Professional Documents
Culture Documents
Dian Eka Nurma Sari 201751075 - Manajemen Farmasi Obat Herbal
Dian Eka Nurma Sari 201751075 - Manajemen Farmasi Obat Herbal
Puji syukur selalu dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena akhirnya
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Manajemen Farmasi Obat
Herbal” ini.
Tujuan penyusunan makalah ini agar mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang
pengelolaan farmasi bidang obat-obatan herbal. Selebihnya makalah ini disusun sebagai
pemenuhan nilai Ujian Akhir Semester Ganjil mata kuliah Manajemen Farmasi.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, namun
penulis berusaha untuk menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya sesuai materi
yang di maksud.
Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat di harapkan demi kesempurnaan
serta kemajuan makalah ini dikemudian waktu.
( Penulis)
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………….....i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….....................ii
BAB I PENDAHULUAN...……………………………………………….…………….. 1
1. Latar Belakang…………………………………………………….…………….. 1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………......... 2
3. Tujuan Makalah…………………………………………………………………. 2
BAB II OBAT HERBAL…………….………………………………..………...……… 3
A. Pengertian Obat Herbal……….………………………..………………..……… 3
B. Pengembangan Obat Herbal di Indonesia ……………………….…………….. 7
C. Pedoman Uji Klinik Obat Herbal……………..………………….…………….. 8
BAB III MANAJEMEN FARMASI OBAT HERBAL…………….…..…………….... 13
A. Konsep Dasar Manajemen Farmasi………………………….…………………. 13
B. Manajemen Farmasi Obat Herbal………………..………….…………..……… 14
1. Manajemen…………………………………………………………………. 14
2. Permasaran…………………………………………………………………. 14
3. Keuangan…………………………………………………………………… 15
4. Produksi dan Operasi………………………………………………………. 15
5. Riset dan Pengembangan…………………………………………………... 19
6. Sumber Daya Manusia…………………………………………………….. 20
7. Sistem Informasi Manajemen……………………………………………… 22
8. Pengawasan………………………………………………………………... 23
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………................ 24
A. Kesimpulan…………………………………….….…………………………..... 24
B. Saran…………………………………………….………………………….…... 24
DAFTAR PUSTAKA………….…………….………………………………............... 25
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu manajemen sebagai ilmu pengetahuan telah mengalami perkembangan yang
sangat cepat seiring dengan percepatan perkembangan teknologi disegala bidang dan
kebutuhan organisasi sesuai situasi dan kondisi. Secara teoritis perkembangan ilmu
manajemen tentu menyesuaikan dengan persoalan-persoalan yang berkembang di dunia
praktis, namun secara esensi filosofis tidaklah banyak perubahan semua tetap mengacu
pada teori dasar manajemen itu sendiri1.
Pengertian manajemen kaitannya dengan produktifitas, sebagaimana bahwa pada
esensinya manajemen adalah suatu proses mulai dari perencanaan, mengorganisasian dan
stufing, pelaksanaan dan pendelegasian, pengawasan dan evaluasi guna tercapainya tujuan
secara efektif dan efisien. Sehingga dengan demikian sangat erat relefansinya dengan
konsep produktifitas, dikarenakan keterbatasan-keterbatasan sumber daya yang ada maka
diperlukan suatu konsep ilmu manajemen.
Bidang farmasi juga tidak lepas dari kebutuhan akan ilmu manajemen yang benar.
Jaminan ketersediaan obat yang dapat dipercaya dituntut dari masyarakat yang semakin
selektif saat ini. Walaupun perkembangan obat sudah mengalami perubahan yang sangat
pesat, obat herbal masih tetap menjadi sasaran bagi sebagian besar masyarakat. Hal ini juga
didukung oleh konsep yang dicanangkan oleh Badan Kesehatan Dunia (World Health
Organization / WHO) untuk back to nature atau “kembali ke alam” yakni menganjurkan
masyarakat dunia menggunakan pengobatan yang berasal dari bahan-bahan alami dan
menghindari konsumen dari obat-obatan kimiawi.
Manajemen farmasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya
pengembangan obat herbal ini terutama di Indonesia. Regulasi yang jelas harus mampu
melindungi konsumen dari praktik-praktik pengadaan obat herbal yang berbahaya.
1
Dr. Cuk Jaka Purwanggono, ST, MM, Buku Ajar Pengantar Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Wahid
Hasyim Semarang 2018
1
2
B. Rumusan Masalah
Dari penjabaran latar belakang di atas penulis merumuskan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apakah pengertian obat herbal?
2. Bagaimana manajemen farmasi yang diterapkan dalam obat herbal?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami mengenai obat herbal.
2. Untuk memahami manajemen farmasi yang diterapkan dalam obat herbal.
BAB II
OBAT HERBAL
Dalam Keputusan Kepala Badan POM yang dimaksud dengan Obat Bahan Alam
Indonesia adalah Obat Bahan Alam yang diproduksi di Indonesia. Selanjutnya disebutkan
dalam Keputusan Kepala Badan POM tersebut, berdasarkan cara pembuatan serta jenis
klaim penggunaan dan tingkat pembuktian khasiat, Obat Bahan Alam Indonesia
dikelompokkan secara berjenjang menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Jamu, yaitu digunakan secara turun temurun secara empiris. Bahan baku
pembuatannya tidak melalui proses standardisasi dan biasanya didigunakan untuk
pengobatan sendiri.
2. Obat herbal berstandar. Pada golongan ini dilakukan uji preklinik untuk
membuktikan khasiat dan keamanannya. Bahan baku sudah melewati proses
standardisasi. Biasanya juga digunakan untuk pengobatan sendiri.
3. Fitofarmaka. Pada golongan ini pembuktian khasiat dan keamanan dilakukan
berdasarkan uji preklinik dan uji klinik. Bahan baku produk jadi melalui proses
standardisasi. Produk ini digunakan untuk pelayanan kesehatan formal.
Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor :
HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional,
Obat Herbal Terstandar Dan Fitofarmaka, obat herbal terstandar adalah sediaan obat
bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.
Obat herbal umumnya dianggap sebagai obat utama dalam sistem pengobatan
tradisional (WHO, 1993). Pengobatan herbal merupakan salah satu metode pengobatan
tertua di dunia serta melibatkan kurang lebih 80 % komunitas penduduk dunia (WHO). Di
3
4
banyak negara berkembang, sebagian besar bergantung pada praktisi tradisional dengan
menggunakan obat herbal. Obat herbal diproduksi menurut praktek manufaktur yang baik
(GMP) dan dimanfaatkan sesuai dengan praktek klinis yang baik (GCP)2.
Kategori obat herbal termasuk tumbuhan, bahan herbal, obat herbal dan produk
herbal jadi yaitu:
a. Rempah-rempah termasuk bahan tanaman mentah seperti daun, bunga, buah, biji,
batang, kayu, kulit kayu, akar, rimpang atau bagian tanaman lainnya, yang mungkin
seluruh, terfragmentasi atau bubuk.
b. Bahan herbal meliputi, selain rempah-rempah, minyak esensial, resin dan bubuk kering
herbal. Bahan Herbal merupakan dasar untuk produk herbal yang sudah jadi termasuk
bubuk herbal, atau ekstrak, tingtur dan minyak dari bahan herbal yang diproduksi
dengan cara ekstraksi, fraksinasi, pemurnian, konsentrasi, atau proses fisik atau
biologis lainnya.
c. Ekstrak herbal terdiri dari obat herbal yang terbuat dari satu atau lebih herbal. Produk
herbal jadi dan campuran produk herbal mungkin berisi eksipien selain bahan aktif atau
penambahan zat kimia termasuk senyawa sintetis dan/atau konstituen terisolasi dari
bahan herbal, tidak dianggap herbal
2
Ikhsan Nuryanto, Obat Tradisional Dan/Atau Jamu Herbal (Perlindungan Hukum Mengenai Produksi
Jamu/Obat Herbal Kemasan Yang Tidak Terdaftar Oleh Bpom), Universitas Muhammadiyah, Surakarta, 2020.
5
HERBAL
Herbal tradisional
Herbal Nonindigenus
Herbal yang tidak Jamu dengan komposisi dan
(bukti empiris dan/
memiliki riwayat klain tidak sesuai
atau non klinik dan/ (Bukti empiris)
tradisional dengan riwayat
atau klinik)
tradisionalnya
Fitofarmaka
(bukti empiris,
nonklinik dan klinik)
tanaman dan hewan yang diketahui memiliki khasiat obat belum dimanfaatkan secara
optimal sebagai obat herbal3.
Pengembangan obat herbal meningkat akhir-akhir ini, baik yang ditujukan sebagai
upaya promotif, paliatif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Untuk dapat
memanfaatkan kondisi tersebut bila diinginkan oleh pihak industri maka obat herbal
tradisional berupa jamu atau OHT dapat dikembangkan menjadi fitofarmaka.
3
Penny K. Lukito, Potensi Obat Herbal Indonesia. Siaran Pers BPOM. 2020
8
Pelaksanaan uji klinik herbal harus mengacu kepada prinsip-prinsip CUKB, hal
tersebut dimaksudkan agar data klinik yang dihasilkan dapat dipertangggungjawabkan
secara ilmiah dan etis sehingga menjadi data klinik yang shahih, akurat dan terpercaya.
Kualitas data yang demikian diperlukan sebagai data dukung saat registrasi, sehingga
keputusan registrasi yang dihasilkan tidak bias. Selain ditujukan untuk memperoleh data
dengan kualitas sebagaimana disebutkan di atas, prinsip CUKB juga dimaksudkan untuk
melindungi peserta atau subjek manusia yang berpartisipasi dalam uji klinik.
Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam uji klinik antara lain:
a. Sponsor (perorangan, perusahaan, institusi atau organisasi yang bertanggung jawab
untuk memprakarsai, mengelola, dan/atau membiayai suatu uji klinik) dan ORK
(Organisasi Riset Kontrak yaitu seseorang atau suatu organisasi (komersial atau
lainnya) yang dikontrak oleh sponsor untuk melaksanakan satu atau lebih tugas dan
fungsi sponsor dalam uji klinik). Sponsor dan ORK harus memiliki sumber daya yang
kompeten dan memahami prinsip GCP serta regulasi yang berlaku dan mengetahui
dokumen yang harus tersedia saat uji klinik dan memahami fungsi dari setiap dokumen
tersebut.
b. Komisi Etik dan Regulator, dimana harus memiliki sumber daya yang kompeten dalam
rangka mengawal bahwa protokol uji serta dokumen uji lainnya dapat
dipertanggungjawabkan secara etis dan ilmiah untuk dilaksanakan serta melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan uji tersebut.
c. Peneliti, harus memiliki latar belakang yang sesuai dan memahami GCP/CUKB serta
memiliki sertifikat GCP/CUKB, serta memiliki sumber daya yang kompeten dan
memahami prinsip GCP serta regulasi yang berlaku.
d. Tempat Penelitian (site), harus memiliki fasilitas yang cukup, seperti ketersediaan
ruang–ruang sesuai fungsi masing–masing, peralatan medis serta obat untuk keadaan
darurat, peralatan elektronik yang menunjang pelaksanaan uji klinik.
Berikut adalah langkah-langkah yang dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka
persiapan pelaksanaan uji klinik obat herbal:
1. Karakteristik produk uji:
10
8. Pembuatan/penyusunan protokol uji klinik. Elemen dalam protokol uji klinik yang
disusun harus jelas dan lengkap, dimulai dari hal administratif seperti judul,
nomor/versi dan tanggal, nama Peneliti Utama, Nama Koordinator Peneliti (bila ada),
hingga yang bersifat ilmiah, seperti:
- Desain:
menjelaskan secara singkat desain studi dan secara umum bagaimana desain
dapat menjawab pertanyaan/tujuan uji.
dapat memberikan gambaran tipe/desain uji (misal placebo controlled, double
blind, single blind atau open label)
- Tujuan:
harus tepat sasaran, jelas dan fokus, harus dapat diakomodir oleh parameter
pengukuran khasiat maupun keamanan.
tujuan dapat terdiri dari tujuan primer dan sekunder ataupun bahkan tersier.
Namun perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan uji klinik harus jelas, tepat
sasaran dan fokus.
- Parameter/ endpoint untuk efikasi/khasiat dan keamanan. Parameter endpoint
dimaksud harus dapat menjawab tujuan uji.
9. Penyediaan dokumen uji lain terkait dengan pelaksanaan uji klinik.
10. Persiapkan untuk adanya penjaminan mutu pelaksanaan uji klinik dan untuk dapat
dihasilkannya data yang akurat dan terpercaya.
11. Pengajuan persetujuan untuk dokumen/ pelaksanaan uji klinik.
12. Pertimbangan/peninjauan dan persetujuan uji klinik oleh Komisi Etik dan regulator.
13. Persetujuan subjek (Informed Consent) dan rekrutmen subjek Rekrutmen subjek
merupakan salah satu tahapan penting sebelum dimulainya uji klinik. Hal prinsip yang
harus diperhatikan dalam hal ini adalah bahwa (calon) subjek tidak boleh dilakukan
tindakan apapun yang terkait dengan prosedur uji klinik sebelum subjek mendapat
penjelasan dan menyatakan persetujuan yang ditandai dengan menandatangani
informed consent. Pelanggaran terhadap proses informed consent merupakan
pelanggaran yang bersifat critical.
14. Penapisan (screening) dan penyertaan (enrollment) subjek.
12
13
14
dapat terjamin yang mendukung pelayanan kesehatan, dan menjadi sumber pendapatan
yang optimal.
Tahapan yang saling terkait dalam siklus manajemen obat tersebut diperlukan suatu
sistem yang suplai yang teroganisir agar kegiatan berjalan dengan baik dan saling
mendukung, sehingga ketersediaan obat dapat terjamin yang mendukung pelayanan
kesehatan, dan menjadi sumber pendapatan yang potensial. Siklus manajemen obat
didukung oleh faktor-faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi
Organisasi, Administrasi dan Keuangan, Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sumber
Daya Manusia (SDM). Setiap tahapan siklus manajemen obat harus selalu didukung oleh
keempat management support tersebut sehingga pengelolaan obat dapat berlangsung secara
efektif dan efisien.
2. Pemasaran
Konsep pemasaran (marketing concept) menyatakan bahwa suatu perusahaan harus
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen agar dapat menguntungkan perusahaan.
Perusahaan harus memahami konsumen mereka dan tetap dekat dengan mereka untuk
15
memberikan produk serta pelayanan yang akan dibeli dan digunakan dengan baik oleh
konsumen. Perusahaan harus berupaya agar dapat bertahan dan meningkatkan
penjualannya, dengan strategi mempertahankan konsumen agar tetap setia pada produknya.
Konsumen yang telah loyal harus dikelola dengan baik agar tidak berpaling pada
produk pesaing. Konsumen yang puas selain menjadi loyal pada perusahaan juga akan
melakukan aktivitas word of mouth tentang produk tersebut kepada orang-orang terdekat
mereka. Word of mouth merupakan metode pemasaran tradisional yang terjadi ketika
konsumen berbicara kepada orang lain mengenai pendapatnya tentang suatu merk, produk,
layanan, atau perusahaan tertentu.
3. Keuangan
Dalam hal ini dibutuhkan tenaga keuangan yang mampu mengendalikan kinerja
keuangan organisasi. Di tengah situasi yang penuh tantangan obat herbal harus menajga
pertumbuhan ekonomi usahanya agar tetap stabil dan kuat. Manajemen keuangan berusaha
untuk mendapatkan manfaat maksimal dari apa saja yang bisa dirubah ke dalam satuan
moneter atau berkaitan dengan keuangan
a. Mengacu pada syarat obat herbal yang layak konsumsi diatur dalam
PERKABPOM Nomor HK.00.05.41.1384 Tahun 2005 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional Obat Herbal Terstandar dan
Fitofarmaka, bahwa setiap produk obat tradisional/jamu herbal sebelum
diedarkan atau diperdagangkan maka obat tersebut harus memenuhi
beberapa syarat yang berupa nama produk, berat bersih, komposisi, batas
kadaluarsa, alamat produsen, khasiat, efek samping, nomor izin edar, logo
dan peringatan penggunaan. Guna untuk melindungi konsumen dari obat
yang tidak layak dikonsumsi karena tidak memenuhi standar obat
tradisional/jamu herbal.4
Standardisasi suatu sediaan obat tradisional tidak sulit jika senyawa aktif diketahui
sehingga dapat digunakan untuk membantu menentukan kualitas bahan obat. Pada
prinsipnya standardisasi obat tradisional dilakukan mulai dari bahan baku sampai dengan
sediaan jadi. Berdasarkan hal inilah dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu5 :
1. Standardisasi bahan: sediaan (bisa berupa simplisia atau ekstrak terstandar/ bahan aktif
yang diketahui kadarnya)
2. Standardisasi produk: kandungan bahan aktif stabil atau tetap.
3. Standardisasi proses: metode, proses dan peralatan dalam pembuatan sesuai dengan
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Dalam proses produksi obat herbal harus memenuhi persyaratan mutu sebagai
berikut:
1. Bahan Utama
a. Sumber bahan utama, dicantumkan nama clan alamat produsen atau distributor
bahan baku.
4
PERKA BPOM RI No Hk. 00.05.41.1384 KrIteria Dan Tata L.Aksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandard, Dan Fitofarmaka. 2005.
5
Dr. Fira Amaris, M.Si (Herbs.), Tiga Standarisasi Obat Herbal (Perhimpunan Dokter Medik Indonesia/
PDHMI),2020, Tiga Standarisasi Obat Herbal (jamudigital.com)
17
b. Uraian bahan utama, diperlukan untuk mengetahui spesifikasi bahan utama (sifat,
karakteristik organoleptik, dan lain-lain).
c. Cara pengujian bahan utama Informasi meliputi identifikasi, pemerian uraian
tentang cara pemeriksaan fisika dan kimia serta acuan yang digunakan (Farrnakope
Indonesia, Materia Medika Indonesia, standar atau acuan lain yang diakui).
2. BahanTambahan
a. Sumber bahan tambahan. Harus dicantumkan alamat produsen atau distributor
bahan tambahan.
b. Uraian bahan tambahan. Uraian ini diperlukan untuk mengetahui spesifikasi bahan
tambahan (sifat, karakteristik organoleptik, dan lain-lain).
c. Khusus untuk bahan tambahan yang mempengaruhi stabilitas produk obat
tradisional (misalnya pengawet, pemantap dan lain-lain) perlu dilengkapi informasi
cara pengujian seperti pada bahan utama.
3. ProdukJadi
a. Formula
Harus mencantumkan semua bahan utama dan bahan tambahan yang digunakall
lengkap dengan jumlah masing-masing bahan tersebut dalam satu kali pembuatan.
Tata nama bahan utama dituliskan dengan nama latin simplisia sesuai dengan yang
tercantum dalam Materia Medika Indonesia dengan menyebutkan nama marga
(genus), atau nama ienis (spesies) atau petunjuk jenis (Speci/ic epithet) dari tanaman
asal, diikuti dengan bagian tanaman yang digunakan. Penulisan bahan tambahan
sesuai dengan nama yang tercantum dalam Farmakope Indonesia atau Merck Index
atau nama kimia sesuai dengan nomenklatur dari International Union of Pure and
Applied Chemistry (ItlPAC) atau Internationat Union of Biochemisrrl (IUB). Zat
warna dituliskan dengan nama sederhana yang umum dan harus dituliskan pula
nomor indeks warnanya (C I number). Bahan tambahan yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan tentang persyaratan bahan tambahan yang berlaku di
bidang pangan
b. Cara Pernbuatan
18
Cara pembuatan harus menguraikan tahap demi tahap mulai dari penimbangan
bahan baku sampai dengan pengemasan terakhir.
c. Cara Pengujian Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka.
d. Cara pengujian meliputi pemerian, keseragaman bobot, volume, pemeriksaan kimia
dan fisika antaru lain kadar air, wakru hancur untuk pil, tablst dan kapsul. Pengujian
terhadap cemaran mikroba dan cemaran kimia meliputi:
1. Angka lempeng totai;
2. Aneka kapang dan khamir;
3. Mikroba patogen;
4. Aflatoksin;
5. Logam berat;
6. Residu pestisida;
e. Spesifikasi Produk Jadi
1. Pelulusan produk sesuai kriteria produk;
2. Perlu ditetapkan batas kadaluwarsa sesuai hasil uji stabilitas.
Standar dan persyaratan yang harus dipenuhi pelaku usaha untuk memperoleh Izin
Edar Obat Tradisional sehingga dapat menjamin keamanan, khasiat, mutu dan informasi
produk. Standar dan persyaratan terdiri atas:
a. Registrasi Baru Obat Tradisional Dalam Negeri/ Lisensi/ Low risk/ Impor/ Obat
Herbal Terstandar/ Fitofarmaka/ Komposisi Tertentu; adalah prosedur pendaftaran
dan evaluasi obat tradisional untuk mendapatkan izin edar.
b. Registrasi Ulang Obat Tradisional/ Obat Herbal Terstandar/ Fitofarmaka; adalah
pendaftaran untuk perpanjangan masa berlaku izin edar.
c. Registrasi Variasi Mayor Obat Tradisional/ Obat Herbal Terstandar/ Fitofarmaka;
adalah pendaftaran variasi yang berpengaruh terhadap aspek keamanan, khasiat,
dan/atau mutu obat tradisional
d. Registrasi Variasi Minor Obat Tradisional/ Obat Herbal Terstandar/ Fitofarmaka
dengan Persetujuan; adalah pendaftaran variasi yang tidak termasuk kategori
Registrasi Variasi Minor dengan Notifikasi maupun Registrasi Variasi Mayor.
19
Tujuan dari Riset dan Pengembangan Bahan Baku Obat Tradisional adalah Obat
Herbal bisa digunakan dalam Pelayanan Kesehatan, Industri Herbal berkembang secara
maksimal (berdaya saing), Agroindustri TO tumbuh dengan maksimal6.
Dengan adanya riset dan percepatan pengembangan bahan baku Obat Tradisional
maka akan memunculkan berbagai macam produk, adapun tahap pengembangan produk
memiliki tiga fase diantaranya:
Riset obat tradisional yang unggul itu harus menggunakan bahan baku baru,
menghasilkan yang lebih tinggi, proses yang lebih efisien (murah, energi rendah,bahan
baku murah, kemurnian tinggi), efikasi baru, dan formulasi lebih baik (stabil, solubilitas
tinggi, warna menarik, bau menarik, lainnya). Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil
ekstraksi antara lain:
Riset Bahan Baku Obat Tradisional harus membangun komunikasi yang baik
dengan industry, konsep riset berorientasi industri dan distinctive, parameter/target produk
jelas, riset proses diperkuat, regulasi harus menjadi acuan, analisis keekonomian harus
dilakukan, berkolaborasi dengan institusi lain (open innovation), roadmap yang terukur,
dan sumberdaya tersedia dengan baik
yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-masing
karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya (BPOM, 2009).
Dalam kualifikasi dan pengalaman sumber daya manusia yang diperlukan untuk tiap
posisi hendaklah ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian SDM, tapi juga dapat
ditampilkan pada uraian tugas masing-masing (BPOM, 2009). Jumlah sumber daya
manusia yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi. Kekurangan jumlah sumber
daya manusia cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas akan dilakukan secara
tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu, kekurangan jumlah karyawan
biasanya mengakibatkan kerja lembur sering dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan
fisik dan mental baik bagi operator ataupun supervisor atau malahan bagi sumber daya
manusia pada tingkat lebih atas yang melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan
(BPOM, 2009).
Dalam banyak hal, mutu produksi dalam satu bagian mempunyai pengaruh yang
penting bagi bagian pekerjaan lainnya, karena itu karyawan harus dilatih supaya mengerti
keterkaitan seperti itu. Melatih karyawan harian dalam lingkungan pembuatan sangat
penting, karena karyawan mendapatkan dirinya dalam lingungan yang relatif teknis,
22
berurusan dengan bahan kimia, dan bekerja menggunakan sistem berat dan ukuran yang
belum biasa bagi mereka. Pelatihan buat karyawan juga berguna untuk memberikan
pengetahuan tentang perkembangan yang terjadi, pengetahuan tentang alat baru,
meningkatkan kemampuan kinerja, dan sebagainya.
persediaan setiap distributor sekaligus sebagai penyedia data pendukung untuk melakukan
analisa pasar (market analysis)7.
8. Pengawasan
7
Reno Maulana dkk. Manajemen Stratejik PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk. Universitas
Airlangga. 201
24
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari uraian materi di atas penulis mengembangkan suatu kesimpulan antara lain:
1. Manajemen farmasi menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya pengembangan
obat herbal terutama di Indonesia.
2. Dibutuhkan regulasi yang jelas sehingga mampu melindungi konsumen dari praktik-
praktik pengadaan obat herbal yang berbahaya.
3. Seperti halnya industri farmasi obat kimia, industri obat herbal juga didukung oleh
faktor-faktor pendukung manajemen (management support) yang meliputi Organisasi,
Administrasi dan Keuangan, Sistem Informasi Manajemen (SIM) dan Sumber Daya
Manusia (SDM).
4. Untuk dapat bersaing di kancah global, Indonesia perlu memberikan fasilitas ruang
gerak terhadap peneliti tanaman berkhasiat obat agar menghasilkan obat herbal yang
bermutu dan berdaya saing. Penelitian di bidang obat herbal telah banyak dilakukan,
baik di Institusi pendidikan seperti sekolah menengah dan perguruan tinggi maupun
institusi peneliti lainnya.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis beharap
mendapat kritik dan saran yang mendukung dalam menyempurnakan makalah ini.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Amaris, dr. Fira, M.Si (Herbs.) (2020) Tiga Standarisasi Obat Herbal, Perhimpunan
Dokter Medik Indonesia (PDHMI), Tiga Standarisasi Obat Herbal (jamudigital.com).
2. Nuryanto, Ikhsan (2020) Obat Tradisional Dan/Atau Jamu Herbal (Perlindungan
Hukum Mengenai Produksi Jamu/Obat Herbal Kemasan Yang Tidak Terdaftar Oleh
Bpom), Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
3. Purwanggono, Cuk Jaka (2018) Buku Ajar Pengantar Manajemen, Fakultas Ekonomi
Universitas Wahid Hasyim, Semarang.
4. Reno Maulana dkk. (2018) Manajemen Stratejik PT Industri Jamu dan Farmasi Sido
Muncul Tbk., Universitas Airlangga.
5. Wibowo, Apt., M.Si., Agung Eru (2019) Riset Percepatan Pengembangan Bahan Baku
Obat Tradisional, Redaksi JamuDigital.Com.
6. BPOM RI (2005) Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandard, dan Fitofarmaka.
7. BPOM RI (2014) Pedoman Uji Klinik Obat Herbal.
8. DEPKES RI (2009) Undang-Undang Kesehatan.
26