan Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi

pemimpinnya.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun

1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan.

Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim

9
1934. 

yang di kemudian hari berubahmenjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini 

Menjadi Muktamar 5 tahunan.

2.2 Sejarah Berdirinya NU

Nahdlatul Ulama (NU) merupakan organisasi Islam terbesar di Indonesia.

Sejarah hari lahir NU terjadi 93 tahun silam, tepatnya tanggal 31 Januari 1926.

Pendirian NU digagas para kiai ternama dari Jawa Timur, Madura, Jawa Tengah,

dan Jawa Barat, yang menggelar pertemuan di kediaman K.H. Wahab Chasbullah

di Surabaya. Selain K.H. Wahab Chasbullah, pertemuan para kiai itu juga

merupakan prakarsa dari K.H. Hasyim Asy’ari. Yang dibahas pada waktu itu

adalah upaya agar Islam tradisional di Indonesia dapat dipertahankan. Maka,

dirasa perlu dibentuk sebuah wadah khusus. Sebenarnya, upaya semacam itu

sudah dirintis Kiai Wahab jauh sebelumnya. Bersama K.H. Mas Mansur, seperti

ditulis Ahmad Zahro dalam buku Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masail

1926-1999 (2004), Kiai Wahab mendirikan Nahdlatul Wathan yang artinya

“kebangkitan tanah air” pada 1914. Martin van Brulnessen dalam buku berjudul

NU: Tradisi, Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) menyebut

bahwa, boleh dibilang, Nahdlatul Wathan merupakan sebuah lembaga pendidikan

agama bercorak nasionalis moderat pertama di Nusantara. Sebagai catatan,

Nahdlatul Wathan versi Kiai Wahab dan Kiai Mas Mansur berbeda dengan

lembaga bernama serupa yang didirikan Tuan Guru Kiai Haji (TGKH)

Muhammad Zainuddin Abdul Madjid di Lombok, Nusa Tenggara Timur, pada

1953.

10
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami

bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah

menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa

ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut

dikenal dengan “Kebangkitan Nasional”. Semangat kebangkitan memang terus

menyebar ke mana-mana – setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan

ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai

organisasi pendidikan dan pembebasan.

Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme,

merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi

pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916.

Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan

“Nahdlatul Fikri” (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial

politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut

Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk

memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka

Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga

pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni

mazhab Wahabi di Mekkah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan

sejarah Islam maupun pra Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena

dianggap bidah. Gagasan kaum Wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari

kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan

Ahmad Dahlan maupun PSII di bawah pimpinan HOS Tjokroaminoto.

11
Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak

pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.

Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari

anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan

pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami

(Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan

tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy’ari, K.H. Wahab

Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.

Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan

bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan

pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang

diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.

Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz,

dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud

mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan

ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional

kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan

bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang

sangat berharga.

Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad

hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih

mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka

setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk

12
membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama)

pada 16 Rajab 1344 H (13 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H.

Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar.

Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka K.H. Hasyim Asy’ari

merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab

I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan

dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam

berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

2.3 Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah

Pembeda NU Muhammadiyah

Didirikan Oleh K.H Hasyim Asy ari KH Ahmad Dahlan

Berdiri 31 Januari 1926 18 November 1912

Yang diamalkan menurut Yasin,tahlil,ziarah kubur, Tidak mengamalkan apa

tradisi manaqib,barjanji yang diamalkan oleh NU.

Aqidah Mengikuti paham asy’ari atau Mengikuti paham Salafus

maturidiah Salih (Ibn Taymiah, Ibn

Qayyim, Muhammad bin

Abdul Wahab)

Fiqh Keharusan mengikuti salah Langsung kepada Al –

satu madzhab (terutama Qur’an dan Sunah serta

Syafi’i) Tarjih (memilih pendapat

yang terkuat)

Tasawuf atau Tarikat Menerima tasawuf dan tariqah Menolak tasawuf dan tariqah

13
yang mu’tabar (diakui) (akan tetapi banyak yang

apresitif secara individual

dan selektif seperti HAMKA

dengan tasawuf modernnya)

Diba’ Gemar membaca sholawat Tidak mengamalkan majlis

(diba’an) diba’

Sholat Tarawih 20 rakaat 8 rakaat

Sholat Subuh Membaca do’a Qunut Tidak membaca do’a Qunut

Sholat Ied 2x kutbah 1x kutbah

Metode Ijtihad Bahtsul Masail Majlis Tarjih

Muhammadiyah

Perspektif Pendidikan Mengenyam banyak Mengenyam banyak

pendidikan pesantren yang pendidikan formal yang lebih

salafi. dominan dengan

pertimbangan rasionya.

Takbir Takbir diucapkan sebanyak 3x Takbir diucapkan sebanyak

dalam takbiran. 2x dalam takbiran.

Orientasi Politik atau Berafiliasi dengan partai Tidak berafiliasi dengan

Aspirasi politik partai politik

Itsbat Itsbat menggunakan rukyah Itsbat menggunakan hilal

Pemikiran yang Dominan Pemikiran Klasik : Al – Ibn Taymiah, Ibn Qayyim,

Ghazali, Asy’ari, Nawawi, dan Muhammad bin Abdul

lain sebagainya. Wahab, Muhammad Abduh,

dan Rasyid Ridha.

14
Bicara masalah perbedaan antara dua organisasi islam yaitu NU dan

muhammadiyah jelasnya sangat berbeda, baik itu cara berfikirnya ataupun dalam

penganmbilan keputusan hukum.Bahkan kalau dalam masyaratak pedesaan ia

lebih cendrung mengikuti pada NU, kalau diperkoataan masih stabil antara NU

dan muhammadiyah. Bentuk perbedaan anatara kedua tersebut diantara salah

satunya adalah dalam pembacaan do’a  qunut dalam shalat, dan meminimalisir

suara agar untuk tidak nyaring dalam bacaan basmalah pada surat fatihah ketika

shalat dan dzikir ketika selesai shalat. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada

table dibawah ini.

2.4 Titik Temu antara NU dan Muhammadiyah

Muhammadiyah dan NU adalah organisasi bukan masalah fiqih. Hanya

dalam konteks Indonesia Muhammadiyah dan NU adalah mewakili dua golongan

besar ummat islam secara fiqih juga. Muhammadiyah mewakili kelompok

“modernis”(begitu ilmuan menyebut), yang sebenarnya ada beberapa organisasi

yang memiliki pandangan mirip seperti Persis(Persatuan Islam), Al-irsyad,

Sumatra Tawalib. Sedang NU (Nahdhatul Ulama) mewakili Kelompok

“tradisional”, selain Nahdhatul Wathan, Jami’atul Washliyah, Perit dan lain-lain.

Kedua organisasi memiliki berbagai pebedaaan pandangan. Dalam

masyarakat perbedaan paling nyata adalah dalam berbagi masalah furu’ (cabang).

Misalnya Muhammadiyah melarang (bahkan membid’ahkan) bacaan qunut

diwaktu shubuh, sedang NU mensunnahkan , bahkan masuk dalam ab’ad yang

kalau tidak dilakukan harus melakukan sujud sahwi, dan berbagai masalah lain.

15
Alhadulillah perbedaan pandangan ini sudah tidak menjadikan pertentangan lagi,

karena kedewasaan dan toleransi yang besar dari keduanya.

Pandangan antara keduanya memang berasal dari “madrasah”(school of

thought)  berbeda, yang sesungguhnya sudah sangat lama. Muhammadiyah (lahir

1912, didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan) adalah lembaga yang lahir dari inspirasi

pemikir-pemikir modern seperti Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh,

Rasyid Rida (yang sangat rasional) sekaligus pemikir salaf (yang literalis) seperi

Ibnu Taimiyyah, Muhamad Abdul Wahab. Wacana pemikran modern misalnya

membuka pintu ijtihad kembali ke al-qur’an dan sunnah, tidak boleh taqlid,

menghidupkan pemikiran islam.

Sedang wacana salaf adalah bebaskan takhayyul, bid’ah, dan khurafat

(TBC). Tetapi dalam perkembangan yang dominan terutama di grass rootnya

adalah wacana salaf. Sehingga Muhammadiyah sangat bersemangat dengan tema

TBC. Yang menjadi masalah, banyak kategori TBC tersebut justru diamalkan

dikalangan NU, bahkan di anggap sunnah. Karena sifatnya yang dinamis, praktis,

dan rasional, Muhammdiyah diikuti kalangan terdidik dan masyarakat kota.

Disisi lain NU (Nahdhatul Ulama), didirikan antara lain oleh KH. Hasyim

Asy’ari, 1926, lahir untuk menghidupkan tradisi bermadzhab, mengikuti ulama.

sedikit banyak kelahiran Muhammadiyah memang memicu kelahiran NU. Beda

dengan Muhammadiyah, pengaruh NU lebih nampak dipedesaan.

Sebenarnya KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari sama-sama

pernah berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, ulama besar

madzhab Syafi’I di Mekkah. ketika bergaung pemikiran Abduh dan muridnya

16
Rasyid Ridha di Mesir, KH. Ahmad Dahlan sangat tertarik dan mengembangkan

di Indonesia. sedangkan KH. Hsyim Asy’ari justru kritis terhadap pemikiran

mereka.

            Perbedaan antara NU dan Muhammadiyah di seputar ibadah,

sesungguhnya tidak masuk hal yang bersifat prinsip. Perbedaan itu misalnya,

dalam jumlah raka’at dalam shalat taraweh, menggunakan qunut dan tidak,

mengawali ushalli dalam mengawali shalat atau tidak, shalat hari raya dimasjid

atau dilapangan, shalat jumat menggunakan adzan sekali atau dua kali, pakai

kopiah atau tidak dan lain sebagainya.

            Diluar peribadan itu masih ada perbedaan lain, misalnya orang NU suka

kenduri sedangkan orang Muhammadiyah tidak mau mengundang tetapi mau

diundang. Kesediaan menghadiri undangan kenduri bagi Muhammadiyah lantas

juga melahirkan kritik dari orang NU, misalnya orang Muhammadiyah mau diberi

akan tetapi tidak mau memberi.

            Perbedaan paham keagamaan tersebut menjadikan masyarakat

terprakmentasi secara tajam. Akan tetapi , sebagaimana masyarakat desa pada

umumya, masih memiliki lembaga yang mampu menyatukan di antara kelompok-

kelompok itu. Misalya, peristiwa pernikahan, khitanan, kematian, kegiatan desa

yang terkait dengan pemerintahan dan sejenisnya. Betapun tajamnya perbedaan

itu tetapi dengan mudah dapat disatukan kembali.

            Perbedaan pandangan itu, biasanya dilontarkan dalam bentuk sindiran dan

bahkan juga ejekan. Sindiran atau ejekan kelompok lain, jika dimaksudkan

sebagai cara dakwah untuk membangun kesadaran orang lain, sesungguhnya

17
justru kontra produktif. Sindiran atau ejekan itu tidak akan menghasilkan apa-apa

kecuali kebencian. Dan seseorang yang dibuat benci tidak akan mengikuti pikiran,

apalagi jejak langkah orang yang melontarkan kritik dan ejekan itu. Oleh karena

itu, saya kira perkembangan dakwah Muhammadiyah yang tidak terlalu berhasil

dengan cepat sebagai salah satu sebabnya adalah cara dakwahnya dilakukan

dengan melalui kritik-kritik itu.

            Mengikuti konsep yang akhir-akhir ini yang dilontarkan oleh beberapa

angota pimpinan pusat Muhammadiyah tentang dakwah kultural, mungkin itu

tepat dijalankan. Saya berkeyakinan, andaikan Muhammadiyah menggunakan

pendekatan kultural, dan tidak melakukan pendekatan menang kalah sebagaimana

yang banyak dilakukan pada saat itu, maka paham ini tidak akan menemui

eksistensi yang cukup kuat.

            Tokoh perbedaan-perbedaan itu sesungguhnya juga tidaklah terlalu

mendasar apalagi NU sangat toleran terhadap perbedaan itu. Mereka sudah

terbiasa dengan pandangan berbagai macam madzhab, sehingga apa yang

diintrodusir oleh Muhammadiyah juga bukanlah hal yang baru. Jika ketika itu

kegiatan dakwah dilakukan dengan hati-hati, tidak terasakan nuansa menang dan

kalah, maka umat islam tidak akan terpolarisasi sebagaimana yang terjadi

sekarang ini, yang ternyata tidak mudah untuk diutuhkan kembali.

            Semangat dan gerakan dakwah menyampaikan risalah Rasulullah

sebagaimana yang telah banyak dilakukan baik oleh orang NU maupun

Muhammadiyah adalah merupakan misi yang sangat terpuji dan mulia. Akan

tetapi, menurut Al-Qur’an dan juga Hadits Nabi hal itu harus dilakukan dengan

18
penuh hikmah agar jangan sampai menimbulkan perasaan sakit hati yang

kemudian berujung terjadi perpecahan. Selain itu, apapun dalih yang digunakan

semestinya cara-cara dakwah tidak boleh mengganggu kesatuan dan persatuan

umat islam. Umat islam harus tetap bersatu. Begitulah pesan al-qur’an dan

tauladan Rasulullah SAW.

            Apabila kita sudah mengetahui perbedaan antara NU dan Muhammadiyah

tentunya kita bisa mengetahui persamaannya. dari perbedaan dan persamaan

itulah kita bisa menentukan titik temu keduanya yang merupakan organisasi islam

terbesar  di Indonesia.

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah diulas diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa

pandangan antara K.H. Hasyim Asy’ari dengan K.H. Ahmad Dahlan yang

keduaya merupakan pendiri organisasi islam terbesar yang ada di Indonesia

memang berasal dari “madrasah” (school of thought) berbeda yang sesungguhnya

terjadi sangat lama.

Muhammadiyah (lahir 1912, didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan) adalah

lembaga yang lahir dari inspirasi pemikir-pemikir modern seperti Jamaludin Al-

afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha (yang sangat rasional) sekaligus

pemikir salaf(yang literalis) seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahab.

Wacana pemikiran modern misalnyamembuka pintu ijtihad , kembai kepada Al-

Qur’an dan Sunnah, tidak boleh ijtihad, menghidupkan kembali pemikiran islam.

Disisi lain, NU (Nahdhatul Ulama), didirikan antara lain oleh KH. Hasyim

Asy’ari, 1926, lahir untuk menghidupkan tradisi bermadzhab, mengikuti ulama.

sedikit banyak kelahiran Muhammadiyah memang memicu kelahiran NU. Beda

dengan Muhammadiyah, pengaruh NU lebih nampak dipedesaan.

Sebenarnya KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari sama-sama

pernah berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, ulama besar

madzhab Syafi’I di Mekkah. ketika bergaung pemikiran Abduh dan muridnya

Rasyid Ridha di Mesir, KH. Ahmad Dahlan sangat tertarik dan mengembangkan

20
diIndonesia. sedangkan KH. Hsyim Asy’ari justru kritis terhadap pemikiran

mereka.

Kedua organisasi tersebut memiliki berbagai perbedaan pandangan. dalam

masyarakat perbedaan yang nyata adalah dalam berbagi masalah furu’ (cabang).

Misalnya Muhammadiyah melarang (bahkan membid’ahkan) bacaan qunut

diwaktu shubuh, sedang NU mensunnahkan , bahkan masuk dalam ab’ad yang

kalau tidak dilakukan harus melakukan sujud sahwi, dan berbagai masalah lain.

Alhamdulilah perbedaan pandangan ini sudah tidak menjadikan petrentangan lagi

karena kedewasaan dan adanya toleransi yang besar dari keduanya.

3.2 Saran

Dari pembahasan yang telah saya paparkan diatas, saya memberikan saran

kepada:

1. Pembaca

Setelah membaca makalah saya ini, mengetahui dan

memahaminya, saya sebagai penulis memberikan saran kepada seluruh

pembaca, agar lebih sedikit jeli dalam menghadapi pebedaan pendapat

sebab bagaimanapun juga bangsa kita adalah bangsa yang besar dengan

bermacam kebersamaan, NU pun memerintahkan pada kita agar

bertoleransi kepada siapapun asal bukan tentang aqidah seperti yang

dicontohkan Rasulullah SAW dan juga para Ulama’ kita.

21
2. Penulis

a. Untuk pemahaman selanjutnya bisa dilakukan dengan berbagai

pandangan dan berkunjung ketempat tersebut.

b. Lebih baik dalam mencari kajian pustaka agar pembaca jelas terhadap

pemahaman tersebut.

22
DAFTAR PUSTAKA

__. 2019. Apa perbedaan NU dan Muhammadiyah (online),


(http://kabarmuhammadiyah.com, diakses 27 februari 2020).

__. 2017. NU dan Muhammadiyah berbeda dalam satu (online),


(https://www.pinterpolitik.com, diakses 23 Februari 2020).

Agus. 2013. Makalah perbedaan NU dan Muhammadiyah (online),


(http://aghussumberinformasi12.blogspot.com, diakses 25 januari 2020).

Jamaluddin,syakir. 2011. Falfasah makna dan prinsip ibadah (online),


(http://www.muhammadiyah.or.id, diakses 23 Februari 2020).

23
24

You might also like