Professional Documents
Culture Documents
Sabar Dan Syukur Dalam Islam
Sabar Dan Syukur Dalam Islam
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan ,emperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh :
DINAR NOVIANTI
11160340000065
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
DINAR NOVIANTI
11160340000065
Pembimbing
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Pembimbing,
Dinar Novianti
v
vi
ABSTRAK
vii
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Allah Swt yang telah
memberikan taufik, hidayah dan inayah-Nya sehingga skripsi yang
berjudul “PESAN SABAR DAN SYUKUR DALAM KISAH TIGA
NABI: STUDI ATAS PENAFSIRAN AL-ṬABARĪ” dapat penulis
selesaikan.
Shalawat serta salam tak lupa selalu tercurah kepada Baginda Nabi
Muhammad Saw serta keluarga dan para sahabatnya serta pengikutnya
hingga akhir zaman.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari kedua orang tua, keluarga, dosen
pembimbing dan teman-teman yang selalu mensupport dan mendoakan
penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Hj. Prof. Dr. Amani Lubis, M.A, Rektor Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Yusuf Rahman, M.A, Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Eva Nugraha, M.A, Ketua Program Studi Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir dan Bapak Fahrizal Mahdi, Lc, MIRKH Sekretaris Prodi
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir.
4. Dr. Eva Nugraha, M.A, Dosen Penasehat Akademik Fakultas
Ushuluddin Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Moh. Anwar Syarifuddin, M.A, Dosen Pembimbing yang selalu
meluangkan waktunya serta memberikan bimbingan dan arahan
ix
x
Ciputat, 2021
Dinar Novianti
xii
PEDOMAN TRANSLITERASI
ب b Be
ت t Te
ج j Je
خ kh Ka dan Ha
د d De
ر r Er
ز z Zet
س s Es
ش sy Es dan Ye
xiii
xiv
غ g ge dan ha
ف f Ef
ق q Qi
ك k Ka
ل l El
م m Em
ن n En
و w We
ھ h Ha
ء ` Apostrof
ي y Ye
diberi tanda apa pun. Jika ia terletak di tengah atau di akhir, maka ditulis
dengan tanda (’).
B. Tanda Vokal
xv
َ a Fatḥah
َ i Kasrah
َ u Ḍammah
َي ai a dan i
َو au a dan u
C. Kata Sandang
Kata sandang dilambangkan dengan “al-“, yang diikuti huruf
syamsiyah dan huruf qamariyah.
al-Qamariyah املن ْي al-Munīr
E. Ta Marbūṭah
Transliterasi untuk ta marbūṭah ada dua, yaitu: ta marbūṭah yang
hidup atau mendapat harkat fatḥah, kasrah, dan ḍammah, transliterasinya
adalah [t]. Sedangkan ta marbūṭah yang mati atau mendapat harkat sukun,
transliterasinya adalah [h]. Kalau pada kata yang berakhir dengan ta
marbūṭah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al- serta
bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta marbūṭah itu ditransliterasikan
dengan ha (h). Contoh:
No Kata Arab Alih Aksara
1 طرْي قة Ṭarīqah
F. Huruf Kapital
Penerapan huruf kapital dalam alih aksara ini, juga mengikuti Ejaan
Bahasa Indonesia (EBI) yaitu, untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf
awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri
didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap
huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya.
Contoh: Abū Hāmīd al-Gazālī, al-Kindī.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari Indonesia sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun
xvii
akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-
Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbānī; Nuruddin al-Raniri, tidak
Nūr al-Dīn al-Rānīrī
G. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa
Indonesia
Kata istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata istilah
atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah
atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan
bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa
Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya
kata al-Qur’an (dari al-Qur’an), Sunnah, khusus dan umum. Namun, bila
kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka
mereka harus ditransliterasi secara utuh, Contoh: Fī ẓilāl al-Qur’ān al-
‘Ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi khuṣūṣ al-sabab.
H. Singkatan
Beberapa singkatan dibakukan adalah:
a. Swt : Subḥānahu wa ta’ālā
b. Saw : Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam
c. Qs : Qur’an Surah
d. M : Masehi
e. H : Hijriyah
xviii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................... xi
PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................... xv
DAFTAR ISI ......................................................................................... xxi
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 12
C. Rumusan Masalah ......................................................................... 13
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 13
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 14
F. Metodologi Penelitian ................................................................... 21
G. Sistematika Penulisan.................................................................... 24
xix
xx
B. Saran.............................................................................................. 155
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 158
xxii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
Shād ayat 41-44)” (Skripsi S1., UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019), 3.
4
dari pada sabar”.5 Namun sering kita temukan bahwa beberapa manusia
sering kali berkata “sabar itu ada batasnya”. Padahal, kata-kata tersebut
tidaklah tepat. Sikap sabar yang diajarkan al-Qur’an bukanlah sikap
menerima kehinaan. Tetapi, yang diupayakan adalah komitmen yang kuat
untuk mencapai cita-cita yang diharapkan.6 Kesabaran menjadi kunci
dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan yang datang silih berganti
dan mempunyai hubungan dengan kesehatan mental seseorang dalam
menghadapi kenyataan yang menimpa dirinya.7 Orang yang sabar tidak
akan putus asa dalam menjalankan ibadah kepada Allah ta’ala. Oleh sebab
itu, perintah bersabar bukan hanya perintah berdiam diri, tetapi perintah
untuk terus berjuang tanpa putus asa.8
Sabar ketika diberi cobaan dan syukur ketika diberi nikmat adalah
dua sifat yang harus ada dalam diri orang yang beriman. Sabar dan syukur
adalah dua sifat mulia, dimana sabar dan syukur itu tidak pernah dimiliki
oleh manusia-manusia selain orang yang beriman. Dari Shuhaib bin
Sinan ra. dia berkata9 :
عجبًا ِل ْمر الْم ْؤمن إ َّن أ ْمره كلَّه خ ْي ول ْيس ذاك ِلح ٍد إَّْل للْم ْؤمن إ ْن أصاب تْه
ياله
ً ْ ياله وإ ْن أصاب ْته ض َّراء صِب فكان خ ً ْ س َّراه شكر فكان خ
“Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena
semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini
hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan
5 Tim Panca Aksara, Keajaiban Sabar dan Syukur (Temanggung: Desa Pustaka
Indonesia, 2020), 8.
6 Hasanul Rizka, “Hikmah Sabar dan Syukur, 2020,” Diakses, 02 Oktober, 2020,
https://republika.co.id/berita/q9t72q458/hikmah-sabar-dan-syukur
7 Zulhami, “Tingkah Laku Sabar Relevansinya dengan Kesehatan Mental”. Jurn a l
dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia
ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan
baginya.”10 (HR. Muslim).
Hadis ini menunjukkan besarnya keutamaan bersyukur disaat senang
maupun susah, bahkan kedua sifat inilah yang menjadi penyempurna
keimanan seorang hamba. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Iman itu terbagi
menjadi dua bagian; sebagiannya adalah sabar dan sebagian lainnya
adalah syukur.”11 Ada empat ayat di dalam al-Qur’an yang menyebut kata
sabar dan syukur dalam satu ayat secara bersamaan, diantaranya pada
surah Ibrāhim ayat 5, al-Luqmān ayat 31, Sabā ayat 19 dan al-Syurā ayat
33. Dalam ayat-ayat tersebut, Allah sebutkan kalimat sabar dan syukur
secara bersamaan untuk memperjelas bahwa sabar dan syukur memang
sangat erat kaitannya.12
Bersyukur adalah rasa terimakasih seorang hamba terhadap nikmat
dan semua yang telah Allah berikan kepadanya. Bersyukur bukan hanya
sekedar kewajiban semata, tetapi kewajiban tersebut memang perintah
langsung dari Allah ta’ala dan telah tertulis dalam al-Qur’an. Ungkapan
syukur dapat dilakukan dengan ucapan dan perbuatan. Syukur dalam
ucapan dapat kita lakukan seperti mengucap kalimat hamdalah dan syukur
dalam perbuatan dapat kita lakukan dengan cara menggunakan nikmat
Allah dengan semestinya dan tidak pernah mengeluh atas apa yang terjadi
pada dirinya.13 Allah akan memberi ganjaran bagi orang yang bersabar
tanpa batas, apalagi jika seseorang itu selalu bersyukur. Maka
10 Imam al-Nawawi, Shahih Muslim, juz 9 (Kairo: Darul Hadis, 1998), 352.
11 Bahron Anshori,“Kisah tentang Sabar dan Syukur, 2017.” Diakses, 02 Oktober,
2020, https://minanews.net/kisah-tentang-sabar-dan-syukur/
12 Abdullah al-Yamani, Sabar, terj. Iman Firdaus (Jakarta: Qisthi Press, 2008), 12.
13 Syarifah Habibah, “Akhlak dan Etika dalam Islam, 79.
6
1.
17 Fajrul Munawir, Al-Qur’an (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga ,
2005), 107.
7
ق ْل اٰمنَّا ِب ِّّٰلل ومآ انْزل علْي نا ومآ انْزل ع ٰلٓى ا ْب ٰره ْيم وا ْْسٰع ْيل وا ْس ٰحق وي ْعق ْوب
ْۖ
و ْاْل ْسباط ومآ ا ْوِت م ْو ٰسى وع ْي ٰسى والنَّبُّي ْون م ْن َّرِّّب ْْۖم ْل ن ف ِّرق ب ْْي اح ٍد ِّمْنه ْم و ْنن
له م ْسلم ْون
“Katakanlah (Muhammad), “Kami beriman kepada Allah dan
kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan
kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya'qub, dan anak cucunya, dan apa
yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka.
Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan
hanya kepada-Nya kami berserah diri.” (Qs. āli-Imrān: 84)
Seluruh Nabi dan Rasul hanya membawa satu ajaran Allah, yakni
ajaran Islam.19 Al-Qur’an menyebutkan secara tegas dua puluh lima nama
nabi, delapan belas diantaranya disebutkan dalam surah al-An’ām ayat 83-
86:
ِۗ ۤ ٍ وتلْك ح َّجت نآ اٰت ْي نٰهآ ا ْب ٰرهيْم ع ٰلى ق ْوم ِۗه ن ْرفع در ٰج
ت مَّ ْن نَّشاء ا َّن ربَّك حكيْم
ِۗ
﴾ ووهْب نا لهٓ ا ْس ٰحق وي ْعق ْوب ك ًال هد ْي نا ون ْو ًحا هد ْي نا م ْن ق بْل٨٣﴿ عليْم
18 Vita
Fitriyatul Ulya, “Peran Orang Tua dalam Pembentukan Nilai Karakter Anak
Usia Dini Melalui Metode Qashash al-Qur’an”. Journal of Early Childhood Islamic
Education, vol.4, no.1 (2019): 62.
19 Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah (Bandung: Salamadani Pustaka
وم ْن ذ ِّريَّته داود وسل ْي ٰمن وايُّ ْوب وي ْوسف وم ْو ٰسى وهٰر ْون ِۗوك ٰذلك َْنزى
ٰ ن ِۗ ن
﴾ ٨٥﴿ الصلح ْْي
ِّ ﴾وزكرَّّي و َْي ٰي وع ْي ٰسى والْياس كل ِّمن٨٤﴿ الْم ْحسن ْْي
ن ِۗ
﴾٨٦﴿وا ْْسٰع ْيل والْيسع وي ْونس ول ْوطًا وك ًال فضَّلْنا على الْعٰلم ْْي
20 Akhmad Sagir, “Pertemuan Sabar dan Syukur dalam Hati”. Jurnal Studi Insania,
vol.2, no.1 (April 2014): 26.
21 Tim Penulis IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta:
ب بِّهٖ وْل
ْ ضر
ْ ﴾ وخ ْذ بيدك ض ْغثًا فا٤٣﴿ ر ْْح ًة ِّمنَّا وذ ْك ٰرى ْلوِل ْاْللْباب
﴾٤٤﴿ ث ِۗا ََّن وج ْدنٰه صاب ًرا ِۗن ْعم الْع ْبد ِۗانَّهٓ ا َّواب
ْ َْتن
“Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru
Tuhannya, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan
dan bencana.” Allah berfirman), “Hentakkanlah kakimu; inilah air
yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” Dan Kami anugerahi dia
(dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipat
gandakan jumlah mereka, sebagai rahmat dari Kami dan pelajaran
bagi orang-orang yang berpikiran sehat. Dan ambillah seikat
(rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah
engkau melanggar sumpah. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub)
seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sungguh, dia sangat
taat (kepada Allah).” (Qs. Shād: 41-44)
Pada awalnya, Nabi Ayyub adalah seorang lelaki yang kaya raya
dengan berbagai macam harta kekayaan yang dimiliki, seperti hewan
ternak maupun tanah pertanian yang terbentang luas. Meskipun dikaruniai
segala kemewahan yang melimpah, ia tetap rajin dan tekun untuk
beribadah. Segala nikmat dan kesenangan yang dikaruniakan kepadanya
tidak membuatnya lupa kepada Allah Swt. Bahkan, beliau selalu rajin
untuk berbuat kebajikan dan suka menolong orang yang menderita
khususnya dari golongan fakir miskin. Ia juga sangat sabar dan rendah
hati. Kekayaannya tidak membuatnya sombong dan angkuh serta selalu
mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepadanya. Dan ketika
ia mendapat ujian dari Allah, ujian tersebut dianggap sebagai nikmat dari-
Nya. Ia selalu mengabdikan dirinya sepenuhnya kepada-Nya. Namun
Allah mengujinya dan mengambil semua yang dimilikinya dengan
mengambil anak, keluarga, dan hartanya serta mengujinya dengan
penyakit yang menjijikan. Tubuhnya diuji dengan berbagai macam
penyakit sehingga tidak ada satu anggota tubuhnya yang sehat kecuali hati
11
dan lidahnya. Kondisi seperti itu beliau hadapi dengan rasa sabar, tabah
dan selalu berzikir kepada Allah dengan hati dan lisannya pada pagi,
siang, petang maupun malam hari.22 Cobaan itu diterimanya dengan rasa
sabar, syukur dan ridha dengan segala ketentuan-Nya. Karena kesabaran
dan ketaqwaan Nabi Ayyub kepada Allah, maka Allah mengembalikan
semua yang telah diambil-Nya dan mengabadikan dirinya di dalam al-
Qur’an sebagai orang yang sabar.
Pembelajaran mengenai penafsiran dalam al-Qur’an telah banyak
dilakukan oleh para ulama termasuk para sahabat pada zaman Rasulullah.
Hal tersebut tidak terlepas dari keahlian yang dimiliki oleh mereka
masing-masing. Ada yang mencoba menggabungkan dan mengekspolarsi
melalui perspektif keimanan historis, bahasa sastra, pengkodifikasian,
kemukjizatan penafsiran serta telaah pada huruf-hurufnya. Kondisi seperti
itu bukan hanya artikulasi tanggung jawab seorang muslim dalam
memahami bahasa-bahasa agama. Tetapi, sudah berkembang pada nuansa
lain yang menitik beratkan kepada studi yang bersifat ilmiah yang dapat
memberikan kontribusi dalam perkembangan pemikiran dunia Islam.
Kalangan sarjana Barat banyak yang melibatkan diri dalam mengkaji al-
Qur’an dengan motivasi dan latar belakang kultural maupun intelektual
yang berbeda.23
Oleh karena itu, melalui skripsi ini penulis ingin mencoba
menguraikan bagaimana sikap sabar dan syukur yang terdapat dalam
ketiga kisah para Nabi yang telah penulis paparkan yang bersumber pada
al-Qur’an dan kitab tafsir. Maka penulis memutuskan untuk memilih judul
22 Ibnu Katsir,
Kisah Para Nabi (Jakarta: Qisthi Press, 2015), 353.
23 Asep Abdurrohman, “Metodologi al-Ṭabarī dalam Tafsir Jāmi’ al-Bayān ‘an
Ta’wīl Ay al-Qur’ān”. Jurnal Kordinat, vol.17, no.1 (01 April 2018): 66.
12
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang penulis angkat dari latar belakang diatas dapat
diidentifikasi menjadi:
1. Penafsiran tentang sikap sabar dan syukur para Nabi (Nabi Ayyub,
Nabi Daud dan Nabi Sulaiman).
13
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Ibn Jarīr al-Ṭabarī menginformasikan hubungan ketiga
kisah nabi terkait pesan sabar dan syukur yang terkandung pada Qs.
al-Anbiyā’ ayat 78-84?
2. Apa relevansi dengan temuan lain terkait pesan sabar dan syukur
dalam kisah tiga nabi tersebut?
24 Ika Tyas Andini, “Pendidikan Nilai Kesabaran Nabi Ayyub Studi Terhadap al-
Qur’an Surat Shād ayat 41-44” (Skripsi S1., Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Salatiga, 2016), xi.
25 Azka Miftahuddin, “Penanaman Nilai Syukur dalam Tradisi Sedekah Bumi di
Dusun Kalita njung Desa Tambaknegara Rawalo Banyumas” (Skripsi S1., Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Purwokerto, 2016), v.
16
rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Penanaman nilai syukur dalam
tradisi sedekah bumi di dusun Kalitanjung dilakukan dengan cara:
Mensyukuri nikmat yang terdapat dalam dalam tradisi sedekah bumi yaitu
nikmat keselamatan, kesehatan, dan hasil-hasil pertanian. Tradisi sedekah
bumi di dusun Kalitanjung dijadikan sebagai program tahunan pemerintah
desa Tambaknegara (Tradisi yang sudah turun-temurun dan mendidik
masyarakat agar mau saling berbagi atau bersedekah).
Ketiga, Tesis yang ditulis oleh Nur Rifatul Fauziyah Fakultas Adab
dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016 yang berjudul, “AL-
SYAHSYIYĀT FI QISYAH SULAIMAN 'ALAIH AL-SALAM FI AL-
QUR'ĀN AL-KARĪM: TAHLĪL LI NAFSI ADABI FI DHOU’
NADHARIYAH SYGMUND FREUD”.26 Thesis ini berisi tentang
kepribadian tokoh-tokoh (Nabi Sulaiman, Nabi Daud dan Ratu Bilqis)
yang terdapat dalam kisah Nabi Sulaiman As yang diceritakan dalam al-
Qur’an. Kepribadian Nabi Sulaiman, Nabi Daud dan Ratu Bilqis menurut
teori Sigmund Freud dalam al-Qur’ān terdapat dalam surat al-Anbiyā’, al-
Naml dan Shād. Kepribadian Nabi Sulaiman dalam surat al-Anbiyā’
terdapat 1 ayat, dalam surat an-Naml terdapat 12 ayat dan dalam surat
Shād terdapat 1 ayat. Sedangkan kepribadian Nabi Daud hanya terdapat 1
ayat dalam surat al-Anbiyā’. Dan kepribadian Ratu Bilqis terdapat 8 ayat
dalam surah an-Naml.
Keempat, Skripsi yang ditulis oleh Budi Barmawanto Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo 2017 yang berjudul,
“REPRESENTASI SABAR DAN SYUKUR SEORANG AYAH
27 Budi Barmawanto, “Representasi sabar dan syukur seorang ayah dalam film
Jokowi 2013: analisis semiotik terhadap tokoh Notomiharjo” (Skripsi S1., Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo, 2017), viii.
28 Adrian Darmawan, “Analisis Semiotik Makna Sabar & Syukur Dalam Film
Gadis Di Ruang Tunggu” (Skripsi S1., Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017), i.
18
29 Nur Chasanah, “Konsep Sabar dalam Kitab Nashaikul ‘Ibad Karya Imam
Nawawi al-Bantani” (Tesis S2., Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga,
2018), xiii.
30 Wawan Hardianto, “Nilai-nilai Keteladanan Kisah Nabi Daud AS. Dalam Kitab
Qishashul Anbiya Karya Ibnu Katsir da n Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak MTS
Kelas VII Semester Ganjil” (Skripsi S1., Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN
Ponorogo, 2018),
19
31 Ahmad Ainur Rofiq, “Konsep Sabar Ibnu Qayyim al-Jauzzy dan Relevansinya
dengan Kesehatan Mental” (Tesis S2., Fa kultas Dakwah dan Komunikasi UIN
Walisongo, 2019), ix.
20
32 Mustolih Rifin, “Karakteristik Syukur dalam al-Qur’an (Kisah Nabi Ayyub dan
Nabi Sulaiman)” (Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden Intan
Lampung, 2019), iii.
33 Imas Maulida, “Telisik Doa Nabi Ayyub As dalam Tafsir al-Tabari Pada Surah
al-Anbiya’ ayat 83-84 dan Sad ayat 41-44” (Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2019), i.
21
juga yang membahas makna sabar dan syukur lalu mengaitkannya dengan
tradisi sedekah di salah satu desa. Kemudian penulis menemukan adanya
salah satu persamaan dalam pemilihan kitab tafsir yaitu tafsir al-Ṭabarī
pada Skripsi yang ditulis oleh Imas Maulida, tetapi dalam pembahasan
tema yang dikaji dan ayat serta konteksnya berbeda.
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kepustakaan (library research) yaitu serangkaian kegiatan dengan
mengumpulkan data-data pustaka, membaca, mencatat, mengolah bahan
penelitian serta menelaah sejumlah referensi dari kitab-kitab yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. 34
2. Sumber Data
Dalam penelitian ini dilakukan dengan dua jenis sumber data, yaitu
data primer dan data sekunder. Sumber data primer dari penelitian ini
adalah kitab Tafsir Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wīl Ay al-Qur’ān karya Ibn
Jarīr al-Ṭabarī. Sedangkan sumber data sekundernya adalah buku-buku
atau jurnal serta media cetak lain yang mendukung dalam penelitian ini.
3. Analisis Data
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif untuk memperoleh data, fakta dan informasi yang akan
mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam skripsi ini.35
Skripsi ini juga menggunakan al-Qur’an sebagai objek penelitian. Metode
4. Teknik penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini merujuk kepada buku
pedoman penulisan skripsi berdasarkan transliterasi yang dipergunakan
dan mengacu pada SKB antara Menteri Agama serta Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan RI, masing-masing No. 158 Tahun 1987 dan No.
0543b/U/1987 dengan beberapa adaptasi. Penulis menggunakan al-Qur’an
terjemahan dari aplikasi al-Qur’an Kemenag untuk referensi dalam
mengutip ayat al-Qur’an dan terjemahnya.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan hal yang penting, karena
mempunyai fungsi untuk menyatakan garis-garis besar dari masing-
masing bab yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dikarenakan agar
tidak terjadi kekeliruan dalam penyusunannya. Adapun sistematika
penulisan dalam skripsi ini sebagai berikut:
Bab pertama merupakan langkah awal dalam penelitian ini, dimulai
dengan pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah
penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
http://www.academia.edu/8402088/abd_Hayy_al-Farmawi
24
1 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Jāmi’ al-Bayān ‘an Ta’wīl Ay al-
Ta’wīl Ay al-Qur’ān, Jurnal Kordinat, vol.17, no.1 (01 April 2018): 70.
4 Asep Abdurrohman, “Metodologi al-Ṭabarī dalam Tafsir Jāmi’ al-Bayān ‘an
25
26
5 Faizah ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern
(Telaah Deskriptif Surah al-Baqarah: 256)”. Jurnal Agama Sosial dan Budaya, vol.2,
no.1 (Januari 2019): 64.
7 Manna’ Khalil al-Qatthan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Pusta k a a l-
10 Faizah ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, 3.
11 M. Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufasirūn, jilid 1 (Beirut: Dar al-Kutub,
1976), 180.
12 A.M. Ismatulloh, “Konsepsi Ibn Jarīr al-Ṭabarī Tentang al-Qur’an Tafsir dan
Komparatif Penafsiran Ibn Jarīr al-Ṭabarī dan M. Abduh)” (Skripsi S1., Fakultas
Ushuluddin dan filsafat Jurusan Tafsir Hadis UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), 37.
14 Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi (Kajian Komprehensif Metode Para
Pemikiran al-Ṭabarī”, Journal of Pesantren Education, vol.8, no.1 (Juni 2013): 122.
28
Modern, 1.
29
kuat untuk menulis kitab tafsir diberikan oleh salah seorang gurunya
yaitu Sufyan ibn ‘Uyainah dan Waqi’ ibn al-Jarah, Syu’bah bin al-
Hajjaj, Yazid bin Harun dan ‘Abd ibn Hamid.
Tempat tinggal terakhir al-Ṭabarī sepulang dari mesir adalah
Baghdad dan tempat singgahnya adalah di Tabaristan. Sejumlah karya
telah berhasil ia kembangkan. Doktor Muhammad al-Zuhaili berkata
bahwa berdasarkan berita yang dapat dipercaya, sesungguhnya semua
waktu al-Ṭabarī telah dikhususkan untuk mencari ilmu. Beliau
bersusah payah menempuh perjalanan yang jauh untuk mencari ilmu
sampai masa mudanya dihabiskan untuk berpindah dari satu daerah ke
daerah yang lainnya. Beliau tidak tinggal menetap kecuali setelah
usianya mencapai antara 35 sampai 40 tahun. Dalam masa ini, beliau
hanya memiliki sedikit harta, karena semua hartanya dihabiskan untuk
menempuh perjalan jauh dalam perjalanan menimba ilmu, menyalin
dan membeli kitab.17
Al-Ṭabarī wafat di Baghdad pada hari Senin, 27 Syawal 310 H
bertepatan dengan 17 Februari 923 M dalam usia 85 tahun. 18 Riwayat
hidup al-Ṭabarī berakhir seperti yang digambarkan oleh Ibn Kamil,
yaitu beliau meninggal pada dua hari akhir bulan Syawal tahun 300 H.
Beliau dikuburkan di dalam rumah dan tidak diubah sampai sekarang.
Beliau di shalatkan siang dan malam di atas kuburnya beberapa bulan
lamanya. Banyak sekali orang-orang yang meratapi kematiannya
17 Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, terj. Masturi Irham dan Asmu’i
Taman (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), 604.
18 Asep Abdurrohman, “Metodologi al-Ṭabarī dalam Tafsir Jāmi’ al-Bayān ‘an
21 Faizah Ali Syibromalisi & Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern, 3.
34
2. Metode Penafsiran
Penafsiran al-Qur’an secara keseluruhan berawal pada abad keempat
hijriyah yang dipelopori oleh Ibn Jarīr al-Ṭabarī dalam karyanya Jāmi al-
Bayān ‘an Ta’wīl Ay al-Qur’ān. Dalam metode tafsirnya, ia menggunakan
sistem isnad yang bersandar pada hadits, pertanyaan sahabat dan tabi’in.
Hal inilah yang kemudian dikenal dengan tafsir bi al-matsur.25 Metode
yang digunakan oleh al-Ṭabarī pada kitab tafsirnya adalah metode tahlili,
yaitu suatu metode yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan
menjelaskan segala aspek yang terkandung di dalamnya dan urutannya
sesuai dengan tertib surah yang ada dalam mushaf Utsmani. Metode tafsir
ini juga menjelaskan tentang kosa kata atau susunan kalimat, munasabah
atau korelasi antar ayat maupun antar surah, menjelaskan asbāb al-Nuzūl,
dan mengutip dalil-dalil dari nabi, sahabat dan tabi’in. Metode tahlili ini
merupakan metode tafsir yang menganalisis ayat al-Qur’an dari berbagai
bidang keilmuan.26
Secara sederhana, metodologi tafsir al-Ṭabarī dapat dirumuskan
sebagai berikut: a). Menempuh jalan tafsir atau takwil, b). Melakukan
penafsiran ayat dengan ayat (munasabah ayat), c). Menafsirkan al-Qur’an
dengan al-Sunnah (bi al ma’tsur), d). Bersandar pada analisis bahasa
(lughoh) untuk kata yang riwayatnya diperselisihkan, e). Mengkaji syair
dan menganalisis prosa Arab (lama) ketika menjelaskan makna kosakata
dan kalimat, f). Memperhatikan aspek i’rab dengan proses pemikiran
analogis untuk ditashih dan tarjih, g). Menguraikan ragam qiraat dalam
Modern, 6.
38
3. Sumber Penafsiran
Sumber penafsiran Tafsir al-Ṭabarī adalah bi al-ma’tsur, yaitu
penafsiran yang bersumber kepada ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat-
riwayat yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, pendapat para
sahabat, dan tabi’in. Namun, penafsiran al-Ṭabarī sedikit berbeda dan
lebih unggul dari pada para mufassir generasi sebelumnya. Karena beliau
tidak hanya mengutip riwayat Nabi Muhammad saw dan pendapat para
mufasir sebelumnya saja, melainkan juga mengkritisi mana riwayat yang
shahih dan tidak shahih serta mengutip pendapat yang paling kuat bila
terjadi perbedaan pendapat dikalangan sahabat dan tabi’in.
Tafsir al-Ṭabarī pembahasannya mencakup beberapa disiplin ilmu,
seperti kebahasaan, nahwu, syair dan ragam qira’at disertai dengan
pentarjihan terhadap riwayat qira’at-qira’at yang dikutip. Beberapa
disiplin yang dibahas ini salah satunya berfungsi untuk memperjelas
makna kata atau ayat dalam al-Qur’an yang akan dibahas. Ia juga
Modern, 11.
40
Metode Para Ahli Tafsir (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 65.
34 Ali Ahmad al-Salus, Ensiklopedi Sunnah dan Syi’ah, jilid I (Jakarta: Pustaka a l-
shahihnya. Para ulama mengakui bahwa tafsir Ibn Jarīr al-Ṭabarī tak ada
bandingannya.
Al-Nawawi dalam Tahdzibnya juga mengatakan bahwa Kitab Ibn
Jarīr al-Ṭabarī dalam bidang ilmu tafsir adalah kitab yang tak ada
bandingannya.”35 Pada masanya, al-Ṭabarī menguasai banyak ilmu yang
tak seorang ulama pun bisa seperti dirinya. Beliau mampu menghafal al-
Qur’an beserta qiraatnya dan mengetahui makna serta hukum-hukum yang
dikandungnya. Ibnu Khalkan berpendapat bahwa Abu Ja’far al-Ṭabarī
adalah ulama besar yang telah mengeluarkan karya dalam bidang tafsir
dan sejarah. Beliau merupakan imam dalam berbagai disiplin ilmu yang
ilmunya dituangkan dalam bentuk karya. Karya-karya tersebut
menunjukkan bahwa Imam al-Ṭabarī merupakan sosok yang kaya dan
dalam ilmunya. Oleh karena itu, dia adalah imamnya para imam. Al-Qifti
berkata: “Imam al-Ṭabarī adalah Imam yang mempunyai banyak ilmu,
jarang dijumpai orang seperti dirinya yang ada di setiap masa. Beliau
berkarya dalam bidang sejarah dan tafsir. Karya-karyanya tersebut sudah
masyhur dalam masyarakat. Beliau juga memiliki syair diatas syair-syair
para ulama”.
Ibnu Katsir mengatakan bahwa al-Ṭabarī adalah satu diantara sekian
banyak ulama yang menguasai dan mempraktikkan Kitab Allah, al-Qur’an
dan Sunnah Rasulullah Saw. Dan al-Dzahabi mengatakan bahwa al-
Ṭabarī adalah orang yang hafizh, shadiq dan tsiqah. Beliau merupakan
tokoh terdepan dalam dunia tafsir, imam dalam bidang fiqih dan ijma’
serta dalam masalah ikhtilaf (perbedaan). Selain itu, beliau juga memiliki
1972), 222.
44
ilmu yang sangat luas. Dalam bidang sejarah menguasai ilmu qira’at al-
Qur’an, bahasa dan berbagai disiplin ilmu yang lain”. 36
45
46
3. َص ََْبن
َ -Qs. Ibrāhīm: 21.
-Qs. al-Furqān: 42.
4. بوا
ُ َ ص.
َ -Qs. al-An’ām: 34.
-Qs. al-A’rāf: 137.
-Qs. Hūd: 11.
-Qs. al-Ra’d: 22.
-Qs. al-Nahl: 42, 96, 110.
-Qs. al-Mu’minūn: 111.
-Qs. al-Furqān: 75.
-Qs. al-Qashash: 54.
-Qs. al-Ankabūt: 59.
-Qs. al-Sajdah: 24.
-Qs. al-Fusshilāt: 35.
-Qs. al-Hujurāt: 5.
-Qs. al-Insān: 12
5. ُ ِص
َب ْ َت -Qs. al-Kahfi: 68.
6. بواٌ ِص
ْ َت -Qs. āli-Imrān: 120, 125, 186.
-Qs. an-Nisā: 25.
47
10. ْ ِص
َب ْ َي -Qs. Yūsuf: 90.
11. بوا ُ ِصْ َي -Qs. al-Fusshilāt: 24.
12. َْ ِ َص
ب ْ أ -Qs. Yūnus: 109.
-Qs. Hūd: 49, 115.
-Qs. al-Nahl: 127.
-Qs. al-Kahfi: 68.
-Qs. Tāhā: 130.
-Qs. al-Rūm: 60.
-Qs. Luqmān: 17.
-Qs. Shād: 18.
-Qs. Ghāfir: 55, 77.
-Qs. al-Ahqāf: 30.
-Qs. Qāf: 39.
-Qs. al-Thūr: 48.
-Qs. al-Qolām: 48.
-Qs. al-Ma’arij: 5.
-Qs. al-Muzammil:10.
-Qs. Qāf: 39.
-Qs. al-Thūr: 48.
-Qs. al-Qolām: 48.
-Qs. al-Ma’arij: 5.
48
-Qs. al-Muzammil:10.
-Qs. al-Mudatsir: 7.
-Qs. al-Insān: 24.
13. ُ ِص
بو ْ َا -Qs. āli-Imrān: 200.
14. ُ ِاص
بوا ْ َف -Qs. al-A’rāf: 87, 128.
-Qs. al-Anfāl: 46.
-Qs. Shād: 6.
-Qs. al-Thūr: 16.
15. صَابِ ُروا -Qs. āli-Imrān: 200.
14. ورا
ً َم ْش ُك -Qs. al-Isrā: 19.
-Qs. al-Insān: 22.
8 Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4 (Jakarta: Darus
membantu untuk bersyukur.9 Para mufasir juga menjelaskan bahwa ayat ini
mengandung perintah untuk mengingat Allah dan patuh kepada-Nya.
Selain kalimat syukur, di dalam al-Qur’an juga terdapat kata
“Syakūr”. M. Quraish Shihab menegaskan bahwa terdapat hamba-hamba
Allah yang syakur meskipun tidak banyak, sebagaimana firman-Nya di dalam
surah Sabā’ ayat 13:10
Penjabaran Konkrit: Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in, terj. Kathur Suhardi (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2003), 206.
16 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi (Bandung: Mizan, 2007), 165.
55
menahan diri dari hawa nafsu dan segala cobaan yang menimpa serta
selalu taat kepada perintah-Nya agar memperoleh kebahagiaan di dunia
dan akhirat.17
Fakhruddin al-Razi berkata bahwa sabar adalah membawa jiwa
untuk meninggalkan sifat untuk berkeluh-kesah. Jika seseorang dapat
mengendalikan diri dan amarahnya maka ia disebut orang yang sabar. 18
Abu Hayyan berkata bahwa sabar adalah menahan jiwa dari hal-hal yang
dibenci oleh Allah swt.19 Sebagaimana yang dikutip oleh al-Qurthubi
makna sabar adalah meminta pertolongan kepada Allah swt. 20 Abu Abbas
al-Anjari berpendapat bahwa sabar adalah menahan nafsu agar dapat
menaati hukum Tuhan. Ibn ‘Asyur berpandangan bahwa sabar adalah
sebab kesuksesan dalam berjuang dan memperoleh pertolongan Allah
swt.21 Wahbah al-Zuhaili berpendapat bahwa sabar adalah cinta kepada
Allah ta’ala dan takut akhirat.22
Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi, di dalam al-Qur’an terdapat
banyak aspek kesabaran, diantaranya:23
1. Sabar terhadap Petaka Dunia
Cobaan hidup baik fisik maupun non fisik, akan menimpa semua
orang. Baik berupa lapar, haus, sakit, rasa takut kehilangan orang-orang
yang dicintai, kerugian harta benda dan lain sebagainya. Cobaan seperti itu
H), 1027.
23 Yusuf Qardhawi, al-Qur'an Menyuruh Kita Sabar, terj. Aziz Salim Basyarahil
bersifat alami dan manusiawi. Oleh sebab itu, tidak ada seorang pun yang
dapat menghindari. Yang diperlukan adalah menerimanya dengan penuh
kesabaran dan memasrahkan segala sesuatunya kepada Allah swt. Firman
Allah:
ِۗ ٍ ولن ْب لونَّك ْم بش ْي ٍء ِّمن ا ْْل ْوف وا ْْل ْوع ون ْق
شر
ِّ ص ِّمن ْاْل ْموال و ْاْل ْن فس والثَّم ٰرت وب
ِۗ
﴾١٥٦﴿ ﴾ الَّذيْن اذآ اصاب ْته ْم مُّصْي بة ِۗ قال ْوٓا ا ََّن ِّّٰلل واَنَّٓ ال ْيه ٰرجع ْون١٥٥﴿ الصِبيْن ِّٰ ۤ
ۤ
﴾١٥٧﴿ اولٰ ِٕىك عل ْيه ْم صل ٰوت ِّم ْن َّرِّّب ْم ور ْْحة ِۗواولٰ ِٕىك هم الْم ْهتد ْون
”Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan
sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna
lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan
kepadaNyalah kami kembali). Mereka itulah yang memperoleh
ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (Qs. al-Baqarah: 155-157)
ِۗ
ِب لعبادته ه ْل ت ْعلم له ْس ًيا
ْ اصط
ْ الس ٰم ٰوت و ْاْل ْرض وما ب ْي نهما فا ْعب ْده و
َّ بُّ ر
“Dialah Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan segala yang
ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah
dalam beribadah kepada-Nya. Apakah engkau mengetahui ada
sesuatu yang sama dengan-Nya?.” (Qs. Maryam: 65)
ۤ
ّٰٓٓييُّها الَّذيْن اٰمن ْوا ْل َيلُّ لك ْم ا ْن ترثوا النِّساء ك ْر ًها ِۗ وْل ت ْعضل ْوه َّن لت ْذهب ْوا بب ْعض ما
اٰت ْي تم ْوه َّن اَّْلٓ ا ْن ََّّيْت ْْي بفاحشةٍ مُّب يِّنةٍ َۚ وعاشر ْوه َّن ِبلْم ْعر ْوف َۚ فا ْن كر ْهتم ْوه َّن ف ع ٰسٓى
يا
ً ْ يا كث ِّٰ ا ْن تكْره ْوا ش ْيًا َّو َْيعل
ً ْ اّلل ف ْيه خ
“Wahai orang-orang beriman! Tidak halal bagi kamu mewarisi
perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang
telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan
perbuatan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka menurut
cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” (Qs. an-
Nisā: 19)
dari Allah adalah nikmat bagi dirinya. Rasulullah Saw bersabda, bahwa
beliau menyebutkan ada tiga macam kesabaran, yaitu sabar terhadap
musibah, sabar dalam mentaati Allah dan sabar dalam menjauhi maksiat. 27
Pada suatu hari Rasulullah didatangi malaikat jibril, ia
menyampaikan pertanyaan Allah untuknya: “Manakah yang paling engkau
sukai, menjadi nabi yang kaya raya seperti Nabi Sulaiman atau menjadi
nabi miskin seperti Nabi Ayyub?” lalu Rasulullah menjawab: “Saya lebih
suka makan sehari dan lapar sehari.” Jibril bertanya:”Mengapa demikian?”
Rasulullah pun menjawab: “Di waktu kenyang, saya bersyukur kepada
Allah dan di waktu lapar saya memohon ampun kepada-Nya.”28
Allah juga menjanjikan pertolongan bagi orang-orang yang sabar,
sehingga dinyatakan bahwa Dia bersama orang-orang yang sabar. Apabila
orang yang sabar akan diserang oleh musuh, maka Allah akan
melindunginya dan mengarahkan bala tentara pertolongan-Nya yang
sangat kuat. Hal ini dibuktikan pada Firman Allah:
ۤ
ٍ صِبوا وت تَّقوا وَّيْت وكم ِّمن ف ورهم ٰهذا ُيْددْكم ربُّكم ِبمسة اْٰل
ف ِّمن الْم ٰل ِٕىكة ٓ
ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ْ ب ٰلى نا ْن ت
مس ِّوم ْْي
“Ya” (cukup). Jika kamu bersabar dan bertakwa ketika mereka
datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah
menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.” (Qs.
āli-Imrān: 125)
Syukur bagi Guru Ponpes Daarun Nahdhah Thawalib Bangkinang Seberang, Kampar,
Riau”. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, vol.7, no.2 (Desember 2018): 7.
61
dan Syukur Sepanjang Hayat (Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2016), 80.
62
sifat-sifat yang tercela seperti sombong dan lupa daratan. Syukur ini bisa
dilatih dan dibiasakan dengan tiga hal:
1. Syukur dengan hati, yaitu dengan cara selalu berbaik sangka, baik
terhadap Allah maupun manusia, serta membersihkan hati dari sifat
kesombongan dan takabur.
2. Syukur dengan lisan, yaitu dengan cara selalu berusaha untuk
berzikir dan berdoa, memperbanyak baca al-Qur’ān, membersihkan
dari ucapan-ucapan kotor, kata-kata yang menyakitkan dan melukai
hati serta perasaan orang lain.
3. Syukur dengan perbuatan, yaitu dengan memperbanyak shalat,
sedekah, suka menolong dan memberi, bersikap ramah, dan
membersihkan diri dari membanggakan diri atau riya.
Jika bersyukur kepada Allah, maka syukur tersebut akan bermanfaat
untuk diri sendiri. Allah akan memberikan nikmat yang lebih banyak lagi
dan berlimpah ruah serta hidup yang semakin berkah. Sebaliknya, jika
kufur nikmat dan tidak mau bersyukur maka Allah Swt akan menurunkan
azabnya yang pedih. Hidup dan kehidupannya akan menjadi hancur dan
merugi serta akan dimasukkan ke dalam neraka jahanam.32
ن
استعْي ن ْوا ِبلصَّ ِْب والصَّ ٰلوة ِۗ وا ََّّنا لكب ْية اَّْل على ا ْْلٰشع ْْي
ْو
“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk.” (Qs. al-Baqarah: 45)
ِۗ
ِّٰ وا ْْسٰع ْيل وا ْدريْس وذا الْك ْفل كل ِّمن
الصِبيْن
“Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Mereka semua
termasuk orang-orang yang sabar.” (Qs. al-Anbiyā’: 84)
Apa yang Allah kisahkan kepada manusia yang disebutkan dalam al-
Qur’an adalah sebaik-baiknya kisah. Sebagaimana Firman-Nya:
ْۖ
ص عل ْيك ا ْحسن الْقصص ِبآ ا ْوحْي نآ ال ْيك ٰهذا الْق ْراٰن وا ْن ك ْنت م ْن ُّ ْنن ن ق
ق ْبله لمن الْ ٰغفل ْْي
menjadikan akhir yang baik untuk mereka. Maka disinilah terdapat suri
tauladan bagi kaum muslim.34 Sebagaimana firman-Nya:
ِۗ
ْ لق ْد كان ِْف قصصه ْم ع ِْبة ِّْلوِل ْاْللْباب ما كان حد ْي ثًا يُّ ْف َٰتى ولٰك ْن ت
صديْق
الَّذ ْي ب ْْي يديْه وت ْفص ْيل ك ِّل ش ْي ٍء َّوه ًدى َّور ْْحةً لِّق ْوٍم يُّ ْؤمن ْون
Sunnah, 2015), 5.
66
Ismail. Tetapi istrinya yakin, jika Allah yang memerintahkan, maka Allah
pula yang akan menjaganya. Nabi Ibrahim juga merasa sedih karena harus
meninggalkan anak dan istrinya, namun beliau harus mentaati perintah
Allah Swt.35 Kemudian beliau berdoa:
ِت بو ٍاد غ ْي ذ ْي ز ْر ٍع ع ْند ب ْيتك الْمح َّر نم ربَّنا ليق ْيموا الصَّ ٰلوةْ َّنٓ ا ْسك ْنت م ْن ذ ِّري
ِّْ ربَّنآ ا
ي ال ْيه ْم و ْارزقْه ْم ِّمن الثَّم ٰرت لعلَّه ْم ي ْشكر ْون
ْٓ اجع ْل افْ ِٕد ًة ِّمن النَّاس َتْوْ ف
“Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di
dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang
demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka
rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Qs.
Ibrāhim: 37)
Saat itu Siti Hajar hanya membawa bekal secukupnya. Ketika air
yang dibawanya telah habis, Nabi Ismail mulai menangis. Ia pun
kebingungan karena sudah tidak ada setetes air pun di tempat minum yang
dibawa. Tangisan Nabi Ismail semakin kencang. Siti Hajar segera
beranjak dan mencari air. Ia melihat ada genangan air di sebuah Bukit
(Bukit Shafa) dan ia segera berlari ke sana. Ternyata yang ia lihat
hanyalah fatamorgana dan tidak ada air di sana.
Kemudian dari Bukit Shafa, Siti Hajar melihat ada genangan air di
Bukit Marwa, ia pun segera berlari ke sana. Lagi-lagi, ia tidak menemukan
air. Ia berlari-lari dari bukit Shafa ke Bukit Marwa sebanyak tujuh kali.
Lalu Siti Hajar menghampiri Nabi Ismail yang masih menangis sambil
menghentakkan kakinya ke tanah berpasir. Tiba-tiba terjadilah mukjizat.
Bekas hentakkan kaki Nabi Ismail mengeluarkan air. “Zamzam
35 Ifsya Hamasah, Kisah Teladan 25 Nabi dan Rasul (Jakarta: Cikal Aksara, 2010),
45.
67
ۤ
﴾ وفد ْي نٰه بذبْ ٍح عظ ْي ٍم١٠٦﴿ ﴾ ا َّن ٰهذا َلو الْب ٰلؤا الْمب ْْي١٠٥﴿ الْم ْحسن ْْي
﴾١٠٧﴿
“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya,
(Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa
aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia
(Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan
(Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang
yang sabar.” Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim)
membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah
Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah
membenarkan mimpi itu.” Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar
suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor
sembelihan yang besar.” (Qs. Ash-Shāffāt: 102-107)
dan Nabi Ismail, maka Allah melarang untuk menyembelih Nabi Ismail.
Allah menggantinya dengan seekor sembelihan (domba). Peristiwa ini
terjadi pada 10 Dzulhijjah dan menjadi dasar di syariatkannya qurban yang
dilakukan pada hari raya Idul Adha.
42 Iip
Syarifah, Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul, 9.
43 Iip
Syarifah, Cerita Teladan 25 Nabi dan Rasul, 10.
44 Nasiruddin, Kisah Orang-orang Sabar, 20.
72
Nabi Dzulkifli untuk menjadi nabi dan rasul. Ia tinggal di Negeri Syam
dan mendakwahi penduduk negeri tersebut.45 Beliau diutus untuk
mengajarkan tauhid kepada kaumnya yang menyembah berhala agar
menyembah Tuhan Yang Maha Esa, taat beribadah, dan membayar zakat.
Pada waktu itu, negeri Syam dipimpin oleh seorang raja. Raja
tersebut adalah raja yang adil dan disayangi oleh rakyatnya. Tetapi, sang
raja sudah berusia lanjut. Beliau merasa kondisi fisiknya sudah mulai
menurun. Tubuhnya sudah mulai melemah dan pendengarannya sudah
mulai berkurang. Oleh sebab itu, beliau mulai berpikir untuk mencari
orang yang mampu menggantikannya. Raja tersebut tidak ingin rakyatnya
dipimpin oleh pemimpin yang zalim. Akhirnya sang raja memutuskan
untuk mengumpulkan semua rakyatnya dengan harapan akan menemukan
pengganti yang ia cari. Maklumat Raja segera tersebar ke penjuru negeri
tersebut. Orang-orang berdatangan menuju kerajaan dan bertanya-tanya
apa maksud Raja mengumpulkan mereka semua. Dan Raja pun sudah
menyiapkan cara yang tepat untuk menemukan pengganti dirinya kelak.
Rakyat mulai gaduh karena raja yang mereka sayangi akan segera
turun tahta. Kemudian raja tersebut tidak memilih siapa orang yang akan
menggantikannya, tetapi beliau membacakan tiga syarat. Syarat yang
pertama adalah sanggup berpuasa pada siang hari. Kedua adalah sanggup
beribadah pada malam hari, dan yang ketiga adalah sanggup untuk
menahan amarah. Dan barangsiapa yang sanggup melaksanakan tiga
syarat tersebut, maka ia berhak menggantikan posisi raja. Semua yang
hadir terdiam. Tak ada satupun yang menyanggupi ketiga syarat tersebut.
Tiba-tiba ada seorang pemuda mengangkat tangannya dengan tegas dan
penjaga Nabi Dzulkifli dan mengatakan bahwa dia ingin bertemu dengan
tuannya. Tetapi, penjaga Nabi Dzulkifli melarangnya dan memberitahukan
kepadanya bahwa tuannya sedang lelah sehingga setan itu diperintahkan
untuk nanti saja menemui tuannya. Setan berupaya memaksa untuk masuk
dan beralasan bahwa dirinya telah membuat janji untuk bertemu Nabi
Dzulkifli, tetapi penjaga pun bersikeras menahannya. Tetapi, Setan tidak
kehabisan akal, ia menerobos masuk ke dalam rumah melalui lubang
angin. Nabi Dzulkifli yang belum tidur terkejut melihat kehadiran setan. Ia
menyadari bahwa tamunya bukanlah manusia biasa. Ia bertanya kepada
setan untuk apa datang menemuinya. Setan pun mengatakan bahwa ia
ingin mengganggu Nabi Dzulkifli agar tidak memiliki waktu untuk
beristirahat. Setan mengira bahwa Nabi Dzulkifli akan marah, ternyata
dirinya adalah orang yang sangat sabar.
Nabi Dzulkifli tetap menjaga pembagian waktunya dengan baik. ia
selalu menahan amarah sepanjang hidupnya.47 Nabi Dzulkifli wafat pada
usia 95 tahun di Damaskus, Syiria. Namanya Allah abadikan dalam al-
Qur’an pada surah al-Anbiyā’ ayat 85 dan surah Shād ayat 38. Kisah Nabi
Dzulkifli tidak banyak disebutkan dalam al-Qur’ān, namun Allah
menjadikan suri tauladan yang patut untuk dicontoh dari kisah dan
perjalanan hidup beliau.48
D. Perintah Bersyukur atas Nikmat Allah yang diberikan Kepada
Para Nabi dan Orang Beriman
Apa yang Allah janjikan kepada orang-orang yang bersyukur
tidak pernah sedikitpun Allah ingkari. Dalam berbagai ayat al-Qur’an,
47 Ririn
Astuti Ningrum, Kisah 25 Nabi dan Rasul: Nabi Dzulkifli, 4.
48 Komaruddin Ibnu Mikam , 25 Nabi dan Rasul dalam al-Qur’an (Jakarta:
Gramedia, 2010), 102.
76
Kata, 2010), 6.
77
kita kepada kedua orang tua yang telah mendidik kita sejak kecil.
Ketika telah mencapai usia empat puluh tahun, umumnya orang tua
kita sudah memasuki usia pensiun dan memulai masa tua yang
memerlukan perhatian serta kasih sayang dari kita sebagai anak yang
sudah dirawat dan dibesarkannya. Kondisi ini menjadi wujud bakti kita
sebagai anak sekaligus rasa terimakasih atas perhatian dan kasih
sayang mereka, sehingga sikap untuk mensyukuri semua nikmat
menjadi hal yang harus selalu diingat.
Jika melihat makna doa ini, maka ungkapan yang hampir mirip
juga dinyatakan dalam doa Nabi Sulaiman sebagai pribadi yang
memiliki kematangan akal, kekayaan, kedudukan politik dan
kesempurnaan kehidupan rumah tangga. Ia memohon agar selalu dapat
mengungkap syukur atas nikmat yang sangat besar yang telah
diberikan kepadanya dan kedua orang tuanya.53
yang menyebut kata sabar dan syukur dalam satu ayat secara
bersamaan, diantaranya:
Pertama, Surah Ibrāhim ayat 5:
ولق ْد ا ْرسلْنا م ْو ٰسى ِبٰ ٰيتنآ ا ْن ا ْخر ْج ق ْومك من الظُّل ٰمت اِل الن ُّْور ەن وذ ِّك ْره ْم ِب ٰيِّىم
ٍت لِّك ِّل صبَّارٍ شك ْور ٍ ٰاّلل ِۗا َّن ِْف ٰذلك ْلٰي
ِّٰ
“Dan sungguh, Kami telah mengutus Musa dengan membawa tanda-
tanda (kekuasaan) Kami, (dan Kami perintahkan kepada nya),
“Keluarkanlah kaummu dari kegelapan kepada cahaya terang-
benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah.”
Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan
Allah) bagi setiap orang penyabar dan banyak bersyukur.” (Qs.
Ibrāhīm: 5)
Ayat ini menjelaskan bahwa rasul-rasul yang telah diutus oleh Allah
kepada manusia mempunyai tugas yang sama, yaitu menyampaikan ayat-
ayat Allah untuk membimbing manusia ke jalan yang benar dan
mengeluarkan mereka dari kegelapan yang disebabkan karena kebodohan,
kekafiran, dan kemaksiatan menuju cahaya yang terang benderang karena
iman, hidayah dan ilmu pengetahuan serta akhlak yang mulia. Pada ayat
ini telah dikisahkan bahwa Nabi Musa telah diutus untuk menyampaikan
tugas dan diperintahkan untuk menyeru kaumnya agar bersabar dan
bersyukur ketika Allah melepaskan mereka dari perbudakan Fir’aun dan
siksa Allah yang ditimpa untuk diri mereka karena telah ingkar kepada-
Nya.55
Kedua, Surah al-Luqmān ayat 31:
ٍ اّلل لييك ْم ِّم ْن اٰ ٰيت ِۗه ا َّن ِْف ٰذلك ْلٰ ٰي
ت ِّٰ اَلْ تر ا َّن الْفلْك َْتر ْي ِف الْب ْحر بن ْعمت
ٍلِّك ِّل صبَّارٍ شك ْور
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika Allah menghendaki kapal yang
berlayar tak dapat berlayar lagi, maka Dia akan menghentikan angin yang
89
90
1. Bagian Pertama
ت فيه غنم الْق ْوم وكنَّا
ْ وداود وسل ْيمان إ ْذ َْيكمان ِف ا ِْل ْرث إ ْذ ن فش
ْماً َّمناها سل ْيمان وكالً ءات ْي نا حك ْ ﴾ ف فه٧٨﴿ِلكْمه ْمشاهدين
﴾٧٩﴿…وعل ًْما
91
﴾ وعلَّ ْمناه٧٩﴿ وسخ َّْرَنمع داودا ْْلبال يسبِّ ْحن و الطَّ ْي وكنَّا فاعل ْْي...
﴾ ولسل ْيمان٨٠﴿ وس لَّك ْم لت ْحصنك ْم ِّم ْن َبْسك ْم فه ْل أنت ْم شاكرون ٍ صْن عةلب
ِت ِبرْكنا فْيها وكنَّا بك ِّل ش ْى ٍء عالمْيَّ
ْ الريْح عاصفةً َْتر ْي َب ْمره إِل اِْل ْرض ال
ِّ
َّ ﴾ ومن٨١﴿
الشياط ْْي م ْن ي غ ْوص ْون له وي ْعمل ْون عمالً د ْون ذالك وكنَّاَل ْم
﴾٨٢﴿ حافظْي
“Dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-
burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan Kamilah yang
melakukannya. Dan telah Kami ajarkan kepada Daud
membuat baju besi untuk kalian, guna memelihara kalian
dalam peperangan kalian, maka hendaklah kalian bersyukur
kepada Allah. Dan telah Kami tundukkan untuk Sulaiman
angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan
perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan
Kami Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan Kami telah
tundukkan pula kepada Sulaiman segolongan setan-setan yang
menyelam ke dalam laut untuknya dan mengerjakan pekerjaan
selain daripada itu, dan adalah Kami memelihara mereka itu.”
(Qs. al-Anbiyā’: 79-82)
3. Bagian Ketiga
﴾استجْب نا له
ْ ٨٣﴿ الراْحْي َّ سن الضُُّّر وأنْت أ ْرحم َّ وأيُّ ْوب إذْ َنداى ربَّه أ ِّن م
فكش ْفنا مابه من ضٍِّر وءات ْي ناه أ ْهله وم ْث لهم مَّعه ْم ر ْْح ًة ِّم ْن ع ْندَن وذ ْكرى
﴾٨٤﴿ للْعابدين
“Dan ingatlah kisah Ayub ketika Ia menyeru Tuhannya, “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan
Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua
92
1 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, terj. Ahsan Ahkan,
serta kaumnya yang beriman. Itulah nikmat yang Allah berikan kepada
Nabi Nuh.2
Lalu pada ayat 78 dan 79, Allah memberikan ujian dan nikmat
kepada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman yang dengan demikian mereka
berdua mampu memberikan solusi yang tepat bagi perselisihan antara
pemilik kebun dan pemilik kambing. Nabi Daud menerima keputusan
Nabi Sulaiman tanpa perdebatan. Karena keputusan Nabi Sulaiman
dianggap lebih memperhatikan keadilan bagi kedua belah pihak yang
berselisih. Walaupun demikian, Allah tidak menyalahkan atas keputusan
Nabi Daud, karena Allah telah memberikan hikmah dan ilmu serta nikmat
kepada mereka masing-masing. Keduanya sangat bersyukur dengan
nikmat yang telah diberikan Allah. Nikmat yang Allah berikan kepada
Nabi Daud yaitu Allah telah menundukkan gunung-gunung dan burung-
burung untuk bertasbih bersama beliau. Lalu Nabi Daud juga merupakan
orang pertama yang diberi nikmat secara khusus oleh Allah dengan
diberikan ilmu untuk membuat baju besi agar mudah digunakan ketika
berperang, dimana pada masa beliau saat itu belum ada yang menemukan
alat pelindung diri, yang ada hanyalah pedang yang lebar.3 Allah juga
memberikan nikmat yang tiada terkira kepada Nabi Sulaiman dengan
menundukkan angin dan setan-setan, dimana angin itu dapat berhembus
sesuai yang diperintah olehnya kemana pun yang dikehendakinya. Dan
juga setan-setan yang menyelam ke dasar laut untuk mengambil permata
dan marjan untuk beliau. Selain menyelam ke dasar laut, setan-setan itu
melakukan pekerjaan lain seperti pembangunan gedung-gedung, patung-
ت فيه غنم الْق ْوم وكنَّا ِلكْمه ْم ْ وداود وسل ْيمان إذْ َْيكمان ِف ا ِْل ْرث إذْ ن فش
﴾٧٩﴿…ْما وعل ًْما ً َّمناها سل ْيمان وكالً ءات ْي نا حك
ْ ﴾ ف فه٧٨﴿ شاهدين
“Dan ingatlah kisah Daud dan Sulaiman di waktu keduanya
memberikan keputusan mengenai tanaman karena tanaman dirusak
oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan Kami
menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu.” (Qs. al-
Anbiyā: 78)
Pada surah al-Anbiyā ayat 78, al-Ṭabarī menafsirkan bahwa para
ulama berbeda pendapat mengenai makna lafaẓ ِ ا ْْلر,
َث yaitu sebagian
َْ
ulama berpendapat bahwa makna lafaẓ tersebut adalah “tanaman” dan
sebagian yang lain berpendapat “pohon anggur”. Dalam riwayat Ibn Juraij
yang berasal dari Atha, dikatakan bahwa lafaẓ ِ ا ْْلر
َث maknanya adalah
َْ
“tanaman”.6 Kemudian dalam riwayat Qatadah dikatakan bahwa kambing-
kambing suatu kaum telah merusak tanaman kaum lain pada malam hari. 7
Lalu Tamim bin al-Muntasir dari Syuraih berkata bahwa lafaẓ ِ ا ْْلر
َث َْ
maknanya adalah “pohon anggur”. Dan Ibnu Mas’ud berkata bahwa pohon
anaknya, bulunya dan susunya. Lalu pada tahun depan, setelah tanaman
kembali seperti semula, kambing-kambing tersebut dikembalikan kepada
pemiliknya lagi dan pemilik kebun mendapati kebunnya kembali. Itulah
makna dari lafaẓ َّمناها سل ْيمان
ْ ف فه “Maka Kami telah memberikan
pengertian kepada Sulaiman.”12 Muammar dan al-Zuhri berkata bahwa
perusakan tidak terjadi kecuali pada malam hari, sedangkan kelalaian
terjadi pada siang hari.13
Dalam riwayat Ibnu Humaid dikatakan tentang lafaẓ النَّ ْفس
maknanya adalah mennggembala pada malam hari.14 Dikatakan bahwa
Unta milik al-Barra bin Azib masuk ke pagar tembok milik orang Anshar
dan merusaknya. Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Rasulullah
Saw kemudian beliau membaca ayat ت فيه غنم الْق ْوم
ْ إذْ ن فش yang artinya
“Karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya.”
Lalu beliau memutuskan bahwa al-Barra bertanggung jawab atas
kerusakan yang disebabkan oleh untanya. Kepada para pemilik ternak
hendaknya menjaga ternaknya pada malam hari, dan kepada pemilik pagar
tembok hendaknya menjaga pagar temboknya pada siang hari.”
Sikap sabar yang dimiliki Nabi Daud pun disebutkan dalam riwayat
al-Zuhri, ia berkata bahwa ada seorang laki-laki yang ternaknya masuk ke
dalam kebun milik orang lain dan merusak tanamannya pada malam hari.
Kemudian kedua kaum tersebut mendatangi Nabi Daud. Lalu Nabi Daud
memberikan keputusan bahwa kambing tersebut menjadi milik si pemilik
kebun. Akhirnya keduanya pun pulang. Ketika mereka lewat di depan
Nabi Sulaiman, Nabi Sulaiman bertanya bagaimana ayahnya memberikan
16 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XVII (Jakarta: PT. Citra Serumpun Padi, ), 81.
17 Hamka, Tafsir al-Azhar, 82.
101
hidup yang positif dan hal tersebut merupakan pancaran ilham dari Allah
yang diberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.18
Al-Ṭabarī juga tidak menjelaskan makna kalimat “yahkumāni” dan
“fafahamnāhā” secara detail. Di sini penulis menemukan penjelasan yang
lebih rinci pada penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbāh,
beliau berkata bahwa lafaẕ “yahkumāni” dipahami oleh banyak ulama
dalam arti “menetapkan hukum”, yaitu antara Nabi Daud dan Nabi
Sulaiman masing-masing menetapkan hukum. Sedangkan sebagian ulama
berpendapat bahwa lafaẓ yahkumāni bukan berarti masing-masing
menetapkan hukum, tetapi dalam arti mereka berdua berdiskusi untuk
menetapkan hukum. Pada awalnya, mereka sepakat untuk menetapkan
ganti rugi bagi pemilik kebun tetapi mereka berbeda pendapat tentang
pemberian ganti rugi itu. Dalam hal ini, Nabi Sulaiman diberi pemahaman
yang lebih oleh Allah, sehingga keputusan yang diambil adalah keputusan
salah satu dari mereka, bukan dua putusan yang berbeda. Yang jelas, ayat
tersebut menjelaskan perbedaan pendapat antara dua orang Nabi yang
mana keduanya adalah sosok ayah dan anak yang ijtihadnya menyangkut
satu kasus yang sama.19
M. Quraish Shihab lebih lanjut menjelaskan mengenai makna lafaẓ
“fafahamnāhā”, yaitu pemahaman yang telah dianugerahkan kepada Nabi
Sulaiman adalah yang lebih tepat. Karena dalam hal menetapkan ganti
rugi, Nabi Daud hanya mewujudkan keadilan semata. Sedangkan pendapat
Nabi Sulaiman adalah keadilan yang sekaligus dapat menciptakan
pembinaan dan pembangunan. Selain itu, ganti rugi yang diputuskan Nabi
Sulaiman tidak menyebabkan hilangnya modal si pemilik kambing, karena
kambingnya akan dikembalikan hingga waktunya selesai. Kasus tersebut
membuktikan bahwa dua orang hakim yang menghadapi kasus yang sama
bisa berbeda keputusan dalam tingkat pemahaman. Yang terbaik adalah
yang pemahamannya lebih dalam terhadap kasus, petunjuk teks, jiwa,
ajaran dan kondisi sosial budaya yang dihadapi. Oleh sebab itu, bagi
seorang hakim, sekedar keinginan untuk berlaku adil dan pengetahuan
hukum saja belum cukup, karena semua itu harus disertai dengan apa yang
ditetapkan oleh al-Qur’an dengan kemampuan penetapan. Sehingga
keadilan dapat tercapai dan kemudharatan dapat dihindarkan. M. Quraish
Shihab mengutip dalam riwayat yang berasal Bukhari, Muslim, Abu Daud
dan Amr Ibn Ash Quraish Shihab disebutkan bahwa “Apabila seorang
hakim memutuskan hukum dan dia telah berijtihad dan ternyata
putusannya benar, maka ia memperoleh dua ganjaran, dan jika ia
berijtihad lalu keliru, maka ia memperoleh satu ganjaran.”20
Walaupun keputusan Nabi Sulaiman dianggap lebih benar, bukan
berarti Nabi Daud tidak memperoleh ganjaran. Karena yang berijtihad pun
bisa keliru dan memperoleh ganjaran, dan memang Allah telah berikan
kemampuan kepada mereka dalam menetapkan hukum dan telah diberikan
hikmah dan kenabian serta menganugerahkan ilmu yang bermanfaat. Apa
yang terjadi kepada Nabi Daud sama sekali tidak mengurangi kemuliaan
Nabi Daud. Hal ini dibuktikan pada ayat selanjutnya. 21
yang lebar. Maka dapat dikatakan bahwa orang yang pertama kali dapat
membuat baju besi adalah Nabi Daud ‘Alaihissalam.
Pada penafsiran al-Ṭabarī dikatakan bahwa para ahli qira’at berbeda
pendapat tentang kalimat لت ْحصنك ْم . Mayoritas ahli qira’at negeri islam
membacanya dengan huruf “ya”, yang memiliki arti agar baju besi
melindungi kalian dalam peperangan. Mereka menjadikannya mudzakkar
karena mengikuti lafaẓ ٍ لب. Kemudian Abu Ja’far Yazid
وس bin al-Qa’qa
membacanya dengan huruf “ta” yang artinya agar pembuatannya
melindungi kalian. Mereka menjadikannya muannas karena mengikuti
lafaẕ صْن عة. Dan Syaibah bin Nishah dan Asim bin Abi Nujud
membacanya dengan huruf “nun”, yang artinya “Agar Kami melindungi
kalian dari peperangan kalian.”27 Sedangkan Abu Ja’far al-Ṭabarī berkata
bahwa Qira’at yang paling tepat menurutnya adalah dengan huruf “ya”,
karena itu merupakan qira’at mayoritas yang dapat menjadi hujjah
meskipun ketiga qira’at tersebut memiliki makna yang berdekatan. lafaẓ
صْن عة artinya ٍ لب
وس dan lafaẓ ٍ لب
وس artinya صْن عة. Maka makna “Allah”
adalah Dia yang melindungi umatnya dari peperangan. Jadi dalam
penafsiran al-Ṭabarī, baju dapat menjadi pelindung umat karena kehendak
Allah.28
Kemudian Firman-Nya فه ْل أنت ْم شاكرون memiliki arti “Maka
hendaklah kamu bersyukur kepada Allah”. Maknanya adalah tidakkah
semua manusia bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang
kepadanya angin yang berhembus dengan baik menurut kemana saja yang
dikehendaki-Nya.” (Qs. Shād: 36) Dan Allah berfirman: “Dan Kami
tundukkan angin bagi Sulaiman, yang perjalannya di waktu pagi sama
dengan perjalanan sebulan, dan perjalanannya di waktu sore sama dengan
perjalanan sebulan pula.” (Qs. Sabā’: 12)
Diceritakan bahwa ada sebuah rumah di daerah Dijlah yang terdapat
sebuah tulisan dan yang menulisnya ialah bagian dari sahabat Nabi
Sulaiman, entah dari jenis jin atau manusia. Tempat itu pernah
disinggahinya, tetapi tidak pernah dibangunnya dan mereka
mendapatkannya telah dibangun. Lalu mereka berangkat dari Istakhar
serta tidur siang di sana dan akan berangkat kembali dan tidur siang
sebentar di negeri Syam.31 Ibnu Zaid Berkata bahwa angin yang
berhembus dengan perintahnya ke negeri yang telah Kami berkati
maksudnya adalah negeri Syam.32
Dalam penafsirannya, al-Ṭabarī mengatakan bahwa Para ahli qira’at
berselisih pendapat tentang firman-Nya, الريْح عاصف ًة
ِّ ولسل ْيمان yang
mempunyai arti “Dan telah Kami tundukkan untuk Sulaiman angin yang
sangat kencang tiupannya.” Mayoritas ulama membaca lafaẕ الريْح
ِّ dengan
posisi manshub. Sedangkan al-Ṭabarī berkata bahwa Qira’at yang tidak
beliau perbolehkan adalah selain qira’at jumhur, karena hal tersebut telah
menjadi ijma’ mereka.
Lalu Firman-Nya وكنَّا بك ِّل ش ْى ٍء عالمْي memiliki arti “Dan adalah
Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.” Maknanya adalah Allah ta’ala
menegaskan bahwa Dia Maha Mengetahui segala sesuatu dan apa yang
dilakukan atas sikap syukur yang dilakukan Nabi Sulaiman, yaitu
31 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, 183.
32 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, 184.
110
َّ ومن
الشياط ْْي م ْن ي غو َْص ْون له وي ْعمل ْون عمالً د ْون ذالك وكنَّا َل ْم حافظْي
“Dan Kami telah tundukkan pula kepada Sulaiman segolongan
setan-setan yang menyelam ke dalam laut untuknya dan
mengerjakan pekerjaan selain daripada itu, dan adalah Kami
memelihara mereka itu.” (Qs. al-Anbiyā’: 82)
Al-Ṭabarī menafsirkan bahwa maksud ayat diatas adalah Allah
ta’ala telah menundukkan segolongan setan untuk Nabi Sulaiman yang
menyelam ke dalam laut dan mengerjakan pekerjaan selain itu, seperti
pembangunan gedung, patung-patung dan mihrab-mihrab. Allah
senantiasa menjaga setan-setan itu, sehingga setan-setan tersebut tidak
استجْب نا له
ْ ﴾ ف٨٣﴿ الراْحْي َّ سن الضُُّّر وأنْت أ ْرحم َّ وأيُّ ْوب إذْ َنداى ربَّه أ ِّن م
فكش ْفنا مابه من ضٍِّر وءات ْي ناه أ ْهله وم ْث لهم مَّعه ْم ر ْْحةً ِّم ْن ع ْندَن وذ ْكرى
﴾٨٤﴿ للْعابدين
“Dan ingatlah kisah Ayub ketika ia menyeru Tuhannya, “Ya
Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang diantara semua penyayang.
berhasil menggodanya, maka iblis pun naik ke langit dan berdiri di sisi
Allah seraya mengatakan bahwa ia meminta izin kepada Allah untuk
mengajukan dirinya mengambil nyawa anak-anaknya. Allah
mengizinkannya tetapi Allah tidak mengizinkan atas akal, hati, dan jasad
Nabi Ayyub.
Lalu Iblis pun pergi dengan menunggangi kuda ke tempat anak-anak
Nabi Ayyub berada, yaitu di istana. Iblis mengguncang mereka hingga
tiang-tiangnya berguguran dan menghancurkan dinding-dindingnya serta
melemparinya dengan kayu dan batu yang besar. Setelah ia membinasakan
mereka, ia mengangkat dan menghancurkan istana beserta isinya.43
Setelah itu, Iblis pergi menemui Nabi Ayyub menyerupai guru yang
mengajari mereka ilmu hikmah dengan berpura-pura berdarah dan terluka.
Banyaknya luka dan wajahnya yang berubah membuat Nabi Ayyub tidak
mengenalinya. Ketika Nabi Ayyub melihatnya, Iblis berpura-pura sedih
sambil meneteskan air mata dan mengatakan bahwa dia selamat dari
tempat musibah tersebut dan mengatakan kalau saja Nabi Ayyub melihat
bagaimana anak-anaknya dibalik, dicincang dan disiksa hingga kepala
mereka berdarah dan otaknya mengalir dari hidung serta mulut mereka,
perutnya dirobek-robek hingga isinya menyembur keluar. Lemparan kayu
dan batu yang besar membuat hancur otak, mematahkan dan meremukkan
tulang-tulang dan menyobek-nyobek wajah serta kulit mereka. Iblis terus
berbicara dan berusaha membuat hati Nabi Ayyub hancur. Akhirnya Nabi
Ayyub menangis dan mengambil segenggam tanah dan meletakkan di
kepalanya. Iblis pun mengambil kesempatan dari hal itu. Naiklah dia ke
langit dengan gembira setelah melihat Nabi Ayyub bersedih. Tetapi, Nabi
Ayyub tidak menyerah. Tak lama kemudian Nabi Ayyub sadar lalu
beristighfar. Lalu naiklah para malaikat untuk menyampaikan taubatnya
kepada Allah sebelum Iblis sampai kepadanya. Akhirnya Iblis mengetahui
bahwa Nabi Ayyub telah diterima taubatnya. Sehingga Iblis kembali
merasa sedih dan merasa hina.44
Belum puas dengan apa yang sudah Iblis perbuat terhadap Nabi
Ayyub, ia meminta kembali kepada Allah untuk menguasainya atas
jasadnya Nabi Ayyub. Lalu Allah mengizinkan kepada Iblis atas jasadnya
Nabi Ayyub, tetapi tidak menguasakan atas akal, hati, dan lisannya. Iblis
pun kembali mendatangi Nabi Ayyub dengan menunggangi kuda dan
mendatanginya ketika ia sedang bersujud. Maka cepat-cepat Iblis
mendatanginya sebelum Nabi Ayyub bangun dari sujudnya. Dari bawah
tempat sujudnya, Iblis meniupkan tiupan di hidungnya, sehingga membuat
badan Nabi Ayyub terbakar, dagingnya menjadi lunak, dan tumbuh kutil-
kutil yang membuatnya menjadi gatal-gatal. Sehingga ketika Nabi Ayyub
menggaruknya semuanya berjatuhan. Beliau menggarukanya dengan
tulang dan batu yang keras sampai dagingnya habis dan terpotong-potong
serta kulitnya rusak dan membusuk.
Nabi Ayyub kemudian diasingkan oleh penduduk desanya dan
dibuatkan gubuk di atas anak bukit. Semua orang menjauhinya kecuali
istrinya. Hanya istrinya yang merawatnya selama Nabi Ayyub ditimpa
penyakit. Bahkan, pengikut Nabi Ayyub yang setia pun menjauhinya. Ada
tiga orang yang mengikuti agamanya, ketika mereka mengetahui keadaan
Nabi Ayyub, mereka menjauhinya dan mengingkarinya, tetapi tidak
meninggalkan agamanya. Mereka adalah Bildad, Alifaz dan Safir. Ketiga
langit dengan membuka dan menutup nya serta menghujani bumi jika
berkehendak atas itu. Allah pula yang menciptakan bumi dan
mengokohkannya sendiri dan Dia juga yang menggoncangkannya dari
arah paling bawah. Sehingga yang berada di atas menjadi di bawah dan
yang di bawah menjadi berhamburan ke atas. Nabi Ayyub berkata, bahwa
jika ia memiliki kata-kata maka apakah pantas diucapkan sedangkan Allah
yang menciptakan Arsy dan yang dengan satu kalimat lalu seluruh isi
bumi dan langit merasa takut kepada-Nya. Dia lah yang dapat berbicara
kepada laut dan memahami firman-Nya serta melaksanakan perintah tanpa
ada pertentangan. Dia pula yang menciptakan ikan di laut, hewan melata
dan burung. Dia lah yang mampu berbicara kepada yang mati lalu
menghidupkannya dengan firman-Nya dan dapat berbicara dengan
bebatuan dan seluruhnya menaati atas semua perintahnya-Nya.47
Alifaz juga kembali berkata kepada Nabi Ayyub bahwa sungguh
agung perkataan yang diucapkan beliau. Kulitnya merinding jika
mengingat perkataan tersebut. Alifaz menuding Nabi Ayyub dan
mengatakan bahwa sungguh cobaan yang menimpa Nabi Ayyub bukan
disebabkan oleh dosa yang telah dilakukannya. Perkataannya telah
menempatkannya pada posisi itu. Besar kesalahannya dan banyak
permintaannya. Beliau telah merampas harta yang menjadi hak mereka
dan berpakaian saat mereka telanjang. Makan saat mereka lapar dan
menutup pintu dari orang-orang yang lemah. Menghindarkan makanan
dari orang yang lapar serta membutuhkan kebaikannya. Menyembunyikan
semuanya di rumah sambil menampakkan perbuatan yang mereka lihat.
Bisa jadi Allah tidak menampakkan hal-hal yang telah tersembunyi di
dan tidak ada pemakmuran ajarannya. Tidak akan mewariskan anak yang
shalih yang menjadi penerusnya serta hanya deretan syair yang
mengenangnya.
Nabi Ayyub menanggapi tuduhan Baldad dengan berkata bahwa jika
dirinya terlena, maka ia akan menanggungnya. Jika ia terbebas dari dosa,
maka pembelaan apa yang ia miliki. Jika ia berteriak, maka siapakah yang
akan mendengar teriakannya. Jika ia diam, maka siapa yang akan
mendengar teriakannya. Hilang harapan dan usai sudah mimpi-mimpinya.
Ia berteriak kepada umatnya, tetapi umatnya tidak merahmatinya. Bala’
telah menimpa dirinya dan semua orang mencampakkannya. Mereka lebih
keras dan lebih menyakitkan dari pada bala yang menimpanya. Mereka
heran atas penyakit yang menimpa jasadnya. Jika seorang hamba
mendebat Tuhannya, maka ia berharap akan menang di hadapan para
penegak hukum, namun dirinya mempunyai Tuhan yang Maha Kuasa di
atas langit dan Dia menendangnya ke tempat seperti itu. Ia terus mendekat
kepada Tuhannya. Allah mendengar sedangkan dirinya tidak mendengar-
Nya. Dia melihatnya sementara dirinya tidak melihat-Nya. Jika Allah
muncul, maka melelehlah raganya dan rohnya seolah-olah berteriak. Jika
Allah memberinya nafas, maka ia akan berbicara dengan sepenuhnya, lalu
kewibawaannya telah tercabut dari dirinya. Lalu dirinya memohon kepada
Tuhannya, dosa apa yang telah membuat Tuhannya mengazabnya.
Setelah itu, tiba-tiba Allah yang memanggil-manggil Nabi Ayyub
dan berseru, “Wahai Ayyub. Inilah Aku telah mendekatimu. Berdirilah
dan angkat sarungmu. Jiwamu telah diberi sesuatu yang tidak sanggup
dipikul oleh kekuatanmu. Saat itu yang aku ingat adalah tuduhan yang
129
yang lewat berkata: “Sekiranya orang ini baik di sisi Allah, maka Allah
akan membebaskannya.”57
Pendapat lain mengatakan bahwa Nabi Ayyub berada dalam kondisi
seperti itu selama tiga tahun, tidak lebih satu hari pun. Ketika Iblis kalah
dan tak dapat memperdaya Nabi Ayyub, iblis pun menggoda istrinya dan
mendatanginya dengan sosok makhluk yang lain dalam bentuk manusia
yang tubuhnya, tulangnya, tingginya, kendaraannnya dan ketampanannya
bukan seperti manusia pada umumnya. Iblis menggoda istri Nabi Ayyub
dan mengatakan bahwa dirinya Tuhan bumi dan mengaku-ngaku bahwa
dia lah yang membuat suaminya seperti itu karena menyembah Tuhan
langit sehingga hal tersebut membuatnya marah. Lalu iblis menghasut istri
Nabi Ayyub dan menyerunya agar Nabi Ayyub mau sujud kepadanya
sekali saja dengan mengiming-imingi bahwa ia akan mengembalikan
seluruh anak dan harta benda Nabi Ayyub. Tak lupa iblis menghasut
istrinya untuk menyeru Nabi Ayyub agar tidak membaca basmallah ketika
makan dan menjanjikan kesembuhan untuknya jika
melakukannya.Datanglah istri Nabi Ayyub dan menemuinya untuk
memberitahu apa yang Iblis katakan kepadanya. Mendengar hal tersebut
Nabi Ayyub marah dan bersumpah jika Allah menyembuhkannya, maka ia
akan memukul istrinya sebanyak seratus kali.58
Pendapat lain mengatakan bahwa ketika musibah yang menimpa
Nabi Ayyub semakin berkepanjangan, datanglah orang-orang beriman dan
ditambah juga seorang anak muda yang beriman kepadanya. Selain 3
orang pengikutnya: Alifaz, Baldad, dan Zhafir, Tabari tidak menjelaskan
nama pemuda yang disebut terakhir datang kepada Nabi Ayyub.
57 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, 214.
58 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarīr al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, 215.
132
menceritakan kepada kami dari al-Laits dari mujahid bahwa Nabi Ayyub
memilih keluarganya di akhirat dan yang seperti mereka di dunia. Said
menceritakan kepada kami dari Qatadah bahwa Allah menghidupkan
keluarganya yang sebelumnya dan menambahkannya seperti mereka.
Penafsiran dari kata ً ر ْْحةyang berkedudukan manshub yang berarti
‘Kami lakukan hal itu sebagai rahmat dari Kami untuk-Nya.’67 Kemudian
Firman Allah ر ْْحةً ِّم ْن عنْدَن وذ ْكرى للْعابدين dengan arti “Sebagai suatu
rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang
menyembah Allah.” Maknanya yaitu Allah memberi peringatan bagi
orang-orang yang menyembah Tuhannya agar mereka dapat mengambil
pelajaran dan mengetahui bahwa Allah bisa saja menguji orang-orang
yang dicintai-Nya di dunia dengan berbagai macam bala’ dan cobaan yang
menyangkut dirinya, hartanya dan keluarganya tanpa menyepelekan
mereka sedikitpun. Semua itu sebagai pelajaran bagi dirinya atas
kesabaran kepada-Nya. Keyakinan dan kedudukan atas-Nya telah
dijanjikan Allah sebagai bentuk pemuliaan kepadanya.
Muhammad bin Ka’ab al-Qardhi berkata tentang firman Allah ًر ْْحة
ِّم ْن ع ْندَن وذ ْكرى للْعابدين “Sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk
menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” Serta Firman-
Nya, “ ر ْْح ًة ِّمنَّا وذ ْكر ْلوِل ْاْللْبابSebagai rahmat dari Kami dan pelajaran
bagi orang-orang yang mempunyai pikiran.” Yaitu orang mukmin yang
tertimpa musibah kemudian ingat dengan musibah yang menimpa Nabi
Ayyub, hendaklah berkata: “Telah ditimpa musibah orang yang lebih baik
dari kami, yaitu seorang nabi dari para nabi.”68
tersebut dan ia pun dibawanya. Saat Nabi Sulaiman dibawa oleh angin
tersebut, ia menurut saja.73
Tak lupa, Nabi Sulaiman selalu bersyukur kepada Allah atas nikmat
yang telah dianugerahkan kepadanya dengan menundukkan angin untuk
memudahkan akses kaumnya dalam berdagang. Meskipun ia raja, tetapi ia
selalu mementingkan kedamaian kaumnya. Semuanya Allah ketahui
dengan baik dan tak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.74
3. Bentuk Sikap Sabar dan Syukur Nabi Ayyub
Bentuk kesabaran yang dimiliki Nabi Ayyub dalam menghadapi
ujian yang dialaminya adalah beliau tidak tergoda hasutan Iblis yang telah
mengambil anak dan keluarganya, merusak harta bendanya serta telah
menyebabkan dirinya sakit yang menjijikan. Nabi Ayyub mengatakan
bahwa anak, keluarga dan seluruh harta benda yang dimilikinya adalah
pinjaman dari Allah. Jadi menurutnya, Allah berhak untuk mengambil dan
mencabutnya kapan saja yang dikehendaki-Nya. Nabi Ayyub mengatakan
bahwa beliau adalah hamba-Nya, maka apa yang telah ditetapkan Allah
atasnya, pasti akan menimpanya. Dan tidak ada kekuatan selain yang
diberikan Allah kepadanya. Nabi Ayyub berkata bahwa tidak pantas jika
seseorang bergembira ketika Allah memberikan pinjaman dan bersedih
ketika Allah mengambilnya. Allah yang lebih berhak atas apa yang
diberikan kepada hamba-Nya.75 Nabi Ayyub pernah satu kali mengeluh
atas kepergian anaknya, tetapi dengan cepat ia mengucap istighfar dan
bertaubat kepada Allah.76 Selama menanggung ujiannya, Nabi Ayyub
seharusnya dapat menahan diri dari godaan hawa nafsu dunia agar tidak
terlena karena selalu mengingat Allah dimanapun berada dan memilih
untuk menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, 79 Allah berfirman:
﴾ فا َّن ا ْْلنَّة هي٤٠﴿ وامَّا م ْن خاف مقام ربِّهٖ وَّنى النَّ ْفس عن ا َْل ٰو نى
﴾٤١﴿ الْمأ ْٰو ِۗى
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan
menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah
tempat tinggalnya .” (Qs. an-Nazi’at: 40-41
Seorang muslim yang baik adalah yang mampu bersabar dan
bersyukur. Karena kehidupan di dunia tidak terlepas dari nikmat dan
musibah. Ada nikmat yang membawa musibah, dan ada pula musibah
yang membawa nikmat. Bahkan terkadang nikmat dan musibah datang
secara bersamaan. Allah berfirman:
َۚ
سكم الضُُّّر فال ْيه َْتر ْون ِّٰ وما بك ْم ِّم ْن نِّ ْعمةٍ فمن
َّ اّلل ُثَّ اذا م
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah,
kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah
kamu meminta pertolongan. .” (Qs. an-Nahl: 53)
79
Yanuardi Syukur, Kisah Perjuangan Nabi-nabi ‘Ulul Azmi (Jakarta: al-
Maghfiroh, 2014), 285.
144
Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa semua nikmat yang ada pada
manusia baik kecil maupun sebesar-besarnya, baik nikmat yang diketahui
atau tidak, semua itu bersumber dari Allah atas kehendak dan ketentuan-
Nya.80 Sebagai orang yang beriman, kita harus mengaplikasikan rasa sabar
dan syukur dalam kehidupan sehari-hari. Dalam keadaan menderita
sekalipun, kita dianjurkan untuk selalu bersikap sabar dan menerima
semua takdir Allah dengan penuh keikhlasan, sehingga kita semua dapat
menjadi pribadi yang selalu bersyukur kepada-Nya.81
Sebagai contoh relevansi sikap sabar dan syukur dalam kehidupan
sehari-hari dapat dilihat dari nikmat-nikmat dan ujian yang Allah berikan
kepada nabi-nabi yang telah dipaparkan oleh penulis. Diantaranya:
1. Dari Kisah Nabi Daud dan Nabi Sulaiman, kita dapat melihat
pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari mengenai kasus
tentang penetapan suatu hukum di pengadilan. Baik Jaksa maupun
hakim, berperan penting dalam suatu perkara dari awal pemeriksaan
hingga mengadili. Jaksa bertugas menyampaikan dakwaan dan
tuntutan dalam pengadilan, sementara hakim memiliki fungsi dan
tanggung jawab besar karena bertugas menentukan keadilan bagi
terdakwa di pengadilan. Yang dengan demikian kita dapat
bersyukur, karena ketika ada suatu masalah yang harus menetapkan
suatu putusan yang adil, maka hal yang tepat adalah melapor kepada
80
Yanuardi Syukur, Kisah perjuangan Nabi-Nabi ‘Ulul Azmi, 264.
81 Muhammad Takdir, Suplemen Jiwa untuk Menggapai Kebahagiaan Sejati
(Authentic Happiness), 102.
145
19) atau lebih dikenal dengan virus Corona. Penyakit ini pertama
kali muncul pada bulan Desember 2019 dan sejak saat itu mulai
menyebar secara global atau ke seluruh dunia sampai saat ini (tahun
2021). Ketika wabah ini menyebar luas, baik yang kaya maupun
yang miskin, tua maupun yang muda sibuk untuk melindungi dan
menyelamatkan diri. Penularan virus Corona yang begitu cepat
membuat semua orang begitu was was dan takut untuk berinteraksi
dengan orang lain. Segala aktivitas, baik belajar, bekerja maupun
aktivitas yang lain diliburkan sejenak demi mencegah penularan
virus tersebut.82 Bahkan banyak orang yang kehilangan
pekerjaannya karena tempat ia bekerja mengalami dampak
pengurangan pemasukan, sehingga beberapa perusahaan dan tempat-
tempat kerja yang lain harus mengurangi beberapa karyawannya.
Berdiam di dalam rumah selama pandemi, membuat masyarakat
dapat melakukan banyak hal, seperti menyelesaikan tugas, mengurus
rumah dan lain sebagainya. Apabila diteliti, perilaku masyarakat
selama masa pandemi ada banyak kegiatan yang dilakukan. Ada
yang menghabiskan waktunya dengan melakukan hal-hal negatif,
seperti orang yang tidak peduli terhadap himbauan pemerintah.
Mereka dengan santai nongkrong di tempat yang ramai dan
menghabiskan waktunya dengan bermalas-malasan. Ada pula orang
yang menghabiskan waktunya untuk bermain game, membuka sosial
media setiap waktu tanpa bermanfaat dan lain sebagainya tanpa
disadari dapat menjerumuskan kedalam dosa-dosa besar, seperti
gibah, bahkan sibuk membaca berita dan mengkritik berbagai
82 Taufiq A. Gani, Antologi dari Bumi Paguntaka: Covid-19 Dampak dan Solusi
B. Saran
Penulis berharap adanya penelitian lebih lanjut terkait tentang kisah
Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Nabi Ayyub maupun nabi-nabi Allah yang
lain serta tidak hanya menggunakan kitab Tafsir al-Ṭabarī saja. Dengan
mengetahui pesan sabar dan syukur para Nabi yang telah Penulis
paparkan, mudah-mudahan penelitian ini dapat menambah ilmu
pengetahuan bagi pembaca serta dapat mengambil hikmah dan dapat
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dan di masa yang akan
datang.
149
150
DAFTAR PUSTAKA
Buku Referensi:
Aksara, Tim Panca. Keajaiban Sabar dan Syukur. Temanggung: Desa
Pustaka Indonesia, 2020.
Alaydrus, Habib Syarif Muhammad. Agar Hidup Selalu Berkah: Meraih
Ketentraman Hati dengan Hidup Penuh Berkah. Bandung: PT.
Mizan Pustaka, 2009.
Ali, Yunasril. Pilar-pilar Tasawuf. Jakarta: Kalam Mulia, 2005.
Astutiningrum, Ririn. Kisah 25 Nabi & Rasul: Nabi Ismail. Solo: Tiga
Ananda, 2019.
‘Asyur, Ibnu. al-Tahrīr wa al-Tanwīr, jilid 4, Tunisia: Dar al-Tunisi, 1984.
Baljon, J.M.S. Tafsir Qur’an Muslim Modern. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1991.
Baqi, Muhammad Fuad Abdul. al-Mu’jam al-Mufahras li al-fazh al-
Qur’ān. Beirut: Dar al-Fikr, 1981.
Al-Dhahabi, M. Husain. al-Tafsir wa al-Mufasirûn, jilid 1. Beirut: Dar al
Kutub, 1976.
Al-Farmawi, Abdul Hayy. Metode Tafsir Maudhu’i: Sebuah Pengantar,
terj. Surya A. Samran. Jakarta: PT.Grafindo Persada, 1996.
Faizah ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern. Ciputat Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011.
Farid, Syaikh Ahmad. 60 Biografi Ulama Salaf, terj. Masturi Irham dan
Asmu’i Taman. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006.
Gani, Taufik A. Antologi dari Bumi Paguntaka: Covid-19 Dampak dan
Solusi. Aceh: Syiah Kuala University Press, 2020.
Al-Ghazali, Imam. Sabar dan Syukur, terj. Al-Haj Maulana Fazlul-Karim.
Bandung: Marja, 2019.
Ghofur, Saiful Amin. Profil Para Mufassir al-Qur’an. Yogyakarta: Insan
Madani, 2007.
Goldziher, Ignaz. Mazhab Tafsir dari Klasik Hingga Modern. Yogyakarta:
El-Saq Press, 2006.
Hamasah, Ifsya. Kisah Teladan 25 Nabi dan Rasul. Jakarta: Cikal Aksara,
2010.
Hamka. Tafsir al-Azhar, jilid 7. Jakarta: Gema Insani, 2020.
Hamka. Tafsir al-Azhar, juz XVII. Jakarta: PT. Citra Serumpun Padi.
Hidayatullah, Tim Penulis IAIN Syarif. Ensiklopedi Islam Indonesia.
Jakarta: Djambatan, 1992.
151
152
SKRIPSI/TESIS:
Andini, Ika Tyas, “Pendidikan Nilai Kesabaran Nabi Ayyub Studi
Terhadap al-Qur’an Surat Shād ayat 41-44.” Skripsi S1., Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga, 2016.
Barmawanto, Budi, “Representasi sabar dan syukur seorang ayah dalam
film Jokowi 2013: analisis semiotik tearhadap tokoh Notomiharjo.”
Skripsi S1., Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo,
2017.
Chasanah, Nur, “Konsep Sabar dalam Kitab Nashaihul ‘Ibad Karya Imam
Nawawi al-Bantani.” Tesis S2., Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga, 2018
Darmawan, Adrian, “Analisis Semiotik Makna Sabar & Syukur Dalam
Film Gadis Di Ruang Tunggu.” Skripsi S1., Fakultas Ilmu Dakwah
dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.
Eka S, Mariana, “Pendidikan sabar dalam Kisah Nabi Ayyub (Kajian tafsir
surah Shād ayat 41-44).” Skripsi S1., UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2019.
Fauziyah, Nur Rifatul, “Al-Syakhsiyah Fi Qisyah Sulaiman ‘Alaih al-
Salam Fi al-Qur’an al-Karim: Tahlīl Li Nafsi Adaby Fi Dhou’
Nadhariyah Syigmund Freud.” Thesis S2,. Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016.
Hardianto, Wawan, “Nilai-nilai Keteladanan Kisah Nabi Daud AS. Dalam
Kitab Qishasul Anbiya Karya Ibnu Katsir dan Relevansinya dengan
Pendidikan Akhlak MTS Kelas VII Semester Ganjil.” Skripsi S1.,
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Ponorogo, 2018.
Maulida, Imas, “Telisik Doa Nabi Ayyub As dalam Tafsir al-Ṭabarī Pada
Surah al-Anbiyā’ ayat 83-84 dan Sad ayat 41-44.” Skripsi S1.,
Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019.
Miftahuddin, Azka, “Penanaman Nilai Syukur dalam Tradisi Sedekah
Bumi di Dusun Kalitanjung Desa Tambaknegara Rawalo
Banyumas.” Skripsi S1., Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
IAIN Purwokerto, 2016.
Rifin, Mustolih, “Karakteristik Syukur dalam al-Qur’an (Kisah Nabi
Ayyub dan Nabi Sulaiman).” Skripsi S1., Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama UIN Raden Intan Lampung, 2019.
155
JURNAL/ARTIKEL:
Abdurrohman, Asep. “Metodologi al-Ṭabarī dalam Tafsir Jāmi’ al-Bayān
‘an Ta’wīl Ay al-Qur’ān.” Jurnal Kordinat. vol. 17, no. 1 (01 April
2018): 66-88.
Amaruddin. “Mengungkap Tafsir Jāmi’ al-Bayān fī Tafsir al-Qur’ān
Karya al-Ṭabarī.”Jurnal Syahadah. vol. 2, no. 2 (Oktober 2014):
6-15.
Habibah, Syarifah. “Akhlak dan Etika dalam Islam.” Jurnal Pesona
Dasar. vol. 1, no. 4 (Oktober 2015): 73-87.
Hadi, Sopyan. “Konsep Sabar dalam al-Qur’an”, Jurnal Mada
Pengetahuan Teknologi dan Humaniora, vol. 1, no. 2 (Oktober
2018): 473-488.
Ismatulloh, A.M. “Konsepsi Ibn Jarīr al-Ṭabarī Tentang al-Qur’an Tafsir
dan Ta’wil.” Jurnal Fenomena. vol. 4, no. 2 (Oktober 2012): 203-
219.
Kholis, Muhammad Maulana Nur. “Ayat Toleransi Perspektif Ibn Jarīr al
Ṭabarī (Telaah Deskriptif Surah al-Baqarah: 256).” Jurnal Agama
Sosial dan Budaya. vol. 2, no.1 (Januari 2019): 62-75.
Mahfud, Choirul. “The Power Of Syukur: Tafsir Kontekstual Konsep
Syukur dalam al-Qur’an.” Jurnal Episteme Pengembangan Ilmu
Pengetahuan. vol. 9, no. 2 (Desember 2014): 378-400.
Masyhuri, Akmal. “Konsep Syukur (GRATEFULNES); Kajian Empiris
Makna Syukur bagi Guru Ponpes Daarun Nahdhah Thawalib
Bangkinang Seberang, Kampar, Riau.” Jurnal Komunikasi dan
Pendidikan Islam. vol. 7, no. 2 ( Desember 2018): 1-22.
Muin, Muhammad Irham A. “Syukur dalam Perspektif al-Qur’an.” Jurnal
Tafsir. vol. 5, no. 1 (September 2017): 1-17.
Sagir, Akhmad. “Pertemuan Sabar dan Syukur dalam Hati.” Jurnal
Studi Insania. vol. 2, no. 1 (April 2014): 19-31.
Saha, Sofyan. “Perkembangan Penulisan Tafsir al-Qur’an di Indonesia Era
Reformasi.” Jurnal Lektur Keagamaan, Puslitbang Lektur dan
Khazanah Keagamaan Balitbang Kemenag. vol. 13, no. 1 (April
2018): 60-84.
156
WEBSITE:
Anshori, Bahron. “Kisah tentang Sabar dan Syukur, 2017.” Diakses, 02
Oktober, 2020, https://minanews.net/kisah-tentang-sabar-dan
syukur/.
Hasan, Eva F. “Keutamaan Bersyukur dan Bersabar, 2016.” Diakses, 02
Oktober, 2020, https://www.islampos.com/keutamaan-bersyukur
dan-bersabar-556/.
Muhammad, Fahmi. “Abd Hayy al-Farmawi.” Diakses, pada 20 Oktober,
2020, http://www.academia.edu/8402088/abdHayyal-Farmawi.
Nasution, Syamruddin. “Sabar dan Syukur sebagai Pakaian, 2016.” Di
akses, pada 02 Februari, 2021, https://uinsuska.ac.id/2016
/01/22/sabar-dan-syukur-sebagai-pakaian-prof.dr-syamruddin-
nasution
Rizka, Hasanul. “Hikmah Sabar dan Syukur, 2020.” Diakses, 02 Oktober,
2020, https://republika.co.id/berita/q9t72q458/hikmah-sabar-dan
syukur.