You are on page 1of 25

MUTU AUDIT

MODUL

Dibuat Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester

Mata Kuliah Audit Dan Jasa Atestasi

Oleh

Beatryc Silmedes Dasilva Santun

20075000031

PROGRAM STUDY MAGISTER AKUNTANSI

FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

2021
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

BAB I
UNSUR INPUT AUDIT
A. Pendidikan Formal dalam UU No. 34 tahun 1954 dan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 25/PMK 01/2014
Audit adalah metode untuk mengumpulkan dan mengkaji fakta data
kuantitatif mengenai suatu usaha ekonomi yang dilakukan oleh individu yang
profesional dan tidak memihak untuk menilai dan mencatat kepatuhan terhadap
persyaratan pengetahuan yang telah ditentukan sebelumnya (Arens dan
Loebbecke dalam Salsabila, 2011).
Kasdin Sitohang (2019) mengatakan bahwa akuntan harus memiliki
pengetahuan teknis yang memadai untuk meningkatkan profesionalisme
mereka. Ini membutuhkan akuntan untuk secara aktif meningkatkan keahlian
mereka. Ini adalah pertumbuhan pribadi dan perusahaan.
Uraian ini menunjukkan bahwa orang yang otonom dan berpengetahuan
harus melakukan audit. Auditor harus dapat mempertimbangkan standar yang
digunakan dan memenuhi syarat untuk memahami bentuk dan kuantitas
informasi yang akan dikumpulkan untuk memastikan bahwa mereka memiliki
penilaian yang benar, akurat dan bahwa publik akan mempercayai mereka. Jika
keahlian auditor tidak terlepas dari pengumpulan dan evaluasi data, mereka
tidak lagi kompeten.
Sesuai yang telah diatur dalam UU No. 34 tahun 1954 dan Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) No. 25/PMK 01/2014, tentang Akuntan Berregister
Negara dalam Bab 2 bagian Kesatu menjelaskan bahwa Seseorang yang
terdaftar dalam Register Negara Akuntan diberikan piagam Register Negara
Akuntan dan berhak menyandang gelar Akuntan dan Piagam Register Negara
Akuntan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pengakuan kepada
seseorang yang memiliki kompetensi dan profesionalisme di bidang akuntansi
dengan memenuhi ketentuan Peraturan Menteri ini.
Untuk itu, mengacu pada UU No. 34 tahun 1954 dan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 25/PMK 01/2014 tentang Akuntan Berregister Negara,
tentang Akuntan Berregister Negara, dalam pasal 3 menjelaskan bahwa :
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

a) Pendidikan profesi akuntansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat


(3) huruf a mencakup perkuliahan dan ujian sertifikasi akuntan
profesional.
b) Pendidikan profesi akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan oleh:
1) Asosiasi Profesi Akuntan; atau
2) perguruan tinggi bekerja sama dengan Asosiasi Profesi Akuntan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Untuk mengikuti pendidikan profesi akuntansi, seseorang harus
berpendidikan paling rendah diploma empat (D-IV) atau sarjana (S-1)
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi Indonesia atau luar negeri
yang telah disetarakan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan.
d) Menteri melakukan pemantauan atas penyelenggaraan pendidikan profesi
akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
e) Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh
PPAJP.
B. Pendidikan Profesi Berkelanjutan
Setiap akuntan memiliki kewajiban untuk mengikuti pendidikan profesi
lanjutan paling tidak pendidikan profesi lanjutan atau disebut dengan SKP
setiap tahunnya. Materi dalam pelaksanaan pendidikan profesi berkelanjutan
harus mencakup akuntansi, keuangan dan regulasi. Akuntan sebagai profesi
selain harus memenuhi pendidikan formal untuk memperoleh gelar di bidang
akuntansi, perlu meningkatkan keahlian dan pengalaman di bidang akuntansi
melalui pendidikan profesi berkelanjutan. Hal tersebut dimaksudkan untuk
menjamin kualitas audit. Standar pelaporan keuangan yang cenderung dinamis
dan mengalami perbaikan dari waktu ke waktu, sehingga akuntan perlu
memperbarui keilmuan di bidang akuntansi melalui pendidikan profesi
berkelanjutan. Karena menurut Tuanakotta (2017) mengatakan bahwa
pendidikan dan pelatihan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
profesi apapun, selama seseorang aktif dalam profesinya. Yang diaman
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

pengembangan diri secara profesional merupakan bagian penting dari aturan


internal profesi.
Sehingga Dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan mendorong
kepatuhan Akuntan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan,
Menteri melakukan pembinaan terhadap Akuntan dan Kantor Jasa Akuntansi.
Pembinaan yang dimaksud mencakup berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK) No. 25/PMK 01/2014 tentang Akuntan Berregister Negara,
yang diatur dalam bab 4 bagian kesatu adalah sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan pendidikan profesional berkelanjutan yang selanjutnya
disebut PPL;
2. Perumusan kebijakan yang diperlukan untuk pengembangan profesi
Akuntan dan Kantor Jasa Akuntansi;
3. Pemantauan atas kepatuhan Akuntan dan Kantor Jasa Akuntansi terhadap
peraturan perundang-undangan; dan
4. Melakukan pembinaan lainnya berkaitan dengan pengembangan Akuntan
dan Kantor Jasa Akuntansi.
Kualitas audit seorang akuntan akan semakin teruji berdasarkan
pengalaman di bidang akuntansi. Pemerintah telah mengatur standar
pengalaman seorang akuntan yang dijadikan sebagai syarat terdaftar pada
Register Negara Akuntan.
C. Etika Profesi
Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 25/PMK 01/2014 tentang
Akuntan Berregister Negara, pada Bab VI tentang Asosiasi Profesi Akuntan
pada pasal 18 menyatakan bahwa :
1. Akuntan berhimpun dalam wadah Asosiasi Profesi Akuntan.
2. Menteri menetapkan hanya 1 (satu) Asosiasi Profesi Akuntan.
3. Asosiasi Profesi Akuntan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Berbentuk badan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

b) Mempunyai kantor perwakilan dan pengurus paling sedikit pada 30


(tiga puluh) provinsi di Indonesia ;
c) Memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga;
d) Mempunyai susunan pengurus yang telah disahkan oleh rapat anggota;
e) Memiliki program dan infrastruktur untuk menyelenggarakan ujian
sertifikasi akuntan profesional serta pendidikan dan PPL bagi
anggotanya;
f) Memiliki kode etik dan standar profesi bagi anggotanya; dan
g) Memiliki alat kelengkapan organisasi dan mekanisme untuk
menegakkan disiplin anggotanya.
4. Asosiasi Profesi Akuntan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri.

Sehingga, Kasdin Sihotang (2019: 38) mengatakan bahwa pengakuan


akuntansi sebagai profesi mempunyai dua implikasi, yakni pengembangan
kompetensi teknis dan kompetensi etis. Pengembangan kompetensi etis
dinyatakan dengan meningkatkan kesadaran moral dan pemahaman tentang
prinsip-prinsip etis, hal ini dikarenakan kode etik merupakan acuan moral
profesi serta aturan – aturan terkait perilaku anggota profesi.
Dalam prinsip – prinsip dasar mengenai kode etik menurut Tuanakotta
(2017) untuk menjadi kerangka konseptual yang diwajibkan diterapkan oleh
seorang akuntan ialah :
1. Mengidentifikasi ancaman
2. Mengevaluasi
3. Melakukan pengamanan.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

BAB II
UNSUR PROSES
A. Konsep Standar Audit.
Standar audit adalah pengukur kualitas, dan tujuan sehingga jarang
berubah, sedang prosedur audit adalah metode-metode atau teknik-teknik rinci
untuk melaksanakan standar, sehingga prosedur akan berubah bila lingkungan
audit berubah. Misalnya sistem akuntansi berkomputer berbeda dengan sistem
akuntansi manual, karena menggunkaan prosedur audit yang berbeda. Namun
kualitas dan tujuan audit tidak perlu berubah.
Standar audit adalah standar/aturan/kriteria yang ditetapkan dan disahkan
oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), meliputi 3 bagian yaitu standar
umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan beserta
interpretasinya. Standar audit merupakan pedoman audit atas laporan keuangan
historis.
Berbicara mengenai standar audit, ini merupakan sebuah aturan yang
ditetapkan agar bisa dijadikan sebagai pedoman khusus untuk menilai dan
melakukan evaluasi. Evaluasi tersebut merupakan evaluasi mengenai laporan
keuangan perusahaan tersebut.
Proses auditing ini juga bisa dianggap sebagai sebuah proses melakukan
pemeriksaan dan juga penilaian serta evaluasi mengenai hasil laporan
keuangan. Proses tersebut dilakukan oleh seseorang baik internal maupun
eksternal.
Langkah melakukan penilaian terhadap laporan keuangan tersebut tentu
berpegang pada standar auditing yang ada untuk dijadikan acuannya. Acuan
tersebut ditetapkan dan juga disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI) dengan beberapa standar yang ada. Standar tersebut meliputi standar
umum, pekerjaan lapangan, dan juga pelaporan interpretasinya.
Auditor sangat berkepentingan dengan kualitas jasa yang diberikan.
Standar auditing merupakan salah satu ukurn kualitas pelaksanaan audit. IAI
telah menetapkan dan mengensahkan standar auditing yang terdiri dari
sepuluh standar.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

Beberapa standar ini mengharuskan agar hasil dari audit benar-benar


berimbas pada kemanfaatan untuk perusahaan. Adapun beberapa standar
tersebut diantaranya:
1. Competence atau Suatu Hal yang Mengharuskan Keahlian
2. Independence atau Tidak Terpengaruh
3. Due Professional Care atau Tingkat Keprofesionalan
4. Adequate Planning dan Proper Supervision
5. Pemahaman yang Memadai Atas Struktur Pengendalian Intern
6.  Bukti Audit yang Kompeten
7. Financial Statements Presented in Accordance atau Sesuai Dengan Prinsip
Akuntansi
8. Consistency In The Application atau Harus Konsistensi
9. Isi Laporan Harus Dipandang Memadai dan Mencakup Semua Hal
Expression of Opinion atau Pendapat yang Sesuai
Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) No.01 (SA Seksi 150)
Standar Auditing disajikan sebagai berikut yaitu :
1. Standar Umum
 Pemeriksaan harus dilakukan oleh pihak yang memiliki keahlian yang
memadai sebagai auditor, bukan hanya akuntan.
 Profesionalisme seorang auditor diperlukan dalam menjalankan
pekerjaannya tanpa memihak pihak mana pun.
 Auditor harus menggunakan keahliannya dengan cermat dan cermat
dalam melakukan audit dan menyiapkan laporan.
2. Standar Lapangan
 Audit harus dilakukan sebaik mungkin. Jika ada asisten pelaksana,
maka harus ada pengawasan sesuai kebutuhan.
 Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus dianggap
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
 Dalam laporan auditor harus ada pernyataan atau pendapat tentang
laporan keuangan yang sedang diperiksa.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

 Jika penyusunan laporan keuangan perusahaan tidak konsisten,


laporan auditor harus menjelaskannya dan memberikan rekomendasi
untuk perbaikan.
3. Standar Pelaporan, laporan audit harus menyatakan apakah laporan
keuangan telah di susun sesuai dengan prinsip akutansi berterima umum di
indonesia. Yang berprinsip akuntasi berterima umum lebih luas daripada
sekedar prinsip akuntasi indonesia ( PAI )1984 maupun standar akutansi
keuangan sebagai penganti PAI. Perkembangan dunia bisnis yang pesat
menuntut dunia akutansi untuk selalu menyesuaikan diri dan
mengembangkan diri. Standar pelaporan (reporting standard) terrdiri dari
4 (empat) standar, yaitu:
 Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia.
 Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan pendapat, jika
ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
 Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
 Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai
laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa
pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan.
Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat
pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung
jawab yang dipikul oleh auditor.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

B. Konsep Pengendalian Intern


Pengendalian internal dalam audit merupakan suatu proses perkembangan
akuntansi. Pengendalian internal terdiri dari serangkaian tindakan yang
meresap dan terintegrasi dengan, tidak ditambahkan kedalam, infrastruktur
suatu entitas.
Pentingnya pengendalian internal bagi manfaat akuntansi manajemen dan
auditor independen telah diakui dalam literatur profesional. Suatu terbitan
tahun 1947 oleh AICPA yang berjudul Internal Control menyebutkan faktor –
faktor berikut sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap meluasnya
pengakuan atas pentingnya pengendalian internal:
ads
1. Lingkup dan ukuran bisnis entitas telah menjadi sangat kompleks dan
tersebar luas sehingga manajemen harus bergantung pada sejumlah
laporan dan analisis untuk mengendalikan operasi secara efektif.
2. Pengujian dan penelaahan yang melekat dalam sistem pengendalian
internal yang baik menyediakan perlindungan terhadap kelemahan
manusia dan mengurangi kemungkinan terjadinya kekeliruan dan
ketidakberesan.
3. Tidak praktis bagi auditor untuk melakukan jenis bukti audit atas
kebanyakan perusahaan dengan pembatasan biaya ekonomi tanpa
menggantungkan pada sistem pengendalian intern klien.
COSO (Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway
Commission) membagi dua tujuan utama dari usaha tersebut adalah untuk:
1. Menetapkan suatu definisi yang umum tentang pengendalian intern yang
memenuhi kebutuhan dari berbagai pihak yang berbeda
2. Menyediakan suatu standar dimana bisnis dan entitas lain dapat
mengukur sistem pengendalian manajemen sektor publik dan menentukan
bagaimana meningkatkan sistem pengendalian tersebut.
Arti pentingnya struktur pengendalian intern (SPI) bagi manajemen dan
auditor independen sudah lama diakui dalam profesi akuntasi, dan pengakuan
tersbut semakin meluas dengan alasan : Semakin luas lingkup dan ukuran
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

perusahaan mengakibatkan di dalam banyak hal manajemen tidak dapat


melakukan pengendalian secara langsung atau secara pribadi terhadap jalannya
operasi perusahaan. Manajemen hanya harus mempercayai berbagai laporan
dan hasil analisis mengenai keefektifan operasinya. Sedangkan tanggung jawab
yang utama untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan dan untuk
mencegah kesalahan-kesalahan dan ketidakberesan terletak di tangan
manajemen. Pengecekan dan review yang melekat pada system pengendalian
intern yang baik akan dapat melindungi dari kelemahan manusia dan
mengurangi kemungkinan kekeliruan dan penyimpangan yang akan terjadi. Di
lain pihak, adalah tidak praktis bagi auditor untuk melakukan pengauditan
secara menyeluruh atau secara detail untuk hamper semua transaksi perusahaan
di dalam waktu dan biaya yang terbatas.
Oleh karena itu bagi manajemen mempertahankan terus adanya struktur
pengendalian intern (SPI) termasuk struktur pelaporan yang baik adalah sangat
diperlukan agar dapat melepaskan, menyerahkan atau mendelegasikan
wewenang dan tanggung jawabnya dengan tepat.
C. Konsep Bukti Audit, jenis bukti audit, dan Prosedur memperoleh Bukti
Audit
Bukti Audit atau audit evidence adalah segala informasi yang digunakan
auditor untuk membuktikan apakah informasi yang diaudit sudah sesuai
dengan kriteria tertentu. Memperoleh sejumlah bukti audit yang berkualitas
sangatlah penting untuk mencapai tujuan audit.
Auditor memerlukan bukti audit sebelum melakukan proses audit untuk
menghasilkan pelaporan audit yang kompeten. Bukti audit kompeten harus
didapatkan lewat inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi
sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan yang diaudit. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor seputar kelayakan
bukti audit, yaitu:
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

a) Pertimbangan profesional, atau professional judgment yang berarti


probabilitas seorang auditor untuk menemukan dan melaporkan
penyelewengan dalam sistem akuntasi klien.
b) Integritas manajemen, atau management integrity yang berarti sikap
kejujuran dari pihak manajemen perusahaan dalam menghasilkan
laporan keuangan.
c) Kepemilikan publik versus terbatas, yang berarti suatu jenis
perusahaan apakah termasuk jenis perusahaan terbuka atau perusahaan
terbatas.
d) Kondisi keuangan, atau financial condition yang menunjukkan apakah
perusahaan mendapatkan laba atau dalam kondisi merugi.
Hal ini dilakukan agar terdapatnya kompetensi dalam kegiatan audit dari
seorang auditor. Kompetensi bukti audit ini berkaitan dengan sejauh mana
bukti-bukti yang diperoleh dapat dipercaya. Jika bukti yang didapatkan adalah
sangat kompeten, maka hal ini sangat membantu auditor untuk menentukan
apakah laporan keuangan yang diperiksanya sudah disajikan dengan wajar.
Pertimbangan yang perlu dilakukan dalam pemeriksaan apakah bukti audit
sudah kompeten bisa didasarkan pada:
1. Relevansi (Relevance). bukti audit yang relevan haruslah sesuai jika
digunakan untuk maksud tertentu, yang dalam ini berarti harus
berhubungan dengan tujuan auditor. Jika tujuan auditor adalah untuk
menentukan keberadaan suatu persediaan, auditor bisa mendapatkan
buktinya dengan melakukan observasi langsung pada persediaan
tersebut.
2. Sumber Perolehan (Sources), sumber informasi sangat berpengaruh
pada kompetensi bukti audit. Sumber informasi yang dapat
mempengaruhi kompetensi bukti adalah sbb: 1) Jika sumber informasi
didapatkan dari sumber independen di luar perusahan, 2) Semakin
efektif struktur pengendalian internal perusahaan, maka semakin besar
jaminan yang diberikan atas keandalan data akuntansi dan laporan
keuangan, 3) Pengetahuan auditor secara pribadi dan secara langsung
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

dari pemeriksaan fisik, pengamatan, penghitungan, dan inspeksi lebih


meyakinkan daripada informasi yang didapat secara tidak langsung.
3. Ketepatan Waktu (Timeliness), ketepatan waktu berhubungan dengan
tanggal penggunaan bukti audit. Kriteria ini menjadi penting
khususnya untuk memverifikasi aktiva lancar, utang lancar, dan akun
surplus-defisit karena bisa mengecek apakah cut off sudah dilakukan
dengan tepat.
4. Objektivitas (Objectivity), bukti audit yang objektif dipandang lebih
kompeten jika dibandingkan dengan bukti audit yang bersifat
subjektif. Untuk menilai objektivitas bukti audit, diperlukan juga
penilaian atas kualifikasi personal yang memberikan bukti tersebut.
Untuk itu perlu adanya bukti audit dari kegiatan auditor tersebut, agar
dikatakan valid. Menurut Konrath (2002), bukti audit terdiri atas bermacam
fakta dan inferensi yang mempengaruhi pemikiran seorang auditor atas sebuah
penyajian laporan keuangan. Sehingga, berdasarkan karakteristiknya, terdapat
2 (dua) bentuk bukti audit yakni faktual dan inferensal. Bukti faktual
merupakan bukti yang daripadanya dapat ditarik kesimpulan secara langsung.
Secara umum bukti faktual dianggap lebih kuat dibandingkan bukti inferensial.
Berbeda halnya dengan bukti inferensial, yang tidak secara langsung
menghasilkan suatu kesimpulan bagi auditor. Meski begitu, bukti inferensial
memiliki peranan yang cukup penting dan tidak dapat diabaikan sebab mampu
memberikan sinyalemen yang mengarah kepada suatu hal yang seharusnya
menjadi perhatian auditor. 
Prosedur audit untuk memperoleh bukti audit dapat mencakup inspeksi,
observasi, konfirmasi, penghitungan kembali, pelaksanaan ulang
(reperformance), dan prosedur analitis, serta seringkali memadukan
beberapa prosedur sebagai tambahan atas prosedur permintaan keterangan dari
manajemen. Konrath (2002) juga membagi bukti audit ke dalam 6 (enam)
jenis, yakni:
1. Pengujian fisik (physical examination), merupakan bukti yang
diperoleh lewat pemeriksaan secara fisik atau lewat perhitungan oleh
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

auditor terhadap harta perusahaan. Misalnya, uang tunai, surat


berharga, barang persediaan.
2. Konfirmasi, merupakan bukti yang didapatkan lewat penegasan dari
pihak ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi yang
berkaitan dengan asersi manajemen dan tujuan audit.  Umumnya
auditor lebih memilih konfirmasi tertulis karena mudah di-review oleh
supervisor audit dan memberikan dukungan keandalan.
3. Dokumentasi, merupakan pemeriksaan atau penyelidikan oleh auditor
atas dokumen dan catatan klien guna mendukung informasi yang telah
tersaji. Dokumentasi digunakan secara luas sebagai bukti audit karena
biayanya yang relatif rendah dan pada banyak kesempatan menjadi
satu-satunya bukti audit yang tersedia dan layak.
4. Prosedur analitis, dengan cara menggunakan perbandingan dan
hubungan untuk menilai apakah saldo akun atau data lainnya tampak
wajar. Misalnya, auditor melakukan perbandingan total beban gaji
dengan jumlah tenaga kerja untuk menunjukkan apakah ada
pembayaran gaji yang tidak semestinya.
5. Wawancara dengan klien, merupakan upaya untuk memperoleh
informasi secara lisan ataupun tertulis dari klien yang menjadi bukti
respon atas pertanyaan dari auditor. 
6. Perhitungan ulang, merupakan pengujian atas keakuratan hasil
perhitungan klien.
Prosedur audit untuk memperoleh bukti audit dapat mencakup
inspeksi, observasi, konfirmasi, penghitungan kembali, pelaksanaan ulang
(reperformance), dan prosedur analitis, serta seringkali memadukan
beberapa prosedur sebagai tambahan atas prosedur permintaan keterangan
dari manajemen.
D. Konsep risiko audit, jenis risiko, dan prosedur penilaian risiko audit.
Bagi COSO, pengukuran-penetapan risiko adalah kegiatan penting bagi
manajemen dan auditor internal korporasi, sehingga auditor internal harus
paham proses dan sarana untuk identifikasi, penilaian, pengukuran dan
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

penetapan tingkat risiko (risk assessment) sebagai dasar menyusun prosedur


audit internal. COSO menyatakan bahwa setiap entitas menghadapi risiko
internal dari luar, bahwa risiko-risiko tersebut harus didentifikasi dan dinilai-
diukur terfokus pada pengamanan sasaran strategis korporasi.
Perubahan sosial-politik-ekonomi-industri-hukum dan perubahan kondisi
operasional perusahaan teraudit mengandung risiko, manajemen perusahaan
harus membentuk mekanisme untuk mengenali & menghadapi perubahan
tersebut. Basis utama manajemen risiko adalah asesmen risiko. Untuk
keberlangsungan usaha, asesmen risiko merupakan tanggungjawab manajemen
yang bersifat integral dan terus menerus, karena manajemen tak dapat
memformulasikan sasaran dengan asumsi sasaran akan tercapai tanpa risiko
atau hambatan.
Auditor yang efektif menyadari risiko-risiko audit sulit diukur dan
memerlukan penanganan yang hati-hati dan seksama.
a) Risiko Bawaan Penetapan audior akan kemungkinan adanya salah saji
dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, sebelum
memperhitungkan faktor efektivitas pengendalian intern.
b) Risiko Pengendalian Ukuran penetapan auditor akan kemungkinan
adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melewati batas
toleransi, yang tak terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian
intern klien.
c) Risiko deteksi Risiko sebagai akibat auditor tidak mendeteksi salah saji
melebihi jumlah yang dapat ditoleransi, jika salah saji tersebut itu ada.
Auditor dapat mengurangi penemuan yang dicapai hanya dengan
mengumpulkan bahan bukti.
Untuk itu, dalam proses audit, perlu adanya prosedur penilainan resiko.
Dimana prosedur penilaian risiko bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai
risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Tujuan ini dapat dicapai
melalui pemahaman mengenai entitas dan lingkungannya, termasuk
pemahaman mengenai pengendalian intern dari entitas tersebut.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

prosedur penilaian risiko bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai


risiko salah saji material dalam laporan keuangan. Tujuan ini dapat dicapai
melalui pemahaman mengenai entitas dan lingkungannya, termasuk
pemahaman mengenai pengendalian intern dari entitas tersebut.Prosedur
penilaian risiko memberikan bukti audit untuk mendukung penilaian risiko
pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi. Namun, bukti itu saja
tidak cukup. Bukti prosedur penilaian risiko harus dilengkapi dengan prosedur
audit lanjutan yang merupakan tanggapan atas risiko yang diidentifikasi, seperi
pengujian pengendalian dan/atau prosedur substantif. Auditor wajib melakukan
prosedur penilaian resiko untuk mengidentifikasi dan menilai risiko salah saji
material pada tingkat laporan keuangan dan pada tingkat asersi. Pemahaman
entitas merupakan upaya yang berkesinambungan dan proses dan proses yang
dinamis dalam mengumpulkan dan menganalisis informasi selama audit
berlangsung. Auditor menggunakan kearifan profesionalnya untuk menentukan
prosedur penilaian risiko yang harus dilaksanakannya, dan seberapa dalam ia
perlu memahami entitas itu. Auditor perlu melaksanakan prosedur penilaian
risiko yang cukup untuk mengidentifikasi risiko bisnis dan risiko kecurangan
yang bisa berdampak pada salah saji material. Auditor menyelidiki dengan
seksama keadaan yang menimbulkan keraguan tentang kemampuan entitas
melanjutkan usahanya. Ketika melaksanakan prosedur penilaian risiko,auditor
wajib mempertimbangkan apakah ada peristiwa atau kondisi yang membuat
kemampuan entitas untuk mempertahankan bisnisnya diragukan.
  Ketika melaksanakan prosedur penilaian resiko dan kegiatan terkait
untuk memperoleh pemahaman mengenai entitas dan lingkungannya, termasuk
pengendalian internalnya. Auditor wajib melaksanakan prosedur untuk
memperoleh informasi yang akan digunakan untuk mengidentifikasi risiko
salah saji karena kecurangan. Untuk memperoleh pemahaman mengenai entitas
dan lingkungannya, auditor wajib memperoleh pemahaman mengenai hal hal
berikut :
1. Ketentuan mengenai estimasi akuntansi, termasuk pengungkapannya
sesuai kerangka pelaporan keuangan yg diterapkan.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

2. Bagaimana manajemen mengidentifikasi transaksi, peristiwa, dan keadaan


yg mungkin membutuhkan estimasi akuntansi yang akan dimasukan atau
diungkapkan dalam laporan keuangan. Auditor wajib menanyakan kepada
manajemen tentang perubahan keadaan yang mungkin memerlukan
estimasi akuntansi baru atau memerlukan revisi atas estimasi akuntansi
yang ada.
3. Bagaimana manajemen membuat estimasi akuntansi dan pemahaman
tentang data yang digunakan sebagai dasar, termasuk :
4. Metode atau model yang digunakan untuk membuat estimasi akuntansi
5. Pengendalian yang relevan
6. Apakah manajemen menggunakan tenaga ahli
7. Asumsi yang mendasari estimasi akuntansi
8. Apakah ada perubahan atau seharusnya ada perubahan dari tahun lalu
dalam membuat estimasi akuntansi
Tujuan prosedur penilaian risiko adalah mengidentifikasi dan menilai
rrisiko salah saji material dalam pelaporan keuangan. Tujuan ini dapat dicapai
dengan memahami tentang entitas dan lingkungannya, termasuk pemahaman
tentang pengendalian intern dari entitas tersebut.Ada 3 prosedur penilaian
resiko, yaitu :
a) Prosedur menanyakan kepada manajemen dan pihak lain (inquiries of
management and others) Auditor wajib menanyakan kepada manajemen.
b) Pengamatan dan inspeksi (observation and inspection)
c) Prosedur analitikal (analytical procedures)
E. Konsep matrialitas.
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya
penghilangan atau salah saji itu.
Menurut Tuanakotta (2015), menjelaskan bahwa materialitas adalah
konsep auditing yang sangat penting, jika bukan yang terpenting. Materialitas
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

mengukur berapa besar dan pentingnya suatu salah saji (misstatements) dalam
laporan keuangan. Beberapa contoh pertanyaan mengenai salah saji dalam
laporan keuangan :
 Mengapa penentuan materialitas sangat penting dalam audit?
 Apakah materialitas diukur secara kuantitatif saja, atau ada unsur
kualitatifnya?
 Bagaimana menetapkan materialitas, baik secara kuantitatif atau
kualitatifnya?
 Aoakah salah saji dapat diabaikan? Jika jawaban “Ya”, salah saji itu
“tidak material” (immaterial). Sebaliknya, jika tidak dapat diabaikan,
karena jumlah atau signifikannya, salah saji itu material.
 Apakah perhatian auditor ditujukan pada salah saji secara individu atau
secara gabungan/agregatif ?
Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan menerbitkan
Keputusan nomor KEP-347/BL/2012 tentang Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik pada tanggal 25 Juni 2012,
mendefinisikan Materialitas adalah besarnya informasi akuntansi yang
bergantung pada ukuran dan sifatnya serta apabila terjadi kelalaian untuk
mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat pos-pos laporan keuangan, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, dapat memengaruhi keputusan
ekonomi pengguna laporan keuangan.
Tujuan penetapan materialitas ini adalah untuk membantu auditor
merencanakan pengumpulan bahan bukti yang cukup. Jika auditor menetapkan
jumlah yang rendah maka lebih banyak bahan bukti yang harus dikumpulkan
dari pada jumlah yang tinggi. Begitu juga sebaliknya. Seringkali mengubah
jumlah materialitas dalam pertimbangan awal ini selama audit. Jika ini
dilakukan, jumlah yang baru tadi disebut pertimbangan yang direvisi mengenai
materilitas. Sebab-sebabnya antara lain perubahan faktor-faktor yang
digunakan untuk menetapkannya, atau auditor berpendapat jumlah dalam
penetapan awal tersebut terlalu kecil atau besar. Sebagai contoh : Suatu
perusahaan diragukan kelangsungannya pada saat perencaan audit, namun
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

karena ada suntikan dana likuiditas perusahaan semakin baik selama tahun
tersebut. Untuk kasus contoh ini, tingkat materialitas yang digunakan dalam
menilai temuan audit mungkin lebih tinggi dari pada tingkat materialitas pada
perencanaan audit.
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang
yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya
penghilangan atau salah saji itu.
Konsep materialitas berkaitan dengan seberapa salah saji yang terdapat
dalam asersi dapat diterima oleh audiotr agar pemakai laporan keuangan tidak
terpengaruh oleh besarnya salah saji tersebut. Konsep risiko audit berkaitan
dengan risiko kegagalan auditor dalam mengubah pendapatnya atas laporan
keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat
perkecualian), bahwa laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara
wajar dan tidak terdapat salah saji material karena kekeliruan dan kecurangan.
Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta
pengungkapannya telah dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.
Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar
memadai untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan. Dua
konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor:
a) Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat
diterima oleh auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh
oleh salah saji tersebut.
b) Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk
mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi
salah saji material.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan
kualitatif berkaitan dengan hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu
dalam laporan keuangan. Pertimbangan kualitatif berkaitan dengan penyebab
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

salah saji. Suatu salah saji yang secara kuantitatif tidak material dapat secara
kualitatif material, karena penyebab yang menimbulkan salah saji tersebut.
F. Konsep kesimbungan usaha.
Istilah “kesinambungan usaha” dan “usaha yang berkesinambungan” yang
digunakan merupakan terjemahan dari “going concern”. Ada tiga tahap dalam
proses audit atas kesinambungan usaha:
a) Tahap 1—Risk Assessment (Penilaian Risiko)
1) Pertimbangkan dan tanya kepada manajemen apakah ada peristiwa
atau kondisi yang mungkin menimbulkan keraguan mengenai
kemampuan entitas uantuk melanjutkan usahanya sebagai usaha
yang berkesinambungan,
2) Telaah penilaian yang dilakukan manajemen (management
assessment) tentang kemungkinan adanya peristiwa atau kondisi
tersebut diatas, dan tanggapan atau rencana manajemen
menghadapi peristiwa atau kondisi tersebut.
3) Tetap waspada terhadap peristiwa atau kondisi yang berpotensi
mengancam kesinambungan usaha selama berlangsungnya audit
4) Tanya kepada manajemen tentang peristiwa atau kondisi
diluar/sesudah periode penilaian yang dilakukan manajemen.
5) Pertimbangkan fakta atau informasi tambahan yang masuk secara
bertahap (kewaspadaan selama audit berlangsung)
b) Tahap 3—Reporting (Pelaporan)
1) Tentukan apakah: Ketidakpastian material terjadi, berkenaan
dengan peristiwa atau kondisi yang diidentifikasi dan penggunaa
asumsi baha usaha entitasnya akan berkesinambungan, masih tepat.
2) Apakah laporan keuangan menjelaskan secara utuh “kekhawatiran”
akan peristiwa atau kondisi dan mengungkapkan setiap
ketidakpastian yang material ?
3) Peroleh representasi manajemen (Management representatiion)
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

Tujuan auditor dalam audit kesinambungan usaha


o Memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang
tepat/tidaknya penggunaaan asumsi kesinambungan usaha oleh
manajemen dalam membuat laporan keuangan.
o Menyimpulkan berdasarkan bukti audit yang diperoleh, apakah
ada ketidakpastian material mengenai peristiwa atau kondisi
yang mungkin menimbulkan keraguan mengenai kemampuan
entitas untuk melanjutkan usahanya sebagai usaha yang
berkesinambungan; dan
o Menentukan implikasinya terhadap laporan auditor
Penggunaan asumsi “usaha berkesinambungan” (going concern
assumption) sangat fundamental dalah membuat laporan keuangan. dengan
asumsi usaha berkesinambungan, suatu entitas umumnya dipandang sebagai
usaha yang berkesinambungan untuk masa mendatang “di depan mata” tanpa
niatan melikuidasi entitas itu atau berhenti beroperasi.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

BAB III
UNSUR OUTPUT
A. Konsep dan jenis Opini
Opini audit adalah pernyataan auditor terhadap kewajaran laporan
keuangan dari entitas yang telah diaudit. Kewajaran ini menyangkut
materialitas, posisi keuangan, dan arus kas.
Opini audit menurut kamus standar akuntansi (Ardiyos, 2007) adalah
laporan yang diberikan seorang akuntan publik terdaftar sebagai hasil
penilaiannya atas kewajaran laporan keuangan yang disajikan perusahaan.
Sedangkan menurut kamus istilah akuntansi (Tobing, 2004) opini audit
merupakan suatu laporan yang diberikan oleh auditor terdaftar yang
menyatakan bahwa pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan norma atau
aturan pemeriksanaan akuntan disertai dengan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan yang diperiksa.
Opini audit diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap audit sehingga
auditor dapat memberikan kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas
laporan keuangan yang diauditnya.
Opini yang diberikan atas asersi manajemen dari klien atau instansi
peusahaan yang diaudit dikelompokkan menjadi wajar tanpa pengecualian,
wajar dengan pengecualian, tidak membeikan pendapat, dan tidak wajar.
Opini dapat bermanfaat untuk keberlangsungan perusahaan atau instansi
pemerintah. Opini merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan
pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan.
Dalam perumusan opini, pemeriksa mengacu kepada Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN) yang memberlakukan empat standar pelaporan
SPAP yang ditetapkan IAPI, disamping menambahkan enam standar tambahan.
Opini merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa
mengenai tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam LK yang
didasarkan pada:
 Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan,
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

 Kecukupan pengungkapan,
 Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
 Efektivitas sistem pengendalian intern. Singkatnya, opini merupakan
informasi utama yang dapat diinformasikan kepada pemakai informasi
(user) tentang apa yang dilakukan auditor dan kesimpulan yang
diperolehnya.
Menurut Standar Profesional Akuntan (PSA 29), opini audit terdiri dari
lima jenis yaitu:
a) Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
Adalah suatu pendapat yang diberikan pada saat audit sudah
dilaksanakan sesuai dengan Standar Auditing (SPAP), auditor tersebut
tidak menemukan adanya kesalahan material secara keseluruhan laporan
keuangan atau juga tidak terdapat penyimpangan dari adanya prinsip
akuntansi yang berlaku (SAK). Bentuk laporan tersebut digunakan jika
terdapat keadaan berikut:
Bukti audit yang dibutuhkan sudah terkumpul dengan secara
mencukupi dan juga auditor sudah menjalankan tugasnya sedemikian rupa,
sehingga ia dapat memastikan kerja lapangan tersebut sudah ditaati.
 Standar umum sudah diikuti sepenuhnya didalam perikatan kerja.
 Laporan keuangan yang di audit tersebut disajikan sesuai dengan
adanya prinsip akuntansi yang lazim yang berlaku di Indonesia yang
ditetapkan juga dengan secara konsisten pada laporan-laporan yang
sebelumnya.
 Demikian juga pada penjelasan yang mencukupi sudah disertakan
pada catatan kaki serta bagian-bagian lain dari laporan keuangan.
 Tidak terdapat adanya ketidakpastian yang cukup berarti (no
material uncertainties) tentang perkembangan di masa mendatang
yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya atau juga dipecahkan
dengan secara memuaskan.
b) Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan (Modified
Unqualified Opinion)
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

Adalah suatu pendapat yang diberikan pada saat suatu keadaan


tertentu yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap adanya pendapat
wajar. Keadaan tertentu bisa terjadi apabila , sebagai berikut:
1. Pendapat auditor sebagian didasarkan dari pendapat auditor
independen lain.
2. Disebabkan karena belum adanya aturan yang jelas maka laporan
keuangan tersebut dibuat menyimpang dari SAK.
3. Laporan tersebut dipengaruhi oleh ketidakpastian peristiwa atau
kejadian masa yang akan datang hasilnya belum bisa diperkirakan
ditanggal laporan audit.
4. Terdapat keraguan yang besar terhadap suatu kemampuan satuan
usaha didalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
5. Diantara 2 periode akuntansi terdapat suatu perubahan yang
material didalam penerapan prinsip akuntansi.
6. Data keuangan tertentu yang diharuskan ada oleh BAPEPAM
namun tetapi tidak disajikan.
c) Opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
Adalah suatu pendapat yang diberikan pada saat laporan keuangan
dikatakan wajar didalam hal yang material, namun tetapi terdapat sesuatu
penyimpangan atau juga kurang lengkap pada pos tertentu, sehingga harus
dilakukan pengecualian . Dari pengecualian tersebutlah yang bisa mungkin
terjadi, apabila:
1. Buktinnya kurang cukup
2. Adanya pembatasan dalam ruang lingkup
3. Terdapat suatu penyimpangan dalam penerapan prinsip akuntansi
yang berlaku secara umum (SAK).
B. Proses merumuskan opini
Pada sebuah perusahaan biasanya sering dilakukan proses audit yang
berfungsi menjaga stabilitas keberlangsungan hidup. Sebuah alat terjemahan
sebuah laporan keuangan yang telah digunakan oleh seorang pengguna laporan
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

keuangan untuk mengambil keputusan yang berdampak pada perusahaan itulah


yang memunculkan opini audit.
Sebuah opini audit memiliki nilai manfaat untuk perusahaan maupun
instansi pemerintah. Karena opini tersebut memberikan pernyataan secara
profesional berdasarkan informasi dari laporan keuangan.
Untuk merumuskan opini, auditor wajib menyimpulkan mengenai
apakah auditor telah memperoleh asurans yang memadai/wajar tentang apakah
LK secara keseluruhan bebas dari SSM, apakah karena kecurangan atau
kesalahan.
Seorang auditor tentu harus harus melakukan tahapan sebelum
memberikan opini pada audit yang dilakukannya. Karena sebuah tahapan
dalam opini auditor akan berpengaruh pada kesimpulan yang telah diambil
berdasarkan laporan keuangan.
Selain itu tahap demi tahap yang dilakukan seorang auditor wajib
dilakukan untuk menghasilkan tingkat ketelitian serta pengaruh dari opini
auditor nantinya bagi perusahaan.
Beberapa tahapan tersebut harus diperhatikan dalam melaksanakan opini
audit hal tersebut berdasar kepada Arens Et al Tahun 2018:132, yaitu:
1.  Adanya perencanaan serta perancangan sebuah pendekatan dalam
melakukan audit.
2. Lakukan pengujian pengendalian serta transaksi yang dilakukan.
3. Adanya pelaksanaan sebuah prosedur analitik dan pengujian secara
terperinci terhadap saldo pelaporan keuangan.
4. Tahap penyelesaian serta diterbitkannya laporan audit.
MUTU AUDIT by Beatryc S D Santun 20075000031

KESIMPULAN
Dengan adanya auditing maka sangat bermanfaat bagi perusahaan dalam
melakukan evaluasi ke depan agar bisnis perusahaan makin berkembang.
Selain itu opini audit mampu meningkatkan kredibilitas perusahaan, kejujuran
serta efisiensi. Setelah auditing tentu akan muncul evaluasi yang akan
mendorong adanya efisiensi di pasar modal.
Untuk menghasilkan opini audit terbaik, lakukanlah pembukuan pada
setiap transaksi yang bisnis Anda lakukan. Simpan juga setiap bukti transaksi
dengan aman, karena nantinya auditor akan  meminta bukti setiap transaksi
yang dilakukan oleh perusahaan Anda.

You might also like