You are on page 1of 95

i

PENGEMBANGAN JAMED GLOVE SEBAGAI ALAT


BANTU ORIENTASI MOBILITAS BAGI ANAK
TUNANETRA

LAPORAN AKHIR

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah


Teknologi Asistif

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Endang Rochyadi., M.Pd.
Dr. H. Sunardi, M.Pd.

Oleh:
Kelompok 2
Alma Shafa Tabia 1800191
Deaa Putri Mirita 1803659
Elsa Septiani 1806902
Junita Al Fora 1807341
Maulani Nurul Sofyan 1804648

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penyusun
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan ini tepat dengan
waktunya.
Dalam penyusunan laporan ini , penyusun membahas
mengenai kajian teoritis tentang teknologi asistif dan disertai
dengan konsep mengenai anak dengan hambatan penglihatan.
Selain itu dalam laporan ini juga dibahas mengenai profil anak
yang tentunya diangkat berdasarkan hasil asesmen secara
sistematis, sehingga tercipta alat asistif yang diberi nama “Jamed
Glove” yang juga telah diujicobakan secara langsung pada anak.
Dalam penyusunannya tidak sedikit penyusun mengalami
kesulitan, hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengalaman
penyusun. Namun, berkat usaha, bantuan, bimbingan, dan
petunjuk dari berbagai pihak pada akhirnya laporan ini dapat
diselesaikan. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yth. Prof. Dr. H. Endang Rochyadi, M.Pd. dan Dr. H.
Sunardi, M.Pd. selaku dosen pengampu yang telah
memberikan motivasi, bimbingan dan arahan dalam
penyusunan makalah.
2. Yth. Kepala Sekolah dan Wali Kelas 5 SLBN A Citeureup
yang telah memberikan izin kepada penyusun untuk
melakukan asesmen di kelas dan telah memberikan

i
bantuan selama pelaksanaan tahap asesmen sampai pada
tahap uji coba alat.
3. Yth. Orang tua para penyusun yang telah memberikan
motivasi baik materiil maupun moril selama pelaksanaan
kegiatan studi kampus dan penyusunan makalah ini, dan
4. Teman-teman kelompok 2 yang telah berpartisipasi aktif
dan kebersamaannya dalam melakukan penyusunan
makalah ini.
Mengingat keterbatasan pengalaman dan kemampuan yang
penyusun miliki, maka dengan kerendahan hati penyusun
memohon kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak
guna perbaikan penulisan makalah berikutnya. Penyusun
mengharapkan semoga makalah ini berguna, khususnya bagi
penyusun dan umumnya bagi pembaca.

Bandung, Desember 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................ iii
BAB 1 ........................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................... 3
1.3 Tujuan ............................................................................. 3
1.4 Manfaat ........................................................................... 3
1.5 Sistematika Penulisan ..................................................... 4
BAB II ........................................................................................... 6
KAJIAN TEORI ........................................................................... 6
2.1 Konsep Teknologi Asistif ............................................... 6
2.2 Konsep Anak dengan hambatan Penglihatan ............... 11
2.3 Konsep Orientasi Mobilitas .......................................... 15
BAB III ....................................................................................... 21
HASIL / TEMUAN DATA ......................................................... 21
3.1 Identitas Anak .................................................................... 21
3.2 Prosedur Pelaksanaan ........................................................ 24
3.3 Hasil Asesmen ................................................................... 43
3.4 Profil Anak ........................................................................ 57
3.5 Rancangan Alat ................................................................. 61
BAB IV ....................................................................................... 72
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................ 72
4.1 Hasil Uji Coba Alat ........................................................... 72
4.2 Analisis Hasil Uji Coba Alat ............................................. 77

iii
BAB V......................................................................................... 81
PENUTUP ................................................................................... 81
5.1 Kesimpulan ........................................................................ 81
5.2 Saran .................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 83

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memiliki kehidupan yang sempurna merupakan dambaan bagi
setiap orang. Alat indera yang lengkap dan berfungsi dengan baik
adalah salah satu dari banyaknya kenikmatan dunia dan
kesempurnaan hidup. Hal tersebut merupakan anugerah dari Yang
Maha Kuasa dan kita patut untuk mensyukuri atas pemberianNya
yang sangat berharga ini, sebab tidak semua orang bisa memiliki
kehidupan yang sempurna karena adanya hambatan pada organ
atau fungsi tubuh tertentu. Berbagai hambatan yang dimaksud
adalah hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, hambatan
pada motorik, dan lain sebagainya.
Setiap hambatan pasti memiliki dampak terhadap
perkembangan manusia baik dalam kognitif, bahasa, sosio-
emosional, motorik, dan lain sebagainya. Termasuk halnya bagi
individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau dikenal
dengan istilah Tunanetra. Salah satu dampak dari disfungsi
penglihatan bagi anak tunanetra ialah menyebabkan anak tunanetra
sulit dalam melakukan mobilitas, artinya mereka mengalami
kesulitam untuk bergerak, dari satu tempat ke tempat lain yang
diinginkan.
Orientasi dan mobilitas merupakan dua keterampilan yang
tidak bisa terpisahkan yaitu orientasi mental dan gerak fisik.
Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali
lingkungannya dan hubungan dengan dirinya baik secara temporal
(waktu) maupun spasial (ruang). Sementara itu mobilitas
mencakup perolehan keterampilan dan teknik yang menjadikan
orang-orang yang memiliki hambatan akan lebih mudah
menyesuaikan dengan lingkungannya.
Kemampuan orientasi dan mobilitas anak tunanetra dapat
dilakukan melalui indra peraba, penciuman, maupun pendengaran.
Pembelajaran orientasi dan mobilitas , khususnya Teknik melawat
diri yang meliputi teknik trailing, upperhand and forearm, dan

1
lowerhand and forearm sebaiknya.diberikan pada siswa tunanetra
agar dapat memandirikan anak dalam kehidupan sehari- hari,
Namun, realitas dilapangan seringkali ditemukan anak tunanetra
mengalami kebingungan dan kecelakaan kecil sebagai akibat dari
kurangnya penguasaan akan keterampilan melawat mandiri.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada di SLBN
Citeureup kota Cimahi pada siswa tunanetra kelas 5 menunjukkan
bahwa kemampuan orientasi dan mobilitas siswa masih sebatas
penggunaan tongkat dan pendamping awas. Pembelajaran di
sekolah juga turut terhambat dikarenakan adanya pandemic Covid-
19 yang mengharuskan adanya Social Distancing , padahal untuk
membelajarkan konsep melawat diri diperlukan adanya physical
touch.
Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk
mengembangkan suatu teknologi asistif yang diharapkan mampu
membantu anak berkebutuhan khusus dalam melakukan kegiatan
yang sebelumnya sulit dilakukan karena hambatan yang
dimilikinya, salah satunya dalam kemampuan melawat mandiri.
Teknologi tersebut diberi nama “Jamed Glove” ,yang merupakan
sebuah sarung tangan berbasis sensor Arduino yang bisa
digunakan peserta didik dalam melakukan orientasi mobilitas,
terutama dalam aspek melawat mandiri. Teknologi asistif yang
dikembangkan tersebut tentunya telah disesuaikan dengan
kebutuhan, potensi anak, serta dilengkapi dengan identifikasi
dalam aspek ergonomi dan antropometri sehingga hasil yang
didapatkan bisa teroptimalkan.
Berangkat dari pemaparan diatas, maka di dalam laporan ini,
penyusun membahas pengantar secara teoritis mengenai konsep
dari teknologi asisitif serta konsep anak dengan gangguan
penglihatan. Selain itu, di dalam laporan ini dipaparkan hasil
asesmen yang telah dilakukan sehingga memunculkan profil anak
dan implikasinya. Lallu dibahas pula terkait rancangan dari
teknologi asistif yang direncanakan, serta diperkuat dengan

2
pembahasan dari hasil implementasi Jamed Glove ini secara lebih
jelas dan terperinci.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas,
maka rumusan masalah dalam laporan ini antara lain.
1. Bagaimana langkah-langkah dalam merancang
teknologi asistif?
2. Bagaimana hasil asesmen subjek?
3. Apa alat yang dirancang bagi subjek berdasarkan
analisis hasil asesmen?
4. Bagaimana hasil uji coba alat kepada subjek?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan
penyusunan laporan ini antara lain.
1. Menjalaskan langkah-langkah dalam perancangan alat
teknologi asistif.
2. Memaparkan analisis hasil asesmen subjek.
3. Mengetahui cara menentukan teknologi asistif yang
sesuai dengan kebutuhan subjek berdasarkan hasil
asesmen.
4. Mendeskripsikan alat yang dirancang dan menjelaskan
hasil uji coba alat kepada subjek.
1.4 Manfaat
Berdasarkan tujuan di atas, diharapkan pembuatan
teknologi asistif “Jamed Glove” dapat memberikan
manfaat sebagai berikut.
1. Bagi pembaca, diharapkan teknologi asistif yang
dirancang dapat memberikan pemahaman bahwa alat
tersebut dapat membantu memandirikan anak
berkebutuhan khusus.

3
2. Bagi orang tua, teknologi asistif yang dibuat
diharapkan dapat membantu memandirikan anak
sehingga orang tua dapat merasa tenang Ketika anak
akan keluar rumah tanpa di damping.
3. Bagi subjek, teknologi asistif diharapkan dapat
memandirikan anak sehingga dapat berjalan tanpa takut
menabrak.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan memuat uraian secara garis
besar dari isi laporan dalam tiap bab, yaitu sebagai berikut:
• Bab 1 – Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang kasus yang
menggambarkan kondisi ideal, kesenjangan yang
ditemukan, proses project work, hingga solusi yang
ditawarkan. Selain itu dalam bab ini juga disertai
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat serta
sistematika penulisan.
• Bab II – Kajian Teori
Bab ini membahas mengenai teori-teori yang
mendukung dalam proses penyusunan makalah, yakni
berisi bermacam definisi dan teori terkait konsep
teknologi asistif , konsep anak dengan hambatan
penglihatan dan konsep orientasi mobilitas yang dikutip
dari berbagai sumber.
• Bab III – Hasil/ Temuan data
Bab ini memamparkan mengenai hasil/ temuan data
yang ditemukan di lapangan, mulai dari identitas anak,
deskripsi objektif anak, lalu dipaparkan terkait prosedur
pelaksanaan asesmen sampai pada uji coba alat.
Kemudian, dipaparkan terkait hasil asesmen yang sudah
dilakukan pada subjek yang bersangkutan sehingga
mendapatkan profil anak secara utuh. Dan diakhir

4
dijelaskan mengenai teknologi asistif yang dibuat, mulai
dari rancangannya, produk jadi, hingga diperjelas
dengan biaya estimasi pembuatannya.
• Bab IV – Analisis dan Pembahasan
Dalam bab ini terdapat analisis dan pembahasan
mengenai hasil uji coba alat yang sudah
diimplementasikan kepada subjek yang bersangkutan ,
dengan mengacu pada teori yang relevan dengan
teknologi asistif yang dibuat.
• Bab V – Penutup
Bab ini menjelaskan kesimpulan dan saran berdasarkan
laporan yang telah tersusun pada bab sebelumnya
• Lampiran
• Daftar Pustaka
Pada daftar pustaka, terdapat sumber-sumber yang
penulis gunakan untul menulis laporan, baik berupa
literatur dari internet, buku panduan, jurnal, atau media
lainnya.

5
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Teknologi Asistif


Terdapat beberapa kemampuan yang diperlukan seseorang
untuk melakukan aktivitas sehari-hari yaitu, melihat,
mendengar, berkomunikasi, bermain, mengingat, membaca,
bekerja dengan angka, menulis, menggunakan Wmputer dan
belajar. Tetapi terdapat beberapa individu yang mengalami
kesulitan dalam memenuhi kegiatan tersebut yaitu diantaranya
anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah
anak dengan karakteristik khusus yang menunjukan pada
ketidakmampuan kecerdasan, emosi atau fisik. Dalam
memenuhi kebutuhannya anak tersebut membutuhkan layanan
khusus untuk menunjang potensinya.
Teknologi asistif merupakan salah satu teknologi yang
membantu anak berkebutuhan khusus untuk belajar
mengerjakan tugas-tugas yang terkait dengan belajar dan
kehidupan sehari hari. Perangkat teknologi pendukung barang,
peralatan atau produk apa pun yang digunakan untuk
meningkatkan, memelihara, atau meningkatkan kemampuan
fungsional individu penyandang disabilitas. Terdapat alat
bantu lainnya yang juga merupakan suatu alat untuk
membantu anak berkebutuhan khusus belajar ialah media
pembelajaran. Tetapi kedua hal tersebut memiliki perbedaan,
menurut Tafonao (2018) media pembelajaran merupakan
suatu alat bantudalam proses belajar mengajar untuk
merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau
ketrampilan pembelajar sehingga dapat mendorong terjadinya
proses belajar. Perbedaan antara teknologi asistif dengan
media pembelajaran ialah :

6
Teknologi Asistif Media

Efektivitasnya terlihat ketika terpakai, Efektivitasnya terlihat ketika setelah


yaitu mampu meningkatkan, memelihara, tidak menggunakan alat tersebut anak
mempertinggi, kapabilitas fungsional akan mampu meningkatkan,
penyandang disabilitas. memelihara, mempertinggi dan
mempermudah aktivitas belajar.

Tabel 1. Perbedaaan Teknologi Asistif dan Media

Beberapa teknologi asistif memungkinkan siswa dengan


disabilitas untuk mengakses komputer. Menurut IDEA 2014
(The Individuals with Disabillities Education Act, federal law
in the United States) dalam Vernanda (2018) istilah umum
yang mencakup alat bantu, adaptif, dan rehabilitasi bagi
penyandang disabilitas, proses yang digunakan dalam
memilih, menemukan, dan menggunakannya, teknologi yang
dirancang untuk digunakan dalam perangkat teknologi bantu
atau layanan teknologi bantu, adalah setiap item atau bagian
dari perlengkapan yang ada. digunakan untuk menambah,
memelihara atau meningkatkan kemampuan fungsional
individu penyandang disabilitas dalam segala aspek
kehidupan belajar. Kata kunci dari teknologi asistif ialah suatu
barang, perkakas, perangkat, peralatan, untuk menambah,
memelihara, atau meningkatkan kemampuan fungsional,
untuk penyandang disabilitas, low tech - high tech. Teknologi
asistif terdiri dari tiga jenis yaitu berteknologi rendah, sedang
dan tinggi. Berikut beberapa contoh dari jenis-jenis teknologi
asistif ialah:

Low-tech Mid-tech High-tech


1. pegangan 1. pengolah kata, 1. komputer,
pensil, 2. teks ke ucapan, 2. smartphone,
3. periksa ejaan, 3. smartpen,

7
2. buku yang 4. kalkulator, 4. PDA,
disesuaikan, 5. perekam 5. perangkat
papan digital, lunak OCR,
miring, 6. penyelenggara, 6. perangkat
3. selotip, 7. e-book, output
4. kaca 8. keyboard yang 7. ucapan,
pembesar, diadaptasi, 8. sakelar,
5. Wde warna, 9. mouse yang 9. akses
6. Wmunikasi diadaptasi, joystick,
gambar, 10. mainan yang 10. akses
7. bahasa diadaptasi, pemindaian,
isyarat, 11. cctv 11. pengenalan
8. jadwal suara,
gambar, 12. perangkat
9. waktu kontrol
tambahan, 13. lingkungan
10. dukungan
teman
sebaya.
Tabel 2. Jenis-jenis Teknologi Asistif
Klasifikasi teknologi asistif antara lain :
1. Services and device.
Service atau Layanan adalah layanan apa pun yang secara
langsung membantu anak penyandang disabilitas dalam pemilihan,
perolehan, atau penggunaan perangkat teknologi bantu. Sedangkan
perangkat adalah barang, peralatan, atau sistem produk apa pun,
baik diperoleh secara komersial dari rak, dimodifikasi, atau
disesuaikan, yang digunakan untuk meningkatkan, memelihara,
atau meningkatkan kemampuan fungsional anak penyandang
disabilitas. hubungan antara keduanya ialah sebelum pembuatan
teknologi asistif berupa layanan yang terdiri dari evaluasi,
pembelian, seleksi, pas setelah itu menjadi sebuah perangkat yang

8
terdiri dari item, tool, dan equipment sehingga menghasilkan
layanan yang berupa koordinasi, pelatihan, dan bantuan teknis.
2. Assistive Technology & Adaptive Technology.
Istilah teknologi asistif diartikan sebagai pendukung yang
berupa item, peralatan, atau sistem produk, baik yang diperoleh
secara komersial, dimodifikasi, atau disesuaikan, yang digunakan
untuk meningkatkan, memelihara, atau meningkatkan kemampuan
fungsional individu penyandang disabilitas. Ada istilah lain dari
teknologi asistif yaitu teknologi adaptif yang merupakan item yang
secara khusus dirancang untuk penyandang disabilitas; perangkat
yang jarang digunakan oleh non-disabilitas. Sederhananya,
teknologi bantu adalah setiap benda atau sistem yang
meningkatkan atau memelihara kemampuan penyandang
disabilitas. Teknologi adaptif adalah setiap objek atau sistem yang
dirancang khusus untuk meningkatkan atau mempertahankan
kemampuan penyandang disabilitas. semua teknologi adaptif
termasuk dalam kategori teknologi bantu yang lebih luas. definisi
luas dari teknologi pendukung biasanya mencakup definisi
teknologi adaptif.
Pada teknologi asistif terdapat dua hal penting yang perlu
dikuasai, ialah ergonomi dan antropmetri. Ergonomi merupakan
ilmu yang mempelajari mengenai sifat dan keterbatasan manusia
yang digunakan untuk merancang sistem kerja sehingga sistem
tersebut dapat bekerja dengan baik. Aplikasi ilmu ergonomi adalah
membentuk kondisi yang efektif, aman, sehat, nyaman dan efisien.
Sementara itu, antopometri ialah kumpulan data numerik yang
berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia seperti
ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut
untuk penanganan masalah desain. kekuatan teknologi pendukung
memiliki potensi besar dalam menyediakan akses bagi semua
peserta didik. Melalui penggunaan berbagai teknologi pendukung,
siswa penyandang disabilitas dapat memiliki kemampuan untuk
mengakses kurikulum umum. ketika teknologi pendukung

9
diintegrasikan dengan tepat ke dalam ruang kelas biasa, siswa
diberikan berbagai cara untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
Berdasarkan fungsinya menurut Sugiarmin teknologi asistif dapat
digunakan untuk: 1) Mengakses alat lain, 2) meningkatkan
komunikasi, 3) meningkatkan kinerja akademik, dan 4)
meningkatkan keterampilan hidup yang mandiri. Penggunaan
teknologi asistif untuk mengakses alat lain yang dimaksud adalah
penggunaan teknologi asistif agar alat lain yang tidak didesain
secara khusus menjadi dapat digunakan untuk kebutuhan tertentu.
Penggunaan teknologi asistif untuk memodifikasi atau
mengadaptasi alat lain sehingga dapat digunakan secara khusus
oleh orang tertentu seperti disabled person.
Menurut Sugiarmin (t.t) keuntungan dari teknologi asistif
berkontribusi membantu terhadap kualitas hidup anak
berkebutuhan khusus. Keuntungan dari teknologi asistif dapat
dipertimbangkan, dan dapat meningkatkan taraf hidup anak
berkebutuhan khusus, baik di dalam maupun di luar kelas. Terlepas
dari hambatan fisik atau intelektual anak, ada beberapa bentuk
teknologi yang membantu sehingga dapat memfasilitasi
pendidikan dan inklusi yang berhasil dari anak tersebut. Anak
berkebutuhan khusus menghadapi rintangan dalam keseharian di
kelas.
Pengambilan keputusan dalam hal pemilihan dan
implementasi teknologi asistif perlu dilakukannya asesmen.
Teknologi asistif harus dapat membantu, memfasilitasi suatu
aktivitas sesuai dengan usia dan lingkungan anak sehingga ia
mampu beradaptasi dalam lingkungan dan ia mampu memperoleh
kemampuan yang diharapkan berdasarkan kebutuhan individual.
Menurut Carney dan Dix dalam Sugiarmin (t.t), pengajar dapat
membuat teknologi asistif dengan memilih aktivitas sasaran
spesifik, seperti:
a. Memotivasi dan menyenangkan
b. Dilaksanakan secara sering

10
c. Menyediakan kesempatan untuk independensi dalam
setidaknya satu dari ranah berikut: komunikasi verbal,
komunikasi tertulis, numerasi, mobilitas, perhatian terhadap
diri sendiri, kemampuan vokasional, atau pengendalian
lingkungan
d. Aktivitas yang siswa tidak dapat selesaikan tanpa bantuan
dari teknologi yang membantu tersebut.

2.2 Konsep Anak dengan hambatan Penglihatan


Definisi & Batasaan Tunanetra
Kata “tunanetra” dalam kamus Bahasa Besar Indonesia
berasal dari kata “tuna” yang artinya rusak atau cacat dan
“netra” yang artinya adalah mata atau penglihatan. Sedangkan
orang yang buta adalah orang yang rusak penglihatannya
secara total. Jadi, orang tuanetra belum tentu mengalami
kebutaan total tetapi orang buta sudah tentu tunanetra.
Secara medis , definisi tunanetra didasarkan pada
ketajaman penglihatan dan lantang pandang. Seseorang yang
memiliki ketajamn penglihatan (visus) 20/200 atau kurang
tergolong buta. Sedangkan yang memiliki visus antara 20/70
tergolong low vision. Meskipun seseorang memiliki ketajaman
penglihatan normal tetapi lantang pandangnya kurang dari 20
derajat juga tergolong buta. Karena definisi medis ini semata-
mata didasarkan pada ketajaman penglihatan sering ditemukan
seseorang yang memiliki ketajaman penglihatan sama tetapi
kemampuan penggunaan penglihatannya berbeda. Di samping
itu berdasarkan data statistik bahwa seseorang yang
digolongkan buta keadaan penglihatannya sangat beragam.
Sementara itu, ditinjau dari perspektif Pendidikan
penggolongan ketunanetraan didasarkan atas media apa yang
digunakan untuk membaca dan menulis merupakan dasar dari
definisi pendidikan. Seseorang yang belajar indera perabaan
dan pendengaran digolongkan sebagai buta. Sedangkan

11
seseorang yang masih mampu menggunakan penglihatannya
untuk membaca meskipun dengan tulisan yang diperbesar
Tunanetra mengalami hambatan penglihatan dalam
memperoleh informasi. Tunanetra merupakan salah satu tipe
anak berkebutuhan khusus (ABK), yang mengacu pada
hilangnya fungsi indera visual seseorang. Untuk melakukan
kegiatan kehidupan atau berkomunaksi dengan lingkungannya
mereka menggunakan indera non-visual yang masih berfungsi,
seperti indera pendengaran, perabaan, pembau, dan perasa
(pengecapan). Namun dari segi kecerdasan sebagian besar
tunanetra tidak dipengaruhi oleh ketunaannya, kecuali bagi
mereka yang mengalami kelaianan ganda (double
handicaped), Hanya saja tunantera mengalami kesulitan untuk
pembentuakan ataupun penerimaan gagasan yang bersifat
abstrak (Blackhurts & Berdine, 1981).
Menurut Kauffman dan Hallahan (2006), berdasarkan
sudut pandang pendidikan, ada dua kelompok gangguan
penglihatan:
- Siswa yang tergolong buta akademis (educationally
blind), mencakup siswa yang tidak dapat lagi
menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar huruf
awas/cetak. Pendidikan yang diberikan pada siswa
meliputi program pengajaran yang memberikan
kesempatan anak untuk belajar melalui non-visual senses
(sensori lain diluar penglihatan).

- Siswa yang melihat sebagian/kurang awas (the partially


sighted/low vision), meliputi siswa dengan penglihatan
yang masih berfungsi secara cukup, diantara 20/70-
20/200, atau mereka yang mempunyai ketajaman
penglihatan normal tapi medan peandang kurang dari 20
derajat. Dengan demikian cara belajar utamanya dapat

12
semaksimal mungkin menggunakan sisa penglihatan
(visualnya).
Penyebab Tunanetra
Terdapat berbagai penyebab kerusakan pengelihatan yang
terjadi sejak masa prenatal atau sebelum anak dilahirkan, pada
proses kelahiran maupun pasca lahir.
1. Kerusakan pengelihatan prenatal
Congenital blindness merupakan kerusakan pengelihatan
sejak lahir yang dapat disebabkan oleh berbagai macam
penyebab, seperti: keturunan dan atau gangguan ketika ibu
hamil (Infeksi yang ditularkan oleh ibu pada janin)
2. Kerusakan pengelihatan pasca lahir
- Terjadi kesalahan pada proses persalinan akibat adanya
benturan alat-alat maupun benda keras.
- Adanya penyakit ibu yang ditularkan pada saat proses
persalinan (misal: Gonorrhoe).
- Memiliki penyakit yang menyerang mata (misal:
xeropthalmia, catarac, trachoma, glaucoma, astigmatism, dll)
- Mengalami kecelakaan (misal: kecelakaan kendaraan,
masuknya benda keras/tajam/cairan kimia yang masuk ke
dalam mata).
Klasifikasi anak tunanetra berdasarkan daya
penglihatannya, yaitu:
1. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka
yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi
mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan
dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang
menggunakan fungsi penglihatan.
2. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka
yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan
menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan
biasa atau mampu membaca tulisan yang bercetak tebal.

13
3. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali
tidak dapat melihat.

Karakteristik tunanetra
Ciri-ciri atau karakteristik anak yang mengalami gangguan
penglihatan/ tunanetra :
1. ciri fisik (perkembangan fisik): kurang melihat (kabur) untuk
jarak dekat atau jauh, tidak dapat melihat jari-jari tangannya
yang berada 1 meter didepannya, kesulitan mengambil benda
kecil didekatnya, kerusakan nyata pada kedua bola mata,
sering meraba dan tersandung pada waktu berjalan, bagian
bola mata yang hitam berwarna keruh/ bersisik/ kering, mata
bergoyang terus, mengalami peradangan hebat pada kedua
bola mata, dalam menulis tidak dapat mengikuti garis lurus,
memiliki visus sentralis 6/60 atau lebih kecil dari itu, tidak
dapat membedakan cahaya, tidak dapat menggunakan
penglihatannya untuk kegiatan pendidikan dan sosial.
2. Karakteristik Kognitif: keterbatasan dalam kemampuan
mengenai warna, ukuran, jarak ruang, kemampuan untuk
berpindah tempat, keterbatasan untuk bergerak yang
mempengaruhi hubungan sosialnya.
3. Karakteristik Akademik: anak dengan tunanetra mengalami
keterbatasan dalam bidang akademik, khususnya pada bidang
membaca dan menulis.
4. Karakteristik Sosial dan Emosional: karena keterbatasan anak
untuk mengetahui gambaran lingkungan melalui pengamatan
dan peniruan, anak dengan tunanetra tidak memiliki gambaran
bagaimana melakukan komunikasi non-verbal seperti
menampilkan ekspresi wajah dan gestur tangan maupun tubuh
yang sesuai pada saat berinteraksi dengan orang lain.
5. Karakteristik Perilaku: anak dengan tunanetra cenderung
kurang mampu memperhatikan kebutuhan hariannya,
sehingga ada kecenderungan untuk menerima bantuan dari

14
orang lain. Apabila hal ini terjadi, anak akan memiliki
kecenderungan untuk berlaku pasif. Beberapa anak tunantera
sering menampakan perilaku stereotip seperti menekan
matanya, membuat suara dengan jarintan, menggoyangkan
anggota tubuh, dan berputar-putar. Tidak adanya rangsangan
sensoris, terbatasnya aktivitas gerak di dalam lingkungan,
serta keterbatasan sosial menjadi beberapa alasan mengapa
perilaku stereotip tersebut muncul.

2.3 Konsep Orientasi Mobilitas


Definisi Orientasi Mobilitas
Orientasi dan mobilitas merupakan dua keterampilan
yang tak terpisahkan yaitu orientasi mental dan gerak fisik.
Orientasi adalah kemampuan seseorang untuk mengenali
lingkungannya dan hubungan dengan dirinya baik secara
temporal (waktu) maupun spasial (ruang). Dalam bentuk lain
orientasi dapat didefinisikan sebagai proses penggunaan
indera yang masih berfungsi untuk menetapkan posisi diri dan
hubungannya dengan obyek lain yang ada di lingkungannya.
Sedangkan mobilitas mencakup perolehan keterampilan dan
teknik yang menjadikan orang-orang yang memiliki hambatan
sensori penglihatan bepergian dengan lebih mudah di
lingkungannya.
Latihan orientasi dan mobilitas melatih seorang anak
dengan hambatan sensori penglihatan untuk bergerak dalam
suatu lingkungan dengan efisien dan selamat seperti di
lingkungan rumah, sekolah, maupun masyarakat. Latihan
orientasi dan mobilitas mencakup (1) latihan sensori, (2)
pengembangan konsep, (3) pengembangan motorik, (4)
keterampilan orientasi formal, dan (5) keterampilan mobilitas
formal.
Prinsip Orientasi Mobilitas
Prinsip dalam orientasi dan mobilitas adalah bahwa pada
akhirnya anak dengan hambatan sensori penglihatan untuk

15
selalu bertanya pada dirinya sendiri sebelum bergerak untuk
berjalan atau melewat dengan pertanyaan tentang:
Where I am ? (di mana saya berada?)
Where is my objective ? (ke mana tujuan saya?)
How do I get there ? (bagaimana saya sampai ke sana?)
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, anak dengan hambatan
sensori penglihatan dapat membuat suatu rencana
perjalanannya. Anak dengan hambatan sensori penglihatan
perlu mengetahui ciri medan dan beberapa petunjuk yang
dapat membantunya. Anak dengan hambatan sensori
penglihatan harus sudah mempunyai citra tubuh, mengetahui
arah mata angin dengan baik, dan juga harus mempunyai
kemampuan untuk membaca peta atau denah timbul dengan
terampil. Bila tidak maka anak dengan hambatan sensori
penglihatan mudah tersesat dan agar selamat.
Tujuan dan prinsip pembelajaran orientasi dan mobilitas
Tujuan diberikannya pembelajaran orientasi dan mobilitas
bagi para anak dengan hambatan sensori penglihatan agar
mereka dapat bergerak sesuai dengan tujuan dalam segala
lingkungan, dikenal atau tidak dikenal dengan aman, efisien,
menyenangkan, dan kemandirian (Hill dan Ponder, 1976).
Meningkatkan kemandirian melalui pelajaran orientasi dan
mobilitas mempunyai banyak nilai dan dampak positif pada
anak dengan hambatan sensori pengelihatan. Pembelajaran
orientasi dan mobilitas harus dimulai dari apa yang diketahui
anak dengan hambatan sensori penglihatan menuju apa yang
belum diketahui, dari yang kongkrit ke yang abstrak, dari yang
mudah ke yang sulit, dari lingkungan yang sepi ke lingkungan
yang ramai, dan mulai dari lingkungan yang dekat ke
lingkungan yang luas.

16
Proses orientasi dan mobilitas
1. Persepsi: Proses asimilasi dari lingkungan yang diperoleh
melalui indra-indra yang masih berfungsi seperti:
pendengaran, pembau/penciuman, perabaan, kinestetik,
vestabula, dan sisa penglihatan.
2. Analisis: Proses pengorganisasian informasi yang diperoleh
ke dalam beberapa kategori berdasarkan ketetapan,
keterkaitan, keterlibatannya, sumber, jenis dan intensitas
sensorisnya.
3. Seleksi: Proses pemilihan informasi yang telah dianalisis dan
dibutuhkan dalam melakukan orientasi dan mobilitas yang
dapat menggambarkan situasi lingkungan sekitar.
4. Perencanaan: Proses merencanakan tindakan yang akan
dilakukan berdasarkan informasi hasil seleksi sensoris yang
sangat relevan untuk menggambarkan situasi lingkungan.
5. Pelaksanaan : Proses melakukan hasil perencanaan dalam
suatu tindakan.
Nilai-nilai orientasi dan mobilitas

1. Secara Psikis: Orientasi dan mobilitas dapat


mengembangkan konsep diri seseorang. Ide agar mampu
bergerak secara efisien dan mandiri dalam bermacam-
macam lingkungan dapat menimbulkan tidak hanya
penghargaan terhadap dirinya, tetapi juga dapat
menimbulkan rasa percaya diri.
2. Secara Fisik: Tubuh anak dengan hambatan sensori
penglihatan dapat terbentuk dalam proses. Baik gross
motor/motor kasar (pada waktu jalan); dan fine motor/motor
halus.

17
3. Social: Dalam proses keterampilan O & M yang baik
menciptakan kesempatan sosial bagi individu anak dengan
hambatan sensori penglihatan.
4. Ekonomi: Mempunyai keterampilan O & M yang baik dapat
membantu secara ekonomi dari dua perspektif : (1) Mobilitas
akan menciptakan kesempatan berkarya untuk individual
anak dengan hambatan sensori penglihatan.(2) Pilihan
berjalan atau menggunakan sistem transportasi umum atau
menggunakan taksi untuk mencapai tempat tertentu dapat
menghemat uang dari individu anak dengan hambatan
sensori penglihatan.
5. Kegiatan kehidupan sehari-hari: Banyak kegiatan kehidupan
sehari-hari diatasi dan difasilitasi dengan O & M dengan
mengandalkan pada pola menjelajah yang sistematik yang
merupakan bagian dari pengajaran O & M
Teknik-teknik dasar orientasi dan mobilitas anak dengan
hambatan sensori penglihatan
1. Menyusuri (Trailing): adalah kegiatan menyusuri
permukaan yang datar dengan menggunakan punggung jari
manis dan kelingking, seperti pada dinding, meja, almari,
dan sebagainya; untuk menentukan arah yang sejajar
dengan objek-objek yang ditelusuri.
2. Ancang-ancang (Squaring off): adalah sikap tegak
sesempurna mungkin dengan tubuh dan bagian-bagiannya
untuk menentukan posisi diri di suatu tempat. Dalam
kegiatan ini yang penting untuk selalu diingat bahwa posisi
seluruh tubuh harus menyesuaikan dengan hal-hal yang
dilakukan oleh bagian-bagiannya.
3. Tangan menyilang tubuh atas (Upper Hand and Fore Arm):
Teknik ini dilakukan dengan cara tangan kanan atau kiri

18
diangkat ke depan atas setinggi bahu dengan menyilang
tubuh; sikut membentuk sudut kurang-lebih 120 derajat,
telapak tangan menghadap ke depan dan ujung jari sejajar
dengan bahu. Teknik ini dilakukan dengan rileks dan
digunakan dalam lingkungan yang sudah benar-benar
dikenal. Teknik ini digunakan untuk melindungi tubuh
bagian atas dan kepala dari benturan objek-objek yang
tinggi.
4. Tangan menyilang tubuh bawah (Lower Hand and Fore
Arm): Teknik ini dilakukan dengan cara tangan kanan atau
kiri ke arah bawah menyilang tubuh, telapak tangan
diposisikan pada tengah-tengah dan menghadap tubuh,
dengan punggung telapak tangan ada di luar. Jarak telapak
tangan dan tubuh kurang lebih 20 sentimeter. Teknik ini
digunakan untuk melindungi tubuh bagian bawah, terutama
daerah perut dan pangkal paha, agar tidak terbentur pada
objek-objek.
5. Menentukan menentukan arah- arah (Direction Taking):
Teknik ini digunakan anak dengan hambatan sensori
penglihatan untuk memperoleh garis pengarah dari suatu
objek atau bunyi, sehingga yang bersangkutan dapat
berjalan lurus dan sampai ke tujuan dengan tepat. Teknik
ini dilakukan dengan cara berdiri sejajar dengan garis
pengarah menuju ke tempat tujuan.
6. Mencari benda jatuh (Finding Dropped Objects): anak
dengan hambatan sensori penglihatan mempunyai benda
jatuh,penting untuk mendengarkan arah jatuhnya benda
tersebut, kemudian menghadapkan muka ke arah sumber
suara itu berhenti, Dengan berbuat demikian akan mudah
untuk mengadakan pencarian; kemudian segera menuju ke
arah suara tersebut untuk segera menuju ke arah suara
tersebut untuk menemukan kembali.

19
7. Pola Menjelajah Ruangan (Search Pattern): (1)
Mengelilingi Ruangan atau Perimeter Method untuk
mengetahui berapa luas ruangan, seorang anak dengan
hambatan sensori penglihatan dapat menentukan titik tolak
“vocal point” lebih dahulu, kemudian dengan cara trailing
mengelilingi ruangan menurut arah jarum jam, sampai
akhirnya kembali ke vocal point lagi. (2) Menjelajahi
Ruangan atau dengan Grid System, tujuan menggunakan
teknik ini adalah untuk mengetahui keadaan isi ruangan
secara menyeluruh. Caranya, anak dengan hambatan
sensori penglihatan dapat berjalan secara diagonal dari
sudut yang satu menyeberang ke sudut yang lain, atau juga
dapat menyeberang dari dinding yang satu ke dinding yang
lain, sehingga seluruh ruangan dapat dijelajahi. Pada waktu
menjelajahi dapat menggunakan teknik “upper hand and
fore arm” atau dapat menggunakan “lower hand and fore
arm”, atau kedua teknik digunakan dengan berWmbinasi.
8. Berjabat tangan (Shaking Hand): Apabila antara kedua
orang anak dengan hambatan sensori penglihatan
bermaksud berjabat tangan, hendaknya kedua tuna netra
tersebut saling mengulurkan tangannya ke depan yang
tingginya jangan sampai melewati dada, kemudian kedua
tangan digerakkan ke kanan dan ke kiri atau ke kiri ke
kanan. Apabila kedua telapak tangan tersebut sudah
bersentuhan,barulah dapat dilakukan jabat tangan. Apabila
orang awas yang ingin berjabat tangan dengan anak
dengan hambatan sensori penglihatan, maka yang
bersangkutan tinggal menyentuh punggung telapak tangan
anak dengan hambatan sensori penglihatan, kemudian baru
berjabat tangan.

20
BAB III
HASIL / TEMUAN DATA

3.1 Identitas Anak


a. Identitas Anak

Nama Lengkap : Walid Sahar Hilmi Fauzan

Nama Panggilan : Walid

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Lampung, 13 Juli 2004

Agama : Islam

Alamat : Asrama SLBN Citeureup Cimahi

Sekolah : SLBN A Citeurep Cimahi

Kelas/ Semester : V/1

b. Deskripsi Kondisi Subjek

Subjek yang ditemukan adalah seorang anak tunanetra


dengan totally blind yang berusia 17 tahun. Berdasarkan
wawancara dengan orang tua subjek dan juga guru yang
bersangkutan menyebutkan bahwa subjek W ini telah
divonis oleh dokter mengalami tumor mata disaat umurnya
baru saja berusia seminggu sejak kelahiran. Vonis tersebut
bermula dari kekhawatiran orangtua W yang melihat ada
titik putih di bagian retina mata W, sehingga mereka

21
memeriksakan W ke berbagai tempat, mulai dari puskesmas
hingga rumah sakit. Mulanya diagnosa dokter berbeda-beda,
hingga dilakukan rontgen khusus mata. Setelah hasil rontgen
keluar, dokter juga menyarankan agar dilakukan operasi
pengangkatan salah satu mata, agar tumor tidak mengalami
pertumbuhan dan mengancam nyawa anak. Namun orangtua
tidak melakukan operasi dikarenakan biaya yang cukup
mahal, namun mereka tetap aktif berWnsultasi ke berbagai
dokter/praktisi kesehatan, mengenai efektifitas operasi
dengan kesehatan bayi. Di tengah perjalanan proses
penerimaan, orangtua subjek W kembali dikejutkan dengan
tidak adanya respon anak saat diajak berinteraksi dengan
orangtuanya seperti dipanggil Namanya, dll yang akhirnya
menuntut orangtuanya untuk berWnsultasi kembali pada
dokter, namun didapatkan hasil bahwa tidak terdapat
gangguan pendengaran pada anak.

Orangtua W memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap


perkembangan anaknya yang spesial. Meskipun
membutuhkan waktu yang Panjang untuk sampai pada
proses penerimaan, namun mereka berhasil membuat
anaknya tumbuh menjadi individu yang memiliki tingkat
intelektual yang tinggi dibanding anak dengan gangguan
penglihatan seumurannya. Anak telah mampu
menghapalkan 1 juz al-qur’an diusianya yang baru 3 tahun.
Selain itu, perkembangan bahasa anak juga terus menerus

22
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam
perkembangan sosial , terutama di usia-usia bermain 4-5
tahun, anak memang cenderung tidak memiliki banyak
teman diluar, dikarenakan anak lebih asyik mendengar
tayangan televisi ataupun lantunan ayat suci dari Kaset CD.
Sementara emosi yang anak tonjolkan masih belum stabil,
dan lebih terlihat banyak marah jika keinginannya tidak
dipahami oleh orang lain.

Lalu, dalam dimensi motorik orangtua W menuturkan


bahwa anak telah mampu berjalan dengan tegak, namun
Ketika beraktivitas , misalkan Ketika berjalan jauh anak
masih memerlukan pendampingan awas, baik itu oleh
orangtuanya ataupun oleh guru, dan terkadang aktivitas atau
Gerakan motorik yang anak ciptakan cenderung kaku karena
W belajar dengan mendengar apa yang disampaikan oleh
orang dewasa di dekatnya.

Berdasarkan wawancara dengan gurunya, subjek W telah


memiliki kemampuan orientasi dan mobilitas yang cukup
baik terutama dalam berjalan dengan pendamping awas, dan
Teknik penggunaan tongkat, karena subjek W diberikan
kesempatan untuk bergerak di lingkungan yang belum
dikenalnya . Namun, dalam Teknik melawat mandiri yang
dimiliki subjek W belum berkembang dengan baik. Padahal
di usianya yang sudah dewasa, guru telah menekankan agar
anak memiliki tingkat kemandirian yang tinggi. Berdasarkan

23
wawancara dengan gurunya diketahui bahwa anak
merupakan siswa pindahan dari Lampung yang masih belajar
untuk beradaptasi di lingkungannya yang baru.

3.2 Prosedur Pelaksanaan


Pada proses perancangan alat teknologi asistif terdapat langkah-
langkah yang harus ditempuh sebelum akhirnya alat dapat dibuat
dan digunakan. Adapun langkah-langkah tersebut antara lain.
a. Membuat rencana kerja atau timeline
Langkah pertama ialah membuat perencanaan, hal-hal yang
harus dilakukan untuk membuat sebuah alat teknologi asistif
dan menentukan targetnya. Adapun rencana tersebut dapat
dituangkan dalam bentuk timeline yang dilengkapi dengan
waktunya (berupa bulan dan minggu di dalam bulan tersebut)
selama 1 (satu) semester perkuliahan.
Berikut diuraikan timeline yang digunakan dalam pembuatan
teknologi asistif “jamed glove” :

24
Timeline / Rencana Kerja

September Oktober November Desember


No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

1. Perkuliahan 1 Orientasi perkuliahan


(3 September )
2. Diskusi 1. Timeline rencana 1. Telah
Kelompok ke-1 kerja menyelesaikan
: 2. Prosedur kerja timeline rencana
Pembuatan 3. Pembagian Tugas kerja
timeline, 2. Telah
Pembagian menyelesaikan
Tugas prosedur kerja
(8-9 September 3. Telah
2021) melakukan
pembagian
tugas

25
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

3. Perkuliahan 2 Penyampaian materi mengenai konsep teknologi


(10 September asistif oleh dosen
2021)
4. Observasi ke-1:
Pencarian Setiap anggota Hanya sebagian anggota
kasus oleh kelompok kelompok telah
masing-masing mendapatkan kasus mendapatkan kasus.
anggota
kelompok.
(13- 15
September 2021)
5. Perkuliahan 3
(17 September Penyampaian materi mengenai konsep teknologi
2021) asistif dan disertai dengan contohnya

26
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

6. Diskusi Menyusun Instrumen Sudah menyusun


kelompok ke-2 identifikasi instrument untuk
: observasi, Instrumen identifikasi , instrument
Penyusunan wawancara guru, dan wawancara untuk guru,
Instrumen Instrumen orang tua.
Identifikasi , wawancara orangtua.
instrument 1.
wawancara guru,
dan Instrumen
wawancara orang
tua.
(18-20
September 2021)
7. Observasi ke-2 : Mendapatkan hasil Sudah mendapatkan
Pencarian kasus identifikasi kasus hasil identifikasi kasus
lanjutan dan melalui identifikasi
Pelaksanaan instrument observasi,
identifikasi wawancara orangtua

27
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

oleh masing- dan guru


masing
anggota
kelompok
(21 September
2021)

8. Diskusi Mendapatkan hasil Sudah mendapatkan


kelompok-3 : analisis identifikasi hasil analisis
Analisis hasil kasus yang telah identifikasi kasus yang
identifikasi dilakukan telah dilakukan
kasus
( 22 September
2021)

28
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

9. Diskusi Mendapatkan kasus Telah mendapatkan


kelompok- 4 : untuk dibuatkan kasus yang telah
Penyeleksian teknologi asistif. diseleksi , untuk
dan penentuan dibuatkan teknologi
kasus asistif nantinya.
(23 September
2021)
10. Presentasi ke-1 Mempresentasikan Telah
Presentasi hasil progress yang mempresentasikan
progress 1 meliputi : timeline, data hasil
(24 September 1. Timeline asesmen, dan draft
2021) 2. Data hasil rancangan
asesmen
3. Draft rancangan
sederhana alat
teknologi asistif

29
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

11. Diskusi Merevisi hasil dari Telah melakukan revisi


kelompok ke-5 persentasi sebelumnya, dari hasil presentasi
: dan berdiskusi terkait sebelumnya, dan
Refleksi dan apakah akan dilakukan diputuskan untuk
revisi hasil pergantian kasus atau melakukan pergantian
persentasi tetap menggunakan kasus
(28 September kasus tersebut.
2021)

12. Observasi ke- Melakukan pencarian Telah melakukan


3: kasus terbaru yang pencarian kasus terbaru
Pencarian akan dijadikan subjek yang akan dijadikan
kasus terbaru utama yang nantinya subjek dalam
(29 September akan dibuatkan implementasi TA
– 6 September teknologi asistif. nantinya.
2021) Ket : Pencarian kasus
dibatasi dengan

30
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

difokuskan di area
sekitar kampus dan kota
Bandung, dikarenakan
mempertimbangkan
segi biaya dan
memudahkan dalam
pelaksanaan uji coba
alat nantinya.
. 13 Diskusi Menyusun instrumen Telah menyusun
kelompok ke-6 identifikasi observasi instrumen identifikasi
: yang meliputi observasi yang meliputi
Penyusunan instrument Orientasi instrument Orientasi
instrument Mobilitas, Instrumen Mobilitas, Instrumen
identifikasi Kemandirian, Kemandirian,
yang akan Instrumen kemampuan Instrumen kemampuan
akademik, Dan
digunakan akademik, Dan
instrumen lain yang
dalam isntrumen lain yang
mendukung.

31
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

melakukan mendukung.
identifikasi Ket ; Instrumen disusun
subjek (7-8 dengan difokuskan
Oktober 2021) pada identifikasi anak
dengan hambatan
penglihatan (anak
tunanetra) karena 2
subjek yang ditemukan
memiliki hambatan
dalam penglihatan.
14. Observasi ke-4 Melakukan asesmen Telah melakukan
: terhadap 2 subjek asesmen terhadap 2
Pelaksanaan subjek yang ditemukan
Asesmen sebelumnya
(10 Oktober -
kasus 1)
(12 Oktober

32
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

(Kasus 2)

15. Diskusi Melakukan analisis Telah melakukan


kelompok ke-7 hasil asesmen dan analisis hasil asesmen
: memilih kasus yang dan telah memilih kasus
Analisis hasil akan dijadikan subjek yang akan dijadikan
asesmen dan utama dalam subjek utama dalam
pemilihan pembuatan TA pembuatan TA
kasus nantinya nantinya.
(11-13
Oktober 2021)

33
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

16. Diskusi Menyusun prototype Telah menyusun


Kelompok ke- alat dan menemukan prototype alat yang
8: mitra kerja akan dikembangan, dan
Penyusunan telah menemukan mitra
prototype alat kerja.
dan mencari
mitra kerja (14
Oktober – 16
Oktober 2021).

17. Diskusi Melakukan diskusi Telah melakukan


Kelompok ke- dengan mitra kerja diskusi Bersama mitra
9: terkait alat yang akan terkait alat yang akan
Melakukan dikembangkan, juga dikembangkan , diskusi
diskusi dan berdiskusi tentang dilakukan melalui
komitmen waktu dan biaya Whatsapp group
bersama mitra pembuatan

34
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

kerja (20-21
Oktober 2021)
18. Kegiatan Lapangan Pembuatan alat oleh Mitra kerja telah
: Mitra Kerja. membuatkan alat yang
bersangkutan dan setiap
Pembuatan alat
harinya mitra akan
oleh mitra
mengirimkan progress
(22 Okt – 5 alat yang dibuat.
Nov)
19. Diskusi kelompok Membuat draft Telah membuat draft
ke-10 : presentasi progress presentasi yang akan
yang akan ditampilkan diitampilkan dalam
Pembuatan draft dalam presentasi presentasi , yang meliputi
presentasi-2 berikutnya. profil anak, prototype alat,
(25-26 Oktober dan progress pembuatan
2021) prototype oleh mitra.

35
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

20. Presentasi 2: Melaporkan profil Telah melaporkan


anak, prototype alat profil anak, prototype
Presentasi progress dan progress alat dan progress
ke 2 pembuatan prototype. pembuatan prototype.
(29 Oktober 2021)

21 Diskusi Melakukan refleksi dan Telah melakukan


kelompok ke - revisi hasil presentasi refleksi dan revisi hasil
11 : dan mempersiapkan presentasi dan
Refleksi dan media yang akan mempersiapkan media
revisi hasil diujicobakan yang akan diujicobakan
persentasi dan
persiapan uji
coba media
( 2 Nov & 6
Nov 2021)

36
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

22 Observasi ke -5 Melakukan uji coba Telah melakukan uji


media tahap ke-1 , coba terhadap terhadap
Uji coba media yaitu uji coba terhadap alat oleh mitra secara
tahap ke-1 alat oleh mitra secara langsung
(11 Nov 2021) langsung

23 Observasi ke -6 : Melakukan uji coba Telah melakukan uji


media tahap ke-2 coba media tahap ke-2
Uji coba media secara langsung pada secara langsung pada
tahap ke-2 subjek (di dalam subjek (di dalam
(15 Nov 2021) ruangan ) ruangan)

37
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

24 Diskusi kelompok Mendiskusikan hasil Telah Mendiskusikan


ke-12 percobaan terhadap hasil percobaan
alat yang terhadap alat yang
Pembahasan hasil dikembangkan dan dikembangkan dan
uji coba alat dan menyusun draft menyusun draft
penyusunan draft presentasi 3. presentasi 3.
presentasi
(17-18 November
2021)

25 Presentasi 3: Melaporkan hasil Melaporkan hasil


percobaan alat tahap percobaan alat tahap
Hasil uji coba alat ke-1 dan tahap ke-2, ke-1 dan tahap ke-2,
(26 Nov) dan mendapatkan serta melakukan revisi
revisi dari hasil dari hasil presentasi
presentasi

38
September Oktober November Desember
No Kegiatan Target Pencapaian
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3

26 Observasi ke -7 : Melakukan uji coba Telah melakukan uji


media tahap ke-3 coba media tahap ke-3
Uji coba media secara langsung pada secara langsung pada
tahap ke-3 subjek (di luar ruangan subjek (di luar ruangan
( __Desember ) )
2021)

27 Laporan Akhir : Membuat laporan akhir Telah membuat laporan


siap cetak, dan buku akhir siap cetak, dan
Penyusunan
panduan penggunaan buku panduan
dan fiksasi
alat penggunaan alat
laporan akhir
(3 Desember-
16 Desember)

39
b. Menemukan kasus.
Sebelum menyusun alat, tentu harus menemukan kasus anak
berkebutuhan khusus untuk dilakukan identifikasi dan asesmen,
serta membutuhkan alat bantu yang dapat membantu anak
dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-harinya.
c. Melakukan identifikasi dan asesmen.
Setelah mendapatkan kasus, maka selanjutnya dapat
dilakukan proses identifikasi untuk dapat mengenali kondisi
anak, serta menentukan kegiatan yang sulit dilakukan oleh anak
secara spesifik. Kemudian, setelah diidentifikasi dapat
dilakukan proses asesmen. Setelah data hasil asesmen di
dapatkan, maka selanjutnya dapat dilakukan analisis hasil
asesmen untuk menemukan kebutuhan subjek dan menentukan
implikasinya terhadap alat yang akan dirancang.
d. Merancang alat sesuai dengan kebutuhan subjek.
Setelah menganalisis hasil asesmen dan menemukan
kebutuhan subjek, maka selanjutnya dapat dilakukan proses
merancang alat teknologi asistif yang dibutuhkan anak untuk
membantu kegiatannya agar lebih mandiri. Pada tahap ini juga
harus memperhatikan kondisi anak, dan membuat alat yang
aman dan nyaman bagi anak (memperhatikan faktor ergonomi
dan antropometri).
e. Mencari mitra kerja
Apabila alat yang dibutuhkan membutuhkan keterampilan
dari disiplin keilmuan yang lain, maka tentunya harus mencari

40
mitra kerja yang memiliki kapabilitas di dalamnya. Rancangan
alat yang telah dibuat dapat didiskusikan dengan mitra kerja,
juga menentukan target pembuatannya berdasarkan timeline
yang telah dibuat.
f. Melakukan proses pembuatan alat.
Setelah menemukan mitra kerja, maka selanjutnya kelompok
dan mitra kerja dapat bekerja untuk berbagi tugas, dan
mengerjakan tugasnya masing-masing dalam proses pembuatan
alat.
g. Melakukan uji coba.
Setelah alat yang dirancang dapat direalisasikan, maka
langkah selanjutnya ialah melakukan uji coba alat kepada
subjek untuk mengevaluasi efektivitas alat. Sehingga, ke
depannya alat dapat diperbaiki dan disesuaikan kembali dengan
kebutuhan dan kondisi subjek.

41
Itulah beberapa langkah yang dilakukan dalam proses
pembuatan sebuah alat teknologi asistif. Jika dibuat bagan,
maka langkah yang harus ditempuh antara lain.

Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3

Survey Lapangan I Identifikasi kasus 2 Uji Coba Alat Tahap 1

Identifikasi Kasus I Penyusunan Perangkat Asesmen 2 Uji Coba Alat Tahap 2

Penyusunan Perangkat asesmen I Asesmen dan Profil Anak II Presentasi 3 (Hasil Uji Coba)

Asesmen I Penyusunan Prototype Alat Revisi

Laporan Akhir (Buku Panduan,


Profil Anak I Pencarian dan Komitmen mitra kerja
Dokumentasi)

Presentasi I (Draft Instrumen, Profil


Pembuatan Alat
Anak, Rancangan Alat)

Presentasi 2 (Prototype alat dan


progress pembuatan alat)

42
3.3 Hasil Asesmen
3.3.1 Hasil Identifikasi ABK Tunanetra
Nama : Walid
Tempat/tgl lahir : Lampung, 13 Juli 2004
Kelas : 5 SDLB
Sekolah : SLBN A Citeureup Cimahi

KATEGORI NO PERTANYAAN BOBOT TEKNIK YA/TIDAK Skor


Buta(Blind) 1 Tidak dapat membedakan
sumber cahaya 100 4 □YA □Tidak 100

2 Tidak dapat memahami 100


bayangan benda 100 4 □YA □Tidak

3 Tidak dapat membedakan 100


benda bergerak 100 4 □YA □Tidak

4 Tidak dapat membedakan 100 4 □YA □Tidak 100


gelap dan terang
Kurang penglihatan 1 Kurang melihat (Kabur) 60 4 □YA □Tidak
(Low tidak mampu menghitung
Vision) jari asesor dalam jarak1
m
2 Kesulitan mengambil benda 15 4 □YA □Tidak
kecil di dekatnya

3 Tidak dapat menulis mengikuti 15 4 □YA □Tidak


garis lurus
4 Sering meraba dan
tersandung waktu 15 1 □YA □Tidak
berjalan
5 Bagian bola 15 1 □YA □Tidak
mata yang hitam
bewarna keruh/
bersisik/kering
6 Mata bergoyang 15 1 □YA □Tidak
terus(nistagmus)
7 Peradangan hebat pada kedua 15 1 □YA □Tidak
bola mata

43
8 Penglihatan periperal (melihat
tepi), yang ditandai dengan 20 4 □YA □Tidak
kemampuan melihat bagian
samping tetapi tidak mampu
melihat Bagian tengah(fokus)
9 Penglihatan teropong, yang
ditandai dengan kemampuan 20 4 □YA □Tidak
melihat seperti orang
Menggunakan teropong/sempit
Jumlah 400

Teknik
1. Observasi
2. Wawancara
3. Perintah Kesimpulan :
4. Gabungan 1,2,3 Berdasarkan hasil identifikasi, subjek W dikategorikan
sebagai anak dengan hambatan penglihatan atau
tunanetra, Identifikasi digunakan untuk memperkuat
Skoring:
hasil wawancara dengan guru pada tahap sebelumnya.
Dikategorikan buta/ low
vision jika telah mencapai
skor 100 atau lebih

44
3.3.2 Hasil Asesmen Pengembangan Indra
Nama : W
Jenis kelamin : Laki-laki
Kelas : 5 SDLB
No KEINDRAAN KEMAMPUAN

Menguasai Kurang Tidak Perlu


menguasai menguasai Latihan
A. Persepsi Sisa Penglihatan

1 Kesadaran Visual √

2 Atensi Visual √

3 Pemusatan Visual √

4 Integrasi Visual √

5 Diskriminasi Visual √

6 Koordinasi Visual √

B. Persepsi Pendengaran

7 Kesadaran Auditoris √

8 Atensi Auditoris √

9 Pemusatan Auditoris √

10 Integrasi Auditoris √

11 Diskriminasi Auditoris √

12 Koordinasi Auditoris √

13 Auditory Localization √

45
14 Auditory Memory √

15 Auditory Closure √

16 Auditory Tracking √

17 Auditory Convergensi √

C. Persepsi Perabaan

22 Pemusatan Tactual √

23 Diskriminasi Tactual √

24 Integrasi Tactual √

25 Koordinasi Tactual √

46
3.3.3 Hasil Asesmen Pengembangan Konsep
Nama : W
Jenis kelamin : Laki-laki
Kelas : 5 SDLB

KEMAMPUAN

NO. PENGUASAAN Kurang Belum


Menguasai Perlu Latihan
KONSEP menguasai menguasai
A. Konsep Tubuh
1. Nama Anggota Tubuh √
2. Fungsi Anggota Tubuh √
3. Gerak Tubuh √
B. Konsep Ukuran
4. Besar √
5. Sedang √
6. Kecil √
7. Seruas √
8. Sejengkal √
9. Sekaki √
10. Agak kecil √
11. Agak Besar √
12. Lebih Besar √
13. Lebih Kecil √
14. Satu kilometer √
15. Sehasta √
16. Sedepa √
17. Sesenti √
18. Satu meter √
C. Konsep Bentuk
19. Segi tiga √

47
20. Segi lima √
21. Limas √
22. Lonjong √
23. Trapesium √
24. Kotak √
25. Pipih √
26. Segi empat √
27. Segi delapan √
28. Bujur sangkar √
29. Elips √
30. Lingkaran √
31. Bulat √
D. Konsep Permukaan
32. Halus √
33. Agak halus √
34. Lebih halus √
35. Licin √
36. Tebal √
37. Keras √
38. Dingin √
39. Kasar √
40. Agak kasar √
41. Lebih kasar √
42. Tipis √
43. Lembek/lunak √
44. Panas √
F Konsep Posisi
45. Atas √
46. Bawah √
47. Kanan √

48
48. Kiri √
49. Depan √
50. Belakang √
50. Tengah √
51. Samping √
52. Horizontal √
53. Vertikal √
54. Diagonal √
55. Sejajar √
56. Mengapung √
57. Tenggelam √

49
3.3.4 Hasil Asesmen Pengembangan Orientasi
Mobilitas

KEMAMPUAN
NO. PENGUASAANTEKNIK Kurang Belum Perlu
Menguasai menguasai menguasai Latihan
A. Teknik Pendamping Awas
1. Teknik dasar pendamping √
awas
2. Berpindah pegangan √
3. Berbalik arah √
4. Melewati jalan sempit √
5. Naik tangga √
6. Turun tangga √
7. Melewati pintu dan membuka √
ke arah dalam
8. Melewati pintu ke arah luar √
9, Duduk di kursi dengan meja √
10. Duduk di kursi tanpa meja √
B. Teknik Melindungi Diri
4. Teknik menyilang di atas √
5. Teknik menyilang di bawah √
6. Teknik merambat/ menelusur √
7. Teknik kombinasi √
8. Teknik tegak lurus dengan √
benda
9. Teknik dengan mencari benda √
jatuh
C. Teknik Orientasi Ruang
1. Mengelilingi ruang √
2. Menjelajah ruang √
3. Mengetahui dan menemukan √
letak benda di ruang

50
KEMAMPUAN
PENGUASAAN
TEKNIK Kurang Belum Perlu
NO. Menguasa
i menguasai menguasai Latihan

D. Teknik Tongkat
1 Memahami bagian-bagian √
tongkat
2 Fungsi tongkat √
3 Cara memegang tongkat √
4 Meletakkan tongkat ketika √
tidak digunakan
5 Menempatkan tongkatdengan √
teknik pendamping awas
6 Menggunakan tekniktongkat √
7 Teknik naik-turun tangga √
menggunakantongkat
8 Merambat menggunakan √
tongkat
9 Mendeteksi rintangandengan √
tongkat
10 Teknik sentuhan √
11 Teknik dua sentuhan √
12 Menelusuri garis pengarah √
dengan teknik dua sentuhan
13 Memasuki mobil dengan √
membawatongkat
14 Menyeberang jalan √
menggunakan tongkat

51
3.3.5 Hasil Asesmen Teknik Melawat Mandiri
Dikembangkan menurut M.Ngalim Purwanto, 2006: 102 dalam
Nico Pratama (2016: 57)
Skor yang didapat siswa pada komponen melawat mandiri yaitu
berada pada skor 1, 2, 3, dan 4 dengan keterangan sebagai
berikut:

1. Skor 4, diberikan saat subjek mampu melakukan


Teknik melawat mandiri dengan sempurna dan tanpa
bantuan (menguasai).
2. Skor 3, diberikan saat subjek mampu melakukan
teknik melawat mandiri dengan benar meskipun
dengan bantuan (kurang menguasai).
3. Skor 2, diberikan saat subjek melakukan Teknik
melawat mandiri dengan bantuan dan masih banyak
melakukan kesalahan (belum menguasai).
4. Skor 1, diberikan saat subjek tidak mampu melakukan
teknik melawat mandiri dan bergantung pada
bimbingan/bantuan orang lain (perlu latihan).

NO SOAL TES SKOR

1 2 3 4

1 Lakukan tekhnik trailling dengan berdiri √


disamping tembok, punggung tangan atau jari
manis dan telunjuk sedikit ditempelkan tembok.

52
2 Lakukan tekhnik trailling dengan berjalan √
53anjang depan dengan posisi punggung tangan
atau jari manis dan telunjuk sedikit ditempelkan
tembok.
3 Lakukan tekhnik upperhand and forearm dengan √
tangan kanan atau kiri diangkat ke depan
menyilang tubuh bagian atas yaitu siku
membentuk kurang lebih 120 derajat.
4 Lakukan tekhnik upperhand and forearm dengan √
telapak tangan menghadap kedepan.
5 Lakukan tekhnik upperhand and forearm dengan √
ujung jari jemari sejajar dengan bahu.
6 Lakukan tekhnik upperhand and forearm dengan √
berjalan 53anjang depan.
7 Lakukan tekhnik lowerhand and forearm dengan √
tangan kanan atau kiri diangkat kedepan
menyilang tubuh bagian bawah yaitu dengan
siku membentuk kurang lebih 120 derajat.
8 Lakukan tekhnik lowerhand and forearm dengan √
telapak tangan menghadap ketubuh.
9 Lakukan tekhnik lowerhand and forearm dengan √
telapak tangan menutupi tubuh bagian bawah.

10 Lakukan tekhnik lowerhand and forearm dengan √


berjalan 53anjang depan.
Total Skor

53
3.3.6 Hasil Identifikasi Antropometri dan
Ergonometri
Mengacu kepada “Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar Antropometri
Anak” dan Gempur Santos, Ergonomi Manusia, Peralatan dan
Lingkungan (2004)

NO INDIKATOR Alat Ukur Keterangan


Indeks Standar Antropometri Anak
1. Berat badan menurut umur Timbangan 62 kg/18 tahun
(BB/U)
2. Panjang/Tinggi Badan Meteran 151 cm/8 tahun
menurut umur (PB/U atau
TB/U)
3. Berat Badan menurut Timbangan 62 kg/151 cm
Panjang/Tinggi Badan
(BB/PB atau BB/TB)
4. Indeks massa tubuh menurut Berat badan : 62 : (151x151) =
umur (IMT/U) Tinggi badan2 0,0027

5. Lingkar lengan atas (Kanan Meteran 31 cm


dan Kiri)

54
6. Lingkar pergelangan tangan Meteran 19 cm
(Kanan dan Kiri)
7. Lingkar kepala Meteran -
8. Lingkar dada Meteran -
9. Lingkar perut Meteran -
10. Lingkar Paha (Kanan dan Meteran -
Kiri)
11. Lingkar pergelangan kaki Meteran Size sepatu 39 cm
(Kanan dan Kiri)
Antroprometri Posisi Berdiri
12. Tinggi Badan Meteran 151 cm
13. Tinggi Bahu Meteran -
14. Tinggi Pinggul Meteran -
15. Tinggi Siku Meteran 37 cm
16. Panjang lengan kanan dan Meteran 49,5 cm
55anjang lengan kiri
Antropometri Posisi Duduk
17. Tinggi lutut Meteran -
18. Lipat lutut punggung Meteran -
19. Tinggi duduk Meteran -
20. Lipat lutut telapak kaki Meteran -
21. Panjang lengan bawah dan Meteran -
lengan atas
Antropometri Tangan
22. Panjang tangan Meteran 65 cm

55
23. Panjang telapak tangan Meteran 17 cm
24. Lebar tangan sampai ibu jari Meteran 10 cm
25. Lebar tangan sampai Meteran 74 mm
metacarpal
26. Ketebalan tangan sampai Meteran -
metacarpal
27. Lingkaran tangan sampai Meteran -
telunjuk
28. Lingkaran tangan sampai ibu Meteran -
jari
Antropometri Kaki
29. Panjang kaki Meteran 24 cm
30. Lebar kaki Meteran 8 cm
31. Jarak antara tumit dengan Meteran -
telapak kaki yang lebar
32. Lebar tumit Meteran -
33. Lingkaran telepak kaki Meteran -
34. Lingkaran kaki membujur Meteran -

56
3.4 Profil Anak

Nama : W
Jenis kelamin : Laki-laki
Kelas : 5 SDLB
No Aspek Kemampuan Hambatan Implikasi

1. Pengembangan Anak telah Anak belum Rancangan alat yang


Indra menunjukkan menunjukkan dibuat harus bersifat
pengembangan indra perkembangan persepsi auditif, dan melibatkan
yang berkembang kesadaran visual, atensi persepsi perabaan
dengan baik, terutama visual, pemusatan visual, sebagai pengganti dari
dalam persepsi integrasi visual, indra visualnya,
pendengaran dan diskriminasi visual, dan dikarenakan persepsi
persepsi perabaan koordinasi visual anak visual yang anak miliki
belum berkembang belum berkembang
karena anak mengalami dengan baik.
tunanetra (totally blind)
sehingga tidak bisa
mengoptimalkan indra
visual nya.

2. Pengembangan • Anak telah • Anak kurang Alat yang dibuat harus


Konsep menguasai konsep menguasai konsep didasarkan pada
tubuh dengan baik ukuran sejengkal, kemampuan siswa ,
• Anak telah seruas, sekaki yaitu menguasai konsep
mengetahui • Anak kurang tubuh, konsep ukuran
konsep ukuran menguasai konsep besar kecil, dan
(besar, sedang, satu km, sehasta, berdasarkan atas
kecil, agak kecil, sedepa, se cm, dan kemampuan siswa
agak besar, lebih satu meter dalam mengetahui
besar, dan lebih • Anak belum konsep atas, bawah,
kecil) menguasai konsep kanan, kiri, depan,

57
• Anak telah bentuk limas, lonjong, belakang , tengah, dan
menguasai konsep pipih, segi delapan, samping. Sementara itu,
bentuk (segitiga, bujur sangkar rancangan alat yang
segilima, • Anak belum dibuat juga harus
trapezium, kotak, menguasai konsep ditujukan sebagai sarana
pipih, lingkaran, permukaan lebih preventif menangani
dan bulat) halus, dan lebih kasar hambatan yang dimiliki
• Anak telah • Anak belum anak.
mengetahui menguasai konsep Anak membutuhkan
konsep permukaan horizontal, vertical, pembelajaran mengenai
(halus, agak halus, diagonal, mengapung, pemahaman konsep
tebal,keras, dan tenggelam ukuran, bentuk, lokasi,
dingin, kasar, agak posisi, waktu, yang
kasar) belum anak kuasai.
• Anak telah
mengetahui
konsep posisi
(atas, bawah,
kanan, kiri, depan,
belakang, tengah,
samping)
3. Orientasi • Anak telah • Anak belum Rancangan alat yang
Mobilitas menguasai Teknik menguasai Teknik dibuat sebaiknya
pendamping awas melewati jalan sempit diutamakan untuk
seperti berpindah • Anak belum mengatasi
pegangan, menguasai Teknik ketidakmampuan anak
berbalik arah, naik dan turun tangga dalam Teknik melawat
melewati pintu • Anak tidak bisa mandiri. Hal tersebut
dan membuka ke memahami teknik dikarenakan dalam
arah dalam, melindungi diri aspek melawat mandiri,
melewati pintu ke seperti Teknik subjek W berada di level
arah luar,duduk di menyilang di atas dan perlu latihan , sehingga
kursi dengan meja di bawah, Teknik rancangan alat
dan tanpa meja merambat/menelusur, diutamakan untuk
• Anak telah dan Teknik mencari menangani
menguasai Teknik benda jatuh ketidakmampuan anak
tongkat seperti dalam memahami

58
memahami • Anak belum Teknik melawat
bagian-bagian menguasai Teknik mandiri.
tongkat, fungsi orientasi ruang,
tongkat, cara seperti mengelilingi
memegang ruang, menjelajah
tongkat, ruang, mengetahui
meletakkan dan menemukan letak
tongkat Ketika bemda di ruang
tidak digunakan, • Anak belum
menguasai Teknik menguasai cara
sentuhan, Teknik menempatkan
dua sentuhan, tongkat dengan
menelusuri garis Teknik pendamping
pengarah dengan awas, belum mampu
Teknik dua melakukan naik-turun
sentuhan tangga dengan
menggunakan
tongkat, memasuki
mobil dengan
membawa tongkat,
dam menyebrang
jalan dengan
menggunakan
tongkat
4. Teknik • Anak telah • Anak belum mampu Rancangan alat dibuat
Melawat mampu melakukan tekhnik dengan terfokus untuk
Mandiri melakukan upperhand and membantu anak dalam
tekhnik trailling forearm dengan melakukan Teknik
dengan berdiri tangan kanan atau kiri melawat mandiri yang
disamping diangkat ke depan masih belum bisa
tembok, menyilang tubuh dipahami oleh anak,
punggung tangan bagian atas yaitu siku seperti Teknik
atau jari manis membentuk kurang upperhand and forearm.
dan telunjuk lebih 120 derajat.
sedikit • Anak belum mampu
ditempelkan melakukan tekhnik
tembok. upperhand and
forearm dengan

59
• Anak telah telapak tangan
mampu menghadap kedepan.,
melakukan ujung jari jemari
tekhnik trailling sejajar dengan bahu,
dengan berjalan dan dengan berjalan
ke arah depan ke arah depan.
dengan posisi • Anak belum mampu
punggung tangan melakukan tekhnik
atau jari manis upperhand and
dan telunjuk forearm dengan
sedikit dengan tangan kanan
ditempelkan atau kiri diangkat
tembok. kedepan menyilang
tubuh bagian bawah
yaitu dengan siku
membentuk kurang
lebih 120 derajat
• Anak belum mampu
melakukan tekhnik
lowerhand and
forearm dengan
telapak tangan
menghadap ketubuh,
dengan telapak tangan
menutupi tubuh
bagian bawah, dan
berjalan ke arah depan

60
3.5 Rancangan Alat
Tujuan dari rancangan sistem secara umum adalah untuk
memberikan gambaran secara umum kepada pemakai
tentang sistem yang baru.
a) Sistem yang Berjalan
Dalam melakukan suatu perancangan
sistem maka perlu dilakukan analisis sistem yang
bejalan sehingga dapat mengetahui proses yang
terjadi, sistem yang berjalan saat ini masih manual
di mana penyandang tunanetra masih menggunakan
tongkat konvensional untuk melakukan aktivitas
sehari-hari.

Mulai

ambil tongkat

jalan

Selesai

Flowchart Sistem yang berjalan sebelumnya


b) Sistem yang diusulkan
Sistem yang diusulkan pada penelitian ini
yaitu sarung tangan sebagai alat bantu bagi
tunanetra, yang diberi nama Jamed’s Glove. Cara
kerja sistem ini pengguna memasang sarung tangan

61
di tangan kemudian menekan tombol button dan
pengguna melakukan suatu aktifitas jika ada suatu
halangan yang di alami pengguna maka sensor akan
berbunyi dan akan mengeluarkan getaran.

Start

Tekan Push button

Idi sarung tangan

Pengguna berjalan dengan


bantuan sensor ultrasonik yang
berfungsi untuk mendeteksi objek

Apakah sensor
mendeteksi objek dengan
YA
jarak ≤ 50 cm ?

Tidak

Speaker akan
Speaker tidak
mengeluarkan suara bip-bip dan
mengeluarkan
getaran peringatan agar pengguna suara
menghindari objek

Pengguna menghindari
objek kemudian kembali Pengguna terus berjalan
berjalan

Mematikan
Push button

Finish

Gambar 13. Flowchart sistem yang diusulkan

62
c. Analisis Kebutuhan
Kebutuhan Fungsional
- Sistem dapat mempermudah penyandang tunanetra
dalam melakukan aktivitas sehari-hari
- Sistem dapat membantu penyandang tunanetra
mendeteksi objek yang ada di sekitarnya.
Kebutuhan Non Fungsional
1) Kebutuhan
Perangkat Keras
- Laptop
- Arduino
- Sensor ultrasonic HC-SR04
- Speaker
- Breadboard
- Push button
- Kabel jumper
- Baterai 12 V
- Potensiometer
2) Kebutuhan
Perangkat Lunak
- Sistem operasi windows 10
- Software arduino
- Fritzing 0.9.2
- Microsoft visio 2007
3) Perangkat pendukung
- Sarung tangan
- Velcro

d. Perancangan Sistem Kerja Alat

63
Pada gambar diatas, Arduino sebagai komponen utama
yang akan memproses semua inputan dan mengeluarkan
output. Sensor ultrasonik melakukan inputan kepada
arduino jika sensor mendeteksi suatu objek dan sebagai
input dan output yang yang akan mengirim suara ke speaker
kemudian speaker akan mengerluarkan output yang berupa
informasi berupa bunyi dan getaran kepada pengguna alat.

e. Perancangan Perangkat Keras

64
Fungsi Setiap Komponen
No Nama Gambar Fungsi Komponen
Komponen Komponen

1 Arduino Dalam sistem ini arduino


mega sebagai
mikrokontroler yang
mengontrol semua
komponen
2 Sensor Dalam sistem ini sensor
ultrasonic ultrasonik sebagai alat
pengatur jarak

3 Breadboard Dalam sistem ini


breadboard sebagai alat
untuk merangkai
komponen-komponen
4 Speaker Dalam sistem ini speaker
sebagai alat untuk
mengeluarkan suara

5
Push button
Dalam sistem ini push
button sebagai saklar
penghubung dan pemutus
aliran listrik ke arduino
Baterai Dalam sistem ini baterai
6 sebagai alat untuk
memberikan daya kepada
arduino

65
f. Pembuatan Alat
Pada tahapan pembuatan dan pengujian alat ini dijelaskan
mengenai desain prototype, tahapan perakitan prototipe
Jamed’s Glove dari berbagai komponen yang digunakan
hingga menjadi sebuah sarung tangan sensor yang bisa
berfungsi sebagaimana mestinya. Selain perakitan
prototipe, dilakukan juga pengujian terhadap sarungtangan
Jamed’s Glove yang sudah selesai dirakit dan penentuan
estimasi biaya. Berikut akan dipaparkan tahapan yang
dilakukan dalam Jamed’s Glove ini, yaitu sebagai berikut :
Desain Prototype

Prototype Jamed Glove

66
Prototype Jamed’s Glove dari atas

b. Perakitan Komponen Penyusun


Perakitan komponen penyusun alat dikerjakan
setelah semua komponen penyusun selesai dibuat.
Komponen penyusun tongkat tuna netra sesuai dengan bill
of material dibagi menjadi dua, yaitu pembelian sarung
tangan dan rumah sensor yang dilengkapi dengan cover
atau penutupnya. Tahapan yang pertama dimulai dari
perakitan sensor ultrasonik, buzzer dan motor getar dengan
mikrokontroler pada plat stainless. Pada saat perakitan
semua komponen elektronika telah terhubung dengan
mikrokontroler. Perakitan ini dilakukan dalam 2 tahap,
dikarenakan pada tahap pertama terdapat revisi terkait
ukuran rumah sensor. Berikut adalah hasil perakitan dan
rumah sensor , yakni sebagai berikut :

67
Perakitan Komponen di dalam
rumah sensor ( sebelum direvisi /
dengan ukuran yang lebih besar)

Perakitan Komponen di dalam


rumah sensor ( berdasarkan
hasil revisi)

68
c. Hasil perakitan akhir
Setelah perakitan semua komponen elektronika dengan
rumah sensor selesai, dilanjutkan ke tahap terakhir. Pada tahap ini
akan dilakukan perakitan antara rumah sensor yang telah dirakit
sebelumnya bersama cover/sarung penutupnya dengan
sarungtangan berbahan kain terbaik yang dipilih khusus agar
menimbulkan kesan nyaman bagi pengguna yang memakainya.
Berikut adalah hasil perakitan akhir dari Jamed’s Glove ini :

Prosedur penggunaan jamed glove adalah sebagai berikut :


1. Pastikan alat sensor telah terisi daya
2. Nyalakan alat dengan menggeser saklar.
3. Atur jarak sensor dengan dengan memutar knob di dalam alat.
Putar knob ke kanan untuk menambah jarak sensor dan putar knob
ke kiri untuk memperkecil ukuran jarak sensor.
4. Masukan alat ke dalam wadah
5. Pakai sarung tangan di kanan atau kiri

69
6. Rekatkan alat yang telah dimasukan wada dengan velcro pada
sarung tangan
7. Alat siap digunakan
Adapun analisis SWOT (Strengths Weakness
Opportunities Threats) dalam produk Jamed’s Glove yang telah
dihasilkan, yaitu sebagai berikut :
Kekuatan - Alat ini merupakan bentuk modifikasi dari alat sensor
(Strengths) serupa, namun pengembangan yang ditemukan hanya pada
sepatu dan topi, sehingga alat ini bisa dikatakan sebagai
inovasi terbaru teknologi asistif bagi tunanetra.
- Sarung tangan yang digunakan dipilih dengan bahan yang
tidak mudah panas, sehingga tidak menimbulkan kesan
tidak nyaman bagi penggunanya
- Sifatnya portable, sehingga mudah dibawa kemana-mana
- Penggunaan yang mudah hanya dengan menekan saklar
on/off
- Alat ini juga menyediakan knob pengatur jarak, sehingga
bisa digunakan untuk mendeteksi bahaya pada jarak
berapapun.
- Software yang digunakan gratis , sehingga bisa digunakan
secara berkepanjangan
Kelemahan - Biaya relatif mahal jika produksi dalam jumlah sedikit
(Weakness) - Jika terjadi kerusakan pada salah satu saklar (switch) akan
dilakukan perbaikan dengan membuka saklar yang lain yang
sangat memungkinkan pada kerusakan saklar yang lain .
- Tidak semua anak menyukai alat yang bersifat menonjol,
terlebih jika mereka dengan tunanetra tersebut telah
memiliki alat beraktivitasnya sehari-hari, seperti tongkat.
Peluang - Pilihan alternatif untuk membantu penderita tunanetra
(Opportunities) dalam beraktivitas sehari-hari.
Ancaman - Adanya produk sensor yang serupa dengan harga yang lebih
(Threats) murah (harga pabrik), seperti jam tangan, sepatu sensor, dll.

70
4.6 Penentuan Estimasi Biaya Pembuatan Alat
Estimasi biaya dilakukan bertujuan memperkirakan
besarnya biaya yang dikeluarkan dalam perancangan alat yang
memberikan kemudahan mobilitas bagi penggunanya. Asumsi
biaya yang dihitung meliputi biaya material, dan biaya non
material. Keseluruhan biaya material yang ditunjukkan diperoleh
setelah bekerjasama dengan mitra, yaitu Pak Asep Kurniawan .

Rincian Biaya Jamed’s Glove


No Nama Barang Harga (Rp)
1. STM 8 Microcontroller 20.000
2. Ultrasonic HC-SR04 sensor 15.000
3. Buzzer 2.000
4. Vibrator getar 10.000
5. Box 5.000
6. Baterai 20.000
7. Charger baterai module 7.000
8. Adaptor Charger 15.000
9. Kabel Charger Magnetic 15.000
10. Potensio meter 10 k Ω 2.000
11. Saklar mini geser 5.000
12. Kabel 1.000
13. Timah solder 2.000
14. Sarung Tangan 16.000
15. Ongkos Kirim 12.000
16. Jasa Pembuatan 350.000
TOTAL 500.000

71
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Coba Alat


Uji coba dilakukan kepada subjek W setelah alat
dirancang dan siap digunakan. Uji coba alat dilakukan
sebanyak 3 tahap. Tahap pertama dilakukan oleh mitra
secara langsung untuk memeriksa trial and error yang
dimiliki oleh alat, serta di tahap kedua dilakukan secara
langsung pada subjek dengan setting di dalam ruangan,
sementara di tahap ketiga difokuskan dalam setting diluar
ruangan. Berikut akan dipaparkan lebih rinci terkait hasil
uji coba yang telah dilakukan :
a. Pengujian Tahap 1
Uji coba pertama dilakukan oleh mitra terhadap alat
untuk memastikan alat bekerja dengan baik, sebelum
diimplementasikan kepada subjek tunanetra yang
bersangkutan. Dalam hal ini ujicoba alat dilakukan oleh
mitra secara langsung, yang mencakup pengujian jarak
yang mampu dideteksi oleh sensor Jamed’s Glove ini.
Pengujian jarak ini dilakukan pada sensor yang
terletak pada depan Sarung Tangan Tuna Netra Jamed’s
Glove ini. Sensor ini menggunakan Sensor Ultrasonik
dengan tipe HC SR-04 Pengujian ini dilakukan dengan
cara sarung tangan didekatkan pada dinding tembok
bangunan mulai dari jarak kurang dari 1meter sampai
dengan jarak 1 meter. Kemudian sarung tangan digeser
semakin dekat dengan tembok hingga motor mulai
bergetar dan mengeluarkan suara yaitu bip-bip. Pada
pengujian ini, jarak maksimal pembacaan sensor adalah
1 meter. Sehingga jika sensor mendeteksi jarak yang
telah ditentukan, maka motor yang ada pada sensor akan
bergetar. Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali terhadap

72
sensor. Pada saat sensor membaca jarak dan motor
bergetar, maka hasil pembacaan dicatat sebagai bahan
analisis pengujian ini. Berikut merupakan hasil dari
pengujian:

Hasil Pembacaan Sensor Pada Pengujian Jarak


No Jarak Jarak Output
Dinding Terdeteksi
(cm) Sensor
(cm)
1. 10 cm 9 cm Bib 1x Panjang
2. 20 cm 18 cm Bib 1x Panjang
3. 50 cm 48 cm Bib 1 x pendek
dengan delay 1
detik
4. 80 cm 78 cm Bib 1x pendek
dengan delay 3
detik
5. 100 cm 98 cm Bib 1x pendek
dengan delay 5
detik

b. Pengujian Tahap 2
Uji coba kedua dilakukan kepada subjek dan
dilakukan di dalam ruang kelas. Sebelum menggunakan
alatnya, kami terlebih dahulu menjelaskan kepada
subjek mengenai bentuk alat, kegunaan alat, dan cara
penggunaan alat. Subjek diminta untuk meraba alat
tersebut hingga menyalakan saklar on/off secara
mandiri. Setelah subjek mampu menyalakan saklar,
subjek diminta untuk mengenakan sarung tangan dan
menempelkan alat di atas punggung tangannya.

73
Setelah diberikan pengenalan dan memasangkan
alat, subjek W diminta melalukan orientasi mobilitas
dengan menelusuri ruangan. Kelompok memberikan
beberapa penghalang seperti meja, kursi dan dinding
guna menguji alat untuk dapat mendeteksi benda
dihadapan subjek berupa efek getaran dan suara.
Setelah uji coba alat, subjek memberikan
pendapatnya mengenai alat yang telah digunakan.
Subjek W tidak merasa risih dengan alat yang telah
digunakannya. Ia juga merasa nyaman karena alat ini
bisa dilepas –pasang dan saklar on/off bisa dinyalakan
secara fleksibel, sehingga dapat diigunakan sesuai
kebutuhannya. Sarung tangan yang dipilih pun sesuai
ukuran tangan subjek. Subjek juga merasa tertarik
dengan alat tersebut karena baru pertama kali
menggunakan alat yang dapat mendeteksi benda yang
ada di hadapannya. Subjek juga merasa dapat terbantu
dalam melakukan orientasi mobilitas saat menggunakan
Jamed Glove ini. Namun, karena ini merupakan uji coba
pertama pada subjek, sehingga subjek masih nampak
kaku dalam menggunakan alat ini. Maka uji coba akan
dilakukan kembali dan dilaksanakan di ruangan terbuka
pada pertemuan selanjutnya.

c. Pengujian Tahap 3
Uji coba tahap ketiga dilakukan pada subjek W
dengan setting di luar ruangan. Namun sebelum uji coba
dilakukan, kelompok melakukan validasi terhadap
produk yang dihasilkan dalam kegiatan presentasi di
kelas, sehingga produk yang sudah dihasilkan tersebut
diadakan proses revisi. Dalam hal ini, terdapat beberapa
catatan yang didapatkan agar menjadi pertimbangan
perbaikan jamed glove tersebut, seperti alangkah lebih
baik jika alat tersebut tidak mengeluarkan bunyi untuk

74
meminimalisir terdistraksinya perhatian pengguna saat
memakai alat maupun orang lain di sekitarnya. Dan jika
memungkinkan, sebaiknya saat diujicobakan alat tidak
hanya diuji di salah satu tangan , melainkan di kedua
tangan agar tidak ada tangan yang dominan dan sensor
alat diharapkan dapat bergerak bukan hanya kea rah
depan melainkan di segala arah.
Berdasarkan validasi tersebut, kemudian kelompok
melakukan revisi dengan menambahkan Velcro di
sekeliling sarung tangan, dengan harapan agar sensor
yang digunakan bisa diletakkan di segala arah. Selain
itu, dalam proses implementasi sarung tangan dipakai di
kedua tangan , dan dilaksanakan pengujian alat secara
bergantian. Namun dalam aspek penghilangan bunyi
belum terlaksana, dikarenakan mitra tidak menyanggupi
untuk dilakukan revisi kembali.
Setelah diujicobakan dengan setting diluar ruangan,
didapatkan hasil bahwa anak masih kaku dalam
penggunaan alat. Saat diminta untuk memasangkan
sarung tangannya sendiri, subjek W terlihat masih
kesulitan dan masih memerlukan bantuan. Hal tersebut
dibenarkan oleh subjek W bahwasanya kemampuan
motoriknya masih sangat terbatas.
Hal menarik lainnya ditemukan saat penggunaan
alat. Jika alat dipakai di tangan kanan dan sensornya
mengeluarkan getaran dan bunyi, maka secara otomatis
tangan sebelah kiri mencoba untuk meraih alat. Begitu
pula saat alat dipindahkan ke tangan kiri, maka saat alat
mengeluarkan bunyi dan getaran, tangan sebelah kanan
mencoba meraih alat yang terpasang di tangan sebelah
kiri. Jadi, terlihat ada kecenderungan tangan lain yang
ikut bergerak saat tangan yang dipasang alat
mengeluarkan bunyi dan getaran.
Selain mengujicobakan alat, kelompok juga
mencoba mengidentifikasi terkait tingkat kenyamanan

75
penggunaan alat, dan fungsionalitas alat yang dirasakan
oleh pengguna, yaitu subjek W. Berikut diuraikan hasil
pengujian jamed glove pada subjek W, yaitu sebagai
berikut :

Lembar Kuesioner Pengujian Alat Untuk Tunanetra


(Dikutip dalam penelitian Yudhi Triarnowo , Erwin
Susanto, Ph.D, dan Ramdhan Nugraha, S.Pd., MT)

Nama Subjek :W
Usia : 17 Tahun
Lokasi Pengujian : Asrama Sekolah
Tanggal Eksperimen : Senin, 13 Desember 2021

A. Kategori Tingkat Kenyamanan Penggunaan Alat


No Parameter Nilai Keterangan
1. Peletakan Alat 1. 2. Cukup 3. Sesuai
Kurang
2. Berat Alat 1. Berat 2. Sedang 3. Ringan
3. Keleluasaan gerak alat 1. Kaku 2. Sedang 3. Fleksibel
4. Kenyamanan bahan 1. Panas 2. Agak 3.Nyaman Jika digunakan
Panas dalam waktu
lama
5. Kemudahan 1. Sulit 2. Sedang 3. Mudah Kemampuan
melepas/memegang motoric anak
alat masih kurang
berkembang.
B. Kategori Fungsionalitas Alat
No Parameter Nilai
1. Deteksi Objek
Arah depan 1. Kurang 2. Samar 3. Terasa
Arah Kanan 1. Kurang 2. Samar 3. Terasa
Arah Kiri 1. Kurang 2. Samar 3. Terasa
2. Respon Perubahan 1. Kurang 2. Samar 3. Terasa
Intensitas Getaran

76
3. Apa alat dapat digunakan 1. Tidak 2. Mungkin 3. Dapat
sebagai alternatif bantuan
dalam orientasi mobilitas?
Pembobotan nilai parameter kuesioner :
- Bobot nilai :
1=0.
2=1
3 = 2.
- Range Rata-rata Total Nilai :
<20= Memuaskan
16-19 = Baik
10-15= Cukup
<10 = Belum memuaskan
Kesimpulan :
Secara kuantitatif, total nilai yang didapatkan adalah 12,
sehingga dikategorikan bahwa alat sudah cukup
memuaskan.
Saran untuk pengembangan alat :
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan subjek W
didapatkan beberapa saran yang dapat digunakan dalam
pengembangan alat selanjutnya, yaitu :
1. Menambahkan informasi berupa suara ketika penyandang
tuna netra meletakkan perangkat transmitter charging dan
receiver charging dengan benar disarung tangan tersebut,
2. Menambahkan informasi berupa suara ketika baterai lemah
dan baterai penuh,
3. Menambahkan informasi berupa suara atau hal lainnya untuk
memberitahukan perangkat tersebut dalam kondisi menyala
atau aktif.

4.2 Analisis Hasil Uji Coba Alat


"..assisstive technology devices..are any item, place of equepment or
product system, whether acquired commercially of the shelf modified, or

77
customized, that is used to increse, maintain, or improve functional
capabilities of individuals with disabilities." Technology-Related
Assistance for Persons with Disabilities Act (1988). Mengkaji makna
konseptual dari teknologi asistif telah menimbulkan sebuah pemahaman
bahwa saat ini, teknologi dan kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan
karena telah menjadi kebutuhan mendasar setiap individu. Begitu pula
dengan indivdu yang memiliki hambatan dalam fungsionalitas
penglihatannya. Mengacu dari pernyataan tersebut, kemudian sebuah
pertanyaan besar menguak, yakni tentang bagaimana teknologi dapat
membantu orang-orang yang mengalami gangguan penglihatan?
Teknologi telah berkontribusi secara signifikan terhadap
pengembangan perangkat bantu bagi individu dengan hambatan
penglihatan. Banyak dari perangkat ini bertujuan untuk membantu
orang-orang yang buta atau tunanetra agar mampu melakukan orientasi
mobilitas di lingkungan mereka. Namun fakta dilapangan seringkali
ditemukan bahwa individu dengan tunanetra kesulitan dalam . Mobilitas
bagi orang buta dapat didefinisikan sebagai kemudahan untuk bergerak
dengan aman dan mudah melalui lingkungan tanpa bergantung pada yang
lain. Bantuan mobilitas yang paling umum digunakan oleh orang buta
adalah tongkat dan anjing pemandu untuk memfasilitasi gerakan mereka.
Akan tetapi, seringkali ditemukan masalah dalam perangkat navigasi ini.
Tongkat hanya memberikan pratinjau terbatas untuk pengguna dan
sebagai hasilnya, pengguna harus lebih berhati-hati untuk berjalan dan
bergerak sangat lambat. Adapun anjing pemandu, pelatihan dan
koordinasi anjing dengan orang buta adalah tugas yang sulit dan hasilnya
minimal.
Untuk mengatasi masalah ini, penelitian Arsh.A.Ghate &
Vishal.G.Chavan (2017) telah membuktikan bahwa untuk membantu
mengurangi kemampuan terbatas orang buta , maka dikembangkanlah
sebuah sarung tangan pintar atau smart glove. Sarung tangan ini
digunakan sebagai alat yang dapat membantu tunanetra untuk
memfasilitasi gerakan dan melakukan kegiatan sehari-hari tanpa terlalu
bergantung pada orang lain. Sarung tangan dengan integrasi sensor
ultrasonik HC-SR04, mikrokontroler Arduino UNO akan membantu
blind untuk memudahkan pergerakan dan memberikan peringatan

78
kepada pengguna jika ada kendala di depan mereka dalam kisaran 2 cm
hingga 300 cm. Penelitian ini menjadi dasar dalam pengembangan jamed
glove. Secara umum, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
smart glove yang dikembangkan Arsh. A Ghate dengan jamed glove yang
dibuat oleh kelompok. Komponen utama dari smart glove dan jamed
glove sama-sama menggunakan Arduino UNO, vibrator motor dan
sensor ultrasonik.
Analisa SWOT (strength, weakness, opportunities, and threats)
dari masing-masing inovasi juga dinilai sama. Pada smart glove yang
sudah diujicobakan, terdapat beberapa keuntungan dan keterbatasan
proyek ini. Salah satu keuntungan dari proyek ini adalah penggunaan
sensor ultrasonik. Sensor ini sangat sensitif dan akan memicu lebih cepat
ketika mendeteksi hambatan. Selain itu, biaya untuk mengembangkan
proyek ini rendah dan dapat diberikan oleh orang buta. Keterbatasan
proyek ini adalah sensor ultrasonik yang digunakan hanya dapat
mendeteksi hambatan tetapi tidak dapat menggambarkan bentuk
hambatan. Selain itu, jika memperhatikan tentang jenis dari kedua sarung
tangan inovatif ini, maka didapatkan jawaban bahwa keduanya
merupakan sebuah assistive technology jenis high-tech, dikarenakan
menggunakan teknologi bantuan berupa baterai, dan terdapat sensor
Arduino.
Terlepas dari analisis perbandingan antara jamed glove yang
dikembangkan oleh penyusun dengan smart glove yang dikembangkan
oleh Arsh.A Ghate (2017), penyusun memerlukan langkah Analisa
terkait bagaimana hasil uji coba yang didapatkan dari proses pengujian
jamed glove pada subjek W. Adakah peningkatan yang terjadi antara uji
coba tahap ke2 dengan uji coba tahap ke3? Lalu, apakah terdapat
kekurangan dari jamed glove yang harus dicarikan solusinya?
Seperti yang sudah dipaparkan di subbab sebelumnya mengenai
hasil uji coba, didapatkan hasil bahwa tahap pengujian dibagi menjadi 3.
Namun, dalam analisis ini akan lebih terfokuskan pada hasil pengujian di
tahap 2 dan 3. Baik itu tahap 2 maupun tahap 3 sama-sama mendapatkan
hasil bahwa anak masih kaku dalam penggunaan alat. Jika pada tahap 2
diujicobakan di dalam ruangan, maka tahap 3 dilakukan diluar ruangan.
Namun baik di dalam maupun diluar, tidak ditemukan perbedaan yang

79
berarti, sebab anak masih memerlukan bantuan dalam penggunaan alat.
Akan tetapi, di tahap ke3 ditemukan hal yang menarik bahwa terdapat
kecenderungan pergerakan tangan yang tidak dipasang alat untuk meraih
tangan sebelahnya yang dipasang alat mengeluarkan bunyi dan getaran.
Kemudian, jika membahas mengenai kekurangan, tentunya terdapat
banyak kekurangan dari jamed glove yang sudah dihasilkan dan juga
diimplementasikan. Beberapa kekurangan juga disebutkan oleh
pengguna, yaitu subjek W sehingga nantinya akan menjadi pertimbangan
dalam pengembangan produk selanjutnya.
Pembahasan berikutnya adalah mengenai pertanyaaan mengapa
jamed glove dikatakan tepat guna bagi anak dengan hambatan
penglihatan?. Jika dikaitkan dengan konsep teknologi asistif , maka di
dalam teknologi asistif terdapat dua hal penting yang perlu dikuasai,
yakni ergonomi dan antropometri. Ergonomi merupakan ilmu yang
mempelajari mengenai sifat dan keterbatasan manusia yang digunakan
untuk merancang sistem kerja sehingga sistem tersebut dapat bekerja
dengan baik. Sementara itu, antopometri ialah kumpulan data numerik
yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia seperti
ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data tersebut untuk
penanganan masalah desain. kekuatan teknologi pendukung memiliki
potensi besar dalam menyediakan akses bagi semua peserta didik.
Melalui penggunaan berbagai teknologi pendukung, siswa penyandang
disabilitas dapat memiliki kemampuan untuk mengakses kehidupan
orientasi mobiltas mereka. Dalam merancang teknologi asistif jamed
glove, terlebih dahulu dilakukan proses asesmen untuk menggali data
subjek secara utuh. Asesmen juga dilakukan pada aspek ergonomi dan
antropometri yang dimiliki oleh anak, sehingga didapatkan draf
pengembangan teknologi asistif yang tepat guna, sebab dikembangkan
sesuai dengan kondisi subjek yang bersangkutan sebelum akhirnya
produk diimplementasikan.

80
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Teknologi asistif memegang peranan penting
sebagai alat bantu yang dibuat secara khusus untuk
memperbaiki atau mempertahankan kemampuan
fungsional anak berkebutuhan khusus agar dapat
menyelesaikan tugas yang seharusnya tidak dapat mereka
lakukan, Daroni (2018).
Berdasarkan kasus yang ditemukan oleh kelompok,
, yaitu kasus yang ditemukan di SLBN Citeureup kota
Cimahi pada siswa tunanetra kelas 5 menunjukkan bahwa
kemampuan orientasi dan mobilitas siswa masih sebatas
penggunaan tongkat dan pendamping awas. Sementara dari
hasil asesmen, kemampuan OM siswa terutama dalam
teknik melawat mandiri berada di kategori memerlukan
Latihan dan bimbingan intensif. Berdasarkan
permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk
mengembangkan suatu teknologi asistif yang diharapkan
mampu membantu anak dalam melawat mandiri.
Teknologi tersebut diberi nama “Jamed Glove” ,yang
merupakan sebuah sarung tangan berbasis sensor Arduino
yang bisa digunakan peserta didik dalam melakukan
orientasi mobilitas, terutama dalam aspek melawat
mandiri.
Dari uji coba yang dilakukan sebanyak 3 kali, mulai
dari tahap pertama menguji keberfungsian alat yang
dilakukan mitra, lalu beralih ke tahap 2 untuk menguji
penggunaan alat pada subjek dengan setting di dalam
ruangan, dan tahap ke 3 dilakukan dengan setting di luar
ruangan, didapatkan hasil bahwa sensor alat telah berfungsi
dengan baik, namun dalam penggunaan alat ditemukan
bahwa anak masih cenderung kaku dalam pemakaian alat.
Hal menarik ditemukan di tahap ke3 bahwa terdapat

81
kecenderungan pergerakan tangan yang tidak dipasang alat
untuk meraih tangan sebelahnya yang dipasang alat saat
alat tersebut mengeluarkan bunyi dan getaran. Kemudian,
jika membahas mengenai kekurangan, tentunya terdapat
banyak kekurangan dari jamed glove yang sudah dihasilkan
dan juga diimplementasikan. Beberapa kekurangan juga
disebutkan oleh pengguna, yaitu subjek W sehingga
nantinya akan menjadi pertimbangan dalam
pengembangan produk selanjutnya.

5.2 Saran
Laporan ini ditulis dengan mengkaji beberapa teori
dan hasil asesmen anak dengan hambatan penglihatan yang
yang urgensinya pada materi orientasi mobilitas,
khususnya melawat mandiri, sehingga dibuatkanlah
rancangan teknologi asistif berwujud sarung tangan sensor
berbasis Arduino, yang diberi nama jamed glove. Namun,
alat ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
diharapkan kepada pembaca untuk bisa membaca literatur
lain untuk menambah wawasan pengetahuan agar dapat
membua rancangan teknologi asistif yang lebih sempurna.

82
DAFTAR PUSTAKA

Arsh.A.Ghate, G.Chavan (2017). Smart Gloves For Blind.


International Research Journal of Engineering and Technology
(IRJET). 1027-1028.
Daroni, dkk. (2018). Teknologi Asistif Dalam Pembelajaran
Matematika Siswa Tunanetra (Assistive Technology for the Blind
Children in Learning of Mathematics). Universitas Sebelas Maret;
Surakarta.
Delphie, B. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (dalam
Setting Pendidikan Inklusi. Bandung: PT Refika Aditama. [Online]
diakses dari: http://etheses.uin-
malang.ac.id/2273/6/08410062_Bab_2.pdf
F., Prayetno, E. & Suhendra, T. (2018). Sistem Pemantau Realtime,
http://repository.umrah.ac.id/1609/1/FATHONI110120201037-
FT-2018.pdf.
Faruk, Z. (2017). Rancang Bangun Alat Bantu Jalan Tuna Netra
Dengan Tongkat Cerdas Berbasis Arduino Malang. Institut
Teknologi Nasional Malang.
Hasan, M. (2019) Rancang Bangun Pemandu Tuna Netra
Menggunakan Sensor Ultrasonik Berbasis Mikrokontroler.
Universitas Udayana.
Kurniawan, A. (2019). Alat Bantu Jalan Sensorik Bagi Penyandang
Tunanetra. Journal of Disability Studies. 285 - 312.
Mahmud, M. (2012). Hand out Anak Berkebutuhan Khusus. [Online]
diakses dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/-
195707041981031-
MUHDAR_MAHMUD/Analisis_Materi/HAND_OUT_-
ABK.pdf

83
Milati, N., Amilya, W., Santoso, R. B. & Handoto, R. R. ( 2019),
'Intelegent Stick for Blind (INSTISBLIND) Inovasi Alat Bantu
Mobilitas Pencegahan Kebisingan Hujan untuk Meningkatkan
Kemandirian Penyandang Tunanetra', Jurnal Edukasi Elektro,
Volume III.
Mustofa , A. dkk . (2018). Sarung Tangan Untuk Tuna Netra
Semarang. Politeknik Negeri Semarang.
Nico, P. (2016). Meningkatkan Kemampuan Orientasi Dan Mobilitas
Melalui Metode Demonstrasi Pada Siswa Tunanetra Kelas 2 SLB
A Yaketunis Yogyakarta. Skripsi Universitas Negeri Yogyakarta.
Nugroho,K., dkk. (2017). Gaya Hidup Yang Memengaruhi Kesehatan
Anak Berkebutuhan Khusus Di Slb Negeri Salatiga. Fakultas Ilmu
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Satya
Wacana.
Pamungkas, T. (2013). Rancang Bangun Tongkat Ultrasonik
Pendeteksi Halangan dan Jalan Berlubang untuk Penyandang
Tunanetra berbasis ATMEGA 16 . Universitas Negeri
Yogyakarta
Rusman dkk. (2012). Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Jakarta: Grafindo persada.
Setiawan, C. (2017), 'Prototype Alat Bantu Tuna Netra berupa Tongkat
Menggunakan Arduino dan Sensor Ultrasonik', Journal of
Information and Technologgy, Volume V, pp. 82-90.
Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika
Aditama.
Sugiarmin, M. (TT). Pengembangan Teknologi Asistif Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus Dalam Seting Pendidikan inklusif. Paper.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Utomo & Muniroh, N. (2019). Pendidikan Anak dengan Hambatan
Penglihatan. PJ JPOK FKIP ULM Press.

84
LAMPIRAN-LAMPIRAN

85
DOKUMENTASI

86
87
88
89

You might also like